• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

GANTI RUGI PENGIRIMAN WESELPOS PADA PT. POS INDONESIA ( PERSERO )

(Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga) S K R I P S I

Oleh : Arpan C.P Nim : 030200153

Menyetujui :

Prof.DR.Tan Kamello,SH,MS NIP. 131 764 556

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

(Hasnil Basri, SH)

(Zulkifli S, SH)

NIP. 130 279 505

NIP. 131 796 148

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 4

E. Metode Penulisan ... 4

F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI WESEL ... 7

A. Mengenai Wesel ( Yang Diatur Di Dalam KUH Perdata / KUH Dagang ) ………... 7

1. Mengenai Wesel Yang Diatur Di Dalam KUH Perdata ………... 7

2. Mengenai Wesel Yang Diatur Di Dalam KUH Dagang ………. 27

B. Mengenai Wesel Yang Diatur Di Dalam UU PT. Pos Indonesia ( Persero ) ……….. 37

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI GANTI RUGI ... 43

A. Mengenai Ganti Rugi ( Secara Umum Yang Diatur Di Dalam KUH Perdata / KUH Dagang )……… 43

(3)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

2. Mengenai Ganti Rugi Yang Diatur/ KUH Dagang ……. 49

B. Mengenai Ganti Rugi Secara Umum Yang Diatur Di Dalam UU PT. Pos Indonesia ( Persero ) ………. 52

BAB IV GANTI RUGI TERHADAP PENGIRIMAN WESELPOS PADA PT. POS INDONESIA ( PERSERO) ……… 55

A. Sejarah PT.Pos Indonesia ( Persero )……… 55

B. Sebab Terjadinya Ganti Rugi Terhadap Pengiriman Weselpos ………. 58

C. Pengaduan Ganti Rugi ………. 62

D. Pelaksanaan Ganti Rugi ……….. 64

BAB V KASUS POSISI DAN TANGGAPAN KASUS …………. 67

A. Kasus Posisi ……….. 67

B. Analisa Kasus ………. 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………. 70

A. Kesimpulan ………. 70

B. Saran ……… 71

(4)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kebutuhan komunikasi perlu

dilayani dengan penyelenggaraan pos yang baik. Komunikasi tentunya semakin

penting karena dengan berkomunikasi antar sesama anggota masyarakat maupun

diantara pemerintah, maka akan dapat saling menukar informasi. Untuk mencapai

tujuan tersebut dan untuk melindungi kepentingan masyarakat, perlu dimantapkan

landasan hukum yang menjamin perkembangan pos.

Pelayanan yang diberikan oleh PT. Pos Indonesia kepada masyarakat

dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu :

1. Dibidang lalu -lintas berita ( Suratpos )

2. Dibidang lalu –lintas uang ( Weselpos dan giro )

3. Dibidang lalu –lintas barang ( Paketpos )

4. Mengerjakan pelayanan keagenan antara lain ;

- Tabanas

- Menerima iuran televisi

- Menerim berbagai macam setoran pajak

- Menjual benda pos dan lain-lain

Dalam melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat, PT.Pos Indonesia

berpedoman pada UU No.6 Tahun 1984 tentang Pos.

(5)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

1.” Pos diselenggarakan guna mendukung pembangunan serta memperkuat

persatuan, kesatuan dan keutuhan kehidupan bangsa dan negara

dengan memberikan pelayanan yang sebaik mungkin keseluruh

wilayah Indonesia dan dalam hubungan antar bangsa.

2.” Pos diselenggarakan dengan memberikan perlakuan yang sama kepada

masyarakat”.

Penyelenggaraan pelayanan pos ini terdiri dari kegiatan menerima,

membawa dan atau menyampaikan surat dan lain-lain. Ketiga kegiatan tersebut

merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Namun demikian di

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut, PT. Pos Indonesia

tidak terlepas dari suatu keadaan atau hal-hal di luar kehendak, yang akhirnya

dapat merugikan bagi konsumen pemakai jasa, misalnya ; terjadi weselpos yang

tidak sampai ke alamat si penerima. Masalah lain seperti salah bayar pada orang

yang tidak berhak menerimanya atau terlambat pembayarannya. Kerugian yang

dialami si konsumen tentunya membutuhkan penyelesaian.

Persoalan inilah yang mendorong penulis untuk mengangkat masalah

yang menyangkut apakah yang dimaksud dengan kerugian ganti rugi berkaitan

dengan pemakaian jasa PT. Pos Indonesia yang dikhususkan terhadap pengiriman

weselpos ?. Dan bagaimanakah terbentuk dan proses pelaksanaan ganti kerugian

yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia sehubungan dengan kerugian yang dialami

oleh pemakai jasa PT. Pos Indonesia ?. Serta bagaimanakah PT. Pos Indonesia

menangani adanya suatu klaim ganti rugi kepada pihak pemakai jasa sebagai

(6)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

B. Perumusan masalah

Masalah kerugian adalah suatu resiko yang sering terjadi dalam segala

bidang hubungan masyarakat. Secara perdata, kerugian yang dialami seseorang

yang disebabkan oleh kealpaan atau kesengajaan pihak lain, dapat menyebabkan

keharusan dari atau tuntutan dari adanya ganti kerugian.

PT. Pos Indonesia sebagai pelaksana berlangsungnya pengiriman

weselpos, mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menjamin kepentingan

masyarakat sebagai konsumen pemakai jasa.

Dalam hal adanya kerugian yang dialami oleh pemakai jasa PT. Pos

Indonesia Timbul permasalahan. Maka penulis berminat untuk melakukan

pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersbut. Karena dari pengamatan yang

pernah dilakukan, terlihat adanya kecenderungan perbedaan pelaksanaan ganti

kerugian yang berdasarkan atas ketentuan KUH Perdata dengan pelaksanaan yang

dilakukan oleh PT. Pos Indonesia. Adapun pokok- pokok permasalahan pada

skripsi ini adalah :

1. Apakah yang dimaksud dengan kerugian ganti rugi berkaitan dengan

pemakaian jasa PT.Pos Indonesia yang dikhususkan terhadap pengiriman

weselpos ?.

2. Bagaimanakah terbentuk dan proses pelaksanaan ganti kerugian yang

dilakukan oleh PT. Pos Indonesia sehubungan dengan kerugian yang

dialami oleh pemakai jasa PT. Pos Indonesia ?.

3. Bagaimanakah PT. Pos Indonesia menangani adanya suatu klaim ganti

rugi kepada pihak pemakai jasa PT. Pos Indonesia sebagai tanggung

(7)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat penulisan adalah :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kerugian dan ganti

kerugian berkaitan dengan pemakaian jasa PT. Pos Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk dan proses pelaksanaan ganti

kerugian yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia sehubungan dengan

kerugian yang dialami oleh pemakai jasa.

3. Untuk mengetahui bagaimanakah pertanggungjawaban PT. Pos

Indonesia dalam menangani adanya suatu klaim ganti rugi dari pihak

pemakai jasa PT. Pos Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi mengenai topik tentang PT. Pos Indonesia telah banyak.

Namun penulisan dengan judul “ Ganti rugi dalam pengiriman weselpos pada PT.

Pos Indonesia ( Persero )” belum ada dilakukan oleh penulis-penulis terdahulu.

Dengan demikian, penulisan skripsi ini tidak sama dengan skripsi lain yang lain

sehingga masih asli.

E. Metode Penulisan

Untuk mengumpulkan dan menganalisa data-data serta menguji

kebenaran dari penulisan yang diajukan maka penulis mengadakan penelitian.

Adapun metode penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

(8)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Hal ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian dari sumber-sumber

bacaan atau bahan-bahan tertulis seperti buku-buku, peraturan

perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan objek pembahasan skripsi dan

dapat dipakai sebagai sandaran di dalam penelitian dan analisa terhadap

masalah yang dihadapi.

2. Penelitian Lapangan ( Field Research )

Untuk lebih memperkuat penelitian dan mendapatkan fakta yang ada,

maka penelitian lapangan sangat perlu untuk dilakukan. Maka penelitian

ini juga melakukan penelitian lapangan dengan menggunakan tehnik

komunikasi langsung, interview, ataupun wawancara dengan pihak PT.

