• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Suami Terhadap Nafkah Istri dan Anak Pasca Keputusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Nonmuslim (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182 PDT.G 2014 PN.MDN) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Suami Terhadap Nafkah Istri dan Anak Pasca Keputusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Nonmuslim (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182 PDT.G 2014 PN.MDN) Chapter III V"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

UPAYA HUKUM BAGI ANAK DAN ISTRI TERHADAP NAFKAH YANG TIDAK DIBERIKAN SUAMI PASCA PERCERAIAN BAGI WARGA

NEGARA INDONESIA YANG NON MUSLIM

A. Hak Anak Dan Perempuan Di Indonesia

Hak, kewajiban dan subjek hukum merupakan satu kesatuan yang utuh. Artinya, jika tidak ada subjek hukum maka hak dan kewajiban juga tidak ada begitu juga sebaliknya jika hak dan kewajiban tidak ada maka subjek hukm juga tidak ada. Hal itu disebabkan karena karena subjek hukum berarti pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban.121 Salah satu subjek hukum ialah manusia (natuurlijke persoon).122 Manusia secara kodrati terdiri atas 2 (dua) jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan. Hal tersebut merupakan konteks manusia jika dipandang sebagai makhluk dewasa akan tetapi jika dipandang dari posisi manusia belum dewasa maka ia disebut anak.123

Indonesia secara khusus dan seluruh dunia secara umum sering terjadi ketidakadilan terhadap perempuan dan anak. Perempuan dihadapkan dengan permasalahan gender yang selalu merintanginya dalam kehidupan. Kesetaraan dan keadilan gender menjadi permasalahan yang cukup pelik karena ketika gender tidak setara maka kesamaan peluang dan kesempatan dalam bidang politik, sosial dan

121C.S.T. Kansil,Op.Cit, hal. 117

122 Subjek hukum lainnya ialah badan hukum (rechtspersoon). Ibid. Badan hukum adalah badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai orang. Fienso Suharsono,Kamus Hukum, (Jonggol: Vandetta Publishing, 2010), hal. 7

(2)

ekonomi antara laki-laki dan perempuan serta gender yang tidak berkeadilan akan membawa kearah suatu perlakuan yang tidak sesuai antara perempuan dengan laki-laki yang sesuai dengan hak dan kewajiban.

Kepekaan terhadap kesetaraan dan keadilan gender akan bermanfaat bagi :124 1. Diri sendiri

a. Menumbuhkan kesadaran akan kemampuan hak-hak yang sama antara laki-laki dan perempuan,

b. Menumbuhkan keyakinan dan keberanian untuk memperjuangkan keadilan, c. Menumbuhkan kemandirian dan kebebasan untuk menentukan pilihan sendiri. 2. Keluarga

a. Menumbuhkan kesadaran dan perilaku kebersamaan untuk saling menghargai hak dan kewajiban antar individu dalam keluarga,

b. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya saling menghargai peran setiap individu.

3. Masyarakat

a. Menumbuhkan kesadaran bahwa pembangunan dapat tercapai bila dilaksanakan secara bersama-sama dalam merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan, menikmati dan memeliharanya secara berkelanjutan,

b. Menumbuhkan kesadan akan pentingnya sikap saling menghargai dan menghormati hak-hak perorangan atau kelompok.

4. Negara

a. Mempermudah penyusunan dalam menetapkan kebijakan nasional,

b. Mempermudah proses terjadinya pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat. Anak yang merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki peran penting dalam pembangunan nasional125juga menghadapi masalah yakni korban perdagangan orang dan kekerasan. Perdagangan orang (trafficking) yang melibatkan anak sebagai korban disebabkan beberapa faktor antara lain : kemiskinan, terbatasnya kesempatan kerja, konflik sosial, lemahnya penegakan hukum, rendahnya pendidikan dan

124Maidin Gultom,Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, (Bandung: Refika Aditama, 2014), hal. 80-81

125

(3)

kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga dan desakan ekonomi.126 Faktor-faktor penyebab tersebut pada hakikatnya saling berkaitan satu sama lain dimana keterkaitan tergambar sebagai berikut :

Seorang anak menjadi korban perdagangan orang disebabkan desakan ekonomi kedua orang tuanya yang mana orang tuanya tidak memiliki pekerjaan tetap sehingga penghasilan pn menjadi tidak jelas. Akibatnya kemiskinan melanda keluarga tersebut. Kemiskinan akan menyebabkan rendahnya pendidikan dan kesehatan karena kedua orang tua tidak mampu menyekolahkannya dan jika sakit parah belum tentu anak tersebut bisa diobati dengan pelayanan kesehatan yang maksimal. Pada akhirnya anak tersebut akan dijual kedua orang tuanya untuk menutup kondisi demikian ditambah kemiskinan juga akan menghasilkan konflik sosial antara manusia dalam masyarakat dengan demikian penegakan hukum oleh para penegak hukum yang belum maksimal menghasilkan perdagangan orang dimana anak sebagai korban akan tetap tinggi.

Anak sebagai korban kekerasan yang sering kali terjadi meliputi pengabaian, pemerkosaan dan pembunuhan pada anak.127 Hal ini jika anak sebagai korban pemerkosaan atau pengabaian dan pembunuhan jika tidak dilakukan pembinaan maka anak tersebut akan menjadi pelaku tindak pidana namun jika korban pembunuhan benar-benar dalam kondisi kehilangan jawa atau tidak selamat maka menutup

(4)

kemungkinan menjadi pelaku tindak pidana karena ia telah tidak lagi menjadi subjek hukum atau mati.128

Selanjutnya, cara negara Indonesia menjamin anak dan perempuan yang sering dilakukan secara tidak baik. Cara negara Indonesia menjamin anak dan perempuan dengan menjamin dan melindungi haknya didalam undang-undang.

Secara umum pengaturan terhadap penjaminan akan perempuan dan anak diatur didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.129 Pasal-pasal yang mengatur perlindungan hak-hak atas perempuan dan anak di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tercantum dalam bab Hak Asasi Manusia, yaitu :

128Perkembangan pada anak banyak terjadi seputaran keterampilan bahasa dan motorik serta perilaku. Perilaku dalam perkembangannya dapat dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : a. Faktor internal yang berupa gender, temperamen dan proses regulasi sendiri, b. Faktor Ssosialisasi yang terjadi dalam interaksi dan relasinya dengan keluarga maupun teman sebaya, c. Faktor eksternal yang berupa status soaial ekonomi dan struktur keluarga. Dengan adanya anak sebagai korban tindak pidana maka perkembangan anak akan disebabkan faktor sosialisasi sehingga tidak menutup kemungkinan anak kelak dewasa menjadi pelaku tindak pidana. Sri Lestari,Psikologi Keluarga : Penanaman Nilai Dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 106-107. Ada 3 (tiga) faktor yang membawa pengaruh sehingga anak melakukan tindakan kriminal, yaitu : pertama, ialah pengaruh awal, seperti latang belakang dan keturunan, kedua ialah masa kini, dimana ia tinggal, apakah ia memiliki pekerjaan dan adakah krisis dalam hidupnya dan ketiga ialah keadaan sesaat sebelum melakukan tindakan kriminal, apa yang dirasakan, apa yang ia pikirkan, apakah tindakannya berisiko, seberapa mudahnya meakukan tindak kriminal itu. Edy Ikhsan, Elisabeth Juniarti et.al,Diversi Dan Keadilan Restoratif: Kesiapan Aparat Penegak Hukum Dan Masyarakat Studi di 6 Kota Di Indonesia, (Medan: Pusaka Indonesia, 2014), hal. 18

(5)

1. Pasal 28 A, berbunyi :

”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

2. Pasal 28 B, berbunyi :

”(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

3. Pasal 28C, berbunyi :

”(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya”.

