• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Hemodinamik Pada Pasien Post Operative Yang Diberi Paracetamol Untuk Menghilangkan Nyeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perubahan Hemodinamik Pada Pasien Post Operative Yang Diberi Paracetamol Untuk Menghilangkan Nyeri"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN HEMODINAMIK PADA PASIEN POST OPERATIVE YANG DIBERI PARACETAMOL UNTUK MENGHILANGKAN NYERI

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

ANINDA RAMADHIANI 22010110110065

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014

(2)
(3)

PERUBAHAN HEMODINAMIK PADA PASIEN POST OPERATIVE YANG DIBERI PARACETAMOL UNTUK MENGHILANGKAN NYERI

Aninda Ramadhiani1, Heru Dwi Jatmiko2

ABSTRAK

Latar Belakang: Pemberian parasetamol dalam dunia kedokteran anestesi mulai banyak digunakan terutama untuk pereda rasa nyeri akut post operative. Nyeri operasi memicu respon stress yaitu respon neuro endokrin yang berpengaruh pada mortalitas dan berbagai morbiditas komplikasi post operative. Stabilitas hemodinamik merupakan salah satu faktor yang penting dan berpengaruh terhadap rencana pengelolaan analgesi post operative.

Tujuan: Menganalisa perubahan hemodinamik pada pasien post operative

kraniotomi antara yang diberi analgesi paracetamol dengan yang tanpa paracetamol untuk menghilangkan nyeri

Metode: Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimental dengan rancangan post test only. pada 40 spasien yang menjalani operasi kraniotomi. Pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok yaitu diberikan infuse NaCl 0.9 % 100 cc tiap 6 jam selama 24 jam sebagai placebo (kelompok kontrol) atau mendapat parasetamol intravena 1000 mg sebelum induksi anestesi dilanjutkan tiap 8 jam selama 24 jam (kelompok perlakuan). Pengukuran hemodinamik meliputi tekanan darah, denyut nadi, MAP, dan tekanan nadi dilakukan pada jam-1 dan jam-12 post operative. Hasil: Terdapat penurunan yang tidak berbeda bermakna pada sistolik jam-1 (p=0,617) dan sistolik jam-12 (p=0,165) antara kelompok kontrol dan perlakuan. Terdapat penurunan yang tidak berbeda bermakna pada diastolik jam-1 (p=0,178) dan diastolik jam-12 (p=0,722) antara kelompok kontrol dan perlakuan. Terdapat penurunan yang tidak berbeda bermakna pada denyut nadi jam-1 (p=0,232) dan denyut nadi jam-12 (p=0,903) antara kelompok kontrol dan perlakuan. Terdapat penurunan yang tidak berbeda bermakna pada MAP jam-1 (p=0,308) dan MAP jam-12 (p=0,547) antara kelompok kontrol dan perlakuan. Terdapat penurunan yang tidak berbeda bermakna pada tekanan nadi 1 (p=0,452) dan MAP jam-12 (p=0,036)antara kelompok kontrol dan perlakuan.

Kesimpulan: Terdapat penurunan yang tidak berbeda bermakna pada tekanan darah, denyut nadi, tekanan nadi dan MAP di jam 1 dan jam-12 pada pasien post

operative yang diberi parasetamol intravena untuk menghilangkan nyeri.

Kata kunci: nyeri post operative, hemodinamik, parasetamol intravena 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang 2

Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

(4)

THE DIFFERENCE OF SALIVARY FLOW RATE AMONG PREGNANT WOMEN IN TRIMESTER 1, TRIMESTER 2, AND TRIMESTER 3

ABSTRACT

Background: The giving of paracetamol in anesthesia widely used especially for acute post operative pain relief. Pain caused by operation triggers the stress response that is neuroendocrine response which can give effect on mortality and morbidity as a postoperative complication. Hemodynamic stability is one of the most important factors that influence the plan of management post operative analgesia.

Aim To analyze about hemodynamic change in post craniotomy patient given paracetamol analgesia or without paracetamol for pain relief.

