1 | P a g e
Hasil Identifikasi Dampak Potensi Kenaikan Muka Air Laut
Terhadap Rencana Struktur dan Pola Ruang
Kawasan Pesisir
(Studi Kasus: Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur)
Kota Pesisir merupakan kawasan perkotaan yang berada di tepi air (laut, danau,
atau sungai), yang memiliki karakteristik open access dan juga multi fungsi, namu
sangat rentan terhadap kerusakan serta perusakan (Rahmat, 2011). Kota yang terletak
di kawasan pesisir secara tidak langsung mempunyai keistimewaan tersendiri. Melalui
kawasan pesisirnya, kota tersebut dapat menggali berbagai aspek yang bisa membawa
manfaat kepada masyarakat dan pemerintah daerah disana. Kota yang berada di
wilayah pesisir merupakan jalan akses masuk dan distribusi barang di suatu pulau.
Keberadaan kota tersebut menjadi sangat strategis dan sayang apabila tidak
dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Namun untuk mengembangkan wilayah pesisir
diperlukan kajian mendalam tentang ekosistem dan struktur pesisir daerah tersebut
agar pengelolaan yang dilakukan bisa tepat sasaran dan tidak menimbulkan efek
samping yang lain. Hal tersebut dikarenakan keberadaannya yang di tepi air membuat
Kota Pesisir memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung dari darat dan laut,
sehingga diperlukan keseimbangan lingkungan di darat dan laut.
Kota Balikpapan merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai
wilayah pesisir laut. Dalam perencanaan tata ruang wilayah Kota Balikpapan,
Pemerintah kota menggunakan konsep waterfront city. Konsep pengembangan ini
bertujuan untuk mengoptimalisasi sumber daya laut dan pantai yang ada di Kota
Balikpapan. Wilayah pesisir Balikpapan merupakan wilayah yang sangat potensial
untuk perkembangan ekonomi, namun juga sangat rentan terhadap kenaikan muka air
laut.
Kenaikan muka air laut sudah menjadi isu global saat ini, terutama bagi
kawasan-kawasan pesisir yang terkena dampaknya secara langsung. Kenaikan muka
air laut dapat berdampak pada masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dampak tersebut meliputi meningkatnya sedimentasi mengancam ekosistem
tanah basah di pesisir, degradasi ekosistem pesisir (tanah basah dan terumbu karang),
berdampak serius terhadap keberadaan masyarkat pesisir, meningkatnya banjir dan
2 | P a g e pada masyarakat dan sistem sosial ekonominya, berakibat pada kehilangan harta
benda, sumber daya alam dan lingkungan.
Dalam RTRW Kota Balikpapan tahun 2005-2015 terdapat rencana
pengembangan terhadap kawasan-kawasan di Kota Balikpapan yang mempunyai
kerentanan tinggi terhadap potensi kenaikan muka air laut. Beberapa kawasan tersebut
adalah Kawasan Industri Kariangau, Kawasan Pusat Niaga Nelayan Terpadu,
Kawasan Industri Non-Poluted di Manggar, dan Kawaran Permukiman Perdesaan
Teritip. Selain itu ada pula sarana dan prasarana penting yang terletak di kawasan
pesisir seperti Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan,
Pelabuhan Semayang, dan Jalan Poros Selatan yang membentang di sepanjang pantai
selatan Kota Balikpapan juga mendapat ancaman dari potensi kenaikan muka air laut.
Identifikasi potensi dampak kenaiakan muka air laut di kawasan pesisir kota
Balikpapan terbagi menjadi dua, yaitu terhadap rencana struktur ruang kawasan pesisir
Kota Balikapapn dan terhadap rencana pola ruang kawasan pesisir Kota Balikapapan,
yang mangambil prediksi pada tahun 2030. Identifikasi potensi dampak kenaikan muka
air laut terhadap rencana struktur ruang kawasan pesisir Kota Balikpapan meliputi
beberapa daerah yaitu Pusat Kota Lama, Pusat Kota Baru, Sub Pusat Kawasan
Industrial City Kariangau, Sub Pusat Niaga Nelayan Terpadu, Sub Pusat Urban Village
Of Teritip (Permukiman Perdesaan Teritip), Bandar Udara Sultan Aji Muhammad
Sulaiman Sepinggan Balikpapan, dan Jalan Poros Selatan: Jl. Yos Sudarso – Jl. Coastal
Roads – Jl. Mulawarman.
