• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan gejala klinis dengan hasil tes cukit kulit pada pasien dengan rinitis alergi di RSUP. H. Adam Malik Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan gejala klinis dengan hasil tes cukit kulit pada pasien dengan rinitis alergi di RSUP. H. Adam Malik Medan Chapter III VI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan potong lintang yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada satu waktu dengan tujuan untuk mencari hubungan gejala klinis dan karakteristik pasien RA dengan TCK di RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli T.H.T.K.L Divisi Rinologi/ Alergi Imunologi RSUP. H. Adam Malik Medan Sumatera Utara. Penelitian dilakukan sejak penelitian ini disetujui.

3.3 Populasi, Sampel Penelitian, Besar Sampel 3.3.1 Populasi penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan gejala klinis RA yang berobat ke Poli T.H.T.K.L RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.3.2 Sampel penelitian

Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. 3.3.3 Besar sampel

Zα = Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan α

p = proporsi penderita RA (12,4%) (Widuri&Suryani, 2011) (1,96)

d = Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi (0,1) n = 1,962. 0,124. 0,876 =

0,1

41 sampel 2

3.4 Cara Pengambilan Sampel

(2)

3.4.1 Kriteria inklusi :

a. Pasien yang berobat ke poli T.H.T.K.L. Divisi Rinologi/ Alergi Imunologi RSUP. H. Adam Malik Medan dengan gejala RA.

b. Memberikan keterangan secara tertulis bersedia mengikuti penelitian ini secara utuh meliputi wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan TCK, mengisi lembar kuesioner VAS score, RQLQ dan symptom score serta menandatangani surat persetujuan. 3.4.2 Kriteria ekslusi :

a. Sedang mengkonsumsi obat-obatan antihistamin dan atau kortikosteroid dalam 3 hari terakhir.

b. Menderita penyakit kulit yang luas terutama pada bagian volar lengan bawah. c. Tidak bersedia mengikuti penelitian.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel independen yaitu gejala klinis dan variabel dependen yaitu TCK. Variabel lain yang dinilai yaitu umur, jenis kelamin, riwayat atopi, keluhan utama, tipe dan derajat RA, VAS, RQLQ, symptom score dan jenis alergen.

3.6 Definisi Operasional

3.6.1 RA adalah suatu penyakit inflamasi pada hidung yang diperantarai oleh IgE yang mengalami sedikitnya dua gejala klinis RA antara lain hidung buntu, hidung berair, bersin dan hidung gatal.

3.6.2 Umur adalah usia pasien yang dihitung dari tanggal lahir mengunakan kalender masehi dan dinyatakan dalam tahun.

3.6.3 Jenis kelamin adalah ciri biologis yang membedakan orang satu dengan lainnya terdiri atas laki-laki dan perempuan.

3.6.4 Riwayat atopi adalah adanya riwayat alergi sebelumnya atau menderita asma atau memiliki keluarga dengan penyakit alergi berdasarkan anamnesis.

3.6.5 Keluhan utama adalah gejala klinis yang menyebabkan penderita datang berobat yaitu : hidung buntu, hidung berair, bersin dan hidung gatal.

3.6.6 Tipe dan Derajat RA adalah klasifikasi berdasarkan tingkat beratnya gejala yang ditimbulkan dan lama keluhan dialami (ARIA, 2008).

a. Intermiten : ringan

(3)

normal, dan tidak ada keluhan mengganggu.

b. Intermiten : sedang-berat

Gejala muncul kurang dari atau sama dengan 4 hari per minggu atau kurang dari atau sama dengan 4 minggu dan dijumpai satu atau lebih gejala diantaranya: tidur terganggu (tidak normal), aktivitas sehari-hari, saat olah raga, dan saat santai terganggu, masalah saat bekerja dan sekolah, dan ada keluhan yang menggangu

c. Persisten : ringan

Bila gejala timbul lebih dari 4 hari per minggu dan lebih dari 4 minggu dan dengan tidur normal, aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan saat santai normal, bekerja dan sekolah normal, dan tidak ada keluhan mengganggu. d. Persisten :

sedang-berat

Bila gejala timbul lebih dari 4 hari per minggu dan lebih dari 4 minggu dan dijumpai satu atau lebih gejala diantaranya: tidur terganggu (tidak normal), aktivitas sehari-hari, saat olah raga, dan saat santai terganggu, masalah saat bekerja dan sekolah, dan ada keluhan yang menggangu.

