1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap suku bangsa di nusantara ini masing-masing memiliki
bentuk-bentuk kesenian tradisional yang khas dan beragam yang sering disebut dengan
local culture yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Meskipun masyarakat
pendukungnya mengalami perubahan, kesenian tradisional tersebut berkembang
dengan mengikuti dinamika zaman. Kesenian sebagai salah satu unsur
kebudayaan merupakan pencerminan dari pola pikir, tingkah laku, dan watak
masyarakat pemiliknya. Pada prinsipnya sebuah bentuk kesenian diciptakan untuk
pemenuhan kebutuhan manusia agar merasa tentram dalam menghadapi tantangan
alam.
Salah satu suku bangsa tersebut adalah masyarakat Nias. Secara geografis,
Nias merupakan sebuah pulau yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera
(Indonesia). Pulau ini dihuni oleh mayoritas suku Nias (Ono Niha) yang memiliki
budaya megalitik, musik, tarian, dan nyanyian (sinunő). Suku Nias menamakan
diri mereka sebagai Ono Niha yang artinya (ono artinya anak atau keturunan dan
niha artinya manusia) dan pulau Nias sebagai Tanő Niha yang artinya (tanő
artinya tanah) dan diartikan sebagai tanah manusia. Suku Nias merupakan
masyarakat yang hidup di lingkungan adat dan kebudayaan yang memiliki
2
Unsur-unsur kebudayaan seperti sistem bahasa, sistem kesenian, sistem
kemasyarakatan, sistem religi, sistem teknologi, sistem ekonomi, sistem
organisasi sosial merupakan unsur-unsur yang bersifat universal. Oleh karena itu
dapat di perkirakan bahwa kebudayaan suatu bangsa mengandung suatu aktivitas
adat-istiadat dari antara ketujuh unsur universal tersebut (Koentjaraningrat,
1997:4). Kenyataan ini dapat dijumpai dalam etnik Nias yang merupakan salah
satu etnik yang berdiam di Provinsi Sumatera Utara.
Masyarakat Nias sangat menghargai setiap unsur budaya yang melekat
dalam kehidupan mereka dan menjadikan unsur budaya itu menjadi suatu hal yang
sangat sakral dan harus dijalani dan di patuhi oleh setiap masyarakat Nias.
Masyarakat Nias memiliki sistem hukum adat yang disebut Fondrakő yang
mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kepada kematian,
dan bagi setiap orang yang tidak melaksanakannya akan diberikan ganjaran yang
sesuai dengan apa yang mereka perbuat.
Dalam kebudayaan Nias terdapat banyak sekali keragaman budaya.
Keragaman budaya tersebut antara lain seperti tarian tradisional, sinunő dan musik
tradisional, makanan,dan minuman yang bersifat tradisional. Tarian tradisional,
musik dan sinunő di pertunjukan pada setiap upacara-upacara adat, baik itu
pernikahan, kematian, penyambutan tamu-tamu adat dan pemerintahan. Pada
setiap upacara-upacara adat salah satu unsur yang tidak dapat lepas darinya adalah
tarian tradisional serta sinunő (nyanyian) pengiring tari tersebut. Tarian tradisional
dan sinunő ini diiringi oleh ensambel musik yang terdiri dari gendra (gendang
besar), faritia (canang), dan mamba (gong).
Masih terdapat beberapa alat musik lainnya dan yang ketiga alat musik di
3
jenis tarian tradisional, antara lain : Tari Maena yaitu tarian ini merupakan tarian
suka cita yang biasa di pertunjukkan pada acara pernikahan, owasa, dan
penyambutan tamu yang di hormati, tari Maru yang merupakan tarian yang
dipertunjukkan pada pesta penyambutan tamu dan owasa, tari Mamadaya Saembu
atau Folaya Saembu merupakan tarian yang dipertunjukan pada pesta kebesaran
untuk meningkatkan derajat seseorang di tengah-tengah masyarakat, tari Moyo
yang merupakan tarian yang menyerupai gerakan elang dan biasanya di
pertunjukkan pada penyambutan tamu, tari Perang tarian yang biasanya di
pertunjukkan pada penyambutan tamu, dan festival-festival kebudayaan, tari
Ya’ahowu merupakan tarian kreasi baru yang sudah menjadi salah satu tarian
yang paling sering ditampilkan pada acara-acara penyambutan tamu, baik itu tamu
adat dan tamu yang hadir pada suatu pesta.