Pos Indonesia dan pihak pengguna jasa pos.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri atas 5 ( lima ) bab, dimana masing-masing bab

dibagi lagi atas beberapa sub bab, secara keseluruhan isi skripsi ini terdiri atas:

BAB I : Bab Pertama merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan

tentang pengertian dan penegasan judul, alasan yang

menyebabkan memilih judul, juga dikemukakan tentang

permasalahan, tujuan pembahasan, tentang keaslian penulisan,

metode penulisan yang dilakukan serta gambaran isi.

BAB II : Bab Kedua merupakan bab yang berisi tentang Tinjauan umum

mengenai wesel yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang

(9)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Dagang dan Tinjauan umum mengenai wesel yang diatur

didalam Undang-Undang PT. Pos Indonesia.

BAB III : Bab ketiga merupakan bab yang menguraikan tentang Tinjauan

umum mengenai ganti rugi yang diatur di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata atau didalam Kitab Undang-Undang-Undang-Undang

Hukum Dagang dan Tinjauan umum mengenai wesel yang diatur

di dalam Undang-Undang PT. Pos Indonesia.

BAB IV : Bab keempat ini yang menguraikan tentang ganti rugi terhadap

pengiriman weselpos pada PT. Pos Indonesia yang memuat

tentang sejarah PT. Pos Indonesia, menguraikan tentang sebab

terjadinya ganti rugi terhadap pengiriman weselpos, menguraikan

tentang pengaduan ganti rugi, dan menguraikan tentang proses

pelaksanaan ganti rugi.

BAB V : Bab kelima ini yang menguraikan tentang kasus dan analisa kasus.

BAB VI : Bab keenam yang merupakan penutup yang menguraikan tentang

kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pokok pembahasan

(10)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI WESEL

A. Mengenai Wesel ( Yang Diatur Di Dalam KUH Perdata / KUH Dagang ) 1. Wesel Yang Diatur Di Dalam KUH Perdata

Wesel adalah terjemahan dari istilah Belanda “ Wissel “Belanda adalah

surat yang memuat kata wesel yang diterbitkan pada tangsi dan tempat

tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut

untuk membayar sejumlah untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada

pmegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.1

“ Perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk

formulir.”

Jika diperhatikan bentuk dan isi perjanjian pos yang diatur

tersendiri dalam ketentuan khusus, maka kita akan sampai pada

kesimpulan bahwa perjanjian pos ini termasuk dalam bentuk perjanjian

baku ( perjanjian standard ).

Perjanjian baku adalah :

2

1. Perjanjian baku sepihak

Dalam hal perjanjian baku ini didalam kehidupan masyarakat dapat

di bagi atas empat jenis yaitu :

Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya

ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam

1

Imam Prayogo, Surat Berharga Alat pembayaran Dalam Masyarakat Modern,Penerbit Bina Aksara Jakarta, 1987 hal 46

2

(11)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

perjanjian itu. Pihak yang kuat disini ialah kreditur yang

lazimnya mempunyai posisi ( ekonomi ) kuat, bukan pengertian

antara golongan ekonomi kuat dan lemah, sebagaimana yang

dirtikan dalam dewasa ini.

2. Perjanjian baku timbal balik

Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya

ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku

yang pihak-pihaknya terdiri dari majikan ( kreditur ) dan pihak

lainnya buruh ( debitur ), kedua pihak lazimnya terikat dalam

organisasi, misalnya dalam perjanjian buruh kolektif.

3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah

Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah adalah

perjanjianbaku yang isinya ditentukan pemerintah terhadap

perbuatan perbuatan hukum tertentu, misalnya

perjanjian-perjanjian yang mempunyai objek hak atas tanah.

Dalam bidang agraria lihatlah formulir perjanjian sebagaimana

diatur didalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal

6 Agustus 1977 No.1040/Dja/1977, berupa antara lain akta jual

beli model 1156727, akta hipotik model 1045055.

4. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau

advokat

Perjanjain baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau

advokat adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak

(12)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau

advokat yang bersangkutan.3

1. Ciri-ciri dan syarat perjanjian baku

Selanjutnya suatu perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu

hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur atau

yang berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut

debitur atau si berhutang. Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tadi

adalah suatu perhubungan hukum, yang berarti hak siberpiutang itu dijamin oleh

hukum atau undang-undang.

Syarat-syarat diatas menggambarkan bahwa untuk dikatakan sebagai suatu

perjanjian baku harus memenuhi syarat tersebut.

Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar, dalam bahasa Inggris

disebut juga “ Standard Contract “, yang menjadi tolak ukur yan dipakai

sebagai patokan pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan

hubungan hukum dengan pengusaha, yang dilakukan dalam perjanjian

ialah meliputi, model, rumusan, dan ukuran. Sesuai dengan perkembangan

kebutuhan masyarakat, maka ciri-ciri perjanjian baku tersebut

mencerminkan prinsip ekonomi dan kepastian hukum yang berlaku di

negara-negara yang bersangkutan, dan prinsip ekonomi dari pengusaha

yang bersangkutan dan kepastian hukum dalam perjanjian baku dilihat dari

kepentingan konsumen. Dengan pembakuan syarat-syarat perjanjian

3

(13)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

kepentingan ekonomi pengusaha lebih terjamin dalam arti terlepas dari

keinginan yang bakal timbul, karena konsumen hanya menyetujui

syarat-syarat yang disalurkan oleh pengusaha. Dari kata baku atau kalimat baku

adalah pernyataan kehendak yang memuat dalam syarat-syarat baku dibuat

secara tertulis berupa akta otentik atau akta dibawah tangan. Maka

perjanjian yang memuat syarat-syarat baku itu menggunakan kata-kata

atau susunan kalimat yang teratur dan rapi, sedangkan format perjanjian

baku atau model dari perjanjian baku itu sendiri telah ditentukan sehingga

tidak mungkin diubah atau dibuat dengan cara lain. Syarat-syarat

perjanjian di monopoli oleh pengusaha maka sifat cenderung

menguntungkan pengusaha daripada konsumen, yang tergambar dalam

pembebasan dari tanggung jawab pengusaha. Dalam syarat-syarat

perjanjian terdapat klausula standar atau baku mengenai penyelesaian

sengketa, jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian dapat

dilakukan pada peradilan Arbitrase ataupun Pengadilan Negeri sesuai

dengan nilai –nilai keadilan sosial. Jika pelaksanaan perjanjian tidak

sesuai, dengan atau menyimpang dari aturan tidak memenuhi syarat-syarat

yang ditentukan maka tujuan dari yang dikehendak itu tidak tercapai

secara pasti bahkan tidak tercapai sama sekali, akibatnya ada pihak yang

dirugikan. Dalam masalah ini berupa tanggungjawab atau pemikul beban

kerugian pihak pengusaha atau pihak konsumen, sedangkan pihak

konsumen biasanya memiliki kedudukan ekonomi yang lemah maka

dalam hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat perjanjian baku apakah dapat

(14)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

tidak menutup asas kebebasan berkontrak, karena biasanya konsumen baru

menyadari kelemahan tersebut bila telah terjadi peristiwa yang merugikan

dan tanggung jawab tersebut terletak padanya berdasarkan syarat-syarat

perjanjian. Syarat-syarat perjanjian meliputi ketentuan-ketentuan

mengenai :

a. Kewajiban dan hak pihak –pihak

b. Wanprestasi

c. Akibat wanprestasi

d. Tanggungjawab

e. Penyelesaian sengketa4

Perjanjian baku yang dilakukan antara PT.Pos Indonesia (

Persero ) dengan pemakai jasa sudah dibuat sedemikian rupa

sehingga pemakai jasa tinggal menggunakan apakah ingin

memakai jasa pos atau tidak walaupun dalam pelaksanaannya tidak

dilihat lagi syarat-syarat yang diwajibkan oleh undang-undang

dalam mengadakannya seperti yang dituangkan pada pasal 1320

KUH Perdata menentukan syarat bahwa sahnya suatu perjanjian

diperlukan empat syarat yaitu

1. sepakat mereka yang mengikatkan diri

2. kecakapan untuk membuat suatui perikatan

3. suatu hal tertentu

4. suatu sebab yang halal

4

(15)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Dari syarat-syarat diatas tentu saja ada yang memberatkan

pemakai jasa, namun dalam ketentuan lain seperti pada Pasal 1338

ayat 1 KUH Perdata : semua persetujuan yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Maksud dari KUH Perdata tersebut adalah pada asasnya bebas dan

tidak terikat oleh bentuk-bentuk tertentu. Sedangkan dalam pasal –

pasal mengenai perikatan di KUH Perdata antara lain Pasal 1242

menyatakan : “ jika perikatan itu bertujuan untuk tidak berbuat

sesuatu maka pihak yang manapun jika berbuat berlawanan dengan

perikatan karena pelanggaran itu dan karena itupun saja

berkewajiban mengganti biaya rugi dan rumah.

