• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pekerja Anak di Perkotaan (Studi Kasus Anak Penyapu Angkot di Terminal Pinang Baris Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pekerja Anak di Perkotaan (Studi Kasus Anak Penyapu Angkot di Terminal Pinang Baris Medan)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tulisan ini mendeskripsikan tentang pekerja anak di perkotaan tepatnya Kota Medan, dalam hal ini kasus Anak penyapu angkot di Pinang Baris. Persoalan pekerja anak bahkan menjadi kian kompleks dan sulit terpecahkan tatkala krisis ekonomi melanda sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia. Salah salah satu indikator sebuah negara dikatakan maju dan berkembang dilihat dari pembangunan yang telah dilakukan oleh sebuah negara tersebut. Pembangunan di banyak tempat melanda dan merupakan ciri zaman modern, dan pertumbuhan penduduk semakin bertambah dan sempitnya lapang pekerjaan merupakan berdampak buruk akan kehidupan masa depan anak. Akibatnya menampilkan kesenjangan ekonomi dan pendistribusian modal yang tidak adil.

Indonesia merupakan masih dikatakan dalam negara berkembang karena negara Indonesia dalam tahap mencontoh negara maju. Muhamad Joni dan Zulchaina (1999:2)1, mengatakan pembangunan ekonomi membuat masalah lain yang mengejutkan, diantaranya adalah pekerja anak, pekerja seks anak/

trackfiking anak, dan kekerasan serta penyiksaan terhadap anak. Munculnya pekerja anak dalam berbagai sektor disebabkan sulitnya memenuhi kebutuhan

1

(2)

anak dalam keluarga sehingga memaksa anak untuk terjun dalam sektor industri maupun prostitusi.

Dampak dari kesenjangan ekonomi ini membuat masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari akibat lapangan pekerjaan yang sempit. Akibat dari kesenjangan ekonomi, orang tua maupun anak-anak terpaksa mengambil tindakan segala cara untuk menafkahi keluarga maupun diri sendiri. Ketepurukan dalam perekonomian keluarga, orang tua acap kali menggunakan anaknya dalam mencari nafkah, anak dianggap bisa membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biasanya keluarga yang hidup dalam kemiskinan memaksa anak untuk meringankan kebutuhan keluarga maupun diri sendiri si-anak. Orang tua mengunakan anak mereka untuk mencari nafkah maupun sekedar membantu orang tua. Mereka menganggap bahwasanya seorang anak wajib membantu orangtuanya. Dengan pola fikir orangtua seperti itu memaksa anak bekerja dibawah umur, justru dianggap sebagai kekerasan terhadap anak dalam bentuk mengambil hak anak. Mereka akan kehilangan waktu bermain dan belajar sebagaimana seorang anak yang masih tahap belajar dan bermain serta mengenal lingkungan sekitarnya.

(3)

melainkan harus diberi bantuan dan dilindungi. Karena Anak adalah mahluk sosial seperti juga orang dewasa, anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf perkembangan yang penuh dengan perasaan, pikiran, kehendak sendiri, kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembanganya.

Menurut Bachofen (1861:7), diseluruh dunia keluarga manusia berkembang melalui empat tingkat evolusi, dalam zaman yang telah jauh lampau dalam masyarakat manusia ada keadaan promiskuitas, dimana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok dan laki-laki serta wanita berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunan tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti masyarakat belum ada pada waktu itu. Keadan ini dianggap merupakan tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat manusia. Lambat laun manusia sadar akan hubungan antara si ibu dengan anak-anaknya sebagai suatu kelompok keluarga inti dalam masyarakat, karena anak-anak hanya mengenal ibunya tetapi tidak mengenal ayahnya. Dalam kelompok keluarga inti serupa itu, ibulah yang menjadi kepala keluarga2. Keluarga tempat pertama bagi anak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan psikologis mereka, berupa perhatian, kasih sayang, perlindungan dan hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.

2

(4)

Menurut Ki Hajar Dewantara (2011:19), memiliki keyakinan bahwa pendidikan bagi bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah, dan organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak kemunculan adab kemanusiaan sampai sekarang keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia. Begitupula adanya dengan anak-anak pekerja penyapu angkot, apabila terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka, maka akan memungkinkan dirinya memiliki keyakinan yang positif, cara pandang positif terhadap dirinya sendiri, dan bentuk karakter diri yang positif pula. Karena karakter mencangkup keinginan seseorang untuk melakukan yang terbaik, kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, kognisi dari pemikiran kritis dan alasan moral, dan pengembangan keterampilan interpersonal dan emosional yang menyebabkan kemampuan individu untuk bekerja secara efektif dengan orang lain dalam situasi setiap saat 3. Kerakter menurut Thomas Lickona yaitu (dalam Glanzer, 2006:532): character as “knowing the good, desiring the good, and doing the good

(mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan dan melakukan segala sesuatu yang baik). Sebaliknya, bila kebutuhan psikologis tidak atau terpenuhi maka anak akan sulit mengembangkan citra diri dan karakter positif dalam dirinya. Karena anak merupakan generasi pemegang keberhasilan dunia di masa yang akan datang, dan anak-anak merupakan harapan untuk memajukan negara di masa depan. Pendidikan diberikan baik secara formal maupun secara informal, baik

3

(5)

pendidikan di keluarga, di sekolah, ataupun di masyarakat, juga pendidikan akademis, agama maupun moral, merupakan cara-cara mempersiapkan anak sebagai generasi penerus bangsa.