4. Pasal 24 D, berbunyi :

”(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. 5. Pasal 28 E, berbunyi :

(6)

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

6. Pasal 28 F, berbunyi :

”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

7. Pasal 28 G, berbunyi :

”(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”.

8. Pasal 28 H, berbunyi :

”(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.

9. Pasal 29 I, berbunyi :

(7)

yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan berhak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawan negara terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”. 10. Pasal 28 J, berbunyi :

”(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghorsemata-matan atas hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”

10 (sepuluh) pasal yang menagtur persoalan hak atau hak asasi manusia di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diantara pasal-pasal di atas semuanya bersifat umum, artinya berlaku untuk semua warga negara Indonesia tanpa membedakan jenis kelamin. Dengan demikian, perempuan dan laki-laki sama kedudukan hak asasi manusianya. Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya 1 (satu) buah pasal yang menyebut secara implisit tentang anak yakni Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(8)

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.130 Penjabaran hak asasi manusia diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dimana konsep undang-undang tersebut tidak boleh bertentangan dengan Pancasila yang merupakan nilai dasar (based values) sebagai landasan acuan untuk mencapai atau memperjuangkan sesuatu dan nilai tujuan (goal values) untuk sesuatu yang harus dan layak untuk diperjuangkan atau diwujudkan, dalam hal ini berada pada konteks hak asasi manusia.131 Sifat undang-undang hak asasi manusia tersebut juga bersifat umum hanya saja penjabarannya lebih luas termasuk mencakup mengenai pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia. Konsep perlindungan hak anak lebih terperinci dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dimana rincian perlindungan anak terdapat dalam pasal-pasal dalam undang-undang tersebut, sebagai berikut :

1. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengatur sekitar tentang anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; perlakuan salah lainnya.

130Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

131 Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, To Promote : Membaca

(9)

2. Pasal 15 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengatur tentang anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan.

3. Pasal 16 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengatur tentang anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi; anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

4. Pasal 17 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengatur tentang setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum serta Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

(10)

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengalami perubahan untuk pertama sekali dengan keluarnya Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perubahan undang-undang tersebut menambah semakin luas pengaturan hak-hak anak yang harus dilindung uang diatur dalam Pasal 59 mengatur perlindungan khusus bagi anak yang meliputi : anak dalam situasi darurat; anak yang berhadapan dengan hukum; anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; anak yang menjadi korban pornografi; anak dengan HIV/AIDS; anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis; anak korban kejahatan seksual; anak korban jaringan terorisme; anak Penyandang Disabilitas; anak korban perlakuan salah dan penelantaran; anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya.

(11)

penambahan atau pemberatan hukum kepada pelaku tindak pidana terhadap anak (manusia yang telah dewasa) serta pemasukan hukuman baru, yakni kebiri kimia.132

Perempuan juga termasuk subjek hukum yang telah diakomodasi haknya secara khusus dalam peraturan perundang-undangan. Pengakomodasian hak perempuan tersebut memposisikan perempuan yang sering menjadi seorang korban tindak pidana.133 Hak-hak perempuan yang diatur terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu : kekerasan fisik; kekerasan psikis; kekerasan seksual; atau penelantaran rumah tangga yang mana penjaminan hak dalam kehidupan rumah tangga tersebut mengacu pada asas penghormatan hak asasi manusia; keadilan dan kesetaraan gender; nondiskriminasi; dan perlindungan korban.134

Secara umum korban kekerasan rumah tangga tidak hanya perempuan saja akan tetapi dapat juga laki-laki atau anak yang diperoleh selama berumah tangga. Namun, yang paling sering menjadi korban ialah perempuan dan anak. Pelanggaran terhadap hak perempuan dan anak secara bersamaan dapat juga dilihat saat terjadi perceraian antara sepasang suami istri dimana mantan suami tidak menunaikan haknya sebagai seorang ayah yang masih tetap harus menafkahi anaknya sampai

132 Pasal 81 A ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

133 Tindak pidana adalah perbuatan melanggar hukum yang dapat diancam dengan pidana, bagi orang yang melanggar peraturan yang berlaku. Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), hal. 16

(12)

dewasa/mampu berdiri sendir atau memberikan hak-hak mantan istri sesuai dengan putusan pengadilan yang berwenang.

B. Upaya Hukum Bagi Anak Dan Istri Pasca Perceraian Apabila Tidak Mendapat Nafkah Dari Suami Bagi Warga Negara Indonesia Yang Non Muslim

Perlindungan hukum merupakan sebuah konsep dimana setiap subjek hukum di Indonesia memperoleh penjaminan hak dan kewajiban atau diatur mengenai perbuatan hukum (rechtshandeling) serta perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).135Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 juga memberikan perlindungan hukum terhadap hak para pihak yang telah melangsungkan perkawinan. Hal tersebut tercermin dalam pasal-pasalnya. Misalnya wujud dari sebuah sengketa perkawinan, yakni perceraian dimana terjadi karena salah satu pihak telah merampas hak pihak lainnya, yakni seorang suami seharusnya dalam konsep perkawinan hanya boleh melakukan hubungan seksual dengan istrinya saja akan tetapi ditemukan suami melakukan hubungan seksual dengan wanita lain atau seorang suami seharusnya dalam perkawinan mengasihi istrinya dengan penuh kasih sayang tetapi yang terjadi malah sebaliknya suami sering melakukan pemukulan terhadap istrinya sehingga menimbulkan luka berat dan lain sebagainya.

(13)

Hal tersebut menggambarkan jika keadaan di atas terjadi terus-menerus maka untuk melindungi para pihak maka boleh dilakukan gugatan perceraian ke pengadilan yang berwenang untuk melaksanakan proses persidangan. Alasan Perceraian tidak hanya terbatas pada Pasal 38 Undang-Undang No. Tahun 1974 Tentang Perkawian akan tetapi dapat dilakukan bila suami tidak memberi nafkah kepada istrinya atau istri tidak mengatur urusan rumah tangga dengan baik. Artinya, jika suami dan istri melalaikan kewajibannya tersebut maka dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan.136 Pengajuan gugatan perceraian dengan tidak melaksanakan kewajiban seperti yang telah dinyatakan sebelumnya tidak terlalu populer dipraktek peradilan padahal peraturan perundang-undangan membenarkannya. Namun, yang lebih populer ialah jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban yang tercantum pada Pasal 34 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan melakukan pengaduan ke kantor kepolisian. Pengaduan yang dilakukan ke kantor polisi termasuk kepada delik aduan.137

136

Pasal 34 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, berbunyi :

“(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan”.

(14)

Perkawinan yang telah mengalami perpisahan akibat perceraian secara khusus untuk warga negara Indonesia yang non muslim dimana dalam putusan pengadilan negeri telah ditentukan nafkah yang harus diberikan kepada mantan istri dan nafkah anak atau dalam putusan pengadilan negeri tersebut tidak ditentukan nafkah kepada mantan istri dan anak. Terkait kondisi tersebut harus dipahami bahwa dalam permasalahan perdata hakim memutus sebatas apa yang menjadi permintaan para pihak tidak boleh melebihi dari permintaan para pihak. Jika para pihak ada mencantumkan petitum mengenai nafkah mantan istri dan anak maka hakim akan memutuskan terkait hal tersebut namun jika tidak adapetitummengenai nafkah maka hakim tidak akan memutus dengan mencantumkan perihal nafkah. Hal ini senada dengan Berlian Napitupulu yang menerangkan bahwa untuk hukum acara perdata hakim hanya memutus berdasarkan tuntutan para pihak, misalnya dalam sebuah sengketa perceraian jika tidak ada tuntutan nafkah didalam makan hakim tidak akan menyinggungga karena keadaan tersebut sesuai dengan asas dalam hukum acara perdata.138

Keadaan di atas sesuai dengan asas hukum acara perdata, yakni hakim pasif. Hakim bersikap pasif artinya hakim tidak menentukan luas dari pokok sengketa sehingga peristiwa yang disengketa saja yang harus dibuktikan dan hakim akan memutus terhadap peristiwa yang disengketakan139 dan asas ultra ne petita yang membatasi hakim. Artinya hakim hanya boleh mengabulkan sesuai yang dituntut,

138Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10 Oktober 2016

(15)

tidak boleh mengabulkan lebih daripada yang dituntut penggugat dan hanya terikat pada alat bukti yang sah atau preponderance of evidence.140 Namun, jika tidak ada tuntutan nafkah didalam sengketa maka mantan suami yang bijak kemungkinan hanya akan memunuhi kewajibannya sebatas nafkah pada anak sesuai dengan Pasal 41 huruf b Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Posisi terhadap nafkah yang dimaksud disini dimana suami berkedudukan sebagai tergugat atau penggugat dan istri yang berposisi sebagai penggugat atau tergugat telah mencantumkan permasalahan nafkah untuk istri dan anak yang mana sengketa disidang pengadilan negeri karena yang bersengketa ialah warga negara non muslim dan putusan memuat nafkah mantan istri dan anak. Terkait ilustrasi tersebut jika suami tidak memenuhi putusan pengadilan negeri terhadap nafkah yang telah ditetapkan pengadilan negeri maka mantan istri dan anak harus mengambil sebuah tindakan. Sebelum memasuki hal tersebut terlebih dahulu akan dilihat sebab-sebab seorang mantan suami tidak melaksanakan putusan yakni berupa pemberian nafkah kepada mantan istri dan anak. sebab-sebab seorang mantan suami tidak melaksanakan putusan, yakni berupa pemberian nafkah kepada mantan istri dan anak, yaitu :

1. Mantan suami tidak merasa wajib melaksanakan putusan terkait nafkah terhadap mantan istri dan anak141

140

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) hal. 65

(16)

Seorang mantan suami yang tidak merasa wajib melaksanakan ssebuah putusan nafkah terhadap mantan istri dan anak disebabkan oleh penghasilan suami lebih rendah dari mantan istrinya. Tidak jarang sebuah perkawinan diajukan gugatan perceraian oleh para pihak dikarenakan seorang suami merasa berada dibawah kekuasaan istri disebabkan penghasilan istri lebih tinggi. Pada akhirnya, keadaan demikian akan memicu perselisihan terus menerus sehingga salah satu pihak mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dan berakhir perkawinan dengan perceraian. Didalam putusan tidak jarang ada permintaan nafkah dan hakim mengabulkannya dengan memperhatikan kesesuaian gaji si suami dengan nafkah yang dimintakan istri terhadap dirinya dan anaknya.

Hakim telah memutus berdasarkan kemampuan yang menurut hakim mampu dipenuhi oleh pihak suami karena pada hakikatnya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memang mengamanatkan perihal nafkah untuk mantan istri dan anak sesuai Pasal 41 huruf b dan c.

Akibatnya, mantan suami yang memiliki penghasilan lebih rendah daripada mantan istri keberatan untuk memberi nafkah berdasarkan hasil putusan karena mantan suami beranggapan bahwa mantan istri mampu untuk mencukupi hidupnya juga hidup dari anak yang berada dibawah penguasaan mantan istri atau ibu anak dari hasil perkawinan mereka.

2. Adanya motif dendam142

(17)

Perceraian yang disebabkan dengan terjadinya perselingkuhan yang dilakukan seorang istri tidak jarang menyebabkan seorang suami menimbulkan perasaan benci yang mendalam dimana kebencian tersebut berujung pada dendam. Hasil dari putusan pengadilan yang menerapkan pemberian nafkah terhadap kepada mantan istri dan anak tidak dijalankan oleh mantan suami. Perasaan dendam yang begitu besar yang dilanda oleh suami menyebabkan keengganan untuk melaksanakan putusan pengadilan negeri. Hal tersebut tidak jarang pula di dorong oleh pihak keluarga mantan suami yang mendorong agar ia tidak perlu melaksanakan putusan pengadilan karena mantan istri telah mengkhianati mantan suami dengan menjalin hubungan asmara dengan pihak lain. Walaupun pada kenyataan dalam persidangan keadaan perselingkuhan atau perselingkuhan yang mencakup ruang perzinahan sulit dibuktikan karena penggugat tidak dapat melakukan pembuktian secara benar keadaan tersebut sehingga yang cenderung terbukti ialah terjadi percekcokan atau perselisihan dalam rumah tangga yang pada akhirnya memutus perceraian dan hak asuh anak beserta nafkah yang dimintakan istri diperoleh oleh istri. Selain karena rasa benci terhadap istri yang begitu besar disebabkan istri berselingkuh maka ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan juga menyebabkan seorang mantan suami menumpuk rasa dendam terhadap istrinya sehingga tidak ingin melaksanakan putusan pengadilan negeri. 3. Kesulitan untuk menemui anak143

(18)

Putusan pengadilan negeri dilaksanakan sebagian. Artinya, mantan suami telah memberikan permintaan nafkah untuk mantan istrinya akan tetapi tidak memberikan nafkah untuk pendidikan atau pemeliharaaan anaknya. Pengadilan negeri dalam ruang lingkup keperdataan sangat jarang menentukan permasalahan teknik terkait cara-cara pemberian nafkah kepada anak. Seringkali teknisnya ditentukan oleh para pihak yakni mantan istri dengan mantan suami.

Tidak jarang seorang ayah/bapak kesulitan untuk menemui anaknya yang berada dibawah penguasaan mantan istrinya. Akibatnya, ayah dari anak hasil perkawinan mereka terdahulu yang ingin langsung memberikan sejumlah uang bagi anaknya sebagi bentuk nafkah tidak jadi memberikannnya. Hal ini biasanya tidak jarang didasarkan atas keterlibatan dari mantan istri atau ibu dari anak tersebut yang menghalang-halangi untuk bertemu.

Keadaan demikian sebenarnya akan berdampak buruk bagi seorang anak karena tidak merasakan kasih sayang dari ibu dan ayahnya yang telah berposisi sebagai mantan suami dan mantan istri.

4. Mantan istri kawin lagi144

Perceraian yang terjadi antara para pihak membuka peluang untuk dilakukan peristiwa hukum baru, yakni perkawinan dengan pihak lain atau bisa kembali dengan pasangan yang telah diceraikan. Seorang wanita dapat melakukan atau kawin lagi dengan ketentuan telah melewati waktu tunggu, yaitu : 90 (sembilan puluh) hari

(19)

setelah putusan berkekuatan tetap atau setelah wanita tersebut melahirkan jika ia sedang hamil.

Apabila telah lewat waktu tunggu maka seorang mantan istri dapat melangsungkan perkawinan. Hal ini yang sering menjadi pertimbangan mantan suami untuk memberikan nafkah karena mantan istrinya akan kawin lagi dan beranggapn yang berwenang untuk menafkahi mantan istri dan anaknya ialah suami baru sekaligus yang menjadi bapak tiri dari anaknya.

Hal tersebut di atas tidak sepenuhnya keliru namun perlu dipahami jika terdapat keinginan istri untuk kawin lagi, putusan pengadilan yang memuat nafkah untuk istri dan anak harus tetap ditunaikan sampai istri tersebut benar-benar telah kawin dan jika telah kawin nafkah dapat diputus oleh mantan suami. Berbanding terbalik dengan nafkah untuk anak tetap harus diberikan karena anak tersebut merupakan tanggung jawab dari kedua orang tuanya walaupun telah bercerai. Jadi alasan mantan istri kawin lagi tidak menjadikan nafkah kepada anaknya putus seketika.

5. Mantan suami kawin lagi145

Mantan suami pun tidak jarang ada yang kawin lagi. Kondisi ini jelas tidak salah karena setiap manusia berhak untuk melangsungkan perkawinan apalagi ikatan perkawinannya yang terdahulu telah pernah putus. Namun, keadaan demikin tidak jarang membuat mantan suami sulit untuk memenuhi nafkah mantan istri dan

(20)

anaknya. Hal tersebut disebabkan karena mantan suami juga harus memenuhi semua kebutuhan rumah tangganya yang telah dibinanya dengan perempuan atau wanita lain.

Keadaan di atas menyebabkan seorang mantan suami tidak lagi memberi nafkah bagi mantan istri atau anaknya. Secara khusus terhadap anak jika karena hubungan baru dari ayahnya tersebut melalaikan kewajiban nafkah terhadap dirinya tidak menutup kemungkinan anak akan merasa bahwa ayahnya tidak lagi menyayangi dan cenderung akan membencinya. Pada akhirnya hubungan antara ayah dan anak akan semakin renggang dan tidak harmonis. Hal tersebut jelas sangat bertentangan dengan prinsip peraturan perundang-undangan Pasal 41 huruf a Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dimana pasal tersebut mengamanatkan agar perceraian yang terjadi terhadap kedua orang tuan tidak lantas mengabaikan pendidikan (pendidikan formal maupun informal : sekolah ataupun bimbingan belajar dan pendidikan rohani atau keagamaan) dan pemeliharaan anak.

Alasan-alasan di atas yang sering dijadikan pihak mantan suami untuk tidak melaksanakan putusan pengadilan negeri mengenai kewajiban nafkah yang dibebankan kepadanya. Jika mantan suami tidak mau atau enggan melaksanakan putusan yang telah dijatuhkan pengadilan negeri maka istri dan anak sebagai warga negara Indonesia non muslim yang berposisi sebagai penerima nafkah dapat mengajukan eksekusi kepengadilan negeri.146

(21)

Pengajuan eksekusi kepengadilan negeri merupakan bentuk upaya hukum yang dapat ditempuh mantan istri dan anak yang mana didasari oleh putusan pengadilan negeri memiliki kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan sesuai yang ditetapkan dalam putusan secara paksa oleh alat-alat negar dimana kekuatan eksekutorial itu berasal dari kepala keputusan yang berbunyi : ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.147Namun, perlu dipahami bahwa tidak semua putusan memiliki kekuatan eksekusi hanya putusan yang bersifat comdemnatoir saja yang dapat dieksekusi. Hal ini disebabkan karena putusan yang bersifat comdemnatoir merupakan putusan yang bersifat menghukum dimana amar putusan berisi hukuman yang harus dilaksanakan salah satu pihak.148 Salah satu putusan yang bersifat comdemnatoir ialah putusan perceraian yang memuat kewajiban pemberian nafkah kepada mantan istri dan anak.

Perlu dipahami ialah putusan yang dieksekusi juga harus telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan tidak terdapat perlawanan terhadap sebuah putusan. Sebelum ekseskusi dilakukan maka yang harus dilakukan pertama sekali ialah mengajukan permohonan eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR/207 R.Bg, berbunyi :149

dengan putusan akan tetapi sering kali putusan yang dijatuhkan belum menyelesaikan persoalan karena putusan itu harus dapat dijalankan atau dilaksanakn. Suatu putusan putusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan maka dapat dikatakan tidak memiliki arti sama sekali. oleh karena itu putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial. Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 247. eksekusi adalah melaksanakan secara paksa putusan pengadilan debgan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankannya secara sukarela (vrijwiling). M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 6

147

Ibid

148

Nurhayati Harahap,Op.Cit, hal. 196

(22)

“Jika para pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi putusan dengan kemauannya sendiri maka pihak yang dimenangkan dapat memasukkan permintaan baik dengan lisan maupun dengan surat kepada Ketuan Pengadilan Negeri yang tersebut pada ayat pertama Pasal 206 R.Bg/ayat pertama pasal 195 HIR untuk menjalankan putusan itu. Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan suapaya ia memenuhi putusan itu serta memperingatkan suapaya ia memenuhi putusan itu didalam tempu yang ditentukan oleh ketua, selama-lamanya 8 hari”.

Jenis-jenis eksekusi yang biasa dilaksanakan, yaitu :150

1. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 197 HIR/208 R.Bg dan seterusnya dimana seorang dihukum untuk membayar sejumlah uang.

Pasal 197 HIR/208 R.Bg, berbunyi :151

“Jika sesudah lewat tempo yang ditentukan tempo itu belum juga dipenuhi putusan itu atau juga pihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil dengan patut tidak juga menghadap maka ketua atau pegawai yang dikuasakan itu karena jabatannya memberi perintah supaya disita sejumlah yang tidak bergerak dan jika tidak ada atau ternyata tidak cukup sejumlah barang tidak bergerak kepunyaan pihak yang dikalahkan kalu dikira cukup akan pengganti banyaknya uang yang tersebut dalam putusan dan ongkos pelaksanaan putusan itu dengan pengertian bahwa didaerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli penitaan itu baru boleh dilakukan atas harta pusaka jika ternyata tidak cukup harta pencarian baik yang bergerak maupun tidak bergerak”.

2. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR/259 R.Bg ayat (1), dimana seorang dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan.

Pasal 255 HIR/259 R.Bg ayat (1), berbunyi :152

“Apabila seseorang yang dihukum akan melakukan suatu perbuatan tidak melakukan perbuatan itu di dalam waktu yang ditentukan oleh Hakim maka pihak yang dimenangkan dalam putusan itu dapat meminta kepada Pengadilan Negeri supaya jumlah untung yang didapatnya, jika putusan itu dipenuhi dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti”.

150Sudikno Mertokusumo,Op.Cit, hal. 248. 151K. Wantjik Saleh,Loc.Cit

(23)

3. Eksekusi riil.

Berdasarkan uraian di atas maka eksekusi untuk nafkah terhadap istri dan anak untuk warga negara Indonesia non muslim jika mantan suami tidak melakukan pembayaran nafkah ialah eksekusi riil. Hal ini disebabkan karena eksekusi riil merupakan penerapan langsung dan paksaan yang tidak langsung dari pihak yang berkewajiban membayar nafkah (debitur) agar memenuhi pelaksanaan putusan.153

Tata cara eksekusi riil, sebagai berikut :154

1. Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Syarat ini merupakan prinsip umum dalam menjalankan eksekusi, termasuk eksekusi riil, kecuali dalam putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu dan dalam putusanprovisi.

2. Pihak yang kalah tidak mau mentaati dan mematuhi putusan secara sukarela. Eksekusi sebagai tindakan pemenuhan putusan pengadilan baru dapat berfungsi apabila pihak yang kalah dalam suatu sengketa tidak mau menjalankan atau memenuhi putusan secara sukarela.

3. Eksekusi riil baru dapat dijalankan setelah dilampaui tenggang waktu peringatan. Sebelum eksekusi secara fisik dilaksanakan maka sebelumnya harus ada peringatan agar pihak yang kalah melaksanakan pemenuhan terhadap kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dalam putusan pengadilan dalam

153

Sudikno Mertokusumo,Op.Cit, hal. 248-249 Dan Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10 Oktober 2016

(24)

jangka waktu yang ditentukan. Dimana jangka waktu tidak boleh melebihi dari 8 (delapan) hari. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan pemenuhan tersebut secara sukarela maka pihak yang menang dapat mengajukan permintaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Dengan adanya permintaan itu, Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan Juru Sita memanggil pihak yang kalah untuk diperingatkan, dalam persidangan insidental. Pada persidangan itulah pihak yang kalah diperingatkan untuk melaksanakan pemenuhan putusan, serta Ketua Pengadilan Negeri menentukan batas waktu pemenuhan putusan, yakni paling lama 8 (delapan) hari.

4. Mengeluarkan Surat Penetapan Perintah Eksekusi.

Apabila dalam jangka waktu peringatan pihak yang kalah tidak melaksanakan pemenuhan putusan dan masa peringatan sudah dilampaui, Ketua Pengadilan Negeri akan mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi yang berisi perintah kepada Panitera atau Juru Sita untuk melaksankan eksekusi pengosongan atau pembongkaran.

5. Panitera atau juru sita melaksanakan perintah eksekusi riil.

(25)

Pada bagian akhir setelah proses dilalui dan eksekusi riil selesai maka juru sita atau panitera mencantumkan atau membuat berita acara eksekusi riil.155Eksekusi riil yang dimaksud disini ialah terhadap nafkah (biasanya berupa uang yang harus dipenuhi oleh suami) yang telah ditetapkan hakim pengadilan negeri dalam putusan. Proses eksekusi yang dilakukan oleh pengadilan negeri akan lebih memberi kepastian akan putusan pengadilan yang dapat dilakukan eksekusi terhadap putusan tersebut secara khusus dalam hal ini putusan pengadilan negeri mengenai perceraian yang memuat tentang nafkah yang wajib dipenuhi oleh seorang mantan suami. Namun, jika langkah eksekusi tidak diambil maka dapat dilakukan paksa badan sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2000 Tentang Lembaga Paksa Badan, yakni upaya paksa tidak langsung dengan memasukkan debitur kedalam rumah tahanan melalui penetapan pengadilan untuk memaksa yang berkewajiban memenuhi kewajibannya.

(26)

BAB IV

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 182/Pdt.G/2014/PN.Mdn

A. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182/Pdt.G/2014/PN.Mdn

1. Gugatan

Gugatan dalam hukum acara perdata merupakan salah satu tindakan dimuka pengadilan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengailan untuk mencegah eigenrichting (perbuatan main hakim sendiri).156 Uraian surat gugatan dalam register perkara No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn di Pengadilan Negeri Medan, sebagai berikut :

a. Identitas para pihak, yaitu :

Penggugat yang bernama SP seorang perempuan, kewarganegaraan Indonesia, agama Kristen Katholik, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, umur 32 tahun, beralamat di Jalan Setia Gang Sosial No.3-A Medan, Kelurahan Tanjung Rejo. Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor Sarono, SH & Associates berdasarkan surat kuasa tertanggal 16 April 2014, beralamat di Jalan Merbau Lt. ll No. 10-D Medan mengajukan gugatan terhadap KAA seorang laki-laki, umur 33 tahun, kewarganegaraan Indonesia, agama Kristen Katholik, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Setia Gang Sosial

(27)

No. 3-A Medan Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan disebut sebagai Tergugat.

b. Posita ataufundamentum petendi, yaitu :157

1) Penggugat dan tergugat adalah suami isteri yang sah telah menikah secara resmi pada tanggal 11 April 2008 di Gereja Katholik Santho Antonius Hayam Wuruk Medan dihadapan pemuka agama katholik yang bernama P.Jan Vanmaurik OFM Cap, dan perkawinan antara penbggugat dan tergugat tersebut telah dicatatkan sdecara resmi di Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Kota Medan pada tanggal 06 Maret 2009 sesuai dengan kutipan Akta Perkawinan No. 552/T/MDN/2009 ;

2) Semula keadaan rumah tangga penggugat dengan tergugat berjalan dengan baik sebagaimana layaknya suami isteri rukun dan damai yang semula pasangan suami isteri tersebut setelah menikah tinggal bersama di rumah Jalan Setia Gang Sosial No. 3-A Medan, kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan ;

3) Hasil perkawinan tersebut diatas antara penggugat dengan tergugat telah dikaruniai anak 2 (dua) orang yang sehat masing-masing bernama : a) TSAS (anak pertama), perempuan, lahir di Medan tanggal 24

Desember 2008 sesuai dengan Akta Kelahiran No. 1.011/U/ Mdn/2009 tertanggal 19 Pebruari 2009 ;

(28)

b) SI, (anak kedua), laki-laki, lahir di Medan tanggal 19 Pebruari 2010 sesuai dengan Akta Kelahiran No.26.216/T/Mdn/2010 tertanggal 01 Nopember 2010;

Kedua anak-anak tersebut diatas sekarang dibawah asuhan penggugat selaku ibu kandungnya, sementara biaya kehidupannya selama ini ditanggung oleh penggugat selaku ibu kandungnya;

4) Semula keadaan rumah tangga antara penggugat dengan tergugat berjalan dengan baik, namun kemudian menjelang awal tahun 2012, tergugat sudah mulai berubah dimana tergugat selalu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit/memberitahu penggugat dan kalau ditanya selalu marah-marah, sehingga timbul kecurigaan bagi penggugat;

5) Kecurigaan penggugat ternyata benar, dimana tergugat telah mempunyai isteri lagi dan telah mempunyai anak-anak, sehingga sejak itu selalu terjadi pertengkaran yang tidak berkesudahan/terus menerus dan tergugat juga sudah tidak mau lagi bertanggung jawab dengan keluarga/isteri dan anak-anak termasuk memberikan nafkah, baik nafkah bathin bagi penggugat (istri) dan nafkah lahir bagi isteri dan anak-anak;

(29)

sudah pisah ranjang sampai dengan sekarang dan tentunya sudah tidak melakukan hubungan layaknya suami isteri lagi;

7) Keadaan rumah tangga antara penggugat dan tergugat, pihak keluarga sudah pernah melakukan upaya untuk didamaikan agar bisa kembali seperti semula, tetapi selalu gagal, sebab masing-masing pihak (penggugat dan tergugat) tidak ada yang mau mengalah, terutama penggugat yang memang sudah tidak suka lagi hidup bersama dengan tergugat, sehingga dengan keadaan ini beralasan bagi penggugat untuk mengajukan gugatan perceraian ini di Pengadilan Negeri Medan agar perkawinan antara penggugat dengan tergugat diputuskan dengan jalan perceraian;

8) Keadaan rumah tangga antara penggugat dengan tergugat sudah sulit untuk dibina kembali disatukan, maka melalui gugatan ini penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Medan untuk dapat memutuskan perkawinan antara penggugat dengan tergugat dengan jalan perceraian agar masing-masing pihak dapat memilih dan menjalani kehidupannya dimasa depan dan sekaligus memerintahkan Kantor Catatan Sipil Kota Medan/kantor kependuukan Kota Medan untuk mencatatkan perceraian ini dan menerbitkan Akta Perceraian antara penggugat dan tergugat;

(30)

agar hak asuh tersebut jatuh kepada penggugat selaku ibu kandungnya sampai anak-anak tersebut dewasa;

c. Petitumatau tuntutan, yaitu :158

1) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya ;

2) Menyatakan perkawinan antara penggugat dengan tergugat sesuai dengan kutipan Akta Perkawinan No. 552/T/MDN/2009 tanggal 06 Maret 2009, putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya ;

3) Memerintahkan kepada Kantor Catatan sipil/Kepala Kantor Kependudukan Kota Medan untuk melakukan pendaftaran putusan ini dan menerbitkan Akta Perceraian antara penggugat dengan tergugat tersebut diatas ;

4) Menyatakan hak asuh anak-anak yang masih dibawah umur yakni : Tanesha Angelina Sweta dan Satish Imanuel jatuh kepada penggugat selaku ibu kandungnya sampai anak-anak tersebut dewasa ;

5) Menghukum penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini ;

2. Jawaban

Jawaban tergugat atas gugatan yang diajukan penggugat setelah usaha perdamaian yang dilakukan oleh hakim tidak berhasil.159 Uraian jawaban dalam

158

Petitum atau tuntutan adalah apa yang oeh penggugat diminta atau diharapkan agar diputuskan oleh hakim.Ibid, hal. 55

159Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu :

(31)

register perkara No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn di Pengadilan Negeri Medan, sebagai berikut :

a. SP sebagai seorang isteri tidak pernah merasa cukup atas pemberian nafkah yang tergugat berikan, berapapun yang tergugat kasih tetap merasa kurang, sehingga mengharuskan tergugat mencari penghasilan tambahan pada waktu senggang;

b. SP sebagai isteri hanya butuh duit saya saja, tetapi tidak pernah melayani saya sebagai seorang suami baik memenuhi nafkah lahir dan batin;

c. SP selalu pergi meninggalkan rumah tanpa pemberitahuan kepada saya dengan alasan mengajar les bahasa Inggris;

Berdasarkan uraian di atas, maka jika isteri saya SP menginginkan perceraian ini, saya bersedia dan merelakannya serta saya meminta kepada majelis hakim agar hak asuh kedua anak kami tidak diberikan kepada saya selaku Bapak dari kedua anak kami maupun SP selaku Ibu dari kedua anak kami. Hak asuh sebaiknya diberikan kepada orang tua saya, yakni Bapak AS dan Ibu Y sebagai kakek dan nenek mereka atau dapat juga hak asuh diberikan kepada kedua orang tua isteri saya serta saya diperbolehkan untuk menjenguk kedua anak kami;

3. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan

No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn

Pertimbangan hakim merupakan langkah-langkah hakim dalam menghasilkan putusan yang sesuai dengan keadilan. Bagi hakim dalam mengadili suatu perkara

(32)

terutama yang dipentingkan ialah fakta atau peristiwa dan bukan hukumnya karena hukum hanya sebagai alat sedangkan yang bersifat menentukan ialah peristiwanya.160 Berdasarkan peristiwa atau fakta maka hakim dapat memberikan pertimbangan dan menyesuaikan aturan hukum mana yang sesuai terhadap sebuah peristiwa.

Uraian dari pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Medan No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn, sebagai berikut :

a. Persoalan dalam perkara ini adalah antara penggugat adan tergugat, menurut penggugat bahwa antara penggugat dan tergugat sering cekcok, dan ahirnya mereka sudah pisah rumah lebih kurang sudah 2 (dua) tahun, dan tergugat telah menikah dengan perempuan lain dan telah mempunyai seorang anak dengan perempuan tersebut;

b. Tergugat dalam jawabannya tidak membantah dalil gugatan penggugat, tetapi penggugat untuk membuktikan dalil gugatannya telah mengajukan bukti baik surat maupun saksi-saksi sebagaimana tersebut diatas;

c. Bukti P-1, berupa kutipan Akta Perkawinan No.552/T/MDN/2009, antara penggugat dan tergugat, telah dapat membuktikan bahwa antara penggugat dan tergugat adalah suami isteri yang sah;

(33)

Imanuel, dan mengenai kedua anak tergugat dan tergugat tersebut dikuatkan pula oleh bukti P-3 dan P-4, dimana disebutkan bahwa Tanesha Angelina Sweta lahir di Medan tanggal 24 Desember 2008 anak pertama dari suami isteri Karelus Arul Ananthan (tergugat) dan Santhera Perba (penggugat ), serta Satish Imanuel lahir di Medan tanggal 19 Februari 2010 anak kedua dari suami isteri Karelus Arul Ananthan (tergugat) dan Santhera Perba (penggugat);

e. Bukti P-5 berupa surat keterangan dari kepala Sekolah Rainbow Schoolyang menerangkan bahwa penggugat adalah seorang guru disekolah tersebut hal tersebut, demikian pula bukti P-6 yang merengakan bahwa penggugat adalah sebagai tenaga pengajar di Playgroup department International Education Centre, hal tersebut dapat membiuktikan bahwa penggugat mempunyai pekerjaan dan dapat membiayai anak-anaknya;

f. Bukti P-7 berupa foto-foto yang menurut Penggugat foto tergugat dengan isteri barunya beserta anaknya yang beredar didunia maya (Facebook) hal tersebut dapat membuktikan dalil penggugat bahwa tergugat telah kawin lagi dengan orang lain dan telah mempunya seorang anak, disamping itu dalil penggugat tersebut tidak dibantah oleh tergugat;

(34)

menerangkan bahwa penggugat dan tergugat sering cekcok yang menyebabkan mereka sudah 2 (dua) tahun pisah rumah dan bahkan tergugat sudah menikah lagi dengan perempuan lain dan telah mempunyai seorang anak dengan perempuan tersebut;

h. Bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat, baik bukti surat maupun saksi-saksi, penggugat telah dapat membuktikan dalil gugatannya, sedangkan tergugat tidak membantah dan tidak mengajukan alat bukti, sehingga gugatan penggugat harus dikabulkan;

i. Petitum pertama, terlebih dahulu harus dipertimbangkan petitum yang lainnya terlebih dahulu ;

j. Petitum kedua mengenai perceraian, oleh karena penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya, maka petitum kedua ini dapat dikabulkan; k. Petitum ketiga, karena perceraian dikabulkan maka sudah seharusnya putusan

perceraian tersebut dikirimkan ke kantor catatan sipil dan kependudukan Kota Medan, sehingga petitum ketiga tersebut dapat dikabulkan;

(35)

m. Petitum kelima, oleh karena gugatan penggugat dikabulkan, dan tergugat dipihak yang kalah, maka sudah seharusnya tergugat dihukum membayar biaya perkara;

n. Semua petitum gugatan penggugat tidak ada yang ditolak, maka gugatan penggugat haruslah dikabulkan untuk seluruhnya;

Setelah hakim memberi pertimbangan hukum berdasarkan gugatan dan alat bukti yang diajukan kepersidangan maka pada tahap akhir hakim memberi putusan.161 Putusan Pengadilan Negeri Medan No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn, sebagai berikut :

a. Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya;

b. Menyatakan perkawinan antara penggugat dengan tergugat sesuai dengan kutipan Akta Perkawinan No. 552/T/MDN/2009, tanggal 06 Maret 2009, putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya;

c. Memerintahkan kepada Kantor Catatan Sipil/Kepala Kantor Kependudukan Kota Medan untuk melakukan pendaftaran putusan ini dan menerbitkan Akta Perceraian antara penggugat dengan tergugat tersebut diatas;

d. Menyatakan hak asuh anak-anak yang masih dibawah umur yakni : TSAS (anak pertama) dan SI (anak kedua) jatuh kepada penggugat selaku ibu kandungnya sampai anak-anak tersebut dewasa;

e. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 501.000,-(lima ratus seribu rupiah).

(36)

4. Analisa Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn

Hukum acara perdata merupakan salah satu hukum formil yang dikenal di Indonesia.162Hukum acara perdata yang meliputi ketentuan-ketentuan yang memberi jalan cara bagaimana subjek hukum harus bertindak untuk dapat memulihkan kembali haknya tanpa melanggar hukum163 baik melalui gugatan atau permohonan.164 Gugatan menjadi bagian yang sering diperhatikan. Hal ini disebabkan karena gugatan merupakan sengketa para pihak yang menganggap adanya kerugian yang dialami atau adanya hak-hak keperdataan yang dilanggar oleh pihak lain. Konsep tersebut menghasilkan penyebutan untuk pihak yang memasukkan gugatan disebut penggugat dan pihak yang menjadi lawan disebut tergugat.

Hukum acara perdata dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari asas-asas yang dikenal didalamnya. Asas-asas hukum acara perdata, yaitu :165

a. Hakim Bersifat Menunggu, b. Hakim Bersifat Pasif, c. Persidangan yang Terbuka, d. Mendengar Kedua Belah Pihak,

e. Putusan Harus Disertai Dengan Alasan-Alasan, f. Beracara Dikenakan Biaya,

g. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan, h. Probatio Plena,

i. Ultra Ne Petita,

162 Hukum acara dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : hukum acara perdata, hukum acara pidana dan hukum acara tata usaha negara. Lihat E. Utrecht,Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ichtiar, 1966), hal. 67

163M. Abdurrachman,Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2008), hal. 3 164 Disamping memberikan putusan terhadap perkara perdata yang berdasarkan gugatan, Pengadilan Negeri juga memberikan penetapan terhadap perkara perdata berdasarkan permohonan. K. Wantjik Saleh,Op.Cit, hal. 96

165 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 10-18 Dan Laila M. Rasyid & Herinawati, Modul

(37)

j. Unus Testis Nullus Testis.

