• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa Pajak adalah kontribusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa Pajak adalah kontribusi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

16 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep-konsep dan Definisi

2.1.1. Pengertian Pajak

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Soemitro (2009:02) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan Menurut Sommerfeld Ram M. (dalam Mohammad Zain, 2003:11) pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan sebagai akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksankan bedasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah,

(2)

17

Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengelola pemerintahan daerah yang didanai oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh Daerah melalui pemungutan pajak daerah berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai APBD.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengelola pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi antara lain Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Sedangkan Pajak kabupaten/kota antara lain Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pajak daerah adalah pajak yang di kelola oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (Marsyahrul, 2004:5). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah

(3)

18

diberikan kewenangan untuk mengelola pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor.

2.1.2. Pajak Kendaraan Bermotor

Definisi Pajak Kendaraan Bermotor menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 (Fitriandi, 2010:389) adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Pajak Daerah di Provinsi Bali diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Diberlakukan perubahan penetapan besaran tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) merupakan salah satu pajak yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah bekerjasama dengan POLRI dan PT Jasa Raharja (Persero) yang berada di Kantor Bersama Samsat. Di Provinsi Bali terdapat 27 Samsat yang terdiri dari 9 Samsat Induk (Denpasar, Tabanan, Klungkung, Gianyar, Badung, Bangli, Buleleng, Karangasem dan Jembrana), 6 Samsat Pembantu (Renon, Kuta, Nusa Penida, Ubud, Bajra dan Siririt), 6 Samsat Gerai (Dalung, Nusa Dua, Penatih, Pupuan, Gilimanuk, dan Kubutambahan), 2 Samsat Corner (Tiara dan Carrefour), 2 Samsat Link (Baturiti dan Tohpati) serta 2 Samsat Keliling.

2.1.3. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran pembangunan.

(4)

19

Berdasarkan hal tersebut maka pajak mempunyai beberapa fungsi (Mardiasmo 2004) yaitu:

1) Fungsi Anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.

2) Fungsi Mengatur (regulated) adalah fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan.

3) Fungsi Demokrasi yaitu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan penggunaan demi kesejahteraan masyarakat.

4) Fungsi Redristribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.

2.1.4. Kepatuhan Perpajakan

Menurut Norman D. Nowak (Zain, 2008:31), Kepatuhan Wajib Pajak memiliki beberapa pengertian, yaitu “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan”, tercermin dalam situasi di mana:

a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya

(5)

20

dan dikemukakan kembali oleh Devano & Rahayu (2006:110) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. Menurut Safri Nurmantu dalam Devano & Rahayu (2006:110) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Alim, 1991 (dalam Palil, 2005) mendefinisikan kepatuhan sebagai pelaporan semua pendapatan dan pembayaran pajak secara keseluruhan yang sesuai dengan aplikasi hukum, peraturan dan keputusan hakim. Menurut Franzoni (1999) kepatuhan dalam hukum pajak memiliki arti umum sebagai (1) melaporkan secara benar dasar pajak, (2) memperhitungkan secara benar kewajiban, (3) tepat waktu dalam pengembalian, (4) tepat waktu membayar jumlah dihitung.

Kepatuhan menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau peraturan. Menurut Gunadi (2005), kepatuhan pajak dapat diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi. Kepatuhan perpajakan menurut Safri Nurmantu (2003), didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Kepatuhan dalam perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Wajib pajak yang patuh adalah wajib

(6)

21

pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak.

Ada 2 macam kepatuhan (Supadmi, 2009).

1) Kepatuhan formal yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

2) Kepatuhan material yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan sesuai dengan isi dan jiwa undang- undang perpajakan.

Wajib pajak dapat dikelompokkan sebagai wajib pajak yang patuh bila memenuhi ketentuan sebagai berikut (Alim, 2005).

1) Tepat waktu menyampaikan surat pemberitahuan pajak

2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah mendapat izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak

3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4) Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam UU perpajakan.

5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Strategi dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui administrasi perpajakan menurut Hadi Purnomo (2004), yaitu petama dengan

(7)

22

membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi wajib pajak yang belum patuh. Kedua adalah meningkatkan pelayanan terhadap wajib pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Ketiga, meningkatkan kepatuhan dengan program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan.

