BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Seks
Istilah “seks” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “sexus” kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe”. Istilah ini merupakan teks bahasa Inggris pertengahan yang bisa dilacak pada periode 1150-1500 M.
“Seks” secara leksikal bisa berkedudukan sebagai kata benda (noun), kata sifat (adjective), maupun kata kerja transitif (verb of transitive). Secara terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup yang biasanya
disebut dengan insting/ naluri yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki laki-laki maupun perempuan yang mempertemukan mereka guna meneruskan
kelanjutan keturunan manusia.
Pengertian seks yang lebih luas lagi adalah yang dikemukakan oleh
(Wirawan, 2006:10) yang mendefinisikan seks dalam dua segi, yaitu :
1. Seks dalam arti sempit
Dalam arti yang sempit, seks berarti kelamin dan yang termasuk adalah
kelamin :
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang
membedakan antara laki-laki dan wanita, misalnya : perbedaan suara,
pertumbuhan kumis, payudara dan lain-lain.
c. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi
d. Hubungan kelamin (senggama dan percumbuan).
e. Proses pembuahan, kehamilan dan kelahiran.
2. Seks dalam arti luas
Dalam arti yang luas seks berarti segala hal yang terjadi sebagai akibat
dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain :
a. Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar dan genit.
b. Perbedaan atribut : pakaian, nama dan lain-lain.
c. Perbedaan peran dan pekerjaan.
d. Hubungan antara pria dan wanita : tata krama, pergaulan, percintaan,
pacaran, perkawinan dan lain-lain.
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat,
baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Ada beberapa tipe
hubungan seksual yang dapat terjadi antara dua orang yang bersahabat yaitu :
a. Tipe hubungan seks yang dapat terjadi antara seorang pria dengan pria lain
(homoseksual);
b. Tipe hubungan seks yang dapat terjadi antara seorang wanita dengan
wanita lain (lesbian);
c. Tipe hubungan seks seorang pria dengan seorang wanita.
Menurut Reuben (Wirawan, 2006:13) seks mempunyai fungsi :
a. Seks untuk tujuan reproduksi, yaitu untuk memperoleh keturunan, oleh
kerena itu sebagian orang beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang
suci, sesuatu yang tabu dan tidak patut dibicarakan secara terbuka;
b. Seks untuk pernyataan cinta, yaitu seks yang dilakukan berlandaskan cinta
c. Seks untuk kesenangan yaitu hubungan seks dengan menghayati hubungan
yang lama dan mampu mengalami kenikmatan tanpa merugikan salah satu
pihak.
Menurut Surtiretna (2001:2), pengertian seks bisa ditinjau dari 5 aspek
antara lain :
a. Seks ditinjau dari segi biologis
Bagaimana remaja tersebut memahami tentang seks itu sendiri yang mana
karakteristik kelamin primer yang menunjuk pada organ tubuh yang langsung
berhubungan dengan alat persetubuhan dan proses repruduksi. Perbedaan organ
repruduksi juga termasuk dalam segi biologis yang sejak kecil sudah tertanam
dalam diri anak.
b. Seks ditinjau dari segi Psikologis
Kematangan sangat nampak dalam bidang perilaku seksual. Hal ini
disebabkan karena penyesuaian diri sikap bermusuhan dengan lawan yang
merupakan ciri dari akhir masa kanak-kanak dan masa puber, menjadi sikap
menaruh minat dan mengembangkan kasih sayang kepada mereka merupakan
penyesuaian yang radikal. Remaja yang tidak berkencan karena mereka kurang
menarik bagi lawan jenis atau karena mereka masih meneruskan perasaan tidak
senang pada lawan jenis, dianggap tidak matang oleh teman-teman sebaya,
keadaan ini menyebabkan terputusnya hubungan sosial remaja dengan
teman-teman yang sikap dan perilaku terhadap lawan jenis sudah menjadi lebih matang.
Menolak peran seks yang diakui dan terus-menerus memikirkan masalah seks,
kehamilan sebelum menikah dan pernikahan sebelum remaja dapat mencari
yang diakui, terlebih bagi gadis-gadis, dianggap sebagai salah satu
ketidakmatangan yang paling berbahaya dibidang ini karena dapat merupakan
sumber kesulitan dalam perkawinan.
c. Seks ditinjau dari segi Agama
Dalam agama Islam, pendidikan seks tidak dapat dipisahkan dari agama
dan bahkan harus sepenuhnya dibangun diatas landasan agama. Dengan
mengajarkan pendidikan seks yang demikian, diharapkan dapat terbentuk individu
remaja yang menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab, baik pria maupun
wanita sehingga mereka mampu berperilaku sesuai dengan jenisnya dan
bertanggungjawab atas kesesuaian dirinya serta dapat menyesuaiakan diri dengan
lingkungan sekitarnya, strata sosial ekonomi akan berpengaruh pada tingkat
pendidikan dan hubungan sosial seseorang dengan orang lain, sehingga
fungsi-fungsi pengenalan ingatan, khayalan dan daya fikir individu yang semua itu akan
mempengaruhi terhadap informasi, kemajuan teknologi sangat besar perananya,
sehingga jelas bahwa orang yang hidup dikota akan berbeda kebutuhannya dengan
orang yang hidup didesa. Dengan kata lain bahwa lingkungan mempengaruhi
kebutuhan manusia baik materi maupun non materi. Perbuatan seseorang adalah
cerminan dari pemenuhan kebutahan orang tersebut. Dengan demikian iman yang
ada pada hati nurani dan perasaan takut pada tuhan mempunyai peranan yang
penting terhadap kebutuhan manusia dan itu semua sudah dibatasi dalam hukum
agama.
d. Seks ditinjau dari Sosial
Bernstein (dalam Hurlock, 1993:129) menjelaskan bahwa seksisme
gadis-gadis kecil diarahkan bermain dengan boneka dan diluar kegiatan rekreasi antara
anak laki-laki dan perem puan sangat dibedakan misalnya, anak laki-laki diberi
bola dan alat pemukulnya, sedangkan anak perempuan bermain lompat tali,
perantara penting yang mampu memberikan pendidikan pendidikan atau peran
seks diri anak adalah media massa, buku cerita, pertunjukkan TV yang dilihat dan
semua yang mengerahkan pada penggolongan peran seks. Pendidikan seks saat ini
harus mengantisipasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara pada satu atau
dua dekade mendatang agar subjek atau peserta didik dapat mengambil peran
yang tepat dalam kehidupan. Pendidikan sebagai investasi kemanusian jangka
panjang (long range human investment) harus memberi kemungkinan suksesnya kehidupan manusia pada masa yang akan datang. Berbagai kemajuan teknologi,
penyebaran informasi melalui media cetak dan elektronik, termasuk didalamnya
terdapat informasi tentang seks, menantang para pendidik dimanapun ia berada
untuk berpartisipasi secara aktif dan benar menyiapkan anak bangsa membangun
masa depan yang baik, mapun menyangkal berbagai informasi yang justru mampu
merusak masa depan.
e. Seks ditinjau dari segi Hukum
Kesopanan pada umumnya mengenai adat kebiasaan yang baik dalam
hubungan antara berbagai anggota masyarakat, sedangkan kesusilaan mengenai
juga adat kebiasaan yang baik itu, tetapi yang khusus ini sedikit banyak mengenai
kelamin (seks) seorang manusia yang sudah tercantum dalam KUHP. Menurut
Oemar Seno Adji dalam karangannya pada majalah “Hukum dalam Masyarakat”
Tahun 1965 Nomor 3,4,5,6 dan tahun 1966 Nomor 1,2,3 menggunakan istilah
segala sesuatu yang berkenaan dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
yang mempunyai peranan masing-masing dalam kehidupannya.
