• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA

MEDAN

STUDI PT.BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

RISKY ADELIA BUDIANTY

040 200 250

(2)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA

MEDAN

STUDI PT.BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

RISKY ADELIA BUDIANTY

040 200 250

Program Kekhususan Perdata BW

Program Reguler Mandiri

Disetujui Oleh :

Ketua Program Kekhususan Perdata BW

(Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH,MS.)

Nip. 131 764 556

Pembimbing I

Pembimbing II

(Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH,MS.) (Syamsul Rizal, SH.M.Hum)

Nip. 131 764 556

Nip. 131 870 595

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat

dan karuniNYA, sehingga penuli dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul :

“HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK

PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA

MEDAN, STUDI DI BANK NEGARA INDONESIA di Kota MEDAN”

Penulisan skripsi ini adalah salah satu mata kuliah yang harus diambil oleh

seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bagian

dari kurikulum pendidikan hukum guna memenuhi dan melengkapi syarat – syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan yang penulis temui, tetapi

karena bantuan dari beberapa phak hambatan tersebut dapat penulis lalui dan

jalani sehingga skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Oleh karena itu dalam

kata pengantar ini sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar – besarnya kepada mereka yang telah memberi bantuan, dukungan, peran

serta dan perhatiannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Kepada kedua orang tua kandung penulis Ayahanda Ir.Adrian K, Ibunda

Ir. Tetty Magdalena Nasution, dan Abang kandung penulis Donny Ahmad

(4)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

dan memberikan semangat, dukungan, kasih sayang dan Doa Kepada

ananda dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof.DR.Runtung Sitepu,SH.M.HUM, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof.DR.H.Tan Kamello,SH.MS selaku ketua Departemen Hukum

Keperdataan dan sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

pengarahan, bimbingan nasehat dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Syamsul Rizal,SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, nasehat, saran dan pengarahan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada Dosen Wali Bapak M.Husni,SH,M.Hum, serta Dosen dan Para

Staf Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada

penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada sanak saudara penulis yang telah memberikan banyak bantuan,

semangat, serta nasehat – nasehat kepada penulis.

7. Seluruh teman – teman penulis XEPULUH, Putri Purnama Sari,S.ked,

Laura Frestynor, Fania Zuhra Andhina,Amd, Dmitri Yuanita Kirana

Sirait,SKG, Rizky Fadila, Novi Maya Sari, Pricilla Dinanti, Riki Rizki,

Dina Sofiana Anastasia,SE, Riki Rizki dan teman – teman anak

XEPULUH yang saya tidak dapat sebutkan satu persatu, Serta teman –

teman Fakultas Hukum Program Regular Mandiri Stb.2004, Liza Fauzia

SH, Miranty SH, Aminah Pratiwi SH, Auza Anggara SH, Mira Sabrina

Miraza,SH, Timotius Wahyu PS, Wiwin Azmi HRP, Siska Yolanda SH,

(5)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

yang lain (khususnya Stambuk 2004 Grup A),serta para senior yang telah

banyak memberikan segala bantuan, semangat, dukungan, suka dan duka

kepada penulis.

8. Kepada Kakak Alia bagian kredit yang bekerja di BNI kesawan, Pak

Martono, Pak Adam, Pak Rahmat, Pak Eri , dan Kepada Pihak Bank

Negara Indonesia yang banyak membantu saya memberi data kepada saya

untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Dan kepada semua pihak yang turut membantu saya di dalam penulisan

skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga ALLAH SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-NYA

kepada semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak

langsung.

Dan akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT meridhoi dan

memberkahi apa yang telah penulis perbuat dan semoga skripsi ini bermanfaat

bagi semua pihak.

Medan, November 2008

Wassalam

(6)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penulisan ... 5

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan... 12

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN/PEMBERIAN KREDIT BANK KEPADA USAHA KECIL ... 13

A. Pengertian Kredit Secara Umum ... 17

B. a. Subjek Perjanjian Kredit……….. 22

b. Objek Perjanjian Kredit……… 23

C. a. Syarat-Syarat Perjanjian Perjanjian Kredit ... 26

b. Bentuk – Bentuk Perjanjian Kredit... 32

D. Dasar Pertimbangan Pemberian Kredit ... 36

E. a. Hak dan Kewajiban Pemberi Kredit ... 40

(7)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

F. Pengertian Usaha Kecil... 43

G. Dasar – Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah... 47

H. Kredit Usaha Kecil Menegah... 51

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT ... 57

A. Pengertian Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit ... 57

B. Jenis – Jenis Jaminan Dalam Pemberian Kredit ... 64

C. Fungsi Jaminan Kredit Dalam Pemberian Kredit ... 69

BAB IV : ANALISIS KEDUDUKAN PENJAMIN (BORG) DALAM PEMBERIAN KREDIT BAGI PELAKU USAHA KECIL DAN MENENGAH ... 75

A. Tanggung Jawab Penjamin Dalam Pemberian Kredit ... 75

B. Kedudukan Penjamin Bila debitur Wanprestasi ... 79

C. Upaya yang dilakukan Bank Negara Indonesia untuk Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Debitur Wanprestasi)... 81

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA………. 88

(8)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap usaha kecil dan menengah di Bank Negara Indonesia di kota Medan dalam memberikan Kredit Usaha Kecil yang dikaitkan dengan Penjamin.

Pada dasarnya penjaminan pribadi merupakan bagian dari skema perjanjian penanggungan yang diatur pada KUHPerdata (Bab XVII KUHPerdata). Inti dari perjanjian penanggungan adalah adanya pihak ketiga yang setuju untuk

kepentingan si berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang, apabila pada waktunya si berhutang sendiri tidak berhasil memenuhi kewajibannya (Pasal 1820 KUHPerdata). Perjanjian penanggungan hanya

memberikan kreditur hak umum untuk menagih kepada pihak-pihak yang telah mengikatkan diri sebagai penanggung dalam hal kegagalan pembayaran sehingga kedudukan kreditur yang dijamin oleh penanggung masih berada di bawah kreditur yang dijamin oleh hak jaminan kebendaan.