Untuk mempersempit pokok permasalahan, maka dalam hal ini saya
sebagai penulis mengambil pokok permasalahan pada tari Ya’ahowu. Tari
ya’ahowu ini merupakan sebuah tarian khas kepulauan Nias di mana tarian ini
merupakan sapaan khas penduduk Pulau Nias yang dipertunjukkan untuk
menyambut tamu yang datang, baik tamu kedaerahan, pemerintahan dan tamu
adat. Tarian ini diikuti atau diiringi oleh nyanyian (sinunő) yang merdu dan sahut
menyahut yang mengandung makna dan arti tertentu yang dinyanyikan dalam
bahasa Nias. Kalau kita mengartikan kata Tari Ya’ahowu jika dilihat dari
pengertiannya, tari merupakan gerak tubuh manusia yang sama sekali lepas dari
unsur ruang, waktu, dan tenaga. Ada juga yang mengartikan bahwa tari adalah
keindahan exspresi jiwa manusia yang diungkapkan dalam bentuk gerak tubuh
4
Latar belakang terciptanya tari Ya’ahowu ini adalah adanya unsur
keinginan masyarakat untuk menciptakan tari yang menggambarkan rasa sukacita
dan penyambutan kepada tamu yang datang di Nias terutama di daerah Nias
bagian utara. Sebelum terbaginya beberapa wilayah kabupaten dan kota di Nias,
tari penyambutan di yang sering dan umum di pertunjukan adalah tari Faluaya
(tari perang) dan nyanyiannya vokal yang digunakan pada masa sebelum
terbaginya wilayah Nias adalah nyanyian Hoho. Terjadinya pembagian wilayah
kabupaten di Nias menjadikan masyarakat Nias menciptakan kesenian tradisional
baru yang melambangkan atau menjadi ikon dari daerah itu. Nias Utara dan
selatan memiliki perbedaan tradisi yang sangat jauh berbeda, terutama dalam hal
tarian dan musik. Nias bagian utara pada tariannya memiliki gerakan yang lebih
halus dibandingkan dengan Nias bahagian selatan yang rata-rata gerakannya kesar
dan energik. Begitu juga dalam nyanyiannya.
Dari perbedaan wilayah inilah maka Nias bagian utama atau sekarang di
kenal dengan daerah kota Gunungsitoli menciptakan tari Ya’ahowu sebagai tari
penyambutan tamu adat di daerah ini. Tarian ini pertama sekali diciptakan secara
bersama oleh Sanggar Bolalahina SMA Negeri 1 Gunungsitoli. Sampai sekarang
tarian ini belum didaftarkan ke pihak Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Republik
Indonesia. Karena penciptanya berkelompok, dalam hal ini Sanggar Bolalahina
SMA Negeri 1 Gunungsitoli, maka sebahagian besar orang Nias memandangnya
sebagai karya kelompok bersama bukan perseorangan.
Pada upacara penyambutan tamu, tari Ya’ahowu di pertunjukan disertai
dengan sinunő fangowai yang artinya adalah nyanyian penyambutan. Nyanyian
pada waktu penyambutan ini terdiri dari 2 jenis, yakni: bőlihae dan fangowai.
5
adat, ataupun pemerintahan. Pengertian kedua nyanyian tersebut, dalam konteks
kebudayaan Nias adalah sebagai berikiut: (a) Bőlihae adalah nyanyian yang
dibawakan disepanjang tamu memasuki lokasi acara tempat diadakannya pesta
penyambutan tamu. (b) Fangowai adalah ungkapan rasa hormat pihak sowatő
atau orang dalam terhadap tome atau tamu yang datang.
