• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Pedaging

Ayam pedaging (ayam broiler) telah dikembangkan sejak 50 tahun silam.

Peternakan ayam pedaging di Indonesia baru berkembang pada tahun 1979

(Amrullah, 2004). Ayam pedaging merupakan ayam ras yang memiliki

keunggulan bereproduksi yang lebih tinggi dibandingkan ayam buras. Ayam jenis

ini merupakan hasil budidaya teknologi peternakan melalui berbagai perkawinan

silang dan seleksi yang rumit yang diikuti dengan upaya perbaikan manajemen

pemeliharaan secara terus menerus (Abidin, 2002).

Ayam pedaging merupakan ternak yang penting dalam pemenuhan

kebutuhan protein hewani masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin

bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk

akan pentingnya protein hewani. Dalam rangka mengembangkan usaha ternak

ayam pedaging , pada umumnya peternak memberikan ransum komersial karena

ransum komersial telah memenuhi standar kebutuhan zat-zat makanan yang telah

ditetapkan (Ahmad et al., 2008).

Umumnya pemeliharaan ayam pedaging dilakukan dalam waktu 5 - 6

minggu dengan berat badan 1,4 - 1,6 kg/ekor, akan tetapi konsumen masih dapat

menerima ayam pedaging dengan berat badan lebih dari itu, misalnya dengan

berat antara 1,8 - 2 kg/ekor. Ayam seberat ini memerlukan pemeliharaan antara

7 - 8 minggu. Ayam pedaging yang dipelihara pada usia tersebut memiliki berat

(2)

diantaranya makanan (ransum), temperatur lingkungan (berkisar 19° - 21 °C), dan

sistem pemeliharaannya (Rasyaf, 1992).

Koksidiosis

Koksidiosis atau penyakit berak darah merupakan penyakit penting pada

ayam di Indonesia maupun di luar negeri karena sering menimbulkan masalah dan

menyebabkan kerugian yang cukup besar pada usaha peternakan ayam. Kerugian

yang ditimbulkan meliputi kematian, morbiditas yang cukup tinggi, penurunan

efisiensi pakan, pertumbuhan terhambat, penurunan bobot hidup, terlambatnya

masa produksi telur, produksi menurun dan biaya pengobatan yang tinggi

(Tampubolon, 1996).

Infeksi E. tenella pada unggas dapat berjalan akut, berak darah mulai terlihat pada hari ke 4 - 5 setelah infeksi. Unggas terlihat lesu,sayap menggantung,

bulu kusam, sekitar kloaka kotor oleh feses. Unggas yang bertahan hidup akan

mendapatkan kekebalan setelah hari 7 - 9 pasca infeksi (Levine, 1973).

Koksidiosis pada ayam berlokasi pada dua tempat yaitu di sekum (caecal

coccidiosis) yang disebabkan oleh E. tenella dan di usus (intestinal coccidiosis) yang disebabkan oleh delapan jenis lainnya (Jordan et al., 2001 ).

Klasifikasi dan Morfologi Eimeria tenella

Filum : Apicomplexa

Kelas : Sporozoa

Sub Kelas : Coceidia

Ordo : Eucoceidia

(3)

Famili : Eimeriidae

Genus : Eimeria

Spesies : E. tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunette, E. acervulina, E.mitis, E.mivati, E. praecox, dan E. hagani.

Pada ayam terdapat sembilan spesies Eimeria yaitu : Eimeria tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunette, E. acervulina, E. mitis, E.mivati, E. praecox, dan E. hagani. Spesies yang paling pathogen pada unggas yaitu E. tenella, dan E. necatrix (Levine, 1978 dalam Ashadi, 1992). Eimeria memiliki stadium seksual maupun aseksual pada siklus hidupnya.

1. Ookista

Ookista merupakan hasil fertilisasi mikrogamet dan makrogamet pada

stadium seksual. Sesudah fertilisasi zigot akan membentuk ookista. Bentuknya

bulat telur, licin, dengan ukuran panjang dan lebar yang bervariasi tergantung dari

jenis Eimerianya (Ashadi dan Partosoedjono, 1992). Ookista E. tenella yang keluar bersama tinja masih dalam keadaan belum bersporulasi, dan akan

bersporulasi dalam waktu 1-2 hari setelah mendapatkan oksigen, suhu yang

sesuai, dan lingkungan yang lembab (Tampubolon, 1992).

Ukuran ookista E. tenella sangat bervariasi, panjang berkisar antara 14-31 mikron, lebar 9-25 mikron, dengan rata-rata panjang 23 mikron dan lebar 19

mikron. Dinding ookista halus, tidak ada mikropil („micropyle‟) pada ujung yang

lebih kecil. Ookista yang disimpan dalam suhu kamar dengan suhu dan

kelembapan yang cukup membutuhkan waktu untuk bersporulasi dalam waktu

(4)

Menurut Levine (1985), ookista yang dikeluarkan bersama tinja terdiri dari

satu sel yang disebut dengan sporon. Sporon membutuhkan O2, temperatur, dan

kelembapan yang cukup untuk berkembang menjadi stadium yang infektif.

Ookista menjadi infektif setelah mengalami proses sporulasi selama 2 hari pada

suhu kamar.

Gambar 1. Ookista dari genus Eimeria yang telah bersporulasi (Levine, 1973) 2. Sporokista

Sporokista merupakan hasil fertilisasi dari ookista. Dinding ookista akan

pecah oleh gerakan mekanik lambung unggas (ventriculus) sehingga

membebaskan empat sporokista. Sporokista berbentuk oval memanjang dan salah

satu ujungnya lebih runcing dari yang lain (Piatina, 2001). Sporokista memiliki

ukuran 10-15 µl, bersifat transparan dan sitoplasmanya bergranula. Masing–

masing sporokista memiliki dua sporozoit stadium infektif (Tampubolon, 1992).

3. Sporozoit

Sporozoit adalah hasil pelepasan sporokista. Pelepasan sporozoit dari

sporokista dirangsang oleh khemotripsin, zat empedu, dan karbondioksida dalam

(5)

4. Tropozoit

Tropozoit merupakan hasil perkembangan dari sporozoit yang akan

melakukan proses skizogoni (Trilestari, 2001).

5. Meron / Skizon

Meron/skizon adalah tahap perkembangan tropozoit yang intinya

mengalami pembelahan. Terdapat tiga macam skizogoni, skizogoni aseksual di

dalam sel inang memproduksi sejumlah merozoit. Proses ini dikenal sebagai

merogoni. Ukuran dapat mencapai maksimum 54,0 µm (Piatina, 2001).

6. Merozoit

Merozoit adalah skizon yang telah mengalami pembelahan, umumnya

berukuran 5-10 µm x 1,5 µm dan memiliki granular sekeliling intinya. Merozoit

terlepas dari skizon yang telah masuk (Piatina, 2001).

7. Gametosit

Gametosit adalah bentuk perkembangan dari merozoit generasi ke-2 untuk

selanjutnya berkembang menjadi makrogametosit dan mikrogametosit. Produksi

mikrogamet dan makrogamet dikenal sebagai gametogoni (Levine, 1985).

Makrogamet lebih besar dari mikrogamet dan akan berkembang menjadi gamet

betina. Makrogamet memiliki ukuran hampir sama dengan ookista. Sedangkan

mikrogamet membelah menjadi beberapa mikrogametosit yang berkembang

menjadi gamet jantan dengan bentuk seperti koma, langsing agak membengkok,

pada bagian anterior terdapat flagella sebagai alat geraknya (Tampubolon,1992).

Saat fertilisasi, makrogamet masak akan dibuahi mikrogamet yang akan

(6)

Siklus Hidup Eimeria tenella

Eimeria mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap di dalam dan di luar tubuh inangnya, dan dibagi menjadi siklus aseksual dan siklus seksual.

Siklus hidup ini lebih dikenal dengan tiga stadium, yaitu stadium skizogoni

(merogoni), gametogoni, dan sporogoni. Siklus aseksual merupakan stadium

sporogoni dan skizogoni, siklus seksual meliputi stadium gametogoni. Sporogoni

merupakan stadium pembentukan spora (Tampubolon, 1996). Ookista-ookista

dikeluarkan melalui tinja, dengan ookista berisi satu sel yaitu sporon. Ookista

dalam suatu lingkungan yang lembab, temperatur tinggi, dan jumlah oksigen yang

cocok akan mengalami sporulasi (Marbun, 2006).

