8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori LSF yang dikembangkan oleh Halliday (1994), Martin (1997), dan para pakar LSF lainnya yang menulis teori ini berbahasa Indonesia oleh Saragih (2003) dan Sinar (2003, 2012).
Dalam penggunaan bahasa sebagai semiotik sosial yang terjadi dari tiga unsur (yang juga disebut tiga tingkat), yakni ‘arti, bentuk, dan ekspresi, yang secara teknis disebut semantik, tata bahasa (lexicogrammar) dan fonologi (lisan), grafologi (tulisan), atau isyarat (sign). Berbeda dengan semiotik umum, semiotik bahasa terjadi dari tiga komponen itu, yakni arti (semantik), bentuk (tata bahasa), dan ekspresi, yang berupa bunyi, tulisan, atau isyarat. Arti direalisasikan oleh bentuk dan selanjutnya bentuk direalisasikan ekspresi (Saragih, 2006:227). Ketiga unsur bahasa membentuk semiotik yang terhubung dengan realisasi, yakni ‘arti’ atau semantik direalisasikan oleh bentuk atau lexicogrammar (lexis adalah kosa kata dan grammar adalah tata bahasa), dan selanjutnya bentuk diekspresikan oleh bunyi (phonology) dalam bahasa lisan atau sistem tulisan (graphology) dalam bahasa tulisan. Hubungan ketiga unsur ini dalam persepsi bahasa sebagai semiotik sosial (Halliday, 1985:3).
dalam semiotik konteks sosial. Metafungsi bahasa mempunyai tiga komponen; ideasional, interpersonal dan tekstual model yang dikemukakan oleh Halliday (1985,1994). Teori metafungsi bahasa ini kemudian dikembangkan oleh Kress dan van Leeuwen (1996,2006) dan menciptakan teori metafungsi visual; representasi sebagai fungsi ideasional, interaksional sebagai fungsi interpersonal dan komposisi sebagai fungsi tekstual. Teori inilah yang digunakan untuk menganalisis teks multimodal mangayun, sedangkan hubungan inter-semiotik logis teks multimodal (verbal dan visual) memakai model analisis Liu Y dan O’Halloran (2009)
2.1.1 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)
Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dikembangkan oleh Halliday (1994), Martin (1997), Saragih (2003) dan Sinar (2008). Teori ini adalah salah satu aliran dalam disiplin linguistik yang memperkenalkan tentang sistem fungsional dan teori sistemik. Teori LSF Halliday ini berbeda dengan teori sistemik bahasa yang memandang bahasa sebagai bagian dari fenomena sosial yang berhubungan dengan konteks sosial dalam pemakaian bahasa. Seperti yang dikemukakan oleh Sinar (2008: 19-24), teori sistemik melingkup fungsi, sistem, makna, semiotika sosial, dan konteks bahasa. Dengan kata lain, linguistik dan teori sistemik adalah dasar utama pengkajian bahasa.
adalah komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna. Halliday menyatakan terdapat tiga komponen utama dalam menciptakan fungsi, yakni komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional berhubungan dengan bagaimana pengguna bahasa memahami lingkungan sosial. Komponen interpersonal berhubungan dengan bagaimana bahasa digunakan dalam interaksi sosial. Komponen tekstual berhubungan dengan interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Sinar, 2008:20). Artinya semua pemakaian bahasa dalam kehidupan manusia memiliki fungsi atau tujuan.
Bahasa sebagai sistem mempunyai arti bahwa bahasa bersama-sama dengan sistem sosial lainnya bekerja dalam menciptakan makna (Halliday dan Hasan, 1992:5). Sistem makna bahasa atau sistem semantik dipahami bukan semata-mata sebagai makna kata-kata, tetapi merupakan sistem bahasa secara keseluruhan. Sistem semantik menyediakan pilihan-pilihan semantik yang dapat digunakan oleh pemakai bahasa dalam berinteraksi dengan pihak lain, di mana sistem semantik ini berhubungan langsung dengan sistem-sistem lainnya yang berada di sekitar ide interaksi tersebut (Sinar, 2008:19). Dengan kata lain, bahasa itu tersusun, teratur dan berpola yang dibentuk oleh komponen-komponen yang berhubungan secara fungsional dan membentuk makna.
alat untuk berkomunikasi yang tidak terlepas dari arti atau makna dari setiap perkataan dan perbuatan baik berupa ujaran dan juga tulisan.
Bahasa sebagai semiotika sosial adalah bahasa sebagai sistem makna (Halliday dan Hasan, 1992:4). Semiotika sosial melihat tanda dalam arti yang lebih luas, yakni sebagai suatu sistem tanda yang merupakan bagian tatanan-tatanan yang saling berhubungan sebagai pembawa makna dalam budaya. Sehingga, bahasa dalam semiotika sosial mendapatkan maknanya melalui interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan sosial pula (Halliday dan Hasan, 1992:4-6). Bahasa sebagai semiotika sosial berhubungan dengan penggunaan bahasa bersama-sama dengan sistem makna lainnya dalam menciptakan kebudayaan (Halliday dan Hasan, 1992:5). Dengan kata lain, bahasa berperan membentuk pengalaman secara simbolik, kode atau tanda dengan pemakainya.
Pengalaman-pengalaman manusia sebagai bagian dari dimensi sosial merupakan awal dari munculnya gejala bahasa, oleh karena itu penting untuk melihat bahasa dari sudut pandang dimensi sosial yang melingkupinya. Lingkungan sosial merupakan tempat terjadinya pertukaran makna. Oleh sebab itu, proses pertukaran makna adalah sesuatu yang bersifat kontekstual, artinya penggunaan bahasa sebagai alat interaksi sosial untuk menciptakan makna dari sederetan sistem makna yang tersedia secara keseluruhan berhubungan dengan konteks yang melatarbelakangi interaksi tersebut (Halliday dan Hasan, 1992:6).
dekat dengan bahasa dalam sistem semiotik sosial (Saragih, 2011:187). Artinya bahasa adalah hasil dari konteks dan tidak ada bahasa tanpa konteks sosial. Dan konteks budaya adalah situasi dimana budaya mengontrol apa yang boleh dilakukan, siapa yang melakukan dan bagaimana melakukan sesuatu (Saragih, 2011:188). Dengan kata lain, keseluruhan budaya dan situasi dimana terjadinya interaksi atau tempat menggunakan bahasa. Sedangkan konteks ideologi adalah sistem konsep atau citra yang membuat sebuah komunitas memahami dan menginterpretasikan apa yang dilihat, didengar dan dibaca. Artinya tidak ada pandangan, pendapat yang tidak mempunyai ideologi.
2.2.2 Metafungsi Bahasa
Metafungsi bahasa adalah bentuk-bentuk internal bahasa yang membentuk tatabahasa. Dengan mengamati metafungsi bahasa dapat dilihat hubungan bahasa dengan dunia luar bahasa, yakni lingkungan sosial bahasa dan bagaimana bahasa digunakan dalam interaksi sosial (Sinar, 2008:28). Tatabahasa dalam pandangan LSF adalah teori pengalaman manusia, dimana pengalaman tersebut direpresentasikan, dihubungkan, diubah, dan diorganisasikan (Saragih, 2006:7). 2.2.2.1 Metafungsi Bahasa Verbal Halliday (1985, 1994)
Proses merupakan inti atau pusat di dalam klausa, proses setara dengan verba atau kata kerja (Saragih, 2011:83). Dengan kata lain, proses direalisasikan oleh kelompok verba, partisipan direalisasikan oleh kelompok nomina, dan sirkumstan oleh kelompok keterangan dan frasa preposisional. Ada enam proses yaitu proses material, verbal, relasional, mental, wujud, dan perilaku ( Eggins, 1994:229; Halliday, 1994: 107-139; Halliday and Matthiessen, 2004:171-206). Tiga proses primer, yaitu material (proses kegiatan yang menyangkut fisik dan nyata dilakukan oleh pelakunya (Eggins, 1994; 227)) misalnya berlari, dan bermain. Mental (Proses mental adalah proses kegiatan yang terjadi di dalam diri manusia, menyangkut kognisi, emosi dan persepsi) misalnya berpikir dan membenci (Halliday, 1994: 107; Halliday and Matthiessen, 2004:171) dan relasional (Proses yang menghubungkan satu entitas dengan entitas lainnya) misalnya adalah, ialah dan menjadi. Tiga proses skunder, yaitu tingkah laku (proses tingkah laku merupakan aktivits atau kegiatan yang menyatakan tingkah laku manusia berkaitan dengan fisiologis atau badan manusia) misalnya tidur dan senyum. Verbal (proses yang menyatakan informasi) misalnya berkata dan meminta, dan wujud (proses yang menunjukkan keberadaan entitas atau maujud) (Eggins, 1994: 254) misalnya ada, dan wujud.
Tabel 2.1 Label Proses dan Partisipan (Saragih, 2011:93) Jenis Proses Partisipan I Partisipan II Material
Unsur sirkumstan merupakan salah satu elemen dalam sistem transtivitas. Unsur sirkumstan menambah informasi tentang waktu (kapan), tempat (dimana), cara (bagaimana), dan alasan, sebab (mengapa, untuk apa, siapa). Unsur inti sirkumstan (Halliday, 2004:262) adalah lokasi, alasan, cara/keterangan, dan waktu.