Banyak sekali fenomena yang menimpa bangsa Indonesia saat ini, terlebih-lebih anak yang terlantar dan hidup dijalanan. Adapun masalah anak-anak tersebut antaranya penyalahan narkoba, kekerasan fisik maupun kekerasan non-fisik pada anak-anak, trackfiking anak, eksploitasi anak, hingga anak yang terpaksa bekerja. Gejala sosial anak jalanan yang merupakan akibat langsung dari krisis di berbagai bidang masih menjadi fenomena sosial di kota – kota besar. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data terbaru jumlah penduduk Indonesia, per September 2014, jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat sebesar 2.773 juta orang atau mencapai 10.96% dari keseluruhan penduduk. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dengan pendekatan kemiskinan di pandang sebagai ketidakmampuan darisisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

Perkembangan isu pekerja anak di Indonesia dapat dirunut sejak dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang berbunyi sebagai berikut:

(6)

b. Bahwa agar setiap anak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baiksecara rohani, jasmani maupun sosial.

c. Bahwa di dalam masyarakat terdapat pula anak-anak yang mengalami hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi.

d. Bahwa pemeliharaan kesejahteraan anak belum dapat dilaksanakan oleh anak sendiri.

e. Bahwa kesempatan, pemeliharaan dan usaha menghilangkan hambatan tersebut hanya akandapat dilaksanakan dan diperoleh bilamana usaha kesejahteraan anak terjamin.

f. Bahwa untukmencapai maksud tersebut perlu menyusun Undang-undang yang mengatur kesejahteraan anak4.

Ini merupakan titik awal perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah anak. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk upaya penanganan pekerja anak yang diletakkan dalam kerangka strategi pengurangan (eliminasi) dengan melibatkan anak secara langsung sebagai narasumber dan partisipan utama.

Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Namun masih banyak pekerja anak di perkotaan, masih jauh dari hidup sejahtera, sering sekali kita lihat anak yang bekerja, terkhusus di kota-kota besar termasuk kota Medan. Penelitian ini mendeskripsikan

4

(7)

bagaimana perkembangan anak baik secara fisik dan nonfisik, termasuk sisi psikologis diri pekerja anak tinjauan budaya. Menurut Kardiner, Linton (James Danandjaja 1988: 53 ), dan Kawan-kawan, struktur Kepribadian yang dimiliki oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat pengalaman mereka pada masa kanak-kanak yang sama.

Kota Medan bisa dikatakan salah satu kota tak layak anak, dikarenakan pertumbuhan penduduknya yang semakin hari semakin meningkat, lapang pekerjan yang terbatas menimbulakan banyaknya penganguran sehingga mengakibatkan tingginya angka kriminalitas di kota ini. Kriminalitas kota Medan merupakan salah satu kota tertinggi kriminalitasnnya secara tidak langsung akan mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak dewasa kelak. Begitu pula dengan anak-anak yang bekerja di terminal Pinang Baris Medan. Mereka setiap harinya menghabiskan waktu bekerja dan bermain dengan teman-teman sebayanya di tempat mereka bekerja sehari-hari.

Mereka berangkat sekolah hingga pulang kembali ke rumah lalu pergi bekerja menyapu angkot, begitu setiap harinya. Tempat bekerja adalah sekaligus tempat bermain bagi mereka. Hal ini akan berpengaruh pada petumbuhan dan perkembangan secara sosial dan psikologis mereka dewasa kelak dan tidak menutup kemungkinan pengalaman masa kanak-kanak mereka ini akan menentukan kepribadiannya.

(8)

terminal tersebut, secara tidak langsung ini dapat mempengaruhi tumbuh kembang sosial psikologis mereka.

Terminal Pinang Baris merupakan salah satu lokasi strategis di Kota Medan sebagai tempat aktifitas anak-anak jalanan, terminal ini khusus menampung bus-bus antar provinsi dan dalam Provinsi Aceh, kota Pangkalan Brandan, kota Binjai, kota Stabat, Brastagi dan sekitarnya. Kawasan terminal Pinang Baris juga memiliki status yang sama dengan Amplas yaitu sebagai lokasi bekerja anak jalanan dan sekaligus tempat tinggal. Di sinilah anak-anak beraktivitas bekerja sebagai penyapu angkot. Menurut hasil penelitian Misran Lubis, dkk Pengkajian Ulang tentang Situasi Anak Jalanan Kota Medan5.

Terminal Terpadu Pinang Baris (TTPB) adalah salah satu dari 2 terminal terpadu perhubungan darat terbesar di Kota Medan. Terminal ini khusus menampung bus-bus antar Provinsi dan dalam Provinsi Aceh, kota Pangkalan Brandan, kota Binjai, kota Stabat, Brastagi dan sekitarnya. Kawasan terminal Pinang Baris juga memiliki status yang sama dengan Amplas yaitu sebagai lokasi bekerja anak jalanan dan sekaligus tempat tinggal. Terminal Pinang Baris kondisi ekonomi masyarakat di lingkungan ini yakni kelas ekonomi menengah kebawah dan sering di sebut komunitas Miskin Kota (KMK).

Berdasarkan pendataan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) pada tahun 2010, Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) mendampingi 200 anak jalanan, terdapat 26 anak jalanan yang masuk kategori anak jalanan beresiko tinggi

5

(9)

mendapatkan kekerasan, dari 200 anak jalanan dampingan PKPA tersebut terdapat 65 anak jalanan yang bekerja sebagai anak penyapu angkot. Di terminal Pinang

Berdasarkan data Kementrian Sosial Indonesia tercatat dalam tabel di bawah ini, anak terlantar 3,488,309, anak belita terlantar 1,178,824, anak rawan terlantar 10,322,674, anak nakal, 193,155 dan anak cacat 367,520 anak.

Tabel. 1.1. Data anak jalanan

Anak jalanan merupakan gejala sosial yang muncul akibat krisis di berbagai bidang dan menjadi salah contoh nyata dari sekian anak terlantar yang ada di Indonesia. Mereka adalah anak-anak di bawah umur 16 tahun yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di jalanan untuk mencari uang. Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperkirakan, pada tahun 2014 lalu terdapat sekitar 150 ribu anak jalanan Indonesia, dengan konsentrasi di Jakarta. Jumlah anak jalanan dari tahun ketahun semakin meningkat.

(10)

bandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya. Melihat jumlah anak jalanan yang semakin banyak di Kota Medan dan banyaknya faktor yang menyebabkan anak menjadi anak jalanan maka penelitian ini ingin melihat Pekerja Anak di Perkotaan dalam Kasus Anak Penyapu Angkot di terminal Pinang Baris Medan. Pekerja anak dan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak merupakan masalah kompleks, berdemensi sosial, ekonomi dan budaya, seperti eksploitasi anak yang mencakup pemerasan, pelecehan seksual, kerja paksa tanpa upah, perbudakan dan lainnya. Kasus yang terjadi diatas sering disebabkan oleh factor kemiskinan, kurangnya akses pada pendidikan, ketersediaan lapangan kerja dan lainnya, dan eksploitasi anak secara besar-besaran terjadi pada masyarakat kalangan bawah yang hidup dibawah garis kemiskinan, dengan dalil kemiskinan mereka melegalkan tindakan eksploitasi seksual dan ekonomi demi memenuhi kebutuhan mereka.

(11)

anak) dan Tanah karo (157 anak). Dikatakannya, pada 2010 PKPA melakukan pemetaan ulang terhadap situasi anak jalanan di Kota Medan6.

Catatan kekerasan pada anak di Sumatera Utara juga memiliki oleh Yayasan Pusaka Indonesia salah satu lembaga perlindungan anak juga yang letaknya tidak jauh dari PKPA. Dalam laporannya mengenai kasus kekerasan terhadap anak tahun 2012 mencatat 143 kasus kekerasan pada Januari hingga Juni di Sumatera Utara adapun yang paling dominan adalah tindak kekerasan fisik dan seksual yang berjumlah 97 kasus dan panganiayaan 24 kasus, sedangkan kasus sejenis pembunuhan dan penculikan masih rendah, dan kasus pekerja anak di bawah umur. Hasil laporan tersebut menunjukan bahwa kekerasan yang terjadi pada anak kian marak bertambah. Di Medan, kasus kekerasan pada anak meningkat 55%. Berdasarkan catatan kekerasan pada anak yang ada di LSM, kepolisian, dan dikejaksaan, menyimpulkan bahwa Kota Medan belum dapat dikatakan sebagai kota ramah anak atau kota layak anak7.

Perkembangan sosial buadaya, politik, ekonomi, teknologi, dan pertumbuhan penduduk yang cukup cepat, langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi tatanan nilai dan budaya suatu bangsa. Kemiskinan dan semakin sempitnya akses ekonomi bagi masyarakat yang tidak memiliki modal sangat berdampak pada rendahnya pemenuhan hak-hak dasar anak. Akhir-akhir ini sering diberitakan di

6

. Diakses dari http://disosnaker.pemkomedan.go.id/contentkategori-detail-4251(Pada 14 Maret

2015)

7

(12)

media massa bahwasanya kota merupakan tidak layak anak. Fenomena kasus anak bekerja yang terus meningkat, terutama di kota-kota besar, persoalan yang di hadapi semakin kompleks. Menurut Sthepen J. Woodhouse dari UNICEF, Konvensi isu sentral pekerja anak di Indonesia- termasuk di perkotaan yakni di kota Medan, bukan terletak pada pekerjaannya, tetapi pada pengaruh negatif akibat terlalu dini bekerja, termasuk kurangnya kesempatan anak-anak itu untuk memperoleh pendidikan (Mustain dkk 2001:17). Secara empirik, memang banyak bukti yang menunjukan bahwa keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi-baik di sektor formal maupun informal yang terlalu dini cenderung rawan eksploitasi, terkadang berbahaya, dan bahkan tidak mustahil dapat menganggu perkembangan fisik, pisikologis dan sosial anak ( Gootear & Kanbur, 1994)8.

Sedangkan pemerintah sangat jelas menuliskan, Hak dan kewajiban anak sesuai UU tentang perlindungan anak, Nomor 23 tahun 2002, Pasal 11, mengatakan bahwa :

“Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasanya demi pengembangan diri 1.

