• Tidak ada hasil yang ditemukan

41 MACAM MODEL METODE PEMBELAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "41 MACAM MODEL METODE PEMBELAJARAN"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

41 MACAM MODEL METODE

PEMBELAJARAN EFEKTIF

August 2, 2014 teguhtw Leave a comment

Populernya model metode pembelajaran ceramah dan 41 model pembelajaran yang sering terlupakan….

Berikut akan saya paparkan macam-macam metode pembelajaran yang efektif untuk dapat dilaksanakan. Khususnya para pendidik atau juga para calon pendidik. Selama ini kita hanya familiar atau bahkan selalu hanya menggunakan metode seperti ceramah. padahal banyak sekali selain metode tersebut yang dapat digunakan dan efektif dalam usaha meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang kita sampaikan dan pada akhirnya tujuan dari pembelajaran yang sudah kita tetapkan di awal tercapai dengan baik dan akan tecipta pembelajaran yang berkualitas serta tercipta pengalaman-pengalaman yang menarik.

Selanjutnya anda dapat mengklik metode di bawah ini, karena dalam micro teaching di daftar mata kuliah saya dan termasuk kedalam pembahasan kependidikan jadi disini akan dijelaskan secara singat untuk masing-masing metode tersebut.

1. EXAMPLE NON EXAMPLE

Contoh dapat dari kasus/ gambar yang relevan dengan KD 2. PICTURE NON PICTURE

3. NUMBERED HEADS TOGETHER (Kepala bernomor, Spencer Kagan 1992) 4. COOPERATIVE SCRIPT

(Dansereau Cs 1985)

5. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR (Modifikasi dari number heads)

6. STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) Tim siswa kelompok prestasi

7. JIGSAW -MODEL TIM AHLI

(Aronssn – Braney – Stephen – Sikes – and Snapp 1978) 8. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)

Pembelajaran berdasarkan masalah 9. ARTIKULASI

(2)

11. MAKE – A MATCH

mencari pasangan (lorna Curran 1994) 12. THINK PIR AND SHARE

13. DEBATE

14. ROLE PLAYING

15. GROUP INVESTIGATION Sharan 1992

16. TALKING STICK

17. BERTUKAR PASANGAN 18. SNOWBALL THROWING

19. STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING

Siswa/ peserta mempresentasikan ide/ pendapat pada rekan peserta lainnya 20. COURSE REVIEW HORAY

21. DEMONSTRATION DAN EKSPERIMEN

( Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen ) 22. EXPLISIT INSTRUCTION

Pengajaran langsung ( Rosenshina and Stevens 1986 )

23. COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) Kooperative membaca dan menulis (Steven and Slavin 1995)

24. INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE (LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR) oleh Spencer Kagan

25. COOPERATIVE LEARNING (TEBAK KATA) 26. WORD SQUARE

27. SCRAMBLE 28. TAKE AND GIVE 29. CONSEPT SENTENCES 30. COMPLETTE SENTENCE 31. TIME TOKEN AREND 1998

(3)

34. TARI BAMBU

35. DUA TINGGAL DUA TAMU (TWO STRAY TWO STRAY) SPENCER KAGAN 1992)

36. STRUKTURAL ANALITIK SINTETIK (SAS)

37. PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING) 38. NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)

38. INQUIRY

39. MODEL PEMBELAJARAN TERPADU 40. BERBASIS PROYEK DAN TUGAS

41. PEMBELAJARAN BERBASIS JASA DAN LAYANAN (SERVICE LEARNING)

Model Pembelajaran EXAMPLE NON EXAMPLE

EXAMPLE NON EXAMPLE 1. Pengertian

Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Metode Example non Example adalah metode yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.

Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti :

a. kemampuan berbahasa tulis dan lisan, b. kemampuan analisis ringan, dan

c. kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya

(4)

B. Ciri-ciri

Metode Example non Example juga merupakan metode yang mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.

– Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan

– non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.

Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

C Kelebihan dan Kekurangan.

Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode Example non Example antara lain: 1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek.

2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari Example non Example

3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.

Kebaikan:

1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.

2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. 3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kekurangan:

1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. 2. Memakan waktu yang lama.

1. Langkah-langkah :

(5)

3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas

5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya

6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai

7. Kesimpulan

MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

Salah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah Model Pembelajaran Picture and Picture ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.

Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarnya harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.

Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses

pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam menggunakan Power Point atau

software yang lain.

Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

(6)

4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus

menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.

2. Menyajikan materi sebagai pengantar.

Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses

pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.

3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.

Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu.

4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.

Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan. Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi.

5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.

Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.

(7)

Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapkan.

7. Kesimpulan/rangkuman

Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Picture and Picture: Kelebihan:

1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa. 2. Melatih berpikir logis dan sistematis.

3. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir,

4. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik. 5. Siswa dilibatkan daiam perencanaan dan pengelolaan kelas Kekurangan:

1. Memakan banyak waktu 2. Banyak siswa yang pasif.

3. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas.

4. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain 5. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai KESIMPULAN

Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang

menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran.

Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

(8)

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Menyajikan materi sebagai pengantar.

3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.

4. Guru menunjuk siswa secara bergantian untuk mengurutkan gambar-gambar secara logis

5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.

6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

7. Kesimpulan/rangkuman

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2. Pengakuan adanya keragaman

(9)

berbagai latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan social

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together adalah sebagai berikut :

Kelebihan:

– Setiap siswa menjadi siap semua

– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan:

– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama..

– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :

a) Pembentukan kelompok; b) Diskusi masalah;

c) Tukar jawaban antar kelompok

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan

(10)

Langkah 4. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk

menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari

pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :

Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 1. Memperbaiki kehadiran

2. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 3. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

4. Konflik antara pribadi berkurang 5. Pemahaman yang lebih mendalam

6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 7. Hasil belajar lebih tinggi

KESIMPULAN

Model pembelajaran ini baik digunakan karena model ini mengajarkan kepada siswa untuk lebih siap dalam menguasai materi serta belajar menerima keanekaragaman dengan kelompok lain, karna dalam model ini siswa dituntut untuk berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah.

Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok bahasan, karena setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai.

(11)

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.

2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.

3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak /

mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi

sebelumnya atau dengan materi lainnya.

5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.

6. Kesimpulan guru. 7.

Kelebihan:

 Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.

 Setiap siswa mendapat peran.

 Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan. Kekurangan:

 Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu

 Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

(12)

Model pembelajaran Kepala bernomor struktur

1. Pengertian

Untuk mengembangkan potensi to live together salah satunya melalui model pembelajaran kooperatif. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep, keterampilan kepada siswa yang membutuhkan atau anggota lain dalam kelompoknya, sehingga belajar kooperatif dapat saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim, 2000:16) tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan

semua bidang studi menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.

Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT (Numbered Heads Together). Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran sebelumnya. Dibentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota

memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya. Menurut Muhammad Nur (2005) model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam dalam diskusi kelompok.

Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam

mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008). Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model Pembelajaran Kepala bernomor struktur)

(13)

Ciri-ciri pembelajaran kepala bernomer struktur sebagai berikut: 1) Penomoran

Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.

2) Pengajuan Pertanyaan

Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula. 3) Berpikir Bersama

Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.

4) Pemberian Jawaban

Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

3. Langkah – langkah Kepala bernomor struktur

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor 2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya 3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka

4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain 5. Kesimpulan

4. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kepala bernomor struktur 5. Kelebihan dan kekurangan

1) Kelebihan

a. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. b. Mampu memperdalam pamahaman siswa. c. Melatih tanggung jawab siswa.

(14)

g. Mengembangkan rasa saling memiliki dan kerjasama. h. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.

i. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.

j. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

2) Kelemahan

a. Ada siswa yang takut diintimidasi bila Memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain kurang mampu menguasai materi)

b. Ada siswa yang mengambil jalan pintas dengan meminta tolong pada temannya untuk mencarikan jawabnya.Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu .

c. Apabila pada satu nomer kurang maximal mengerjakan tugasnya, tentu saja mempengaruhi pekerjaan pemilik tugas lain pada nomer selanjutnya.