Proses persidangan perdata asas-asas di atas diterapkan secara maksimal. Artinya, masing-masing dari asas tersebut digunakan dari proses gugatan sampai menjatuhkan putusan.

Penjatuhan putusan perdata oleh hakim pengadilan negeri jika dikaitkan dengan asas-asas hukum perdata maka hakim memeriksa perkara bersifat pasif dalam arti hanya sebatas dalil-dalil gugatan yang disampaikan kemudian putusan pun hanya sebatas yang dimintakan dalampetitumtidak boleh diluar daripetitumsesuai dengan asas Ultra Ne Petita (berbanding terbalik dengan pembuktian pidana dimana hakim dapat menyelidiki perkara itu lebih dari fakta yang terungkap oleh jaksa jadi hakim dilarang mengabulkan lebih daripada yang inginkan para pihak).166Hakim pengadilan negeri sebelum menjatuhkan putusan perdata secara khusus dan untuk acara persidangan lainnya secara umum harus memiliki pertimbangan hukum atau dikenal dengan istilah disertai alasan-alasan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi :

“Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan”.

Putusan Pengadilan Negeri Medan No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn memuat putusan yang didasarkan atas dalil dan tuntutan dari penggugat. Hal itu didasarkan dengan pertimbangan hukum dari hakim yang secara utuh mempertimbangkan

(38)

gugatan dan alat bukti yang diajukan untuk membuktikan gugatannya. Perceraian yang terjadi didalam Putusan Pengadilan Negeri Medan No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn disebabkan karena tergugat atau suami penggugat menjelang awal tahun 2012, tergugat sudah mulai berubah dimana tergugat selalu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit atau memberitahu penggugat atau istri dan kalau ditanya selalu marah-marah, sehingga timbul kecurigaan bagi penggugat. Kecurigaan penggugat ternyata benar, dimana tergugat telah mempunyai isteri lagi dan telah mempunyai anak-anak, sehingga sejak itu selalu terjadi pertengkaran yang tidak berkesudahan/terus menerus dan tergugat juga sudah tidak mau lagi bertanggung jawab dengan keluarga/isteri dan anak-anak termasuk memberikan nafkah, baik nafkah bathin bagi penggugat (istri) dan nafkah lahir bagi istri dan anak-anak. Dalil tersebut dibuktikan penggugat dengan keterangan saksi yang mengetahui keadaan tersebut, yakni orang tua dan paman penggugat. Perselingkuhan juga terbukti dari foto-foto yang menurut Penggugat foto tergugat dengan istri barunya beserta anaknya yang beredar didunia maya (Facebook) hal tersebut dapat membuktikan dalil penggugat bahwa tergugat telah kawin lagi dengan orang lain dan telah mempunya seorang anak dimana hal tersebut tidak dibantah oleh oleh tergugat. Selanjutnya, permasalahan anak jatuh ketangan penggugat disebabkan karena usia anak masih dibawah umur dan mampu membiayainya karena penggugat bekerja dan gaji yang diperolehnya dianggap cukup oleh Majelis Hakim.

(39)

oleh penggugat dalam hal ini ialah istri hanya mengenai penguasaan anak dan perceraian tidak ada menyangkut nafkah untuk mantan istri maupun anak.

Terkait hal tersebut apa yang menjadi putusan pengadilan tidak menjadi kekeliruan karena berdasarkan asas Ultra Ne Petita yakni hakim hanya boleh mengabulkan sesuai yang dituntut, tidak boleh mengabulkan lebih daripada yang dituntut penggugat dan hanya terikat pada alat bukti yang sah ataupreponderance of evidence.167 Namun, bagaimana jika hal tersebut dihadapkan ke salah satu asas hukum yang paling utama, yakni keadilan. Dalam setiap putusan pengadilan di Indonesia secara khusus putusan peradilan perdata didalamnya termuat irah-irah atau didalam kepala putusan terdapat kalimat ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, artinya keadilan yang diupayakan oleh hakim tetap mengacu kepada konsep ketuhanan yang mana memandang setiap makhluk sama dan tidak ada pembedanya.

Putusan Pengadilan Negeri Medan No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn dalam petitumpenggugat memang tidak memuat tuntutan nafkah akan tetapi keadaan nafkah nafkah anak (mungkin tidak akan jadi permasalahan jika istri tidak memperoleh nafkah karena memang ia tidak meminta dalam gugatannya). Seharusnya hakim jauh memandang dan berkeyakinan sesuai dengan amanat undang-undang yang membebankan kepada bapak atau mantan suami untuk memenuhi semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak yang mana ini terjadi baik anak dalam

(40)

penguasaannya atau tidak.168 Seorang anak tidak mungkin akan mengerti mengenai nafkah sedangkan sebagai subjek hukum perdata juga belum dapat dikatakan dewasa, dimana secara keperdataan 21 (dua puluh satu) tahun. Hakim memandang keadaan demikian dapat menerapkan hukum atau undang-undang seharusnya tanpa memandang gugatan tetapi lebih menggunakan asas keadilan. Konsep keadilan dalam hukum jika dipandang dari H.L.A Hart menyatakan bahwa keadilan adalah nilai kebajikan yang paling legal (the most legal of virtues), atau dengan meminjam istilah cicero, keadilan adalah habitus animi, yakni keadilan merupakan atribut pribadi (personal attribute).169 keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih kasih; melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya.170

Pada bagian lain dari buku republic dari plato mengatakan bahwa karena keadilan sebenarnya merupakan masalah ”kesenangan” (convenience) dari seseorang, yang saling berbeda-beda atau bahkan saling bertentangan antara satu orang dengan orang lainnya, maka akhirnya keadilan hanyalah suatu bentuk kompromi.171

Plato, filosof yunani terkenal lainnya yaitu aristoteles menyatakan bahwa ukuran keadilan adalah bahwa:172

168Pasal 41 huruf b Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 169Megarita,Loc.Cit

170

Rahman, Teori Keadilan, https://rahmanjambi43.wordpress.com/2015/02/06/makalah-teori-keadilan/, diakses 10 April 2016

(41)

1. seorang tidak melanggar hukum yang berlaku, sehingga keadilan berarti ”law full” yaitu hukum tidak boleh di langgar dan aturan hukum harus di ikuti, dan 2. seorang tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga keadilan berarti

persamaan hak (equal).

Salah satu cara pembagian keadilan oleh filosofi aristoteles adalah seperti yang terdapat dalam bukuya Etika, aristoteles membagi keadilan ke dalam dua golongan sebagai berikut:173

2) Keadilan distributif, yakni dalam hal pendistribusian kehormatan atau kekayaan apapun kepemilikan lainnya kepada masing-masing anggota masyarakat dan

3) Keadilan korektif yakni keadilan yang bertujuan untuk mengkoreksi terhadap kejadian yang tidak adil.