Pinang Baris inilah salah satu terminal setelah terminal Amplas banyaknya terlihat anak-anak yang bekerja, mecari rezeki untuk dirinya dan keluargannya. Mereka di perkerjakan oleh agen-agen bus dan agen angkot, ataupun anak-anak tersebut menawarkan jasanya, untuk menyapu dan membersihkan angkot tersebut. Anak-anak penyapu angkot itu mulai dari Usia 5-18 tahun. Dari total anak yang

8

(13)

ada di terminal Pinang Baris berjumlah 118 orang anak, sedangkan anak yang putus sekolah sebanyak 30 orang anak. Sedangkan anak yang bekerja penyapu angkot ini berjumlah 22 orang anak. Rata-rata anak yang putus sekolah mereka bekerja menyapu angkot dan selebihnya mengamen. Selebihnya anak yang masih aktif sekolah yang merupakan juga di dampingi oleh SKA PKPA yang berada di Pinang Baris Medan Sunggal. Bagi anak yang bekerja sambil sekolah mereka berangkat kesekolah hingga pulang kembali kerumah dan pergi lagi bekerja seperti itu setiap harinya. Waktu mereka banyak dihabiskan di tempat kerja, tempat kerja mereka sekaligus tempat bermain mereka, sehingga tempat mereka bekerjalah pengalaman hidup yang mereka peroleh.

(14)

Pacitan, Sampang, Pemekasan dan Tranggalek menemukan bahwa anak-anak cenderung putus sekolah secara dini karena mereka berfungsi sebagai salah satu penyangga ekonomi keluarga (dalam Mustain Mashud dkk 2001:17).

Anak-anak di terminal Pinang Baris mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri ataupun untuk keluarganya akibat dari kemiskinan. Mereka bekerja disebabkan beberapa faktor-faktor di keluarga, ataupun ada faktor-faktor lain, seperti: faktor sosial-budaya, lingkungan kerja, pendidikan, lingkungan tempat tinggal dan sekitarnya. Memang, kalau menurut UU Nomor 25/1997 tentang ketenagakerjaan- tepatnya ayat 20- disebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun. Tetapi mengacu pada KHA dan Konvensi ILO, maka yang disebut pekerja anak sesungguhnya adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Sesuai dengan UU tentang perlindungan anak Nomor 23 tahun 2002, Pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa “ perlindungan anak” adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

(15)

berbahaya dari kecelakaan kendaraan yang beroperasi setiap harinya di jalan. Selain pekerjaan, lingkungan juga berpengaruh untuk tumbuh kembang anak. Lingkungan yang tidak kondusif bisa mempengaruhi kepribadian anak dan kerakter anak kedepannya. Pekerjaan yang setiap hari mereka lihat dan dikerjakannya sianak berdampak pada masa depanya. Hubungan antar diri itu, juga amat penting pengaruhnya yang dialami seorang anak penting pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadiannya pada waktu dewasa kelak (Dr. James Danandjaja 1988:19). Hubungan antar diri anak dengan orangtua, saudara, lingkungan sekitar, serta masyarakat, teman serta agen-agen angkot dan supir yang memperkerjakan mereka akan mempengaruhi pembentukan kerakter ataupun kepribadian anak dewasa kelak.

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang Pekerja Anak di Perkotaan (Studi Kasus Anak Penyapu Angkot di Terminal Pinang Baris Medan).

1.2Tinjauan Pustaka

1.2.1 Konsep Anak

(16)

masyarakat penyumbang terbesar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan masa depan anak. Beragam kebijakan dan program pembangunan terukur dalam kerangka perlindungan anak yang harus menjadi agenda terdepan dalam memberikan kehidupan terbaik bagi anak.

Pembangunan di Indonesia takterlepas dari perkotaan dan masalah sosial karena setiap perkembangan kota selalu diikuti oleh masyarakat sosial. Semakin maju suatu negara maka masalah semakin kompleks, masalah sosial tersebut yang memicu terjadi pekerja anak. Anak yang seharusnya masih dalam proses mencari jati dirinya, serta masih tahap fase pertumbuhan untuk membentuk kerakter anak. Yang masih haus dalam kasih sayang dan perhatian penuh dari orangtua serta masyarakat. Indonesia telah memiliki undang-undang perlindungan anak dibahas dalam UUD 1945 mengenai bentuk perlindungan anak pada pasal 28G,281,29, dan 34. UU No.23 Tahun 1992 tentang perlindungan anak, UU No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, UU No.2 Tahun 1988 tentang usaha kesejahteraan bagi anak yang mempunyai masalah, Konvensi Hak Anak melalui Keppres No.39 Tahun 1990 dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan. Untuk menjadi pekerja sosial harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 Kesejateraan Sosial.

(17)

kebiasaan-kebiasaan lain dan kesepakatan yang telah diakui masyarakat. Undang –undang itu dibuat merupakan bentuk memberikan perlindungan pada anak dan

perempuan yang membutuhkan perlindungan sampai kepada perlindungan khusus. Karena wujud dari salah satu kebudayaan itu merupakan sistem sosial dimana sistem sosial itu adalah sistem berpola dari manusia itu sendiri yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berintegrasi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain dari detik kedetik, dari hari kehari, dari tahun ketahun, selalu menurut dari pola-pola tertentu yang berdasarkan dari norma-norma yang berlaku9. Undang-undang tersebut dibuat oleh pemerintah merupakan suatu bentuk perhatian pemerintah kepada anak. Namun Undang-undang yang telah dibuat pemerintah tersebut tidak berlaku di terminal Pinang Baris pada anak-anak penyapu angkot.

