• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Beads Alginat Gastroretentif yang Mengandung Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Uji Efek Penyembuhan Terhadap Lesi Lambung pada Tikus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Beads Alginat Gastroretentif yang Mengandung Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Uji Efek Penyembuhan Terhadap Lesi Lambung pada Tikus"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lambung

Lambung adalah rongga berbentuk J yang terletak antara esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pembedaan anatomik, histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot yang jauh labih tebal. Perbedaan ketebalan otot ini memiliki peran penting dalam motilitas lambung di kedua regio tersebut. Juga terdapat perbedaan kelenjar di mukosa regio-regio ini. Bagian terminal lambung adalah sfingter pilorus, yang bekerja sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus duodenum (Sherwood, 2011).

2.1.1 Fungsi lambung

Lambung melakukan tiga fungsi utama:

1. Lambung menyimpan makanan yang masuk sampai makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal. Diperlukan waktu beberapa jam untuk mencerna dan menyerap satu porsi makanan yang dikonsumsi hanya dalam bilangan menit. Lambung menyimpan makanan dan menyalurkannya secara mencicil ke duodenum dengan kecepatan yang tidak melebihi kapasitas usus halus.

(2)

3. Melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran cairan kental yang dikenal sebagai kimus (Sherwood, 2011).

2.1.2 Anatomi Lambung

Secara anatomi, lambung dibagi atas tiga bagian:fundus, badan (body), dan pilorus antrum. Bagian proksimal terdiri atas fundus dan badan lambung bertindak sebagai penampung materi yang belum dicerna, dimana antrum adalah bagian utama tempat gerakan pencampuran dan bertindak sebagai pompa untuk pengosongan lambung dengan gerakan mendorong. Pengosongan lambung terjadi selama puasa (fasted state) dan juga keadaan kenyang (fed state). Selama keadaan puasa, terjadi seri elektrik interdigestifmelewati lambung dan usus tiap 2-3 jam. Ini disebut siklus miloelektrik interdigestif atau migrating myloelectric cycle

(MCC), yang kemudian dibagi menjadi 4 fase (Singh dan Kim, 2000).

Tabel 2.1 Empat fase dalammigrating myloelectric cycle (MCC) (Talukder dan Fassihi, 2004)

Fase I Fase I adalah periode tanpa gerak, berlangsung 30-60 menit tanpa ada kontraksi

Fase II Fase II terdiri atas kontraksi singkat yang perlahan meningkat intensitasnya seiring berjalannya fase dan berlangsung sekitar 20-40 menit. Lambung kemudian mengeluarkan cairan dan partikel yang sangat kecil pada fase ini

Fase III Fase III adalah periode singkat dari kontraksi lambung proksimal dan distal yang kuat (4-5 kontraksi per menit) berlangsung sekitar 10-20 menit. Kontraksi ini juga dikenal sebagai gelombang house-keeper, menyapu isi lambung ke arah bawah menuju usus halus Fase IV Fase IV adalah periode transit singkat kira–kira 0-5 menit dan

kontraksi mengosongkan antara bagian akhir fase III dan fase I yang tanpa gerakan

(3)

pencernaan (digestive motility pattern) dan terdiri atas kontraksi lanjutan fase II pada keadaan puasa. Kontraksi ini menghasilkan pengurangan ukuran dari partikel makanan (hingga kurang dari 1 mm), yang didorong menuju pilorus dalam bentuk suspensi. Selama keadaan kenyang, onset MCC ditunda sehingga memperlambat waktu pengosongan lambung (Allen dan Snary, 1972).

2.1.3 Mukosa dan mukus lambung

Lambung dilindungi oleh mukosa yang mencegah sekresi lambung dan agen perusak lainnya melukai lapisan epitel dan lapisan terdalam dari dinding lambung. Dinding mukosa biasanya impermeabel terhadap asam yang disekresinya, sehingga lambung bisa menyimpan asam dan pepsin tanpa membuat dindingnya ikut tercerna. Beberapa faktor membantu menjaga mukosa lambung, termasuk penutupan permukaan sel epitel yang impermeabel, mekanisme transpor selektif ion hidrogen dan bikarbonat, dan sifat mukus lambung. Mekanisme ini disebut sebagai mukosa lambung penghalang (Porth, 2009).