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif. Semua model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatifsiswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperaif adalah prestasi belajar akademik siswa

meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD

1. Menurut wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil,yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,jenis kelamin,ras atau suku yang berbeda (heterogen)

2. Johnson (dalam Etin Solihatin,2005 :4 ) menyatakan bahwa :pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama.

(15)

lain,serta dapat meningkatkan harga diri.kedua,pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar,berfikir,memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

2. Prinsip Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut.

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan

dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok

mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama

diantara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan

untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

3. Ciri Pembelajaran Kooperatif

Masih menurut Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi

dasar yang akan dicapai.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.

(16)

4. Sintaks Model Pembelajaran STAD

Langkah-langkah model pembelajaran STAD dapat dilihat pada tabel 2.1 seperti Tabel 2.1 Enam Langkah Model Pembelajaran STAD

Langkah Indikator Tingkah laku guru

Langkah 1

Langkah 2

Langkah 3

Langkah 4

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyajikan informasi

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar

Membimbimg kelompok belajar

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa

Guru menyajikan informasi kepada siswa

Guru menginformasikan pengelom-pokkan

Siswa

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

(17)

Langkah 5

Langkah 6

Evaluasi

Memberikan penghargaan

Guru memberi penghargaan hasil belajar

individual dan kelompok

Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan temantemannya di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui diskusi dan kuis.

Sintaks model Pembelajaran STAD dalam Chotimah (2007) antara lain : a. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen. b. Guru menyajikan pelajaran.

c. Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok

d. Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal menjelaskan kepada anggota kelompok

lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

e. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling membantu.

(18)

g. Guru memberikan evaluasi. h. Penutup.

Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh

kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis. Sumbangan poin peningkatan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas ketentuan pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD

Skor Kuis Poin peningkatan

Lebih dari 10 point di bawah skor dasar 1-10 point di bawah skor dasar

Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar Lebih dari 10 poin di atas skor dasar

Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor dasar

5 10 20 30 30

Catatan: Nilai kuis sebelumnya dapat digunakan sebagai skor dasar (Sumber:Slavin, 1995 dalam Parlan, 2006:17)

Skor kelompok untuk setiap kelompok didasarkan pada sumbangan poin peningkatan yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok yaitu dengan menjumlah seluruh poin peningkatan anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Penghargaan kelompok diberikan dengan empat kriteria seperti pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok

Kriteria Nilai Perkembangan

(19)

The best teams Good teams General teams

15,1 – 22,5 7,6 – 15,0 ≥7,5

(Sumber: Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50)

5. Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran Tipe STAD A) Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (dalam Nurasma,2006:26) : a) Meningkatkan kecakapan individu b) Meningkatkan kecakapan kelompok c) Meningkatkan komitmen

d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya e) Tidak bersifat kompetitif

f) Tidak memiliki rasa dendam

B) Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD a) Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu: b) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang

c) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.

1. Hubungan Penerapan Model STAD dengan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa

(20)

Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara konsisten baik bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan resistensi (daya lekat) terhadap materi pelajaran menjadi lebih panjang (Ellyana, 2007). Pembelajaan kooperatif yang dikemas dalam kegiatan pembelajaran yang bervariasi dengan model STAD dapat menumbuhkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Pengajaran fisika yang disajikan dengan model pembelajaran STAD memungkinkan untuk memberikan pengalaman-pengalaman sosial sebab mereka akan bertanggung jawab pada diri sendiri dan anggota kelompoknya. Keberhasilan anggota kelompok merupakan tugas bersama.

Dalam pembelajaran STAD ini anggota kelompok berasal dari tingkat prestasi yang berbeda-beda, sehingga melatih siswa untuk bertoleransi atas perbedaan dan kesadaran akan perbedaan. Disamping itu pembelajaran yang disajikan dengan model STAD akan melatih siswa untuk menceriterakan, menulis secara benar apa yang diteliti dan diamati. Apabila ditinjau dari proses pelaksanaannya, kegiatan model pembelajaran STAD lebih membawa siswa untuk memahami materi yang disajikan oleh guru, karena siswa aktif dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas, pengajaran fisika yang disajikan dengan dengan penerapan model pembelajaran STADakan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-student-teams.html#ixzz2uZXKTNWl

Model Pembelajaran Jigsaw Model Pembelajaran Jigsaw

1. Pengertian

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.Pada model pembelajaran jigsaw ini keaktifan siswa (student centered) sangan dibutuhkan, dengan dibentuknya kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang yang terdiri dari kelompok-kelompok asal dan kelompok ahli.

(21)

ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah

pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang biberikan.

1. Langkah- Langkah dalam metode jigsaw

Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw, yaitu:

1. Awal kegiatan pembelajaran a. Persiapan

1. Melakukan Pembelajaran Pendahuluan

Guru dapat menjabarkan isi topik secara umum, memotivasi siswa dan menjelaskan tujuan dipelajarinya topik tersebut.

2. Materi

Materi pembelajaran kooperatif model jigsaw dibagi menjadi beberapa bagian pembelajaran tergantung pada banyak anggota dalam setiap kelompok serta banyaknya konsep materi pembelajaran yang ingin dicapai dan yang akan dipelajari oleh siswa.

3. Membagi Siswa Ke Dalam Kelompok Asal Dan Ahli

Kelompok dalam pembelajarn kooperatif model jigsaw beranggotakan 3-5 orang yang heterogen baik dari kemampuan akademis, jenis kelamin, maupun latar belakang sosialnya

4. Menentukan Skor Awal

Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara individu pada kuis sebelumnya atau nilai akhir siswa secara individual pada semester sebelumnya.

2.

Rencana Kegiatan

(22)

menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli.

2. Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok. 3. Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk menjelaskan topik yang didiskusikannya.

4. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik.

5. Pemberian penghargaan kelompok berupa skor individu dan skor kelompok atau menghargai prestasi kelompok.

3. Sistem Evaluasi

Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan:

1. Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua topik. 2. Membuat laporan mandiri atau kelompok.

3. Presentasi Materi Evaluasi

– Pengetahuan (materi ajar) yang difahami dan dikuasai oleh mahasiswa. – Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.

1. Kelebihan

Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:

1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya

2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat 3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.

1. Kelemahan

Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu :

1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar

memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.

(23)

memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.

3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.

Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi. 4. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-jigsaw.html#ixzz2uZXP82Tt

4/21/2012

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM

BASED INTRODUCTION)

PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain – University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006))

Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk

meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.

(24)

Menurut Suherman (2003: 7)

Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berhubungan dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan dalam proses pembelajaran.

Gijselaers ( 1996)

Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.

Konsep ini menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya berperan dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai keterampilan self directed learning.

Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Departemen Pendidikan Nasional (2003)

Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu.

Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar.

Muslimin Ibrahim (2000:7)

Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi

pembelajar yang mandiri.

Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran.

(25)

1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,

2. belajar peranan orang dewasa yang otentik, 3. menjadi siswa yang mandiri,

4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru,

5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif 6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

7. meningkatkan motivasi belajar siswa

8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru B. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL

1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang

digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.

2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.

Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal?

(26)

tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990). Bridges (1992) dan Charlin (1998)

Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges dan Charlin telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut.

1. Pembelajaran berpusat dengan masalah.

2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.

3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.

4. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri. 5. Siswa aktif dengan proses bersama.

6. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru. 7. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.

8. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan. 9. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.

Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah

1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.

2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.

3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.

4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Pannen (2001)

Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:

1. mengidentifikasi masalah, 2. mengumpulkan data, 3. menganalisis data,

4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, 5. memilih cara untuk memecahkan masalah,

6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,

(27)

Arends (2004)

Ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL. Fase Aktivitas guru

Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

Fase 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi

Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu

mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

Berikut langkah-langkah PBM.

1. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa.

2. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.

3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.

4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami.

5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting. 6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.

7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh.

8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.

9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di kelas.

Dalam penyelidikan suatu masalah, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

1. Membaca dan menganalisis skenario dan situasi masalah.

Periksa pemahaman Anda tentang skenario dengan mendiskusikan hal itu dalam kelompok Anda. Sebuah upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam menentukan apa faktor-faktor kunci dalam situasi ini. Karena ini adalah situasi pemecahan masalah nyata, grup Anda akan harus secara aktif mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

2. Daftar hipotesis, ide, atau firasat

(28)

bagaimana untuk memecahkan masalah. Anda juga akan mendukung atau menolak ide-ide sebagai hasil penyelidikan Anda. Daftar ide-ide yang berbeda lain yang perlu ditangani. 3. Daftar apa yang dikenal.

Buat pos berjudul “Apa yang kita ketahui?” pada selembar kertas. Kemudian temukan informasi yang terkandung dalam skenario.

4. Mengembangkan sebuah pernyataan masalah.

Suatu pernyataan masalah harus berasal dari analisis Anda apa yang Anda ketahui. Dalam satu atau dua kalimat Anda harus dapat menjelaskan apa yang grup Anda sedang mencoba untuk menyelesaikan, memproduksi, menanggapi, tes, atau mencari tahu. Pernyataan masalah mungkin harus direvisi sebagai informasi baru ditemukan dan dibawa ke menanggung pada situasi.

5. Daftar apa yang dibutuhkan.

Siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab untuk memecahkan masalah. Rekam mereka di bawah daftar kedua berjudul: “Apa yang kita perlu tahu?” Beberapa jenis pertanyaan yang mungkin sesuai. Beberapa orang mungkin alamat konsep atau prinsip-prinsip yang perlu dipelajari untuk mengatasi situasi. Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk permintaan untuk informasi lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membimbing pencarian yang mungkin akan terjadi on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian out-of-kelas yang lain.

6. Daftar tindakan yang mungkin.

Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah judul: “Apa yang harus kita lakukan?”. Daftar rencana Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin termasuk mempertanyakan ahli, mendapatkan data online, atau mengunjungi perpustakaan. 7. Mengumpulkan dan Menganalisis informasi.

Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan, mengorganisir, menganalisis, dan menafsirkan informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi yang anda kumpulkan. Anda mungkin perlu merevisi pernyataan masalah. Anda dapat

mengidentifikasi laporan masalah yang lebih. Pada titik ini, grup Anda mungkin akan merumuskan dan menguji hipotesis untuk menjelaskan masalah. Beberapa masalah mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang dianjurkan atau pendapat (berdasarkan data riset Anda) mungkin tepat.

8. Menyajikan temuan-temuannya.

Siapkan laporan di mana Anda membuat rekomendasi, prediksi, kesimpulan, atau solusi lainyang tepat untuk masalah berdasarkan data Anda dan latar belakang. Bersiaplah untuk mendukung rekomendasi Anda. Jika sesuai, pertimbangkan presentasi multimedia dengan menggunakan gambar, grafik, atau suara.

(29)

Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003)

Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan rencana penyelesaian.

b. Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi.

c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.

d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.

A. Tugas Perencanaan.

Pembelajaran Bedasarkan Masalah memerlukan banyak perencanaan seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.

1. Penetapan Tujuan.

Pertama mendiskripsikan bagaimana pembelajaran berdasarkan masalah direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya ketrampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa dn membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat dikomunikasikan dengan jelas kepada siswa

2. Merancang situasi masalah yang sesuai

Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru memberikan kebebasan siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik ( berdasarkan pada pengalaman dunia nyata siswa ),

mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.

Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa karena dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam material dan peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas.

B. Tugas interaktif

1. Orientasi siswa pada masalah.

Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran berdasarkan masalah tidak untuk

(30)

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif juga diperlukan pengembangan ketrampilan kerja sama di anatara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.

a. guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat siswa memimikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

b. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru memberi bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.

c. Puncak kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik, videotape dsb. Tugas guru pada tiap akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Tugas guru pada tahap akhir pembelajaran berdasarkan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan

mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen

Guru perlu memberikan seperangkat aturan, sopan santun kepada siswa untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan sehingga terciptanya kenyamanan, kemudahan siswa dalam melakukan aktivitasnya.