1.2.2 Konsep Pekerja Anak

Menurut Tjandraningsih (1995), sebagian besar pekerja anak disektor industri manufaktur hanya mempunyai pendidikan rendah. Dari segi pendidikan, anak-anak yang bekerja disinyalir cenderung mudah putus sekolah, baik putus sekolah lantaran bekerja terlebih dahulu atau putus sekolah dahulu baru kemudian bekerja (Bagong, 1999:17).

Menurut White & Tjandraningsih (1999), di sektor industri formal, pekerja anak umumnya berada dalam kondisi jam kerja yang panjang, berupah rendah, menghadapi resiko kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan, atau menjadi

9 . Tiga Wujud kebudayaan (Koentjaranigrat 200:186-187) : I) Ide atau gagasan, 2) perilaku atau

(18)

sasaran pelecehan dan sewenang-wenang orang dewasa. Secara umum karakteristik tenaga kerja anak tidak jauh berbeda, kecuali dari segi usia, dengan karakteristik tenaga kerja dewasa perempuan, bahkan tenaga kerja laki-laki (Tjandraningsih & Haryadi, 1995).

Asumsi awal yang dimiliki masyarakat bahwa penyebab anak bekerja adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor Klise yang muncul hampir pada setiap permasalahan sosial yang ada di dalam masyarakat. Dari kemiskinan muncul beberapa problem sosial sebagai “efek domino” dimana satu faktor

(19)

Undang-Undang No. 1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Anak dilarang bekerja karena 1.) Tidak ada waktu atau terlalu lelah untuk belajar dan bersekolah, 2.) Hilangnya kesempatan untuk memasuki dunia sekolah, 3.) Keterlibatan anak-anak dalam pekerjaan secara dini cenderung rawan disalahgunakan, 4.) Berbahaya dan menganggu perkembangan fisik, psikologis dan sosial anak 5. Dapat merusak pertumbuhan fisik dan mental karena lelah, memikul beban yang berat, berada di lingkungan kerja yang tidak mendukung perkembangan fisik, psikis dan moralnya, 6.) kehadiran pekerja anak dapat mengakibatkan kemiskinan, tenaga kerja tidak terampil dan berpendidikan rendah, 7.) Anak mungkin akan mengalami siksaan, dikucilkan atau di perlakukan buruk di tempat kerja, 8.) Anak akan tumbuh menjadi seseorang dewasa yang kurang sehat, kurang dapat bersosialisai dan secara emosional terganggu,9.) Meningkatnya jumlah pekerja anak akan memicu hambatan dinamika proses pembangunan SDM di masa depan10.

Undang-Undang ini menghimbau adanya pelarangan dan aksi untuk menghapuskan segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon dan kerja

. Diakses dari

(20)

paksa, termasuk pengerahan anak-anak atau secara paksa atau untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata dengan menerapkan undang-undang dan peraturan.

1.2.3. Dampak Psikologis Anak

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Sebagaimana pengertian dari tinjauan psikologis, yang dirumuskan sebagai hasil meninjau yang berkenaan dengan psikologi atau bersifat kejiwaan baik positif maupun negatif dan respon bekerja pada diri seseorang yang muncul karena bekerja. Bentuk tinjauan psikologis yang negatif saat bekerja sebagai pekerja penyapu angkot. Mereka bekerja setiap harinya dan melebihi waktu 5 (lima) jam, ini akan berdampak untuk tumbuh kembang sosial-psikologis mereka. Mereka akan berperilaku negatif saat telah mengenal dunia kerja di usia terlalu dini, perilaku mereka akan terbentuk dimana sehari-hari mereka beraktifitas. Karena tempat mereka bekerja adalah tempat yang rawan konflik, ekspolitasi, pereman, tempat beredarnya obat-obatan dan hal negatif lainnya.

(21)

tahu bagaimana apa arti tangung jawab, bisa mandiri dan lain-lain. Itulah bentuk dampak yang dapat di alami oleh anak-anak pekerja penyapu angkot di terminal Pinang Baris Medan.

1.3Rumusan Masalah

Studi ini adalah untuk memperoleh gambaran secara mendalam dan mencapai pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan Pekerja Anak Penyapu Angkot khususnya yang bekerja di terminal Pinang Baris, maka pertanyaan penelitian yang diajukan antara lain:

1. Mengapa anak-anak tersebut tertarik untuk bekerja sebagai penyapu angkot, apa saja faktor pendorongnya?

2. Apakah pekerjaan ini berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan sosial- pskologis pekerja anak penyapu angkot di terminal Pinang Baris?

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(22)

tumbuh kembang sosial psikologisnya seorang anak dan pendidikannya, serta mengungkap adanya Eksploitasi yang di alami anak-anak pekerja penyapu angkot ini. Dan kemiskinan akan mempengaruhi terpenuhi hak-hak dan kewajiban seorang anak. Sehingga orang tua akan mengunakan anak-anak mereka untuk bekerja. Selain itu apabila kebutuhan tak terpenuhi dan lingkungan yang tidak layak untuk anak tinggali telah mendekati kehidupan anak maka anak akan merasa mereka harus bekerja. Hal ini akan berdampak buruk untuk masadepanya, bahwasanya dengan bekerja menyapu angkot setiap hari akan dapat menganggu perkembangan fisik, psikologis dan sosial anak serta dengan bekerja menimbulkan pendidikan rendah dan kurangnya gizi anak, serta kecelakaan kerja yang dialami oleh anak, sehingga anak akan putus sekolah dan masuk kedunia kerja menjadi pekerja anak usia dini.

Diharapkan setelah penelitian ini orang tua dan masyarakat luas serta pemerintah dapat mengetahui bahwasanya pekerja anak akan berdampak buruk pada pendidikannya, karena pendidikan adalah kunci masadepan anak dan tatanan nilai budaya adalah suatu masadepan bangsa serta karena hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Selain itu agar pemerintah mengetahui akibat buruk akan tumbuh kembang secara sosial psikologis anak apabila ia bekerja.

(23)

Bagi masyarakat pada umumnya serta bagi mahasiswa Antropologi khususnya, untuk mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan tentang pekerja anak dalam Kasus Anak Penyapu Angkot. Hasil penelitian ini juga diharapkan bermanfaat khususnya bagi orang tua karena orang tua merupakan orang pertama untuk anak mendapatkan perlindungan. Selain orang tua, pemerintah supaya lebih menyadari tentang pekerja anak, termasuk kasus anak penyapu Angkot . Tidak ketinggalan lembaga-lembaga bergerak dibidang yang peduli terhadap anak. Agar anak-anak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang semestinya mereka dapatkan.

1.5Metodologi Penelitian

(24)

orang tua, agen-agen atau supir angkot yang memperkerjakan mereka. Selain itu peneliti juga mengunakan metode profil pekerja anak, agar lebih mudah untuk memahami kenapa anak itu bekerja, dan bagaimana pertumbuhan dan perkembangan sosial psikologis anak pekerja penyapu angkot ini, setelah itu peneliti mengunakan alat pengumpulan data antara lain:

1.5.1 Observasi

(25)

angkot yang lewat kearah terminal yakni di jalan Pinang Baris, sambil memegang sapu kecil dan botol berbahan plastik berisi solar di tanggannya dan mereka menawarkan dirinya kepada setiap angkot yang lewat di jalan.

Padahal penulis perhatikan jalan Pinang Baris ini sangatlah banyak kendaraan bersar yang hilir mudik. Namun mereka tidak memperhatikan dan memperdulikan keselamatannya sendiri di tepi jalan tersebut. Penulis pernah melihat dua orang anak pekerja penyapu angkot ini hampir terserempet oleh mobil yang sedang melaju, namun mereka justru menyorakkan si pengendara tersebut. Selain itu penulis melihat mereka berjalan serta sambil mencari-cari setiap angkot yang hendak mereka sapu sambil bertanya kepada supir angkot tersebut. Mereka sering mencari angkot di Empat titik, yakni di terminal tempat pangkalan bus, di SPBU yang tidak jauh dari terminal Pinang Baris tersebut, dan di Jalan Gg. Menuju terminal, selain itu di tepi jalan sepanjang jalan Pinang Baris Kecamatan, Medan Sunggal. Penulis juga melihat di sekitar terminal Pinang Baris ini juga banyak terlihat tempat-tempat para supir angkot duduk berkelompok sambil main judi, main Batu Dam, Main catur, main kartu dan lain-lain. Penulis melihat tempat terminal Pinang Baris ini tidak layak untuk anak-ank bermain dan berkeliaran karena tidak baik untuk tumbuh kembang sosial psikologis mereka.

1.5.2 Wawancara Mendalam

(26)

mengunakan interview guide, informasi yang di harapkan dapat di peroleh yaitu: berupa data-data terkait antara lain : Faktor-faktor apa sajakah yang mendorong anak-anak tersebut menjadi bekerja. Faktor-faktor disini adalah lingkungan, keluarga, pendidikan, dan pengaruh teman, perlakuan apa yang mereka dapatkan selama bekerja, serta bagaimana perlakuan orang tua mereka terhadap anak-anaknya dan bagaimana uang hasil bekerja mereka gunakan. Penulis mewawancarai anak-anak penyapu angkot tersebut yakni, Muhamad Noki Julio yang bekerja sambil sekolah dan anak yang pernah sepat putus sekolah, setelah itu Bagus yakni anak yang tidak sekolah dan yang ketiga Muhamad Reza Ibrahim anak penyapu angkot yang putus sekolah yang sampai sekarang belum melanjutkan sekolahnnya, dan yang terakhir Muhamad Riyan Pratama yakni anak yang sekolah sambil bekerja meyapu angkot. Dan orangtua mereka sebagai singkronisasi data yang di dapat pada saat di lapangan, yakni ibu Susilawati orangtua dari Muhamad Noki Julio pekerja anak yang berusia 10 tahun dan ibu Oni yakni orangtua dari Reza Ibrahim anak yang berumur 13 tahun.

1.5.3 Wawancara Secara Tertutup

Adapun alat pengukur data lain yang digunakan adalah kuesioner yang mana sebagai alat pengukur data “pendamping” dari observasi dan wawancara

(27)

Medan Sunggal. Meskipun demikian data-data penelitian tetap bersumber dari alat mengumpul data observasi dan wawancara mendalam. Informan utama yang akan diwawancarai adalah anak-anak yang bekerja sebagai penyapu angkot serta orangtua mereka sebagai pendukung.

1.6 Profil Kehidupan Pekerja Anak Penyapu Angkot

(28)

dalam bekerja menyapu angkot di terminal Pinang Baris Medan. Dengan empat orang anak pilihan ini akan mewakili 22 orang anak yang berkerja sebagai penyapu angkot di terminal Pinang Baris Medan.

1.7Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif. Sejumlah data yang dikumpulkan dianalisa, dikategorisasikan, dibandingkan dan dihubungkan (dicari hubungan-hubungan terkait satu dengan yang lainnya), untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan masalah penelitian. Melalui cara penganalisaan data tersebut di harapkan dapat ditemukan konsep dan kesimpulan yang menjelaskan laporan dan laporan dan hasil penelitian secara sistematis untuk mendeskripsikan secara objektif mengenai pekerja anak di perkotaan dalam kasus anak penyapu angkot.

1.8Bahan Visual (Fotografi)

(29)

terminal Pinang Baris di kota Medan tersebut dalam bentuk visual berupa fotografi.

1.9 Studi Kepustakaan

Literatur dipakai dalam studi kepustakaan. Literatur digunakan untuk melengkapi data yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelusuran literatur (studi pustaka) yang berhubungan dengan data-data tentang Pekerja Anak di Perkotaan (Kasus Anak Penyapu Angkot di Pinang Baris) dan literatur mengenai metode penelitian sosial yang akan menghasilkan keterangan yang dapat membantu dan mempertajam analisis dan melengkapi data, laporan penelitian: skripsi, artikel, opini, surat kabar dan perkembangan teknologi yang begitu pesat juga membantu dalam pencarian informasi melalui metode online, seperti internet.

1.10. Pengalaman Penelitian Selama di Lapangan

(30)

dengan mereka, agar nantinya penulis lebih leluasa berjumpa dan ngobrol dengan mereka.

Penulis dikenalkan oleh salah satu karyawan SKA kepada anak-anak pekerja penyapu angkot ini, dan memperkenalkan diri kepada mereka. Saya dan Kak Dewi karyawan SKA duduk-duduk dengan mereka dan sambil ngobrol-ngobrol seputar pekerjaannya dan kehidupannya. Disana pada saat itu terdiri 7 orang anak pekerja penyapu angkot, karena salah satu temannya memanggil teman-temannya yang lain ikut bersama kami ngumpul-ngumpul.

(31)

Keesokan harinya penulis kembali kelapangan, yakni terminal Pinang Baris. Jam 12:30 WIB penulis kembali kesana dengan menggunakan sepeda motor pribadi penulis sendiri. Penulis sekitar setengah jam mengelilingi terminal sampai dua kali sambil mencari dan melihat-lihat keberadaan mereka hingga pada akhirnya Penulis tidak melihat mereka di terminal. Pada saat jam pukul 12:30 WIB, dan penulis terus mencari keberadaan mereka, dan pada akhirnya penulis melihat mereka sedang bergerombolan di sepanjang jalan Pinang Baris tersebut. Penulis melihat mereka bergerombolan anak di tepi jalan Pinag Baris tersebut, tidak memikir panjang penulis langsung menghampiri mereka disana dan langsung ikut bergabung dengan mereka.

Penulis dilapangan menjumpai mereka dan mereka bertanya kenapa penulis mencari mereka, dan penulis menjawab penulis ingin melihat mereka bekerja sambil mengabadikan moment mereka bekerja. Penulis pada saat itu melihat mereka ada yang duduk dan berdiri di pinggir jalan raya Pinang Baris ini, mereka terus berdiri di tengah terik matahari menyengat kulit, dan polusi serta debu. Penulis melihat mereka ada yang sedang bergurau dengan sesama mereka dan ada yang duduk karena kecapekan.

(32)

menganggukkan kepalanya dan mehentikan angkotnya maka anak tersebut langsung berlari mengejar angkot itu dan langsung masuk kedalam angkot tersebut lalu langsung membersihkan angkot sang supir tersebut. Namun penulis melihat sebagian si supir pengendara angkot ini tidak langsung mengginjak habiskan remnya, masih dalam keadaan melaju, namun anak-anak ini langsung masuk dan melompat kedalam angkot tersebut. Dua orang anak pekerja penyapu angkot ini telah menaiki angkot dan langsung menuju terminal sedangkan anak-anak yang lainnya masih menunggu dan terus mencari dan menawarkan jasanya di tepi jalan Pinang Baris. Penulis melihat dua orang anak ini berdiri tidak di tepi jalan lagi justru penulis melihat mereka berdiri sudah sampai ketengah jalan, kebetulan pada saat mereka ketengah kendaraan sudah sepi namun kendaraan tetap masih ada melintas, namun penulis tidak melihat ada rasa takut dalam diri si-anak pekerja penyapu angkot ini pada saat di jalan, mereka bisa-bisa saja terserempet kendaraan yang melintas, bahkan bisa tertabrak. Ini sangat beresiko pada keselamatan mereka saat bekerja.

(33)

Penulis terus mengamati kegiatan mereka, penulis melihat salah satu petugas SPBU tidak memberikan respon apa-apa kepada mereka, sepertinya sang petugas telah biasa membiarkan anak-anak ini mengisi dengan sendiri botol kecil milik anak ini, setelah itu penulis melihat anak itu memberikan uang setelah mengisi solar ke botol miliknya.

(34)

yang biasa sehingga mereka tidak ada yang di tutup-tutupi dari penulis dan pada akhirnya mereka menggaku semua anak pekerja penyapu angkot ini telah pernah ngelem dan ikut-ikutan ngelm, namun sebagian dari mereka mengaku telah meninggalkan kebiasaan itu dan tidak pernah lagi ngelem.