2.1.5. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran adalah perilaku atau sikap terhadap suatu objek yang melibatkan anggapan dan perasaan serta kecenderungan untuk bertindak sesuai objek tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan perilaku Wajib Pajak berupa pandangan atau perasaan yang melibatkan pengetahuan, keyakinan dan penalaran disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai stimulus yang diberikan oleh sistem dan ketentuan pajak tersebut

Irianto (2005) dalam Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa bentuk kesadaran yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak yaitu: 1) Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang

pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.

2) Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban

(8)

23

pajak berdampak pada kurangnya sumber daya financial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.

3) Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

Kesadaran menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002) adalah keinsafan, keadaan mengerti akan hal dirasakan atau dialami oleh seseorang. Kesadaran identik dengan kemauan yaitu suatu dorongan dari alam sadar berdasarkan pertimbangan pikiran dan perasaan serta seluruh pribadi yang menimbulkan kegiatan yang terarah tercapainya tujuan tertentu yang berhubungan dengan pribadinya. Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia dalam memahami realita dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi realitas.

2.1.6. Pengetahuan Perpajakan

Pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara. Pengetahuan pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Kesadaran wajib pajak juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka atas peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. Pengetahuan pajak dapat menumbuhkan sikap positif wajib pajak jika mereka paham betul atas isi undang undang perpajakan yang sering kali mengalami perubahan. Untuk meningkatkan pengetahuan perpajakan masyarakat dapat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun nonformal akan

(9)

24

berdampak terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Pendidikan perpajakan secara formal didapat dalam materi di sekolah hingga perguruan tinggi sedangkan perpajakan secara nonfomal dapat melalui sosialisasi perpajakan berupa penyuluhan, seminar, spanduk, media lainnya terutama dapat diakses melalui web resmi perpajakan.

2.1.7. Pengertian Pelayanan Publik

Menurut Sinambela (2010), pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern (Lukman, 1997) pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

2.1.8. Kualitas Pelayanan Publik

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, menurut Sinambela (2006) pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. Sedangkan definisi kualitas secara strategik adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan

(10)

25 masyarakat (meeting the needs of customers).

Abidin (2010) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat harus memperhatikan aspek tersebut.

2.1.9. Sanksi / Denda

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau Undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan), akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. (Mardiasmo, 2011:47). Sanksi perpajakan merupakan pemberian sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sanksi perpajakan terdiri dari sanksi berupa bunga, sanksi berupa kenaikan, sanksi berupa denda dan sanksi pidana.

Denda Pajak Kendaraan Bermotor dibebankan kepada wajib pajak apabila jatuh tempo masa berlaku STNK belum melakukan perpanjangan maka

(11)

26

akan dikenai denda PKB. Besarnya Denda Pajak Kendaraan Bermotor adalah 25 % per tahun dan berlaku secara prorata. Misalnya keterlambatan 3 bulan maka besar denda yang akan dibayarkan adalah besar PKB x 25% x 3/12.

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Dharma (2014) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Sosialisasi Perpajakan, dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pada Kantor Bersama Samsat Denpasar menyebutkan bahwa kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan dan kualitas pelayanan secara serempak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak PKB dan BBNKB pada kantor bersama samsat denpasar. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan, dan kualitas pelayanan. Dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak PKB dan BBNKB sebagai variabel terikat. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 wajib pajak PKB dan BBNKB. Perbedaan penelitian terletak pada variabel bebas yang digunakan, lokasi penelitian, dan tahun penelitian. Sedangkan persamaan penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat dan alat analisis yang digunakan.

Pranata (2014) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Kewajiban Moral pada Kepatuhan Wajib

(12)

27

Pajak dalam Membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar mendapatkan hasil bahwa sanksi perpajakan, kualitas pelayanan, dan kewajiban moral secara parsial berpengaruh positif dan signifikan secara statistik pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak restoran. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanksi perpajakan, kualitas pelayanan, dan kewajiban moral. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak restoran. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 100 wajib pajak restoran. Perbedaan dengan penelitian ini ada pada penambahan variabel kesadaran wajib pajak sebagai variabel bebas, wajib pajak yang dipilih sebagai objek penelitian, lokasi penelitian, dan tahun penelitian. Persamaan penelitian terletak pada variabel terikat dan alat analisis yang digunakan.