Jaminan perorangan merupakan hak relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat oleh perjanjian. Hak jaminan perorangan timbul karena perjanjian antara kreditur dengan pihak ketiga yang diadakan untuk kepentingan debitur, dalam perjanjian tersebut pihak ketiga menjamin dipenuhinya kewajiban debitur, bahkan perjanjian tersebut dapat diadakan diluar pengetahuan debitur.

Metode yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah dengan cara pengumpulan data wawancara, penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan menelusuri kepustakaan berdasarkan sumber-sumber, buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi, keterangan-keterangan yang berasal dari dokumen-dokumen maupun arsip Bank Negara Indonesia kota Medan yang berkaitan dengan penelitian.

(9)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pada setiap kegiatan perekonomian tidak dapat dipisahkan dari masalah –

masalah perjanjian. Hampir pada setiap kegiatan tersebut, kita mendapat adanya

perjanjian – perjanjian diantara pelaku ekonomi tersebut. Contohnya seperti

perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemberian kuasa, pemberian jasa,

pemborongan pekerjaan, perjanjian kerja, asuransi, lisensi dan pinjam meminjam

(perkreditan) serta yang lain masih banyak lagi. Dari semua kegiatan itu tidak ada

satupun yang terlepas dari jangkauan hukum, dimana salah satu hukum yang

menjangkau semua kegiatan itu kita sebut Hukum Perjanjian atau dalam istilah

asingnya dikenal dengan sebutan Contract Law.

Dalam kaitannya dengan judul disini kita akan melihat perjanjian kredit

yang akan diberikan pihak bank kepada pengusaha kecil dan menengah dan

kedudukan perjanjian dalam pemberian kredit tersebut.

Dalam pengembangan dunia usaha nasional agar makin mampu berperan

dalam mendoronng pertumbuhan ekonomi, maka peningkatan kesempatan

berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah perlu dibina agar makin kuat

kemampuannya dalam mendukung pembangunan dan menciptakan struktur

perekonomian yang lebih kokoh. Sehingga perlu disediakan berbagai kemudahan

dan bantuan seperti kredit untuk mendorong usaha bagi pengusaha kecil dan

menengah.

(10)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Tan Kamello, mengatakan salah satu masalah hukum yang belum tuntas

penanganannya dan meminta perhatian sampai sekarang adalah bidang hukum

jaminan.1

Dari hal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fasilitas kredit akan

diberikan jika nasabah menyediakan barang jaminan atau ada perjanjian yang Pemberian Kredit juga merupakan masalah yang lazim ditemui dalam

suatu usaha yang dikelola oleh orang atau badan hukum atau badan usaha.

Masalah kredit sebenarnya timbul oleh karena kemajuan peradaban umat manusia

khususnya dibidang perekonomian. Dimana ketika uang mulai dikenal sebagai

alat kehidupan, pinjam meminjam barang beralih menjadi pinjam meminjam

uang.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah memberikan

pengaturan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit

prinsip kehati-hatian dalam Undang-Undang Perbankan tersebut mencerminkan

bahwa bank dalam memberikan kredit harus mengikat kepentingan nasabah yang

menyimpan dananya di bank dan hal itu untuk keamanan bank itu sendiri. Yang

dalam prakteknya, setiap bank telah menyediakan perjanjian kredit baku yang

isinya telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihak bank.

Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

mengisyaratkan bahwa dalam memberikan kredit bank umum wajib mempunyai

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya

sesuai dengan yang diperjanjikan. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 8 tersebut

menjelaskan bahwa untuk memperoleh keyakinantersebut.

1

(11)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

dapat menjamin pemberian kredit terhadap si penerima kredit. Jadi, tanpa Jaminan

bank tidak mungkin mengabulkan permohonan kredit dari nasabah. Oleh karena

itu jaminan sangat penting artinya demi keamanan si pemberi kredit (bank).

Memberikan suatu barang sebagai jaminan kepada bank berarti pemilik

barang telah melepaskan sebahagian kekuasaannya tersebut. Adanya jaminan

seperti ini sangat diperlukan bank, karena bank mempunyai suatu kepentingan

hukum bahwa nasabah yang menjadi debitur memenuhi kewajiban atas perikatan

yang telah dibuatnya. Pada umumnya jaminan itu merupakan bentuk pengamanan

kredit berupa kebendaan.

Penanaman dana dalam bentuk kredit pasti akan menghasilkan bunga yang

relatif tinggi. Namun dilihat dari resikonya, maka pada penanaman dana dalam

bentuk kredit memiliki resiko kemacetan dalam pengambilan kredit. Menyadari

akan adanya resiko kemacetan pengambilan kredit, maka undang-undang

perbankan telah memberikan pengaturan tentang hal-hal yang harus diperhatikan

dalam pemberian kredit. Hal ini juga diperhatikan oleh pihak bank yang ingin

memberikan pinjaman terhadap nasabah yang dalam konteks pembahasan ini

adalah pengusaha kecil dan menengah.

Persoalan kredit macet dalam dunia perbankan menjadi persoalan yang

sangat serius. Bank yang dalam aktivitasnya menarik dana dan menyalurkannya

kembali kepada masyarakat akan tidak dapat menjalankan fungsinya secara baik,

manakala kredit yang disalurkan itu kemudian mengalami kemacetan dalam

pengambilannya. Sering kali dalam praktek terhambatnya pengambilan kredit itu

Disebabkan oleh faktor kurangnya profesionalisme pihak pemberi kredit

(12)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

tidak akan terjadi jika pihak bank benar-benar menegakkan etika profesional

dalam pengelolaan pemberian kredit. Di sisi lain jika hukum dan aparat

penegaknya benar-benar menegakkan kebenaran dan keadilan diatas segalanya,

yang tentunya persoalan kredit macet ini juga tidak akan menjadi suatu hal yang

menakutkan bagi kalangan perbankan.

Pengelolaan kredit perbankan haruslah mengacu kepada manajemen

profesionalisme yang dianut oleh dunia perbankan. Seringkali dalam praktek

penyaluran kredit itu lebih ditekankan kepada aspek ekonomis yang cenderung

untuk mengambil keuntungan secara maksimal. Kegiatan aktif fungsi bank ini

harus benar-benar dijiwai oleh ideologi yang hidup karena perkreditan harus

dijalankan dengan baik. Analisa kredit apabila dilakukan secara profesional dapat

berperan sebagai saringan pertama untuk menjaga bank agar tidak terjerumus ke

dalam kasus kredit bermasalah atau kredit macet.