Penulis rasakan kepala penulis pusing ketika mencium aroma lem tersebut, karena aromanya sangat menyengat ke hidung penulis. Kemudian meminta kepada anak tersebut mengikat plastik lemnya itu agar tidak tercium aromanya kemana-mana. Penulis pun tidak konsentrasi untuk ngobrol-ngbrol dengan mereka, namun penulis mencoba menahan aroma tersebut dan memperlihatkan muka biasa-biasa saja dan tidak terlihat terganggu dengan hal itu. Satu persatu dari mereka pamit kepada penulis untuk melanjutkan bekerja mencari angkot untuk di sapu, tinggalah seorang anak yang ngelem tadi duduk bersama penulis. Penulis pun langsung mewawancarai tanpa sadarnya, pada saat penulis mewawancarai anak itu, ia menanggis saat penulis bertanya seputar keluarganya, satu jam sudah kami bercengrama datanglah seorang salah satu kariawan SPBU tempat kami duduk, dan bertanya kenapa ia menanggis dan kami menjawab dengan santai seolah tidak ada terjadi apa-apa. Sang anak ini langsung berlinangan air mata pada saat penulis singgung nama ayahnya, ia bercerita kepada penulis sepanjang-panjangnya masalah keluarganya, sehingga penulis jadi ikut meneteskan air mata.

(35)

teman-temannya melihat ia menangis karena takut di ejek oleh mereka. Setelah penulis selesai mewawancarainya penulis pun bersalaman dan memberikan sedikit uang salam untuk membeli nasi bungkus padanya, karena ia mengatakan dari pagi belum makan jadi penulis merasa kasihan langsung memberinya uang. Setelah itu penulis pamit kepada mereka untuk pulang. Dengan menggendari sepeda motor penulis kembali pulang, dan di ke-esok harinya lagi penulis kembali menyaksikan mereka bekerja.

(36)

menuju jalan Pinang Baris mencari anak-anak pekerja penyapu angkot, dan pada akhirnya penulis berjumpa dengan mereka. Penulis pun meminta kesediaan mereka untuk menjadi informan penulis, akhirnya mereka pun bersedia untuk penulis wawancara.

Suka duka penulis berada dilapangan adalah pada saat di lapangan penulis tentu pernah mengalami suka dan duka. Suka penulis alami selama di lapangan yakni, senang bisa mengenal anak-anak pekerja penyapu angkot ini. Selama penulis penelitian penulis bisa paham dan mengerti kehidupan anak-anak pekerja penyapu angkot ini. Paham bagaimana mereka bekerja dan mencari uang untuk mereka sendiri maupun untuk keluarganya. Serta hal-hal yang tidak diketahui oleh orang lain pada saat melihat mereka secara kasat mata saja. Sesungguhnya mereka adalah anak yang baik namun orang sering beranggapan bahwasanya anak turun kejalan dan bekerja merupakan anak preman, brandal, bandel, suka mencuri, mabuk-mabukan dan lain-lain. Padahal tidak semua anak yang masuk kedalam kategori tersebut, masih ada dari mereka merupakan anak yang masih di bentengi oleh keluarganya dari hal-hal tersebut.

(37)

penyapu angkot ini, mereka selalu ngotot meminjam sepeda motor yang penulis bawa kelapangan. Penulis selalu memberi pengertian kepada mereka bahwasanya mereka belum cukup umur dalam mengendarai sepeda motor, namun mereka selalu ngotot meminjam sepeda motor tersebut. Pada akhirnya pernah penulis berikan sekali sepeda motor itu kepada salah satu anak tersebut, namun yang terjadi adalah ia membawa sepeda motor tersebut dengan kecepatan tinggi sehingga jatuh dari sepeda motor tersebut. Untung ia tidak terluka, namun beberapa goresan terlihat di sepeda motor penulis. Setelah itu penulis tidak pernah memberikannya lagi kepada mereka meskipun mereka ngotot meminjamnya.

Gambar

Tabel. 1.1. Data anak jalanan

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur kehadiratMu Tuhanku Yang Maha Kasih, karena hanya atas berkat dan karunia_Mu, Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Rancang Bangun

Salah satu definisi paling lengkap dan komprehensif tentang korupsi oleh Antonio Argandona, yang mendefinisikan korupsi sebagai "tindakan atau pengaruh dalam

[r]

Pada hari ini Selasa tanggal lima belas bulan November tahun dua ribu enam belas, kami yang bertanda tangan di bawah ini Pokja Pelelangan Jasa Konsultan Perencanaan Gedung

Pada hari ini Senin tanggal Lima bulan November tahun Dua ribu dua belas, Kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kanwil Kementerian

Berdasarkan Berita Acara Hasil Evaluasi Dokumen Penawaran Administrasi dan Teknis (File I) Nomor : Sti.11.16/KS.01.7/338/2016 tanggal 15 November 2016, maka Kelompok Kerja

antara lain: 1) ke Far Eastern Games di Manila pada tahun 1934 yaitu: Hamaman untuk nomor loncat indah nomor papan 3 meter dan menara meraih juara pertama, dan Van de Groen

Lenovo A1000 pada revisi kali ini, industri perangkat lunak adalah salah satu masalah yang tidak kalah penting dari spesifikasi hardware. Produsen Lenovo A1000 ponsel pintar Cina