3.6.7 TCK adalah suatu alat diagnosis RA yang terdiri dari beberapa alergen yang ditusukkan pada bagian volar lengan bawah untuk menentukan apakah terdapat respon alergi yang diperantarai oleh IgE dengan menilai bentol yang ditimbulkannya.

- Diameter bentol kurang lebih 1mm : Positif 1 - Diameter bentol lebih kecil dari histamin : Positif 2 - Diameter bentol minimal 3mm atau sama dengan

reaksi histamin :

Positif 3

- Diameter bentol lebih dari 3mm atau lebih besar dari reaksi histamin :

Positif 4

Dalam penelitian ini hasil TCK dianggap positif jika terjadi bentol pada alergen sedikitnya sama dengan bentol dari reaksi histamin yaitu positif 3 dan positif 4 (Modul T.H.T.K.L).

3.6.8 Visual analog scale (VAS) score adalah kuesioner yang digunakan untuk menilai tingkat keluhan pasien, menggunakan skala 1-10.

(4)

3.6.9 RQLQ adalah kuesioner untuk menilai keparahan penyakit rinitis terhadap kualitas hidup penderitanya dengan menilai kuantitas lima masalah fungsional (aktivitas, masalah praktis, gejala hidung, gejala mata dan gejala lainnya), yang dinilai pada saat penderita pertama sekali datang berobat. Menggunakan skor 0 sampai 6 berdasarkan (0= tidak ada kesusahan, 1= hampir tidak susah, 2= kadang-kadang susah, 3= cukup susah, 4= sungguh susah, 5= sangat susah, 6= susah sekali) Kuesioner terlampir pada lampiran.

3.6.10 Symptom Score adalah kuesioner untuk menilai keluhan hidung penderita meliputi hidung buntu, hidung berair, bersin dan hidung gatal yang diberi nilai :

a. Tidak ada keluhan hidung buntu, hidung berair, : bersin dan hidung gatal

0

b. meliputi hidung buntu, hidung berair, bersin dan : hidung gatal dirasakan ringan

1

c. Keluhan hidung buntu, hidung berair, bersin dan : hidung gatal dirasakan sedang

2

d. Keluhan hidung buntu, hidung berair, bersin dan : hidung gatal dirasakan berat

3

3.6.11 Jenis alergen adalah tujuh jenis alergen yang digunakan pada pemeriksaan TCK, antara :

a. Grass bermuda (+) : Diameter bentol minimal 3mm b. Tropicalis blomia (+) : Diameter bentol minimal 3mm c. Cockroach B. Germanic (+): Diameter bentol minimal 3mm d. D. pterossynus (+) : Diameter bentol minimal 3mm e. D. fariane (+) : Diameter bentol minimal 3mm f. Cat (+) : Diameter bentol minimal 3mm g. Dog (+): Diameter bentul minimal 3mm

3.7 Bahan dan Alat

a. Kuesioner VAS score b. Kuesioner RQLQ

c. Kuesioner Symptom Score

d. Lampu kepala merk Cree Led Headlight e. Spekulum hidung merk Renz

f. Otoskopi merk Riester g. Spatel lidah

(5)

i. 1 set TCK merk Stallergen. (Alergen yang digunakan : Grass bermuda, Tropicalis blomia, Cockroach B. Germanic, D. Pterissynus, D. Farinae, Cat, Dog).

3.8 Cara Kerja

Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan T.H.T rutin pada responden, kemudian mengisi lembar kuesioner VAS score, RQLQ dan symptom score, setelah itu dilakukan pemeriksaan TCK.

a. Persiapan pemeriksaan TCK :

- Jelaskan apa yang akan dilakukan pada responden dan tujuannya.

- Pastikan responden tidak mengkonsumsi obat/ makanan yang mempunyai efek antialergi sistemik 1 minggu sebelumnya

- Periksa tekanan darah sebelum tes alergi untuk membandingkan jika sewaktu-waktu terjadi reaksi sistemik.

- Pastikan tidak mengalami serangan alergi berat 24 jam sebelumnya (asma bronkial).

- Sediakan semprit 1 cc dan epineprin ampul.

- Jelaskan kemungkinan timbul tanda dan gejala reaksi alergi sisitemik dari ringan sampai yang berat selama tes alergi.

- Tanda tangan informed consent.

- Desinfeksi daerah lokasi tes kulit (bagian volar lengan bawah). b. Prosedur pemeriksaan TCK:

- Teteskan larutan kontrol positif (histamin) dan buffer fosfat atau kontrol negatif.

- Biasakan untuk histamin sebelah radial dan buffer sisi ulnar dengan jarak minimal 2 jari.

- Tusuk dengan jarum disposibel steril sedalam lapisan epikutan, dicukit tepat ditempat tetesan, jangan sampai berdarah. Reaksi ditunggu selama 10-15 menit. Jika sudah berbentuk bentol merah minimal diameter 3 mm pada tempat histamin dan tidak berbentuk pada buffer atau maksimal diameter bentol 1 mm maka dilanjutkan dengan penetesan alergen yang akan diperiksa. Biasakan selalu mulai dari proksimal sisi radial ke distal dengan jarak kurang-lebih 1 jari, kemudian naik ke sisi ulnar. Reaksi tes kulit dibaca 10-15 menit.

- Penilaian hasil dibandingkan dengan reaksi histamin pada masing-masing penderita. Hasil tes kulit dianggap positif jika terjadi bentol pada alergen sedikitnya sama dengan bentol dari reaksi histamin.

- Perhatikan selama tes kulit : kemungkinan terjadi reaksi alergi sistemik.

(6)

Bila terdapat gejala tersebut : segera tidurkan penderita tanpa bantal, periksa tensi dan nadi.

Bila ada gejala shock : suntikkan epineprin 0,2 cc subkutan/intramuskular.

Amati nadi, tensi dan pernafasan dalam 5 menit.Jika belum ada perbaikan dapat ulangi epineprin setelah 10 menit diikuti pemberian steroid im, pasang infuse (Modul T.H.T.K.L).

Gambar 3.1 Prosedur Tes Cukit Kulit (Krzanowska, 2014)

(7)

3.9 Kerangka Kerja

3.10 Pengumpulan Data

Data diperoleh dari anamnesis dan kuesioner meliputi karakteristik pasien RA yang ditulis pada status penelitian.

3.11 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel. Data penelitian akan dianalisis sebagai berikut :

1. Analisa univariat

Kriteria ekslusi

- Hidung buntu

- Hidung berair

- Bersin

- Hidung gatal Pasien RA

Keriteria inklusi

Kuesioner (VAS, RQLQ, Symptom score)

RA TCK

Intermiten Ringan

Intermiten

sedang-berat

Persisten Ringan

Persisten

Sedang-berat Kriteria

(8)

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga dapat terlihat gambaran deskriptif dari semua variabel yang diteliti.

2. Analisa bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu gejala klinis RA terhadap variabel independen yaitu TCK. Data diuji dengan dengan bantuan SPSS versi 17, bila data terdistribusi normal digunakan uji chi square dan bila tidak terdistribusi normal digunakan uji Fisher exact.

3.12 Etika Penelitian

Semua pasien yang menjadi calon subjek penelitian, terlebih dahulu mendapat penjelasan mengenai penelitian yang akan diikutinya, terutama penjelasan yang berhubungan dengan tujuan penelitian dan tes yang akan diikutinya serta apa keuntungan dan kerugian yang mungkin dapat ditimbulkannya. Hal-hal tersebut diatas dijelaskan kepada pasien yang menjadi subjek penelitian. Peserta penelitian menandatangani lembar persetujuan untuk mengikuti penelitian.