Mukus adalah lapisan gel yang melekat pada mukosa berupa sekresi lengket dan kental yang disintesa oleh sel goblet khusus. Sel ini adalah sel epitel kelenjar berbentuk kolom dan berada di sepanjang semua organ yang terpapar ke bagian luar. Mukus ditemukan memiliki banyak fungsi seperti pelumas bagi objek yang melewatinya, mempertahankan lapisan epitel tetap terhidrasi, sebagai penghalang bagi patogen dan senyawa berbahaya, dan sebagai lapisan gel permeabel bagi pertukaran gas dan nutrien dari dan ke dalam epitel (Bansil dan Turner, 2006). Mukus ini berfungsi sebagai sawar protektif terhadap beberapa bentuk cedera yang dapat mengenai mukosa lambung:

(4)

b. mukus membantu mencegah dinding lambung mencerna dirinya sendiri karena pepsin terhambat jika berkontak dengan lapisan mukus yang menutupi bagian dalam lambung

c. karena bersifat basa, mukus membantu melindungi lambung dari cedera asam karena menetralkan HCl di dekat lapisan dalam lambung, tetapi tidak mengganggu fungsi HCl di lumen. Sementara pH di lumen dapat serendah 2, pH di lapisan mukus di permukaan sel mukosa adalah sekitar 7 (Sherwood, 2011).

Mukus terdiri atas air (>95%), musinglikoprotein dan lipid (0,5-5 %) yang merupakan glikoprotein dengan berat molekul sangat tinggi (2-4 x 106 g/mol), garam inorganik (elektrolit; 0,5-1%) dan protein bebas (1%). Musin ada dalam keluarga glikoprotein yang dikarakterisasi berdasarkan berat molekul (BM) beragam dari 1000 hingga 4000 kDa. Glikoprotein musin membentuk jaringan makromolekul sangat kusut yang berhubungan satu sama lain melalui ikatan nonkovalen. Hubungan makromolekular tersebut adalah pusat dari struktur mukus dan bertanggung jawab atas sifat alirannya. Komponen non musin laintermasuk IgA, lisozin, laktoferrin, lipid, polisakarida, dan bermacam spesies ionik lain yang dipercaya memiliki aktivitas bakteriostatik. Komposisi dapat beragam bergantung asal dan peran mukus, dan kondisi kesehatan individu (Allen dan Snary, 1972; Sandri, et al., 2015).

(5)

mukosa. Mukus yang larut air tercuci dari permukaan dan bercampur dengan isi lambung; sifatnya sebagai lubrikan yang mencegah kerusakan mekanik pada permukaan mukosa. Kemampuannya mempengaruhi permeabilitas mukosa dan produksi bikarbonat, dapat dihambat dan diubah sifatnya oleh agen perusak seperti aspirin dan OAINS (Porth, 2009).

2.2 Sistem Penyampaian Gastroretentif

Sistem penyampaian gastroretentif adalah bentuk sediaan yang dapat tertahan di lambung selama beberapa jam dan secara signifikan memperpanjang waktu tinggal obat dalam lambung. Sistem ini disampaikan per oral, tertahan dalam lambung, dan akan melepaskan obat dengan cara terkontrol, sehingga obat dapat disuplai secara kontinu pada daerah absorpsi saluran pencernaan (Nayak, et al., 2010).

Memperpanjang waktu tinggal obat di lambung diinginkan untuk mencapai keuntungan terapi dari obat yang diabsorpsi di bagian proksimal saluran pencernaan, atau yang kurang larut, atau terdegradasi pH basa pada bagian bawah saluran pencernaan. Sistem penyampaian gastroretentif menguntungkan bagi obat untuk:

a. meningkatkan bioavailabilitas b. efisiensi terapi

c. kemungkinan pengurangan dosis

d. keuntungan farmakokinetik, seperti mempertahankan level terapetik yang konstan dan mengurangi fluktuasi konsentrasi terapetik (Ali, et al., 2005).

