Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA
MEDAN
STUDI PT.BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
RISKY ADELIA BUDIANTY
040 200 250
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA
MEDAN
STUDI PT.BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
RISKY ADELIA BUDIANTY
040 200 250
Program Kekhususan Perdata BW
Program Reguler Mandiri
Disetujui Oleh :
Ketua Program Kekhususan Perdata BW
(Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH,MS.)
Nip. 131 764 556
Pembimbing I
Pembimbing II
(Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH,MS.) (Syamsul Rizal, SH.M.Hum)
Nip. 131 764 556
Nip. 131 870 595
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karuniNYA, sehingga penuli dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul :
“HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK
PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA
MEDAN, STUDI DI BANK NEGARA INDONESIA di Kota MEDAN”
Penulisan skripsi ini adalah salah satu mata kuliah yang harus diambil oleh
seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bagian
dari kurikulum pendidikan hukum guna memenuhi dan melengkapi syarat – syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan yang penulis temui, tetapi
karena bantuan dari beberapa phak hambatan tersebut dapat penulis lalui dan
jalani sehingga skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Oleh karena itu dalam
kata pengantar ini sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada mereka yang telah memberi bantuan, dukungan, peran
serta dan perhatiannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Kepada kedua orang tua kandung penulis Ayahanda Ir.Adrian K, Ibunda
Ir. Tetty Magdalena Nasution, dan Abang kandung penulis Donny Ahmad
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
dan memberikan semangat, dukungan, kasih sayang dan Doa Kepada
ananda dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Prof.DR.Runtung Sitepu,SH.M.HUM, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof.DR.H.Tan Kamello,SH.MS selaku ketua Departemen Hukum
Keperdataan dan sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan nasehat dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Syamsul Rizal,SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, nasehat, saran dan pengarahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada Dosen Wali Bapak M.Husni,SH,M.Hum, serta Dosen dan Para
Staf Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Kepada sanak saudara penulis yang telah memberikan banyak bantuan,
semangat, serta nasehat – nasehat kepada penulis.
7. Seluruh teman – teman penulis XEPULUH, Putri Purnama Sari,S.ked,
Laura Frestynor, Fania Zuhra Andhina,Amd, Dmitri Yuanita Kirana
Sirait,SKG, Rizky Fadila, Novi Maya Sari, Pricilla Dinanti, Riki Rizki,
Dina Sofiana Anastasia,SE, Riki Rizki dan teman – teman anak
XEPULUH yang saya tidak dapat sebutkan satu persatu, Serta teman –
teman Fakultas Hukum Program Regular Mandiri Stb.2004, Liza Fauzia
SH, Miranty SH, Aminah Pratiwi SH, Auza Anggara SH, Mira Sabrina
Miraza,SH, Timotius Wahyu PS, Wiwin Azmi HRP, Siska Yolanda SH,
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
yang lain (khususnya Stambuk 2004 Grup A),serta para senior yang telah
banyak memberikan segala bantuan, semangat, dukungan, suka dan duka
kepada penulis.
8. Kepada Kakak Alia bagian kredit yang bekerja di BNI kesawan, Pak
Martono, Pak Adam, Pak Rahmat, Pak Eri , dan Kepada Pihak Bank
Negara Indonesia yang banyak membantu saya memberi data kepada saya
untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Dan kepada semua pihak yang turut membantu saya di dalam penulisan
skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga ALLAH SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-NYA
kepada semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak
langsung.
Dan akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT meridhoi dan
memberkahi apa yang telah penulis perbuat dan semoga skripsi ini bermanfaat
bagi semua pihak.
Medan, November 2008
Wassalam
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAKSI ... vi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Keaslian Penulisan ... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5
E. Tinjauan Kepustakaan ... 6
F. Metode Penelitian ... 11
G. Sistematika Penulisan... 12
BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN/PEMBERIAN KREDIT BANK KEPADA USAHA KECIL ... 13
A. Pengertian Kredit Secara Umum ... 17
B. a. Subjek Perjanjian Kredit……….. 22
b. Objek Perjanjian Kredit……… 23
C. a. Syarat-Syarat Perjanjian Perjanjian Kredit ... 26
b. Bentuk – Bentuk Perjanjian Kredit... 32
D. Dasar Pertimbangan Pemberian Kredit ... 36
E. a. Hak dan Kewajiban Pemberi Kredit ... 40
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
F. Pengertian Usaha Kecil... 43
G. Dasar – Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah... 47
H. Kredit Usaha Kecil Menegah... 51
BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT ... 57
A. Pengertian Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit ... 57
B. Jenis – Jenis Jaminan Dalam Pemberian Kredit ... 64
C. Fungsi Jaminan Kredit Dalam Pemberian Kredit ... 69
BAB IV : ANALISIS KEDUDUKAN PENJAMIN (BORG) DALAM PEMBERIAN KREDIT BAGI PELAKU USAHA KECIL DAN MENENGAH ... 75
A. Tanggung Jawab Penjamin Dalam Pemberian Kredit ... 75
B. Kedudukan Penjamin Bila debitur Wanprestasi ... 79
C. Upaya yang dilakukan Bank Negara Indonesia untuk Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Debitur Wanprestasi)... 81
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran... 86
DAFTAR PUSTAKA………. 88
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap usaha kecil dan menengah di Bank Negara Indonesia di kota Medan dalam memberikan Kredit Usaha Kecil yang dikaitkan dengan Penjamin.
Pada dasarnya penjaminan pribadi merupakan bagian dari skema perjanjian penanggungan yang diatur pada KUHPerdata (Bab XVII KUHPerdata). Inti dari perjanjian penanggungan adalah adanya pihak ketiga yang setuju untuk
kepentingan si berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang, apabila pada waktunya si berhutang sendiri tidak berhasil memenuhi kewajibannya (Pasal 1820 KUHPerdata). Perjanjian penanggungan hanya
memberikan kreditur hak umum untuk menagih kepada pihak-pihak yang telah mengikatkan diri sebagai penanggung dalam hal kegagalan pembayaran sehingga kedudukan kreditur yang dijamin oleh penanggung masih berada di bawah kreditur yang dijamin oleh hak jaminan kebendaan.
Jaminan perorangan merupakan hak relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat oleh perjanjian. Hak jaminan perorangan timbul karena perjanjian antara kreditur dengan pihak ketiga yang diadakan untuk kepentingan debitur, dalam perjanjian tersebut pihak ketiga menjamin dipenuhinya kewajiban debitur, bahkan perjanjian tersebut dapat diadakan diluar pengetahuan debitur.
Metode yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah dengan cara pengumpulan data wawancara, penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan menelusuri kepustakaan berdasarkan sumber-sumber, buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi, keterangan-keterangan yang berasal dari dokumen-dokumen maupun arsip Bank Negara Indonesia kota Medan yang berkaitan dengan penelitian.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada setiap kegiatan perekonomian tidak dapat dipisahkan dari masalah –
masalah perjanjian. Hampir pada setiap kegiatan tersebut, kita mendapat adanya
perjanjian – perjanjian diantara pelaku ekonomi tersebut. Contohnya seperti
perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemberian kuasa, pemberian jasa,
pemborongan pekerjaan, perjanjian kerja, asuransi, lisensi dan pinjam meminjam
(perkreditan) serta yang lain masih banyak lagi. Dari semua kegiatan itu tidak ada
satupun yang terlepas dari jangkauan hukum, dimana salah satu hukum yang
menjangkau semua kegiatan itu kita sebut Hukum Perjanjian atau dalam istilah
asingnya dikenal dengan sebutan Contract Law.
Dalam kaitannya dengan judul disini kita akan melihat perjanjian kredit
yang akan diberikan pihak bank kepada pengusaha kecil dan menengah dan
kedudukan perjanjian dalam pemberian kredit tersebut.
Dalam pengembangan dunia usaha nasional agar makin mampu berperan
dalam mendoronng pertumbuhan ekonomi, maka peningkatan kesempatan
berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah perlu dibina agar makin kuat
kemampuannya dalam mendukung pembangunan dan menciptakan struktur
perekonomian yang lebih kokoh. Sehingga perlu disediakan berbagai kemudahan
dan bantuan seperti kredit untuk mendorong usaha bagi pengusaha kecil dan
menengah.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Tan Kamello, mengatakan salah satu masalah hukum yang belum tuntas
penanganannya dan meminta perhatian sampai sekarang adalah bidang hukum
jaminan.1
Dari hal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fasilitas kredit akan
diberikan jika nasabah menyediakan barang jaminan atau ada perjanjian yang Pemberian Kredit juga merupakan masalah yang lazim ditemui dalam
suatu usaha yang dikelola oleh orang atau badan hukum atau badan usaha.
Masalah kredit sebenarnya timbul oleh karena kemajuan peradaban umat manusia
khususnya dibidang perekonomian. Dimana ketika uang mulai dikenal sebagai
alat kehidupan, pinjam meminjam barang beralih menjadi pinjam meminjam
uang.
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah memberikan
pengaturan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit
prinsip kehati-hatian dalam Undang-Undang Perbankan tersebut mencerminkan
bahwa bank dalam memberikan kredit harus mengikat kepentingan nasabah yang
menyimpan dananya di bank dan hal itu untuk keamanan bank itu sendiri. Yang
dalam prakteknya, setiap bank telah menyediakan perjanjian kredit baku yang
isinya telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihak bank.
Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
mengisyaratkan bahwa dalam memberikan kredit bank umum wajib mempunyai
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya
sesuai dengan yang diperjanjikan. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 8 tersebut
menjelaskan bahwa untuk memperoleh keyakinantersebut.
1
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
dapat menjamin pemberian kredit terhadap si penerima kredit. Jadi, tanpa Jaminan
bank tidak mungkin mengabulkan permohonan kredit dari nasabah. Oleh karena
itu jaminan sangat penting artinya demi keamanan si pemberi kredit (bank).
Memberikan suatu barang sebagai jaminan kepada bank berarti pemilik
barang telah melepaskan sebahagian kekuasaannya tersebut. Adanya jaminan
seperti ini sangat diperlukan bank, karena bank mempunyai suatu kepentingan
hukum bahwa nasabah yang menjadi debitur memenuhi kewajiban atas perikatan
yang telah dibuatnya. Pada umumnya jaminan itu merupakan bentuk pengamanan
kredit berupa kebendaan.
Penanaman dana dalam bentuk kredit pasti akan menghasilkan bunga yang
relatif tinggi. Namun dilihat dari resikonya, maka pada penanaman dana dalam
bentuk kredit memiliki resiko kemacetan dalam pengambilan kredit. Menyadari
akan adanya resiko kemacetan pengambilan kredit, maka undang-undang
perbankan telah memberikan pengaturan tentang hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pemberian kredit. Hal ini juga diperhatikan oleh pihak bank yang ingin
memberikan pinjaman terhadap nasabah yang dalam konteks pembahasan ini
adalah pengusaha kecil dan menengah.
Persoalan kredit macet dalam dunia perbankan menjadi persoalan yang
sangat serius. Bank yang dalam aktivitasnya menarik dana dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat akan tidak dapat menjalankan fungsinya secara baik,
manakala kredit yang disalurkan itu kemudian mengalami kemacetan dalam
pengambilannya. Sering kali dalam praktek terhambatnya pengambilan kredit itu
Disebabkan oleh faktor kurangnya profesionalisme pihak pemberi kredit
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
tidak akan terjadi jika pihak bank benar-benar menegakkan etika profesional
dalam pengelolaan pemberian kredit. Di sisi lain jika hukum dan aparat
penegaknya benar-benar menegakkan kebenaran dan keadilan diatas segalanya,
yang tentunya persoalan kredit macet ini juga tidak akan menjadi suatu hal yang
menakutkan bagi kalangan perbankan.
Pengelolaan kredit perbankan haruslah mengacu kepada manajemen
profesionalisme yang dianut oleh dunia perbankan. Seringkali dalam praktek
penyaluran kredit itu lebih ditekankan kepada aspek ekonomis yang cenderung
untuk mengambil keuntungan secara maksimal. Kegiatan aktif fungsi bank ini
harus benar-benar dijiwai oleh ideologi yang hidup karena perkreditan harus
dijalankan dengan baik. Analisa kredit apabila dilakukan secara profesional dapat
berperan sebagai saringan pertama untuk menjaga bank agar tidak terjerumus ke
dalam kasus kredit bermasalah atau kredit macet.
Persoalan-persoalan tentang prosedur terhadap pemberian kredit kepada
pihak debitur, bagaimana kedudukan penjamin bila debitur Wanprestasi dan
bagaimana penyelesaian yang dilakukan oleh bank apabila debitur Wanprestasi,
menjadi latar belakang penulis dan berkeinginan untuk mencoba menelaah
persoalan-persoalan tersebut di atas.
B. Perumusan Masalah
Dalam pembahasan skripsi ini, yang menjadi permasalahan adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana Tanggung Jawab Penjamin dalam pemberian kredit
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
3. Upaya Apa yang dilakukan PT. Bank Negara Indonsesia (Persero)
Tbk Medan untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur
wanprestasi).
C. Keaslian Penulisan
Pembahasan skripsi ini difokuskan untuk membahas tentang prosedur
pemberian kredit kepada pelaku usaha kecil dan menengah yang dijamin dengan
borgtocht dan kedudukan penjamin bila debitur Wanprestasi serta upaya yang
dilakukan bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur wanprestasi).
Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi
yang sudah ada maupun sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan
pembahasan skripsi mengenai kedudukan penjamin (Borg) dalam pemberian
kredit bagi pelaku usaha kecil dan menengah di PT.Bank BNI kota Medan
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan.
Adapun tujuan di dalam pembahasan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui mengenai tanggung jawab penjamin dalam
pemberian kredit.
2. Untuk mengetahui mengenai kedudukan penjamin bila debitur
Wanprestasi.
3. Untuk mengetahui mengenai upaya yang dilakukan PT.Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan untuk menyelesaikan
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam pembahasan skripsi ini, akan diperolah manfaat sebagai berikut :
a. Sebagai kajian bagi kalangan perbankan dan ahli hukum mengenai
masalah kedudukan penjamin di dalam pemberian kredit kepada
pelaku usaha kecil dan menengah.
b. Memberikan pemahaman hukum bagi pelaku usaha kecil dan
menengah dan masyarakat pada umumnya dalam proses pemberian
kredit dengan penjamin (Borg).
c. Sebagai bahan bagi yanng berminat dalam proses pemberian kredit
dengan penjamin (Borg).
d. Data dan informasi ini juga diharapkan akan memberikan
informasi kepada pelaku usaha kecil dan menengah dalam
mengajukan permohonan kredit kepada Bank.
E. Tinjauan Kepustakaan
Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis, di dunia pada
umumnya serta di Indonesia pada khususnya, kegiatan bisnis bank umum menjadi
semakin canggih dan beraneka ragam. Walaupun demikian, berbagai macam
kegiatan tama yang sejak dahulu yaitu menjadi tulang punggung operasi badan
usaha tersebut, hingga dewasa ini masih tetap bertahan.
Siswanto Sutojo mengatakan adapun jenis kegiatan bisnis utama bank
umum antara lain :
1. Menjunjung kelancaran mekanisme pembayaran di masyarakat
2. Mengumpulkan dana dari masyarakat
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
4. Menyediakan jasa penunjang perdagangan internasional
5. Menyediakan jasa pialang surat berharga
6. Menyediakan jasa penitipan barang berharga dan surat bernilai.2
Kata kredit berasal dari kata ”credere” dalam bahasa Yunani yang artinya
percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya ”vertrouwen”, dalam bahasa Inggris
”believe” atau ”trust or confidence”, yang artinya sama yaitu percaya.
Dalam pembahasan skripsi ini difokuskan kepada prosedur pemberian
kredit kepada pelaku kecil dan menengah yang dijamin dengan borgtocht,
kedudukan penjamin bila debitur wanprestasi serta upaya yang dilakukan bank
untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur wanprestasi).
Pengertian Bank di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 menyatakan :
”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak”.
Pengertian kredit dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang nomor 10
Tahun 1998 menyatakan :
”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan”.
2
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan
hidup manusia. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit berarti ia
memperoleh kepercayaan, dengan kata lian maka kredit mengandung pengertian
adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang
bersangkutan pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu
kewajiban yang telah diperjanjikan terlebih dahulu.
Hassanudin Rahman mengatakan, Bank merupakan produk yang paling
utama melakukan kegiatan dalam hal pemberian kredit atau bantuan permodalan
agar suatu usaha yang dikelola seseorang atau badan hukum dapat lebih
berkembang dan mengembangkan usahanya lebih sedikit baik dan lancar serta
bertambah kemajuannya, kredit dalam arti luas didasarkan atas
komponen-komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi dimasa mendatang.3
3
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia(Panduan
Dasar : Legal Officer, Citra Aditya Bakti, Bandung), 1998, Hal.96.
Berdasarkan batasan yang diberikan oleh Undang-Undang bahwa dalam
pengertian kredit terkandung perkataan pinjam meminjam sebagai dasar
diadakannya perjanjian kredit. Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia
adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur di dalam
KUHperdata pada Pasal 1754 sampai Pasal 1769. Dengan demikian pembuatan
suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan – ketentuan di dalam KUH
perdata tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan diantara para pihak, artinya
dalam hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam KUH Perdata sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa
diserahkan kepada para pihak. Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa :
”Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan
karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan
mengambilkan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
Mariam Darus Badrulzaman mengatakan sebagai suatu perjanjian, maka
pengertian perjanjian kredit itu terlepas dari KUH Perdata dan Undang-Undang
Perbankan, dan perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan.4
4
Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian Kredit Bank Citra Aditya Bandung, 1991, Hal. 23.
Dalam pelaksaannya, pengertian perjanjian kredit ini selalu dikaitkan
dengan bentuk perjanjian yang ditegaskan dalam model-model formulir bank dari
masing-masing bank. Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan
yang lain tidak sama karena harus disesuaikan dengan kebutuhannya
masing-masing.
Pengertian Jaminan dalam Pasal 1131 disebutkan bahwa :
”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”.
Borgtocht dalam bahasa Indonesia disebut penjaminan atau
penanggungan. Orangnya disebut borg atau penjamin atau penanggungan.
Borgtocht adalah perjanjian antara kreditur (berpiutang) dengan seorang pihak
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Pemberian kredit pada umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh
pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan
sulit untuk memperoleh kredit bank. Dalam perkembangannya untuk membantu
masyarakat memperoleh modal dengan mudah yang diharapkan mampu
meningkatkan pembangunan nasional khususnya untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi, maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan tidak mewajibkan pemberian kredit harus diakui dengan
kewajiban pemohon kredit menyediakan jaminan.
Kredit sebenarnya mempunyai pasaran yang luas sekali. Jumlah peminta
kredit lebih banyak dan besar jumlahnya jika dibandingkan dengan adanya
badan-badan yang sanggup melayaninya. Salah satu penyaluran kredit yang diberikan
bank yaitu kepada pengusaha kecil dan menengah.
Usaha kecil menengah ini bersifat relatif, sehingga perlu ada batasannya
dari berbagai segi, defenisi usaha kecil dan menengah dari berbagai segi adalah :
a. Berdasarkan total aset
Berdasarkan total aset, usaha kecil dan menengah yaitu pengusaha yang
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat membuka usaha.
b. Berdasarkan total penjualan pertahun
Usaha kecil dan menengah yaitu pengusaha yang memiliki hasil total penjualan
bersih pertahun paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah).
c. Berdasarkan status kepemilikan
Usaha kecil dan menengah yaitu usaha berbentuk perorangan, bisa berbadan
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
F. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian untuk penulisan skripsi ini adalah :
1. Penelitian Kepustakaan
Materi atau badan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini, meliputi data
sekunder yaitu dengan penelitian kepustakaan dan penelusuran data-data
objektif yang berupa penelusuran, penelahaan dan pengutipan bahan-bahan di
kepustakaan yang berhubungan dengan judul untuk menjelaskan permasalahan.
Dan data primer yaitu untuk mengkaji dan melakukan analisis data yang
diperoleh di lapangan.
2. Penelitian Lapangan
a. Lokasi penelitian
Objek penelitian ini dilakukan di kota Medan yang dilaksanakan di PT Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk kota Medan dan melaksanakan studi kasus
yang berhubungan dengan skripsi ini.
b. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan melakukan
pengumpulan data melalui studi pencatatn dokumen dan wawancara dengan
bagian perkreditan untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang akan
dibahas dalam skripsi ini.
c. Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh, dikumpulkan dan diseleksi agar tidak terjadi kekeliruan.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
G. Sistematika Penulisan
Sistematika di dalam penulisan skripsi ini terdiri dari :
1. Bab satu, membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah,
Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan, Metode penelitian dan Sistematika Penulisan.
2. Bab dua, membahas mengenai Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian/
Pemberian Kredit Bank Kepada Usaha Kecil
3. Bab tiga, membahas mengenai Tinjauan Umum Tentang Jaminan Dalam
Pemberian Kredit
4. Bab empat, membahas mengenai kedudukan penjamin (Borgtocht) Dalam
Pemberian Kredit Bagi Pelaku Usaha Kecil Dan Menengah Di PT. Bank
Negara Indonesia (persero) Tbk di Kota Medan
5. .Bab lima, mengenai Kesimpulan dan Saran.
Seterusnya dikemukan sejumlah daftar yang dipergunakan sebagai bahan
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT
Di dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai beraneka ragam
perjanjian, hal ini dapat kita sadari untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
semakin hari semakin meningkat sesuai dengan perkembangan zaman, salah satu
diantaranya adalah perjanjian kredit. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan
definisi dari perjanjian.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan kata
lain,perjanjian itu merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau
lebih,dengan berdasarkan kesepakatan untuk saling mengikatkan dirinya
mengenai suatu objek tertentu, yang mempunyai tujuan dan menimbulkan akibat
hukum.
R.Subekti mengatakan perjanjian itu menerbitkan perikatan, suatu
perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau lebih
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang
lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Di dalam Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan tiap-tiap perikatan
dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Perikatan yang
bersumber dari undang-undang semata-mata adalah perikatan yang dengan
terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu, ditetapkan melahirkan suatu hubungan
hukum (perikatan) diantara pihak-pihak yang bersangkutan, terlepas dari kemauan
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
pihak-pihak tersebut. Misalnya kematian dengan meninggalnya seseorang, maka
perikatan yang pernah mengikat orang tersebut beralih kepada ahli warisnya.
Dalam suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan karena dua pihak itu
bersetuju untuk melakukan sesuatu. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan, yang
diucapkan atau ditulis. Di dalam pemberian kredit bank wajib mempunyai
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya
sesuai dengan yang dipinjamkan.
Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan yang
berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan oleh bank sebagai
pemberi dana, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah diyakini akan
dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan syarat-syarat yang
telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit.
Mariam Darus Badrulzaman mengatakan sebagai suatu perjanjian, maka
pengertian perjanjian kredit itu tidak dapat terlepas dari KUH Perdata dan
Undang-Undang Perbankan. Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan
(voorovereenkomst), dalam hal ini tentunya yang dimaksudkan adalah perjanjian
pendahuluan dari penyerahan uang.5
5
Mariam Darus Badrulzaman, Loc Cit, Hal. 23
Perjanjian kredit menurut pendapat beberapa sarjana hukum dikuasai oleh
ketentuan-ketentuan KUH Perdata Bab XIII Buku III, karena perjanjian kredit
mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut KUH Perdata, dan sebagian lainnya
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Jadi dapat dikatakan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri, tetapi
dengan memahami rumusan pengertian kredit yang diberikan oleh
Undang-Undang Perbankan, maka dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit
sebagian masih bisa mengacu pada ketentuan KUH Perdata Bab XIII Buku III.
Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi
dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan azas atau
ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata.
Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak
mengenal istilah perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam
instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo surat
Edaran Bank Negara Indonesia unit 1 Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober
1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam
memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib menggunakan
perjanjian kredit.
Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
pemberian kredit tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani bank dan debitur
maka tidak ada pemberian kredit itu. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara
dengan debitur, yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua
pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit (pinjam uang).
Kredit adalah pokok atau prinsip, sedangkan perjanjian jaminan adalah
perjanjian ikutan atau accesoir artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Thomas Suyatno mengatakan, adapun unsur-unsur yang terdapat dalam
perjanjian kredit adalah :
A. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.
B. Waktu
Waktu adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan
pengembaliannya dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Dalam unsur waktu ini
terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih
tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.
C. Degree of Risk
Dengan pengertian degree of risk disebutkan bahwa dalam pemberian kredit
itu menimbulkan suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
pengembaliannya, yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit
diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya karena sejauh kemampuan
manusia untuik menorobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur
ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan
timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul
jaminan dalam pemberian kredit.
D. Prestasi
Prestasi yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat berupa uang, jasa
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering
kita jumpai dalam praktek perkreditan.6
6
Thomas Suyanto, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1999, Hal. 14.
Sebagai contoh jika perjanjian kredit berakhir karena ada pelunasan hutang
maka secara otomatis perjanjian jaminan akan menjadi hapus atau berakhir. Tetapi
sebaliknya jika perjanjian jaminan hapus atau berakhir, misalnya barang yang
menjadi jaminan musnah maka perjanjian kredit tidak berakhir. Jadi perjanjian
kredit harus mendahului perjanjian jaminan, tidak mungkin ada jaminan tanpa ada
perjanjian kredit.
Perjanjian kredit perlu mendapat perhatian yang khusus, baik oleh bank
sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, maupun
pelaksanaan kredit itu. Namun dari langkah yang penulisan ini sebagai gambaran
umum prosedur perkreditan meliputi beberapa langkah yang ditangani oleh bank
agar pemberian kredit tersebut dapat digolongkan sehat, hal mana pembahasannya
akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.
A. Pengertian Kredit Secara Umum
Pada umumnya disetiap bentuk usaha, baik itu disektor perdagangan,
sektor perindustrian, sektor pertanian atau perdagangan atau sektor perhubungan,
apakah bentuk usaha kecil dan menengah ataupun bentuk usaha besar, pasti usaha
tersebut memerlukan kredit, yang berfungsi sebagai faktor memajukan produksi,
sehingga melalui bantuan kredit dari bank, maka usaha tersebut akan semakin
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Pemberian kredit merupakan masalah yang lazim ditemui dalam suatu
usaha yang dikelola oleh orang atau badan hukum atau badan usaha. Masalah
kredit sebenarnya timbul oleh karena kemajuan peradaban umat manusia
khususnya dibidang perekonomian. Dimana ketika uang mulai dikenal sebagai
alat kehidupan, pinjam meminjam barang beralih menjadi pinjam meminjam
uang.
Kata kredit berasal dari kata “credere” dalam bahasa Yunani yang artinya
percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya “vertrouwen”, dalam bahasa Inggris
“believe” atau “trust or confidence”, yang artinya sama yaitu percaya.
Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan hidup
manusia. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit berarti ia memperoleh
kepercayaan, dengan kata lain maka kredit mengandung pengertian adanya suatu
kepercayaan dari seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan
pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu kewajiban yang telah
diperjanjikan terlebih dahulu.
Bank merupakan produk yang paling utama melakukan kegiatan dalam hal
pemberian kredit atau bantuan permodalan agar suatu usaha yang dikelola
seseorang atau badan hukum dapat lebih berkembang dan mengembangkan
usahanya lebih sedikit baik dan lancar serta bertambah kemajuannya. Kredit
dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko dan
pertukaran ekonomi dimasa mendatang.7
7
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau
tagihan. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967, bahwa Kredit adalah :
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, dalam hal mana
pihak meminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan”.
Jika diperhatikan Pasal 1 sub c di atas maka di dalamnya terkandung
kewajiban untuk mengembalikan pinjaman. Dari segi yang lebih luas lagi suatu
kewajiban untuk memenuhi perikatan. Dari kewajiban ini dapat dilihat bahwa
kredit hanya dapat diberikan kepada mereka yang dipercaya mampu
mengembalikan pinjaman itu sama artinya dengan kemampuan memenuhi prestasi
suatu perikatan. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Perbankan No. 14
Tahun 1967 menggunakan kredit dalam arti yang dijabarkan yaitu perjanjian
pinjam uang berdasarkan pada kepercayaan akan kemampuan ekonomi penerima
kredit.
Berdasarkan Pasal 1 butir 11 UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan
Kredit adalah : ”penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian kredit.”
Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas
kepercayaan, sehingga pemberian kredit pada dasarnya merupakan pemberian
kepercayaan. Dalam hal ini, kredit hanya akan diberikan bila benar – benar
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
pada waktunya dan syarat – syarat lain yang disepakati antara peminjam dan
kreditur.8
Dari pengertian kredit di atas terlihat adanya suatu persetujuan atau
kesepakatan antara pihak kreditut dan pihak debitur, yaitu pihak kreditur akan
meminjamkan sejumlah uang, sedangkan pihak debitur berjanji untuk Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, pasal 1 butir 12 menyatakan
Kredit adalah : “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.”
Menurut Perda No.7 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 26, pengertian Kredit adalah
”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan koperasi dan
atau usaha kecil dan menengah, yang mewajibkan pihak meminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Jika diperhatikan pengertian kredit di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 di atas, maka dapat disebutkan bahwa pengertian tersebut lebih luas jika
dibandingkan dengan pengertian kredit yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan No. 14 Tahun 1967. Dikatakan lebih luas karena dalam
Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 pihak bank hanya menerima jasa dalam bentuk
bunga. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 disamping bunga
pihak bank juga menerima imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
8
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
mengembalikan uang tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disertai dengan
sejumlah imbalan atau bunga.
Bila dilihat bunyi Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tersebut bunyinya kembali lagi seperti pada Pasal 1 sub c Undang-Undang No. 14
Tahun 1967 yang di dalamnya terkandung kewajiban untuk mengembalikan
pinjaman.
Mr. J.A. Levy, seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris merumuskan
arti hukum dari kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk
dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit, penerima kredit berhak
mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban
mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.9
M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan
dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti
dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu.10
Kredit dalam arti pinjaman uang atau kredit barang hanya orang yang
dipercaya saja yang akan mendapatkan pinjaman uang dari kreditur yaitu bank
atau lembaga keuangan non bank. Orang yang mendapatkan pinjaman uang dari
bank harus mampu dan mau untuk mengembalikan pinjaman tersebut, tepat pada
waktunya disertai dengan imbalan bunga dan menggunakan pinjaman sesuai
dengan tujuan.
9
Mariam Darus Badrulzaman,LocCit Hal 21.
10
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
B. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit
I. Subjek Perjanjian Kredit
Perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan hukum kekayaan
antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya
harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang
berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan yang seorang lagi sebagai pihak
debitur.11
1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan.
Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditur
mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi.
Maka sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri dari :
a. Natuurlijke persoon atau manusia tertentu
b. Rechts persoon atau badan hukum
Jika badan hukum yang menjadi subjek, perjanjian yang diikat bernama
perjanjian atas nama atau “verbintenis op naam” dan kreditur yang bertindak
sebagai penuntut disebut tuntutan atas nama.
2. Seorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan orang lain tertentu,
misalnya seorang bezitter atas kapal. Bezitter ini dapat bertindak sebagai
kreditur dalam suatu perjanjian. Kedudukannya sebagai subjek kreditur bukan
atas nama pemilik kapal inpersoon. Tapi atas nama persoon tadi sebagai
bezitter.
3. Persoon yang dapat diganti, mengenai persoon kreditur yang dapat diganti
(verrang baar), berarti kreditur yang menjadi subjek semula, telah ditetapkan
11
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
dalam perjanjian, sewaktu-waktu dapat diganti kedudukan dengan kreditur
baru. Perjanjian yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian
aan order atau perjanjian atas order atau atas perintah.Demikian juga dalam
perjanjian aan fonder, perjanjian atas nama atau kepada pemegang pembawa
pada surat-surat tagihan hutang.
Tentang siapa-siapa yang dapat menjadi debitur, sama keadaannya dengan
orang-orang yang dapat menjadi kreditur, yaitu :
a. Individu sebagai persoon yang bersangkutan,
1) Natuurlijke Persoon
2) Rechts Persoon
b. Seorang atas kedudukan atau keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu.
Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur semula, baik
atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan persetujuan kreditur
KUH Perdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada perjanjian
yaitu :12
1) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri.
2) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya.
3) Pihak ketiga
II. Objek Perjanjian Kredit
Objek dari perjanjian kredit adalah prestasi. Kreditur berhak atas prestasi
yang diperjanjikan dan debitur wajib melaksanakan prestasi dimaksud. Kalau
12
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
demikian intisari atau hekekat perjanjian adalah prestasi. Sesuai dengan Pasal
1234 KUH Perdata prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk menyerahkan
sesuatu, melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu
(te geven, te doen, of niet te doen). Memberikan sesuatu (te geven) sesuai dengan
ketentuan pada Pasal 1235 KUHPerdata, berarti suatu kewajiban untuk
menyerahkan atau melever (levering) benda.
Tetapi perjanjian untuk menyerahkan bukan semata-mata yang berwujud
benda nyata saja, maupun jenis dan jumlah benda tertentu. Dalam perjanjian
memberikan sesuatu (te geven) termasuk kedalamnya penikmatan (genot) dari
suatu barang. Melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (te doen of niet te
doen) bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Bersifat positif jika isi
perjanjian ditentukan untuk melakukan berbuat sesuatu (te doen). Perjanjian yang
berupa prestasi negatif adalah verbintenis yang memperjanjikan untuk tidak
berbuat atau melakukan sesuatu (niet te doen).
Objek atau voorwerp perjanjian harus dapat ditentukan. Prestasi dapat
berupa dana, uang, benda dan jasa. Tentang objek perjanjian harus dapat
ditentukan adalah suatu yang logis dan praktis. Takkan ada arti perjanjian jika
Undang-Undang tidak menentukan hal demikian. Itulah sebabnya pasal 1320 ayat
3 menentukan objek prestasi perjanjian harus memenuhi syarat yaitu objeknya
harus tertentu (een bepaalde onderwerp). Atau sekurang-kurangnya objek itu
mempunyai jenis tertentu seperti yang dirumuskan dalam pasal 1333
KUHPerdata.
Agar perjanjian itu memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai dan
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
tertentu. Sekurang-kurangnya jenis objek itu harus tertentu. Pada Pasal 1320 ayat
4 KUHPerdata disebutkan isi persetujuan harus memuat atau causa yang
diperbolehkan (geoorloofde oorzaak). Apa yang menjadi objek atau apa yang
menjadi isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian, harus causa yang sah.
Karena itu persetujuan (overeenkomst) yang mengisi perjanjian itu tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum (openbare orde) dan
nilai-nilai kesusilaan (goede zeden). Setiap perjanjian yang objeknya bertentangan
dengan yang diperbolehkan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan
maka perjanjian itu melanggar persyaratan yang semestinya, seperti yang diatur
pada Pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata.
Prestasi yang harus dilaksanakan debitur harus benar-benar sesuatu yang
mungkin dapat dilaksanakan. Adalah sesuatu hal yang benar-benar bertentangan
dengan kepatuhan untuk membebani seorang debitur dengan suatu prestasi yang
tak mungkin dilaksanakan. Akan tetapi dalam mempersoalkan masalah prestasi
yang tak mungkin/onmogeljk ini harus dibedakan antara prestasi yang pada
dirinya sendiri benar-benar atau mutlak tidak mungkin, dengan tidak mungkin dari
sudut pandangan debitur.
Perjanjian yang prestasinya sama sekali tidak mungkin dilakukan sejak
dari semula membuat persetujuan, perjanjian yang demikian dengan sendirinya
dianggap tidak berharga (ongeldia), dan tidak ada kewajiban debitur untuk
memenuhinya. Sebab ketidak mungkinan itu telah menghapuskan kewajiban itu
sendiri. Hal ini telah menjadi prinsip umum dalam kehidupan hukum yang
berbunyi “impossibilium nulla obligatio est”, artinya ketidakmungkinan
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
memang benar-benar mungkin (mogelijk), kemudian oleh karena sesuatu hal
menjadi tidak mungkin, maka perjanjian seperti ini tetap sah dan berharga.
Masalah sampai dimana pengaruh kejadian yang menyebabkan ketidak
mungkinan melaksanakan prestasi, maka persoalan ini termasuk ruang lingkup
overmacht. Menilai overmacht atau noodtuestand yang diatur dalam Pasal 1244
dan 1245 KUHPerdata ialah pada saat pelaksanaannya.
Umumnya orang membedakan antara absolut overmacht dan relatif
overmacht. Pada absolut overmach pelaksanaan perjanjian sama sekali
sungguh-sungguh tidak mungkin dilaksanakan oleh debitur. Pada relatif overmacht
pelaksanaan perjanjian masih mungkin dilakukan tapi dengan jalan memikul
kerugian yang sangat berat bagi pihak debitur, sehingga kerugian baik berupa
pembiayaan pelaksanaan benar-benar merupakan penderitaan yang besar bagi
debitur.
Jadi dalam hal perjanjian kredit, maka kreditur berkewajiban untuk
menyerahkan sejumlah uang atau sejumlah barang pada debitur (peminjam),
sedangkan debitur berkewajiban untuk melakukan pelunasan hutang pada jangka
waktu tertentu sesuai dengan yang diperjanjikan.
C. Syarat – syarat dan Bentuk – bentuk Perjanjian Kredit
1. Syarat-Syarat Perjanjian Kredit
Seringkali ditemukan dalam pemberian kredit itu tidak didasarkan kepada
etika profesional yang tanpa memperhatikan faktor-faktor kelayakan untuk
pemberian kredit. Pada era globalisasi seperti sekarang ini yang sedang dihadapi
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
yang secara meluas dianut oleh para pengelola bank-bank yang ada di dunia pada
saat sekarang ini.
Perjanjian kredit sebahagian dikuasai oleh Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dan bagian umum KUHPerdata, maka mengenai syarat
perjanjian kredit perlu dilihat dalam bagian umum KUHPerdata tentang
Perjanjian. Dalam pasal 1320 KUH Perdata untuk syahnya perjanjian diperlukan
adanya empat syarat, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Cakap untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Syarat yang pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau
pihak-pihak dalam perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subjektif sedangkan syarat
ketiga dan syarat keempat disebut syarat objektif, karena mengenai objeknya dari
suatu perjanjian.
Dengan diperlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka
berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak
tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi
perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklarine) antara para pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), pernyataan
yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).13
13
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan faktor yang dapat
menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut, antara lain :
1) Kekhilafan (kesesatan)
Dalam KUHPerdata pada Pasal 1321 menyatakan tidak ada sepakat yang
sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan
paksaan atau penipuan. Pada Pasal 1322 KUHPerdata juga menyatakan kekhilafan
tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan selainnya apabila kekhilafan itu
terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan
tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya
orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu persetujuan kecuali jika
persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut.
2) Paksaan
Dalam KUHPerdata pada Pasal 1323 menyatakan paksaan yang dilakukan
terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, merupakan alasan untuk
batalnya persetujuan, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak
ketiga, untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat. Yang
dimaksud dengan paksaan adalah bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam
hal yang demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi, misalnya seseorang
yang lebih kuat memegang tangan seseorang yang lemah dan membuat ia
mencantumkan tanda tangan di bawah sebuah perjanjian.
Pada Pasal 1324 KUHPerdata menyatakan paksaan telah terjadi, apabila
perbuatan itu sedemikian hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan
nyata. Yang dimaksud Paksaan disini adalah Kekerasan jasmani atau ancaman
(akan membuka rahasia), dengan sesuatu yang diperbolekan hukum, yang
menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian.
Paksaan terhadap para pihak diatur dalam Pasal 1325 KUHPerdata, yang
menyatakan paksaan mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, tidak saja apabila
dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, tetapi juga
apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau isteri atau sanak keluarga
dalam garis keatas maupun ke bawah.
Dalam KUHPerdata pada Pasal 1326 menyatakan ketakutan saja karena
hormat terhadap ayah, ibu atau lain sanak keluarga dalam garis ke atas tanpa
disertai kekerasan, tidaklah cukup untuk pembatalan persetujuan. Dari Pasal 1326
ini dapat dilihat bahwa ketakutan tidak identik dengan paksaan.
3) Penipuan
Pengertian penipuan, dalam KUHPerdata pada Pasal 1328 menyatakan
penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu
muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang
dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak
dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, akan tetapi
harus dibuktikan.
Cakap dalam melakukan perbuatan hukum, dalam KUHPerdata pada Pasal
1329 menyatakan setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam KUH erdata pada Pasal 1330 juga menyatakan, tidak cakap untuk
membuat persetujuan adalah :
a) Orang-orang belum dewasa.
b) Mereka yang dtaruh di bawah pengampuan
c) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang
dan pada umumnya semua orang, kepada siapa undang-undang telah
melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu.
Kalau syarat subjektif tidak dipenuhi maka suatu perjanjian itu tidak batal
demi hukum akan tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya
perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak
yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas, dan
juga pihak yang menerima kredit haruslah sudah dewasa atau tidak berada di
bawah pengampuan orang lain.
Syarat yang ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, dimana suatu
perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp) tertentu,
sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang
sekarang ada maupun yang akan ada. Barang itu adalah barang yang dapat
diperdagangkan dan dapat ditentukan jenisnya. Sedangkan barang yang akan
datang, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1332 KUHPerdata, hanya
barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok
persetujuan-persetujuan. Barang yang akan ada, di dalam Pasal 1334 KUHPerdata dinyatakan
barang yang baru, akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Mengenai causa dan ketertiban umum, Pasal 1335 KUHPerdata
menyatakan perjanjian tanpa kuasa adalah suatu persetujuan tanpa sebab atau
yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai kekuatan. Pada Pasal 1336 KUHPerdata, menyatakan sebab yang
halal adalah jika tidak dinyatakan sesuatu tetapi ada suatu sebab yang halal
ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan persetujuannya,
namun demikian adalah sah. Mengenai sebab terlarang Pasal 1337 KUHPerdata
menyatakan suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang
atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
Sudah jelas bahwa yang dimaksud dengan causa bukanlah hubungan sebab
akibat sehingga pengertian kausa disini tidak mempunyai hubungan sama sekali
dengan ajaran kausaliteit yang dimaksud dengan kausa bukan sebab yang
mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian karena apa yang menjadi
motif dari seseorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian
umum.
Apabila syarat objektif ini tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi
hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak
pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian
tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian
tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris
dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.
Dalam hubungannya dengan perjanjian kredit syarat-syarat tersebut
berlaku. Di dalam pembuatan perjanjian kredit antara pihak si penerima kredit
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
persyaratan seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Sebagai obyek
dari adanya perjanjian kredit itu adalah sejumlah uang tertentu, sehingga pihak
bank sebagai pihak kredit harus menyerahkan sejumlah uang tertentu kepada
pihak si penerima kredit atau debitur dan pihak bank sebagai pihak kreditur
berhak untuk menuntut pengembalian daripada uang tersebut dari pihak di
penerima kredit sebagai pihak debitur dan debitur berkewajiban mengembalikan
pinjamannya setelah jangka waktu yang telah ditentukan.
2. Bentuk - Bentuk Perjanjian Kredit
Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis
yang penting memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk
dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai
alat bukti bagi para pihak yang membuatnya..
Perjanjian kredit dasar hukumnya secara tertulis dapat mengacu pada
Pasal 1 ayat 11, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam
pasal itu terdapat kata-kata penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat
tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun
dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis.
Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur
sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam praktek bank ada dua bentuk perjanjian kredit yaitu :
a. Perjanjian kredit di bawah tangan
Perjanjian kredit di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh
bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat diantara mereka yaitu antara kreditur
dan debitur, tanpa dibuat dihadapan notaris. Bahkan lazimnya dalam
penandatanganan akta perjanjian tersebut, tidak ada saksi yang turut serta dalam
membubuhkan tanda tangannya. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa saksi
merupakan salah satu pembuktian dalam perkara perdata.
Pasal 1874 KUHPerdata menyatakan akta di bawah tangan adalah surat
atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang
berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Jadi akta di bawah tangan
dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas terserah bagi para pihak yang
membuat dan tempat membuatnya dimana saja diperbolehkan.
Yang terpenting bagi akta di bawah tangan itu terletak pada tanda tangan
para pihak, hal ini sesuai ketentuan Pasal 1876 KUHPerdata yang menyebutkan
barang siapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta) di bawah tangan,
diwajibkan secara tegas mengakui tanda tangannya.
Kalau tanda tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan berlaku
sebagai bukti sempurna seperti akta otentik bagi para pihak yang membuatnya.
Sebaliknya jika tanda tangan itu dipungkiri oleh pihak yang telah membubuhkan
tanda tangan maka pihak yang mengajukan akta di bawah itu harus berusaha
mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa tanda tangan tadi
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Supaya akta di bawah tangan tidak mudah dibantah atau disangkal
kebenaran tanda tangan yang ada dalam akta tersebut dan untuk memperkuat
pembuktian formil, materiil dan pembuktian di depan hakim maka akta yang
dibuat di bawah tangan sebaiknya dilakukan legalisasi. Secara harafiah legalisasi
artinya menyatakan kebenaran ialah pernyataan benar dengan jalan memberi
pengesahan oleh pejabat yang berwenang atas akta di bawah tangan meliputi
tanda tangan, tangan, tanggal dan tempat dibuatnya akta dan isi akta.
Dengan adanya legalisasi maka para pihak yang membuat perjanjian di
bawah tangan tersebut tidak dapat mengingkari lagi keabsahan tanda tangan,
tempat dan tanggal dibuatnya akta karena isi akta di bawah tangan, dibacakan dan
diterangkan sebelum para pihak tanda tangan.
Meskipun akta di bawah tangan yang dilegalisasi tidak mengubah status
akta di bawah tangan menjadi akta otentik, namun dengan adanya legalisasi para
pihak yang menandatangani akta di bawah tidak dapat lagi menyangkal atau
mengingkari keabsahan tanda tangan dan isi akta itu karena notaris telah
menyaksikan dan membacakan isi akta sebelum para pihak menandatangani akta
tersebut. Berarti akta-akta di bawah tangan yang dilegalisasi mempunyai kekuatan
hukum pembuktian seperti akta otentik baik pembuktian materiil, formil dan
pembuktian di depan hakim.
Selain legalisasi terhadap akta di bawah tangan, ada juga yang disebut
waarmerking. Secara harfiah waarmerking dapat diartikan pengesahan, yaitu
pencegahan atas akta di bawah tangan oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh
undang-undang atau peraturan lain. Secara yuridis sebenarnya dalam waarmerking