Untuk kawasan pusat kota lama relatif aman terhadap potensi kenaikan muka
air berdasarkan skenario ekstrim yang dapat terjadi pada tahun 2030. Kawasan pusat
kota baru secara topologi mempunyai ketinggian tanah yang relatif tinggi sehingga
potensi kenaikan muka air setinggi 2,805 meter tidak memberikan dampak terhadap
Pusat Kota Balikpapan. Sub pusat kawasan industrial city Kariangau jika dilihat dari
peta genangan menggunakan skenario paling ekstrim, kawasan industri kariangau tidak
mendapat pengaruh yang signifikan dari potensi dampak kenaikan muka air laut.
Selanjutnya pada kawasan sub pusat niaga nelayan terpadu, berdasarkan hasil
identifikasi kawasan ini berpotensi tergenang dengan luasan yang cukup besar. Hal ini
3 | P a g e besar sehingga potensi genangan di wilayah tersebut semakin meningkat. Potensi
kenaikan muka air lait di kawasan ini dapat memberikan dampak negatif terhadap
upaya Pemerintah Kota Balikpapan dalam mengarahkan pertumbuhan kota ke arah
timur.
Kawasan Sub Pusat Urban Village Of Teritip (Permukiman Perdesaan Teritip)
juga berpotensi mendapat ancaman bahaya kenaikan muka air laut dari perairan Selat
Makassar. Sama halnya dengan kawasan Pusat Niaga Nelayan Terpadu di daerah
Manggar, rencana sub pusat Permukiman Perdesaan Teritip seharusnya dapat
memberikan pelayanan optimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan kegiatan
yang ada di kawasan tersebut, namun hal itu dapat terganggu jika potensi kenaikan
muka air laut menggenangi kawasan ini.
Kawasan Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan
Balikpapan berada tepat di pinggir laut yang menghadap ke perairan Selat Makassar.
Namun berkat konstruksi yang sudah memperhitungkan potensi kenaikan muka air
laut, Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan dapat
dikategorikan aman terhadap potensi kenaikan muka air laut pada tahun 2030. Jalan
Poros Selatan: Jl. Yos Sudarso – Jl. Coastal Roads – Jl. Mulawarman berpotensi
menerima dampak dari kenaikan muka air laut khususnya Jl. Mulawarman yang
melintasi kawasan Manggar. Genangan air secara permanen dapat merusak konstruksi
jalan sehingga dapat mengganggu aktivitas dan mobilisasi penduduk yang terjadi
diatasnya. Terganggunya sistem transportasi orang dan barang yang melintasi Jalan
Poros Selatan tersebut secara tidak langsung dapat berpotensi memberikan dampak
terhadap sistem sosial dan ekonomi masyarakat Kota Balikpapan.
Selanjutnya berdasarkan identifikasi potensi dampak kenaikan muka air laut
terhadap rencana pola ruang kawasan pesisir Kota Balikpapan meliputi Potensi bahaya
pada rencana kawasan mangrove, Potensi Bahaya pada Rencana Hutan Lindung,
Potensi Bahaya pada Rencana Kawasan Industri Ringan - Sedang non poluted, Potensi
Bahaya pada Rencana Kawasan Permukiman, Potensi Bahaya pada Rencana Kawasan
Pertamina, Potensi Bahaya pada Rencana Kawasan Pusat Niaga Nelayan Terpadu,
4 | P a g e Potensi bahaya pada rencana kawasan mangrove, kawasan ini merupakan
rencana pola ruang dengan potensi tergenang paling luas. Pada dasarnya kawasan
mangrove berfungsi untuk meredam potensi kenaikan muka air laut menuju daratan.
Namun jika melihat kondisi eksisting, kawasan ini mulai dipenuhi dengan kawasan
permukiman nelayan,sehingga fungsi mangrove tidak efisien lagi.
Potensi bahaya pada rencana hutan lindung. Kawasan ini juga mempunyai
potensi tergenang dengan besaran 0,33% dari luas total rencana kawasan hutan
lindung. Dampaknya akan berimbas pada kerusakan vegetasi hutan lindung dan dapat
mengurangi luas kawasan apabila ada ganangan permanen.
Potensi bahaya pada rencana kawasan industri ringan-sedang non poluted,
kawasan ini lokasinya sangat dekat dengan bibir pantai dan mempunyai topografi
rendah sehingga mempunyai potensi tergenang sangat besar, diperkirakan sekitar
7,29% dari luas kawasan akan tergenang.
Potensi bahaya pada rencana kawasan permukiman, karena rata-rata lokasi
perumahan dekat dengan wilayah pantai, maka potensi tergenang pasti ada.
Diperkirakan 1,43% dari luas total rencana kawasan permukiman akan tergenang.
Tentu saja genangan ini akan merusak permukiman masyarakat dan juga mengganggu
aktivitas di kawasan tersebut. Potensi kenaikan muka air laut juga dapat menyebabkan
erosi pada kawasan di pinggir pantai yang berarti berkurangnya luas lahan.