2. Dasar berlakunya syarat baku dalam perjanjian

Syarat baku diperlakukan dalam sebuah perjanjian baik lisan maupun

tulisan untuk mengetahui cara terbaik memberlakukan syarat baku

tersebut dalam praktek perusahaan, perlu ditelaah melalui kasus yang

pernah diputus oleh pengadilan karena putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum yang tetap memberi kepastian syarat yang baku.

Berdasarkan praktek perusahaan yang diakui oleh pengadilan paling

banyak terjadi, ada empat cara atau metode yang memberlakukan

syarat-syarat baku yaitu :

a. Penandatanganan dokumen perjanjian

b. Pemberitahuan melalui dokumen perjanjian

c. Penunjukan dalam dokumen perjanjian

(16)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Yang menjadi dasar berlakunya syarat-syarat baku pada syarat-syarat

baku yang telah ditetapkan oleh pengusaha, yang tentunya dipengaruhi oleh aspek

hukum yang dapat mengembalikan rugi yang diderita oleh pemakai jasa jika

terjadi sesuatu dalam perjanjian baku.

Menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik

tercapainya persetujuan tersebut oleh kedua belah pihak mengenai hal-hal pokok

apa yang dijadikan objek perjanjian.

Kebebasan berkontrak ini dipengaruhi oleh suatu bentuk perjanjian baku

atau standar yang berisi syarat-syarat yang kebanyakan bersifat tetap dan kedua

belah pihak bukan sebagai individu melainkan sebagai anggota kelas bebas, tetapi

dalam kenyataannya tidak. Suatu jenis kontrak bebas antara pihak yang sederajat,

adalah kontrak standar atau model tetap yang hanya dipakai dalam departemen

pemerintahan maupun perusahaan swasta, walaupun demikian kata sepakat itu

bukan terjadi karena tawar-menawar saja melainkan kata sepakat secara tegas

dengan tertulis sepakat. Kata sepakat ini dapat kita bedakan antara dua yaitu :

a. Sepakat secara diam-diam dengan sikap menerima

b. Sepakat dengan cara diam-diam dengan cara menolak dan sepakat secara

diam-diam dengan syarat.

3. Perkembangan perjanjian baku dan masalah kebebasan berkontrak

Pasal 1338 KUH Perdata dijadikan dasar perjanjian baku selama memenuhi

apa yang diharuskan dan memenuhi pasal 1338 yaitu kesepakatan kedua belah

(17)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Mengenai kesepakatan dalam berkontrak kembali kepada kedua belah pihak

yang menentukan dan tentunya dengan itikad baik. Kesepakatan ini tetap

berlaku bila tidak disertai dengan kekerasan penipuan dan paksaan.

Biasanya jika seorang pengusaha mengadakan perjanjian dengan

pengusaha lain umumnya sudah dipahami bahwa dengan syarat-syarat yang

telah mereka setujui bersama, mereka akan mencapai tujuan ekonomi yang

mereka harapkan. Hal ini tidak menimbulkan masalah karena hal ini telah

mereka pahami makna syarat-syarat yang ditentukan itu. Syarat-syarat yang

telah dirumuskan tersebut dibuat sedemikian rapi, sehingga dengan syarat

yang berlaku bagi semua orang yang membuat perjanjian ekonomi dengan

pengusaha yang bersangkutan.

Setelah diberlakukan untuk semua orang yang mengadakan perjanjian

dengan pengusaha tadi, pelaksanaan syarat-syarat ada yang menjadi tidak

normal, tidak berlaku sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena perbedaan

kondisi, tingkat pengetahuan, kemampuan ekonomi, ragam kebutuhan yang

dinginkan antara pihak konsumen dengan pihak yang menyelenggarakan.

Pelaksanaan syarat-syarat perjanjian dalam keadaaan tertentu menyimpang

dari apa yang telah dikehendaki semula.

Untuk mencegah penyimpangan yang dilakukan, pengusaha selalu

berusaha memasukkan syarat tertentu dalam perjanjian dengan maksud untuk

menjaga keadaan yang tidak diduga yang dapat menghalangi pelaksanaan

perjanjian tidak baik, pengusaha menunjuk syarat mengenai tanggung jawab

(18)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Dalam era globalisasi sekarang ini, pembakuan syarat-syarat perjanjian

merupakan metode yang tidak dapat dihindari, bagi pengusaha yang mungkin

ini merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang efisien, praktis, cepat dan

tidak rumit, tapi bagi konsumen merupakan pilihan yang tidak

menguntungkan karena hanya dihadapkan pada satu pilihan yaitu menerima,

walaupun dengan berat hati, dalam menghadapi situasi semacam ini tentunya

pemerintah tidak tinggal diam tetapi juga bergantung pada sistem ekonomi

yang berlaku pada setiap negara tidak selalu sama, bagaimanapun di Indonesia

pelaksanaan perjanjian baku tidak sepenuhnya diberikan kepada pengusaha,

melainkan juga harus disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila yang menjadi

dasar negara dan pandangan hidup bangsa.

Perjanjian baku adalah wujud dari suatu kebebasan individu pengusaha

menjalankan kehendak dalam menjalankan perusahaan. Setiap individu bebas

berjuang untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, walaupun mungkin akan

merugikan pihak lain. Golongan ekonomi yang kuat selalu menang terhadap

golongan ekonomi yang lemah umunya adalah konsumen biasa.

Karena golongan yang kuat lebih menentukan syarat-syarat yang digunakan

oleh individu lain dalam melakukan kegiatan ekonomi yang jelas-jelas

menguntungkan sepihak. Apabila dalam suatu perjanjian baku /standar

dibatasi suatu tanggungjawab, maka makin nampaklah ketidakbebasan dan

ketidaksederajatan dalam menentukan pihak pemikul resiko. Disadari atau

tidak pembatasan tanggung jawab dalam perjanjian baku / standar wajib

(19)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Melihat hal ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan perjanjian baku /

standar mengakibatkan asas, kebebasan berkontrak kurang, bahkan tidak dapat

diwujudkan. Kondisi ini telah terjadi di Indonesia karena perjanjian baku /

standar telah digunakan secara luas, sementara buku III KUH Perdata yang

memuat asas kebebasan berkontrak, pada saat ini masih digunakan sebagai

dasar, dan hampir seluruh kegiatan transaksional di Indonesia.

Adapun perjanjian baku ini menurut Mariam Darus Badrulzaman,

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. “ Isinya ditetapkan secara sepihak oleh yang ekonominya kuat

2. Masyarakat ( debitur ) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan

isi perjanjian

3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu

4. Dipersiapkan terlebih dahulu dalam secara massal dan kolektif5

Apabila ciri-ciri diatas kita hubungkan dengan perjanjian pengiriman

weselpos, maka dapatlah kita lihat bahwa syarat-syarat perjanjian ( isinya )

ditentukan sendiri oleh PT. Pos Indonesia Persero tanpa ikut sertanya pihak

masyarakat. Dan bentuknya dibuat secara tertulis dan perjanjian weselpos ini

telah dipersiapkan secara massal.

Apabila diperhatikan ketentuan yang disebutkan dalam resi tersebut,

tampaklah bahwa secara teoritis juridis perjanjian pengiriman weselpos

tersebut tidak memenuhi elemen-elemen yang dikehendaki dalam pasal 1320

ayat (1) jo pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

5

(20)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Namun di dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut diakui oleh

undang-undang dan diterima di dalam masyarakat. Dan hal ini sesuai dengan fungsi

hukum itu sendiri yaitu untuk melayani kebutuhan masyarakat dan bukan

untuk sebaliknya.

