BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
Telinga adalah pancaindra untuk pendengaran dan keseimbangan, terletak di lateral kepala. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu telinga luar (auris externa), telinga tengah (auris media) dan telinga dalam (auris interna) (Wibowo & Widjaya, 2009).
2.1.1. Telinga Luar
Telinga luar atau auris externa terdiri dari daun telinga (auricula), liang telinga (meatus acusticus externus) dan dibatasi oleh gendang telinga atau
membrana tympanica. Telinga ini terletak pada pars tympanica ossis temporalis, berbatasan di belakang dengan processus mastoideus (Wibowo & Widjaya, 2009). Auricula dibentuk oleh cartilago auriculae (elastin) yang melekat erat
dengan kulit, tanpa lapisan subcutis. Auricula ini berbentuk seperti cekungan dengan bagian terdalam dinamakan concha auriculae dan pinggiran bebasnya dinamakan helix. Pada concha terdapat lubang masuk liang telinga (meatus acusticus externus). Liang telinga ini melengkung ke posterior sehingga untuk
dapat melihat membrana tympani pada otoscopy, telinga perlu ditarik ke belakang (untuk meluruskan liang ini) (Wibowo & Widjaya, 2009).
Meatus acusticus externus yang panjangnya sekitar dua sampai tiga
sentimeter mempunyai lapisan epithelial dengan bulu halus disertai kelenjar keringat dan lemak (sebum) yang menghasilkan serumen (wax). Bagian luar liang telinga dibentuk oleh tulang rawan sehingga bersifat mobile sedangkan bagian dalam dibentuk oleh tulang temporal (Wibowo & Widjaya, 2009).
Membrana tympanica mempunyai posisi miring menghadap ke bawah.
Bentuknya tidak rata tetapi menyerupai kerucut dengan diameter sekitar sepuluh milimeter. Bagian tengahnya dinamakan umbo membranae tympanicae merupakan kedudukan tulang pendengaran (os malleus). Membrana ini terdiri dari
keadaan normal, penyinaran pada membrana ini akan memberikan pantulan berupa gambaran segitiga di bagian anterior bawah dengan puncak pada umbo (Wibowo & Widjaya, 2009).
2.1.2. Telinga Tengah
Ruang telinga tengah atau auris media terdapat di sebelah dalam
membrana tympanica sedalam sekitar tiga sampai enam milimeter. Dinding lateral auris media dibatasi oleh membrana tympanica beserta tulang disebelah atas dan bawahnya. Atap rongga ini (cavitas tympani) adalah paries tegmentalis (tegmen tympani) dari pars petrosa ossis temporalis yang memisahkannya dengan cavitas
cranii. Di bawah atap, pada bagian rongga yang terletak diatas membrana tympani
terdapat recessus epitympanicus. Bagian yang lebarnya sejajar dengan membrana tympanica disebut mesotympanica, dan yang di bawah membran ini disebut
recessus hypotympanica. Recessus hypotympanica berbatasan dengan tulang yang
membentuk fossa jugularis pada foramen jugulare, tempat kedudukan vena jugularis interna. Ke arah depan cavitas tympani mempunyai saluran yang
berhubungan dengan nasopharynx, yaitu tuba auditiva (tuba eustachii). Selain itu, dinding depan berbatasan dengan canalis caroticus dengan arteria caroticus interna di dalamnya. Ke belakang rongga ini berhubungan dengan cellulae
mastoideae, yaitu rongga berisi udara di dalam processus matoideus, melalui
antrum mastoideum (Wibowo & Widjaya, 2009).
Getaran suara yang diterima membrana tympani diteruskan melalui tulang pendengaran di telinga tengah, yaitu os malleus, incus dan stapes, ke foramen ovale. Selanjutnya tulang ini meneruskan getaran suara pada cairan
endolymph dan setelah melalui reseptor pendengaran getaran dinetralkan kembali
melalui getaran membran pada foramen rotundum (Wibowo & Widjaya, 2009).
bersendi dengan batang stapes, dan permukaan lebar stapes terletak pada labirin membranosa pada lubang foramen ovale tempat gelombang suara dihantarkan ke telinga dalam, yang dinamai koklea (Guyton & Hall, 2012).
2.1.3. Telinga Dalam
Rongga telinga dalam dibatasi sekelilingnya oleh tulang temporal (pars
petrosa). Di dalamnya terdapat sistem keseimbangan (vestibular) yang terdiri dari
tiga buah canalis semicircularis anterior, canalis semicircularis posterior, dan canalis semicircularis lateralis bersama sacculus dan utriculus di dalam vestibulum. Selain itu terdapat pula organ pendengaran yang terdiri dari cochlea. Cochlea ini menyerupai rumah siput dengan permukaan dalam yang berbentuk
spiral (Wibowo & Widjaya, 2009).
Koklea merupakan suatu sistem tabung-tabung bergelung, dengan bersebelahan yang bergelung; skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Skala vetibuli dan skala media satu sama lain dipisahkan oleh membrana vestibularis, dan skala timpani dan skala media satu sama lain dipisahkan oleh membrana basilaris. Pada permukaan membrana basilaris terletak struktur organ corti yang mengandung sederetan sel-sel sensitif mekanik, sel-sel rambut. Sel-sel ini merupakan ujung organ penerima yang membentuk impuls saraf akibat getaran suara (Guyton & Hall, 2012).
Organ corti merupakan organ reseptor yang menimbulkan impuls saraf akibat getaran membrana basilaris. Reseptor sensoris sebenarnya dalam organ corti adalah dua jenis sel rambut (satu baris sel rambut dalam, jumlahnya sekitar 3.500 dan tiga empat baris sel rambut luar, jumlahnya sekitar 20.000). Dasar dan tempat sel-sel rambut dijepit oleh jaringan ujung-ujung N. Koklearis. Ini membentuk ganglion spiralis corti yang terletak pada modiolus koklea. Ganglion
2.2. Mekanisme Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria (Guyton & Hall, 2012).
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soetirto, Hendarmin, & Bashiruddin, 2007).
2.2.1. Koklea
sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah. Bagian ini membentuk terowongan di seluruh panjang bagian tengah kokhlea, hampir mencapai ujung. Kompartemen atas, skala vestibuli, mengikuti kontur dalam spiral, dan skala timpani, kompatemen bawah, mengikuti kontur luar. Cairan di dalam duktus koklearis disebut endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani mengandung cairan yang sedikit berbeda, perilimfe. Daerah di luar ujung duktus koklearis tempat
cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala vestibuli dipisahkan dari rongga telinga tengah oleh jendela oval., tempat melekatnya stapes. Lubang kecil lain yang ditutupi oleh membran, jendela bundar (round window), menutup skala timpani dari telinga tengah. Membran vestibularis yang tipis membentuk atap duktus koklearis dan memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris sangat penting karena mengandung organ corti, organ indera untuk pendengaran (Sherwood, 2012).
Organ corti, yang terletak di atas membran basilaris di seluruh panjangnya, mengandung sel rambut yang merupakan reseptor suara. Sebanyak 16.000 sel rambut di dalam masing-masing koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh panjang membran basilaris; satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Dari permukaan masing-masing sel rambut menonjol sekitar 100 rambut yang dikenal sebagai stereosilia, yaitu mikrovilus yang dibuat kaku oleh adanya aktin. Sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika rambut permukaannya mengalami perubahan bentuk secara mekanis akibat gerakan cairan di telinga dalam. Stereosilia ini berkontrak dengan membran tektorium, suatu tonjolan mirip tenda yang menutupi organ corti di seluruh panjangnya (Sherwood, 2012).
Gerakan stapes yang mirip piston terhadap jendela oval memicu gelombang tekanan di kompartemen atas, karena cairan tidak dapat mengalami
tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar mengarah ke rongga telinga tengah untuk mengompensasi peningkatan tekanan. Sewaktu stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke arah luar ke telinga tengah, perilimfe mengalir ke arah berlawanan, menyebabkan jendela bundar menonjol ke dalam. Jalur ini tidak menyebabkan penerimaan suara tetapi hanya menghilagkan tekanan (Sherwood, 2012).
Gelombang tekanan frekuensi-frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil “jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas disalurkan melalui membran vestibularis yang tipis, menuju duktus koklearis, dan kemudian melalui membran basilaris di kompartemen bawah, tempat gelombang ini menyebabkan jendela bundar menonjol keluar masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membran basilaris menyebabkan membran ini bergerak naik-turun, atau bergetar, sesuai gelombang tekanan. Karena organ korti berada di atas membran basilaris maka sel-sel rambut juga bergetar naik-turun sewaktu membran basilaris bergetar (Sherwood, 2012).
2.2.2. Sel Rambut Luar dan Sel Rambut Dalam
Sel rambut dalam dan luar memiliki fungsi berbeda. Sel rambut dalam adalah sel yang mengubah gaya mekanis suara (getaran cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri). Karena berkontak dengan membran tektorium yang kaku dan stasioner, maka stereosilia sel-sel reseptor ini tertekuk maju-mundur ketika membran basilar mengubah posisi relatif terhadap membran tektorium. Deformasi mekanis maju-mundur rambut-rambut ini secara bergantian membuka dan menutup saluran ion berpintu mekanis di sel rambut sehingga
terjadi perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian yaitu potensial reseptor dengan frekuensi yang sama seperti frekuensi rangsangan pemicu semula (Sherwood, 2012).
Depolarisasi sel-sel rambut ini (ketika membran basilaris terangkat) meningkatkan laju pelepasan neurotransmiter, yang meningkatkan frekuensi lepas muatan di serat aferen. Sebaliknya, laju lepas muatan berkurang sewaktu sel-sel rambut ini mengeluarkan lebih sedikit neurotransmiter ketika mengalami hiperpolarisasi akibat pergeseran ke arah yang berlawanan (Sherwood, 2012).
Karena itu, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan
bergetar membran basilaris yang menekuk rambut-rambut sel reseptor maju-mundur. Deformasi mekanis rambut-rambut ini secara bergantian membuka dan menutup saluran sel reseptor, menghasilkan perubahan potensial berjenjang di reseptor yang menyebabkan perubahan dalam frekuensi potensial aksi yang dikirim ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yangdapat diterima oleh otak sebagai sensasi suara (Sherwood, 2012).
2.3. Presbikusis 2.3.1. Definisi
Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada kedua sisi telinga (Roland, Eaton, & Meyerhoff, 2001).
Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang mengiringi semua
proses menua, pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak ditemukannya kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum (Shohet, Talavera, & Gianoli, 2005).
2.3.2. Patologi
Terdapat empat tipe patologik yang telah diklasifikasikan oleh Schuknecht. Fenomena pertama adalah presbikusis sensorik. Pada bentuk ini, yang mula-mula hilang adalah patologi sel-sel rambut. Hal ini kemudian akan menyebabkan gangguan neuron-neuron koklea. Biasanya melibatkan hilangnya sel-sel rambut pada gelang basal koklea dan menyebabkan ketulian nada tinggi. Sebaliknya, neuropresbikusis, hilangnya gangguan primer adalah pada neuron-neuron koklea dan sel-sel rambut relatif dipertahankan. Pada kasus ini, diskriminasi kata-kata relatif lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut. Presbikusis stria masih memberi skor diskriminasi yang bagus walaupun proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat yang sifatnya relatif datar. Secara patologis, stria vaskularis tampak berdegenerasi dan menciut. Yang terakhir, ketulian koklear-konduktif dengan populasi sel rambut dan neuron yang normal tanpa adanya kerusakan stria vaskularis namun ketullian diduga berkaitan dengan keterbatasan gerak membrana basilaris. Sifat-sifat proses patologik ini
Tabel 2.1. Jenis Presbikusis Berdasarkan Patologinya
Metabolik (Strial presbycusis) Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun. Fungsi sel dan keseimbangan biokimia/bioelektrik koklea berkurang.
Mekanik (Cochlear presbycusis) Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis. Atrofi ligamentum spiralis. Membran basilaris lebih kaku Sumber: Suwento H & Hendarmin H, 2007.
2.3.2.1. Presbikusis Sensori
Menurut Lalwani (2008) pada pemeriksaan audiometri didapatkan penurunan pendengaran pada nada tinggi dan simetris dengan penurunan ambang dengar secara tiba-tiba, terjadi mulai usia pertengahan. Diskriminasi tutur berhubungan langsung dengan bagaimana mempertahankan fungsi pendengaran frekuensi tinggi. Secara histologi terjadi kehilangan baik pada sel rambut dan sel penunjang yang terletak di basal koklea. Selain itu terjadi atropi organ korti akan diikuti oleh degenerasi neural sekunder. Sedangkan bagian tengah dan apeks koklea yang mengandung frekuensi bicara biasanya tertahan. Perubahan patologi ini memiliki kemiripan dengan trauma akibat bising (Astari, 2014).
2.3.2.2. Presbikusis Neural
kehilangan sel-sel neuron pada koklea yang bertanggungjawab terhadap frekuensi tutur pada koklea (Astari, 2014).
2.3.2.3. Presbikusis Strial (Presbikuis Metabolik)
Didapatkan audiogram yang flat atau mendatar dengan diskriminasi tutur yang baik. Stria vaskularis merupakan daerah metabolisme aktif pada koklea yang
bertanggung jawab terhadap sekresi dari endolimfe dan pemeliharaan gradien ion yang melalui organ korti. Patologinya dimana terjadi atropi sebagian pada stria vaskularis pada bagian tengah dan apikal dari koklea, tanpa disertai kehilangan sel-sel neuron koklea. Besarnya atropi yang terjadi berhubungan dengan derajat penurunan pendengaran. Kualitas dari endolimfe akan berpengaruh pada degenerasi dari strial, dimana akan menyebabkan hilangnya ketersediaan energi pada end-organ (Astari, 2014).
2.3.2.4. Presbikusis Konduksi Koklea
Perubahan secara mekanikal pada membran basilar dapat menyebabkan penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi secara perlahan-lahan pada usia pertengahan. Presbikusis konduksi koklea secara patologi tidak dapat dilihat perubahannya yang terjadi pada telinga dalam. Tanpa adanya pengukuran langsung secara mikromekanikal, presbikusis konduksi koklea hanyalah suatu teori belaka pada kategori presbikusis. Diskriminasi tutur berkaitan dengan besarnya penurunan dari nada murni (Astari, 2014).
Tabel 2.2. Karakteristik Penurunan Pendengaran pada Presbikusis
Tipe presbikusis Nada murni Diskriminasi tutur Sensori Nada tinggi, penurunan
tiba-tiba
Konduksi koklea Nada tinggi, penurunan perlahan
Sesuai dengan penurunan ketajaman pada nada tinggi
2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Pendengaran
Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa obat. Berbagai faktor risiko tersebut dan hubungannya dengan presbikusis adalah sebagai berikut (Roland, Eaton, & Meyerhoff, 2001).
2.3.3.1. Usia dan Jenis Kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan (Kim, Lim, Park, 2010).
Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruh jenis kelamin pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan perubahan di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah. Penelitian di Korea Selatan menyatakan terdapat penurunan pendengaran pada perempuan sebesar 2 kHz lebih buruk dibandingkan lakilaki. Pearson menyatakan sensitivitas pendengaran lebih baik pada perempuan daripada laki-laki (Muyassaroh, 2012).
2.3.3.2. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal
2.3.3.3. Diabetes Melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end
product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut
mikroangiopati. Mikroangiopatipada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan axon maka akan menimbulkan neuropati National Health Survey USA melaporkan bahwa 21% penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan bahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpa DM (Diniz, 2009).
2.3.3.4. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dL. Keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukan plak/atherosklerosis pada tunika intima. Patogenesis atherosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama. Arteroma merupakan degenerasi lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/ pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen. Teori
2.3.3.5. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan antara
hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek karmonmonoksida lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik (Muyassaroh, 2012).
Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain (Laviolette & Kooy, 2004).
2.3.3.6. Riwayat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, ama masa kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yangditerima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea
(Bashiruddin & Soetirto, 2007).
2.3.4. Gejala Klinis
untuk menentukan jenis suara dan arah datangnya suara. Kehilangan senstivitas bermula dari frekuensi yang tinggi, sehingga terdapat kesulitan ketika mendengar pada situasi bising. Keluhan pada pasien presbikusis kebanyakan bukan tidak dapat mendengar tetapi tidak dapat memahami percakapan (Gates & Milles, 2005).
Selain itu, terdapat keluhan tambahan yaitu tinnitus (berdenging). Hal ini
terjad karena adanya peningkatan sensitivitas dari saraf pendengaran. Setelah kehilangan frekuensi yang tinggi, selanjutnya yaitu kehilangan frekuensi rendah. Seiring berjalannya waktu kesulitan yang terjadi mencakup keduanya yaitu tidak dapat mendengar dan tidak dapat memahami percakapan. Kehilangan pendengaran akan berpengaruh terhadap masalah sosial. Masalah sosial yang akan terjadi antara lain depresi, kehilangan kepercayaan diri, cemas, paranoid, dan frustasi (Gates & Milles, 2005).
2.3.5. Derajat presbikusis
Derajat kurang pendengaran dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu:
Ambang Dengar(AD) =
Tabel 2.3. Derajat Ketulian berdasarkan ISO
Derajat Ketulian Ambang Dengar
Normal 0 - 25 dB
Tuli ringan >25 - 40 dB Tuli sedang >40 – 55 dB Tuli sedang berat >55 – 70 dB Tuli berat >70 – 90 dB Tuli sangat berat >90 dB
Sumber: Soetirto, Hendarmin, & Bashiruddin, 2007
2.3.6. Penegakan Diagnosis
otoskopi, maka akan tampak membran timpani yang normal ataupun suram dan juga dilakukan tes dengan menggunakan penala, untuk mendapatkan jenis tuli sensorineural atau tuli konduktif. Pemeriksaan lebih lanjut menggunakan audiometri nada murni menunjukkan gangguan pendengaran sensori neural nada tinggi, bilateral dan simetris. Pada pemeriksaan audiometri tutur dapat menunjukkan adanya diskriminasi bicara (Gates GA, 2003).
2.3.7. Penatalaksanaan
Presbikusis tidak dapat disembuhkan. Gangguan dengar pada presbikusis adalah tipe sensorineural dan tujuan penatalaksanaannya adalalah untuk memperbaiki kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar. Alat ini berfungsi membantu penggunaan sisa pendengaran untuk berkomunikasi. Alat bantu dengar baru diperlukan bila penurunan pendengaran lebih dari 40 dB (Dewi, 2007) . Selain itu dapat juga digunakan assistive listening devices, alat ini merupakan amplifikasi sederhana yang mngirimkan signal pada ruangan dengan menggunakan headset (Shohet, Talavera, & Gianoli, 2005)
Pada presbikusis dimana terjadi penurunan pendengaran bersifat progresif perlahan yang mulai terjadi pada nada tinggi, pada awalnya tidak terasa pendengaran menurun. Umumnya gangguan dengar baru disadari jika kegiatan sehari-hari mengalami kesulitan. Pada orang tua penurunan pendengaran sering disertai juga dengan penurunan diskriminasi bicara akibat perubahan SSP oleh proses menua yang kemudiaan mengakibatkan perubahan watak yang bersangkuran seperti mudah tersinggung, penurunan perhatian, penurunan konsentrasi, cepat emosi, dan berkurangnya daya ingat (Dewi, 2007).
Dengan demikian tidak semua penderita presbikusis dapat diatasi denga baik menggunakan alat bantuk dengar terutama pada presbikusis tipe neural. Pada
Untuk mengatasi hal ini dapat dicoba dengan cara latihan mendengar atau lip reading yaitu dengan cara membaca gerakan mulut orang yang menjadi lawan bicaranya. Penting juga dilakukan physiologic counseling yaitu memperbaki mental penderita. Disini harus dijelaskan pada keluarganya bagaimana memperlakukan atau menghadapi penderita presbkusis (Dewi, 2007).
Penderita yang mengalami perubahan koklear tetapi gangla spiralis dan
jaras sentral masih baik dapat digunakan koklear implant (Shohet, Talavera, & Gianoli, 2005).
Rehabilitasi perlu sesegera mungkin untuk memperbaiki komunikasi. Hal ini akan memberikan kekuatan mental karena sering orangtua dengan gangguan dengar dianggap menderita senilitas, yaitu suatu hal yang biasa terjadi pada orangtua dan dianggap tidak perlu diperhatikan. Rehabilitasi pada penderita presbikusis membutuhkan waktu dan kesabaran. Diperlukan gabungan ahli dari THT, audiologi, neurologi, dan psikolog untuk menangani penderita ini (Dewi, 2007).
Pemasangan alat bantu dengar merupakan salah satu bagian yang penting dalam penatalaksanaan gangguan dengar pada presbikusis agar dapat memanfaatkan sisa pendengaran semaksimal mungkin. Fungsi utamanya adalah untuk memperkuat (anplifikasi) bunyi sekitar sehingga dapat mendengar percakapan untuk berkomunikasi, mengatur nada dan volume suaranya sendiri, mendengar dan menyadari adanya tanda bahaya, mengetahui kejadian sekelilingnya, serta mengenal lingkungan. Yang terpenting adalah bunyi untuk berkomunikasi antar manusia sehingga alat ini harus dapat menyaring dan memperjelas suara percakapan manusia berkisar antara 30-60 dB pada frekuensi 500-2000 Hz (Ricketts, Chicchis, & Bess, 2001).
Alat bantu dengar terdiri dari mikrofon (penerima suara), amplifier
2.4. Audiometri
2.4.1. Audiometri Nada Murni
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya disebut nada “murni”. Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari oktaf skala C:125, 250, 500,1000,2000,4000 dan 8000 Hz. Tersedia pula
nada-nada dengan interval setengah oktaf(750,1500,3000,dan 6000 Hz). Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi(umumnya dengan peningkatan 5 dB), dan suatu transduser(earphone atau penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik menjadi energi akustik (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
2.4.1.1. Hantaran Udara Dan Hantaran Tulang
Ada dua sumber bunyi. Yang pertama adalah dari earphone yang ditempelkan pada telinga. Masing-masing telinga diperiksa secara terpisah dan hasilnya digambarkan sebagai audiogram hantaran udara. Sumber bunyi kedua adalah suatu osilator atau vibrator hantaran tulang yang ditempelkan pada mastoid(atau dahi) melalui suatu head band. Vibrator menyebabkan osilasi tulang tengkorak dan menggetarkan cairan dalam koklear. Hasil pemeriksaan digambarkan sebagai audiogram hantaran tulang, dan biasanya diinterpretasikan sebagai suatu metoda yang memintas telinga tengah, sebagai alat pengukur ”cadangan koklearis” dan mencerminkan keadaan sistem saraf pendengaran. Kelak kita akan melihat bahwa interpretasi yang terakhir ini tidak sepenuhnya akurat tapi umumnya bermanfaat (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
2.4.1.2. Ambang
2.4.1.3. Audiometri Nol Dan Rentang Intensitas
Tingkat ambang pendengaran yang didapat dari pemeriksaan pasien dibandingkan dengan audiometri “nol”. Audiometri nol adalah median ambang bunyi yang didapat dari suatu sampel yang sangat besar dari kelompok dewasa muda tanpa keluhan pendengaran, tanpa riwayat penyakit telinga dan tidak menderita flu akhir-akhir ini. Masing-masing frekuensi memiliki angka nol nya
sendiri, dan suatu alat kalibrasi nilai nol dirakitkan pada outmput audiometer. Karena “nol” untuk memeriksa pendengaran yang lebih peka. Skala yang sama tidak selalu harus digunakan. Hasil-hasil pengujian yang sudah lama mungkin berbeda dengan hasil-hasil terakhir hanya krena standar yang berbeda (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
Intensitas audiometer berkisar antara -10 dB hingga 110 dB. Jika seorang pasien memerlukan intensitas sebesar 45 dB diatas intensitas normal untuk menangkap bunyi tertentu, maka tingkat ambang pendengarannya adalah 45 dB; jika kepekaan pasien lebih dekat ke normal dan hanya memerlukan peningkatan sebesar 20 dB di atas normal, maka ambang tingkat pendengarannya adalah 20dB. Jika pendengaran pasien 10 dB lebih peka dari pendengaran rata-rata, tingkat ambang pendengarannya ditulis dalam nilai negatif atau -10 dB (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
2.4.1.4. Notasi Audiogram untuk Hantaran Udara dan Hantaran Tulang Audiogram adalah gambaran kepekaan pendengaran pada berbagai frekuensi. Pemeriksaan direkam untuk masing-masing telinga secara terpisah, dimana frekuensi merupakan aksis sedangkan intensitas sebagai ordinatnya. Simbol hantaran udara dihubungkan dengan garis penuh seperti yang tergambar pada audiogram. Simbol hantaran tulang dihubungkan dengan garis putus-putus
digunakan untuk menghindari kekacauan audiogram (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
2.4.1.5. Prosedur untuk Menentukan Ambang Pendengaran 2.4.1.5.1. Persiapan Pasien
a. Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat melihat
panel kontrol ataupun pemeriksanya. Sebagian pemeriksa lebih suka bila dapat melihat profil pasien.
b. Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone yang tepat atau dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan. Misalnya anting-anting, kacamata, topi, wig, permen karet dan kapas dalam liang telinga. Saat ini pemeriksa sebaiknya memeriksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati gerakan dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus. Perbedaan hantaran udara tulang hingga sebesar 15-30 dB telah dilaporkan sebagai akibat penyempitan liang telinga. Masalah ini dapat diatasi dengan memegang earphone bantal sirkumaural. Cara lain adalah dengan memasukkan suatu cetakan telinga ke dalam kanalis agar suatu jalan udara menuju membrana timpani dapat dipertahankan.
c. Instruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawabannya. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya.
d. Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga. Biasanya jawaban yang diminta adalah mengacungkan tangan atau juri atau menekan tombol yang menghidupkan sinyal cahaya. Pasien diinstruksikan
Gambar 2.2. Contoh Audiogram Presbikusis. Sumber: Huangn Qi and Tang Jianguo, 2010.
Gambar 2.3. Contoh Audiometri
Sumber: http://alkes-maraleksana.indonetwork.co.id/group+148628/audiometers-welch-allyn-usa.html
2.4.2. Audiometri Hambatan dan Timpanometri
Audiometri hambatan telah dianggap semakin penting artinya dalam
rangkaian pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari kelenturan(gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam
dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung bersumbat; sebagian diabsorbsi dan sisanya dipantulkan kembali ke analisis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari tabung tersebut. Satu alat pengukur pada telinga normal diperlihatkan bahwa besar energi yang dipantulkan tersebut lebih kecil dari energi insiden. Sebaliknya bila telinga terisi cairan, atau bila gendang telinga menebal, atau sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal.
Dengan demikian jumlah energi yang dipantulkan makin setara dengan energi insiden. Hubungan ini digunakan sebagai sarana pengukur kelenturan (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
Timpanogram dalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relatif sistem timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah. Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan. Individu dengan pendengaran normal atau dengan gangguan sensorineural akan memperlihatkan sistem timpano-osikular yang normal (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
2.4.3. Audiometri Bicara
Uji nada murni memberi informasi mengenai derajat gangguan pendengaran, konfigurasi audiometri dan tipe gangguan yaitu konduktif atau sensorineural. Kendati dari ambang pendengaran nada murni dapat ditarik kesimpulan dan spekulasi menyangkut kemampuan mendengar dan memahami pembicaraan, namun audiometri nada murni bukan merupakan suatu pengukur langsung dari kecakapan tersebut dan dapat saja salah. Perlunya menilai aspek komunikasi dari pendengaran menuntun kearah perkembangan rangkaian pengujian yang menggunakan pembicaraan itu sendiri sebagai rangsangnya. Perkembangan ini berlanjut dalam dua arah yang agak luas, yaitu pengukuran
2.4.3.1. Ambang Penangkapan (Penanggalan) Bicara
Ambang penangkapan bicara(APB) yang kadangkala disebut sebagai ambang pengenal atau ambang bicara(AB) adalah tingkat presentasi terlemah dalam desibel dimana pasien mampu mengenali dengan benar 50% kata-kata yang diuji. Telah dikembangkan suatu uji yang efisien menggunakan kata-kata(bersuku dua dengan tekanan yang sama) dimana hubungannya cukup baik dengan ambang
pendengaran terhadap kalimat atau suatu pembicaraan yang kontinu. Uji ambang penangkapan bicara menggunakan kata-kata bersuku dua ini merupakan metode konvensional dalam pengukuran kepekaan terhadap pemahaman pembicaraan (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
Uji dapat dilakukan dengan menggunakan rekaman kata-kata ataupun yang langsung diucapkan dan dilakukan pemantauan memakai VU meter. Reliabilitas uji yang lebih baik dicapai dengan metode yang menggunakan stimuli rekaman kata-kata. Jawaban yang lazim diminta adalah pengulangan kata-kata tersebut oleh pasien (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
2.4.3.2. Diskriminasi Bicara
Penilaian kemampuan pasien untuk mengenali pembicaraan memberikan banyak informasi. Kemampuan ini berguna dalam diagnosis dan penatalaksanaan. Telah dikembangkan sejumlah daftar kata-kata yang secara fonetis seimbang, yaitu mencerminkan insidensi relatif dari berbagai bunyi bicara dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut juga seimbang dalam hal keawaman kosakata. Daftar kata-kata diperdengarkan pada pasien pada tingkat 30 atau 40 dB diatas APB nya. Pasien akan menjawab secara verbal. Skor diskriminasi kata adalah suatu persentase berdasarkan pada jumlah kata yang dapat diulangi pasien dengan tepat (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
mendekati batas keluaran audiometer, maka uji diskriminasi seringkali dilakukan pada tingkat kekerasan bunyi yang tidak menyakitkan pasein (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
2.4.4. Audiometri Pediatrik
Kini telah jelas bahwa tahun-tahun pertama kehidupan adalah sangat
penting untuk memperoleh kecakapan berbahasa. Identifikasi dini adalah penting pada bayi dengan gangguan pendengaran dapat memperoleh bimbingan rehabilitatif ataupun pendidikan yang diperluka, dan jika keluarganya ingin mendapat bantuan. Seorang anak yang masih belum belajar bicara pada usia 12 hingga 18 bulan biasanya mencemaskan orangtuanya; kondisi ini seharusnya juga mengingatkan dokter keluarga akan risiko tinggi gangguan pendengaran dan perlunya evaluasi pendengaran (Adams, Boeis, & Higler, 2007).