Indriyani (2013) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Tanggung Jawab, Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi Perpajakan dan Kualitas Pelayanan Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung Utara mendapatkan hasil bahwa tanggung jawab moral, kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan, kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak badan di KPP Pratama badung utara. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanggung jawab moral wajib pajak badan, kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan, dan kualitas pelayanan. Dan kepatuhan wajib pajak badan sebagai variabel terikat. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Sampel yang digunakan sebanyak 98 wajib pajak badan.

(13)

28

Perbedaan penelitian ini terletak pada wajib pajak yang dipilih sebagai objek penelitian, lokasi penelitian, dan tahun penelitian. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel terikat dan alat analisis yang digunakan.

Penelitian yang pernah dilakukan Utami (2012) memperoleh bukti empiris bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan. Sedangkan penelitian oleh Rahmawati (2011) menyatakan, secara parsial kesadaran membayar pajak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kemauan membayar pajak sedangkan pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel kesadaran wajib pajak hanya berperan bebagai variabel intervening.

Penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel kualitas pelayanan dan kepatuhan wajin pajak sudah pernah dilakukan dan ditemukan adanya kaitan antara kualitas pelayanan wajib pajak terhadap bertambahnya kepatuhan pajak. Penelitian tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak juga sudah pernah dilakukan oleh Andriani (2014).

Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006).

(14)

29

terhadap kepatuhan wajib pajak. Soemarso (1998) dalam Jatmiko (2006) mengemukakan bahwa kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Kesadaran wajib pajak sangat diperlukan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006).

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak (Jatmiko, 2006). Karanta et al, 2000 (dalam Suryadi, 2006) menekankan pada kepentingan kualitas aparat (SDM) perpajakan dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik (Ilyas & Burton, 2010:212). Menurut Marziana et al. (2010) dalam penelitiannnya menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak adalah kepuasan layanan dan pengetahuan perpajakan. Penelitian yang dilakukan oleh Djawadi & Fahr (2013) menemukan bahwa semakin tinggi masyarakat mengetahui informasi tentang pengetahuan pajak terkait belanja publik, maka kepatuhan wajib pajak juga akan lebih tinggi. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

(15)

30

Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011:59)

Menurut Mohammad Zain (2008:34) menyatakan bahwa sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apabila dengan rasa takut dan ancaman hukuman (sanksi dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya. Perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah ampuh untuk mengurangi penyelundupan pajak atau kelalaian pajak. Jika hal ini sudah berkembang dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pandangan wajib pajak tentang banyaknya kerugian yang akan dialaminya apabila melanggar kewajiban membayar pajak akan mendorong wajib pajak untuk patuh pada kewajiban perpajakannya (Jatmiko, 2006).

2.3. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini mengambil jenis pajak kendaraan bermotor serta denda pembayaran berupa sanksi akan keterlambatan pemabayaran pajak kendaraan bermotor serta lokasi yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini tidak mengulangi penelitian sebelumnya, karena belum ada penelitian sejenis yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada halaman beranda admin terdapat header , menu-menu yang terdiri dari beranda admin, forum tanya jawab, pesan, permintaan anggota, data anggota, lihat edisi lama, tambah

yang disediakan dan layout pada tempat untuk mengendalikan toko pakaian online “Onset” (sebuah ruangan yang terdapat pada rumah pemilik). Penataan

Pengujian dilakukan pada 5 spesimen dan setiap spesimen di tekan pada 5 titik yang berbeda, yaitu pada bagian atas, tengah, bawah. Pada uji kekerasan kali ini menggunakan gaya

Berdasarkan pengertian sentra, dusun Bobung dapat dikatakan menjadi lokasi sentra industri kerajinan topeng dan batik kayu jika dilihat dari jumlah unit usaha berjumlah 16 unit

Perjalanan ziarah adalah alat bantu mengajar, tidak saja mengajar tenang akar-akar Iman yang dimana dengan pengalaman perjalanan ziarah ke tanah suci, para peziarah dapat

Penelitian ini terdapat banyak kelemahan dalam penilaian tingkat kehalusan yang sebaiknya kehalusan kulit harus diamati secara cermat dengan menggunakan alat ukur yang

Strategi pengelolaan potensi sumberdaya perikanan dalam upaya penguatan sistem kelembagaan adat Suku Kuri di Kampung Sarbe Teluk Bintuni yaitu: pengembangan wilayah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu komposisi media yang optimal bagi pertumbuhan embrio serta planlet jeruk Siam Kintamani pada perbanyakan melalui