Di dalam pasal 1319 KUH Perdata dikatakan bahwa “ Semua perjanjian,

baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu

nama tertentu, tunduk pada peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini

dan bab yang lalu”.6

Di dalam perbuatan pengiriman weselpos, kata sepakat dianggap

telah ada seketika sipengirim weselpos telah membayar biaya pengiriman

dan pihak PT. Pos Indonesia telah menerima pembayaran. Bentuk

kesepakatan dalam hal ini, ketentuan-ketentuan yang mengikat bagi Kemudian secara tegas dalam pasal 1320 dikatakan bahwa untuk sahnya

uatu perjanjian diperlukan ada empat syarat yaitu :

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. suatu hal tertentu

4. suatu sebab yang halal

Dalam pasal 1320 KUH Perdata mengatur tentang syarat-syarat sahnya

suatu perjanjian. Di dalam pasal ini disebut beberapa unsur yang menjadi

keharusan agar suatu perjanjian dapat dinyatakan sah sesuai dengan ketentuan

undang-undang yaitu :

1. Adanya kata sepakat / persetujuan dari mereka

6

(21)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

mereka, telah tertuang dalam bentuk formal dan sepenuhnya ditentukan

oleh pihak PT. Pos Indonesia. Itulah sebabnya perjanjian pengiriman

weselpos dapat kita kategorikan dalam bentuk perjanjian baku.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Unsur kedua ini, seperti juga unsur pertama termasuk dalam

kategori unsur subjektif, yaitu mengenai orang-orang atau subjek yang

mengadakan perjanjian.

Dalam asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq dan

sehat pikirannya, cakap untuk melakukan suatu perjanjian. Mereka yang

tidak cakap melakukan sesuatu perbuatan hukum pada umumnya adalah :

1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

3. Mereka yang dilarang atau dibatasi oleh undang-undang dalam

melakukan perbuatan hukum.

Pada perjanjian pengiriman weselpos, unsur kedua ini tidak terlalu

tegas mengikat terutama pada perjanjian pengiriman weselpos. Pada

pelaksanaannya, secara umum pengiriman weselpos dilakukan oleh orang

yang di bawah umur / pengampuan menyebabkan perjanjian itu batal

karena dianggap tidak sah.

3. Sesuatu hal tertentu

Unsur ketiga dari suatu pejanjian, yaitu adanya suatu hal tertentu,

pengertian suatu hal tertentu dalam hal ini adalah adanya objek yang

(22)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Objek dalam perjanjian harus berupa benda yang ada atau yang akan ada

dikemudian hari. Namun dilarang sebagai objek adalah benda-benda yang di luar

perdagangan ( misalnya : benda-benda millik Negara ), warisan yang belum

terbuka, hipotik terhadap benda-benda yang diharapkan ada, penghibahan yang

akan diberikan. Dalam perjanjian pengiriman weselpos, maka yang menjadi objek

adalah uang dalam bentuk weselpos.

4. Sesuatu sebab yang halal

Syarat keempat dari sesuatu sebab yang halal dari perjanjian adalah apa

yang menjadi isi nurani dari persetujuan, yaitu makna dari persetujuan, atas dasar

mana pihak yang bersangkutan menghendaki mengadakan persetujuan itu.7

Menurut Wirjono Prodjodikoro Sesuatu sebab yang halal atau Kausa

sebab yang halal dalam hukum perjanjian adalah: “Isi dan tujuan suatu perjanjian

yang menyebabkan adanya persetujuan itu.” 8

“ Perjannjian adalah : suatu perhubungan hukum mengenai harta benda

antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji

untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal,

sedang lain pihak berhak menuntut pelaksanaan janji itu.”

Bila dilihat dari rumusan di atas maka beberapa sarjana memberikan

pandangan tentang pengertian perjanjian yaitu :

1. DR. R Wirjono Prodjodikoro,SH

9

7

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian,Penerbit Sumur,Bandung,1973,hal 51

8

I b i d,hal 35

9

(23)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

“Perjanjian adalah: suatu hubungan atas dasar hukum kekayaan (

vermogensrechtelijk betrekking ) antara dua pihak atau lebih dalam mana

pihak yang satu berkewajiban memberikan suatu prestasi atas nama pihak

yang lain mempunyai hak terhadap prestasi itu.”10

“ Perjanjian adalah: suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada

seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji melaksanakan suatu

hal “.

3. Prof. Subekti, SH

11

“ Perjanjian adalah : suatu hubungan hukum kekayaan / harta benda antara

dua orang atau lebih, yang memberikan kekuasaan hak pada suatu pihak

untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

menuaikan prestasi.” 4. M. Yahya Harahap, SH

12

Di dalam perjanjian jual beli sesuatu barang antara A sebagai penjual dan B

sebagai pembeli telah diepakati bahwa B menerima barang yang dibeli dan

A menerima pembayaran sejumlah harga barang itu. Selaku penerbit B di

dalam surat wesel itu memerintahkan tanpa syarat kepada C untuk Dengan demikian wujud prestasi itu adalah memberikan sesuatu, berbuat

sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Adanya perikatan dasar antara penerbit (

debitur ) penerima wesel, perjanjian mana menimbulkan hubungan hukum (

rechtsbreking, legal relation) antara kedua belah pihak sebagai contoh :

10

Achmad Ichsan,Hukum Perdata I B,PT.Pembimbing Masa,Jakarta,1968,hal 45

11

Prof.Subekti,Hukum Perjanjian,Penerbit PT.Termasa IX,1984,hal 1

12

(24)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

membayarkan kepada A sejumlah yang telah tercantum di dalam surat wesel

sesuai dengan harga barang.

Seperti yang ditegaskan di dalam pasal 1458 KUH Perdata bahwa “ jual beli

itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya

orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun

kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”. Atau dengan

kata lain dapat dikatakan bahwa kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk

saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik, sebagai gantinya suatu

barang lain sesuai dengan isi pasal 1541 KUH Perdata. Yang dituangkan kedalam

suatu bentuk aktya otentik yang memberikan diantara para pihak beserta ahli

warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang

sempurna tentang apa yan dimuat didalamnya.

Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 1234 KUH Perdata sebagai berikut : “

Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu,atau

tidak berbuat sesuatu.”

Pasal 1339 menyebutkan bahwa “ Persetujuan- persetujuan tidak hanya

mengikat untuk hal- hal dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga segala

sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau

undang-undang.”

Dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya. Persetujuan yang dibuat secara sah maksudnya adalah

persetujuan itu yang dibuat dengan mengikuti syarat-syarat yang ditentukan dalam

(25)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Pada mulanya surat wesel berbentuk surat kesanggupan, misalnya dari

bankir C atas permintaan pedagang untuk menyuruh bankir D agar membayar

sejumlah uang kepada pedagang B. Surat kesanggupan ini diserahkan kepada

pedagang A setelah ditandatangani oleh bankir C, lalu mengirimkan surat

kesanggupan tersebut kepada pedagang B, agar dapat menerima uang dari

bankir D. Lama kelamaan surat wesel bukan lagi surat kesanggupan ( belofte )

melainkan berbentuk perintah ( apdracht ), yaitu bankir C menulis sebagai

perintah kepada bankir D agar membayar sejumlah uang kepada pedagang A atau

kuasanya, yaitu pedagang B. Dalam hal ini haruslah ada kesanggupan dari bankir

D untuk melaksanakan perintah dari bankir C tersebut. Dan untuk kesanggupan

ini harus ada tanda-tanda dari bankir D selaku penyanggup ( akseptan ).13

Jadi penyerahan surat penting atas tunjuk dan atas pengganti kepada

pemegang berikutnya harus berdasarkan pada perikatan dasar yang sah menurut Di dalam pasal 1977 KUH Perdata ditegaskan bahwa “ terhadap benda

bergerak yang tidak berupa bunga maupun, piutang yang tidak harus di bayar

kepada si pembawa maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai

pemiliknya”. Namun demikian siapa yang kehilangan atau kecurian sesuatu

barang, di dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak hari hilangnya atau

dicurinya barang itu, dapatlah ia menuntut kembali barangnya yang hilang atau di

curi itu sebagai miliknya, dari siapa yang dalam tangannya ia ketemukan

barangnya, dengan tak mengurangi hak si yang tersebut belakangan ini untuk

minta ganti rugi kepada orang dari siapa ia memperoleh barangnya lagi pula

dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 582.