2.1.1 Seksualitas
Banyak defenisi tentang seksualitas, diantaranya adalah defenisi yang
dihasilkan dari konferensi APNET ( Asia Pasific Network for Social Health) di
Cebu, Filipina, 1996 yang mengatakan, Seksualitas adalah ekspresi seksual
seseorang yang secara sosial dianggap dapat diterima serta mengandung
aspek-aspek kehidupan sebagai manusia yang tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek hidup
yang lain (Kartono Mohammad, 1998:72).
Menurut Yulfita Rahardjo (Agus Dwiyanto dan Muhdjir Darwin,
1996:22). Seksualitas adalah suatu konsep, konstruksi sosial terhadap nilai,
orientasi, perilaku yang berkaitan dengan seks. Misalnya, perempuan dianggap
melanggar norma kalau dia melahirkan tanpa suami. Sedangkan menurut Depkes
RI, seksualitas adalah suatu kekuatan dan dorongan hidup yang ada diantara
laki-laki dan perempuan, dimana kedua mahluk ini merupakan suatu sistem yang
memungkinkan terjadinya keturunan yang sambung menyambung sehingga
eksistensi manusia itu tidak pernah punah (Rosidawaty, 2013:12).
Di dalam pengertian tersebut diatas terdapat 2 aspek (segi) dari seksualitas
1) Seksual dalam arti sempit
Dalam artinya yang sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam
pengertian kelamin adalah :
- Alat kelamin itu sendiri
- Kelenjar-kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang
- Anggota-anggota tubuh dari ciri-ciri badaniah lainnya yang
membedakan laki-laki dan wanita (misalnya perbedaan suara,
pertumbuhan kumis dan payudara, dan sebagainya).
- Hubungan kelamin (senggama/percumbuan).
- Proses pembuahan, kehamilan dan kelahiran (termasuk pencegahan
kehamilan atau yang lebih dikenal dengan istilah KB).
1) Seks dalam arti luas
Yaitu segala hal terjadi sebagai akibat adanya pebedaan jenis kelamin,
antara lain :
- Perbedaan tingkah laku ; lembut, kasar, genit, dan lain-lain.
- Perbedaan atribut ; pakaian, nama dan lai-lain.
- Perbedaan peran dan pekerjaan.
- Hubungan antara pria dan wanita ; tata krama, pergaulan,
percintaan, pacaran, perkawinan dan lain-lain.
2.2 Pekerja Seks Komersial
2.2.1 Pengertian Pekerja Seks Komersial
Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk
melakukan hubungan seksual untuk uang. Koentjoro (2004:214) mengemukakan
bahwa PSK merupakan seorang perempuan yang menjual dirinya untuk
kepentingan seks kepada beberapa pria. Sedangkan, menurut Overall PSK tidak
terbatas pada perempuan saja, tetapi seseorang yang menukar jasa seksual dengan
uang, narkoba, atau komoditas lain yang diinginkan. PSK adalah wanita yang
kepada diri sendiri ataupun orang lain yang bergaul dengan dirinya, maupun
kepada dirinya sendiri.
Dalam bukunya, Patologi Sosial, Kartono (2010:216) menuliskan bahwa
PSK merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjualbelikan badan,
kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu
seks dengan imbalan pembayaran. Kartono juga menyebutkan bahwa pekerja seks
komersial ialah perbuatan perempuan ataupun laki-laki yang menyerahkan
badannya untuk berbuat cabul secara seksual yang mendapatkan upah.
Di Indonesia pelacur (PSK) sebagai pelaku pelacuran sering disebut
sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal
itu sangat buruk, hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli
bila tertangkap aparat penegak ketertiban, mereka juga digusur karena dianggap
melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena
melanggar hukum.
2.2.2 Sejarah Pekerja Seks komersial
Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur
kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran selalu ada sejak zaman purba sampai
sekarang. Pada masa lalu pelacuran selalu dihubungkan dengan penyembahan
dewa-dewa dan upacar-upacara keagamaan tertentu. Ada praktek-praktek
keagamaan yang menjurus pada perbuatan dosa dan tingkah laku cabul yang tidak
ada bedanya dengan kegiatan pelacuran. Pada zaman kerajaan Mesir Kuno,
Phunjsia, Assiria, Chalddea, Ganaan dan di Persia, penghormatan terhadap
orgie-orgie. Orgie (orgia) adalah pesta kurban untuk para dewa, khususnya pada
dewa Bachus yang terdiri atas upacara kebaktian penuh rahasia dan bersifat sangat
misterius disertai pesta-pesta makan dengan rakus dan mabuk secara berlebihan.
Orang-orang tersebut juga menggunakan obat-obat pembangkit dan perangsang
nafsu seks untuk melampiaskan hasrat berhubungan seksual secara terbuka.
Sehubungan dengan itu, kuil-kuil pada umumnya dijadikan pusat perbuatan cabul.
Menurut Hull (1997:145) menyatakan bahwa adanya perkembangan
pelacuran di Indonesia dari masa ke masa yang dimulai dari masa
kerajaan-kerajaan di Jawa, masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, dan setelah
kemerdekaan. Pada masa kerajaan di Jawa, perdagangan wanita yang kemudian
akan dimasukan dalam dunia pelacuran terkait dengan sebuah sistem
pemerintahan yang feodal. Bentuk pelacuran ini disebabkan oleh konsep
kekuasaan raja yang bersifat agung, mulia dan tak terbatas, sehingga mendapatkan
banyak selir. Muncul pula anggapan bahwa, semakin banyak selir yang dimiliki
raja maka semakin kuat pula posisi raja di mata masyarakat. Sistem feodal tidak
sepenuhnya menunjukkan keberadaan komersialisasi industri seks seperti
masyarakat modern ini, meskipun apa yang dilakukan pada masa itu dapat
membentuk landasan bagi perkembangan industri seks yang sekarang.
Setelah masa kerajaan, pelacuran muncul kembali dengan wajah yang
berbeda dalam masa penjajahan Belanda. Pada periode penjajahan Belanda,
bentuk pelacuran lebih terorganisir dan berkembang pesat. Didasarkan pada
pemenuhan kebutuhan pemuasaan seks masyarakat Eropa yang ada di Indonesia,
tradisional. Contohnya dalam pertumbuhan industri seks di pulau Jawa dan
Sumatera, berkembang seiring pendirian perkebunan-perkebunan. Para pekerja
perkebunan dengan mayoritas laki-laki akan menciptakan permintaan aktivitas
prostitusi.
Komersialisasi seks di Indonesia terus berkembang, selama pendudukan
Jepang (antara tahun 1941-1945), semua perempuan yang dijadikan budak sebagai
wanita penghibur dikumpulkan dan dijadikan satu dalam rumah-rumah bordir.