Methods: This study was quasi experimental design with post test only on 40 patients who underwent craniotomy. Patients were randomized into two groups, who were given either an infuse NaCl 0.9 % 100 cc every 6 hourly for 24 hours after surgery as placebo (control group) or intravenous paracetamol 1000 mg before induction continued every 8 hourly for 24 hours (treatment group). Hemodynamic measurements included blood pressure, pulse rate, Mean Arterial Pressure (MAP), pulse pressure at the 1st and 12th post operative.

Result: There were no significant differences in systole at the 1st (p=0,617) and 12th (p=0,165) hour between control and treatment group and diastolic at the 1st (p=0,178) and 12th (p=0,722) hour between control and treatment group . There was no significant differences too in pulse rate at the 1st (p=0,232) and 12th (p=0,903) hour between control and treatment group. There was significant differences in MAP at the 1st (p=0,308) and 12th (p=0,547) hour between control and treatment group. There was no significant differences in pulse pressure at the 1st (p=0,452) and 12th hour (p=0,036) between control and treatment group.

Conclusion: There is a decrease of blood pressure, pulse rate, MAP and an increase of pulse pressure in both control and treatment group at the 1st and 12th hour post operative to release the pain.

(5)

PENDAHULUAN

Nyeri operasi merupakan keadaan yang sudah terduga sebelumnya, akibat trauma dan proses inflamasi, terutama bersifat nosiseptif, pada waktu istirahat dan seringkali bertambah pada waktu bergerak. Nyeri operasi memicu respon stress yaitu respon neuro endokrin yang berpengaruh pada mortalitas dan berbagai morbiditas komplikasi post operative. Nyeri operasi bersifat self limiting (tak lebih dari 7 hari) dan nyeri hebat memicu kejadian nyeri kronik di kemudian hari . Nyeri berat dijumpai pada operasi torakal, abdomen atas, sendi lutut, operasi aorta. Nyeri sedang pada operasi abdomen bawah, mandibula, replasemen pinggul sedangkan nyeri ringan timbul menyertai operasi herniorafi inguinal, varisektomi, laparoskopi.3

International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu yang erat kaitannya dengan derajat kerusakan. Nyeri mempunyai komponen fisiologik (diskriminatif) dan psikologik (afektif), yang kemudian secara nyata dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis.1

Obat untuk mengurangi rasa nyeri salah satunya adalah parasetamol yang dapat mengurangi nyeri ringan sampai sedang.4 Parasetamol mulai banyak digunakan dalam kedokteran anestesi terutama untuk pereda rasa nyeri akut post operative. Parasetamol merupakan analgesi yang telah terbukti efek analgesik dan antipiretiknya, demikian pula dengan keamanannya. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai analgesik, tetapi aktivitas antiinflamasinya sangat lemah. Pada Cochrane Database Syst Rev

(2007), telah berhasil dibuktikan secara sistematis dan terstruktur bahwa parasetamol mampu menekan rasa nyeri post operative dengan baik dengan efek samping yang jauh lebih rendah dibandingkan Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID).5,6

Stabilitas hemodinamik merupakan salah satu faktor yang penting dan berpengaruh terhadap rencana pengelolaan anestesi karena adanya faktor ‐ faktor yang menyebabkan peningkatan kebutuhan miokardium akan oksigen,

(6)

seperti peningkatan laju jantung/denyut nadi (HR), tekanan darah (BP), kontraktilitas miokardium serta tahanan arteri sistemik dan pulmonal. Hal ‐ hal tersebut dapat menimbulkan iskemik bahkan infark miokard.7

Ong, Cliff K. S et all menyatakan bahwa penggunaan kombinasi parasetamol dan NSAID lebih efektif pada pasien post operative daripada penggunaan paracetamol saja atau NSAID saja.