13

(26)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

hukum, dan dilakukan oleh pemegang yang berhak menurut hukum. Karena

berlaku asas legitimasi, ada kemungkinan debitur membayar kepada pemegang

yang tidak berhak. Bagi orang yang tidak berhak, undang-undang tidak

memberikan perlindungan undang-undang hanya memberikan perlindungan

kepada orang yang jujur, baik dia debitur maupun kreditur yang jujur.

Perlindungan ini diatur dalam pasal 1386 KUH Perdata bagi debitur dan pasal

1977 ayat 2 KUH Perdata bagi kreditur.

Pasal 1386 KUH Perdata menentukan, bahwa pembayaran yang dilakukan

dengan itikad baik kepada seorang yang memegang surat piutangnya adalah sah,

juga apabila surat piutang itu kemudian karena sesuatu penghukuman untuk

menyerahkan kepada seorang lain, diambil dari penguasaan orang tersebut. Jadi

menurut ketentuan pasal ini jika pemegang surat piutang itu datang menunujukkan

suratnya meminta pembayaran, lalu debitur membayarnya dengan itikad baik,

karena mengira pemegang itu benar-benar berhak, membebaskan dirinya dari

segala kewajibannya. Meskipun dikemudian hari ternyata bahwa pemegang surat

piutang itu bukan orang yang benar-benar berhak, namun pembayaran itu telah

dianggap dan diakui sebagai pembayaran yang sah. Tetapi jika pada debitur tidak

ditemukan itikad baik dengan dapat dibuktikannya oleh yang berhak sebenarnya

maka hal ini tidak dapat membebaskan debitur dari kewajiban membayar

hutangnya, jika yang benar-benar berhak itu datang meminta pembayaran.

Sedangkan pembayaran dengan itikad buruk yaitu pembayar itu

mengetahui atau patut mengetahui bahwa surat berharga yang disodorkan

kepadanya untuk memperoleh pembayaran itu adalah berasal dari perbuatan yang

(27)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

tidak meneliti deretan endosemen yang diwajibkan kepadanya oleh

undang-undang, ia dikatakan melakukan keteledoran yang besar, keteledoran yang besar

tidak membebaskan si pembayar itu dari kewajibannya.

Pada umumnya menurut ketentuan KUH Perdata, jika seorang A

mempunyai suatu piutang pada seorang B, tetapi ia juga mempunyai suatu hutang

pada seorang lain lagi C, maka suatu cara untuk dengan serius menyelesaikan

perhutangan antara tiga orang tersebut adalah dengan menggunakan suatu wesel.

A dapat “menarik” suatu wesel pada siberutang B, atas nama C, dengan

penyebutan perkataan “atas order “maka C, berhak memindahkan wesel itu

kepada seorang lain. Orang itu berhak pula untuk memindahkan wesel itu kepada

seorang lain lagi, dan begitu seterusnya C, yang telah menerima wesel langsung

dari penariknya, dinamakan pengambil ( nemer ) atau pemegang wesel yang

pertama. Dari apa yang diuraikan di atas, ternyata bahwa suatu wesel adalah suatu

penagihan yang dapat dipindah-pindahkan dengan tiada batasnya, sehingga tidak

dapat ditentukan siapakah yang pada akhirnya akan memegangnya dan

menagihnya dari si berutang B tersebut.

Oeh karena suatu wesel dapat dikatakan sudah menjadi suatu barang yang

diperdagangkan, dapatlah dimengerti bahwa ia tidak akan laku, jika si berhutang

pada waktu hutangnya ditagih, dapat menolak pembayaran dengan alasan, bahwa

ia sebenarnya mempunyai suatu penagihan atau tuntutan terhadap si penarik

wesel, atau terhadap diri salah satu orang yang pernah memegang wesel itu

terlebih dahulu dari orang yang menagih pembayaran hutang itu. Kemungkinan

ini sudah dicegah oleh pasal 116 KUH Dagang, dimana ditetapkan bahwa si

(28)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

alasan-alasan ( verweermiddelen ) yang ia dapat ajukan terhadap si berutang atau

terhadap orang-orang lain yang pernah memegang wesel itu terlebih dahulu dari

orang yang menarik hutang wesel itu ( vroegere houders ). Jadi, misalnya ia tidak

boleh mengadakan suatu kompensansi.

Dari apa yang diuraikan diatas dapat ditetapkan bahwa bahwa, suatu wesel

adalah suatu perintah membayar yang mutlak ( tidak bersyarat /

onvoorwaardelijk ), yang secara mutlak dapat dipindahkan kepada orang lain.

Perikatan wesel baru lahir dengan pernyataan si berutang sanggup

membayar wesel itu . Pernyataan itu dilakukan dengan dengan membubuhi tanda

tangannya pada surat wesel dibawahnya suatu catatan yang berbunyi : “

mengaseptir “ surat wesel tersebut. Tiap pemegang surat wesel berhak untuk

memerintahkan akseptasi tersebut. Dalam praktek suatu surat wesel lazimnya

dimintakan akseptasi dahulu sebelum ia diedarkan, agar ia lebih mudah dapat

diperdagangkan. Berdasarkan hutangnya kepada si penarik wesel, hutang lazim

mana dinamakan “ fonds “ ( dana ) si berutang diwajibkan mengaseptir. Jika ia

menolak, ia melakukan wanprestasi dengan akibat-akibatnya yang merugikan

baginya.

Surat wesel oleh si penarik, dapat ditetapkan supaya dibayar pada waktu ia

dipertunjukkan, tetapi juga dapat ditetapkan ia harus membayar setelah lewat

suatu waktu ( misalnya, 3 bulan ) terhitung mulai tanggal ia ditunjukkan kepada si

berutang. Dalam hal yang belakangan ini, yang dianggap sebagai tanda

penunjukan ialah tanggal dimintanya akseptasi. Memang dalam kalangan

perdagangan, suatu wesel telah memperoleh suatu peranan yang penting sebagai

(29)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

yang berutang, karena orang itu tidak diharuskan membayar hutangnya seketika,

tetapi diperbolehkan membayar setelah lewat suatu waktu. Bila seseorang

pemegang wesel, jika ia membutuhkan uang tunai atau harus membayar

hutangnya, ia dapat menjual surat wesel atau membayarkannya kepada orang

yang menghutangkan itu.

Sebagaimana diuraikan, suatu wesel dapat secara mudah dipindahkan

kepada orang lain, yaitu dengan hanya memberikan suatu catatan dibalik surat

wesel, yang berbunyi,” untuk saya kepada si X atas order “, membubuhkan tanda

tangannya di bawah cacatatan tersebut dan menyerahkan surat weselnya kepada

orang lain itu. Cara memindahkan haknya ini dinamakan endos-sement. Orang

yang memindahkan haknya dinamakan endossant. Orang yang menerima hak

dinamakan geendosseerde. Jadi pemindahan hak disini, dilakukan dengan suatu

cara yang khusus, berlainan dengan cara yang berlaku bagi suatu pemindahan

piutang biasa ( cessie), yang harus dilakukan dengan suatu akta tersendiri, dan

diberitahukan kepada si berhutang. Penanggungan dengan seseorang yang tidak

berhubungan dengan hutang piutang wesel, dinamakan “ aval “ dan ia dapat

diberikan untuk siapa saja yang tersangkut dalam perikatan wesel, baik untuk si

penarik, maupun untuk salah seorang endosant, atau untuk si berhutang.

Pernyataan awal dapat di atas wesel sendiri atau dalam suatu akte tersendiri.

Maksudnya, jika penagihan kepada orang yang ditanggung ini memenuhi

kegagalan, pembayaran dapat dimintakan pada si penanggung ( avalist ).

Berlainan dengan suatu penanggungan hutang biasa ( borgtocht ) menurut

B.W, suatu aval / penanggungan tetap sah meskipun perjanjian yang ditanggung

(30)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

tidak karena suatu pelanggaran syarat tentang bentuk dan cara ( pasal 131 KUH

Perdata ). Jadi, misalnya, meskipun orang yang ditanggung ternyata di bawah

umur sehingga perjanjiannya dapat dibatalkan, si penanggung tetap terikat.

Seperti orang penanggung hutang biasa, seorang penanggung hutang wesel

menggantikan hak-hak dari orang yang ditanggungnya, apabila ia telah membayar

hutangnya. Jika si berutang tidak suka melakukan akseptasi / atau menolak

penagihan pembayaran, si penagih surat wesel atau pemegang terakhir berhak

untuk menuntut pembayaran dari si penarik atau endosant ( yaitu orang dari siapa

ia menerima surat wesel itu ), ataupun dari siapa saja yan pernah memegang surat

wsel terlebih dahulu, ataupun dari si penanggung atau avalist.

2. Wesel Yang Diatur Di Dalam KUH Dagang

Dalam KUH Dagang telah diatur secara khusus tentang hukum-hukum

surat berharga, namun jika mengenai perjanjian itu tidak terdapat pengaturannya

di dalam KUH Dagang, maka berlakulah ketentuan mengenai perjanjian yang

termuat dalam KUH Perdata. Selanjutnya dalam pasal 1 KUH Dagang ditentukan

bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus

diadakan penyimpangan-penyimpangan berlaku juga terhadap hal-hal yang

dibicarakan di dalam kitab ini. Arti dari pasal ini adalah jika ternyata sesuatu hal

sudah diatur di dalam KUH Dagang, maka ketentuan dalam KUH Perdata tentang

hal yang sama, tidak diperlukan lagi. Tetapi jika tidak diatur secara khusus maka

(31)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

didalam KUH Dagang tersebut. Dalam ilmu hukum asas ini disebut “ lex specialis

derogat generali “ artinya hukum khusus dimenangkan dari hukum umum.14

Sifat hukum kebendaan pada konosemen dapat dilihat dalam ketentuan

pasal 527a KUH Dagang yang menyatakkan “ penyerahan konosemen

sebelum barang-barang yang tersebut didalamnya diserahkan oleh si

pengangkut, dianggap sebagai penyerahan barang-barang terebut. Pada

konosemen, pengangkut mengikatkan diri untuk menyerahkan

barang-barang yang disebutkan di dalam konosemen itu kepada pemegangnya.

Konosemen dapat diterbitkan atas unjuk dan dapat pula atas pengganti.

Penyerahan konosemen atas tunjuk cukup dari tangan ketangan, sedangkan Untuk mengetahui surat-surat mana yang termasuk dalam surat berharga

dan mana yang tidak termasuk surat berharga perlu diketahui apa yang menjadi isi

perikatan dasarnya. Berdasarkan isi perikatan dasarnya digolongkan menjadi tga

golongan :

1. Surat-surat yang bersifat hukum kebendaan ( zakensechtelijke paieren )

Surat-surat ini isi perikatan dasarnya adalah untuk menyerahkan barang

yang tercantum didalamnya. Akibat hukum yang ditimbulkan dari

penyerahan-penyerahan surat itu kepad pihak lain adalah berupa penyerahan

barang-barangnya. Sebagaimana yang tercantum di dalam surat yang

bersangkutan. Justru inilah sifat hukum kebendaan yang dimiliki oleh

surat-surat golongan ini. Dan yang termauk di dalam golongan ini konosemen,

ceel ( waarent ).

14

(32)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

penyerahan konosemen atas pengganti harus dilakukan dengan endosemen (

pasal 506 ayat 2 KUH Dagang ) disertai dengan penyerahan suratnya.

2. Surat-surat tanda keanggotaan dari suatu persekutuan

(Lidmaatchhapspapieren )

Surat- surat ini isi perikatan dasarnya adalah hak-hak tertentu yang

diberikan oleh persekutuan kepada pemegangnya, misalnya hak untuk

mendapatkan dividen atau keuntungan, hak suara dalam rapat dan sebagainya.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah surat saham perserotan terbatas,

perseroan kamanditer, surat keanggotaan koperasi dan sebagainya. Surat-surat

saham pada umunya diterbitkanatas unjuk dan atas nama ( op naam, registered

). Sedangkan dalam praktek, tidak mengenal saham atas pengganti. Apabila

surat saham atau tanda keanggotaan itu diterbitkan atas tunjuk, maka

peralihannya cukup dari tangan–ketangan . Jika diterbitkan atas nama,

peralihannya tidak dilakukan dengan endosemen, melainkan dengan cessie (

pasal 613 ayat 1 KUH Dagang ).

3. Surat-surat tagihan hutang ( schulvorderinpapieren )

Surat- surat ini isi perikatan dasarnya adalah guna membayar sejumlah uang,

maksudnya si pemegang surat itu mempunyai hak untuk memperoleh

pembayaran sejumlah uang yang tercaantum didalamnya dari penandatanganan.

Termasuk dalam golongan ini adalah surat atas unjuk dan atas pengganti yang

tidak termasuk di dalam golongan pertama dan kedua. Surat-surat golongan ini

(33)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

wesel dan surat sanggup, titel 7 mengatur surat tentang urat cek, surat promes

atau unjuk, dan kuitansi.15

Dalam surat ini penerbit memberi peerintah kepada pihak ketiga untuk

membayar sejumlah uang kepada pemegang yang menunjukkannya, dan yang

menyerahkan surat itu. Dengan penunjukkan itu dan penyerahan surat itu,

pemegang memperoleh pembayaran. Bagi pihak ketiga yang telah membayar,

surat itu menjadi bukti bahwa ia telah melunasi hutangnya sehingga ia

dibebaskan dari kewajiban membayar kepada penerbit. Termasuk dalam surat

ini ialah kuitansi atas tunjuk.

Surat-surat yang diatur dalam titel 6 dan 7 KUH Dagang dikategorikan

lagi menurut bentuknya menjadi 3 macam :

1. Surat sanggup membayar atau janji untuk membayar ( schuldbekenteenis of

betalingsbelofte ).

Dalam surat ini penandatangan berjanji atau untuk menyanggupi membayar

sejumlah uang kepada pemegang surat itu atau orang yan menggantikannya

2. Surat perintah membayar ( betalingsopracht, order of payment )

Dalam surat ini penerbit memerinthkan kepada pihak ketiga ( tersangkut ) yang

namanya disebutkan dalam surat itu untuk membayar sejumlah uang kepada

pemegang atau penggantinya. Jika pihak ketiga itu tidak mau membayar

penerbit tetap bertanggung jawab atas pembayaran itu. Termasuk dalam

bentuk ini ialah surat wesel dan cek.

3. Surat pembebasan utang ( kwijting, receipt )

16

(34)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

a.Wesel atas unjuk

Wesel atas unjuk ini untuk dibayar pada waktu diunjukkanya kepada

tertarik ( zichlwissel sight draft ) atau dinamakan pula dengan wesel atas

penglihatan. Agar wesel ini di bayar, maka ia harus diunjukkan dalam

tenggang waktu satu tahun lamanya terhitung sejak dari tanggal

penarikannya. Penarik boleh memperpendek atau memperpanjang

tenggang waktu itu. Para endosant boleh memperpendeknya ( pasal 133

KUH Dagang ).

b.Wesel setelah unjuk

Wesel ini bisa ditarik untuk dibayar pada waktu tertentu. Setelah

diunjukkannya atau diperlihatkannya kepad tertarik ( nazich wissel after

sight draft ) atau dinamakan pula dengan wesel sesudah penglihatan.

Pasal 122 KUH Dagang menentukan, bahwa surat wesel yang harus

dibayar pada waku tertentu setelah diunjukkannya, harus diperlihatkan

untuk disetujui tertarik pembayarannya dalam waktu satu tahun sejak

tanggal hari penerbitannya. Penarik boleh memperpendek atau

memperpanjang tenggang waktu tersebut. Lebih lanjut pasal 134 KUH

Dagang menentukan, bahwa saat surat wesel tadi diperlihatkan kepada

tertarik dianggap setelah diperlihatkan itu sebagai tanggal persetujuan

tertarik untuk melakukan pembayaran atau akaseptasi dan bila tertarik

tidak mengakseptirnya, maka penerima wesel boleh mengajukan

tuntutan protesnya.

(35)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Wesel ini bisa ditarik untuk dibayar pada suatu waktu setelah hari tanggal

penerbitannya ( dato wissel,after date draft ). Pasal 135 KUH Dagang

menyatakan, bahwa wesel yang harus dibayar satu atau beberapa bulan

setelah tanggal penerbitannya, pembayarannya dilakukan pada hari tanggal

yang bersamaan dengan hari tanggal penerbitannya. Dalam hal tidak

adanya hari tanggal yang bersamaan, wesel itu dibayarkan pada hari yang

terakhir dari bulan yang bersangkutan.

d. Wesel penanggalan

Wesel ini bisa ditarik untuk dibayar pada suatu waktu tertentu yang telah

ditentukan dalam surat weselnya ( dag wissel date draft ). Bila hari bayar

wesel yang harus dibayar pada suatu waktu yang telah ditentukan, dimana

tanggalnya berlainan, maka menurut pasal 136 ayat (1) KUH Dagang yang

dianggap sebagai hari pembayarannya adalah hari tanggal tempat

pembayarannya.17

perdagangan adalah ditimbulkan oleh adanya transaksi perdagangan itu. Pihak

yang satu berhak atas penyerahan barang, dan pihak lainnya berhak atas

pembayaran. Ada kalanya di dalam suatu transaksi yang terjadi antara dua pihak,

bahwa pihak yang satu hendak memberikan sejumlah uang, sedang pihak yang

lain menerima pesan untuk menyimpan uang tersebut. Atau juga bentuk transaksi

dimana pihak yang satu memberikan pesan kepada pihak lainnya agar pihak lain

itu memberikan sejumlah uang kepada pihak tertentu yang ditunjuk, dan pihak Pada mulanya apa yang disebut hak dan kewajiban didalam lalu lintas

17

(36)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

pemberi pesan memberikan sejumlah uan kepada si penerima pesan sebagai

imbalannya.

Di dalam pasal 100 KUH Dagang menegaskan bahwa tiap-tiap surat wesel

berisikan :

1. Nama surat wesel yang dimuatkan di dalam teksnya sendiri dan

diistilahkan dalam bahasa surat itu ditulisnya.

2. Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

3. Nama orang yang harus membayarnya ( tertarik atau pembayar ).

4. Penetapan hari bayarnya.

5. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.

6. Nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yan ditunjuk olehnya,

pembayaran harus dilakukan.

7. Tanggal dan tempat surat wesel ditariknya

8. Tanda-tangan orang yang mengeluarkannya ( penarik ).

Dalam hal surat wesel yang tidak menetapkan hari bayar dianggap harus

dibayar pada hari diunjukkannya. Dalam hal tak adanya penetapan khusus, maka

tempat yag tertulis di samping nama tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran

dan tempat dimana tertarik berdomisili. Surat wesel yang tidak menerangkan

tempat ditariknya, iapun dianggap ditandatangani ditempat yang tertulis

disamping nama si penarik.

Dalam pasal 102 KUH Dagang, menegaskan bahwa ada surat wesel yang

berbuat kepada orang yang ditunjuk oleh penarik. Ada yang ditarik atas diri

penarik sendiri. Ada yang ditarik atas tanggungan orang ketiga. Tiap penarik surat

(37)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

wesel itu atau dari surat pemberitahuannya tidak ternyata, atau tanggungan siapa

surat itu ditariknya.

Sedangkan pasal 102 a KUH Dagang, jika di dalam surat wesel itu penarik

telah memuatkan kata harga untuk dipungut atau untuk incasso atau dalam

pemberian kuasaatau kata lain yang memberikan perintah untuk memungut

semata-mata maka si penerima bisa melakukan semua hak yang timbul dari surat

wesel itu, akan tetapi ia tak bisa mengendosemenkannya kepada orang lain

melainkan dengan cara pemberian kuasa. Dalam hal-hal surat wesel yang

demikian, maka kepada pemegang, para berutang weselpun hanya bisa

melancarkan upaya-upaya bantahan ialah diantaranya, yang mana sedianya bisa

mereka lancarkan kepada penarik. Perintah termasuk dalam surat wesel incasso

tak berakhir dengan matinya, atau kemudian tak ada lagi adanya kecakapan

menurut hukum pada sipemberi perintah.

Pasal 103 KUH Dagang, menegaskan bahwa surat wesel ada yang harus

dibayar ditempat tinngal seorang ketiga, baik ditempat tertarik berdomisili,

maupu n ditempat lain.

Dalam pasal 104 KUH Dagang, bahwa dalam suatu surat wesel yang

jumlah uangnya harus dibayar pada hari diunjukkannya atau pada suatu waktu

setelah diunjukkannya, penarik bisa tentukan, bahwa jumlah uang itu berbunga.

Dalam tiap surat wesel lainnya, klausula bunga yang demikian harus dianggap tak

tertulis. Bunga itu berjalan terhitung mulai tanggal surat wesel, kecuali lain hari

ditentukannya.

Dalam pasal 105 KUH Dagang, menguraikan bahwa surat wesel yang

(38)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

tetapi juga dengan angka iapun dalam hal adanya selisih antara satu sama lain,

berlaku untuk jumlah uang yang tertulis dengan huruf selengkap-lengkapnya.,

Surat wesel yang jumlah uangnya berulang-ulang dituliskannya baik dengan huruf

selengkap-lengkapnya, maupun dengan angka, iapun dalam hal adanya selisih,

berlaku untuk jumlah uang yang terkecil.

Dalam pasal 106 KUH Dagang KUH Dagang, menegaskan apabila surat

wesel itu memuat tanda tangan orang-orang yang menurut hukum tak cakap

mengikat dirinya dengan menggunakan surat wesel atau tanda-tangan orang-orang

rekaan belaka, ataupun pula tanda-tangan yang peduli apa yang menjadikan

sebabnya, tidak dapat mengikat diri mereka yang menaruhnya, atau diri mereka

atas nama siapa tandatangan itu ditaruhnya, maka biar demikian sekalipun

ikatan-ikatan orang lain yang tanda-tangannya termuat dalam surat wesel itu berlaku juga

Dalam pasal 107 KUH Dagang, tiap-tiap orang yang menaruh

tanda-tangannya di dalam sesuatu surat wesel sebagai wakil orang lain atas nama siapa

ia berwenang untuk bertindak, iapun dengan diri sendiri terikat karena surat wesel

itu, dan apabila telah membayarnya, memperoleh juga hak-hak yang sama yang

sedianya ada pada orang-orang yang katanya diwakili itu. Akibat yang sama

berlaku juga bagi seorang wakil yang bertindak dengan melampaui batas

kewenangannya.

Pada pasal 108 KUH Dagang, penarik sesuatu surat wesel harus

menanggung akseptasi dan pembayarannya. Ia boleh mengecualikan diri dari

kewajibannya menanggung akseptasi, namun tiap-tiap klausula untuk

mengeculikan diri dari kewajibannya menanggung pembayaran, harus dianggap

(39)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Dalam pasal 109 KUH Dagang, dikatakan bahwa jika ada suatu surat

wesel yang tak lengkap sewaktu ditariknya dan kemudian dilengkapkan dan

bertentangan dengan persetujuan-persetujuannya dulu, maka manakala

persetujuan tadi tidak dipenuhi, hal ini tidak boleh dikemukakan atas kerugian

pemegang, kecuali surat wesel itu oleh pemegang tersebut di peroleh dengan

itikad buruk atau karena sesuatu keteledoran yang besar.