Bukan hanya wanita yang tadinya memang sebagai wanita penghibur saja yang
masuk ke rumah bordir, di masa pemerintahan Jepang banyak pula wanita yang
tertipu ataupun terpaksa melakukan hal tersebut.
Kemudian pelacuran lebih bervariatif pada tahun 1980-an dengan diawali
munculnya fenomena baru yaitu hadirnya perek , yang biasa diartikan sebagai perempuan eksperimental. Biasanya seorang perek adalah seseorang wanita muda, dengan memiliki jiwa petualang dan mempunyai sikap melawan.
2.2.3 Tipe Pekerja Seks Komersial di Indonesia
PSK di Indonesia paling mudah terlihat di kompleks rumah bordil resmi
(lokalisasi). Kendati demikian, manifestasi kerja seks komersial ini tidak hanya
dapat ditemui di tempat ini, karena industri seks juga beroperasi di sejumlah
lokasi dan konstelasi yang jumlahnya terus bertambah, yaitu rumah bordil, hotel,
bar, rumah makan, gerai kudapan, bar karaoke, escort services, dan panti pijat. Lebih lanjut, aktivitas sektor seks termasuk semua jasa seksual yang ditawarkan
secara komersial, bahkan ketika hal itu terjadi di lokasi yang tidak dirancang
Karena itu berbagai pekerja seks tak langsung atau bahkan paruh waktu juga harus
dimasukkan.
Di bawah ini adalah uraian sekilas mengenai tipe kerja seks yang lebih
langsung.
a. Kompleks rumah bordil resmi (lokalisasi) : Tempat ini merupakan
manifestasi yang paling formal dan sah menurut hukum di dalam sektor
seks, yang terdiri dari sekumpulan tempat yang dikelola oleh pemilik atau
manajer dan diawasi oleh pemerintah. Lokalisasi ini berbeda dengan
rumah bordil yang cenderung bertempat di luar lokalisasi dan tidak diatur
oleh pemerintah.
b. Kompleks hiburan : Ini adalah lokasi di mana layanan seks sering kali
tersedia selain bentuk-bentuk hiburan lain. Dalam beberapa kasus, PSK
beroperasi secara independen sementara dalam situasi lain layanan seksual
tersedia melalui pihak manajemen tempat tersebut.
c. Wanita jalanan : Mereka ini adalah PSK yang menjajakan layanan seks di
jalan atau di tempat terbuka, misalnya taman, stasiun kereta api, dsb.
d. Penjual teh botol dan minuman ringan : Para gadis yang bekerja di kios
makanan kecil sering kali juga masuk ke dalam sektor seks, meski dengan
cara yang tidak terlalu terang-terangan. Penghasilan dari kios minuman ini
biasanya tidak cukup untuk membuat mereka dapat bertahan hidup,
sehingga banyak yang memberikan layanan seks untuk memperoleh
penghasilan tambahan. Layanan ini mulai dari memperbolehkan pelanggan
meraba-raba dan mencium mereka sampai hubungan seksual yang
dengan agen karena utang yang dibuat oleh orang tuanya dan mereka tidak
akan mampu melunasi utang tanpa juga melakukan kerja seks.
e. Pelayan di tempat perhentian truk dan warung : Ada beberapa lokasi
seperti kios yang menjajakan minuman keras atau warung di pinggir jalan,
yang melayani sopir truk antarkota di mana mungkin tersedia perempuan
dan gadis muda yang dapat dipandangi, diraba-raba dan diajak melakukan
hubungan seks. Layanan in ditawarkan sebagai sampingan dari lain
pekerjaan mereka sebagai pelayan (Hull,1997:41; Sulistyaningsih,
2002:64).
f. Perempuan yang bekerja di perusahaan (yaitu staf bidang hubungan
masyarakat atau Humas) : Diduga bahwa dalam konteks transaksi bisnis
tertentu di Indonesia, staf perempuan mungkin diminta (atau ‘didorong’)
untuk memberika layanan seks sebagai bagian dari, atau untuk
memuluskan jalan bagi penandatanganan kontrak dalam perusahaan
komersial yang legal (Hull,1997:35). Contohnya, menurut sebuah sumber,
seorang agen property atau real estate mungkin akan berusaha melicinkan
penjualan atau penyewaan sebuah properti dengan menawarkan layanan
seks karena sang agen perempuan ini akan memperoleh komisi dari
transaksi penjualan/penyewaan ini. Sumber lain juga mengungkapkan
bahwa staf pemasaran dalam sektor jasa menggunakan teknik serupa
dalam rangka menutup suatu transkasi bisnis.
g. ‘Sekretaris plus’: Ini adalah ‘layanan’ untuk eksekutif asing yang bekerja
di Jakarta. Jasa yang diberikan seorang sekretaris profesional adalah
klien. Bayaran untuk pengaturan semacam ini adalah 3 juta rupiah per hari
untuk minimum satu minggu dengan 60% bayaran masuk ke kantong
karyawan bersangkutan. Syaratnya, perempuan tersebut harus fasih
berbahasa Inggris, bergelar sarjana dan mempunyai penampilan fisik yang
menarik (Sulistyaningsih, 2002:39).
h. Istri kontrakan: Perempuan setempat tidak jarang hidup dengan, dan
menikmati dukungan finansial lelaki asing yang dikontrak untuk bekerja
dalam jangka pendek di Indonesia. Biasanya kontrak tersebut berlaku
hingga tiga tahun lamanya.
i. Panti pijat: Layanan pijat dapat juga menyediakan berbagai layanan seks.
Praktik ini merupakan sesuatu yang lazim dan ditemukan di begitu banyak
tempat di seluruh Indonesia, termasuk hotel dan spa kelas atas.
j. Model dan aktris film: Beberapa model dan aktris menambah penghasilan
mereka dengan jalan juga bekerja sebagai gadis panggilan. Acap bertiup
rumor bahwa di kalangan model dan aktris top Indonesia hal ini sudah
biasa dilakukan, meski sulit dikatakan sampai sejauh mana kebenarannya.
k. Resepsionis hotel: NGO Hotline Surabaya memberitahu tentang beberapa
hotel di mana perempuan yang bekerja di meja penerimaan tamu (front desk reception) dapat memberikan layanan seks jika ada tamu yang meminta.
l. Anak jalanan, pedagang keliling dan pedagang kaki lima: Menurut sebuah
survei mengenai perilaku yang berisiko PMS/HIV yang dilaksanakan di
Kuta, Bali, ada sejumlah anak lelaki dan perempuan (umur 12-17 tahun)
berbagai macam klien, termasuk wisatawan dalam negeri dan asing yang
mengunjungi pulau itu. Selain itu, sebagian anak jalanan lebih muda yang
bekerja sebagai pengemis, penjual gelang dan pencopet ditekan untuk
berhubungan seks dengan lelaki asing.
2.2.4 Aktor-Aktor Lain dalam Industri Seks
Industri seks dijalankan oleh sederetan aktor berbeda dengan perannya
masing-masing. Mereka antara lain adalah :
1. Germo (pemilik rumah bordil; atau ‘tante’) – Memberikan fasilitas bagi pekerja seks untuk menjalankan usahanya. Sebagai imbalan atas fasilitas
tersebut, germo menerima sebagian dari penghasilan pekerja seks.