2.2.2.2 Metafungsi Bahasa Visual Kress dan van Leeuwen (1996, 2006)
Sejalan dengan penjelasan Halliday (2004), dan Liu O’Halloran (2009), Kress dan van Leeuwen (2006: 40-41) menjelaskan metafungsi bahasa yang dikaitkan dengan multimodal, metafungsi bahasa meliputi tiga komponen.
1. Komponen representasi: setiap sistem semiotik memiliki kemampuan untuk merepresentasikan aspek-aspek pengalaman dunia di luar sistem tanda baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, sistem semiotik harus mampu untuk merepresentasikan objek dan hubungannya dengan dunia di luar sistem representasi tersebut yang mungkin memiliki sistem tanda yang lain. Dengan cara itulah, sistem semiotik ideasional memberikan pilihan-pilihan untuk merepresentasikan objek dengan cara yang berbeda, agar cara-cara ini dapat saling berhubungan satu sama lain.
repr
Bagan 2.1 Variables of Representational Analysis in Visuals (Kress dan van Leeuwen 1996, 2006)
Komponen representasi dalam metafungsi visual meliputi; proses, partisipan dan sirkumtan.
(1) Proses dibagi menjadi narrative analysis (analisis naratif) dan conceptual analysis (analisis konseptual). Analisis narratif terdiri atas (a) proses tindakan
(action), proses tindakan terbagi dua yaitu, proses tindakan transaksional dan
non-transaksional. Proses tindakan transaksional/ verba intrasitif artinya kata
kerja yang memerlukan objek (aktor dan gol). Sedangkan proses tindakan
non-transaksional sama halnya dengan verba transitif artinya kata kerja yang
tidak memerlukan objek. (b) Proses reaksional, Proses reaksional dalam
metafungsi visual adalah ketika vektor dibentuk oleh garis mata, dan arah
pandangan dari satu atau lebih yang berarti ada reaksi. (c) Proses mental,
proses mental dalam metafungsi visual berbentuk vektor yang dapat diamati
di komik: berupa balon/gelembung berpikir yang menghubungkan senser dan
fenomenon. (d) Proses verbal dalam metafungsi visual berbentuk vektor
berupa balon/gelembung dialog yang menghubungkan sayer dan ucapan. (e)
Proses konversi, gol sebagai partisipan satu-atunya. Sedangkan analisis
konseptual terdiri atas (a) analytical (analitik), dalam metafungsi bahasa
sama dengan proses relasional kepemilikan, (b) symbolic attribute (penanda
attribut), dalam metafungsi bahasa sama dengan proses relasional
identifikasi, dan (c) Classifical (pengelompokan) dalam metafungsi bahasa
sama dengan proses relasional attribut (Kress dan Van Leeuwen, 2006:63).
(2) Partisipan adalah orang, atau sesuatu bahkan tempat yang ada dalam analisis gambar partisipan merupakan objek yang paling menonjol, melalui ukuran,
fokus ketajaman. (a) Proses action (tindakan) memiliki aktor sebagai partisipan I dan gol sebagai partisipan II. (b) Proses reaksi dengan partisipan I
disebut reactor, dan partisipan II disebut fenomena. Reactor adalah partisipan
yang melakukan proses baik manusia atau binatang, sedangkan fenomena
dapat dibentuk partisipan lain. (c) Proses mental memiliki partisipan I senser
dan partisipan II fenomenon. (d) Proses verbal terdiri dari sayer sebagai
partisipan I dan ucapan (utterance) sebagai partisipan II. (e) Proses konversi,
partisipan satu-satunya adalah gol. (f) Partisipan analytical (analitik) adalah
carrier (pemilik) sebagai pertisipan I dan possessive attribute (milik) sebagai
partisipan II (b) symbolic attribute (penanda identitas) dengan partisipan I
adalah (superordinate) penanda dan partisipan II adalah (subordinate)
petanda (c) Classifical (pengelompokan) dalam metafungsi bahasa sama
dengan proses relasional attribute dengan partisipan I adalah (carrier)
penyandang dan partisipan II adalah (symbolic attribute) atribut (Kress dan
Van Leeuwen, 2006:47).
(3) Sirkumtan pada metafungsi visual, adapun sirkumtan pada metafungsi visual adalah (a) lokasi berkaitan dengan tempat proses itu terjadi, (b) alat berkaitan
dengan sarana proses dibentuk oleh alat dengan tindakan yang dijalankan
biasanya juga membentuk vektor. (c) Penyerta berkaitan dengan proses di
mana dua benda wujud dapat disatukan sebgai dua unsur. (Kress dan van
Leeuwen, 2006:72)
tersebut. Dengan kata lain, sistem semiotik harus mampu memproyeksikan sebuah hubungan sosial diantara pencipta, pemirsa (yang menerima tanda), dan objek yang direpresentasikan oleh tanda tersebut. Dalam sistem semiotik ditawarkan hubungan interpersonal yang berbeda. Kress memberi contoh satu bentuk dari reperesentasi visual dalam gambar. Seseorang yang difoto mungkin secara semiotik berkomunikasi dengan fotografer. Disini dapat terjadi suatu proses interpersonal antara orang yang difoto dengan orang-orang yang nantinya melihat fotonya, atau mungkin juga tidak ada proses interaksi jika yang melihat foto, menganggap foto itu sebagai ‘cermin’ bayangan diri sendiri.
Table 2.2 Interactive Meanings (Interpersonal) Adapted from The Grammar of Visual Design (1996, 2006)
Interaksional
Vertical angle (viewer power and represented participant power
Modality
colour 1) Colour saturation
2) Colour differentiation 3) Colour modulation Contextualization 1) Absence of background
2) Full detail
Representation 1) Maximum abstraction 2) Maximum Representation
Depth 1) Absence of depth
2) Maximally deep
perspective
Illumination 1) Full representation of
light and shape
2) Absence of light and
shape
Brightness 1) Maximum brightness
Komponen interpersonal meliputi; contact (kontak), social distance (jarak sosial), point of view (sudut pandang ) dan modality (modalitas).
(1) Contact (kontak) terdiri atas; 1) image art; (a) demand (goods/services)
adalah interaksi langsung antara partisipan dengan khalayak diwujudkan melalui kontak mata yang menatap kepada penyaksi, (b) offer (information) adalah adanya pandangan penyaksi. 2) Gaze (tatapan); direct (langsung) artinya tatapan dari partisipan langsung dan indirect (tidak langsung)
sebaliknya tatapan dari partisipan tidak langsung.
(2) Social distance (jarak sosial) meliputi size of frame (ukuran frame); (a) intimate/personal adalah tampilan personal, (b) social dan equality adalah
cara pengambilan elemen visual pada teks dengan memberikan informasi kepada khalayak bahwa produk tersebut adalah produk yang dapat dimiliki dengan mudah dan realisasinya dapat ditemukan pada call and visit
information, (c) impersonal adalah tampilan umum.
(3) Point of view (sudut pandang) meliputi; subjective image; (a) horizontal angle; involvement (sudut frontal), detachment (sudut miring), (b) vertical
angle; viewer power (pandangan menjadi kuat), represented participant
power (pandangan menjadi lemah).
(4) Modality/modalitas membahas tentang tingkatan warna, tingkatan warna
berlatar menjadi berlatar jelas, (5) representasi, warna yang direpresentasikan dari hal yang abstrak menjadi detail, misalnya: helai pada rambut, pori-pori di kulit, lipatan di pakaian, daun di pohon (6) kedalaman, skala berjalan dari tidak adanya kedalaman perspektif menjadi perspektif yang dalam (7) penerangan, skala berjalan dari representasi sepenuhnya dari permainan cahaya dan bayangan untuk ketiadaan di sisi lain, abstrak dari pencahayaan menunjukkan bayangan (8) kecerahan, artinya perbedaan warna tingkat terang hitam dan putih atau abu-abu gelap, misalnya kulit hitam atau putih cerah.
Tabel 2.3 Penanda Modalitas pada Data Visual (Kress dan van Leeuwen, 2006:160-162)
Penanda modalitas modalitas tinggi modalitas rendah Saturasi warna saturasi netral hitam dan putih
Keragaman warna beragam tidak beragam
Perubahan warna penuh bayangan tidak berbayangan Kontekstualisasi konteks yang jelas kontek abstak
Representasi detail abstrak
Kedalaman perspektif yang jelas perspektif abstrak
Penerangan bercahaya tidak bercahaya
Kecerahan tingkat kecerahan tidak cerah
dan teks visual. Komponen tekstual pada metafungsi teks multimodal berkaitan tentang komposisi (kress dan van Leeuwen, 2006:177).
(1) Nilai informasi, menghubungkan dua partisipan dalam gambar yang dapat memberikan nilai informasi spesifik tentang apa saja yang ada di gambar yang dilihat baik dari kanan,kiri,atas, bawah, tengah dan samping, meliputi;
centred adalah unsur pusat yang diletakkan di tengah terdiri atas triptych
sebagai non-central yang diletakkan disisi kanan, kiri, atas dan bawah.
Circular sebagai non-central yang diletakkan, atas, bawah atau samping.
Kemudian, jika informasi disajikan di sebelah kiri menjadi informasi given dan jika informasi disajikan sebelah kanan menjadi informasi new.
(2) Salience (tonjolan), unsur partisipan dan represententasi dibuat untuk menarik
perhatian penonton dengan derajat yang sebagai penempatan latar belakang, latar depan, ukuran yang relative, kontras dalam nilai warna, dan perbedaan ketajaman.
(3) Framing (bingkai), kehadiran atau ketidakhadiran alat bingkai direalisasikan
oleh unsur yang menciptakan batas garis atau garis bingkai tidak berkaitan atau berkaitan dengan gambar, memberi tanda bahwa mereka adalah bagian atau bukan bagian (Kress dan van Leeuwen, 2006:177).
Kress dan van Leeuwen menyimpulkan realisasi atas ketiga metafungsi di atas untuk bahasa visual sebagai berikut;
Tabel 2.4 Realisasi Komponen Metafungsi Visual Komponen Metafungsi Realisasi
Ideasional Representasi Interpersonal makna interaksi
2.2 Mangayun
2.2.1 Pengertian Mangayun
Mangayun adalah adalah kegiatan biasa yang dilakukan ibu-ibu ketika
menidurkan anaknya, sehingga mangayun menjadi sebuah bentuk upacara adat terhadap anak-anak. Upacara mangayun ini disertai dengan lagu-lagu yang berisi puji- pujian kepada Nabi Muhammad, berisi nasehat, petuah dan do’a. Menurut Effendi (dalam Nasution 2008:3) acara mengayun anak- anak atau bayi dilaksanakan secara beramai-ramai diiringi nyanyian lagu- lagu berisi nasehat, petuah, dan doa. Lagu-lagu itu biasanya dilantunkan oleh ibu- ibu dan remaja putri. Ayunan yang digunakan dalam acara ini biasanya lebih besar dari ayunan biasa dan dihiasi dengan kertas, pita, dan kain beraneka warna. Artinya
Mangayun adalah upacara yang dilakukan untuk bayi yang baru berusia beberapa
hari dan digabungkan dengan upacara rambut bayi merupakan kegiatan awal dari acara ini. Upacara mangayun ini disertai dengan lagu- lagu yang berisi puji- pujian kepada Nabi Muhammad, nasehat atau petuah dan do’a, yang sarat akan makna dan nilai religius.
2.2.2 Teks Multimodal Mangayun
informasi dalam konteks situasi yang bentuk teks (lisan dan tulis) maka terjadi proses pemahaman makna dalam otak agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap makna. Seiring dengan pengertian teks sebagai hasil dan proses, sama halnya dengan teks dalam mangayun yang merupakan hasil yang berwujud dan dihasilkan dari proses yang berkaitan dengan konteks situasi.
2.2.2.1 Teks Multimodal
Multimodal adalah semua interaksi, artinya multimodal menekankan bahwa semua sarana komunikasi memainkan peranan penting baik itu verbal maupun visual karena bahasa mengandung makna, konten atau isi yang informatif. Menurut O’Halloran dan Smith (2009:32) menyatakan multimodal termasuk analisis segala jenis komunikasi yang mempunyai teks interaksi dan interaksi dua atau lebih sumber semiotik atau sarana komunikasi untuk mencapai fungsi komunikatif teks tersebut. konsep multimodal Anstey and Bull (2010:2) berpendapat bahwa
A text may be defined as multimodal when it combines two or more semiotic systems. There are five semiotic systems in total:
1. Linguistic: comprising aspects such as vocabulary, generic structure and the grammar of oral and written language
2. Visual: comprising aspects such as colour, vectors and viewpoint in still and moving images
3. Audio: comprising aspects such as volume, pitch and rhythm of music and sound effects
4. Gestural: comprising aspects such as movement, speed and stillness in facial expression and body language
5. Spatial: comprising aspects such as proximity, direction, position of layout and organisation of objects in space.
1) Linguistik terdiri dari aspek-aspek a) kosa kata, b) struktur generik dan c) tata bahasa dari bahasa lisan dan tertulis
2) Visual: terdiri dari aspek-aspek seperti a) warna, b) isyarat dan c) sudut pandang dalam diam dan gambar bergerak
3) Audio yang terdiri dari seperti volume, nada dan irama musik dan suara efek, seperti suara lantang, lembut dan mendesah
4) Gestural: terdiri atas aspek-aspek seperti bahasa tubuh, kecepatan, ketenangan dalam ekspresi wajah, sentuhan dan gerakan tubuh, seperti cara duduk, mendengar, melihat, bergerak, berdiri dan memegang kepala yang dapat menghasilkan kesan perhtian terhadap sesuatu atau tidak tertarik dan kebingungan. Kemudian sentuhan (touch), seperti jabatan tangan, menepuk bahu, mengusap rambut, berpelukan yang memberi makna akrab dan intim. 5) Spasial: meliputi aspek-aspek jarak (space), arah dan posisi tata letak
Sistem makna visual merupakan sistem semiotik lain yang secara independen ataupun bersama-sama dengan bahasa verbal menciptakan kebudayaan. Produk-produk kebudayaan yang dihasilkan oleh sistem makna ini dapat ditemukan dalam berbagai produk, misalnya media massa dan iklan (Kress dan Leeuwen, 2006:15).
2.2.2.2 Teks Mangayun
Teks atau nyanyian mangayun dalam masyarakat Mandailing awalnya menggunakan teks berbahasa Arab, yang berisi puji-pujian kepada Nabi Muhammad, misalnya Tolaa ‘al badru ‘alayna (telah terbit rembulan) dan
Marhaban, sehingga konteks situasi dan budaya mengubah ideologi masyarakat
Mandailing dan melahirkan nyanyian khusus mangayun berdasarkan budaya dan ideologi masyarakatnya.
Berikut contoh teks mangayun:
Sholaatulloh salaamulloh.. sholaatulloh salaamulloh ‘ala toha rosullillah Sholaatulloh salaamulloh.. sholaatulloh salaamulloh ‘ala yaasiin habibillah
Diayun Ho Amang Diayun
‘diayun’ ‘kamu’ ‘nak’ ‘diayun’ ‘kamu diayun anakku’
Diayun dibue- bue
‘diayun’ ‘di nina bobokkan’ ‘diayun di nina bobokkan’
Ho do Amang si ubat Lungun
‘kamu lah’ ‘nak’ ‘obat’ ‘rindu’ ‘kamu lah nak obat rindu’
Jadima Ho Anak na soleh
Diayun Ho Amang Diayun
‘diayun’ ‘kamu’ ‘nak’ ‘diayun’
Sareto Mandok Syukur tu Tuhan
‘Seraya’ ‘mengucap’ ‘syukur’ ‘kepada Tuhan’ ‘seraya mengucap syukur kepada Tuhan’
Malum Nyae Sombu lungun
‘Sembuh’ ‘penyakit’ ‘sembuh’ ‘rindu’ ‘sembuh penyakit sembuh rindu’
Horas Torkis Markahirasan ‘Horas’ ‘torkis’ ‘berkelanjutan’
‘sehat- sehat selalu’
2.2.3 Perlengkapan Mangayun
Tradisi mangayun mempunyai beberapa perlengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upacara adat mangayun antara lain sebagai berikut: (1)
anggunan (ayunan), Ayunan dibuat dari tapih bahalai atau kain sarung wanita
2.2.4 Tahapan atau Prosesi Mangayun
Pelaksanaan upacara mangayun ini biasanya dilangsungkan pada pagi hari di rumah pihak ayah anak (kahanggi) tidak boleh di rumah pihak ibu (mora). Acara mangayun dimulai dengan pembacaan sholawat oleh para hadirin (mora,
kahanggi dan anakboru) sekaligus bayi atau anak dibawa mengelilingi warga
yang hadir dengan digendong oleh nenek atau kakek dari pihak ayah, hadirin (mora, kahanggi dan anakboru) akan memercikkan minyak wangi dengan daun pisang yang diikat dengan tujuan agar bayinya mendapat barokah. Kemudian memberi nama dan menggunting rambut bayi. Setelah itu bayi diletakkan dalam ayunan dan bayi diayun diiringi dengan nyanyian mangayun.
Pada acara mangayun ini, ayunan ada dua. Anak yang diayun sebelah kanan dari keluarga atau hadirin yang hadir agar memudahkan melihat dan bersentuhan langsung dengan anak yang diayun. Kemudian ayunan yang sebelah kiri diletakkan anak secara bergantian mulai dari kaum kahanggi, anakboru dan
mora secara bergantian. Tidak ada pakaian khusus yang digunakan anak-anak
dalam acara mangayun ini hanya ada satu perlengkapan khusus dalam acara ini yaitu paroppa panjakki (kain panjang adat batak) yang digunakan setiap ibu menggendong anak yang hendak diayun. Acara mangayun diakhiri dengan lantunan do’a keselamatan. Setelah itu, warga akan disuguhi makanan dan minuman.
2.3 Hubungan Inter-Semiotik Logis antara Teks Verbal dan Visual
metafungsi dalam teks verbal dan teks visual. Liu Y dan O’Halloran (2009: 32), merumuskan hubungan logis tersebut sebagai Inter-semiotic Logical Relations:
Tabel 2.5 Inter-semiotic Logical Relations (Liu Y dan O’Halloran, 2009: 32)
Logical Relations Meaning
Comparative Generality Similiarity
Abstraction
Additive Addition
Consequential Consequence Cause
Contingency Purpose
Temporal/Time Successive
Comparative atau hubungan perbandingan adalah suatu hubungan yang
berfungsi untuk mengorganisasikan makna logis dengan memperhatikan kesamaan antara teks verbal dan teks visual dalam suatu teks multimodal. Kesamaan dalam hubungan ini ditandai dengan adanya perbedaan tingkat keumuman dan abstraksi yang dimiliki oleh masing-masing komponen metafungsi (Liu Y dan O’Halloran, 2009: 24-25).
Additive adalah hubungan antara teks verbal dan teks visual yang sifatnya
saling melengkapi. Dalam hubungan Additive, teks verbal dapat memberikan informasi terhadap teks visual atau sebaliknya, teks visual yang memberikan informasi terhadap teks verbal. Karena itu, dalam sebuah teks multimodal, makna dari dua model teks yang berbeda dapat digabungkan (Liu Y dan O’Halloran, 2009: 25).
Contingency adalah suatu hubungan yang mengacu pada efek yang tidak pasti
(Liu Y dan O’Halloran, 2009: 27-30).
Hubungan Temporal/time dalam suatu teks multimodal ditandai oleh genre prosedur dan pengulangan. Pesan teks verbal dan visual dalam teks ber-genre prosedur dapat saling melengkapi satu dengan yang lain. Hubungan temporal yang ditandai oleh genre prosedur berbentuk instruksi-instruksi dalam teks prosedur, sedangkan hubungan temporal yang ditandai dengan pengulangan adalah teks tersebut diproduksi berulang-ulang atau berkali-kali (Liu Y dan O’Halloran, 2009:30-31).
2.4 Penelitian Relevan
Penelitian terdahulu dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian utama, yaitu kajian terhadap berbagai teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian ini. Teori-teori yang digunakan sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini adalah teori mengenai Linguistik Fungsional Sistemik (LFS), metafungsi visual dan hubungan intersemiotik logis model Liu Y dan O’Halloran. Sedangkan hasil penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian ini adalah berbagai penelitian dalam bidang linguistik dan tradisi, khususnya mangayun.
dengan menggabungkan ketiga aspek tersebut, maka tujuan promosi dapat dicapai, (3) unsur-unsur multimodal tersebut tidak persis dimiliki oleh semua film
trailer bergenre aksi. Hasil penelitian bertujuan untuk meningkatkan tujuan
promosi, dan mereka terbentuk dengan menggabungkan elemen verbal, visual, dan aural yang terkandung dalam film trailer itu sendiri, unsur-unsur multimodal tersebut tidak digunakan secara kronologis atau sistematis di dalam semua film
trailer karena produser film trailer yang berbeda, biasanya memiliki tujuan dan
cara yang berbeda di dalam menyampaikan tujuan promosinya.
Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih et al. (2014) dalam jurnal Publika Budaya Volume 2 tentang “Construing Ideational Meaning in
Electronics Devices Advertisements in Jawa Pos: a systemic Functional
Linguistic Multimodal Discourse Analysis”. Penelitian ini tentang analisis wacana
multimodal. Data dikumpulkan dari iklan media cetak koran Jawa Pos. Generic
Structure Potential (GSP) untuk iklan media cetak yang digagas oleh Cheong
(2004) dan transitivity oleh Halliday (1994). Kerangka Cheong diterapkan untuk mengungkap bagian-bagian dari bagian gambar dan lingustik, sementara
transitivity Halliday digunakan untuk mengetahui proses-proses. Dengan cara
demikian, penelitian ini menemukan hubungan antara gambar dan teks dalam satu konteks. Hasilnya menunjukkan bahwa bagian-bagian gambar dalam iklan media cetak adalah Lead, Emblem, dan Display. Lead terdiri dari Locus of Attention (LoA) dan Complements to the Locus of Attention (Comp. LoA). Sementara, bagian-bagian lingiustiknya adalah Announcement, Emblem, Enhancer, Tag, dan
Call-and-Visit Information. Akhirnya, dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada
Hal ini menyebabkan Contextualization Propensity (CP) tinggi, Interpretative
Space (IS) sempit, dan Semantic Effervescence (SE) juga kecil.
Sinar (2013) “Analisis Teks Iklan Cetak: suatu perspektif Multimodal. Penelitian ini membahas penggunaan bahasa atau wacana dengan memberi perhatian secara bervariasi, mulai dari menganalisis grammatikal, realisasi bunyi, intonasi, leksikal, struktur sintaksis, aspek semantik, konteks situasi, budaya, ideologi bahasa dan analisis visual multimodal. Dengan mengombinasikan analisis metafungsi bahasa; fungsi ideasional, fungsi interpersonal dan fungsi tekstual berdasarkan pada teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) konsep Halliday (1985, 1994, 2004) dengan analisis multimodal pada visual dari kedua teks iklan konsep Kress dan van Leeuwen (2006) dan Yeun (2004). Hasil penelitian berdasarkan analisis visual adalah feminitas perempuan divisualisasikan dengan tubuh cantik mempesona dan seksi, begitu juga dengan maskulinitas laki- laki dengan tampilan tubuh kuat berotot. Sedangkan berdasarkan ideologi iklan cetak Marie dan L- Men yang merepresentasikan feminitas dan maskulinitas merupakan hasil konstruksi sosial budaya oleh masyarakat yang akhirnya mengakibatkan adanya bias dalam peran- peran sosial perempuan yang berbeda dengan laki- laki berdasarkan bahasa iklan cetak. Ungkapan klausa-klausa dalam iklan cetak sebagai teks dalam konteksnya berpotensi melahirkan nilai dan tatanan sosial masyarakat.
keluarga baru lahir dengan selamat dan sehat, (2) ayun budak menjadi media untuk memberikan nasihat kepada bayi atau anak, (3) ayun budak dan lagu merupakan doa kepada Allah, (4) proses dari ayun budak dapat mempererat hubungan antara masyarakat.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pujadiharja (2013) dalam jurnal
Visualita volume 5 tentang “Kajian Multimodal Teks Tubuh Perempuan Dalam
Film Dokumenter Nona Nyonya? Karya Lucky Kuswandi”. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pada bagaimana seseorang, kelompok, gagasan dan pendapat tertentu ditampilkan dalam film Nona Nyonya? Kelompok yang marginal (perempuan, aktivis perempuan) cenderung digambarkan memiliki hubungan yang setara dan intim dengan penonton, sementara kelompok yang dominan (dokter, perawat, dan bidan) cenderung digambarkan superior dan tidak dapat menyatakan pendapat. Melalui metode penelitian analisis wacana dengan pendekatan teori semiotika sosial, tulisan ini memfokuskan diri pada analisis multimodal teks yang terdapat dalam film yang berkaitan dengan representasi tubuh perempuan Indonesia.
diperoleh dari penggunaan ‘prosedur analisa’ ini untuk menganalisa teks. Tulisan ini mendukung argumen yang ditawakan diantaranya oleh Kress dan van Leeuwen (2006), dan Machin dan Myer (2012), yang menyakini bahwa pesan yang disampaikan dengan semiotic mode berbeda secara bersamaan (verbal dan
image) dalam sebuah teks tidak dapat dianalisa hanya dengan alat analisa
linguistik saja, tetapi mengharuskan dua alat analisa yang berbeda yaitu
linguistics, dan image analysis tool seperti reading image yang saling mendukung
menuju pemahaman makna yang lebih menyeluruh.
Kemudian penelitian oleh Nasution (2010) “Konstruksi Tekstual Gender dalam Teks Iklan Cetak: Analisis Multimodal terhadap Teks Iklan”. Analisis datanya menggunakan perangkat kerja analisis multimodal yang mencakup keseluruhan sumber semiotik yang terdapat dalam teks, yaitu teks verbal dan teks visual. Untuk menganalisis teks verbal, digunakan perangkat kerja metafungsi bahasa Halliday, sedangkan untuk analisis visual, digunakan perangkat kerja metafungsi visual Kress dan van Leeuwen. Ditemukan bahwa setiap komponen metafungsi memiliki potensi yang sama dalam menyampaikan citra gender. Teks verbal dan teks visual dalam hal ini memiliki keterkaitan satu sama lain, yang ditandai dengan adanya hubungan yang sifatnya temporal, additive,
consequential, dan comparative. Citra gender yang disampaikan oleh teks iklan
didasari oleh dua ideologi yang terkandung dalam teks, yaitu ideologi seksis dan ideologi yang memandang persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Inter-semiotik Logis teks verbal dan visual
2.5 Kerangka Teori
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Berdasarkan bagan 2.2 di atas, dijelaskan bahwa teks multimodal
mangayun dianalisis dengan teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen
(1996, 2006) yang merupakan hasil pengembangan dari teori metafungsi bahasa
Metafungsi Bahasa
Halliday (1985,2004)
Komponen ideasional;
1) Proses
a. Proses tindakan b. Proses reaksional
2) Social distance (jarak) a. Intimate/personal b. Social/equality c. Impersonal
3) point of view (sudut pandang)
a. involvement
Halliday (1985, 2004). Teks multimodal mangayun ini dianalisis dengan teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen berdasarkan tiga komponen, yaitu (1) komponen ideasional: a) proses, b) partisipan dan c) sirkumtan. (2) Interpersonal ; a) Contact (kontak) terdiri atas demand dan offer, kemudian b) Social distance (jarak) meliputi intimate/personal, social/equality dan mpersonal dan c) point of view (sudut
pandang) terdiri atas involvement, detachment, viewer power, represented
participant power, dan d) modality.
Kemudian (3) komponen tekstual terdiri atas a) nilai informasi, b)
salience (tonjolan) dan c) framing (bingkai). Sehingga hasil akhir dari analisis
metafungsi visual Kress dan van Leeuwen pada teks multimodal mangayun dapat mendeskripsikan hubungan inter-semiotik antara teks verbal dan visual. Peneliti memilih teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen karena teori ini dapat menganalisis teks multimodal dan lebih fokus terhadap analisis teks multimodal
mangayun yang dapat memperlihatkan hubungan inter-semiotik antara teks verbal