Yang dimaksud dengan pembayaran dengan itikad buruk yaitu

pembayaran itu mengetahui bahwa surat berharga itu yang disodorkan kepadanya

untuk memperoleh pembayaran itu adalah berasal dari perbuatan yang tidak halal,

atau tidak sah. Apabila dalam melakukan pembayaran, sipembayar tidak memiliki

deretan endosemen yang diwajibkan kepadanya oleh undang-undang, ia dikatakan

melakukan keteledoran yang besar. Keteledoran yang besar tidak membebaskan si

pembayar itu dari kewajibannya. Pembayar yang telah melakukan pembayaran

kepada pemegang dengan itikad buruk atau karena keteledoran yang besar

diwajibkan untuk membayar sekali lagi kepada yang berhak sebenarnya. Tetapi ia

memperoleh hak untuk menagih kepada mereka yang telah memperoleh surat

wesel itu dengan itikad buruk yang diatur dalam pasal 4 KUH Dagang.18

Pengaturan secara khusus tentang legitimasi formal dalam KUH Dagang,

yaitu dalam pasal 115 ayat 1 KUH Dagang untuk surat wesel, barangsiapa

memegang suatu surat wesel iapun harus dianggap sebagai pemegangnya yang

sah, apabila ia bisa membuktikan haknya dengan memperlihatkan suatu deretan

tak terputus dari segala pengendosemenan surat wesel itu, pun sekiranya

endosemen yang terakhir dilakukan dalam blanko. Endosemen-endosemen yang

18

(40)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

telah dicoret dalam hubungan ini harus dianggap tak tertulis. Apabila suatu

endosemen dalam blanko disusul dengan endosemen lain maka penandatangan

endosemen yang terakhir dianggap telah memperoleh surat wesel itu dengan

pengendosemenan dalam blanko.

Tentang kemungkinan berakhirnya endosemen ditentukan oleh pasal 119

KUH Dagang yang menyatakan bahwa, endosemen yang diselenggarakan setelah

hari bayar, iapun mempunyai akibat yang sama dengan endosemen yang

sebelumnya. Dalam pada itu, endosemen yang diselenggarakan setelah protes non

pembayaran, atau setelah lewat jangka waktu yang ditentukan guna membuat

protes, endosemen itupun hanya mempunyai akibt-akibatnya sebagai cessie biasa.

Kecuali dibuktikan kebalikannya, tiap-tiap endosemen tanpa tanggal dianggaplah

ia diselenggarakan sebelum lewat jangka waktu yang ditentukan guan membuat

protes.

Apa yang disebut akseptasi yang diatur dalam pasal 120-128 KUH Dagang

adalah suatu pernyataan dari seorang tersangkut atau tertarik, bahwa ia menyetujui

untuk membayar atas surat wesel pada hari pembayaran atau vervaldag. Atas

pernyataan itu menurut hukum wesel tersangkut lalu menjadi terikat sebagai

debitur, diamana keterikatan tersebut ditentukan oleh tanda tangan yang

dicantumkan pada surat wesel itu.

B. Wesel Yang Diatur didalam UU PT. Pos Indonesia

Sedangkan weselpos, menurut Undang-Undang RI No.6 Tahun

1984 pada pasal 1 ayat 9, adalah :

(41)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Di dalam pengiriman melalui pos ini, besar uang yang dibayarkan untuk

dikirimkan, ditetapka n oleh menteri, yaitu menteri yang bertanggung jawab dalam

bidang Pos dan Giro, adalah :

a. Maksimum besar uang yang ditetapkan untuk tiap weselpos dalam

negeri adalah Rp.2.500.000.-

b. Maksimum besar uang yang ditetapkan untuk tiap weselpos luar negeri

ada beberapa negara yang ditetapkan antara lain adalah :

• Australia US $ 350

• Austria US $ 500

• Belanda Nfl $ 2000

• Brunai Darussalam $ Singapura $ 400

• Hongkong E $ 50

• Jepang US $ 1000

• Jerman US $ 1000

• Malaysia US $ 100

• Philipina US $ 50

• Republik Korea US $ 250

• Singapura $ Singapura $ 2000

• Taiwan US $ 250

• Thailand US $ 100

Di dalam memposkan wesel ini, terhadap bea weselpos dan

bea-bea lainnya, seperti bea-bea udara ( luar negeri ), kilat / expres berita terima,

berita bayar dan sebagainya, harus di bayar tunai pada waktu wesel pos

(42)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Pada pengiriman weselpos ini, setelah si pengirim menyetorkan uang pada

kantor pos asal, si pengirim tersebut menerima bukti setor yaitu berupa resi secara

cuma-cuma. Kegunaan resi ini adalah sebagai alat bukti yang harus diperlihatkan

pada waktu mengajukan permintaan keterangan, meminta duplikat weselpos

pembayaran kembali.

6.Endosan ( dalam bahasa Belanda “endosant ” ), adalah orang yang

memperalihkan surat wesel kepada pemegang berikutnya. Para Pihak / Personal Wesel

Para pihak / personal wesel terlibat didalam lalu lintas pembayaran dengan

surat wesel menurut hukum wesel adalah :

1. Penerbit ( dalam bahasa Belanda “ treker ” ), adalah orang yang

mengeluarkan surat wesel.

2. Tersangkut ( dalam bahasa Belanda “ betrokkene ” ), adalah orang yang

diberi perintah tanpa syarat untuk membayar.

3. Akseptan ( dalam bahasa Belanda “ acceptant ” ), adalah tersangkut yang

telah menyetujui untuk membayar surat wesel pada hari bayar, dengan

memberikan tanda tangannya.

4. Pemegang Pertama ( dalam bahasa Belanda “ nemer ” ), adalah orang yang

menerima surat wesel pertama kali dari penerbit.

5. Pengganti ( dalam bahasa Belanda “ geendoseerde ” ), adalah orang yang

menerima peralihan surat wesel dari pemegang sebelumnya.

19

19

(43)

Arpan C. P : Ganti Rugi Pengiriman Weselpos Pada PT. Pos Indonesia (Persero) (Studi Kasus PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kotamadya Sibolga), 2007.

USU Repository © 2009

Mengenai pembayaran weselpos kepada si alamat, berdasarkan pasal 38

dari Perturan Pemerintah RI No.37 Tahun 1985, disebutkan bahwa :

1. Weselpos dapat diuangkan selama masa berlakunya, yaitu selama

bulan penyetoran dan lima bulan berikutnya.

2. Weselpos yang masa berlakunya telah lampau dapat dimintakan

perpanjangan masa waktu.

3. Masa laku baru weselpos adalah selama bulan pemberian izin dan

lima bulan berikutnya.

4. Permintaan perpanjangan hanya dapat dikabulkan apabila dilakukan

dalam masa tidak lebih dari dua tahun terhitung keesokan hari

tanggal pengunjukkan weselpos dan dengan melunaskan bea khusus.

5. Masa pembayaran adalah dua tahun terhitung mulai keesokan hari

tanggal pengunjukan weselpos, kecuali jika masa laku wesel pos

diperpanjang atau diberikan weselpos duplikat.

6. Kewajiban membayar weselpos berakhir sesudah berakhirnya masa

pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat lima.

7. Setelah masa pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat

terakhir, maka pengirim dan penerima weselpos dianggap telah

melepaskan haknya dan selanjutnya jumlah uamg weselpos itu

dipertanggungkan sebagai penerima PT. Pos Indonesia Persero.

Dan terhadap weselpos luar negeri, masa lakunya berakhir sampai

bulan ketujuh sesudah bulan penerbitan atau menurut persetujuan. Dan

sesudah masa itu weselpos hanya dapat dibayarkan sesudah mendapat izin

Referensi

Dokumen terkait

oleh Penyelenggara Pos sesuai kesepakatan antara Pengguna Layanan Pos dan Penyelengara Pos. kerusakan terjadi karena sifat atau keadaan barang yang dikirim; atau..

harus cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya (Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata) dengan pengertian

Pos Indonesia (Persero) bergerak dalam bidang jasa tersebut, maka faktor penting yang patut diperhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana mereka menggunakan jasa pos

mendaftarkan, menjual, memakai atau memproduksi dalam kelas barang apapun (Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Merek). Menurut penulis dalam pertimbangannya majelis

bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga,.. dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata,. tidak hanya

Pos Indonesia (Persero) Studi Kasus Pengiriman Pos Express di Kantor Pos Pekanbaru 28000 jika dilihat dari dimensi Tangible (Tampilan Fisik Pemberian Pelayanan) dapat dikatakan

Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang menyatakan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

Asuransi Konvensional Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, dimana penanggung mengikat diri