2. Mucikari – Memberikan pekerja seks perlindungan dan kontak dengan pelanggan dengan imbalan sebagian dari gaji mereka.
3. Calo atau taikong – Merekrut perempuan dan gadis dari daerah asal kemudian mengirim mereka untuk dipekerjakan di dalam industri seks. Di
daerah pedesaan, biasanya calo adalah penduduk setempat yang dikenal
serta dipercaya di daerah tersebut. Calo akan memperoleh imbalan atas
jasanya ini dari pemilik rumah bordil atau mucikari atau dapat juga
menerima sebagian penghasilan pekerja seks bersangkutan selama ia
menggeluti profesinya itu.
4. Sopir taksi – Berperan memasarkan layanan seks dengan memberikan
informasi kepada pelanggan tentang lokasi, ‘aturan main’, jenis layanan
yang tersedia dan tarif layanan seks. Mereka juga dapat bertindak sebagai
5. Penjaga keamanan – Berperan sebagai pelindung bagi pekerja seks dari
pelanggan mereka dan penduduk di kawasan lokalisasi. Jika pekerja seks
tidak bebas meninggalkan rumah bordil, mereka juga ditugasi untuk
memastikan bahwa pekerja seks itu tidak akan ‘melarikan diri’.
6. Aparat pemerintah setempat – Aparat setempat terlibat dalam industri
seks; mereka bertanggung jawab untuk mengatur sektor seks dan
menawarkan program rehabilitasi kepada PSK perempuan yang ingin
keluar dari kerja seks. Namun dalam praktiknya kinerja aparat setempat
tercatat ‘bervariasi’ dalam hal keterlibatan mereka di lokalisasi.
7. Polisi – Peran utama polisi adalah menegakkan semua UU yang berkaitan
dengan sektor seks. Meski kerja seks bukan sesuatu yang ilegal di
Indonesia, kegiatan yang biasa dilakukan polisi terhadap lokalisasi adalah
razia. Mereka juga diketahui suka melecehkan PSK dan memeras uang.
Sebagaimana aparat pemerintah setempat, dalam praktiknya polisi
mempunyai catatan kinerja yang ‘berwarna-warni’ di lokalisasi dan
pekerja seks melaporkan menderita kekerasan dan pelecehan oleh polisi.
2.2.5 Konsep Diri Pekerja Seks Komersial
Konsep diri dapat dimaknai sebagai cara memandang diri sendiri, karena
persepsi tidak selalu terhadap orang lain, tetapi juga terhadap diri sendiri.
Seseorang cenderung menilai dirinya berdasarkan bagaimana “menurut dirinya”
orang telah mempersepsi dan menilai diri mereka. Misalnya, ketika seorang
perempuan dipersepsikan orang lain sebagai perempuan yang baik di masyarakat,
seseorang dalam memandang diri sendiri akan mempengaruhi cara penilaian
orang tersebut terhadap orang lain, karena selamanya cara menilai seseorang akan
dilihat dari sudut pandangnya sendiri. Definisi Konsep Diri menurut Wiiliam D.
Brooks adalah those physical, sosial, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan terhadap diri sendiri yang bisa bersifat
psikologi, sosial dan fisik yang diakibatkankarena pengalaman dan hasil interaksi
dengan orang lain. Faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah orang lain dan
kelompok rujukan. (Agustriani, Hendriati. 2006:138).
Secara sederhana Harry Sullivan menjelaskan bahwa seseorang dapat
mengenal dirinya dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Dalam kasus
perempuan yang menjadi seorang pekerja seks komersial, maka akan sangat
dimungkinkan untuk berubah menjadi perempuan bermartabat atau terbebas dari
pelacuran bila dalam dirinya mempunyai konsep diri yang positif dan mendapat
penilaian positif dari orang lain atau masyarakat. Secara praktis, konsep diri untuk
menjadi perempuan bermartabat ini akan terbentuk bila mendapat penilaian positif
dari masyarakat yang bisa menerima keadaan masa lalunya. Akan tetapi bila tetap
berada dalam lokasi pelacuran yang selalu mendapat penilaian negatif dari
masyarakat sekitar yang menganggap buruk pekerjaan menjadi pelacur ini, maka
akan sulit untuk mendapatkan penilaian positif tersebut. Konsekuensinya, mereka
akan selalu menilai dirinya rendah atau berkonsep diri negatif. Penilaian lain dari
masyarakat adalah menjadi perempuan baik bila berhenti dari dunia kepelacuran.
Suatu hal yang sangat sulit dilakukan bila masih berada dalam kendali sistem
Faktor kedua adalah kelompok rujukan, yaitu adanya kelompok hidup atau
kelompok masyarakat sangat menentukan bagaimana seseorang tersebut
berperilaku. Hal ini juga dapat mengikat seperti ikatan emosional atau aturan
hidup yang berlaku (norma-norma berkelompok/bermasyarakat). Kelompok
rujukan ini berpengaruh terhadap pembentukan seseorang dan selalu menjadi
rujukan yang dapat mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan
ciri-ciri kelompoknya. Dalam kasus perempuan yang menjadi seorang PSK, maka
bila masih berada di lokasi pelacuran sangatlah mungkin berperilaku seperti
tuntutan kelompok pelacuran tersebut. Sebaliknya, konsep dirinya akan berubah
sesuai kebutuhan bila memilih kelompok baru yang berbeda. Hal inilah yang
sebenarnya bisa dilakukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan
perempuan seiring bertambahnya jumlah PSK tersebut meskipun penilaian negatif
masyarakat terhadap pekerjaan itu juga semakin besar.
2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian Remaja
Remaja adalah suatu masa ketika :
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
Perjalanan hidup manusia oleh para ahli psikologi dibagi dalam beberapa
tahapan kehidupan yaitu masa pra kelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak, masa
remaja dan masa dewasa. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting,
sangat kritis dan sangat rentan, karena bila manusia melewati masa remajanya
dengan kegagalan kemungkinan akan menemukan kegagalan dalam perjalanan
kehidupan pada masa berikutnya. Sebaliknya bila masa remaja itu diisi dengan
penuh kesuksesan, kegiatan yang sangat produktif dan berhasil guna dalam rangka
menyiapkan diri untuk memasuki tahapan kehidupan selanjutnya, dimungkinkan
manusia itu manusia itu akan mendapatkan kesuksesan dalam perjalanan
hidupnya.
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah
terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap
perkembangan ke tahap berikutnya. Remaja juga terbagi dua kategori yaitu remaja awal, remaja pertengahan dan remaja akhir. Remaja awal didefenisikan sebagai
remaja yang pada
masa ini mengalami semacam badai atau topan dalam kehidupan perasaan dan
emosinya. Keadaan ini juga bisa disebut strom and stress. Remaja pertengahan diatandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru. Remaja akhir
sendiri diartikan sebagai remaja yang pada masa ini terjadi proses penyempurnaan
pertumbuhan.
Pada masa remaja banyak terjadi perubahan yang besar baik secara fisik,
kognitif, emosi maupun sosial. Rangkaian perubahan fisik yang dialami remaja
pubertas atau pada masa awal remaja. Seperti pertumbuhan yang pesat pada
anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa, dimana perubahan
yang terjadi pada masa remaja terjadi pada tinggi, berat badan serta organ seksual.
Pada remaja putri ditandai dengan menstruasi yang pertama, sedangkan pada
remaja pria ditandai dengan mimpi basah.
Orang barat menyebut masa remaja dengan istilah “Puber”, sedangkan
orang Amerika menyebut istilah masa remaja dengan”Adolesensi”. Masyarakat
Indonesia menyebut masa remaja dengan istilah “Akil baligh”. Masa remaja
dimulai dari saat sebelum baligh dan berakhir pada usia baligh. Oleh sebagaian
ahli psikologi, masa remaja berada dalam kisaran usia antara 11-19 tahun.
Adapula yang mengatakan antara usia 11-24 tahun (Monks 2001:258).
Organ-organ seksual yang matang pada remaja akan mengakibatkan
munculnya dorongan-dorongan seksual. Dorongan seksual dimulai dari adanya
rasa ketertarikan, berkencan, bercumbu dan bersenggama. Remaja mulai tertarik
terhadap lawan jenis yang sifatnya kodrat dialami oleh remaja. Remaja pun mulai
ingin berkenalan, bergaul dengan teman-temannya dari jenis kelamin lain dan
mengenal pacaran. Dalam kondisi demikian, remaja merupakan sosok yang
mudah untuk terjerumus kedalam situasi yang kurang menguntungkan bagi remaja
sendiri. Salah satunya adalah ketika remaja terjebak dunia seks bebas.
Selain itu masa remaja itu masa remaja merupakan masa transisi (masa
peralihan) dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu saat manusia tidak
mau lagi diperlakukan oleh lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai
anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisik, perkembangan psikis dan mentalnya
2.3.2 Ciri-Ciri Umum Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan,
baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik,
dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa
yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja
berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa.
Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari
orangtua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang
dewasa.
Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan
dalam lingkungan seperti sikap orangtua atau anggota keluarga lain, guru, teman
sebaya maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi
terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan
tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya.
Adanya perubahan baik didalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan
remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutahan
psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas
lingkungan sosialnya diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya
dan lingkungan masyarakat lain.
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai
1. Masa Remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak
tergantung pada orangtua. Fokus dari tahapan ini adalah penerimaan
terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat
dengan teman sebaya.
2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.
Teman sebaya masih memiiki peran penting, namun individu sudah
mampu mengarahkan diri sendiri (self directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan
impulsivitas dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan
dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain ini penerimaan dari
lawan jenis menjadi penting bagi individu.
3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang
dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tuuan
vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman
sebaya dan orang dewasa juga menjadi ciri dari tahap ini.(Monks,
2.3.3 Proses Perubahan Pada Masa remaja
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan
manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut
bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa. Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak
dan orang dewasa ada beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis atau
fisiologis juga bersifat psikologis. Pada masa remaja perubahan-perubahan besar
terjadi dalam kedua aspek tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum
yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri,
yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak
pada perilaku remaja. Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi
antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti
berikut ini.
1. Perubahan fisik
Rangkaian yang paling jelas yang nampak dialami oleh masa remaja
adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa
pubertas atau awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada
wanita dan 12-16 tahun pada pria (Hurlock, 1993:206). Hormon baru
diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan ini membawa perubahan dalam
ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks sekunder. Gajala ini
memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk
menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring dengan itu,
berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan
individu lalu memulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi dari
hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perubahan.
2. Perubahan Emosional
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan
dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik
hormon tadi dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan
badaniah tersebut. Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan
menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru.
Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan
hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Keterbatasannya untuk
secara kognitif mengolah perubahan-perubahan baru tersebut bisa
membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya. Dikombinasikan
dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti
tekanan dari teman sebaya, media masa dan minat pada jenis seks lain,
remaja menjadi lebih terorientasi secara seksual. Ini semua menuntut
kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.
2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Remaja menjadi Pekerja Seks Komersial
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan menjadi PSK adalah
sebagai berikut.
Faktor internal
1. Faktor Individu
dari tiga aspek yaitu kognisi (berpikir), afeksi (emosi dan perasaan) dan konasi
(kehendak, kemauan dan psikomotor). Selain mengalami pertumbuhan fisik,
manusia juga mengalami perkembangan kejiwaannya. Didalam masa
perkembangan kejiwaan inilah kepribadian terbentuk, dan terbentuknya
kepribadian itu sangat dipenagruhi oleh dinamika perkembangan konsep dirinya.
Perkembangan ini dialami secara berbeda antara individu yang satu dengan yang
lain.
Dengan demikian, tidak ada manusia yang memiliki kesamaan secara
mutlak antara seorang dengan yang lain. Mungkin kita jumpai ada orang-orang
yang mirip. Mereka memiliki persamaan dalam satu atau beberapa hal, yaitu
bentuk fisik, sifat, sikap, pendapat atau kegemaran, juga watak, temperamen dan
perilakunya, namun tidak dalam segala hal. Dalam kaitannya dengan
penyalahgunaan narkoba, faktor-faktor individu yang menyebabkan seseorang
dapat dengan mudah terjerumus, antara lain:
a. Gangguan kepribadiaan,terdiri dari :
1) Gangguan cara berpikirnya: distorsi kognitif, keyakinan/cara berpikir
yang salah atau negative thinking, penalaran semaunya sendiri.
Gangguan cara berpikir ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, antara
lain pandangan atau cara berpikir yang keliru atau menyimpang dari
pandangan umum yang menjadi norma atau nilai-nilai hakiki dari apa
yang dianggap benar oleh komunitasnya. Membuat alasan-alasan yang
dianggap benar menurut penalarannya sendiri guna membenarkan
perilakunya yang menyalahi norma-norma yang berlaku. Dapat juga
pesimistis. Dengan cara pandang dan cara berpikirnya yang keliru,
biasanya individu yang mengalami cara berpikir terdistorsi ini akan
manghalalkan segala tindakannya dengan megumukakan alasan-alasan
yang tidak wajar. Mengabaikan norma yang ada dan membenarkan
dirinya atas perilakunya yang salah itu berlandaskan alasan-alasan yang
dibuat-buat sekehendak hatinya. Prinsipnya asal ada alasan, maka
tindakannya dpapat dibenarkan.
2) Gangguan emosi, dengan adanya gangguan emosi, antara lain emosi
labil, mudah marah, mudah sedih dan seringkali putus asa, ingin
menuruti gejolak hati, maka kemampuan pengontrolan atau penguasaan
dirinya akam terhambat. Gangguan emosi juga dapat terwujud melalui
perasaan rendah diri, tidak mencintai diri sendiri maupun orang lain,
tidak mengenal cinta kasih dan simpati, tidak dapat berempati, rasa
kesepian dan merasa terbuang. Tidak jarang orang yang mengalami
gangguan emosi menjadi taku kehilangan teman walau tahu temannya
memiliki niat jahat.
3) Gangguan kehendak dan perilaku kehendak dan perilaku seseorang selain
dipengaruhi oleh fungsi fisiologis fisik, juga dipengaruhi oleh pikiran dan
perasannya. Jadi kalau pikiran dan emosinya sudah mengalami
gangguan, maka dapat dipastikan perilaku atau keinginannya juga
mengalami dampak dari gangguan pada pikiran dan emosinya, sikap dan
perilakunya akan terpengaruhi dan biasanya dapat terjadi kehilangan
kontrol, sehingga bertindak tidak terkendali atau bertindak sesuai dengan
b. Pengaruh Usia
Dengan mencapai usia mendekati masa remaja, maka kelenjar kelamin
mulai menghasilkan hormon yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan seksual anak yang meningkat pada remaja. Dalam akil baligh ini
banyak perubahan yang terjadi. Perubahan secara fisik jelas terlihat dari
bertambah tinggi, besar badan, tanda-tanda kelamin sekunder seperti
membesarnya payudara pada wanita dan tumbuhnya jakun pada pria. Diikuti oleh
perubahan emosi, minat, sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh perkembangan
kejiwaan anaka remaja itu. Pada saat-saat ini remaja mengalami perasaan
ketidakpastian, disatu sisi merasa sudah bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi juga
belum mampu menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa karena memang
masih sangat mudah dan kurang pengalaman. Pada masa ini remaja lebih senang
bergaul dengan teman-teman sebayanya, ingin jadi anak gaul yang diterima
didalam lingkungannya dan mulai mencari identitas dirinya. Ingin ngetrend dan
mendapat pengakuan dari lingkungannya. Rasa ingin tahu besar dan suka
coba-coba, kurang mengerti resiko disebabkan kurangnya pengalaman dan penalaran.
Dalam keadaan demikian, biasanya remaja mudah terjebak ke dalam kenakalan
remaja ataupun penyalahgunaan narkoba.
c. Pandangan atau Keyakinan yang keliru
Ada banyak remaja yang mempunyai keyakinan yang keliru dan
menganggap enteng akan hal-hal yang membahayakan, sehingga mengabaikan
pendapat orang lain, menganggap dirinya pasti dapat mengatasi bahaya itu, atau
merasa yakin bahwa pendapatnya sendirilah yang benar, akibatnya mereka dapat
d. Religiusitas yang rendah
Anak yang bertumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang
religiusitasnya rendah, bahkan tidak pernah mendapat pengajaran dan pengertian
mengenai Tuhannya secara benar, maka biasanya memiliki kecerdasan spritual
yang rendah. Dengan demikian tidak ada patokan akan nilai-nilai yang dianutnya
untuk bertindak, sehingga berperilaku sesuka hatinya, tidak tahu masalah yang
baik dan buruk dan tidak takut akan berbuat dosa (Mudjijono,2005:77).
Faktor Eksternal 2. Faktor Ekonomi
Ekonomi adalah pengetahuan dan penelitian azas penghasilan, produksi,
distribusi, pemasukan dan pemakaian barang serta kekayaan, penghasilan,
menjalankan usaha menurut ajaran ekonomi. Salah satu penyebab faktor ekonomi
adalah:
a. Sulit Mencari Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan setiap hari yang merupakan
sumber penghasilan. Ketiadaan kemampuan dasar untuk masuk dalam pasar kerja
yang memerlukan persyaratan, menjadikan wanita tidak dapat memasukinya. Atas
berbagai alasan dan sebab akhirnya pilihan pekerjaan inilah yang dapat dimasuki
dan menjanjikan penghasilan yang besar tanpa syarat yang susah
(Mudjijono,2005:78).
Berdasarkan survei yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak
Indonesia (YKAI) tahun 2003-2004 menjadi pekerja seks komersial karena
iming-iming uang kerap menjadi pemikat yang akhirnya justru menjerumuskan mereka
karena desakan ekonomi, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun
sulitnya mencari pekerjaan sehingga menjadi pekerja seks merupakan pekerjaan
yang termudah. Penyebab lain diantaranya tidak memiliki modal untuk kegiatan
ekonomi, tidak memiliki keterampilan maupun pendidikan untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik sehingga menjadi pekerja seks merupakan pilihan.
Faktor pendorong lain untuk bekerja sebagai PSK antara lain terkena PHK
sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup menjadi PSK merupakan
pekerjaan yang paling mudah mendapatkan uang.
b. Gaya Hidup
Adalah cara seseorang dalam menjalani dan melakukan dengan berbagai
hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pergeseran norma selalu
terjadi dimana saja apalagi dalam tatanan masyarakat yang dinamis. Norma
kehidupan, norma sosial, bahkan norma hukum seringkali diabaikan demi
mencapai sesuatu tujuan (Gunarsa, 2003:20). Kecenderungan melacurkan diri
pada banyak wanita untuk menghindari kesulitan hidup, selain itu untuk
menambah kesenangan melalui jalan pintas. Menjadi pekerja seks dapat terjadi
karena dorongan hebat untuk memiliki sesuatu. Jalan cepat yang selintas terlihat
menjanjikan untuk memenuhi sesuatu yang ingin dimiliki.
Gaya hidup yang cenderung mewah juga dengan mudah ditemui pada diri
pekerja seks. Ada kebanggaan tersendiri ketika menjadi orang kaya, padahal uang
tersebut diketahui diperoleh dari mencari nafkah sebagai PSK. Gaya hidup
menyebabkan makin menyusutnya rasa malu dan makin jauhnya agama dari
Pergeseran sudut pandang tentang nilai-nilai budaya yang seharusnya dianut telah
membuat gaya hidup mewah dipandang sebagai gaya hidup yang harus di miliki.
c. Keluarga yang tidak mampu
Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang
peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal
perkembangannya yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian
selanjutnya. Masalah yang sering terjadi dalam keluarga adalah masalah ekonomi.
Dimana ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan didalam keluarga,
sehingga kondisi ini memaksa para orang tua dari kelurga miskin memperkerjakan
anaknya sebagai pekerja seks. Pada dasarnya tidak ada orang tua yang mau
membebani anaknya untuk bekerja namun karena ketidakmampuan dan karena
faktor kemiskinan, sehingga tidak ada pilihan lain mempekerjakan anak menjadi
pekerja seks, untuk pemenuhan tuntutan kebutuhan sehari-hari yang tidak dapat
ditoleransi (Agus, 2002:57).
Pelacuran erat hubungannya dengan masalah sosial. Pasalnya kemiskinan
sering memaksa orang bisa berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup
termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi. Hal ini biasanya dialami oleh
perempuan-perempuan kalangan menengah kebawah.
3. Faktor Kekerasan
Kekerasan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berakibat atau
mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan
terhadap seseorang termasuk ancaman dan tindakan tersebut, pemaksaan atau
maupun dalam kehidupan pribadi (Depkes RI, 2003). Dimana salah satu faktor
kekerasan adalah:
a. Perkosaan
Adalah suatu tindakan kriminal dimana si korban dipaksa untuk
melakukan aktifitas seksual khususnya penetrasi alat kelamin diluar kemauannya
sendiri. Perkosaan adalah adanya prilaku kekerasan yang berkaitan dengan
hubungan seksual yang dilakukan dengan jalan melanggar hukum. Banyaknya
kasus kekerasan terjadi terutama kekerasan seksual, justru dilakukan orang-orang
terdekat. Padahal mereka semestinya memberikan perlindungan dan kasih sayang
serta perhatian yang lebih dari pada orang lain seperti tetangga maupun teman.
Seorang wanita korban kesewenangan kaum lelaki menjadi terjerumus sebagai
pekerja seks komersial. Dimana seorang wanita yang pernah diperkosa oleh bapak
kandung, paman atau guru sering terjerumus menjadi pekerja seks (Agus,
2005:59). Korban pemerkosaan menghadapi situasi sulit seperti tidak lagi merasa
berharga di mata masyarakat, keluarga, suami, calon suami dapat terjerumus
dalam dunia prostitusi. Artinya tempat pelacuran dijadikan sebagai tempat
pelampiasan diri untuk membalas dendam pada laki-laki dan mencari
penghargaan. Biasanya seorang anak korban kekerasan menjadi anak yang
perlahan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Tetapi di sisi lain juga
menimbulkan kegairahan yang berlebihan. Misalnya anak yang pernah diperkosa
banyak yang menjadi PSK.
b. Dipaksa / Disuruh Suami
Dipaksa adalah perbuatan seperti tekanan, desakan yang mengharuskan
karunia Tuhan yang diperuntukkan bagi suaminya. Dalam kondisi yang wajar atau
kondisi yang normal pada umumnya tidak ada seorang suamipun yang tega
menjajakan istrinya untuk dikencani lelaki lain. Namun kehidupan manusia di
dunia ini sangat beragam lagi berbeda-beda jalan hidupnya, sehingga ditemui pula
kondisi ketidak wajaran atau situasi yang berlangsung secara tidak normal salah
satunya adalah suami yang tega menyuruh istrinya menjadi pelacur. Istri melacur
karena disuruh suaminya, apapun juga situasi dan kondisi yang menyebabkan
tindakan suami tersebut tidaklah dibenarkan, baik oleh moral ataupun oleh agama.
Namun istri terpaksa melakukannya karena dituntut harus memenuhi kebutuhan
hidup keluarga, mengingat suaminya adalah pengangguran.
4. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam
interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya. Lingkungan tersebut
meliputi lingkungan fisik, lingkungan psikososial, lingkungan biologis dan
lingkungan budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok,
komuniti dan masyarakat. Lingkungan dengan berbagai ciri khusunya memegang
peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak.
Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang
terbentuk dalam keluarga, sehingga penyimpangan prilaku yang tidak baik dapat
terhindari. Dimana salah satu faktor lingkungan adalah :
a. Seks Bebas
Pada dasarnya kebebasan berhubungan seks antara laki-laki dan wanita
sudah ada sejak dahulu, bahkan lingkungan tempat tinggal tidak ada aturan yang
(Mudjijono, 2005:89). Lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam
pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan terpengaruh
oleh hal-hal yang baik dalam pergaulan sehari-hari. Mode pergaulan diantara
laki-laki dengan perempuan yang semakin bebas tidak bisa lagi membedakan antara
yang seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang. Di beberapa kalangan
remaja ada yang beranggapan kebebasan hubungan badan antara laki-laki dan
perempuan merupakan sesuatu yang wajar. Beberapa wanita menjadi PSK tidak
semata karena tuntutan ekonomi tetapi juga akibat kekecewaan oleh laki-laki.
Dimana kesuciannya telah terenggut dan akhirnya merasa kepalang tanggung
sudah tidak suci lagi dan akhirnya memutuskan untuk menjadi PSK.
b. Turunan
Turunan adalah generasi penerus atau sesuatu yang turun-temurun. Tidak
dapat disangkal bahwa keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk
belajar berinteraksi sosial. Melalui keluarga anak belajar berespons terhadap
masyarakat dan beradaptasi ditengah kehidupan yang lebih besar kelak .
Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal
yang mempengaruhi perkembangan orang yang ada didalamnya.
Adakalanya melalui tindakan-tindakan, perintah-perintah yang diberikan
secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan. Orang tua
atau saudara bersikap atau bertindak sebagai patokan, contoh, model agar ditiru.
Berdasarkan hal-hal diatas orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan
anak, jadi gambaran kepribadian dan prilaku banyak ditentukan oleh keadaan
yang ada dan terjadi sebelumnya (Gunarsa, 2003:21). Seorang anak yang setiap
bersalah itupula akhirnya ia mengikuti jejak ibunya. Ibu merupakan contoh bagi
anak.
c. Broken Home
Keluarga adalah sumber kepribadian seseorang, didalam keluarga dapat
ditemukan berbagai elemen dasar yang membentuk kepribadian seseorang.
Lingkungan keluarga dan orang tua sangat berperan besar dalam perkembangan
kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar
kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang.
Lingkungan rumah khususnya orang tua menjadi sangat penting sebagai tempat
tumbuh dan kembang lebih lanjut. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya
adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang di alami dalam keluarga.
Hubungan antara pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan antar orang tua,
saudara menjadi faktor yang penting munculnya prilaku yang tidak baik. Dari
paparan beberapa fakta kasus anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya,
menjadi anak-anak broken home yang cenderung berprilaku negatif seperti menjadi pecandu narkoba atau terjerumus seks bebas dan menjadi PSK. Anak
yang berasal dari keluarga broken home lebih memilih meninggalkan keluarga dan hidup sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sering
mengambil keputusan untuk berprofesi sebagai PSK, dan banyak juga dari mereka
yang nekat menjadi pekerja seks karena frustasi setelah harapannya untuk
mendapatkan kasih sayang dikeluarganya tidak terpenuhi.
Dari paparan beberapa fakta kasus anak yang menjadi korban perceraian
Anak yang berasal dari keluarga broken home lebih memilih meninggalkan keluarga dan hidup sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sering
mengambil keputusan untuk berprofesi sebagai PSK, dan banyak juga dari mereka
yang nekat menjadi pekerja seks karena frustasi setelah harapannya untuk
mendapatkan kasih sayang dikeluarganya tidak terpenuhi.
2.5 Pendampingan
Pendampingan sebagai suatu strategi yang umum digunakan oleh
pemerintah dan lembaga non profit dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas
dari sumber daya manusia, sehingga mampu mengindentifikasikan dirinya sebagai
bagian dari permasalahan yang dialami dan berupaya untuk mencari alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi. Kemampuan sumber daya manusia sangat
dipengaruhi oleh keberdayaan dirinya sendiri. Oleh karena itu sangat dibutuhkan
kegiatan pemberdayaan disetiap kegiatan pendampingan. Suharto (2005:93)
menguraikan bahwa pendampingan merupakan satu strategi yang sangat
menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat, selanjutnya
dikatakannya pula pendampingan merupakan strategi yang lebih mengutamakan
“making the best of the client’s resources”. Pendampingan bukan saja dilakukan oleh tenaga pendamping atau petugas lapangan kepada masyarakat tetapi juga
dibutuhkan keterlibatan masyarakat sebagai potensi utama untuk dikembangkan
dan mengembangkan diri. Karena masyarakat lebih mengetahui apa yang dimiliki
dan apa yang menjadi permasalahannya. Kaitannya dengan PSK, sebagai satu
komunitas lokalisasi dan memiliki berbagai macam karakteristik ketergantungan
dimiliki tertimbun oleh ketidakmampuan mengatasi masalahnya sendiri, akhirnya
banyak mengakibatkan ketidaktahuan terhadap resiko pekerjaan yang dilakukan.