3.13 Jadwal Penelitian

No Jenis kegiatan Waktu

Mei 2016

Juni 2016

Juli 2016

Des 2016

Maret 2017 1. Persiapan proposal

2. Administrasi

3. Presentasi proposal 4. Pengumpulan data

5. Pengolahan dan

(9)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian ini diikuti oleh 41 orang penderita yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pada tabel 4.1 menunjukkan distribusi frekuensi penderita RA berdasarkan umur, jenis kelamin, riwayat atopi, keluhan utama, tipe dan derajat RA. Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebesar 78,00%, kelompok umur terbanyak adalah 21-40 tahun sebesar 75,60% dengan riwayat atopi sebesar 68,30%. Hidung buntu sebagai keluhan terbanyak dijumpai sebesar 56,10% dan tipe dan derajat RA terbanyak adalah intermiten ringan sebesar 60,97%.

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian

Jumlah

Karakteristik penderita RA n %

Umur (tahun) ≤ 20 tahun 5 12,12

21-40 tahun 31 75,60 ≥ 41 tahun 5 12,12 Jenis kelamin Laki-laki 9 22,00 Perempuan 32 78,00

Riwayat atopi Atopi 28 68,30

Tidak atopi 13 31,70

Keluhan utama Hidung buntu 23 56,10

Hidung berair 2 4,90

Bersin 9 22,00

Hidung gatal 7 17,10

Tipe dan derajat RA Intermiten ringan 25 60,97 Intermiten sedang-berat 5 12,19

Persisten ringan 2 4,87

(10)

4.2 Distribusi Frekuensi Penderita RA Berdasarkan VAS

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi penderita RA berdasarkan VAS Berdasarkan tabel dibawah ini, diketahui sebanyak 29 orang (70,7%) penderita RA dengan VAS ringan, sementara sebanyak 12 orang (29,3%) dengan VAS sedang-berat.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi penderita RA berdasarkan VAS

VAS Jumlah

n %

Ringan 29 70,7

Sedang-berat 12 29,3

Total 41 100

4.3 Distribusi Frekuensi Penderita RA Berdasarkan Symptom Score

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi penderita RA berdasarkan symptom score. Berdasarkan tabel dibawah ini, diketahui sebanyak 26 orang (63,4%) penderita RA dengan symptom score ringan, sementara sebanyak 15 orang (36,6%) dengan symptom score sedang-berat.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi penderita RA berdasarkan symptom score

Symptom score Jumlah

n %

Ringan 26 63,4

Sedang-berat 15 36,6

Total 41 100

4.4 Rerata kualitas hidup penderita RA Berdasarkan RQLQ

Tabel 4.4 menunjukkan rerata kualitas hidup penderita RA berdasarkan RQLQ. Berdasarkan tabel dibawah ini diperoleh rerata nilai aktivitas penderita RA adalah 3, rerata nilai masalah praktis sebesar 2,97, rerata nilai gejala hidung sebesar 6,09, rerata nilai gejala mata 2,85 dan rerata nilai gejala lainnya sebesar 1,95.

(11)

4.5 Distrubusi Frekuensi Jenis Alergen Pada TCK

Tabel 4.5 menunjukkan distribusi jenis alergen pada TCK penderita RA, dan diperoleh jenis alergen yang terbanyak memberikan hasil positif adalah varian tungau debu rumah, yaitu D. pteronys 26,66%, Tropicalis blomia sebesar 17,33% dan D. farinae 13,33%. Terdapat tiga jenis varian tungau debu rumah yang digunakan pana penelitian ini. Ketiga varian tersebut menduduki tempat tertinggi sebagai jenis alergen positif yang terbanyak pada hasil TCK.

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi jenis alergen pada pemerikaan TCK

Jenis alergen Jumlah

n %

Grass Bermuda 3 4

Tropicalis blomia 13 17,33

Cockroach b. Germanic 9 12

D. farina 10 13,33

D. pteronys 20 26,66

Cat 9 12

Dog 11 14,66

4.6 Hubungan Gejala Klinis Dengan Hasil TCK

Tabel 4.6 menunjukkan hubungan gejala klinis dengan hasil TCK, dan berdasarkan hasil pengujian dengan Fisher’s exact Test, diketahui nilai p = 0,170 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gejala klinis dan TCK.

Tabel 4.6 Hubungan gejala klinis dengan hasil TCK

Gejala klinis

Hasil TCK Total p-value

TCK + TCK - n (%) n (%)

(12)

4.7 Hubungan symptom score dengan hasil TCK

Tabel 4.7 menunjukkan hubungan symptom score dengan hasil TCK, dan

berdasarkan hasil pengujian dengan Fisher’s exact test diperoleh nilai p= 0,186 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifkan antara beratnya gejala RA

berdasarkan symptom score.

Tabel 4.7 Hubungan symptom score dengan hasil TCK

Symptom

score

Hasil TCK Total p-value

TCK + TCK -

n (%) n (%)

Ringan 15 (57,7) 11 (4,23) 26 (100%) 0,186

(13)

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

RA merupakan inflamasi mukosa hidung, dan menyerang sekitar 40% dari jumlah populasi penduduk dan prevalensinya dijumpai semakin meningkat dalam setiap dekade (Small & Kim, 2011).

Pada penelitian ini diperoleh hasil kelompok umur yang paling banyak menderita RA adalah rentang umur 21-40 tahun sebanyak 31 (75,60%) penderita. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lumbanraja (2007) yang memperoleh kelompok umur terbanyak adalah 21-30 tahun. Begitu juga dengan yang diperoleh Utama (2010) dimana umur terbanyak yang diperoleh adalah 18-35 tahun sebesar 44,6%. Perbedaan kelompok umur kemungkinan disebabkan oleh kelompok umur tersebut adalah yang paling banyak melakukan kunjungan ke poliklinik rawat jalan THT dan digunakan sebagai sampel penelitian. Selain itu perbedaan kelompok umur yang didapatkan pada penelitian sebelumnya bisa disebabkan oleh perbedaan pengelompokkan umur (Lumbanraja, 2007; Utama 2010; Small & Kim, 2011).

Sekitar 80% individu yang didiagnosis dengan RA mengalami gejala klinis sebelum usia 20 tahun. Pada usia pubertas anak laki-laki lebih cenderung menderita RA dibanding anak perempuan, tetapi saat dewasa perempuan lebih cenderung menderita RA daripada laki-laki (Greiner, et al., 2011).

Pada penelitian ini, jenis kelamin yang paling banyak dijumpai adalah perempuan sebesar 78,04%. Hasil penelitian ini sama dengan yang didapatkan oleh Lumbanraja (2007). Begitu juga dengan hasil penelitian yang diperoleh Tatar, et al. (2012) perempuan merupakan penderita RA terbanyak yaitu 54 orang dari 150 pasien (Lumbanraja, 2007 dan Tatar, et al., 2012). Utama (2010) dalam penelitiannya juga memperoleh perempuan sedikit lebih banyak (54,1%) dibanding laki-laki (45,9%) dengan perbandingan 1:1 (Lumbanraja, 2007; Utama, 2010; Tatar, et al., 2012). Pada penelitian ini diperoleh jumlah penderita RA dengan riwayat atopi lebih tinggi sebesar 68,29% dibandingkan dengan penderita RA tanpa riwayat atopi.

(14)

Komponen genetik yang diwariskan kepada anaknya adalah kemampuan untuk memberikan reaksi terhadap suatu alergen yang diturunkan. Gen yang berperan dalam RA antara lain 3q21, 5q31-q33, 7p1-p15, 14q24. Defek reseptor membran CD23 IgE sel B serta defek reseptor membran CD25 dari subunit sel T pada reseptor IL-2 menyebabkan peningkatan sensitivitas aeroalergen (Utama, 2010; Greiner, et al., 2011).

Dari hasil penelitian ini diperoleh keluhan utama yang paling banyak dijumpai adalah hidung buntu sebesar 56,09%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tatar, et al. (2012) yang juga menjumpai hidung buntu sebagai keluhan utama terbanyak sebesar 91% (Tatar, et al., 2012).

Hidung buntu pada RA disebabkan oleh terhambatnya aliran udara akibat kongesti sementara yang bersifat vasodilatasi vaskuler. Mekanisme vasodilatasi ini diperantarai reseptor H1, yang berakibat pelebaran vena kavernosa sinusoid dalam mukosa konka, sehingga terjadi peningkatan tahanan udara dalam hidung. Timbunan sekret dalam hidung juga menambah sumbatan hidung. Peningkatan aktivitas parasimpatis juga menyebabkan vasodilatasi dengan akibat hidung buntu. Keluhan hidung buntu menjadi keluhan yang paling dominan dijumpai hal ini disebabkan hidung buntu secara langsung mengganggu kenyamanan penderita oleh karena secara langsung berhubungan dengan udara pernafasan yang dihirup. Sehingga penderita cenderung merasa tidak nyaman bila proses tersebut terganggu, dan berusaha untuk segera berobat ke dokter.

(15)

sedang berat yang erat kaitannya dengan kualitas hidup. Klasifikasi tipe dan derajat RA dapat ditegakkan melalui anamnesis (Sussman G, Sussman G & Sussman A, 2010; Utama, 2010; Tatar, et al., 2012).

5.2 Distribusi Frekuensi Penderita RA Berdasarkan VAS score

Untuk menilai tingkat keparahan gejala yang dialami penderita RA salah satunya dapat digunakan dengan dengan menggunakan VAS score. pada VAS penderita diminta untuk menuliskan angka dari 1-10 pada angka berapakah penderita merasakan gejala yang dialaminya. Pada VAS score dapat dikategorikan ringan dan sedang-berat. Pada penelitian ini diperoleh sebanyak 29 (70,7%) penderita RA dengan VAS ringan, sementara sebanyak 12 (29,3%) penderita RA dengan VAS sedang-berat.

5.3 Distribusi Frekuensi Penderita RA BerdasarkanSymptom Score

Gejala klinis RA dapat dihitung dengan menggunakan angka. Gejala hidung buntu, hidung berair, bersin dan hidung gatal dapat dinilai tingkat keberatannya dengan skor mulai dari 0-3. Dikatakan 0 jika gejala tersebut tidak dijumpai, 1 untuk skor gejala yang ringan, 2 untuk skor gejala yang sedang dan 3 untuk skor gejala yang berat. Pada penelitian ini diperoleh hasil terdapat sebanyak 26 orang (63,4%) penderita RA dengan symptom score ringan, sementara sebanyak 15 orang (36,6%) dengan symptom score sedang-berat.

5. 4 Rerata Kualitas Hidup Penderita RA Berdasarkan RQLQ

(16)

mini RQLQ adalah yang paling sederhana dan mudah dipahami sehingga, memudahkan pasien untuk mengisinya (Deraz, 2010; Tatar, et al., 2012).

Pada penelitian ini diperoleh rerata nilai aktivitas penderita RA adalah (3,0±4,43) rerata nilai masalah praktis (2,9±2,66), rerata nilai gejala hidung (6,0±4,10), rerata nilai gejala mata (2,8±3,93) dan rerata nilai gejala lainnya (1,9±3,90). Berdasarkan nilai rerata tersebut, keluhan hidung adalah yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita RA. Pada penelitian ini diperoleh rentang yang cukup jauh antara nilai mean dan standar deviasi dari rerata masing-masing nilai pada RQLQ, hal ini menunjukkan bahwa masing-masing nilai rerata setiap penderita berbeda jauh, disebabkan kuesioner ini bersifat subjektif, dimana masing-masing penderita memiliki penafsiran yang berbeda-beda terhadap pertanyaan yang diajukan kepadanya.

5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Alergen Pada TCK

(17)

5.6 Hubungan Gejala Klinis dengan Hasil TCK

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gejala klinis RA dengan hasil TCK, tetapi dijumpai proporsi yang besar penderita RA dengan hasil TCK (+). Terdapat tujuh jenis alergen yang digunakan pada pemeriksaan TCK dalam penelitian ini, yaitu debu tungau rumah dengan berbagai varian (D. Pteronyssinus, Tropicalis blomia dan D. Farianae) Grass bermuda, Cockroach B. Germanic,Cat dan Dog.

