TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Proyek
Manajemen proyek konstruksi adalah merencanakan, mengorganisir,
memimpin, dan mengendalikan sumberdaya untuk mencapai sasaran jangka
pendek yang telah ditentukan. Fungsi manajemen klasik yang terdiri dari
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan tetap berlaku
untuk manajemen proyek, dengan catatan perlu mengadakan ( restrukrisasi )
disana sini serta menggunakan metode dan teknik baru agar mampu menghadapi
sifat-sifat dan prilaku yang khusus terdapat pada kegiatan proyek. Rekayasa nilai
adalah evaluasi secara sistematis atas rancangan atau desain suatu proyek untuk
mendapatkan nilai paling tinggi bagi setiap satuan biaya yang dikeluarkan
untuknya untuk itu pada penelitian ini saya mengambil (Soeharto Imam, 1999).
2.2. Bangunan Gedung.
Menutur Undang Bangunan Gedung (UUBG) yaitu
Undang-Undang No.28 tahun 2002, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa bangunan gedung
adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam
tanah/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,
baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan agama, kegiatan usaha, kegiatan
Bangunan gedung diselenggarakan melalui kegiatan pembangunan yang
meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemamfaatan, pelestarian, dan pembongkaran (UU No.28, 2002, pasal 1 ayat 2).
Pemamfaatan bangunan gedung merupakan kegiatan memamfaatkan bangunan
gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, tidak hanya sebgai fungsi
oprasional saj tetapi termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan
secara berkala (UU No.28, 2002, pasal 1 ayat 3)
Menurut Undang-Undang No.28 tahun 2002, pasal, 2 dan pasal 3,
bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemamfaatan, keselamatam,
keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung denga lingkungannya yang
bertujuan untuk :
a. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata
bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
b. Mewujuddkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin
keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan.
c. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
2.3. Pelaksanaan Pemeriksaan Bangunan Gedung
Pelaksanaan pemeriksanaan bangunan gedung dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan dengan rentang waktu tertentu, untuk menjamin semua
komponen bangunan gedung dalam kondisi laik fungsi.
Pemeriksaan pada bangunan gedung dilakukan pada setiap komponen dan
minggu, setiap bulan, setiap tiga bulan, setiap enam bulan, setiap tahun, dan
dimungkinkan pula diperiksa untuk jadwal waktu yang lebih panjang (Permen PU
No.16, 2010)
Hal-hal yang harus diperiksa meliputi hal yang dipersyaratkan sesuai
dengan UUBG yang disebutkan pada pasal 7 ayat 1 yaitu setiap bangunan gedung
harus memenuhi persyaratan adminbistratif dan persyaratan teknis sesuai dengan
fungsi bangunan gedung.
2.3.1. Persyaratan Administratif
Menurut UUBG pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa setiap bangunan gedung
harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi :
a. Status hak atas tanah/atau izin pemamfaatan dari pemegang hak atas tanah.
b. Status kepemilikan bangunan gedung.
c. Izin mendirikan bangunan gedung, sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
2.3.2. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tatabangunan
dan persyaratan keandalan bangunan gedung ( UU No. 28, 2002 pasal 7 ayat 3)
a. Persyaratan tata bangunan
Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas
bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian
lingkungan (UUD No. 28, 2002, pasal 9 ayat 1)
1. Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung.
Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung merupakan
persyaratan meliputi peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak
bebas bangunan gedung ( UU No. 28, 2002, pasal 10 ayat 1 )
2. Persyaratan arsitektur bangunan gedung
Persyaratan teknis bangunan gedung merupakan persyaratan meliputi
persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dan
lingkungannya, sertapertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai
sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan
arsitektur dan rekayasa ( UU No.28, 2002, pasal 14 ayat 1)
3. Persyaratan pengendalian dampak lingkungan
Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku
bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan. Persyaratan ini berlaku pada bangunan-bangunan khusus ( UU
No.28, pasal 15 ayat 1 dan 2 )
b. Persyaratan keandalan bangunan
Persyaratan keselamatan bangunan gedung merupakan persyaratan
yang meliputi kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan, serta kemampuan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
bahaya kebakaran dan bahaya petir ( UU No.28, 2002, pasal 17, ayat 1).
Kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam
mendukung beban muatan merupakan kemampuan struktur bangunan
maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan
mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung
beban muatan yang timbul akibat prilaku alam. Besar beban muatan
dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan
maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan
penggunan bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.
Sedangkan pada pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan
dengan sistem proteksi pasif meliputi kemampuan stabilitas struktur dan
elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta
proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan
menjalarnya api dan asap kebakaran. Pengamanan dilakukan dengan
melengkapi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan
kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran.
Untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melului sistem
penangkal petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk
melindungi semua bagian bangunan gedung, termasukmanusia di
dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir terdiri
dari instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan
gedung yang karena letak, sifat geografis, bentuk, dan penggunaanya
memiliki resiko terkena sambaran petir. Adapun syarat keandalan
1. Persyaratan kesehatan
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem
penghawaan, pencahayaaan, sanitasi dan penggunaan bahan bangunan
gedung (UU No. 28, 2002, pasal 21 )
Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara
yangharus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau
ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan. Bangunan gedung tempat tinggal,
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya
harus mempunyai bukaan untuk ventilasi alami.
Sedangkan sistem pencahayaaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang
harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat. Bangunan gedung
tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan
umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.
Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan dalam
dan di luar bangunan untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air
kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus dipasang
sehingga mudah dalam pengoprasian dan pemeliharaannya, tidak
membahayakan serta tidak menggangu lingkungan. Selain itu yang menjadi
persyaratan kesehatan bangunan yaitu penggunaan bahan bangunan gedung
2. Persyaratan kenyamanan
Persyaratan kenyamanan bangunan meliputi kenyamanan ruang gerak dan
hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan serta tingkat
getaran dan tingkat kebisingan ( UU No. 28, 2002, pasal 26 ayat 1 ).
Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh
dari dimensi ruang dan tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang dalam
bangunan gedung untuk terselanggaranya fungsi bangunan gedung.
Sednagkan kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh dari temparature dan kelembaban di dalam ruang
untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
Kenyamanan pandangan merupakan kondisi hak pribadi orang dalam
melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari
bangunan gedung lain yang berada di sekitarnya.
Selaian itu kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat
kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaaan yang tidak
mengakibatkanpengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran
dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun
dari lingkungannya.
3. Persyaratan kemudahan
Persyaratan kemudahan merupakan persyaratan yang meliputi kemudahan
hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan
prasarana dalam pemamfaatan bangunan gedung ( UU No. 28, 2002, pasal 27
Kemudahan hubungan ke,dari dan di dalam bangunan gedung yaitu
tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman
termasuk bagi penyandang cacat dan lansia. Terdapat dua hubungan
kemudahan antar ruang yaitu kemudahan horizontal antar ruang dan
kemudahan hubungan vertikal antar ruang.
Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan gedung
merupakan keharusan bangunan gedung untuk menyediakan pintu dan/atau
koridor antar ruang. Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi
teknis pintu dan koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung.
Kemudahan vertikal bangunan gedung, termasuk sarana transportasi vertikal
berupa penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift dan atau tangga
berjalan dalam bangunan gedung. Bangunan gedung yang bertingkat harus
menyediakan tangga yang menghubungkan lantai satu dengan yang lainnya
dengan mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan
kesehatan pengguna. Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram
dengan kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan
mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai dengan
standar teknis yang berlaku. Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih
dari 5 (lima) harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang
dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.
Akses evakuasi dalam keadaan darurat harus disediakan di dalam bangunan
gedung meliputi sisten pemberitahuan bahaya bagi pengguna, pintu keluar
darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan atau
prasarana pada bangunan gedung juga sangat penting yaitu kepentingan
umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang
ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas
komunikasi dan informasi.
2.4. Keandalan bangunan
Keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan gedung yang
memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan
bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan.
Keselamatan bangunan gedung adalah kondisi yang menjamin keselamatan
bangunan gedung beserta pemilik dan penggunan bangunan, sekaligus masyarakat
lingkungan di sekitarnya terhadap bencana seperti gempa bumi, bahaya petir,
bahaya kebakaran, dan bencana lainnya. Kesehatan bangunan gedung merupakan
kondisi yang menjamin tercegahnya segala gangguan yang dapat menimbulkan
penyakit atau rasa sakit bagi pemilik dan pengguna bangunan bangunan, sekaligus
masyarakat lingkungan sekitarnya. Sedangkan kenyamanan bangunan gedung
yaitu keadaan yang menjamin rasa nyaman sehingga pengguna gedung dapat
melakukan kegiatan dengan baik dan atau merasa betah dan merasakan suasana
tenang berada dalam atau sekitar gedung. Kemudahan bangunan gedung adalah
kondisi yang menyediakan berbagai kemudahan yang diperlukan bagi pengguna
sesuai dengan fungsi pada bangunan gedung dan lingkungannya seperti
fasilitas-fasilitas pada bangunan gedung.
Dalam melakukan pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilakukan
yang terdapat pada bangunan gedung tersebut. Penilaian dilakukan berdasarkan
dengan survei di lapangan yang selanjutnya hasil survei dianalisis menurut nilai
kriteria keandalan bangunan suatu gedung.
2.5. Penialaian Keandalan Bangunan
Pada penilaian keandalan bangunan gedung terdapat 5 aspek pengamatan
yang dinilai untuk menjamin keandalannya, yaitu penialaian aspek arsitektur,
struktur, utilitas, aksesibilitas, dan tata bangunan dan lingkungan.
2.5.1. Penilaian Aspek Aristektur
Nilai kondisi arsitektur merupakan suatu nilai tertentu yang berdasarkan
dari kondisi pada setiap bagian arsitektur bangunan. Nilai kondisi dapat
menjelaskan mengenai kwalitas dan kwantitas suatu elemen bila terjadi
kerusakan.
Terdapat 2 komponen yang dinilai secara visual pada aspek arsitektur
dalam pemeriksaan keandalan bangunan yaitu komponen ruang dalam dan
komponen ruang luar.
a. Komponen Ruang Dalam
1. Kesesuaiaan penggunaan fungsi
Kondisi yang menjamin bentuk dan dimensi serta organisasi ruang,
sirkulasi dalam bangunan dan hubungan antar ruang sesuai dengan
fungsinya.
2. Pelapis muka lantai
Kondisi dimana pelapis muka lantai dalam kondisi baik tidak retak rambut,
3. Pelasteran lantai
Kondisi dimana plesteran lantai dalam kondisi baik tidak retak, terbelah
atupun pecah.
4. Pelapis muka dinding
Kondisi dimana pelapis muka dinding dalam kondisi baik tidak terkelupas,
hilang ataupun tak tampak.
5. Pelapis muka dinding
Kondisi dimana pelpis muka dinding dalam kondisi baik tidak pudar,
lembab, berlumut/berjamur, terkelupas hilang atau pun tidak tampak.
6. Kosen pintu dan jendela
Kondisi dimana kosen pintu dan jendela masih berfungsi dengan baik tidak
lapuk, rapuh/keropos, retak, berlubang, bagian pintu dan jendela ada yang
patah, sambungan lepas, melengkung dan rusak.
7. Lapisan muka langit-langit
Kondisi dimana lapisan muka langit-langit tidak rusak, kotor/bebercak,
pudar, panil hilang, ataupun terkelupas.
b. Komponen Ruang Luar
1. Penutup atap
Kondisi dimana penutup atap tidak retak, pecah, rembes, bocor, hilang,
korosi, berlumut/berjamur, ditumbuhi tanaman, paku lepas, flshing rusak,
dilatasi rusak.
2. Pelapis muka idnding luar
Kondisi dimana pelapis muka dinding dalam kondisi baik tidak pudar,
3. Pelasteran dinding luar
Kondisi dimana pelasteran dinding dalam kondisi baik tidak terkelupas,
hilang ataupun tidak tampak.
4. Pelapis muka lantai luar
Kondisi dimana plesteran dinding dalam kondisi baik tidak terkelupas, hilang
ataupun tidak tampak.
5. Plesteran lantai luar
Kondisi dimana plesteran lantai dalam kondisi baiktidak retak, terbelah
ataupun pecah.
6. Pelapis muka langit-langit
Kondisi dimana lapisan muka langit-langit tidak rusak, kotor/bebercak, pudar,
panil hilang, ataupun terkelupas.
Pengamatan dilapangan dilakukan secara visual kemudian dilakukan penilaian
pada bangunan gedung dalam formulir penilaian keandalan bangunan mengacu
pada Pajak Bumi Bangunan), dll. Data dianalisis dengan menggunakan panduan
Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung, tahun 1998,
Departemen PU, dan Peraturan Permen PU No.29/PRT/M/2007, Permen PU
No.26/PRT/M/2008 dan Dinas Tarukim Kota Medan menerapkan sistem
penilaian keandalan arsitektur dengan ketentuan seperti terlihat pada Tabel 2. 1.
Tabel 2.1 Penilaiaan Aeandalan Arsitektur
Tabel 2.1 Penilaiaan Aeandalan Arsitektur (lanjutan Tabel 2.1)
Kosen pintu dan jendela
Lapisan muka langit
Pelapis muka dinding luar
Plesteran dinding luar
Pelapis muka lantai luar
Plesteran lantai luar
Pelapis muka langit langit
Sub Total Total Nilai
Sumber : Dinas Tarukim Kota Medan, 2011
Keterangan :
a. Nilai pada kolom 10 di dapat dari hasil penyelesaiaan pada tiap-tiap
komponen dengan tahapan dan persamaan sebagai berikut.
Faktor reduksi kerusakan � = ��
� (2.1)
Dimana, r = faktor reduksi kerusakan
nr = jumlah komponen rusak (bh)
n = jumlah komponen yang tiap lantai (bh)
tingkat keandalan tereduksi �� = �� − � (2.2)
Dimana, Ka = Tingkat keandalan awal komponen (%)
Ri = Faktor reduksi posisi (Ri = 1)
Nilai keandalan awal �� = �
Dimana, Ka = keandalan awal komponen (%)
∑n = total jumlah komponen pada gedung (bh)
K max = nilai maksimum keandalan komponen (%)
Nilai keandalan reduksi kerusakan Kr = r . Ka (2.4)
Dimana, Kr = nilai keandalan reduksi kerusakan (%)
Nilai keandalan komponen Klt = Kt . Ka (2.5)
Dimana, Klt = nilai keandalan komponen tiap lantai (%)
Nilai total keandalan komponen ∑K = Klt1+Klt2+...+Kltn (2.6)
Dimana, ∑K = nilai total keandalan komponen (%)
b. Nilai pada kolom (5), (7), dan (9) merupakan nilai presentase tingkat
keandalan (K) pada masing-masing komponen yang didapat dari hasil
perhitungan =
3 . 100 %
2.5.2. Penilaiaan Aspek Struktur
Nilai kondisi struktur merupakan suatu nilai tertentu yang berdasarkan dari
kondisi pada setiap bagian struktur bangunan. Nilai kondisi dapat
menjelaskan mengenai kwalitas dan kwantitas suatu elemen bila terjadi
kerusakan.
terdapat 2 komponen yang dinilai secara visual pada aspek struktur dalam
pemeriksaan keandalan bangunan yaitu struktur utama dan struktur pelengkap,
a. Struktur utama
1. Pondasi
Kondisi dimana pondasi berfungsi dengan baik tidak terjasi kerusakan seperti
deformasi/penurunan pondasi, retak pondasi, rapuh atau bocor bila pengguna
2. Kolom struktur
Kondisi dimana kolom tidak terjadi kerusakan seperti melengkung, retak
rambut, retak atau patah.
3. Balok struktur
Kondisi dimana balok struktur tidak terjadi kerusakan seperti melengkung,
retak rambut, retak atau patah.
4. Joint kolom-balok
Kondisi dimana joint kolom-balok tidak terjadi kerusakan seperti retak
rambut, retak atau patah.
5. Plat lantai
Kondisi dimana plat lantai tidak terjadi kerusakan seperti melengkung, rusak
atau patah.
6. Plat tap
Kondisi dimana plat atap tidak terjadi kerusakan seperti bocor, melengkung,
retak atau patah.
7. Penggantung langit-langit
Kondisi dimana penggantung langit-langit tidak terjadi kerusakan seperti
penggantung hilang, kendur, dan patah.
b. Struktur pelengkap
1. Plat/balok tangga
Kondisi dimana balok anak tidak terjadi kerusakan seperti melengkung, retak
rambut, retak dan patah.
Kondisi dimana balok anak terjadi kerusakan seperti melengkung, retak
rambut, retak atau patah.
3. Lain-lain (balok canopy, balok laufel)
Kondisi dimana komponen pelengkap struktur lainnya dalam kondisi baik.
Pengamatan dilakukan dilapangan secara visual kemudian dilakukan penilaian
pada bangunan gedung dalam formulir penilaian keandalan bangunan mengacu
pada Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung, tahun 1998,
Departemen PU, dan Peraturan Permen PU No.29/PRT/M/2007, Permen PU
No.26/PRT/M/2008 dan Dinas Tarukim Kota Medan menerapkan sistem
penilaiaan keandalan struktur dengan ketentuan seperti terlihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tabel penilaian keandalan struktur
No
Tabel 2.2 Tabel penilaian keandalan struktur (lanjutan tabel 2. 2)
Sumber : Dinas Tarukim Kota Medan, 2011
Keterangan :
a. Nilai pada kolom (6) di dapat dari hasil penyelesaiaan pada tiap-tiap
komponen dengan tahapan dan persamaan sebagai berikut.
Faktor reduksi kerusakan � = ��
� (2.7)
Dimana, r = faktor reduksi kerusakan
Ar = luas komponen rusak (m2)
A = luas komponen yang ada tiap lantai (m2)
Tingkat keandalan tereduksi Kt = Ri – r (2.2)
Dimana, Kt = tingkat keandalan tereduksi
Ri = faktor reduksi posisi (Ri=1)
Nilai keandalan awal �� = �
Dimana, Ka = Keandalan awal komponen (%)
∑A = total luas komponen pada gedung (m2)
Kmax = nilai maksimum keandalan komponen (%)
Nilai keandalan komponen KLt = Kt . Ka (2.5)
Dimana, KLt = nilai keandalan komponen (%)
Nilai total keandalan komponen ∑K = KLt1+ KLt2 +...+ KLtn (2.6)
Dimana, ∑K= nilai total keandalan komponen (%)
b. Nilai pada kolom (4) merupakan nilai presentasi tingkat keandalan (K)
pada masing-masing komponen yang didapat dari hasil perhitungan =
3 . %.
2.5.3. Penilaiaan Aspek Utilitas dan Proteksi Kebakaran
Nilai kondisi utilitas merupakan suatu nilai tertentu yang berdasrkan dari
kondisi pada setiap bagian utilitas bangunan. Nilai kondisi dapat menjelaskan
mengenai kwalitas dan kwantitas suatu elemen bila terjadi kerusakan.
Terdapat 7 komponen yang dinilai pada aspek utilitas dalam pemeriksaan
keandalan bangunan yaitu sistem pencegahan kebakaran, transportasi vertikal,
plambing, instalasi listrik, instalasi tata udara, penangkal petir, dan instalasi
komunikasi. Persyaratan utilitas dan proteksi kebakaran telah diatur dalam
Peraturan Mentri Pekerjaan Umum N0.26/PRT/M/2008.
a. Sistem Pencegahan Kebakaran
Kondisidimana alarm kebakaran tidak terjadi kerusakan pada detektor,
titik panggil manual, panel kontrol kebakaran, catu daya, alarm, kabel
instalasi kebakaran.
2. Sprikler otomatis
Kondisi dimana spronkler tidak terjadi kerusakan pada pompa air, kepala
sprinkler, kran uji, tangki air, pipa instalasi kebakaran.
3. Gas pemadam api
Kondisi dimana tidak terjadi kerusakan pada kumpulan tabung gas
pemadam, alarm kebakaran, starter otomatis, catu daya, panel kontrol,
kotak operasi manual, peralatan detektor, nosel gas, kran pemilih otomatis.
4. Hidran
5. Kondisi dimana tidak terjadi kerusakan pada pompa air, pipa instalasi,
tangki penekan atas/alat kontrol, hidran kotak, hidran pilar, sumber air, tangki
penampung air.
6. Tabung pemadam api ringan
Kondisi dimana tidak terjadi kerusakan pada tabung gas tersegel dan
selang.
b. Transportasi Vertikal
1. Elevator (lift)
Kondisi dimana tidak terjadi kerusakan pada motor penggerak, sngkar dan
alat kontrol, motor penggerak pintu, kabel dan panel listrik, rel kereta lift,
alat penyeimbang sangkar, peredam sangkar.
Kondisi dimana tidak terjadi kerusakan pada motor penggerak, alat
kontrol, kabel dan panel listrik, rantai penarik, roda-roda gigi penarik,
badan escalator, anak tangga/lantai.
3. Tangga biasa
Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam dan
memiliki kemiringan tangga kurang dari 60◦. Tidak terdapat tanjakan yang
berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga. Harus dilengkapi
dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah satu sisi tangga.
Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80 cm
dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian
ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding
atau tiang. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian
ujung-ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm. Untuk tangga
yang terletak diluar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air
hujan yang menggenangi lantainya.
c. Plambing
1. Air bersih
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada sumber air dari PDAM
dan meteran, sumber air dari sumur dan pompa, tangki penampung air,
tangki air atas/menara (house tank), pompa penampung air dan alat
kontrol, listrikuntuk panel pompa, pompa instalasi dan kran.
2. Air kotor
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada klosed/bidet/urioir.
bak cuci ke saluran terbuka, lobang/saluran pengurasan lantai, pipa air
hujan.
d. Instalasi Listrik
1. Sumber daya PLN
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada panel tegangan utam,
transformator, panel tegangan tengah, panel distribusi, lampu, armatur,
kabel instalasi.
2. Sumber daya generator (genset)
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada motor penggerak,
alternator, alat pengisi aki kabel dan panel listrik, radiator/pendingin, kabel
instalasi, AMF, daily tank, dan panel kontak.
e. Instalasi Tata Udara
1. Sistem pendingin langsung (media udara)
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada kompresor, evaporator,
kondensor, panel distribusi, kipas udara kondensator, media pendingin,
pipa instalasi media pendingin, alat kontrol, difuser grill, cerobong udara,
menara pendingin, pipa instalasi air, pendingin kondensor, pompa sirkulasi
air pendingin kondensor, panel kontrol.
2. Sistem pendingin tak langsung (media air)
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada kompressor, evaporator,
pipa instalasi air es, pipa sirkulasi es, kondensor, kipas udara kondensator,
media pendingin, media pendingin air es, unit pengolah udara, alat kontrol
cerobong, difuser grill, pipa instalasi air pendingin kondensor, pipa
f. Penangkal petir
1. Sistem utama proteksi petir
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada kepla penangkal petir,
hantaran pembumian, dan elektroda pembumian.
2. Instalasi proteksi petir
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada erester tegangan tengah,
strip pengikat ekuipotensial, hantaran pembumian, dan elektroda
pembumian.
g. Instalasi Komunikasi
1. Instalasi telepon
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada pesawat telpon dan kabel
instalasi.
2. Instalasi tata suara
Kondisi dimana tidak terjadi permasalahan pada mikropon, speaker, dan
kabel instalasi.
Pengamatan dilakukan dilapangan secara visual kemudian dilakukan
penilaian pada bangunan gedung dalam formulir penilaian keandalan
bangunan mengacu pada Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan
Bangunan Gedung, tahun 1998, Departemen PU, dan Peraturan Permen
PU No.29/PRT/M/2007, Permen PU No.26/PRT/M/2008 dan Dinas
Tarukim Kota Medan menerapkan sistem penilai keandalan utilitas dengan
Tabel 2. 3. Formulir Penilaian Keandalan Utilitas dan Proteksi
A. SISTEM PENCEGAHAN KEBAKARAN
1
B. TRANSPORTASI VERTIKAL
1
D. INSTALASI LISTRIK
1 Sumber daya PLN 50
2
Sumber daya
generator (Genset)
Tabel 2. 3. Formulir Penilaian Keandalan Utilitas dan Proteksi Kebakaran (lanjutan Tabel 2.3)
No Kode
E INSTALASI TATA UDARA
1
F PENANGKAL PETIR
1
G INSTALASI KOMUNIKASI
1 Instalasi Telepon 50
2 Instalasi Tata Suara 50
Sub Total 100
Total Nilai Keandalan Utilitas
Sumber : Dinas Tarukim Kota Medan, 2011
Keterangan :
a. Pada kolom (3), (4), dan (5) merupakan kolom yang menyatakan kondisi
suatu fungsi komponen yang diberi tanda check list (√) berdasarkan
b. Pada kolom (7) merupakan kolom yang menyatakan faktor reduksi
kerusakan komponen yang didapat dari hasil perhitungan seperti Tabel 2.4.
Tabel 2. 4. Contoh Perhitungan Faktor Reduksi Komponen Instalasi Listrik
Komponen Instalasi Listrik
SUMBER DAYA GENERATOR (GENSET)
1. Motor penggerak 7.00 100
2. Alternator 7.00 100
3. Alat pengisi aki kabel
dan panel listrik
4.00 100
4. Radiator/pendingin 6.00 100
5. Kabel instalasi 7.00 100
Tabel 2. 4. Contoh Perhitungan Faktor Reduksi Komponen Instalasi Listrik (lanjutan Tabel 2. 4)
Komponen Instalasi Listrik Rusak
Bobot
Fungsi
(100%)
Nilai Tingkat
Keandalan (%)
Nilai
(%)
7. Daily Tank 6.00 100
8. Panel Kontak 6.00 100
Sub total 50.00
Total Bobot Maksimal 100
Nilai Keandalan Utiltas : Instalasi Listrik
Sumber: Dinas Tarukim Kota Medan, 2011
Pada kolom nilai tingkat keandalan reduksi diidi berdasarkan dari rusak
atau tidaknya komponen penyusun. Nilai presentasi factor reduksi didapat dari
hasil perkalian antara bobot fungsi dan nilai tingkat keandalan reduksi.
c. Pada kolom (8) merupakan kolom yang menystsksn tingkst keandalan
tiap bagian komponen utilitas yang didapat dari hasil perhitungan =
(6) x (7).
d. Pada kolom (9) merupakan kolom yang menytakan tingkat keandalan
total kompopnen yang didapat dari hasil penjumlahan masing-masing
tingkat keandalan dari kolom (8).
2.5.4. Penilaian Aspek Aksesibilitas
Nilai kondisi aksesibilitas merupakan suatu nilai tertentu yamg
dapat menjelaskan mengenai kwalitas dan kwantitas suatu elemen bila terjadi
kerusakan.
Terdapat 9 komponen yang dinilai secara visual pada aspek aksesibilitas
dalam pemeriksaan keandalan bangunan yaitu ukuran dasar ruangan, jalur
pedestrian dan ram, area parkir, perlengkapan dan peralatan kontrol, toilet, pintu,
lift aksesibilitas, telepon, dan lift tangga. Persyaratan aksesibilitas telah diatur
dalam Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006.
a. Ukuran Dasar Ruangan
Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) mengacu kepada
ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, dan ruang yang
dibutuhkan untuk mewadahi pergerakan penggunanya.
b. Jalur pedestrian dan Ram
Jalur pedistrian memiliki esensi jalur yang digunkan untuk berjalan kaki
atau berkursi roda bagi penyandang cacat secara mandiri yang dirancang
berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, mudah, nyaman, dan
tanpa hambatan. Ram adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan
kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat
menggunakan tangga.
c. Area parkir
Area parkir adalah empat parkir kendaraan yang dikendarai oleh pengendara
termasuk penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk
naik turun kursi roda, daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah
bagi semua penumpang termasuk penyandang cacat, untuk naik turun dari
kendaraan.
d. Perlengkapan dan Peralatan Kontrol
Perlengkapan dan peralatan kontrol dapat dinilai pada kondisi kelengkapan
yaitu :
1. Perlengkapan dan peralatan kontrol pencahayaan
2. Perlengkapan dan peralatan peringatan darurat
e. Toilet
Esensi toilet yaitu sebagai fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang,
termasuk penyandang cacat dan lansia pada bangunan atau fasilitas umum
lainnya.
f. Pintu
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruangan yang merupakan
tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan
penutup (daun pintu).
g. Lif aksesibilitas
Lif adalah alat mekanis elektris untuk membantu pergerakan vertikal didalam
bangunan, baik yang digunkan khusus bagi penyandang cacat maupun yang
merangkap sebagai lif barang.
Untuk bangunan gedung lebih dari 5 lantai harus menyediakan minimal 1
(satu) buah lif yang aksesibel, kecuali untuk rumah sakit dan kebutuhan
khusus.
Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua orang yang sedang
mengunjungi suatu bangunan atau fasilitas umum.
i. Lif Tangga
Lif tangga adalah alat mekanis elektrik untuk membantu pergerakan vertikal
dalam bangunan, yang digunkan khusu bagi penyandang cacat secara individu.
Untuk bangunan dengan jumlah lantai minimal 3(tiga), dengan perbedaan
ketinggian lantai minimal empat meter, harus memilii minimal 1 (satu) buah
lift tangga, yang terdapat pada jalur tangga di salah satu sisi pada dinding dan
memenuhi standar teknis yang berlaku.
Pengamatan aksesibilitas dilakukan dilpangan secara visual kemudian dilakukan
penilaiaan pada bangunan gedung dalam formulir penilaiaan keandalan bangunan
mengacu pada Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung,
tahun 1998, Departemen PU, dan Peraturan Permen PU No.29/PRT/M/2007,
Permen PU No.26/PRT/M/2008 dan Dinas Tarukim Kota Medan menerapkan
sistem penilaiaan keandalan aksesibilitas dengan ketentuan seperti yang terlihat
pada Tabel 2. 5.
Tabel 2. 5 Formulir penilaiaan keandalan aksesibilitas
No.Kom
Kriteria penilaian (%) Nilai
Tabel 2. 5 Formulir penilaiaan keandalan aksesibilitas (lanjutan Tabel 2. 5)
Kriteria penilaian (%) Nilai
Keandalan
Total Nilai Keandalan Aksesibilitas
Sumber : Dinas Tarukim Kota Medan, 2011
Keterangan :
a. Kolom (5), (^), dan (7) merupakan kolom kreteria penilaian keandalan
yang didapat dari hasil perhitungan nilai keandalan masing-masing
komponen.
b. Kolom (9) merupakan presentasi keandalan komponen dari nilai keandalan
2.5.5. Penilaian Aspek tata Bangunan dan Lingkungan
Nilai kondisi tata bangunan dan lingkungan merupakan suatu nilai tertentu
yang berdasarkan dari kondisi pada setiap bagian tata bangunan dan lingkungan
bangunan.
Terdapat 3 item yang dinilai pada aspek tata bangunan dan lingkungan
dalam pemeriksaan keandalan bangunan yaitu Koefisien dasar Bangunan (KDB),
Koefisien Lantai bangunan (KLB), dan Garis Sepadan Bangunan (GSB).
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka presentase perbandingan
antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tataruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan. KDB wilyah Medan yaitu maksimum
40%. (Perda Kota Medan No. 2 tahun 2002).
KDB = ���
∑�� . 100 %
Dimana, Ald = luas lantai dasar (m2)
∑At = Luas seluruh lahan tanah (m2)
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka presentase perbandingan
antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan. KLB wilyah Medan yaitu 0 – 1.2 (Perda Kota
Medan No.2 tahun 2010)
KLB = ∑��
∑��
∑At = luas seluruh lahan tanah (m2)
c. Koefisien Dasar Hijau (KDH)
Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka yang menunjukkan
perbandingan antara jumlah luas lantai dasar yang tidak diperkeras dihitung
terhadap luas tanah perpetakan. KDH wilayah Medan yaitu minimum 50%
(Perda Kota Medan No.2 Tahun 2010 ).
KDH = ��
∑�� . 100 %
Dimana, At = luas lahan tidak diperkeras (m2)
∑At = luas seluruh lahan tanah (m2)
Pengamatan tata bangunan dan lingkungan dilakukan dilapangan kemudian
dilakukan penilaian pada bangunan gedung dalam formulir penilaian
keandalan bangunan mengacu pada Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan
Bangunan Gedung, tahun 1998, Departemen PU, dan Peraturan Permen PU
No.29/PRT/M/2007, Permen PU No.26/PRT/M/200811 dan Dinas Tarukim
Kota Medan menerapkan sistem penilaian keandalan tata bangunan dan
lingkungan dengan ketentuan seperti yang terlihat pada Tabel 2. 6.
Tebel 2. 6. Formulir Penilaian Keandalan Tata bangunan dan Lingkungan
1 Kesesuaian dengan Koefisien
Dasar Bangunan (KDB)
Tebel 2. 6. Formulir Penilaian Keandalan Tata bangunan dan Lingkungan (lanjutan Tabel 2.6 )
2 Kesesuaian dengan Koefisien
Lantai Bangunan (KLB)
2.00
3 Kesesuaian dengan Koefisien
Daerah Hijau (KDH)
1.00
SUB TOTAL Keandalan Tata Bangunan
Sumber : Dinas Tarukim Kota Medan, 2011
2.6.Metode Statistik 2.6.1. Defenisi Statistika
Statistika dapat didefenisikan sebagai suatu metode yang digunakan dalam
pengumpulan dan analisa data yang berupa angka sehingga dapat diperoleh
informasi yang berguna.
2.6.2. Klasifikasi Statistika
Berdasarkan aktifitas yang dilakukan, statistika dapat dibedakan menjadi
statistika deskriptif dan statistika inferensia.
a. Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif merupkan bagian statistika yang membicarakan
cara-cara pengumpulan data dan menyederhanakan angka-angka pengamatan yang
diperoleh (mengumpulkan, meringkas, dan menyajikan data).
b. Statistika Inferensia
Statistika inferensia merupakan bagian statistika yang membicarakan
berkaitan dengan estimasi parameter populasi dan pengujian hipotesis. Dengan
menggunakan statistika inferensia, pengamat dapat menarik kesimpulan
meskipun tidak membuktikan sesuatu.
Berdasarkan metode yang digunkan, statitika inferensia dapat dibedakan
menjadi statistika parametik dan statistika non parametik.
1. Statistika Parametrik
Statistika parametrik adalah bagian dari statistika inferensia yang
mempertimbangkan nilai dari satu atau lebih parameter populasi dan
sehubungan dengan kebutuhan inferensianya. Pada umumnya statistika
parametik membutuhkan data yang skala pengukuran minimalnya adalah
interval. Selain itu penurunan dari prosedur dan penetapan teorinya
berpijak pada asumsi spesifik mengenai bentuk distribusi populasi yang
biasanya diasumsikan normal.
2. Statistik Non Parametrik
Statistika non parametrik merupakan bagian dari statistik inferensia yang
tidak memperhatikan nilai dari satu atau lebih parameter populasi. Pada
umumnya validitas pada statistik non parametrik tidak tergantung pada
model peluang yang spesifik dari populasi. Statistik non parametrik
menyediakan metode statistik untuk menganalisa data yang distribusinya
2.7. Penelitian Terdahulu
a. Evaluasi Keandalan Fisik Bangunan Gedung ( Studi Kasus di Wilayah Seleman)
Oleh : Mandyo Pryo dan Ibnu Herlambang Wijatmiko, Jurnal Ilmiah, Semesta
Teknika, Vol. 14, No.2, 150-159, November 2011
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai keandalan bangunan
dari aspek arsitektur, struktur, utilitas dan perlindungan kebakaran, aksesibilitas
dan juga tata bangunan dan lingkungan kabupaten sleman. Metode survei
(mengukur, menghitung, mengisi formulir survei) dilaksanakan untuk
mengumpulkan data primer dari sampel, dan data sekunder yang digunakan
adalah IMB (lisensi konstruksi bangunan), PBB (Pajak Bumi Bangunan), dll. Data
dianalisis dengan menggunakan panduan Teknis Tata Cara Pemeriksaan
Keandalan Bangunan Gedung, tahun 1998, Departemen PU, dan Peraturan
Permen PU No.29/PRT/M/2007, Permen PU No.26/PRT/M/2008. Kriteria yang
digunakan untuk menentukan keandalan bangunan yang Andal untuk skor 95-100,
Kurang Andal untuk skor 75-< 95, Tidak andal adalah <75. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keandalan bangunan dari gedung Stikes adalah 96,51,
Gedung PMI adlah 94,20, gedung BBLK adalah 93,10, Gedung RSUD adalah
93,36 dan Gedung Rukan Adalah 87,68.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang ingin dilakukan adalah
b. Kajian Keandalan Bangunan Gedung Publik di Kota Kupang
Oleh : Linda W. Panggidae, ST, MT, Kupang November 2012.
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengkaji keandalan bangunan publik
di Kota Kupang dilakukan terhadap 6 (enam) bangunan publik yang meliputi 3
(tiga) gedung milik pemerintah dan 3 (tiga) gedung milik swasta. Adapun
komponen-komponen bangunan yang dinilai mencakup 5 (lima) komponen, yaitu
komponen arsitektur, struktur, utilitas, aksesibilitas, dan tata bangunan dan
lingkungan. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk gedung milik pemerintah,
kondisi keandalan bangunan secara keseluruhan kurang andal. Adapun rincian
perkomponen adalah Kurang Andal pada empat komponen dan satu komponen
Tidak Anda, yaitu komponen utilitas. Sedangkan pada bangunan milik swasta,
kondisi keandalan bangunanya secara keseluruhan adalah Andal, meskipun secara
mendetail masih terdapat satu komponen yang masih kurang andal yaitu
komponen utilitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi keandalan
bangunan pada gedung publik milik swasta umumnya lebih baik daripada gedung
publik milik pemerintah. Namun secara umum, semua bangunan publik baik milik
pemerintah maupun swasta memiliki kelemahan yang sama yaitu pada komponen
utilitas bangunan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dimana objek bangunan
gedung yang dibandingkan adalah bangunan gedung publik milik swasta dan