(6)

systems (FDDS)), juga dikenal sebagai sistem hidrodinamik seimbang (hydrodynamically balanced systems (HBS)), sistem mengembang (swelling) dan melebar (expanding), dan sistem polimer bioadhesif (Mishra, 2016).

Tabel 2.2 Perbandinganantarasistem penyampaianobat gastroretentif dan sistempenyampaian obat konvensional (Badoni, et al., 2012)

No. Perbandingan Konvensional Gastroretentif 1 Toksisitas Toksisitas berisiko

tinggi

Toksisitas berisiko rendah

2 Kepatuhan pasien berkurang Meningkatkan kepatuhan pasien 3 Obat dengan absorpsi

sempit pada usus halus Tidak cocok Cocok 4 5 Obat yang didegradasi

dalam kolon 7 Obat dengan kelarutan

rendah pada pH basa

Tidak

menguntungkan

Sangat

menguntungkan

Bentuk sediaan pelepasan terkontrol mampu mencapai berbagai keuntungan terapi, termasuk (a) mempertahankan konsentrasi plasma dalam rentang yang diinginkan dengan fluktuasi minimal sehingga efek terapi yang lebih konstan; (b) peningkatan durasi aktivitas dari obat dengan waktu paruh singkat; (c) mengurangi efek samping; (d) mengurangi frekuensi dosis dan peningkatan kepatuhan pasien; dan (e) potensi untuk penyampaian obat tapak spesifik dalam saluran pencernaan (Wen dan Park, 2010).

2.3 Sistem mukoadhesif

(7)

memperpanjang waktu tinggal pada tempat target. Polimer mukoadhesif memiliki kemampuan untuk melekat pada substrat mukosa (lapisan mukus yang menutupi jaringan epitel). Bahan-bahan tersebut tidak hanya mampu memperpanjang waktu tinggal obat tetapi juga mengatur pelepasan obat. Karena itu, polimer mukoadhesif cocok untuk pengobatan penyakit lokal juga untuk peningkatan ketersediaan obat sistemik (Sandri, et al., 2015).

2.3.1Definisi bioadhesi dan mukoadhesi

Istilah bioadhesi diartikan sebagai kondisi dimana dua permukaan biologis atau permukaan biologis dan permukaan sintetik tergabung selama beberapa waktu dikarenakan kekuatan interfasial. Pada farmasetika, ketika fenomena adhesi dikaitkan dengan permukaan biologis yang tertutupi lapisan mukus, istilah yang tepat adalah mukoadhesi: yang berarti pelekatan makromolekul alami atau sintetik pada mukus dan/atau permukaan epitel(Sandri, et al., 2015).

2.3.2 Mekanisme mukoadhesi

Pembentukan hubunganmukoadhesi, misal bahan mukoadhesif dan membran mukosa, membutuhkan 3 tahap:

a. Tahap kontak: kontak dekatantara polimer mukoadhesif dan membran mukosa.

b. Tahap interpenetrasi: interdifusi rantai polimer melalui lapisan mukus untuk memperluas area kontak

(8)

Tahap pertama dipengaruhi oleh kondisi fisik dari bahan polimer, secara khusus oleh kondisi hidrasi. Tahap kontak antara bahan mukoadhesif dan epitel mukosa, terjadi ketika menempatkan bahan mukoadhesif kontak langsung dengan permukaan mukosa melaluipenghantaran obat dalam bentuk partikulat mukoadhesif di saluran pernapasan, atau adsorpsi di permukaan mukosa saluran pencernaan. Kontak menyebabkan pengurangan energi bebas permukaan, penghilangan dua permukaan yang berbeda, dan pembentukan permukaan baru. Pada titik ini, terjadi tahap kedua: interpenetrasi rantai polimer ke dalam lapisan mukosa yang menyebabkan rantai tersangkut. Pada tahap konsolidasi, sangkutan rantai menyebabkan pembentukan ikatan mekanik dan kimia, sehingga memperkuat hubungan mukoadhesif (Sandri, et al., 2015).