Beberapa penelitian tentang curah saliva pada masa kehamilan memberikan hasil yang berbeda-beda. Penelitian dengan cross sectional study menunjukkan penurunan curah saliva terstimulasi pada wanita hamil sedangkan longitudinal study menunjukkan tidak ada perbedaan curah saliva terstimulasi pada wanita hamil.9 Penelitian Al Nuaimy dan Al Doski tahun 2001 menyebutkan bahwa terdapat penurunan curah saliva pada usia kehamilan trimester 1, trimester 2, dan trimester 3.10 Sedangkan penelitian Maria Rockenbach pada tahun 2006 menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan curah saliva pada wanita hamil dengan wanita yang tidak hamil.5

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan curah saliva pada wanita tidak hamil dengan wanita hamil.

METODE

Rancangan penelitian pada penelitian kuasi eksperimental ini menggunakan post test only. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP dr Kariadi Semarang Juli sampai November 2013. Responden dipilih dengan cara

(7)

operasi kraniotomi kemudian dihitung tekanan darah, denyut nadi, tekanan nadi, dan MAP jam-1 dan jam-12 setelah operasi.

Pada penelitian ini didapatkan 40 pasien kraniotomi sebagai sampel penelitian, 20 pasien sebagai kelompok kontrol diberikan NaCl 0,9 % sedangkan 20 pasien sebagai kelompok perlakuan diberikan parasetamol 1000 mg. Kedua kelompok memperoleh PCA morfin setelah operasi.

Kriteria inklusinya adalah usia 18-60 tahun, status fisik ASA I-II, menjalani operasi kraniotomi reseksi tumor intraserebral elektif, mampu berkomunikasi secara verbal mampu menggunaan visual Analog Scale (VAS) sedangkan kriteria eksklusi yaitu alergi parasetamol, morfin atau agen anestesi lain yang digunakan dalam penelitian, konsumsi parasetamol, NSAID atau analgesik lain secara rutin, gangguan hepar (kadar transaminase > 1,5x kadar normal atas) atau insufiisiensi ginjal (kreatinin >2 mg/dL), riwayat atau suspek konsumsi alkohol atau penyalahgunaan obat, kehamilan atau menyusui, keterbatasan komunikasi karena bahasa, gangguan kesadaran atau kognitif , hipertensi tidak terkontrol.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian parasetamol intravena dengan variabel terikat adalah parameter hemodinamik. Analisis data dilakukan menggunakan uji Independent T, Paired T, Wilcoxon dan Mann Whitney.

HASIL

Karakteristik dan Distribusi Responden

Didapatkan frekunsi jenis kelamin kelompok kontrol yaitu 7 laki-laki (35%) dan 13 perempuan (65%) sedangkan pada kelompok perlakuan yaitu 6 laki-laki (30%) dan 14 perempuan (70%). %). Rerata usia pada kelompok kontrol sebesar 38,9 ± 12,208. Jenis kelamin melalui uji chi square menunjukkan nilai p= 0,736, sedangkan dengan uji independent t test usia dengan p=0,284. Kesimpulannya yaitu data jenis kelamin dan usia pada kelompok kontrol dan perlakuan memiliki p > 0,05, maka sebaran data variabel tersebut pada kelompok kontrol dan perlakuan merata atau homogen.

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

(8)

Tabel 2. Uji Hipotesis perbedaan Sistolik jam-1 dan Sistolik jam-12 Variabel Kelompok p (tidak berpasangan) Perlakuan Kontrol Sistolik jam-1 139,95 23,502 136,20 23,574 0,617¤ Sistolik jam-12 123,05 21,432 132,90 22,508 0,165¤ p (uji berpasangan) <0,001€ <0,001€

Dari tabel di atas, memakai uji beda berpasangan yaitu uji Paired T-Test. Pada uji beda berpasangan sistolik jam-1 terhadap sistolik jam-12 pada kelompok kontrol dan perlakuan didapatkan nilai p<0,001 (p < 0,05) atau signifikan, sedangkan pada uji beda tidak berpasangan (menggunakan Independent T-Test) sistolik jam-1 (p=0,6jam-17) dan sistolik jam-jam-12 (p=0,jam-165) antara kelompok kontrol dan perlakuan didapatkan nilai p > 0,05 atau tidak signifikan.

Gambar 1. Grafik perbedaan Sistolik jam-1 dan Sistolik jam-12

Tabel 3. Uji Hipotesis perbedaan Diastolik jam-1 dan Diastolik jam-12

Variabel Kelompok p (tidak berpasangan) Perlakuan Kontrol 110 115 120 125 130 135 140 145 Jam-1 Jam-24 Perlakuan Kontrol Kontrol Perlakuan Jenis kelamin Laki-laki 7 (35%) 6 (30%) 0,736£ Perempuan 13 (65%) 14 (70%) Usia (tahun) 38,9 ± 12,208 43,2 ± 12,792 0,284¤

(9)

Diastolik jam-1 79,05 10,787 74,70 9,200 0,178¤ Diastolik jam-12 71,80 8,063 70,85 8,683 0,722¤ p (uji berpasangan) 0,001€ <0,001€

Dari tabel di atas, memakai uji beda berpasangan yaitu uji Paired T-Test. Pada uji

beda berpasangan diastolik jam-1 terhadap diastolik jam-12 pada kelompok

kontrol dan perlakuan didapatkan nilai p<0,001 (p < 0,05) atau signifikan,

sedangkan pada uji beda tidak berpasangan (menggunakan Independent T-Test)

diastolik jam-1 (p=0,178) dan diastolik jam-12 (p=0,722) antara kelompok kontrol

dan perlakuan didapatkan nilai p > 0,05 atau tidak signifikan.

Gambar 2. Grafik perbedaan Diastolik jam-1 dan Diastolik jam-12 Tabel 4. Uji Hipotesis perbedaan Nadi jam-1 dan Nadi jam-12

Variabel Kelompok p (tidak berpasangan) Perlakuan Kontrol Nadi jam-1 79,90 14,804 73,60 6,692 0,232‡ Nadi jam-12 75,40 14,259 72,00 6,798 0,903‡ p (uji berpasangan) <0,001§ <0,001€

Dari tabel di atas, memakai uji beda berpasangan (Paired T Test), didapatkan nilai

p < 0,05 (p<0,001) atau signifikan dan pada kelompok perlakuan nadi jam-1

terhadap nadi jam-12 tidak normal sehingga memakai uji beda berpasangan

(Wilcoxon Test), didapatkan nilai p < 0,05 (p<0,001) atau signifikan. Sedangkan

79.05 71.8 74.7 70.85 66 68 70 72 74 76 78 80 Jam-1 Jam-12 Perlakuan Kontrol

(10)

pada uji beda tidak berpasangan (menggunakan Mann Whitney Test-karena

sebaran data yang tidak normal) nadi jam-1 (p=0,232) dan nadi jam-12 (p=0,903)

antara kelompok kontrol dan perlakuan didapatkan nilai p > 0,05 atau tidak

signifikan.

Gambar 3. Grafik perbedaan Nadi jam-1 dan Nadi jam-12

Tabel 5. Uji Hipotesis perbedaan Tekanan Nadi jam-1 dan Tekanan Nadi jam-12

Variabel

Kelompok p

(tidak berpasangan)

Perlakuan Kontrol

Tekanan Nadi jam-1 42,45 9,536 44,40 6,421 0,452¤ Tekanan Nadi jam-12 40,59 8,544 45,92 6,835 0,036¤ p (uji berpasangan) 0,300€ <0,001€

Dari tabel di atas, memakai uji beda berpasangan yaitu uji Paired T-Test. Pada uji beda berpasangan Tekanan Nadi jam-1 terhadap Tekanan Nadi jam-12 pada kelompok perlakuan didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,300) atau tidak signifikan dan kelompok kontrol didapatkan nilai p < 0,05 (p<0,001) atau signifikan, sedangkan pada uji beda tidak berpasangan (menggunakan Independent T-Test) Tekanan

68 70 72 74 76 78 80 82 Jam-1 Jam-12 Perlakuan Kontrol

(11)

Nadi jam-1 antara kelompok kontrol dan perlakuan didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,452) atau tidak signifikan dan Tekanan Nadi jam-12 antara kelompok kontrol dan perlakuan didapatkan nilai p < 0,05 (p=0,036) atau signifikan.

Gambar 4. Grafik perbedaan Tekanan Nadi jam-1 dan Tekanan Nadi jam-12

Tabel 6. Uji Hipotesis perbedaan MAP jam-1 dan MAP jam-12

Variabel Kelompok p (tidak berpasangan) Perlakuan Kontrol MAP jam-1 99,35 12,306 95,20 13,084 0,308¤ MAP jam-12 89,38 11,296 91,63 12,129 0,547¤ p (uji berpasangan) <0,001€ <0,001€

Dari tabel di atas, memakai uji beda berpasangan yaitu uji Paired T-Test. Pada uji

beda berpasangan MAP jam-1 terhadap MAP jam-12 pada kelompok kontrol dan

perlakuan didapatkan nilai p < 0,05 (p<0,001) atau signifikan, sedangkan pada uji

beda tidak berpasangan (menggunakan Independent T-Test) MAP jam-1

(p=0,308) dan MAP jam-12 (p=0,547) antara kelompok kontrol dan perlakuan

didapatkan nilai p > 0,05 atau tidak signifikan.

36 38 40 42 44 46 48 Jam-1 Jam-12 Perlakuan Kontrol

(12)

Gambar 5. Grafik perbedaan MAP jam-1 dan MAP jam-12

PEMBAHASAN

Aliran curah saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor hormonal yang terjadi saat kehamilan. Perubahan hormonal yang terjadi mempengaruhi kerja dan produksi saliva. Penurunan curah saliva pada wanita hamil dibandingkan dengan kelompok wanita tidak hamil dihubungkan dengan aktivitas estrogen yang dapat menghambat penyerapan iodium. Kekurangan iodium yang berpengaruh pada penurunan produksi saliva sering menyebabkan keluhan mulut kering.12

Sekresi saliva diatur oleh sistem saraf otonom, saraf parasimpatis yang memicu sekresi saliva encer dan saraf simpatis yang memicu sekresi saliva yang lebih kental dan kaya protein. Pada umumnya, saraf parasimpatis memiliki transmitter

berupa asetilkolin, dan saraf simpatis memiliki transmitter berupa noradrenalin, tetapi diketahui saraf parasimpatis juga menggunakan mekanisme transmisi lain yaitu dengan vasoactive intestinal peptide (VIP). 13

Perubahan hormonal hingga mempengaruhi sekresi saliva melalui mekanisme yang kompleks. Penurunan curah saliva pada masa kehamilan juga dihubungkan dengan aktivitas hormon tiroid yang meningkat yang kemudian menghambat aktivitas Vasoactive Intestinal Peptide (VIP)14 sehingga rangsangan parasimpatis berkurang, mengasilkan saliva yang kurang encer dan sedikit air. Di sisi lain, meningkatnya hormon estrogen, dalam bentuk estradiol diketahui dapat

80 85 90 95 100 105 jam-1 Jam-12 Perlakuan kontrol

(13)

meningkatkan konsentrasi VIP.14 Peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam saliva yang mencapai puncaknya pada akhir kehamilan menyebabkan curah saliva pada trimester 3 kembali naik, meskipun masih lebih rendah daripada curah saliva pada kelompok kontrol. Namun, dapat dilihat bahwa penurunan curah saliva selama kehamilan tersebut masih dalam batas normal.

Perbedaan curah saliva antara wanita hamil trimester 1, trimester 2, dan trimester kurang bermakna secara statistik karena penurunan curah saliva terjadi secara perlahan, seiring dengan perubahan hormonal yang terjadi. Rerata curah saliva antara ketiga kelompok tersebut hanya berbeda sedikit. Namun, ketiganya memliki perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan rerata curah saliva kelompok kontrol.

Perubahan kadar estrogren dan progesteron selama kehamilan juga mempengaruhi perubahan komponen saliva seperti penurunan pH saliva, kadar natrium, kalsium, dan peningkatan protein total. Perubahan pada komposisi saliva dan curah saliva dapat menimbulkan masalah kesehatan pada rongga mulut seperti masalah pengecapan, abrasi dan iritasi mukosa peningkatan formasi plak, peningkatan resiko karies gigi, erosi gigi, dan penyakit periodontal.7

Penurunan curah saliva hingga timbul keluhan mulut kering disertai penurunan derajat keasaman saliva dapat meningkatkan resiko penyakit periodontal karena lingkungan asam merupakan tempat berkembang yang baik untuk bakteri patologis.15 Kesehatan rongga mulut wanita hamil dapat berimplikasi pada kesehatan janin. Penyakit periodontal yang tidak dirawat pada wanita hamil merupakan salah satu faktor risiko kelahiran kurang bulan dan bayi lahir dengan berat badan kurang.8 Penurunan curah saliva dan sensasi mulut kering pada masa kehamilan dapat dicegah dengan banyak mengkonsumsi air, dan makanan yang kadar airnya cukup tinggi. Konsumsi permen karet rendah gula dapat dilakukan untuk menstimulasi curah saliva. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah menjaga kesehatan mulut dengan baik untuk mencegah berkembangnya bakteri patologis.7

(14)

Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah kelompok responden wanita hamil trimester 1 yang lebih sulit didapatkan. Hal tersebut karena sepanjang masa kehamilan trimester 1, pemeriksaan kehamilan cukup dilakukan sekali, sesuai petunjuk pelaksanaan Ante Natal Care (ANC).16 Sehingga, waktu pemeriksaan kehamilan calon responden dengan waktu penelitian kurang dapat disesuaikan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan curah saliva pada wanita hamil dengan wanita tidak hamil dan terdapat perbedaan curah saliva pada wanita hamil trimester 1 dengan wanita hamil trimester 2, dan wanita hamil trimester 3, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perubahan hormonal pada masa kehamilan tidak hanya terhadap curah saliva, tetapi juga pada komposisi saliva maupun jaringan periodontal lainnya. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kehamilan terhadap saliva dan jaringan periodontal lainnya, pada masing-masing trimester. Penelitian-penelitian tersebut diharapkan dapat membuat pasien hamil lebih memperhatikan kesehatan mulut selama masa kehamilannya sehingga keluhan keluhan mengenai kesehatan mulutdapat dihindari serta tidak mengganggu kesehatan ibu dan janin. UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada drg.Windriyatna dan drg. Kuswartono Mulyo B, Sp.BM yang telah memberikan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada dr.Gana Adyaksa, M.si. Med selaku ketua penguji dan drg. Gunawan Wibisono, M.si. Med selaku penguji, serta pihak-pihak lain yuang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Fisiologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir. In: Saifuddin AB, Wiknjosastro GH (eds.) Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. p174-187.

2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom, KD. Fisiologi Kehamilan. In: Hartanto Huriawati et.al (eds.)Obstetri Williams. 21st ed. Jakarta: EGC; 2006. p180-213.

(16)

3. Amerongen AVN. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti bagi Kesehatan Gigi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1991.

4. Välimaa H, Savolainen S, Soukka T, Silvoniemi P, Mäkelä S, Kujari H, et al. Estrogen Receptor- is The Predominant Estrogen Receptor Subtype in Human Oral Epithelium and Salivary Glands. Journal of Endocrinology. 2004: 55-62.

5. Rockenbach MI, Marinho SA, Veeck EB, Lindemann L, Shinkai RS. Salivary Flow Rate, pH, and Concentrations of Calcium, phosphate, and sIgA in Brazilian Pregnant and Non-pregnant Women. Head and Face Medicine. 2006;2(44).

6. Navazesh M, Kumar SKS. Measuring Salivary Flow: Challenges and Opportunities. The Journal of The American Dental Association. 2008; 139: 35-40.

7. Walsh LJ. Clinical Aspects of Salivary Biology for The Dental Clinician. Brisbane: 2000.

8. Singh S, Kumar A, Kumar N, Verma S, Soni N, Ahuja R. Periodontal Disease and Adverse Pregnancy Outcome Study. Pakistan Oral and Dental Journal. 2011;31 (1): 165-167.

9. Sultana RR, Zafarullah SN, Kirubamani NH. Salivary Signature of Normal Pregnant Women in Each Trimester as Analyzed by FTIR Spectroscopy. Indian Journal of Science and Technology. 2011;4(5): 481-486.

10.Al-Nuaimy KMT, Al-Doski FSh. Pregnancy-related changes in oral health and human unstimulated whole saliva. Al-Rafidain Dental

Journal.2003;3(2):108-115.

11.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 4th ed. Jakarta. Sagung Seto; 2011.

12.How Iodine Deficiency May affect Your Child’s Brain Function and

IQ.2013.[cited 2013 August 22]; Available

from:http://articles.mercola.com/sites/articles/archive/2013/05/04/iodine-deficiency-affect-childs-brain-function.aspx

(17)

13.Ektröm J, Khosravani N, Castagnola M, Messana I. Saliva and The Control of Its Secretion. Berlin: Springer-Verlag; 2012.

14.Dagerman A, Chun D, Nguyen TB, Bravo DT, Alanis J, Rökaeus A, et.al. Local Action of Estrogen and Thyroid Hormone on Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) and Galanin Gene Expression in The Rat Anterior Pituitary. Los Angeles: University of California; 2002.

15.Errahman A. Manifestasi Kehamilan di Rongga Mulut. Medan: University of Sumatra Utara; 2000.

16.Ikatan Bidan Indonesia. Standar Pelayanan Kebidanan 2002. Indonesia: Ikatan Bidan Indonesia. 2002.

Gambar

Tabel 2. Uji Hipotesis perbedaan Sistolik jam-1 dan Sistolik jam-12  Variabel  Kelompok  p   (tidak  berpasangan) Perlakuan Kontrol  Sistolik jam-1  139,95   23,502  136,20   23,574  0,617 ¤ Sistolik jam-12  123,05   21,432  132,90   22,508  0,165 ¤  p (uj
Gambar 2. Grafik perbedaan Diastolik jam-1 dan Diastolik jam-12  Tabel 4. Uji Hipotesis perbedaan Nadi jam-1 dan Nadi jam-12
Tabel 5. Uji Hipotesis perbedaan Tekanan Nadi jam-1 dan Tekanan Nadi jam-12  Variabel
Tabel 6. Uji Hipotesis perbedaan MAP jam-1 dan MAP jam-12  Variabel  Kelompok  p   (tidak  berpasangan) Perlakuan Kontrol  MAP jam-1  99,35   12,306  95,20   13,084  0,308 ¤ MAP jam-12  89,38   11,296  91,63   12,129  0,547 ¤  p (uji berpasangan)  &lt;0,00
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan dengan menggunakan program spss dapat diketahui bahwa koefisien determinasi (R Square) yang diperoleh sebesar 0,695. Hal ini berarti 69,5% penerimaan user

Bahwa kalau dilacak dari munculnya/terbitnya Surat Keputusan Direksi tersebut di atas merupakan imbas dari sikap emosional Direksi dimana Penggugat pada tanggal 30

Karakteristik formula mikroemulsi dengan perbandingan surfaktan (Span 80-Tween 80) dan kosurfaktan (butanol) 6:3; 7:3 dan 8:3 baik tanpa ovalbumin maupun setelah

Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 2 Bandung dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan yaitu masinis, yang merupakan bagian dari awak sarana perkeretaapian.. KAI

Hasil nilai tes kemampuan koneksi matematika siswa yang terdiri dari 8 butir soal yang mencakup ketiga indikator kemampuan koneksi matematika siswa yaitu, siswa dapat

Karena nilai t hitung lebih besar dari t tabel maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada pengaruh membaca Kitab Suci bersama dalam keluarga X

Pada Sudoku, kromosom adalah representasi suatu solusi dari puzzle yang berisi angka-angka yang akan diisikan pada kotak-kotak yang kosong sehingga

Compression Index (Cc) tertinggi terjadi pada pada pengambilan sampel tanah tanpa stabilisasi kolom pasir sebesar (0,574)., nilai Compression Index (Cc) terendah