Chaiyasate, et al. di Thailand meneliti prediksi gejala hidung dan karakteristik pasien RA terhadap TCK (+), diperoleh 63,8% hasil TCK (+) dari 434 pasien. Karabulut, et al. (2012) di Turkey meniliti hubungan antara gejala dan hasil TCK pada pasien dengan RA, dijumpai sebanyak 358 orang dengan TCK (+) dari 496 kasus, dan menarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gejala klinis dengan TCK (+). Pemeriksaan TCK dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan alergen IgE spesifik dan dapat mengkonfirmasi diagnosis RA. Tes tersebut dapat menilai alergen yang kemungkinan besar menimbulkan gejala klinis, sebagai contoh, bulu binatang, serbuk sari bunga, rumput-rumputan, debu tungau dan jamur. Meskipun RA sering dianggap remeh dan sering tidak terdiagnosis, namun kumpulan gejala yang berhubungan dengan hal tersebut pada hakikatnya dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup penderitanya secara keseluruhan dan penampilannya dirumah, sekolah dan lingkungan kerja Deteksi jenis alergen yang kemungkinan mempengaruhi timbulnya gejala RA sangat penting untuk dilakukan, oleh karena jika penderita dapat menghindari alergen pencetus, maka dapat menghidnari serangat RA. Disamping itu penatalaksanaan RA dalam hal ini imunoterapi erat kaitannya dengan berbagai jenis alergen yang sering diduga sebagai pemicu RA (Utama, 2010; Sussman G, Sussman G dan Sussman A; 2010; Karabulut, et al., 2012).

5.7 Hubungan Symptom Score dengan Hasil TCK

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara symptom score dengan hasil TCK.

(18)
(19)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Kelompok umur terbanyak adalah 21-40 tahun, berjenis kelamin perempuan dan riwayat atopi positif adalah yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini. Hidung buntu merupakan keluhan utama yang paling banyak dijumpai. Sedangkan intermiten ringan adalah tipe dan derajat RA yang paling banyak dijumpai.

2. Berdasarkan kriteria VAS, RA ringan adalah yang terbanyak dijumpai. 3. Berdasarkan symptom score penderita RA terbanyak adalah derajat ringan.

4. Berdasarkan nilai rerata RQLQ, keluhan hidung adalah yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita RA.

5. Jenis alergen yang paling banyak dijumpai adalah varian debu tungau rumah.

6. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gejala klinis RA dengan hasil TCK, tetapi dijumpai proporsi dengan hasil TCK (+) yang cukup tinggi pada pasien dengan gejala klinis RA.

7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara symptom score dengan hasil TCK 6.2 Saran

1. Pemeriksaan TCK diperlukan sebagai diagnosis pasti RA, membantu menemukan kemungkinan jenis alergen penyebab sehingga dapat dihindari dan pada akhirnya dapat memperbaiki kualitas hidup penderita RA dan meminimalisir penggunaan obat yang tidak sesuai.

2. Perlu dilakukan penilaian kualitas hidup penderita RA dengan menggunakan kuesioner setiap datang berobat, karena dapat digunakan untk menilai keberhasilan terapi melalui perubahan kualitas hidup.

Gambar

Gambar 3.1 Prosedur Tes Cukit Kulit (Krzanowska, 2014)
Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi penderita RA berdasarkan symptom score
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi jenis alergen pada pemerikaan TCK

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sukoharjo Tahun Anggaran 2017, Nomor: 06.6/ PP/V/2017, Tanggal 19 Mei 2017,

[r]

5.5.3 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Budidaya di Provinsi Banten, 2015 Number of Aquaculture Households by Regency/ Municipality and

[a,Pf,Af,e,Perf]=sim(net,P,[],[],T) yang dimasukkan pada aplikasi Matlab dari input dan target data pengujian. Nilai Error diperoleh dari : Target-Output. Jumlah SSE adalah total

being does nothing, for Han Feizi this rule applies only for the ruler, who should let the ministers, officials and the people do their respective jobs.. It is this principle

minuman beralkohol menjadi bermasalah jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak karena akan. menimbulkan efek yang

Hasil penelitian menunjukkan modifikasi jarak tanam legowo 2 (25 x 12,5 x 40) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 40 hst dan 60 hst dan panjang akar,

Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah menambah wawasan penulis mengenai keakuratan PAS nilai PAS > 6 dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak bila