2.3.3 Teori mukoadhesi

(9)

adhesifdan mukus yang memberikan tempat untuk interaksi. Teori difusi menjelaskan bahwa mukoadhesi adalah difusi bahan adhesif ke dalam lapisan mukus hingga kedalaman yang cukup untuk membuat lapisan adhesif semi-permanen (Sandri, et al., 2015).

Tabel 2.3Teori dan mekanisme bioadhesi(Zhang, et al., 2014)

Teori Mekanisme Jenis polimer

Wetting (pembasahan) Kemampuan polimer

bioadhesif menyebar di permukaan lapisan mukus

Bentuk cairan

elektronik Elektron berpindah

diantara polimer dan lapisan mukus

Polimer bermuatan

Difusi Polimer berpenetrasi ke

dalam gel mukus pada kedalaman 0,2-0,5 mm

Kelarutan yang baik

Adsorpsi Polimer berinteraksi

dengan mukus melalui ikatan ionik, kovalen dan logam, atau tenaga van der Waals, interaksi hidrofobik, dan ikatan hidrogen

Polimer dengan banyak gugus fungsi

Fraktur Kesulitan menyebar

setelah adhesi mukus polimer

Padat dan/atau kaku

Mekanik Kekasaran permukaan

meningkatkan kontak permukaaan, sehingga meningkatkan adhesi

Kasar dan/atau berpori

2.3.4 Polimer mukoadhesif

(10)

bahan mukoadhesif dalam formulasi bisa mengubah permeabilitas jaringan mukosa atau membran sehingga membantu adsorpsi makromolekul, seperti peptida. Lebih lanjut, interaksi antara formulasi mukoadhesif dan permukaan mukosa memberikan potensi untuk memperpanjang waktu tinggal dari bentuk sediaan pada tempat pemakaian, karenanya menurunkan frekuensi pemberian dosis dan meningkatkan kepatuhan pasien(Yu, et al., 2014).

Mukoadhesi dan kekuatan interaksi dapat dipengaruhi oleh struktur polimer dan gugus fungsional. Saat ini, polimer mukoadhesif yang umum digunakan tersusun atas gugus fungsi polar seperti gugus hidroksil (-OH), karboksil (-COOH), amida (-NH2), dan sulfat (-SO4) yang bisa berinteraksi

dengan glikoprotein musin. Interaksi antara polimer dan musin termasuk keterkaitan fisik dan interaksi sekunder utamanya ikatan hidrogen. Kontribusi dari kekuatan tersebut memfasilitasi pembentukan jaringan cross-linked yang menguat dan selanjutnya menjadi mukoadhesi(Yu, et al., 2014).

Tabel 2.4Polimer adhesi yang umum digunakan(Yu, et al., 2014)

Jenis Polimer yang umum

Polimer anionik Carbopol®, Polycarbophil®, Natrium alginat, Natrium karboksimetilselulosa

Polimer kationik Kitosan

Polimer nonionik Hidroksipropilselulosa,

Hidroksipropilselulosa, Metilselulosa, Polietilen glikol, Polivinilpirolidon, Hidroksietilselulosa

Polimer stimuli-sensitif Poloxamer

2.4 Natrium Alginat

(11)

logam

divalen larutan alginat dapat membentuk gel. Sifat fisikokimia dari alginat dimanfaatkan secara luas sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, hingga menarik minat peneliti bagian medis (Tipton, 2010).

Asam alginat tidak larut dalam air. Oleh karena itu, umumnya yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan kalium. Salah satu sifat natrium alginat mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat, dan kalsium sitrat. Pembentukan gel dengan ion kalsium disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar (Morris, et al., 1980).

Ada dua unit monosakarida yang berbeda dalam alginat, yakni β-

D-mannuronat (M) dan α-L-guluronat (G). Kedua unit ini bergabung melalui ikatan 1,4-glikosidik, polimernya tidak bercabang, memanjang hingga ratusan residu, dan memiliki berat molekul beragam dari 100.000 hingga 500.000. Jumlah relatif M dan G dan pola distribusinya dalam polimer beragam pada alginat dari sumber yang berbeda. Alginat dari laut tersusun atas struktur blok terdiri dari deretan panjang residu M berurutan (blok M), residu G (blok G), dan residu M dan G bergantian (blok MG). Alginat dari bakteri umumnya memiliki kandungan M lebih tinggi (Tipton, 2010).

(12)

telur, residu G berdekatan dalam 1 rantai polimer membentuk kantong tempat Ca2+ berkoordinasi; akan tetapi pembentukan gel terjadi ketika deretan G (paling sedikit 20) berkoordinasi dengan Ca2+ (Tipton, 2010).

2.5 Tukak Lambung

Tukak adalah lesi yang berpenetrasi menembus mukosa saluran pencernaan. Ada beberapa jenis tukak yang umum, yakni: tukak lambung, yang dikarenakan kerusakan dinding pencernaan, dan tukak duodenum, yang dikaitkan dengan sekresi asam berlebihan oleh lambung. Gejala utama penyakit tukak lambung adalah adanya rasa sakit dan ketidaknyamanan pada bagian lambung dan gejala lainnya seperti darah pada tinja, muntah, dan tinja yang berwarna hitam menunjukkan bahwa terjadinya pendarahan pencernaan (Sunil, et al., 2012).

Sel-sel epitel lambung dihubungkan oleh ikatan kuat yang mencegah penetrasi asam, dan ditutupi oleh lapisan lipid hidrofobik yang mencegah difusi molekul larut air yang terion. Aspirin, yang tidak terion dan larut lemak dalam suasana asam, cepat berdifusi menembus lapisan lipid, meningkatkan permeabilitas mukosa dan merusak sel-sel epitel. Alkohol, yang juga larut lemak, merusak mukosa penghalang; ketika aspirin dan alkohol dikonsumsi bersama, semakin sering, semakin meningkat resiko iritasi lambung. Asam empedu juga merusak komponen lipid mukosa penghalang dan meningkatkan potensi iritasi lambung ketika ada refluks isi duodenum menuju lambung (Porth, 2009).

2.5.1 Etiologi penyakit tukak lambung

(13)

paling penting dalam patogenesis tukak yakni beberapa infeksi bakteri, bermacam obat dan zat kimia, sekresi lambung, metabolit lipid, neuropeptida, mediator inflamasi dan radikal bebas reaktif (Sunil, et al., 2012). Sekresi asam lambung ditetapkan sebagai salah satu faktor pembentuk tukak dalam menginduksi penyakit tukak lambung. Dilaporkan bahwa sekitar 50% pasien tukak lambung mensekresi pepsin dan asam lambung berlebihan. NO juga ditetapkan sebagai mediator dikarenakan penghasilan NO mengambil bagian dalam patogenesis tukak (Szabo, et al., 1998). Di sisi lain, asam lambung memainkan peran dalam pertahanan lambung yakni untuk mencegah kolonisasi bakteri dan mengurangi kemampuannya untuk memasuki lapisan mukosa (Aihara, et al., 2003).

Secara normal, sekresi asam klorida oleh sel parietal lambung diikuti dengan sekresi ion bikarbonat (HCO3-). Untuk tiap ion H+ yang disekresi, satu

HCO3- dihasilkan, dan selama produksi HCO3- seimbang dengan sekresi H+, luka

lambung tidak terjadi. Perubahan aliran darah lambung cenderung menurunkan produksi HCO3-. Aspirin dan OAINS, seperti indometasin dan ibuprofen, juga

mengganggu sekresi HCO3- (Porth, 2009).

(14)

sel zona proliferatif, dan c) sel parietal dan sel chief; ini menyebabkan terbentuknya erosi mukosa atau pembentukan tukak (Tarnawski, et al., 1999). 2.5.2 Pengobatan tukak lambung

Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk menangani tukak lambung. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. untuk mengurangi sekresi asam lambung

a. Antagonis reseptor H2 seperti: simetidin, ranitidin, famotidin

b. Inhibitor pompa proton seperti: omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol, esomeprazol, dekslansoprazol

c. Antikolinergik seperti: pirenzepin, propanthelin, oksifenonium d. Analog prostaglandin seperti: misoprostol

2. untuk menetralkan asam lambung

a. Sistemik seperti: Natrium bikarbonat, Natrium sitrat

b. Nonsistemik seperti:hidroksida/ karbonat/ trisilikat misalnya Mg, Al, Ca. 3. untuk melindungi mukosa lambung seperti sukralfat dan koloid bismut

subsitrat.

4. penggunaan agen antimikroba untuk pengobatan infeksi H. pylori seperti: amoksisilin, klaritromisin, metronidazol, tinidazol dan tetrasiklin (Avinash, 2011).

2.5.3 Penyembuhan tukak lambung

(15)

tubuh setelah jaringan kulit (Davenport, 1982). Pada kondisi normal, populasi sel saluran pencernaan dipertahankan pada kondisi stabil dinamis oleh kehilangan sel karena pengelupasan permukaan sel (sebab mukosa lambung sering terpapar senyawa-senyawa yang memiliki pH, osmolaritas, dan suhu dengan rentang luas) diseimbangkan dengan pembaharuan sel yang terus menerus (Lipkin, 1987). Keseimbangan antara sel yang hilang dan pembaharuan sel harus diatur dengan ketat, karena kehilangan sel yang berlebihan dapat menyebabkan atrofi atau pembentukan tukak, sedangkan kelebihan proliferasi atau perpanjangan waktu hidup sel dapat memicu hiperplasia (Johnson dan McCormack, 1994).

Penyembuhan tukak lambung membutuhkan penyusunan kembali struktur epitel dan jaringan penghubung yang menopang, termasuk lapisan pembuluh dan otot. Beberapa faktor pertumbuhan telah dilibatkan dalam proses ini, karena kemampuannya dalam mengatur fungsi penting sel, seperti proliferasi sel, migrasi, diferensiasi, sekresi, dan degradasi matriks ekstraseluler, dimana semuanya penting selama penyembuhan jaringan (Milani dan Calabro, 2001). Penyembuhan luka merupakan proses yang melibatkan peptida faktor pertumbuhan dimana TGF-beta adalah salah satu yang paling penting. Nitric oxide juga merupakan faktor penting penyembuhan dan produksinya diatur oleh inducible nitric oxide synthase (iNOS) (Mani, et al., 2002).

2.6 Kunyit (Curcuma longa L.)

Taksonomi kunyit adalah sebagai berikut (Krishnaswamy, 2009). Kingdom : Plantae (tumbuhan)

(16)

Subkelas : Zingiberidae Order : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae (famili jahe-jahean) Genus : Curcuma L.

Species : Curcuma longa Linn. (Kunyit) Sinonim : C. domestica Valeton

Curcuma longa atau kunyit adalah tanaman tropis yang berasal dari Asia Selatan dan Tenggara, yang berupa tanaman berasal dari famili jahe-jahean berukuran hingga 1 meter. Bagian yang dipakai adalah rimpang. Bagian paling aktif dari kunyit adalah kurkumin, yang bisa mencapai 2-5% dari total bagian rimpang. Kunyit dipakai sebagai bumbu masakan, pewarna makanan, dan obat tradisional untuk mengobati bermacam penyakit, seperti pengobatan keseleo dan bengkak akibat cedera, sakit tenggorokan, luka diabetes, kelainan hati, rematik, dan sinusitis seperti tertera pada buku Hindu kuno (Aggarwal, et al., 2003).

Kunyit memiliki sejarah panjang dalam pengobatan Ayurvedasebagai pengobatan untuk keadaan inflamasi. Konstituen kunyit termasuk tiga kurkuminoid: kurkumin (diferuloilmetana; komponen penyusun utama dan yang betanggung jawab atas warna kuning kuat), demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin, dan juga minyak volatil (tumeron, atlanton, dan zingiberon), gula, protein dan resin. Penelitian menunjukkan bahwa kurkumin merupakan molekul yang pleiotropik (menghasilkan banyak ekspresi fenotip) yang bisa berinteraksi dengan banyak molekul target yang terlibat dalam inflamasi. Senyawa kimia utama: senyawa aktif adalah kurkuminoid (3-5%), yang merupakan fenilpropanoid, predominan kurkumin (50-60%), dengan monodesmetoksikurkumin, dihidrokurkumin dan lainnya (Jurenka, 2009).

(17)

ekstraksi menggunakan pelarut diikuti destilasi. Materi kental semi liquid ini mengandung senyawa aromatik volatil dan bagian non-volatil, yang membuat aroma dan rasa dalam bentuk konsentrat, tanpa bagian serat dan tepung. Warna kunyit dikarenakan kelompok senyawa yang disebut kurkuminoid, terdiri atas diferuloilmethana (C12H20O6) atau kurkumin I (77%), demetoksikurkumin atau

kurkumin II (17%) dan bisdemetoksikurkumin atau kurkumin III (3%). Ketiga kurkuminoid menunjukkan fluorosensi di bawah sinar ultraviolet (Krishnaswamy, 2009).

Tabel 2.5 Komposisi kimia Curcuma longa Linn. (Ravindran, et al., 2007; Krishnaswamy, 2009)

Senyawa Persentasi

Karbohidrat 60-70

Protein 6-8

Serat 2-7

Kandungan mineral 3-7

Lemak 5-10

Minyak lemak 2-3

Kurkumin 2-5

Kadar air 3-7

Kadar abu 4-8

2.6.1 Kurkumin

Kurkumin adalah senyawa polifenol berupa serbuk kristalin kuning tak berbau dengan berat molekul 368,4 dan titik lebur 1840-1860C, sukar larut dalam air, petroleum eter dan benzena dan larut dalam metil dan etil alkohol, kloroform, asam asetat glasial, alkali, aseton dan propilen glikol yang memiliki 2 molekul asam ferulat yang dihubungkan melalui jembatan metilen pada atom C gugus

(18)

Sifat kurkumin tidak stabil pada suasana netral dan basa karena memicu degradasi asam ferulat dan gugus feruloilmetan. Kurkumin stabil pada saluran pencernaan pH 1-6. Vanilin, asam ferulat dan feruloil diidentifikasi sebagai produk degradasi minor. Melalui sistem reduksi endogen sebagian besar kurkuminakan direduksi menjadi dihidrokurkumin dan tetrahidrokurkumin dan diubah menjadi konjugat monoglukuronosida. Tetrahidrokurkumin (THC) adalah metabolit in vivo utama (Krishnaswamy, 2009).

Gambar 2.1 Degradasi kurkumin dalam pH basa (Kumavat, et al., 2013)

2.6.2 Farmakokinetika kurkumin

Kurkumintidak larut dalam air, sedikit diserap dari saluran pencernaan, dan ketikamelalui saluran pencernaan tidak banyak masuk ke aliran darah, jadi sedikit menghasilkan efek ke tubuh. Dosis besar harus diberikan secara oral untuk memasukkan jumlah kecil ke darah (Jefferson, 2015).Absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi kurkumin dalam hewan pengerat telah dijelaskan dalam

asam ferulat

aseton vanilin

feruloilmethana

sebagai radikal

(19)