Persoalan-persoalan tentang prosedur terhadap pemberian kredit kepada

pihak debitur, bagaimana kedudukan penjamin bila debitur Wanprestasi dan

bagaimana penyelesaian yang dilakukan oleh bank apabila debitur Wanprestasi,

menjadi latar belakang penulis dan berkeinginan untuk mencoba menelaah

persoalan-persoalan tersebut di atas.

B. Perumusan Masalah

Dalam pembahasan skripsi ini, yang menjadi permasalahan adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana Tanggung Jawab Penjamin dalam pemberian kredit

(13)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

3. Upaya Apa yang dilakukan PT. Bank Negara Indonsesia (Persero)

Tbk Medan untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur

wanprestasi).

C. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini difokuskan untuk membahas tentang prosedur

pemberian kredit kepada pelaku usaha kecil dan menengah yang dijamin dengan

borgtocht dan kedudukan penjamin bila debitur Wanprestasi serta upaya yang

dilakukan bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur wanprestasi).

Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi

yang sudah ada maupun sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan

pembahasan skripsi mengenai kedudukan penjamin (Borg) dalam pemberian

kredit bagi pelaku usaha kecil dan menengah di PT.Bank BNI kota Medan

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan.

Adapun tujuan di dalam pembahasan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui mengenai tanggung jawab penjamin dalam

pemberian kredit.

2. Untuk mengetahui mengenai kedudukan penjamin bila debitur

Wanprestasi.

3. Untuk mengetahui mengenai upaya yang dilakukan PT.Bank

Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan untuk menyelesaikan

(14)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam pembahasan skripsi ini, akan diperolah manfaat sebagai berikut :

a. Sebagai kajian bagi kalangan perbankan dan ahli hukum mengenai

masalah kedudukan penjamin di dalam pemberian kredit kepada

pelaku usaha kecil dan menengah.

b. Memberikan pemahaman hukum bagi pelaku usaha kecil dan

menengah dan masyarakat pada umumnya dalam proses pemberian

kredit dengan penjamin (Borg).

c. Sebagai bahan bagi yanng berminat dalam proses pemberian kredit

dengan penjamin (Borg).

d. Data dan informasi ini juga diharapkan akan memberikan

informasi kepada pelaku usaha kecil dan menengah dalam

mengajukan permohonan kredit kepada Bank.

E. Tinjauan Kepustakaan

Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis, di dunia pada

umumnya serta di Indonesia pada khususnya, kegiatan bisnis bank umum menjadi

semakin canggih dan beraneka ragam. Walaupun demikian, berbagai macam

kegiatan tama yang sejak dahulu yaitu menjadi tulang punggung operasi badan

usaha tersebut, hingga dewasa ini masih tetap bertahan.

Siswanto Sutojo mengatakan adapun jenis kegiatan bisnis utama bank

umum antara lain :

1. Menjunjung kelancaran mekanisme pembayaran di masyarakat

2. Mengumpulkan dana dari masyarakat

(15)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

4. Menyediakan jasa penunjang perdagangan internasional

5. Menyediakan jasa pialang surat berharga

6. Menyediakan jasa penitipan barang berharga dan surat bernilai.2

Kata kredit berasal dari kata ”credere” dalam bahasa Yunani yang artinya

percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya ”vertrouwen”, dalam bahasa Inggris

”believe” atau ”trust or confidence”, yang artinya sama yaitu percaya.

Dalam pembahasan skripsi ini difokuskan kepada prosedur pemberian

kredit kepada pelaku kecil dan menengah yang dijamin dengan borgtocht,

kedudukan penjamin bila debitur wanprestasi serta upaya yang dilakukan bank

untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur wanprestasi).

Pengertian Bank di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 menyatakan :

”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak”.

Pengertian kredit dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang nomor 10

Tahun 1998 menyatakan :

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau

pembagian hasil keuntungan”.

2

(16)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan

hidup manusia. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit berarti ia

memperoleh kepercayaan, dengan kata lian maka kredit mengandung pengertian

adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang

bersangkutan pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu

kewajiban yang telah diperjanjikan terlebih dahulu.

Hassanudin Rahman mengatakan, Bank merupakan produk yang paling

utama melakukan kegiatan dalam hal pemberian kredit atau bantuan permodalan

agar suatu usaha yang dikelola seseorang atau badan hukum dapat lebih

berkembang dan mengembangkan usahanya lebih sedikit baik dan lancar serta

bertambah kemajuannya, kredit dalam arti luas didasarkan atas

komponen-komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi dimasa mendatang.3

3

Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia(Panduan

Dasar : Legal Officer, Citra Aditya Bakti, Bandung), 1998, Hal.96.

Berdasarkan batasan yang diberikan oleh Undang-Undang bahwa dalam

pengertian kredit terkandung perkataan pinjam meminjam sebagai dasar

diadakannya perjanjian kredit. Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia

adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur di dalam

KUHperdata pada Pasal 1754 sampai Pasal 1769. Dengan demikian pembuatan

suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan – ketentuan di dalam KUH

perdata tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan diantara para pihak, artinya

dalam hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang

(17)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam KUH Perdata sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa

diserahkan kepada para pihak. Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa :

”Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan

kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan

karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan

mengambilkan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan sebagai suatu perjanjian, maka

pengertian perjanjian kredit itu terlepas dari KUH Perdata dan Undang-Undang

Perbankan, dan perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan.4

4

Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian Kredit Bank Citra Aditya Bandung, 1991, Hal. 23.

Dalam pelaksaannya, pengertian perjanjian kredit ini selalu dikaitkan

dengan bentuk perjanjian yang ditegaskan dalam model-model formulir bank dari

masing-masing bank. Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan

yang lain tidak sama karena harus disesuaikan dengan kebutuhannya

masing-masing.

Pengertian Jaminan dalam Pasal 1131 disebutkan bahwa :

”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”.

Borgtocht dalam bahasa Indonesia disebut penjaminan atau

penanggungan. Orangnya disebut borg atau penjamin atau penanggungan.

Borgtocht adalah perjanjian antara kreditur (berpiutang) dengan seorang pihak

(18)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Pemberian kredit pada umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh

pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan

sulit untuk memperoleh kredit bank. Dalam perkembangannya untuk membantu

masyarakat memperoleh modal dengan mudah yang diharapkan mampu

meningkatkan pembangunan nasional khususnya untuk menciptakan pertumbuhan

ekonomi, maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan tidak mewajibkan pemberian kredit harus diakui dengan

kewajiban pemohon kredit menyediakan jaminan.

Kredit sebenarnya mempunyai pasaran yang luas sekali. Jumlah peminta

kredit lebih banyak dan besar jumlahnya jika dibandingkan dengan adanya

badan-badan yang sanggup melayaninya. Salah satu penyaluran kredit yang diberikan

bank yaitu kepada pengusaha kecil dan menengah.

Usaha kecil menengah ini bersifat relatif, sehingga perlu ada batasannya

dari berbagai segi, defenisi usaha kecil dan menengah dari berbagai segi adalah :

a. Berdasarkan total aset

Berdasarkan total aset, usaha kecil dan menengah yaitu pengusaha yang

memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat membuka usaha.

b. Berdasarkan total penjualan pertahun

Usaha kecil dan menengah yaitu pengusaha yang memiliki hasil total penjualan

bersih pertahun paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah).

c. Berdasarkan status kepemilikan

Usaha kecil dan menengah yaitu usaha berbentuk perorangan, bisa berbadan

(19)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian untuk penulisan skripsi ini adalah :

1. Penelitian Kepustakaan

Materi atau badan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini, meliputi data

sekunder yaitu dengan penelitian kepustakaan dan penelusuran data-data

objektif yang berupa penelusuran, penelahaan dan pengutipan bahan-bahan di

kepustakaan yang berhubungan dengan judul untuk menjelaskan permasalahan.

Dan data primer yaitu untuk mengkaji dan melakukan analisis data yang

diperoleh di lapangan.

2. Penelitian Lapangan

a. Lokasi penelitian

Objek penelitian ini dilakukan di kota Medan yang dilaksanakan di PT Bank

Negara Indonesia (Persero) Tbk kota Medan dan melaksanakan studi kasus

yang berhubungan dengan skripsi ini.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan melakukan

pengumpulan data melalui studi pencatatn dokumen dan wawancara dengan

bagian perkreditan untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang akan

dibahas dalam skripsi ini.

c. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh, dikumpulkan dan diseleksi agar tidak terjadi kekeliruan.

(20)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

G. Sistematika Penulisan

Sistematika di dalam penulisan skripsi ini terdiri dari :

1. Bab satu, membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah,

Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode penelitian dan Sistematika Penulisan.

2. Bab dua, membahas mengenai Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian/

Pemberian Kredit Bank Kepada Usaha Kecil

3. Bab tiga, membahas mengenai Tinjauan Umum Tentang Jaminan Dalam

Pemberian Kredit

4. Bab empat, membahas mengenai kedudukan penjamin (Borgtocht) Dalam

Pemberian Kredit Bagi Pelaku Usaha Kecil Dan Menengah Di PT. Bank

Negara Indonesia (persero) Tbk di Kota Medan

5. .Bab lima, mengenai Kesimpulan dan Saran.

Seterusnya dikemukan sejumlah daftar yang dipergunakan sebagai bahan

(21)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT

Di dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai beraneka ragam

perjanjian, hal ini dapat kita sadari untuk memenuhi kebutuhan hidup yang

semakin hari semakin meningkat sesuai dengan perkembangan zaman, salah satu

diantaranya adalah perjanjian kredit. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan

definisi dari perjanjian.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan kata

lain,perjanjian itu merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau

lebih,dengan berdasarkan kesepakatan untuk saling mengikatkan dirinya

mengenai suatu objek tertentu, yang mempunyai tujuan dan menimbulkan akibat

hukum.

R.Subekti mengatakan perjanjian itu menerbitkan perikatan, suatu

perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau lebih

berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang

lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

Di dalam Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan tiap-tiap perikatan

dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Perikatan yang

bersumber dari undang-undang semata-mata adalah perikatan yang dengan

terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu, ditetapkan melahirkan suatu hubungan

hukum (perikatan) diantara pihak-pihak yang bersangkutan, terlepas dari kemauan

(22)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

pihak-pihak tersebut. Misalnya kematian dengan meninggalnya seseorang, maka

perikatan yang pernah mengikat orang tersebut beralih kepada ahli warisnya.

Dalam suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan karena dua pihak itu

bersetuju untuk melakukan sesuatu. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu

rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan, yang

diucapkan atau ditulis. Di dalam pemberian kredit bank wajib mempunyai

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya

sesuai dengan yang dipinjamkan.

Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan yang

berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan oleh bank sebagai

pemberi dana, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah diyakini akan

dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan syarat-syarat yang

telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit.

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan sebagai suatu perjanjian, maka

pengertian perjanjian kredit itu tidak dapat terlepas dari KUH Perdata dan

Undang-Undang Perbankan. Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan

(voorovereenkomst), dalam hal ini tentunya yang dimaksudkan adalah perjanjian

pendahuluan dari penyerahan uang.5

5

Mariam Darus Badrulzaman, Loc Cit, Hal. 23

Perjanjian kredit menurut pendapat beberapa sarjana hukum dikuasai oleh

ketentuan-ketentuan KUH Perdata Bab XIII Buku III, karena perjanjian kredit

mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut KUH Perdata, dan sebagian lainnya

(23)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Jadi dapat dikatakan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri, tetapi

dengan memahami rumusan pengertian kredit yang diberikan oleh

Undang-Undang Perbankan, maka dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit

sebagian masih bisa mengacu pada ketentuan KUH Perdata Bab XIII Buku III.

Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi

dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan azas atau

ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata.

Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak

mengenal istilah perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam

instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo surat

Edaran Bank Negara Indonesia unit 1 Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober

1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam

memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib menggunakan

perjanjian kredit.

Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam

pemberian kredit tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani bank dan debitur

maka tidak ada pemberian kredit itu. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara

dengan debitur, yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua

pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit (pinjam uang).

Kredit adalah pokok atau prinsip, sedangkan perjanjian jaminan adalah

perjanjian ikutan atau accesoir artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan

(24)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Thomas Suyatno mengatakan, adapun unsur-unsur yang terdapat dalam

perjanjian kredit adalah :

A. Kepercayaan

Kepercayaan adalah keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar

diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

B. Waktu

Waktu adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan

pengembaliannya dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Dalam unsur waktu ini

terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih

tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

C. Degree of Risk

Dengan pengertian degree of risk disebutkan bahwa dalam pemberian kredit

itu menimbulkan suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari

adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

pengembaliannya, yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit

diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya karena sejauh kemampuan

manusia untuik menorobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur

ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan

timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul

jaminan dalam pemberian kredit.

D. Prestasi

Prestasi yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat berupa uang, jasa

(25)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering

kita jumpai dalam praktek perkreditan.6

6

Thomas Suyanto, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1999, Hal. 14.

Sebagai contoh jika perjanjian kredit berakhir karena ada pelunasan hutang

maka secara otomatis perjanjian jaminan akan menjadi hapus atau berakhir. Tetapi

sebaliknya jika perjanjian jaminan hapus atau berakhir, misalnya barang yang

menjadi jaminan musnah maka perjanjian kredit tidak berakhir. Jadi perjanjian

kredit harus mendahului perjanjian jaminan, tidak mungkin ada jaminan tanpa ada

perjanjian kredit.

Perjanjian kredit perlu mendapat perhatian yang khusus, baik oleh bank

sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit

mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, maupun

pelaksanaan kredit itu. Namun dari langkah yang penulisan ini sebagai gambaran

umum prosedur perkreditan meliputi beberapa langkah yang ditangani oleh bank

agar pemberian kredit tersebut dapat digolongkan sehat, hal mana pembahasannya

akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.

A. Pengertian Kredit Secara Umum

Pada umumnya disetiap bentuk usaha, baik itu disektor perdagangan,

sektor perindustrian, sektor pertanian atau perdagangan atau sektor perhubungan,

apakah bentuk usaha kecil dan menengah ataupun bentuk usaha besar, pasti usaha

tersebut memerlukan kredit, yang berfungsi sebagai faktor memajukan produksi,

sehingga melalui bantuan kredit dari bank, maka usaha tersebut akan semakin

(26)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Pemberian kredit merupakan masalah yang lazim ditemui dalam suatu

usaha yang dikelola oleh orang atau badan hukum atau badan usaha. Masalah

kredit sebenarnya timbul oleh karena kemajuan peradaban umat manusia

khususnya dibidang perekonomian. Dimana ketika uang mulai dikenal sebagai

alat kehidupan, pinjam meminjam barang beralih menjadi pinjam meminjam

uang.

Kata kredit berasal dari kata “credere” dalam bahasa Yunani yang artinya

percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya “vertrouwen”, dalam bahasa Inggris

“believe” atau “trust or confidence”, yang artinya sama yaitu percaya.

Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan hidup

manusia. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit berarti ia memperoleh

kepercayaan, dengan kata lain maka kredit mengandung pengertian adanya suatu

kepercayaan dari seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan

pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu kewajiban yang telah

diperjanjikan terlebih dahulu.

Bank merupakan produk yang paling utama melakukan kegiatan dalam hal

pemberian kredit atau bantuan permodalan agar suatu usaha yang dikelola

seseorang atau badan hukum dapat lebih berkembang dan mengembangkan

usahanya lebih sedikit baik dan lancar serta bertambah kemajuannya. Kredit

dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko dan

pertukaran ekonomi dimasa mendatang.7

7

(27)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau

tagihan. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967, bahwa Kredit adalah :

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan

persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, dalam hal mana

pihak meminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan”.

Jika diperhatikan Pasal 1 sub c di atas maka di dalamnya terkandung

kewajiban untuk mengembalikan pinjaman. Dari segi yang lebih luas lagi suatu

kewajiban untuk memenuhi perikatan. Dari kewajiban ini dapat dilihat bahwa

kredit hanya dapat diberikan kepada mereka yang dipercaya mampu

mengembalikan pinjaman itu sama artinya dengan kemampuan memenuhi prestasi

suatu perikatan. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Perbankan No. 14

Tahun 1967 menggunakan kredit dalam arti yang dijabarkan yaitu perjanjian

pinjam uang berdasarkan pada kepercayaan akan kemampuan ekonomi penerima

kredit.

Berdasarkan Pasal 1 butir 11 UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan

Kredit adalah : ”penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian kredit.”

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas

kepercayaan, sehingga pemberian kredit pada dasarnya merupakan pemberian

kepercayaan. Dalam hal ini, kredit hanya akan diberikan bila benar – benar

(28)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

pada waktunya dan syarat – syarat lain yang disepakati antara peminjam dan

kreditur.8

Dari pengertian kredit di atas terlihat adanya suatu persetujuan atau

kesepakatan antara pihak kreditut dan pihak debitur, yaitu pihak kreditur akan

meminjamkan sejumlah uang, sedangkan pihak debitur berjanji untuk Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, pasal 1 butir 12 menyatakan

Kredit adalah : “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil

keuntungan.”

Menurut Perda No.7 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 26, pengertian Kredit adalah

”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan koperasi dan

atau usaha kecil dan menengah, yang mewajibkan pihak meminjam untuk

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Jika diperhatikan pengertian kredit di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun

1992 di atas, maka dapat disebutkan bahwa pengertian tersebut lebih luas jika

dibandingkan dengan pengertian kredit yang diatur dalam Undang-Undang

Perbankan No. 14 Tahun 1967. Dikatakan lebih luas karena dalam

Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 pihak bank hanya menerima jasa dalam bentuk

bunga. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 disamping bunga

pihak bank juga menerima imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

8

(29)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

mengembalikan uang tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disertai dengan

sejumlah imbalan atau bunga.

Bila dilihat bunyi Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

tersebut bunyinya kembali lagi seperti pada Pasal 1 sub c Undang-Undang No. 14

Tahun 1967 yang di dalamnya terkandung kewajiban untuk mengembalikan

pinjaman.

Mr. J.A. Levy, seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris merumuskan

arti hukum dari kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk

dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit, penerima kredit berhak

mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban

mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.9

M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan

dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti

dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu.10

Kredit dalam arti pinjaman uang atau kredit barang hanya orang yang

dipercaya saja yang akan mendapatkan pinjaman uang dari kreditur yaitu bank

atau lembaga keuangan non bank. Orang yang mendapatkan pinjaman uang dari

bank harus mampu dan mau untuk mengembalikan pinjaman tersebut, tepat pada

waktunya disertai dengan imbalan bunga dan menggunakan pinjaman sesuai

dengan tujuan.

9

Mariam Darus Badrulzaman,LocCit Hal 21.

10

(30)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

B. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit

I. Subjek Perjanjian Kredit

Perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan hukum kekayaan

antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya

harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang

berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan yang seorang lagi sebagai pihak

debitur.11

1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan.

Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditur

mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi.

Maka sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri dari :

a. Natuurlijke persoon atau manusia tertentu

b. Rechts persoon atau badan hukum

Jika badan hukum yang menjadi subjek, perjanjian yang diikat bernama

perjanjian atas nama atau “verbintenis op naam” dan kreditur yang bertindak

sebagai penuntut disebut tuntutan atas nama.

2. Seorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan orang lain tertentu,

misalnya seorang bezitter atas kapal. Bezitter ini dapat bertindak sebagai

kreditur dalam suatu perjanjian. Kedudukannya sebagai subjek kreditur bukan

atas nama pemilik kapal inpersoon. Tapi atas nama persoon tadi sebagai

bezitter.

3. Persoon yang dapat diganti, mengenai persoon kreditur yang dapat diganti

(verrang baar), berarti kreditur yang menjadi subjek semula, telah ditetapkan

11

(31)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

dalam perjanjian, sewaktu-waktu dapat diganti kedudukan dengan kreditur

baru. Perjanjian yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian

aan order atau perjanjian atas order atau atas perintah.Demikian juga dalam

perjanjian aan fonder, perjanjian atas nama atau kepada pemegang pembawa

pada surat-surat tagihan hutang.

Tentang siapa-siapa yang dapat menjadi debitur, sama keadaannya dengan

orang-orang yang dapat menjadi kreditur, yaitu :

a. Individu sebagai persoon yang bersangkutan,

1) Natuurlijke Persoon

2) Rechts Persoon

b. Seorang atas kedudukan atau keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu.

Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur semula, baik

atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan persetujuan kreditur

KUH Perdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada perjanjian

yaitu :12

1) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri.

2) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya.

3) Pihak ketiga

II. Objek Perjanjian Kredit

Objek dari perjanjian kredit adalah prestasi. Kreditur berhak atas prestasi

yang diperjanjikan dan debitur wajib melaksanakan prestasi dimaksud. Kalau

12

(32)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

demikian intisari atau hekekat perjanjian adalah prestasi. Sesuai dengan Pasal

1234 KUH Perdata prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk menyerahkan

sesuatu, melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu

(te geven, te doen, of niet te doen). Memberikan sesuatu (te geven) sesuai dengan

ketentuan pada Pasal 1235 KUHPerdata, berarti suatu kewajiban untuk

menyerahkan atau melever (levering) benda.

Tetapi perjanjian untuk menyerahkan bukan semata-mata yang berwujud

benda nyata saja, maupun jenis dan jumlah benda tertentu. Dalam perjanjian

memberikan sesuatu (te geven) termasuk kedalamnya penikmatan (genot) dari

suatu barang. Melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (te doen of niet te

doen) bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Bersifat positif jika isi

perjanjian ditentukan untuk melakukan berbuat sesuatu (te doen). Perjanjian yang

berupa prestasi negatif adalah verbintenis yang memperjanjikan untuk tidak

berbuat atau melakukan sesuatu (niet te doen).

Objek atau voorwerp perjanjian harus dapat ditentukan. Prestasi dapat

berupa dana, uang, benda dan jasa. Tentang objek perjanjian harus dapat

ditentukan adalah suatu yang logis dan praktis. Takkan ada arti perjanjian jika

Undang-Undang tidak menentukan hal demikian. Itulah sebabnya pasal 1320 ayat

3 menentukan objek prestasi perjanjian harus memenuhi syarat yaitu objeknya

harus tertentu (een bepaalde onderwerp). Atau sekurang-kurangnya objek itu

mempunyai jenis tertentu seperti yang dirumuskan dalam pasal 1333

KUHPerdata.

Agar perjanjian itu memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai dan

(33)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

tertentu. Sekurang-kurangnya jenis objek itu harus tertentu. Pada Pasal 1320 ayat

4 KUHPerdata disebutkan isi persetujuan harus memuat atau causa yang

diperbolehkan (geoorloofde oorzaak). Apa yang menjadi objek atau apa yang

menjadi isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian, harus causa yang sah.

Karena itu persetujuan (overeenkomst) yang mengisi perjanjian itu tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum (openbare orde) dan

nilai-nilai kesusilaan (goede zeden). Setiap perjanjian yang objeknya bertentangan

dengan yang diperbolehkan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan

maka perjanjian itu melanggar persyaratan yang semestinya, seperti yang diatur

pada Pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata.

Prestasi yang harus dilaksanakan debitur harus benar-benar sesuatu yang

mungkin dapat dilaksanakan. Adalah sesuatu hal yang benar-benar bertentangan

dengan kepatuhan untuk membebani seorang debitur dengan suatu prestasi yang

tak mungkin dilaksanakan. Akan tetapi dalam mempersoalkan masalah prestasi

yang tak mungkin/onmogeljk ini harus dibedakan antara prestasi yang pada

dirinya sendiri benar-benar atau mutlak tidak mungkin, dengan tidak mungkin dari

sudut pandangan debitur.

Perjanjian yang prestasinya sama sekali tidak mungkin dilakukan sejak

dari semula membuat persetujuan, perjanjian yang demikian dengan sendirinya

dianggap tidak berharga (ongeldia), dan tidak ada kewajiban debitur untuk

memenuhinya. Sebab ketidak mungkinan itu telah menghapuskan kewajiban itu

sendiri. Hal ini telah menjadi prinsip umum dalam kehidupan hukum yang

berbunyi “impossibilium nulla obligatio est”, artinya ketidakmungkinan

(34)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

memang benar-benar mungkin (mogelijk), kemudian oleh karena sesuatu hal

menjadi tidak mungkin, maka perjanjian seperti ini tetap sah dan berharga.

Masalah sampai dimana pengaruh kejadian yang menyebabkan ketidak

mungkinan melaksanakan prestasi, maka persoalan ini termasuk ruang lingkup

overmacht. Menilai overmacht atau noodtuestand yang diatur dalam Pasal 1244

dan 1245 KUHPerdata ialah pada saat pelaksanaannya.

Umumnya orang membedakan antara absolut overmacht dan relatif

overmacht. Pada absolut overmach pelaksanaan perjanjian sama sekali

sungguh-sungguh tidak mungkin dilaksanakan oleh debitur. Pada relatif overmacht

pelaksanaan perjanjian masih mungkin dilakukan tapi dengan jalan memikul

kerugian yang sangat berat bagi pihak debitur, sehingga kerugian baik berupa

pembiayaan pelaksanaan benar-benar merupakan penderitaan yang besar bagi

debitur.

Jadi dalam hal perjanjian kredit, maka kreditur berkewajiban untuk

menyerahkan sejumlah uang atau sejumlah barang pada debitur (peminjam),

sedangkan debitur berkewajiban untuk melakukan pelunasan hutang pada jangka

waktu tertentu sesuai dengan yang diperjanjikan.

C. Syarat – syarat dan Bentuk – bentuk Perjanjian Kredit

1. Syarat-Syarat Perjanjian Kredit

Seringkali ditemukan dalam pemberian kredit itu tidak didasarkan kepada

etika profesional yang tanpa memperhatikan faktor-faktor kelayakan untuk

pemberian kredit. Pada era globalisasi seperti sekarang ini yang sedang dihadapi

(35)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

yang secara meluas dianut oleh para pengelola bank-bank yang ada di dunia pada

saat sekarang ini.

Perjanjian kredit sebahagian dikuasai oleh Undang-Undang No. 7 Tahun

1992 tentang Perbankan dan bagian umum KUHPerdata, maka mengenai syarat

perjanjian kredit perlu dilihat dalam bagian umum KUHPerdata tentang

Perjanjian. Dalam pasal 1320 KUH Perdata untuk syahnya perjanjian diperlukan

adanya empat syarat, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

b. Cakap untuk membuat suatu perikatan

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Syarat yang pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau

pihak-pihak dalam perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subjektif sedangkan syarat

ketiga dan syarat keempat disebut syarat objektif, karena mengenai objeknya dari

suatu perjanjian.

Dengan diperlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka

berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak

tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi

perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan

kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklarine) antara para pihak.

Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), pernyataan

yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).13

13

(36)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan faktor yang dapat

menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut, antara lain :

1) Kekhilafan (kesesatan)

Dalam KUHPerdata pada Pasal 1321 menyatakan tidak ada sepakat yang

sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan

paksaan atau penipuan. Pada Pasal 1322 KUHPerdata juga menyatakan kekhilafan

tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan selainnya apabila kekhilafan itu

terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan

tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya

orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu persetujuan kecuali jika

persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut.

2) Paksaan

Dalam KUHPerdata pada Pasal 1323 menyatakan paksaan yang dilakukan

terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, merupakan alasan untuk

batalnya persetujuan, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak

ketiga, untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat. Yang

dimaksud dengan paksaan adalah bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam

hal yang demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi, misalnya seseorang

yang lebih kuat memegang tangan seseorang yang lemah dan membuat ia

mencantumkan tanda tangan di bawah sebuah perjanjian.

Pada Pasal 1324 KUHPerdata menyatakan paksaan telah terjadi, apabila

perbuatan itu sedemikian hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat

(37)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan

nyata. Yang dimaksud Paksaan disini adalah Kekerasan jasmani atau ancaman

(akan membuka rahasia), dengan sesuatu yang diperbolekan hukum, yang

menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian.

Paksaan terhadap para pihak diatur dalam Pasal 1325 KUHPerdata, yang

menyatakan paksaan mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, tidak saja apabila

dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, tetapi juga

apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau isteri atau sanak keluarga

dalam garis keatas maupun ke bawah.

Dalam KUHPerdata pada Pasal 1326 menyatakan ketakutan saja karena

hormat terhadap ayah, ibu atau lain sanak keluarga dalam garis ke atas tanpa

disertai kekerasan, tidaklah cukup untuk pembatalan persetujuan. Dari Pasal 1326

ini dapat dilihat bahwa ketakutan tidak identik dengan paksaan.

3) Penipuan

Pengertian penipuan, dalam KUHPerdata pada Pasal 1328 menyatakan

penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu

muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang

dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak

dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, akan tetapi

harus dibuktikan.

Cakap dalam melakukan perbuatan hukum, dalam KUHPerdata pada Pasal

1329 menyatakan setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan

(38)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam KUH erdata pada Pasal 1330 juga menyatakan, tidak cakap untuk

membuat persetujuan adalah :

a) Orang-orang belum dewasa.

b) Mereka yang dtaruh di bawah pengampuan

c) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang

dan pada umumnya semua orang, kepada siapa undang-undang telah

melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Kalau syarat subjektif tidak dipenuhi maka suatu perjanjian itu tidak batal

demi hukum akan tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya

perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak

yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas, dan

juga pihak yang menerima kredit haruslah sudah dewasa atau tidak berada di

bawah pengampuan orang lain.

Syarat yang ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, dimana suatu

perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp) tertentu,

sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang

sekarang ada maupun yang akan ada. Barang itu adalah barang yang dapat

diperdagangkan dan dapat ditentukan jenisnya. Sedangkan barang yang akan

datang, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1332 KUHPerdata, hanya

barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok

persetujuan-persetujuan. Barang yang akan ada, di dalam Pasal 1334 KUHPerdata dinyatakan

barang yang baru, akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu

(39)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Mengenai causa dan ketertiban umum, Pasal 1335 KUHPerdata

menyatakan perjanjian tanpa kuasa adalah suatu persetujuan tanpa sebab atau

yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak

mempunyai kekuatan. Pada Pasal 1336 KUHPerdata, menyatakan sebab yang

halal adalah jika tidak dinyatakan sesuatu tetapi ada suatu sebab yang halal

ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan persetujuannya,

namun demikian adalah sah. Mengenai sebab terlarang Pasal 1337 KUHPerdata

menyatakan suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang

atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

Sudah jelas bahwa yang dimaksud dengan causa bukanlah hubungan sebab

akibat sehingga pengertian kausa disini tidak mempunyai hubungan sama sekali

dengan ajaran kausaliteit yang dimaksud dengan kausa bukan sebab yang

mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian karena apa yang menjadi

motif dari seseorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian

umum.

Apabila syarat objektif ini tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi

hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak

pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian

tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian

tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris

dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.

Dalam hubungannya dengan perjanjian kredit syarat-syarat tersebut

berlaku. Di dalam pembuatan perjanjian kredit antara pihak si penerima kredit

(40)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

persyaratan seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Sebagai obyek

dari adanya perjanjian kredit itu adalah sejumlah uang tertentu, sehingga pihak

bank sebagai pihak kredit harus menyerahkan sejumlah uang tertentu kepada

pihak si penerima kredit atau debitur dan pihak bank sebagai pihak kreditur

berhak untuk menuntut pengembalian daripada uang tersebut dari pihak di

penerima kredit sebagai pihak debitur dan debitur berkewajiban mengembalikan

pinjamannya setelah jangka waktu yang telah ditentukan.

2. Bentuk - Bentuk Perjanjian Kredit

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis

yang penting memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 1320

KUHPerdata. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk

dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai

alat bukti bagi para pihak yang membuatnya..

Perjanjian kredit dasar hukumnya secara tertulis dapat mengacu pada

Pasal 1 ayat 11, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam

pasal itu terdapat kata-kata penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan

atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat

tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun

dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis.

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur

sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah

(41)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam praktek bank ada dua bentuk perjanjian kredit yaitu :

a. Perjanjian kredit di bawah tangan

Perjanjian kredit di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh

bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat diantara mereka yaitu antara kreditur

dan debitur, tanpa dibuat dihadapan notaris. Bahkan lazimnya dalam

penandatanganan akta perjanjian tersebut, tidak ada saksi yang turut serta dalam

membubuhkan tanda tangannya. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa saksi

merupakan salah satu pembuktian dalam perkara perdata.

Pasal 1874 KUHPerdata menyatakan akta di bawah tangan adalah surat

atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang

berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Jadi akta di bawah tangan

dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas terserah bagi para pihak yang

membuat dan tempat membuatnya dimana saja diperbolehkan.

Yang terpenting bagi akta di bawah tangan itu terletak pada tanda tangan

para pihak, hal ini sesuai ketentuan Pasal 1876 KUHPerdata yang menyebutkan

barang siapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta) di bawah tangan,

diwajibkan secara tegas mengakui tanda tangannya.

Kalau tanda tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan berlaku

sebagai bukti sempurna seperti akta otentik bagi para pihak yang membuatnya.

Sebaliknya jika tanda tangan itu dipungkiri oleh pihak yang telah membubuhkan

tanda tangan maka pihak yang mengajukan akta di bawah itu harus berusaha

mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa tanda tangan tadi

(42)

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Supaya akta di bawah tangan tidak mudah dibantah atau disangkal

kebenaran tanda tangan yang ada dalam akta tersebut dan untuk memperkuat

pembuktian formil, materiil dan pembuktian di depan hakim maka akta yang

dibuat di bawah tangan sebaiknya dilakukan legalisasi. Secara harafiah legalisasi

artinya menyatakan kebenaran ialah pernyataan benar dengan jalan memberi

pengesahan oleh pejabat yang berwenang atas akta di bawah tangan meliputi

tanda tangan, tangan, tanggal dan tempat dibuatnya akta dan isi akta.

Dengan adanya legalisasi maka para pihak yang membuat perjanjian di

bawah tangan tersebut tidak dapat mengingkari lagi keabsahan tanda tangan,

tempat dan tanggal dibuatnya akta karena isi akta di bawah tangan, dibacakan dan

diterangkan sebelum para pihak tanda tangan.

Meskipun akta di bawah tangan yang dilegalisasi tidak mengubah status

akta di bawah tangan menjadi akta otentik, namun dengan adanya legalisasi para

pihak yang menandatangani akta di bawah tidak dapat lagi menyangkal atau

mengingkari keabsahan tanda tangan dan isi akta itu karena notaris telah

menyaksikan dan membacakan isi akta sebelum para pihak menandatangani akta

tersebut. Berarti akta-akta di bawah tangan yang dilegalisasi mempunyai kekuatan

hukum pembuktian seperti akta otentik baik pembuktian materiil, formil dan

pembuktian di depan hakim.

Selain legalisasi terhadap akta di bawah tangan, ada juga yang disebut

waarmerking. Secara harfiah waarmerking dapat diartikan pengesahan, yaitu

pencegahan atas akta di bawah tangan oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh

undang-undang atau peraturan lain. Secara yuridis sebenarnya dalam waarmerking

Referensi

Dokumen terkait

Rekam Medis adalah milik Dokter dan Rumah Sakit sedangkan isinya yang terdiri dari Identitas Pasien, Pemeriksaan, Pengobatan, Tindakan dan Pelayanan Iain yang telah diberikan

[r]

Dari hasil saturasi parafin ini dapat diidentifikasi jumlah parafin yang masuk ke dalam sand pack, jumlah minyak yang keluar dan jumlah parafin yang tertinggal di dalam sand pack,

[r]

Sistem Penjadwalan Sidang Tugas Akhir ini terdapat lima bagian inti yang dapat menghubungkan antara petugas pembuat jadwal, pengguna (mahasiswa dan dosen) dengan sistem

DIBERI COVER MIKA, WARNA SESUAI PRODI MASING-MASING 3.. Tentukan turunan kedua dari:

Ciri- cirinya menurut Worrel dan Stillwell (dalam Song and Hill, 2007) antara lain: (a) tanggung jawab (mereka yang memiliki motivasi belajar merasa bertanggung

(ISR).Variabel independen yang digunakan adalah ukuran dewan komisaris dan dewan pengawas syariah pada perbankan syariah di Indonesia sedangkan variabel dependennya adalah