Para filosof yunani memandang keadilan sebagai suatu kebijakan individual (individual virtue). Sehingga dalam institute of justinian, diberikanlah defenisi keadilan yang sangat terkenal itu, yang mengartikan keadilan sebagai tujuan yang kontinu dan konstan untuk memberikan kepada setiap haknya, ”justice is the constant and continual purpose which gives to everyone his own”.174

Artinya, pandangan para ahli hukum barat lebih mengarahkan konsep keadilan kepada pembagian hak seseorang secara kesesuaian dan berkelanjutan. Sebagai perbandingan, hukum islam juga memberikan pandangan terhadap keadilan. Keadilan menurut hukum islam secara etimologi, al-adlu berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain atau secara terminologis adil

(42)

adalah mempersamakan sesuatu dengan yang lain baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran sehingga sesuatan itu menjadi tidak berat sebelah dan menjadi tidak berbeda antara yang satu dengan yang lain atau adil juga berpihak atau berpegang kepada kebenaran.175 Keadilan atau adail sangat erat kaitannya dengan hak dan kewajiban sehingga hak seseorang juga harus diberika secara adil dalam artian sesuai dengan hak atau penempatan sesuatu sebagaimana mestinya atau memberikan hak kepada pemiliknya melalui jalan yang terdekat atau efektif.176

Uraian dari para pemikir barat dan hukum islam sama bahwa keadilan ialah menempatkan hak seseorang sesuai dengan bagiannya masing-masing. Berdasarkan hal tersebut seharusnya putusan hakim lebih kepada amanat yang tertera dalam undang-undang karena memang seharusnya ayahnya tetap harus memenuhi segala kebutuhan anak sampai dewasa. Keadaan tersebut juga ditambah dengan adegium yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat bahwa ”mantan istri ada akan tetapi mantan anak tidak ada begitu juga sebaliknya mantan suami ada tetapi mantan anak tidak pernah ada”. Penggamabaran dalam adegium tersebut menunjukkan begitu erat sebenarnya pertalian antar kedua orang tua dengan anak walaupun orang tuany telah terpisah akibat perceraian.

Selanjutnya, dalam Pasal 41 huruf c juga disana memperbolehkan memberi nafkah kepada mantan isti namun keadaan tersebut selalu dalam praktek diasumsikan dengan putusan pengadilan yang didasarkan tuntutan. Padahal yang tercantum disana

175 Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dlam Fiqih Dan Ushul Fiqih, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 94-95

(43)

tidak harus ada proses tuntutan dalam petitum pemaknaan pasal tersebut yang mengadung kalimat ”pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan kewajiban bagi bekas istri”. artinya, jika dari segi keadilan hakim boleh memutus diluar dari tuntutan jika hakim meyakini jika tanpa nafkah tertentu dari mantan suami maka mantan istri akan terlantar atau kemungkinan jatuh miskin.

Konsep keadilan penting dalam setiap pengambilan keputuan namun demikian jika hakim tetap berpegang teguh pada keyakinannya yang terkandung dalam asas hukum perdata, yakniUltra Ne Petitamaka hakim masih belum mampu menjalankan tujuan hukum secara maksimal dan cenderung akan melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi :

”Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

(44)

Setelah proses perceraian mencapai putusan baik memuat nafkah anak dan mantan istri ataupun tidak, perceraian itu tetap harus didaftarkan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, berbunyi :

”Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh pegawai pencatat kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuh putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap”.

Merujuk dari pasal di atas maka di Kota Medan, pencatatan perceraian dilakukan di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil untuk memperoleh akta perceraian. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh akta perceraian dari Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota medan, yaitu :177

a. Melampirkan putusan Pengadilan Negeri Medan yang telah berkekuatan hukum tetap,

b. Akta perkawinan asli,

c. Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), d. Akta kelahiran,

e. Bagi warga negara Indonesia keturunan yang sudah ganti nama membawa surat bukti ganti nama,

(45)

f. Bagi warga negara asing yang melakukan perceraian yang bersangkutan membawa dokumen imigrasi.

Prosedur pelayanan pencatatan perceraian, sebagai berikut:178

a. Pemohon mengisi formulir dengan melampirkan persyaratan secara lengkap,

b. Petugas melakukan verifikasi dan validasi data atas isian formulir dan mencatat dalam register perceraian, menerbitkan kutipan akta perceraian dan selanjutnya diteliti dan diparaf oleh pejabat teknis pada bidang pencatatan sipil,

c. Kepala instansi pelaksana menandatangani buku register dan kutipan akta perceraian,

d. Proses pembuatan akta perceraian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah persyaratan dinyatakan lengkap.

Proses penerbitan akta perceraian merupakan tahapan akhir dalam rangkaian dari semua tindakan perceraian untuk warga negara Indonesia yang non muslim.

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka kesimpulan yang dapat diberikan, yaitu :

1. Pengaturan dan Tanggung jawab suami terhadap nafkah kepada anak dan istri pasca perceraian bagi warga negara Indonesia yang non muslim tercantum dalam Peraturan perundang-undangan Pasal 45 dan Pasal 47 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang PerkawinanjoPasal 8 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil jo Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Namun, pengaturan dalam peraturan perundang-undangan itu tidak termuat besarnya jumlah nafkah dan jenis-jenis nafkah yang harus dibebankan kepada suami kecuali untuk anak tercantum jelas tentang biaya pendidikan dan pemeliharaan sedangkan kepada istri hanya diatur hak istri dari seorang suami yang berprofesi sebagai PNS yang mendapat ½ dari gaji dan jika ada anak maka akan dibagi 1/3 atas masing-masing pihak sampai istri menikah lagi dengan laki-laki lain akan tetapi untuk anak tetap diberi nafkah.

(47)

2. Upaya hukum jika suami tidak memberikan nafkah kepada istri dan anak pasca perceraian bagi warga negara Indonesia yang non muslim ialah melakukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri karena putusan perceraian disertai nafkah didalamnya termasuk kedalam putusan comdemnatoir yang mana jelas bahwa objek eksekusi yang dimaksud ialah nafkah yang tidak dibayar oleh mantan suami.

3. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pemberian nafkah istri dan anak di dalam putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182/Pdt.G/2014/PN.Mdn dimana hakim dalam pertimbangannya tidak memasukkan unsur nafkah dan tidak memutus persoalan nafkah disebabkan penggugat dalam gugatannya tidak menguraikan persoalan tuntutan nafkah hanya perceraian dan hak penguasaan anak sehingga sesuai dengan asasultra ne petita, hakim hanya memutus berdasarkan tuntutan dalam petitum gugatan. Namun, seharusnya hakim tetap memutus persoalan nafkah juga karena sesuai dengan konsep keadilan yang menghendaki perlakuan yang sama terhadap sesorang yang mana didalam undang-undang perkawinan telah ada diatur perihal kewajiban suami memberi nafkah kepadan mantan istri dan anak yang teknis pemberian pengadilan harus menetapkannya walaupun tanpa diminta.

B. Saran

(48)

1. Diharapkan lembaga legislatif melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sehingga persoalan nafkah bagi mantan istri jelas pengaturannya terutama jenis-jenis nafkah yang dapat diberikan kepada mantan istri seperti yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam.

2. Diharapkan agar lebih mempertegas persoalan nafkah yang tidak ingin dibayarkan oleh mantan suami terhadap anak dan mantan istrinya selain upaya eksekusi disusun klausula atau aturan pidana sehingga tidak ada lagi mantan suami yang enggan memenuhi nafkah kepada mantan istri dan anak.

Referensi

Dokumen terkait

Penangkaran bibit lada di polibag untuk dijual/disalurkan kepada petani/pengguna bibit lada dilakukan menggunakan stek lada satu ruas berdaun tunggal varietas Natar 1, sumber

Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah tidak, terlebih

Berilah kami ilmu yang bermanfaat, kefahaman yang luas dan amalan yang engkau terima selama kami mengikuti Diklat ini dan berilah kami kemampuan untuk dapat melaksanakannya di tempat

Pelaksanaan pembimbingan oleh Supervisor 2 matakuliah PKP pada mahasiswa program S1 PGSD di UPBJJ-UT Surakarta sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun

Memori jenis ini telah dibuktikan memberikan manfaatnya yang besar dibidang pengolahan citra paralel terutama untuk memproses masalah citra yang bersifat lokal (misalnya:

Pelayanan Makanan Rumah Sakit dan Asupan Makanan dengan Perubahan Status Gizi Pasien (Studi di RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak). Jurnal

Dari beberapa dimensi dasar untuk men- definisikan komunikasi di atas, pada dasarnya ki- ta dapat menarik benang merah sebagai berikut; (1) Komunikasi merupakan proses di mana

Hal ini dapat terjadi karena ketika informasi rendah, keyakinan terhadap kesuperioran nama merek induk merupakan cue yang dipertimbangkan penting untuk memperkuat