sedikitnya 10 studi. Tidak ada data farmakokinetik komprehensif manusia sebagai perbandingan studi preklinik dikarenakan bioavailabilitas sistemik yang rendah dari kurkumin. Efek first-pass dan beberapa metabolisme intestinal kurkumin, secara khusus glukuronidasi dan sulfasi, bisa menjelaskan kerendahanbioavailabilitas ketika diberikan via rute oral (Sharma, et al., 2007). Kurkumin sangat sedikit diabsorpsi di saluran pencernaan bagian bawah dan memiliki waktu paruh eliminasi 0,39 jam. Bioavailabilitas yang rendah (<1%) dan degradasi pada pH basa intestin manusia, sangat membatasi aplikasi klinisnya (Anand, et al., 2007). Dalam sebuah studi, kurkumin per oral sebanyak 0,5-8 gram diberikan selama 3 bulan kepada pasien kondisi tumor ganas pada saluran kemih, kulit, lambung, atau mukosa mulut. Konsentrasi plasma kurkumin memuncak pada 1-2 jam setelah pemakaian dan menurun bertahap dalam 12 jam. Dosis 8 g/hari menghasilkan konsentrasi puncak 1,75 ± 0,80 µM (Cheng, et al., 2001).

heksahidrokurkumin heksahidrokurkuminol

tetrahidrokurkumin

(20)

Gambar 2.2 Metabolit utama kurkumin yang terdeteksi pada hewan pengerat dan manusia (Sharma, et al., 2007)

2.6.3 Khasiat kurkumin

Penelitian menunjukkan kurkumin memiliki khasiat sebagai antiinflamasi (Ghatak dan Basu, 1972), antibakteri (Negi, et al., 1999), antijamur (Apisariyakul, et al., 1995), antikanker (Bansar dan Basant, 1982), antioksidan (Ruby, et al., 1995), antiHIV (Mazumdar, et al., 1995), dan antidiabetes (Halim dan Ali, 2002).

(21)

potensi sebagai agen terapeutik dalam penyakit seperti penyakit radang usus, pankreatitis, radang sendi, dan juga kanker tipe tertentu (Jurenka, 2009). Diketahui bahwa kondisi proinflamasi dihubungkan dengan perkembangan tumor. Maka dari itu, senyawa fitokimia seperti kurkumin dengan efek anti radang yang kuat diharapkan memiliki aktivitas kemopreventif (Aggarwal, et al., 2003).

Gambar 2.3 Berbagai khasiat kunyit (Krishnaswamy, 2009)

(22)

Gambar

Tabel 2.2 Perbandinganantarasistem penyampaianobat gastroretentif   dan sistempenyampaian obat konvensional (Badoni, et al., 2012)
Tabel 2.3Teori dan mekanisme bioadhesi(Zhang, et al., 2014)
Tabel 2.4Polimer adhesi yang umum digunakan(Yu, et al., 2014)
Tabel 2.5 Komposisi   kimia   Curcuma   longa   Linn.  (Ravindran,  et  al.,  2007;       Krishnaswamy, 2009)
+3

Referensi

Dokumen terkait

tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Angggota Dewan Perwakilan Ralqrat Daerah

 Weight balance: the lift force has to be equal to the weight of all the elements constituting the airplane.  Energy balance: we will first establish the expression

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-1/W4, 2015 International Conference on Unmanned Aerial Vehicles

• Jika dia deklarasikan dengan menggunakan kata kunci var di dalam suatu fungsi tertentu, maka variabel itu hanya bisa di akses dari dalam fungsi tersebut, dan artinya variabel

selanjutnya dicari besar pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dengan lembar kegiatan siswa (LKS) terhadap hasil belajar matematika materi

Dalam praktiknya banyak mahasiswa ataupun pelajar bahasa Mandarin terutama pelajar di Indonesia yang salah melafalkan bunyi u yang didahului oleh konsonan j, q, x, dan y

menggunakan berbagai strategi yang sesuai dengan kemampuannya. Apakah level matematika dari problem itu cocok untuk siswa?. Pada saat siswa menyelesaikan problem open ended,

Penulis menganalisis bentuk kesalahan pelafalan vokal dan konsonan (u, i, ü, j, q, x, dan y) dalam bahasa Mandarin oleh mahasiswa Sastra Cina Universitas Sumatera Utara dan