Potensi bahaya pada rencana kawasan pertamina, Industri pengolahan minyak
pertamina berlokasi di sepanjang pesisir bagian selatan dan barat kota Balikpapan,
dimana diperkirakansekitar 5,72% dari kawasan ini akan tergenang. Keadaan tersebut
tentu akan mempengaruhi kinerja kilang minyak dan akan berdampak langsung
terhadap perekonomian di kota minyak.
Potensi bahaya pada rencana kawasan pusat niaga nelayan terpadu, Kawasan
ini berada tepat di hilir Sungai Manggar sehingga potensi genangan bersumber tidak
hanya dari arah laut saja tetapi juga dari luapan Sungai Manggar. Diperkirakan sekitar
19,32%dari luas total wilayah rencana akan tergenang. Potensi kenaikan muka air laut
dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur seperti; Pelabuhan Pendaratan Ikan
(PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dan fasilitas pendukung kegiatan perikanan
5 | P a g e Potensi bahaya pada rencana kawasan agropolitan, kawasan ini terletak cukup
jauh dari bibir pantai, namun terdapat sungai manggar yang melewati kawasan ini,
sehingga potensi genangan air laut bersumber dari sungai manggar. Diperkirakan
sekitar 1,31% dari luas total rencana kawasan akan tergenang.
Kecamatan Balikpapan Barat dan Kecamatan Balikpapan Timur merupakan
kecamatan yang mempunyai potensi wilayah tergenang paling besar karena lokasinya
yang sebagian besar berada di kawasan pesisir.
Jika dilihat dari hasil identifikasi diatas, maka isu kenaikan muka air laut
menjadi masalah serius yang harus diperhatikan, terutama di Kota Balikpapan.
Wilayah pesisir laut kota Balikpapan menjadi kawasan penggerak perekonomian kota.
Hal ini bisa dilihat dari keberadaan pusat-pusat kegiatan strategis yang sebagian besar
berlokasi di sepanjang kawasan pesisir. Rencana pola ruang dan struktur ruang Kota
Balikpapan juga sebagian besar di kawasan pesisir karena merupakan kawasan
strategis dan arah pengembangannya ke arah kawasan tersebut. Namun perlu juga
diperhatikan/diperhitungkan dampak dan kerugian yang ditimbulkan dari kenaikan
muka air laut, dan tidak hanya berfokus pada konsep waterfront city, yang hanya
berpikiran pada pengelolaan sumber daya yang ada di pesisir dengan kata lain yang
penting pesisirnya diolah.
Identifikasi kenaikan permukaan air laut sangat diperlukan untuk perhitungan
dampak atau kerugian yang akan ditimbulkan pada kawasan pesisir. Selain itu
Penyusunan rencana tata ruang berkelanjutan yang berbasis adaptasi bencana kenaikan
muka air laut di wilayah pesisir Balikpapan berdasarakan hasil identifikasi juga sangat
dibutuhkan, sehingga pemerintah dapat bertindak cepat dan melakukan pengendalian
secara efektif dan efisien sebelum kenaikan permukaan air laut menggenangi wilayah
pesisir serta adanya pemetaan wilayah-wilayah prioritas rawan bencana kenaikan air
laut. Jika tidak dapat merelokasi kawasan perencanaan maka dapat melakukan
pengendalian secara mikro terhadap masing-masing kawasan perencanaan. Konsepnya
seperti mitigasi bencana, dimana kawasan perencanaan berada dalam kondisi siap
apabila terjadi genangan, misalnya dengan cara mengganti jenis dan material bangunan
dan penggunaan permukiman panggung untuk kawasan permukiman atau pemunduran
lokasi perencanaan dalam radius tertentu dari bibir pantai, serta pembangunan atau
6 | P a g e kawasan dengan topografi rendah yang mempunyai potensi tergenang paling besar.
Penggalakkan penanaman tanaman mangrove dan kebijakan agar tidak melakukan
pembukaan lahan mangrove untuk pembangunan kawasan permukiman, sehingga
fungsi kawasan mangrove sebagai pelindung dari kenaikan permukaan air laut dapat
7 | P a g e
Daftar Pustaka
Coni, S. B., & Suroso, D. S. (n.d.). Identifikasi Potensi Kenaikan Muka Air Laut Serta Dampaknya Terhadap Rencana Struktur dan Pola Ruang Kawasan Pesisir Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK. Isfandiari, A., & Suroso, D. S. (2014). POTENSI DAMPAK KERUSAKAN AKIBAT KENAIKAN MUKA
AIR LAUT DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2030 . Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB .