BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan
pertumbuhan kegiatan produksi dan konsumsi. Pertumbuhan ini juga membawa pada penggunaan sumber semula jadi yang lebih besar dan pengeksploitasian
lingkungan untuk keperluan industri, bisnis dan aktivitas sosial. Di kota-kota besar, pengurusan sampah sering mengalami masalah. Pembuangan sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar. Karena
penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah.
Demikian juga pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir (Sicular, 1989). Selain itu, Eksploitasi
lingkungan adalah menjadi isu yang berkaitan dengan pengurusan terutama sekitar kota. Masalah sampah sudah saatnya dilihat dari konteks nasional.
Masalah sampah tidak hanya sekedar hanya bagaimana mengolah atau
mengelola sampah saja, tetapi juga terkait dengan masalah budaya / sosiologi masyarakat. Masyarakat Indonesia umumnya tidak peduli tentang sampah, suka
Paradigma yang salah ini mungkin merupakan salah satu penyebab kenapa banyak program tentang sampah yang tidak berhasil. Merubah paradigma masyarakat
tentang sampah menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari upaya-upaya penanganan sampah secara terpadu.
(http://drake1st.blogspot.com/2011/11/paradigma-masyarakat-tentang sampah_17.html)
Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan manusia yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai
maupun tidak terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan. Sampah berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya. Di kota-kota besar sampah sudah
menjamur di mana-mana dan hal ini sudah menjadi pemandangan yang biasa. Tumpukan-tumpukan sampah dibiarkan begitu saja. Bahkan, tidak sedikit pula
masyarakat yang tinggal di perumahan kumuh dan tercermin dari tumpukan sampah di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Banyaknya penduduk di suatu kota besar juga semakin meningkatnya aktivitas manusia, serta pola hidup
manusia tentu saja akan menjadi masalah lingkungan dan masalah sosial yang mempengaruhi kondisi fisik suatu perkotaan.
Manusia sebagai makhluk hidup yang tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan, dalam segala aktivitas sangat bergantung pada lingkungan sekitarnya. Namun, kesadaran dan kepekaan manusia terhadap lingkungan sangat minim
untuk terus menjaga dan melestarikan. Kurangnya kepekaan dan kesadaran manusia terhadap lingkungan melahirkan kondisi lingkungan yang berdampak
yang dihasilkan oleh aktivitas masyarakat itu sendiri. Perilaku manusia yang terkadang acuh terhadap sampah menjadi masalah lingkungan yang terus menerus
bergulir. Seperti perilaku membuang sampah tidak pada tempatnya dengan membuang sampah disekitar lingkungan tempat tinggal hingga membuang sampah ke sungai yang mengakibatkan sungai tercemar dan menjadi resiko
bencana banjir oleh masyarakat. Hal ini karena kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah yang menjadi masalah sampah hingga saat ini.
Pramudya Sunu (2001) menyatakan bahwa terdapat dua jenis bencana akibat rusaknya daya dukung lingkungan. Pertama, kerusakan karena faktor internal, yakni kerusakan yang berasal dari alam sendiri. Bagi masyarakat,
kerusakan susah dihindari sebab merupakan bagian dari proses alam. Tidak sedikit kejadiannya dalam waktu singkat, tetapi dampak atau akibat yang diterima
dalam waktu lama. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah menyiagakan diri atau mempersiapkan manajemen bencana guna meminimalkan banyaknya korban. Kedua, kerusakan karena faktor eksternal, yaitu kerusakan lingkungan yang
berasal dari perilaku manusia. Terutama beralasan demi meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidup. Kerusakan daya dukung sebagai akibat dari
kegiatan-kegiatan, seperti: industrialisasi, dan limbah rumah tangga yang di buang di sungai-sungai. (Dwi Susilo, 2012 : 31-32).
Masalah sampah yang ada di kota-kota besar tidak hanya karena
kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya dan kurang tegasnya pemerintah kota dalam mensosialisasikan dan memberi sanksi
sendiri yang menganggap sampah sebagai barang yang tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan lagi sehingga sampah berakhir dengan dibuang. Hal ini sudah
menjadi kebiasaan bagi masyarakat yang menganggap sampah sebagai barang rongsokan yang tidak bernilai, sehingga sampah hanya untuk dibuang dengan semena-mena tanpa ada tanggungjawab dari perilaku tersebut. Sehingga dari
perilaku tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan yang berdampak ke masyarakat itu sendiri. Namun, bagi masyarakat yang menganggap sampah
sebagai sesuatu barang yang memiliki nilai bagi mereka, maka masyarakat akan menjadikan sampah sebagai barang yang menguntungkan dengan cara mengelola sampah tersebut sehingga sampah tersebut mempunyai nilai bagi masyarakat.
UU No 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah jelas mengamanatkan kepada pemerintah beserta pihak-pihak terkait lainnya untuk proaktif dan lebih
responsif terhadap permasalahan pengelolaan sampah dengan kebijakan-kebijakan yang strategis dan partisipatif bagi masyarakat. Namun, realitas yang terjadi saat ini menunjukan kontradiksi antara tindakan yang dilakukan pemerintah dengan
semangat yang terkandung dalam UU No. 18 Tahun 2008, ini terindikasi dari rendahnya kesadaran aparatur pemerintahan beserta stakeholder lainnya terhadap
peranannya dalam penanganan persampahan sebagai upaya mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang baik dan berwawasan lingkungan, infektifitas instrumen hukum dalam mengarahkan pola perilaku masyarakat untuk berkoordinasi dengan
pemerintah dalam penanganan sampah, serta menurunnya kualitas pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). (rdpress.com/2010/10/03/optimalisasi
Salah satu masalah sampah yang sudah menjamur di pemukiman kota besar adalah di kota Medan. Kawasan permukiman kumuh di Kota Medan saat ini
diperkirakan mencapai 22,5% dari luas wilayah Kota Medan yang terdiri dari 88.166 unit rumah atau 13,62% dari jumlah rumah yang ada di Kota Medan. Kawasan permukiman kumuh tersebut tersebar di 145 titik lokasi, dimana pada
umumnya berada pada bantaran sungai dan rel KA terutama di pusat kota.
Masalah sampah di kota Medan cukup menjamur di beberapa daerah yang sudah tak asing lagi seperti di Sungai Deli. Sungai Deli pada awalnya merupakan jalur transportasi dan perdagangan yang penting. Airnya yang bersih pernah
dilintasi kapal-kapal layar berukuran sedang. Namun, kini kondisi Sungai Deli menjadi sungai yang tidak bernilai bagi masyarakat sekitarnya. Mayoritas
penduduk yang tinggal di bantaran Sungai Deli adalah suku Minang. Rata-rata mata pencaharian warga Sungai Deli bergerak di sektor informal.
(pemkomedan.go.id/pemerintah_program.php)
Sungai Deli yang menghubungkan tiga kabupaten, yakni Karo, Medan,
dan Deli serdang tidak bisa lagi dilayari kapal karena pendangkalan dan banyaknya sampah. Airnya pun sudah tercemar dari hulu hingga hilir. Hal ini
disebabkan dari peradaban manusia yang memulai membuang sampah di Sungai Deli dan secara terus menerus berperilaku seperti itu hingga saat ini. Masyarakat yang cenderung membuang sampah di Sungai Deli tersebut adalah masyarakat
yang bermukim di bantaran Sungai Deli salah satunya masyarakat Kampung Badur, yang pada kenyataannya masyarakat di bantaran sungai tersebut sangat
membuang sampah ke Sungai Deli tersebut. Pola pikir masyarakat yang tidak menghargai kehadiran sampah, menilai sampah hanya sebagai material yang tidak
dapat digunakan lagi sehingga sampah harus dibuang. Hal ini disebabkan karena minimnya kesadaran masyarakat terutama yang tinggal di bantaran Sungai Deli dalam memahami sampah, dengan perilaku yang semena-mena dan tidak
bertanggung jawab. Akibat dari pembuangan sampah di Sungai Deli, seringkali berakibat bagi masyarakat itu sendiri seperti, terjadi banjir besar saat hujan turun
dengan curah hujan yang tinggi hingga menghampiri rumah-rumah masyarakat Kampung Badur di bantaran Sungai Deli tersebut. Akibatnya, kerugian yang dialami warga yang dialami saat banjir terjadi cukup beragam, dari tempat tinggal
yang terendam air, prusaknya perabotan rumah mereka, hingga menimbulkan bau yang tidak sedap, serta timbulnya penyakit dari banjir air Sungai tersebut. Tentu
saja ini menjadi permasalahan kota Medan yang dikenal sebagai Ibukota yang cukup maju dari segi ekonomi. Oleh karena itu, harus ada perubahan perilaku dari masyarakat bantaran Sungai Deli untuk menangani masalah sampah. Dalam hal
ini Pemerintah Kota (Pemko) sebagai instansi yang akan membantu memfasilitasi dan membuat kebijakan-kebijakan mengenai sampah yang berkelanjutan di
masyarakat bantaran Sungai Deli.
1.2.Perumusan Masalah
Rumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu menarik, penting, dan perlu untuk diteliti.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian yang akan
dilakukan. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana makna dan perilaku terhadap sampah pada masyarakat di bantaran Sungai Deli?”.
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui makna dan perilaku terhadap sampah bagi masyarakat di bantaran Sungai Deli, khususnya pada sembilan keluarga.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah bagi
mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi maupun masyarakat pada umumnya, mengenai makna dan perilaku terhadap sampah pada
masyarakat di bantaran Sungai Deli, serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang ilmu sosiologi lingkungan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan agar penulis lebih dapat meningkatkan
informasi untuk masyarakat dan pemerintah terkait dengan masalah sampah di bantaran Sungai Deli.
1.5.Defenisi Konsep
Konsep adalah suatu hasil pemaknaan didalam intelektual manusia yang
merujuk pada kenyataan nyata ke segi empiris, dan bukan merupakan refleksi sempurna. Dalam sosiologis konsep menegaskan dan menetapkan apa yang akan
diobservasi (Suyanto, 2005: 49). Konsep yang digunakan sesuai konteks penelitian, anatara lain:
1. Makna merupakan bentuk respon dari stimulus yang diperoleh dari
perbuatan dalam interaksi yang terjalin atara individu maupun kelompok. 2. Sampah merupakan bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga
untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”. (Kamus Istilah Lingkungan,
1994).
3. Masyarakat Menurut Paul B. Horton & C. Hunt merupakan kumpulan
manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok atau
kumpulan manusia tersebut.
4. Perilaku merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
(http://dewasastra.wordpress.com/2012/03/11/konsep-dan-pengertian-perilaku/).
5. Bantaran sungai merupakan areal tanah yang terletak pada kanan dan kiri