Ookista ini mengandung 4 sporokista yang masing-masing mengandung 2

sporozoit. Sesampainya didalam lumen usus, ookista dan sporokista akan rusak

oleh enzim pancreas, sehingga menyebabkan keluarnya sporozoit. Sporozoit

masuk kedalam epitel di sel tumbuh menjadi skizon generasi pertama didalam

mukosa. Skizon generasi pertama menghasilkan 48 lebar 1,5 mikron (Levine

1985). Untuk dapat bersporulasi, ookista membutuhkan kondisi yang optimal,

yaitu lembab, ketersedian oksigen cukup, dan suhu 26.60 - 32.20 C (Ashadi dan

Partosoedjono 1992).

Pada hari ketiga, merozoit-merozoit bebas dari sporozoit dan memasuki

selsel epitel, lalu masing-masing merozoit berkembang menjadi skizon generasi

kedua. Skizon dan merozoit generasi kedua lebih besar daripada skizon dan

merozoit generasi pertama (Levine 1985). Setelah merozoit generasi kedua berada

didalam lumen usus, sebagian besar membentuk gametosit dan sebagian lainnya

(7)

terbentuk berdiferensiasi menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit

(betina) (Muafo et al., 2002).

Inti mikrogametosit membelah dan menghasilkan banyak mikrogamet

yang bercambuk dua. Makrogametosit tumbuh membesar tetapi intinya tidak

membelah lalu membentuk makrogamet. Satu makrogamet dan satu mikrogamet

akan membentuk zigot yang berdinding tebal atau ookista yang belum

bersporulasi. Zigot dapat ditemukan didalam epitel pada hari ke tujuh setelah

penularan. Zigot yang terbentuk di epitel akan keluar memasuki lumen usus dan

bersama tinja terbawa keluar tubuh. Di alam bebas ookista mengalami sporogoni,

dan ookista tersebut dihasilkan dalam waktu beberapa hari (Levine, 1985).

(8)

Tabel 1. Stadium endogen Eimeria berdasarkan jenisnya, yaitu sejak ookista bersporulasi tertelan oleh ayam sampai munculnya ookista baru dalam tinja (Trilestari, 2001)

Jenis Eimeria Siklus hidup (hari)

E. tenella 7

E. necatrix 7

E. maxima 7

E. brunette 6

E. acervulina 5

E. mitis 5

E. praecox 4

Patogenitas Eimeria tenella

Koksidiosis pada sekum oleh E.tenella paling sering terjadi pada ayam muda berumur 4 minggu, karena umur tersebut adalah umur yang paling peka.

Ayam yang berumur 1-2 minggu lebih resisten, walaupun demikian E. tenella dapat juga menginfeksi ayam yang sudah tua. Ayam yang sudah tua umumnya memiliki kekebalan imunitas akibat sudah terinfeksi sebelumnya. Pada

umumnya koksidiosis sekum terjadi akibat infeksi berat dalam waktu yang relatif

pendek tidak lebih dari 72 jam. Pada ayam umur 1-2 minggu diperlukan 200.000

ookista untuk menyebabkan kematian, dan diperlukan 50.000-100.000 ookista

untuk menyebabkan kematian pada ayam yang berumur lebih tua. Ookista yang

bersporulasi merupakan ookista yang infektif (Levine, 1985).

Siklus hidup akan berlangsung apabila ookista yang bersporulasi termakan

oleh induk semang yang rentan. Setelah masuk ke dalam saluran pencernaan,

(9)

sel epitel usus dan menyebabkan lesi pada usus dan sekum. Pada Eimeria tenella

perdarahan mulai terlihat pada hari ke-4 setelah infeksi. Kehilangan darah yang

cukup banyak akibat kerusakan mukosa usu dan hemoragi yang hebat pada hari

ke-5 atau ke-6 setelah infeksi, menyebabkan angka kematian sangat tinggi pada

saat ini. Sampai hari ke-7 setelah infeksi, ayam yang kuat dapat sembuh dan

bertahan hidup. Hari ke-8 dinding sekum akan menebal diikuti regenerasi mukosa

dan fibrosis, selanjutnya sembuh beberapa waktu kemudian (Soulsby, 1972 dalam

Piatina, 2001).

Gejala Klinis

Gejala klinis mulai terlihat sekitar 72 jam setelah di infeksi, dimana skizon

generasi kedua menjadi besar dan merozoit keluar dari epitel sehingga terjadi

pendarahan dalam sekum. Pendarahan pada tinja pertama-tama ditemukan pada

hari ke-4 atau hari ke-5 sesudah infeksi. Gejala klinis umum yang tampak pada

ayam yang terinfeksi koksidiosis adalah diare berdarah dan kehilangan darah

merupakan gejala akut dari infeksi E.tenella yang ditandai oleh kelemahan dan pucat, tinja berdarah berwarna coklat kekuningan, berlendir, sayap menggantung,

bulu kasar / kusam dan kotor, nafsu makan dan minum menurun, lesu dan mata

kadang – kadang tertutup, penurunan produksi telur (pada ayam petelur),

penurunan berat badan, dan terjadi kematian (Alamsari, 2000).

Kekebalan

Koksidiosis merupakan infeksi protozoa intraseluler. Respon kekebalan

induk semang terhadap parasit ini mirip dengan perkembangan perlawanan

(10)

merangsang tanggap kebal berperantara sel (seluler) dan tanggap kebal humoral

(antibodi) (Leni, 2006).

Anak ayam yang tahan terhadap infeksi akut dari ookista yang

bersporulasi dalam jumlah besar akan membentuk antibodi terhadap Eimeria dari jenis yang sama. Parasit yang menembus epitel lebih dalam dapat menimbulkan

kekebalan lebih besar daripada di superfisial (Jackson et al., 1970).

Darah

Di dalam sistem sirkulasi, darah memegang peranan penting untuk proses

transportasi O2, CO2, dan produk-produk metabolisme yang lain demi

kelangsungan hidup suatu individu. Sepuluh persen dari bobot badan unggas

adalah darah (Pringgodigdoyo, 2008). Darah adalah jaringan khusus yang terdiri

dari plasma darah yang kaya akan protein (55%) dan sel-sel darah (45%). Darah

terdiri dari beberapa unsur seluler antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah

putih (leukosit), dan trombosit (keping darah atau platelet) (Guyton, 1997).

Menurut Leni (2006), fungsi darah adalah sebagai berikut :

1. Pembawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke

jaringan tubuh.

2. Pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan

ke paru-paru.

3. Pembawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ke ginjal untuk di

ekskresikan.

4. Alat yang mempertahankan sistem keseimbangan dan baffer.

(11)

6. Penggumpalan dan pembekuan darah sehingga mencegah terjadinya

kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka.

Gambaran darah ayam normal secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2

berikut ini.

Tabel 2. Nilai Normal Hematologi Pada Ayam

(12)

Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis maka gambaran darah

juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara

internal seperti pertambahan umur, status gigi, latihan, kesehatan, stress, siklus

estrus, dan suhu tubuh. Sedangkan secara eksternal misalnya akibat infeksi

kuman, perubahan suhu lingkungan dan fraktura (Guyton, 1996).

Leukosit

Leukosit atau sel darah putih berasal dari bahasa Yunani leuco artinya

putih dan cyte artinya sel (Dharmawan, 2002). Leukosit merupakan unit yang

mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini dibentuk sebagian di

sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe yang kemudian diangkut dalam

darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan (Guyton, 1997). Sel darah

putih atau leukosit adalah sel yang memiliki inti dan organel. Sel darah putih

berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi dan kanker, serta membantu proses

penyembuhan (Corwin, 2000).

Menurut Hartono (1995), leukosit berbeda dengan eritrosit dalam beberapa

hal, antara lain gerakan amoeboid dan mampu keluar dari pembuluh darah rambut

(diapedesis), berfungsi dan mati dalam jaringan ikat, bentuk dan diameternya

beragam, yang jelas lebih besar dari eritrosit dan jumlahnya kurang dari eritrosit.

Jumlah leukosit pada tiap-tiap individu ayam berbeda-beda tergantung pada umur,

(13)

Tabel 3. Perbandingan Jumlah Leukosit Berdasarkan Umur Ayam

Umur

Perbandingan

Limfosit Heterofil Eosinofil Basofil Monosit

0 hari 15,9 72,4 2,5 1,1 8,1

Tabel 4. Perbandingan Jumlah Leukosit Berdasarkan Jenis Kelamin Ayam

Umur

Perbandingan

Limfosit Heterofil Eosinofil Basofil Monosit

Betina dewasa 59,1 27,2 1,9 1,7 10,2

Jantan dewasa 64,6 22,8 1,9 1,7 8,9

Betina White Leghorn 64,0 25,8 1,4 2,4 6,4

Jantan White Leghorn 76,1 13,1 2,5 2,4 5,7

Sumber : Sturkie (1976).