Oleh karena itu kegiatan pendampingan sebagai upaya strategis sangat menarik
untuk dikembangkan kepada wanita PSK di lokalisasi. Keterlibatan PSK sebagai
dampingan yang membutuhkan pengetahuan dan informasi tentang resiko dari
pekerjaannya, sangat dipengaruhi oleh tenaga pendamping (Outreach worker) di lapangan yang berperan sebagai fasilitator, komunikator dan dimanisator.
Jika dikaitkan dengan proses pendampingan bagi wanita PSK, maka
pendampingan diartikan sebagai proses memberikan motivasi kesadaran diri dari
unsur luar pribadi wanita PSK sehingga melalui pendampingan ini dampingan
dapat mengembangkan potensi dalam dirinya menjadi manusia utuh,
menumbuhkan rasa kesetiakawanan pada sesama PSK dan akhirnya
memampukan diri untuk berperan dalam lingkungan masyarakat.
2.6 Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial sering diidentikkan dengan kesejahteraan masyarakat
atau kesejahteraan umum. Namun ada baiknya jika kata tersebut dipilah, yaitu
kesejahteraan dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah
sejahtera artinya aman, sentosa, makmur, selamat (terlepas dari segala macam
gangguan dan kesusahan). Sedangkan kesejahteraan artinya keamanan,
keselamatan, ketentrataman, kesenangan hidup, dan kemakmuran. Di dalam
kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah
keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah, dan sosial tertentu
terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial yang
bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup
dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang
memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan
meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.
Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. PBB
mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan yang terorganisir
dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu
dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui
teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud supaya memungkinkan
individu-individu, kelompok-kelompok, maupun komunitas-komunitas untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian
diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat serta melalui tindakan kerja
sama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.
Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial,
keuangan, kesehatan, dan rekreasi semua individu dalam masyarakat.
Kesejahteraan sosial berupaya meningkatkan keberfungsian semua kelompok
usia, tanpe memandang status sosial setiap individu. Ketika institusi lain dalam
masyarakat, seperti ekonomi pasar atau keluarga, pada suatu waktu gagal
memenuhi kebutuhan dasar individu atau kelompok masyarakat, maka dibutuhkan
Istilah kesejahteraan sosial telah lama dikenal di Indonesia, bahkan konsep
kesejahteraan sosial telah ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda walaupun
substansinya tetap sama dan mencakup tiga konsepsi, yaitu:
1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial.
2. Institusi, bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial
dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha
kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.
3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan usaha yang terorganisir untuk
mencapai kondisi sejahtera.
Bunyi Pasal 34 UUD 1945 tentang Kesejahteraan Sosial adalah :
1. Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh negaranya.
2. Negara menggembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
3. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Pasal tersebut merupakan realisasi penjabaran sila kelima pancasila, yaitu
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, pasal-pasal tersebut
merupakan manifestasi hak-hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan
kesejahteraan sosial melalui campur tangan pemerintah. Hal ini menunjukkan
bahwa doktrin perekonomian dan kesejahteraan sosial di Indonesia tidak
kemampuan individu dalam berkompetisi. Pada aspek ini, pemikiran Smith tidak
dapat sepenuhnya diterima dalam implementasi ekonomi dan kesejahteraan sosial
di indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dalam sistem ekonomi dan
kesejahteraan berdasar pancasila terdapat tig ciri negatif yang harus dihindari
yaitu sistem persaingan bebas (free fight liberalism), sistem etasisme dan pemusatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat (Pujileksono, 2016).
Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat
kehidupan (levels of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas hidup (quality of life), dan pembangunan manusia (human development).
Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan
sosial adalah berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia, baik secara fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, dan kehidupan
spiritual agar terwujud kehidupan yang layak dan bermartabat.
2.7 Kerangka Pemikiran
Pada saat ini, berlangsungnya perubahan-perubahan yang serba cepat dan
perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan menyebabkan adaptasi atau
penyesuaian diri menjadi hal yang tidak mudah, sehingga berakibat pada
ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri. Ketidakmampuan
banyak individu untuk menyesuaikan diri ini mengakibatkan timbulnya
disharmoni dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut
pola-pola umum yang berlaku. Salah satunya adalah pola pelacuran untuk
mempertahankan hidup ditengah hiruk pikuk alam pembangunan di Indonesia .
Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua
kehidupan manusia itu sendiri. Dan PSK adalah bagian dari dunia pelacuran
tersebut. PSK adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan
seksual untuk uang.
Pada saat sekarang ini PSK bukan hanya berasal dari kalangan orang
dewasa saja, melainkan PSK rata-rata berasal dari kalangan remaja putri atau juga
sering disebut Anak Baru Gede (ABG) yang menjadi daya tarik tersendiri dalam
dunia prostitusi. Organ-organ seksual yang matang pada remaja akan
mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Dorongan seksual
dimulai dari adanya rasa ketertarikan, berkencan, bercumbu dan bersenggama.
Remaja mulai tertarik terhadap lawan jenis yang sifatnya kodrat dialami oleh
remaja. Remaja pun mulai ingin berkenalan, bergaul dengan teman-temannya dari
jenis kelamin lain dan mengenal pacaran. Dalam kondisi demikian, remaja
merupakan sosok yang mudah untuk terjerumus kedalam situasi yang kurang
menguntungkan bagi remaja sendiri. Salah satunya adalah ketika remaja terjebak
dunia seks bebas.
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi remaja menjadi pekerja seks
komersial. Secara umum, dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Adapun faktor internal ialah faktor dari dalam diri individu yang
memengaruhi seorang remaja menjadi PSK adalah adanya gangguan kepribadian,
pengaruh usia, dan religiusitas yang rendah. Sedangkan faktor eksternal terbagi
Bagan Alur Pikir
Pekerja Seks Komersial Komersial (PSK)
Remaja di Lokasi Losmen Bougenville
Medan
2. Faktor Kekerasan
a. Korban
perkosaan/peleceh
an seksual
b. Dipaksa / disuruh
2.8 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah atau definisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1993:33). Perumusan definisi
konsep dalam suatu penelitian ilmiah menunjukkan bahwa peneliti ingin
mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Peneliti berupaya
menggiring para pembaca hasil penelitian itu memaknai konsep itu sesuai dengan
yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti, jadi definisi konsep adalah
pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian
(Siagian, 2011:136-38).
Memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan,
maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Faktor yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah hal (keadaan,
peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu.
Dalam hal ini adalah PSK.
2. Pengaruh yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah daya yang ada
atau timbul dari sesuatu (benda,orang) yang ikut membentk watak,
kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Dalam hal ini adalah PSK.
3. Seks yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah nafsu syahwat,
yaitu suatu kekuatan pendorong hidup yang biasanya disebut dengan
insting/naluri yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki laki-laki
maupun perempuan yang mempertemukan mereka guna meneruskan
4. PSK yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah peristiwa penjualan
diri dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian
kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan
pembayaran.
5. Pendampingan yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah suatu
strategi yang umum digunakan oleh pemerintah dan lembaga non profit
dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas dari sumber daya manusia,
sehingga mampu mengindentifikasikan dirinya sebagai bagian dari
permasalahan yang dialami dan berupaya untuk mencari alternatif