D. Asesmen dan evaluasi

Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil ( paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian alternative yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau ahli luar).

(31)

penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan ketrampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan

penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.

Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut:

Guru sebagai pelatihv

Siswa sebagai problem solverv

Masalah sebagai awal tantangan dan motivasiv

Asking about thinking ( bertanya tentang pemikiran)Ø memonitor pembelajaranØ

probbing ( menantang siswa untuk berfikir )Ø menjaga agar siswa terlibatØ

mengatur dinamika kelompokØ menjaga berlangsungnya prosesØ peserta yang aktifØ

terlibat langsung dalam pembelajaranØ membangun pembelajaranØ

menarik untuk dipecahkanØ

menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajariØ Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke putusan-keputusan khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan setelah pembelajaran.

Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu:

1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.

Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning.

2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan 3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pemanfaatannya

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.

1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif 2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar

4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru

(32)

6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia lakukan

7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.

8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. 9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.

1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah.

2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

3. Menurut Fincham et al. (1997), “PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda,” (hal. 419).

4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya. 5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat

menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi

F. Kesimpulan

Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali dicetuskan pada akhir tahun 1960-an di sekolah kedokteran di McMaster University di Kanada.

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses pembelajaran yang keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.

(33)

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data,

menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat

meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik,

Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan, Knowing About Knowing (metakognisi) mempengaruhi

pembelajaran, danFaktor-faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi pembelajaran. Kriteria pemilihan bahan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah :

1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik 2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa

3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak

4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa

5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa

Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, yaitu : 1. Orientasi siswa kepada masalah

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah adalah sebagai berikut. A. Tugas Perencanaan.

1. Penetapan Tujuan.

2. Merancang situasi masalah yang sesuai. 3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik. B. Tugas interaktif

1. Orientasi siswa pada masalah.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

(34)

C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen. D. Asesmen dan evaluasi

Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:

1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.

2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan 3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.

1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif dan mandiri 2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah

3. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru 4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.

5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. 6. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.

1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. 2. Kurangnya waktu pembelajaran.

3. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar.

4. Seorang guru sulit menjadi fasilitator yang baik.

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

1. Pengertian

(35)

Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa..

Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa juga dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif.

Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini

membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat mind mapping, dia akan semakin kreatif.

Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide

terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.

Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa

menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%.

Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Maping

 Catatan biasa : a. Catatan Biasa

b. Hanya berupa tulisan-tulisan saja c. Hanya dalam satu warna

d. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang lama e. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama f. Statis

(36)

a. Peta pikiran

b. Berupa tulisan, simbol, dan gambar c. Berwarna warni

d. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek e. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif f. Membuat individu menjadi kreatif

Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004.

Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.)

Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas kosong yang diatur dalam posisi landscape kemudian tempatan topik yang akan dibahas di tengah-tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Usahakan menggunakan gambar, simbol atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat dengan lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran.

Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari masing-masing garis.

Referensi

Dokumen terkait

Model Pembelajaran Matematika Berbasis Kemampuan Pemecahan Masalah disingkat PMBKPM adalah bentuk kegiatan pembelajaran matematika berbasis kemampuan pemecahan masalah

Penelitian ini bertujuan untuk melihat (1) Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan melalui Pembelajaran Berbasis Masalah berbantuan Software

Metode Example non Example adalah metode yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan

Metode tutorial adalah suatu proses pengelolaan pembelajaran yang dilakukan melalui proses bimbingan yang diberikan/dilakukan oleh guru kepada siswa baik secara

Judul penelitiannya adalah Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui Pendekatan

Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap

Langkah-langkah (tahap-tahap) pembelajaran berbasis masalah yang telah dikemukakan terlihat bahwa pembelajaran berbasis masalah pada intinya merupakan suatu strategi

Model pembelajaran Problem Based LearningPBL merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga