• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sosial Budaya Terhadap Pemberian Asi Eksklusif pada Bayi di Kecamatan Medan Amplas Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Sosial Budaya Terhadap Pemberian Asi Eksklusif pada Bayi di Kecamatan Medan Amplas Tahun 2016"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) atau menyusui bayi dilakukan di berbagai lapisan masyarakat diseluruh dunia, karena banyak manfaat yang diperoleh dari

ASI Eksklusif dan praktik menyusui selama 2 tahun. Pemberian ASI Eksklusif merupakan cara pemberian makanan yang sangat tepat dan kesempatan terbaik bagi kelangsungan hidup bayi di usia 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI

sampai umur 2 tahun (Harnowo, 2012).

Pentingnya pemberian ASI Eksklusif terlihat dari peran dunia yaitu pada

tahun 2006 WHO (World Health Organization) mengeluarkan Standar Pertumbuhan Anak yang kemudian diterapkan di seluruh dunia yang isinya adalah menekankan pentingnya pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6

bulan. Setelah itu, barulah bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI sambil tetap disusui hingga usianya mencapai 2 tahun. Sejalan dengan peraturan yang di

tetapkan oleh WHO. Di Indonesia juga menerapkan peraturan terkait pentingnya ASI Eksklusif yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 33/2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Peraturan ini menyatakan kewajiban

ibu untuk menyusui bayinya sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan.

Selain itu pentingnya ASI juga terlihat pada acara dunia yaitu Pekan ASI

(2)

suatu gerakan untuk mengajak semua orang meningkatkan dukungan kepada ibu untuk memberikan bayi-bayi mereka makanan yang berstandar emas yaitu ASI

yang diberikan eksklusif selama 6 bulan pertama dan melanjutkan ASI bersama makanan pendamping ASI lainnya yang sesuai sampai bayi berusia 2 tahun atau

lebih (Depkes, 2010).

ASI Ekskusif merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi,

yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009). Khasiat ASI begitu besar seperti ASI dapat menurunkan risiko bayi mengidap berbagai

penyakit. Apabila bayi sakit akan lebih cepat sembuh bila mendapatkan ASI. ASI juga membantu pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Menurut

penelitian, anak – anak yang tidak diberi ASI mempunyai IQ (Intellectual Quotient) lebih rendah 7 – 8 poin dibandingkan dengan anak-anak yang diberi ASI secara eksklusif. Karena didalam ASI terdapat nutrien yang diperlukan untuk

pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi, antara lain: Taurin, Laktosa, DHA, AA, Omega-3, dan Omega-6 (Nurheti, 2010).

Meskipun menyusui dan ASI sangat bermanfaat, namun belum terlaksana sepenuhnya, diperkirakan 85% ibu-ibu di dunia tidak memberikan ASI secara optimal. Data mengenai pemberian ASI pada bayi di beberapa Negara pada tahun

2005-2006 diperoleh bahwa bayi di Amerika mendapatkan ASI eksklusif justru meningkat 60-70%. Pada Tahun 2010 cakupan ASI Eksklusif di India saja sudah

(3)

Menyusui artinya memberikan makanan kepada bayi yang secara langsung dari payudara ibu sendiri. Menyusui adalah proses alamiah, dimana berjuta-juta

ibu melahirkan diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang pemberian ASI. Walupun demikian dalam lingkungan kebudayaan

kita saat ini melakukan hal yang sifatnya alamiah tidaklah selalu mudah untuk dilakukan oleh para ibu-ibu menyusui. Menyusui merupakan cara pemberian

makan yang diberikan secara langsung oleh ibu kepada anaknya, namun seringkali ibu menyusui kurang memahami dan kurang mendapatkan informasi, bahkan sering kali ibu-ibu mendapatkan suatu informasi yang salah tentang

manfaat ASI eksklusif itu sendiri, tentang bagaimana cara menyusui ataupun langkah-langkah menyusui yang benar kepada bayinya, dan kurangnya informasi

yang diberikan tentang dampak apabila ASI eksklusif itu tidak diberikan dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui secara eksklusif kepada bayinya (Roesli, 2000).

Menurut Roesli (2000), bahwa fenomena kurangnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengetahuan ibu yang

kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik tentang pemberian ASI eksklusif, serta kesibukan ibu dalam melakukan pekerjaannya dan singkatnya pemberian cuti melahirkan yang diberikan oleh

pemerintah terhadap ibu yang bekerja, merupakan alasan-alasan yang sering diungkapkan oleh ibu yang tidak berhasil menyusui secara eksklusif.

(4)

psikologis, faktor kurangnya penerangan tentang manfaat ASI oleh petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan

tentang manfaat pemberian ASI, Minimnya pengetahuan masyarakat tentang ASI karena perubahan sosial budaya. Karena keinginan mengikuti modernitas, banyak

ibu-ibu yang meninggalkan ASI karena dinilai ketinggalan zaman. Permasalahan utama dalam pemberian ASI eksklusif adalah sosial budaya antara lain kurangnya

kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung, gencarnya promosi susu formula, ibu bekerja dan dukungan keluarga. Adapun kebiasaan ibu yang tidak mendukung pemberian ASI adalah

memberi makanan/minuman setelah bayi lahir seperti madu, air kelapa, nasi papah, pisang dan memberi susu formula sejak dini, orang tua dan keluarga juga

masih menyediakan dan menganjurkan pemberian susu formula dan kepercayaan seperti adanya kepercayaan kalau menyusui dapat merusak payudara dan adanya kepercayaan memberikan madu/air manis merupakan suatu ajaran agama.

Keyakinan atau kercayaan dari ibu yang kuat merupakan faktor determinan yang penting terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif

(Kurniawan, 2013). Kepercayaan atau keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, norma-norma subjektif dan kontrol perilaku (Robbins,1996). Berbagai faktor sosial budaya yang melatar belakangi perilaku pemberian ASI

eksklusif adalah berkaitan dengan kebiasaan masyarakat dalam memberikan makanan pada bayi yang baru lahir Penelitian yang dilakukan oleh Rayuni (2010)

(5)

eksklusif. Sedangkan budaya yang tidak mendukung adalah adanya pantangan dan mitos pada pemberian ASI eksklusif.

Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai suku dan memiliki sosial budaya yang beraneka ragam, hal ini berpengaruh besar terhadap

pola perilaku masyarakatnya. Perilaku yang dilatar belakangi sosial budaya tersebut ada yang positip dan ada yang negatif dipandang dari sudut kesehatan,

yang negatif tersebut merugikan program pembangunan kesehatan masyarakat. Kebudayaan adalah suatu sistem kognitif yaitu sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota

individual masyarakat. Kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat dipergunakan dalam proses-proses orientasi,

transaksi, pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata dalam masyarakat. Sehubungan dengan penggunaan konsep budaya dalam perilaku masyarakat terkait dengan prilaku kesehatan seseorang, sedikit

atau banyak, terkait dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya berkenaan dengan etiologi, terapi pencegahan penyakit.

Dapat saja seseorang memperlihatkan perilaku psikologis disamping perilaku budaya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) di wilayah kerja

puskesmas Munte Kabupaten Karo menyatakan bahwa variabel pekerjaan, pengetahuan, bisa berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif sebesar 95,7%.

(6)

berperan dalam tindakan pemberian ASI eksklusif disebabkan jika bayi belum mau menyusui, ibunya akan mengolesi madu pada puting susunya yang ditujukan

untuk menghilangkan rasa amis pada susu kuning (colostrum). Sedangkan penelitian yang sama juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, bahwa

madu, air matang dan susu formula diberikan kepada bayi yang baru lahir. Alasan pemberian makanan /minuman ini adalah ASI belum keluar, agar bayi

tidak lapar, disarankan orang tua dan ibu belum kuat menyusui (Widodo, 2001). Demikian pula kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan kepada bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian makanan tambahan pada bayi yang

berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini karena ada anggapan bahwa ASI tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat (Mutiaf, 1998).

Keterkaitan aspek sosial budaya dengan pemberian ASI dapat dilihat dengan penelitian Susilawati (2005) tentang determinasi sosial budaya pada pemberian ASI eksklusif diwilayah kerja puskesmas padang bulan dan Padang

Bulan Selayang II Kota Medan. Hasil penelitiannya menyimpulkan ada hubungan bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif, serta ada

hubungan antara sosial budaya dengan pemberian ASI eksklusif, pada penelitian ini ditemukan mayoritas sampel mendapat PASI dari Rumah Sakit maupun klinik Bersalin, tidak pernah mendapat anjuran tentang ASI eksklusif, persiapan laktasi

dan payudara. Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif berfluktuasi dan menunjukan kecendrungan menurun selama tiga tahun terakhir. Cakupan

(7)

6 bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008 (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Dari hasil penelitian United Nation Child’s Fund (UNICEF) dari tahun 2005 hingga 2011 didapati bayi Indonesia yang mendapat ASI Eksklusif selama 6

bulan pertama ialah sebanyak 32% dan didapati 50% anak diberikan ASI hingga usia 23 bulan. Tetapi persentase ini masih rendah bila dibandingakan dengan

negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan asi eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI hingga usia 23 bulan (UNICEF, 2011).

Begitu pula yang terjadi di Indonesia, data dari Sentra laktasi Indonesia mencatat bahwa berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia

2007-2010, hanya 48% ibu yang memberikan ASI eksklusif. Berdasarkan pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI dari laporan dinas kesehatan provinsi tahun 2013, sebaran cakupan pemberian ASI ekslusif pada bayi 0-6 bulan sebesar

54,3 %. Wilayah sumatera utara mencakup 41,3 %. Di Indonesia, rata-rata ibu memberikan ASI eksklusif hanya 2 bulan, sementara pemberian susu formula

meningkat 3 kali lipat. Dan berdasarkan data dari Bappenas tahun 2010 menyatakan bahwa hanya 31% bayi di Indonesia mendapatkan ASI Eksklusif hingga usia 6 bulan. Terdapat beberapa penyebab rendahnya pemberian ASI

Eksklusif yaitu belum semua Rumah Sakit menerapkan 10 LMKM (Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui), belum semua bayi lahir mendapatkan IMD

(8)

target 9.323 penyuluh, dan promosi susu Formula yang tergolong gencar (Bappenas, 2011).

Data terakhir dari Puskesmas Kecamatan Medan Amplas 15 Desember 2014 menunjukkan bahwa di Puskesmas Kecamatan Medan Amplas, cakupan ASI

Ekslusif pada daerah tersebut di tahun 2014 hingga bulan agustus hanya mencapai 15,22 % yaitu 199 bayi dari jumlah seluruh bayi yang ada di kecamatan Medan

Amplas yaitu 1307 bayi. Dari 1307 bayi tersebut terdapat 542 bayi yang tidak diketahui antara menyusui ASI Ekslusif dan tidak ASI Ekslusif dengan kata lain jumlah tersebut tidak terlapor ke puskesmas setempat. Cakupan ini diketahui jauh

lebih rendah dari target yang seharusnya dicapai, yang mana cakupan rata-rata Sumatera Utara adalah 41,3 % telah tercapai menurut pusdatin 2014.

Kecamatan Medan Amplas merupakan Kecamatan yang ada di Kota Medan yang memiliki bermacam-macam suku, 40% suku Batak Toba, 25% suku Jawa dan 30% suku Batak Mandailing dan 5% adalah suku lainnya. Di

Kecamatan Medan Amplas sejak dahulu secara turun temurun mengenal adanya kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat setiap kali ada bayi yang baru

lahir sampai bayi tersebut dapat berjalan. Salah satu kebiasaan yang sering dilakukan oleh anggota keluarga adalah dengan mengoleskan madu ke bibir bayi yang baru lahir agar bayi tersebut tidak lapar.

Sehubungan dengan hal tersebut hasil penelitian (Mutiaf, 1998) juga mengungkapkan bahwa jika bayi belum mau menyusui, ibunya akan mengolesi

(9)

hal yang tidak jauh berbeda, bahwa madu, air madu air matang dan susu formula diberikan kepada bayi yang baru lahir. Alasan pemberian

makanan/minuman ini adalah ASI belum keluar, agar bayi tidak lapar, disarankan orang tua dan ibu belum kuat menyusui (Widodo,2001).

Kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan kepada bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian makanan tambahan pada bayi yang

berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini karena ada anggapan bahwa ASI tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat (Mutiaf, 1998).

Fenomena lainnya yang terjadi di Kecamatan Medan Amplas pada

sebagian besar ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya terkait dengan kebiasaan ibu-ibu dengan pantangan makanan-makanan tertentu,

yaitu kepercayaan tentang makanan yang apabila dikosumsi oleh ibu akan menyebabkan bayinya sakit, diyakini oleh para ibu-ibu menyusui ini terdapat kuman pada susunya, makanan yang dimaksud contohnya seperti sayur terong,

udang, cumi-cumi, ikan tongkol, makanan- makanan ini dianggap pantang untuk dikosumsi oleh ibu-ibu yang sedang menyusui, bahkan ada sebagian ibu-ibu yang

sedang hamil sudah melakukan pantangan makanan-makananan yang dimaksud karna takut terulang akan mengalami hal yang sama dengan bayinya kelak, dan ada yang melakukannya karna perintah dari orang tua.

Kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Medan Amplas yang tergolong unik yaitu kebiasaan memberikan bayi gula apabila ada

(10)

bertamu. Masyarakat di Kecamatan Medan Amplas sendiri tidak tahu sejak kapan tradisi ini ada dan disebut dengan nama apa. Namun masyarakat tersebut

menganggap kebiasaan ini baik dilakukan agar kelak bayi yang di berikan makan-makanan yang manis seperti gula akan baik tutur bahasanya dan disenangi banyak

orang dan orang yang memberikan gula kepada bayi tersebut untuk dimakan akan diberikan kelancaran rezeki. Kebiasaan ini jelas membuat pemberiana ASI

Eksklusif tidak sempurna sehingga membuat ibu berfikir untuk tidak melanjutkan pemberian ASI saja sampai usia bayi 6 bulan dan memberikan bayi susu formula. Di tambah lagi karena para ibu bekerja yang menitipkan bayi nya kepada

pengasuh, sehingga tidak memiliki pilihan lain selain susu formula.

Ibu menyusui di Kecamatan Medan Amplas juga memiliki pantangan

makanan yang tidak boleh dikonsumsi selama menyusui seperti makanan laut yaitu ikan tongkol, ikan gembung, cumi dan udang serta jenis sayuran seperti terong yang tidak boleh dikonsumsi karena dianggap dapat menyebabkan ASI

menjadi amis dan dapat menimbulkan alergi pada kulit bayi yang meminum ASI ibu tersebut, namun sebagian ibu menyatakan tidak mengikuti pantangan makanan

tersebut karena merasa sangat ingin makan yang enak namun setelah mengkonsumsi ibu merasa bersalah karena takut ASInya menjadi amis dan berbahaya untuk bayi yang meminumnya. Saat ibu merasa ASInya sudah tidak

baik ibu tidak memberikan ASInya kepada bayinya melainkan memerah ASInya dan dibuang. Saat bayi merasa lapar dan haus ibu memberikan madu kepada bayi

(11)

Kecamatan Medan Amplas memiliki 7 kelurahan yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Amplas. Rata-rata cakupan ASI per kelurahan dapat dinyatakan

2,17 % saja. Pemberian ASI dipengaruhi oleh pengetahuan ibu, petugas kesehatan, budaya dan ekonomi (Suharjo,1992). Pengetahuan ibu dalam hal ini

dapat dilihat dari pendidikan sang ibu. Sosio budaya keluarga dari sang ibu juga dinilai dapat menggagalkan pemberian ASI secara Ekslusif pada bayi pula, dalam

lingkungan yang ada dalam kecamatan Medan Amplas terdapat kebiasaan dimana bayi yang baru datang mengunjungi rumah sanak saudara akan diberikan gula kepada bayi tersebut, padahal bayi itu masih dibawah umur 6 bulan. ASI Ekslusif

adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa pemberian makanan tambahan lainnya.

Berdasarkan survei pendahuluan di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan sosio budaya ibu menyuusi terhadap pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas. Maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana hubungan sosioal budaya ibu menyusui terhadap pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor

(12)

Kecamatan Medan Amplas tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum diatas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pola pemberian ASI eksklusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

c. Untuk mengetahui hubungan nilai/ norma ibu dengan pemberian ASI Ekslusif

pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

d. Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif

pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

e. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

f. Untuk mengetahui hubungan pendapatan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

g. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Sosio Budaya Ibu Menyusui terhadap Pemberian ASI Ekslusif pada Bayi di Kecamatan Medan

(13)

1. Bagi ibu hamil dan ibu nifas, perlunya sosialisasi/KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang bagaimana penting dan manfaat pemberian ASI Ekslusif

agar dapat memberikan ASI eksklusif pada bayi

2. Bagi kepala puskesmas, sebagai informasi/ masukan bagi puskesmas sesuai

dengan target dalam upaya peningkatan pencapaian ASI Eksklusif dengan sosialisasi dan advokasi pemberian ASI eksklusif terhadap ibu hamil dan ibu

menyusui

3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi peneliti sejenis dan berkelanjutan yang dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

• For the pollen grains to reach the ovules and fertilize them, a pollinating midge must carry the pollen from the father flower to the mother flower.

Mobil Ambulance dapat digunakan oleh seluruh warga Padang selama mobil siap pakai di dalam garasi (tidak sedang digunakan untuk kepentingan yang sama oleh pengguna lain atau

Sehubungan dengan itu, aktiviti kumpulan dalam konteks kurikulum tersirat ini dapat mengeratkan hubungan murid yang pelbagai kaum dan budaya serta memupuk nilai dan kesedaran

[r]

Penulis menggunakan metode studi kepustakaan dan melakukan studi lapangan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk membuat aplikasi pengolahan data nilai rapor di

[r]

[r]

[r]