Leukosit dibedakan menjadi dua macam, granulosit dan agranulosit.

Kelompok granulosit ditandai dengan terdapatnya granula di dalam sitoplasma,

sedangkan kelompok agranulosit tidak memiliki granula (Caceci, 1998).

Kelompok granulosit terdiri dari : eosinofil, heterofil, dan basofil. Sedangkan

(14)

Granulosit

Sel granulosit memiliki granula sitoplasmik mengandung substansi biologi

aktif, yang berperan dalam reaksi peradangan dan alergi dan terdiri dari eosinofil,

heterofil, dan basofil (Caceci, 1998).

Eosinofil

Eosinofil adalah polymorphonuclear eosinophilic granulocyte, dengan ukuran mirip heterofil (Sturkie 1975). Menurut Campbell (1995) dan Sturkie

(1975), intensitas sirkulasi eosinofil unggas didalam darah lebih kecil

dibandingkan heterofil, dengan jumlah kurang lebih 1,9 % dan paling jarang

ditemukan (Latimer, 2002). Sitoplasma eosinofil berwarna cerah, biru muda

(apabila dibandingkan dengan heterofil, warnanya lebih muda). Granul eosinofil

berwarna lebih terang dibandingkan pada heterofil, karena konsentrasi arginin

yang terkandung didalam granul eosinofil sangat tinggi. Jumlah granul eosinofil

lebih sedikit dibandingkan heterofil. Eosinofil memiliki granul yang kasar, besar

dan mengandung banyak kromatin yang berwarna ungu (Campbell, 1995).

Granul eosinofil mengandung kristal MBP (Major Basic Protein), yang kaya akan asam - amino, arginine dan lain lain. MBP bersifat toksik bagi parasit.

Granul eosinofil juga mengandung beberapa enzim (lisozim, peroksidase,

protease, lisophospholipase) dan faktor khemotaktik yang menyebabkan aktifnya

eosinofil – eosinofil lain ke daerah yang terinfeksi (Cooper, 1997).

Jumlah eosinofil dalam aliran darah berkisar antara 2-8 % dari jumlah

leukosit. Sel ini berkembang dalam sumsum tulang sebelum bermigrasi ke dalam

aliran darah (Tizard, 1988). Jangka hidup sel ini 3-5 hari. Eosinofil ini berperan

(15)

antigen-antibodi kompleks, mikoplasma, dan ragi. Sel ini juga mengandung histaminase

yang mengaktifkan histamin dan melepaskan serotonin dari sel tertentu, juga

melepaskan Zn yang menghalangi agregasi trombosit dan migrasi makrofag

(Dharmawan, 2002).

Heterofil

Heterofil disebut juga sel granulosit polimorfonuklear (PMN) yang

dibentuk dalam sumsum tulang dan bermigrasi ke peredaran darah (Caceci, 1998).

Ciri-cirinya antara lain : memiliki gelambir inti 3-5 buah yang dihubungkan

dengan benang kromatin. Jumlah kelambir akan bertambah dengan meningkatnya

umur leukosit. Heterofil pada ayam identik dengan neutrofil yang mengandung

fusiform bodies yang berwarna merah cerah dengan eosin (Widjajakusumah dan

Sikar, 1996).

Heterofil berfungsi dalam merespon adanya infeksi dan mampu ke luar

dari pembuluh darah menuju daerah infeksi untuk menghancurkan benda asing

dan membersihkan sisa-sisa jaringan yang rusak. Pada saat yang sama, sumsum

tulang dirangsang untuk lebih banyak melepaskan heterofil ke dalam darah

(Ganong, 1995). Menurut Tizard (1988), fungsi utama dari sel ini adalah

penghancur bahan asing melalui proses yang disebut fagositosis. Sel leukosit ini

tertarik pada berbagai produk bakteri, berbagai produk yang dilepaskan oleh sel

yang rusak, dan berbagai produk reaksi kekebalan.

Heterofil adalah sel darah putih pertama yang datang ke tempat

peradangan untuk memfagositosis dan menghancurkan mikroorganisme dan

(16)

antara lain lisozim yang berguna untuk mendegradasi dinding sel

mikroorganisme, kolagenase yang berguna untuk mendegradasi serat kolagen dari

jaringan matrik mikroorganisme dan enzim yang berguna untuk mencerna

mikroorganisme antara lain glikosidase, protease, nuclease dan myeloperoksidase

(Cooper, 1997).

Basofil

Basofil merupakan bagian yang paling jarang dari granulosit (Caceci,

1998). Basofil adalah granulosit yang bersifat polymorphonuklear basofilik yang

bentuk dan ukurannya hampir sama dengan heterofil (Sturkie and Grimminger,

1976). Basofil adalah leukosit yang jumlahnya paling rendah sekitar 0,5-1,5% dari

seluruh leukosit dalam aliran darah. Basofil unggas memiliki inti yang terletak

ditengah. Nukleus berwarna biru menyala dan terkadang tertutup oleh granul

sitoplasma. Granul sitoplasma basofil bersifat basofilik (Campbell, 1995). Granul

basofil berwarna ungu terang, terkadang merah karena kandungan anion

polisakarida dan heparin. Granul basofil juga mengandung histamin dan beberapa

mediator peradangan yang lain (kemotaktik faktor, protease dan sitokin).

Menurut Dharmawan (2002), sel leukosit ini mengandung heparin,

histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor

kemotaktik. Heparin berfungsi untuk mencegah pembekuan darah, sedangkan

histamin berfungsi untuk menarik eosinoid. Basofil berperan sebagai mediator

untuk aktifitas perbarahan dan alergi, memiliki reseptor immunoglobulin E (IgE)

dan immunoglobulin G (IgG) yang menyebabkan degranulasi, dan

(17)

Agranulosit

Agranulosit adalah sel yang tidak memiliki granula. Sel agranulosit lazim

ditemukan dalam darah tepi adalah limfosit dan monosit (Caceci, 1998).

Limfosit

Limfosit adalah suatu sel yang memainkan peranan penting dalam

imunitas dengan fungsi utamanya memproduksi antibodi (Tizard, 1988). Pada

ayam, limfosit paling banyak berperan dan paling banyak jumlahnya yaitu kurang

lebih 66% dari total leukosit (Sturkie, 1995). Morfologi dan fungsi menunjukkan

heterogenitas, memiliki kemampuan untuk merubah bentuk serta ukuran. Limfosit

menyebar dalam jaringan dan organ tubuh, menjalin pertahanan tubuh. Limfosit

kecil merupakan bentuk dewasa sedangkan limfosit besar merupakan bentuk

muda (Hartono, 1995).

Pada umumnya, nukleus dari limfosit menyebar atau terletak ditengah. Inti

dari kromatinnya tebal dan tertutup. Sitoplasma limfosit bersifat basofiliklemah

dan homogen (Campbell, 1995). Populasi limfosit dalam darah ada 2 tipe sel yaitu

sel T dan sel B. Limfosit T diperkirakan proporsinya adalah 70-75% dari seluruh

jumlah limfosit sedangkan limfosit B jumlahnya antara 10-20% dari jumlah

seluruh limfosit. Limfosit B berfungsi sebagai imunitas humoral yang mampu

menyerang antigen dengan memproduksi antibodi. Limfosit T berperan sebagai

sel imunitas yang diperoleh dari pembentukan limfosit teraktivasi yang mampu

menghancurkan benda asing (Sumarni, 2010).

Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar dan berdiameter 15-20 μm dengan

(18)

leukosit terbesar dengan ukuran 12 – 17 μm yang memiliki bentuk irregular. Inti

sel monosit berbentuk seperti ginjal dan terletak tidak simetris pada sitoplasmanya

(Cooper 1997). Sitoplasma monosit lebih banyak dari limfosit dan berwarna

abu-abu pucat dengan granul halus, dan terkadang terdapat vakuola dan terdiri atas dua

bagian, terang dan gelap (Campbell, 1995). Intinya berbentuk lonjong seperti

ginjal atau mirip tapal kuda dan jelas memiliki lekuk cukup dalam. Kromatin inti

mengambil warna lebih pucat dari kromatin inti limfosit. Inti memiliki satu

sampai tiga nukleolus (Sumarni, 2010).

Monosit dibentuk dalam sumsum tulang belakang yang akan masuk

kedalam jaringan dalam bentuk makrofag. Monosit tidak bersifat fagositik, tetapi

setelah beberapa jam didalam jaringan sel ini akan berkumpul dan memberntuk

sel yang membesar yang disebut makrofag. Ketika sudah menjadi sel makrofag

maka monosit mampu untuk memfagositosis. Monosit darah tidak pernah

mencapai dewasa penuh sampai bermigrasi ke luar pembuluh darah dan masuk ke

jaringan. Di dalam jaringan, sel ini menjadi makrofag tetap (fixed macrophage)

seperti sinusoid hati, sumsum tulang, alveoli paru-paru, dan jaringan limfoid.

Monosit lebih sering terletak dekat pembuluh darah (Dharmawan, 2002).

Monosit sebagai respon peradangan terutama menelan dan membunuh

bakteri dan merupakan garis pertahanan kedua setelah heterofil (Ganong, 1995).

Aktivitas fagositosis dari monosit tergantung pada bahan yang akan difagosit.

Umur monosit di dalam perifer selama beberapa hari (3-4 hari) (Tizard, 1988).

Jahe (Zingiber officinale)

(19)

untuk pertumbuhan jahe, sehingga tanaman jahe dapat tumbuh dengan mudah.

Tanaman jahe dapat tumbuh dengan subur pada ketinggian 200-900m diatas

permukaan laut, dengan lama penyinaran 2,5 - 7 bulan, suhu sekitar 25oC - 30oC,

pengairan lahan tanam yang baik, dan pH tanah sekitar 5 – 5,6 (Patmarani, 2007).

Gambar 3. Jahe Merah (Zingiber officinale var Rubra)

Berdasarkan taksonomi tanaman, Jahe (Zingiber officinale) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta

Sub Divisi : Angiosperma

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Scitamineae

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale (Murhananto, 2000).

Di beberapa daerah, jahe dikenal dengan nama lokal jahe (Sunda), jae

(Jawa Tengah), jhai (Madura), halia (Aceh), pege (Toba), dan lain-lain (Santoso,

(20)

Morfologi Jahe Merah ( Zingiber officinale var Rubra )

Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan batang semu yang

tumbuh tegak. Tanaman ini terdiri atas struktur rimpang, batang, daun, bunga, dan

buah. jahe membentuk rimpang yang ukurannya tergantung pada jenisnya

(Rismunandar, 1988). Tingginya berkisar antara 0,3 – 0,75 meter dengan akar

rimpang yang bisa bertahan lama di dalam tanah. Akar rimpang itu mampu

mengeluarkan tunas baru untuk mengganti daun dan batang yang sudah mati.

Tanaman jahe terdiri dari bagian akar, batang, daun dan bunga (Murhananto,

2000).

Tanaman jahe diperbanyak dengan rhizoma. Rhizoma adalah batang yang

tumbuh dalam tanah, rhizoma akan tumbuh menjadi batang sampai ketinggian 1,5

m dengan panjang daun 5 - 30 cm dan lebar 8 - 20 mm. Rimpang jahe biasanya

memiliki dua warna yaitu bagian tengah (hati) berwarna ketuaan dan bagian tepi

berwarna agak muda. Rimpang jahe berkulit agak tebal membungkus daging

rimpang (jaringan parenchym). Dalam sel daging rimpang, terdapat minyak atsiri jahe yang aromatis dan oleoresin (Rismunandar, 1988 dalam Patmarani, 2007).

Jahe dipanen ketika batang berubah warna dari hijau menjadi kuning dan kering,

yaitu sekitar umur 9-10 bulan, atau warna agak cokelat sekitar 12 bulan

(Hayati, 2005).

Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna

(21)

banyak digunakan untuk masakan, minuman, dan asinan. Jahe emprit memiliki

ukuran rimpang kecil, berbentuk sedikit pipih beraroma agak tajam, dan berasa

pedas, sehingga lebih banyak dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, penyedap

makanan, dan bahan minyak atsiri (Diniari, 2012).

Kandungan dan Khasiat Jahe Merah ( Zingiber officinale var Rubra )

Jahe merah mengandung komponen minyak yang mudah menguap

(volatile oil), minyak yang tidak mudah menguap (non volatile oil), dan pati. Jahe mengandung 1-4% volatile oil yang merupakan kandungan aktif untuk pengobatan. Minyak yang mudah menguap biasa disebut minyak atsiri dan

merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak yang tidak

mudah menguap disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan

pahit (Paimin,1999).

Jahe merah mengandung antioksidan yang cukup tinggi dan memiliki

khasiat anti inflamasi. Minyak atsiri jahe merah terdiri dari zingiberol, zingiberen,

n-nonyl aldehida, d-camphen, d-bphellandren, methyl heptanon, sineol, stral,

borneol, linalool, asetat, kaprilat, phenol, dan chavicol. Pada umur panen muda, kandungan minyak atsirinya tinggi, sedangkan pada umur tua kandungannya

semakin menyusut walau baunya semakin menyengat (Paimin, 1999). Jahe juga

(22)

Adapun kadar minyak dan oleoresin jahe dalam rimpang jahe dapat dilihat

pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Kadar Minyak dan Oleoresin Jahe

Jahe dapat dimanfaatkan secara luas dikarenakan kandungan komponen

dalam rimpangnya sangat banyak kegunaannya, terutama sebagai bumbu masak,

pemberi aroma dan rasa masakan, minuman, serta digunakan dalam industri

farmasi, industri parfum, industri kosmetika dan lain sebagainya (Paimin dan

Murhananto, 1999). Di Indonesia, jahe digunakan sebagai bahan pembuat jamu.

Jahe muda dimakan sebagai lalap, acar, dan manisan (Koswara, 1995).

Komposisi kimia jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan rasa

pedas jahe. Banyak hal yang mempengaruhi komposisi kimia jahe, diantaranya

jenis jahe, tanah tempat tumbuhnya, umur panen, penanganan dan pemeliharaan

tanaman., perlakuan pra-panen, pemanenan, dan pasca pemanenan (Rahmi, 1996).

(23)

Tabel 6. Komponen Kimia Jahe (Zingiber officinale)

Rhizoma jahe efektif untuk pengobatan nausea, salah pencernan,

kehilangan nafsu makan, dan pencegahan gejala motion sickness. Jahe meningkatkan sekresi saliva dan cairan lambung serta meningkatkan gerak

peristaltik saluran pencernaan. Aktivitas jahe tersebut disebabkan oleh minyak

volatilnya yang mengandung sesquiterpenes zingeberene dan bisabolone serta

gingerol. Jahe juga memiliki kemampuan untuk pengobatan kimiatif, antiemetik, antinausea, antiparasitik, dan anti-inflamatory. Gingerol memiliki aktivitas analgesik, antipiretik, gastroprotektif, kardiotonik, dan antihepatotoksik. Gingerol

juga memiliki efek penghambatan yang potensial pada biosintesis prostaglandin

Gambar

Gambar 1. Ookista dari genus Eimeria yang telah bersporulasi (Levine, 1973)
Gambar 2. Siklus hidup Eimeria spp (Levine, 1985)
Tabel 1. Stadium endogen Eimeria berdasarkan jenisnya, yaitu sejak ookista   bersporulasi tertelan oleh ayam sampai munculnya ookista baru    dalam tinja (Trilestari, 2001)
Tabel 4. Perbandingan Jumlah Leukosit Berdasarkan Jenis Kelamin Ayam
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai moral yang terdapat dalam kumpulan cerkak Usada Kang Pungkasan karya Sukardo Hadisukarno mencakup empat aspek, meliputi (a)

tersebut, dengan landasan perspektif insider dan outsider , mereka diplot dalam sebuah kontinum sebagai berikut: jika dibuat diagram untuk menggambarkan peran mereka yang

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi akib at hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari

Hasil dari penelitian ini menunjukkan besarnya nilai p (0,000) lebih kecil dari 0,05 sehingga terdapat hubungan antara frekuensi bermain game online dengan

Contemporary role of suprapubic cystotomy in treatment of neuropathic bladder dysfunction in spinal cord injured patients.. Ginting,

Dalam rangka pelaksanaan Ujian Praktek Kerja lapangan (PKL) Fakultas Syariah IAIN Samarinda tahun akademik 2014/2015, maka diharapkan kesediaan Bapak/Ibu guru pamong

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan kepada PTPN-II dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman tembakau deli yang keberadaannya semakin terancam dengan

Pemilihan CB ( Circuit Breaker ) Dalam pemilihan sebuah pemutus dan penghubung listrik CB ( Circuit Breaker ) dilapangan pemilhan alat pemutus tegangan pada kubikel