Kedua nyanyian di atas menggunakan syair-syair tertentu, khususnya
Bőlihae yang berisikan pujian-pujian dari masyarakat setempat atau orang dalam
kepada pihak tome/ tamu yang datang. Sikap merendahkan hati dan ungkapan
peristiwa sukacita saat itu tergambar dari nyanyian (sinunő) yang mereka
nyanyikan pada saat itu; sedangkan Fangowai berisikan penghormatan tehadap
pihak tamu. Kedua nynyian ini dinyanyikan dengan menitikberatkan pada
medium suara manusia. Kedua nyanyian ini juga merupakan suatu nyanyian
rakyat yang diaplikasikan pada suatu upacara adat penyambutan tamu pada
masyarakat Nias. Kebutuhan akan pentingnya suatu nyanyian (sinunő) untuk
pengiring tari Ya’ahowu membuat Bolihae dan Fangowai diturunkan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi hingga sekarang. Meskipun tarian
Ya’ahowu dan sinunő pengiringnya masih tergolong kreasi baru, tetapi
mempunyai posisi yang penting pada kebudayaan Nias. Dalam konteksnya,
banyak tarian yang mengadopsi atau mengunakan nyanyian vokal sebagai
pengiring dan memiliki hubungan yang sangat erat dengan tari itu sendiri. Banyak
tarian yang mana nyanyian pengiringnya mengandung makna sesuai dengan
gerakan tari yang dimainkan oleh penari.
Sinunő atau Nyanyian pengiring tari Ya’ahowu ini mempunyai fungsi yang
sama dengan nyanyian hoho yang terdapat di Nias selatan yaitu sama-sama
6
dimana konteks dia di pertunjukakan. Tari Ya’ahowu di Nias utara lebih sering
dipertunjukan pada acara penyambutan tamu, dan teks yang terkandung dalam
sinunő mengandung makna sapaan, pemberian hormat dan rasa sukacita yang
diberikan kepada tamu. Sedangkan hoho pada kebudayaan Nias selatan hampir di
semua acara adat dia di pergunakan. Teks dalam nyanyian hoho ini belum baku
dan bisa berubah sesuai dimana ia di mainkan. Di dalam teks hoho ini terdapat
mitologi Nias yang berisi berbagai konsep orang Nias tentang alam, adat dan
rekigi ataupun filsafah hidup masyarakat Nias. Ere hoho mempunyai peranan
penting dalam menyusun ataupun membuat teks hoho yang akan ditampilkan.
Berdasarkan cara menyajikan atau menampilkannya, masyarakat Nias
(bagian Selatan) membagi hoho dalam dua jenis, yang pertama adalah Hoho yang
dibawakan untuk mengiringi tari Faluaya. Atau yang menyanyikan hoho
membawakan nyanyian itu sambil menarikan tarian Faluaya bersama dengan
penari Faluaya lainnya yang jumlahnya bisa mencapai pulihan orang dan
biasanya ditampilkan dihalaman kampong atau newali. Sedangkan yang kedua
hoho yang ditampilkan tanpa tarian dan ditampilkan sambil duduk di atas
daro-daro (kursi tradisional Nias) atau disebut dengan hoho Fetataro. Jadi sinunő
pengiring tari Ya’ahowu mempunyai fungsi yang sama dengan hoho, yaitu
sama-sama sebagai nyanyian pengiring tari, tetapi cara menyanyikannya, intonasinya,
serta teksnya berbeda. Cara bernyanyi di Nias selatan lebih keras disbanding cara
bernyanyi masyarakat di Nias utara yang lebih lembut.
Sinunő atau nyanyian pengiring tari Ya’ahowu ini tergolong nyanyian baru
yang baru diciptakan sekitar bulan Maret tahun 2004 oleh Bapak Man Harefa
yang merupakan salah seorang budayawan Nias. Nyanyian ini banyak dipengaruhi
7
teksnya yang berisi kalimat-kalimat yang lembut yang berbeda jauh dari cara
masyarakat Nias Selatan yang lebih keras.
Dengan melihat pendapat tersebut, nyanyian (sinunő) pengiring tari
Ya’ahowu juga menjadi bagian yang sangat perlu dikaji lebih dalam lagi melalui
analisis tekstual. Berbicara mengenai tekstual, maka akan berbicara mengenai
bahasa juga, dimana bahasa juga merupakan salah satu system yang masuk
kedalam unsur-unsur kebudayaan (Koentjaraningrat, 1981:203).
Fenomena linguistik dengan bunyi musikal sudah sangat lama diteliti
mengenai hubungannya. Menurut salah satu pakar etnomusikologi Feld dalam
Purba (2004:2) mengatakan ada dua masalah yang mendasar sekali dari hubungan
inter relasi antara kedua unsur tersebut, yaitu : yang meliputi hubungan tekstual
(relasi), sifat puitik, dan gaya bahasa di dalam struktur nyanyian; dan yang kedua,
music didalam bahasa, yaitu: masalah yang meliputi eksistensi sifat (properties)
ke-musikal-an dari bahasa.
Demikian juga sinunő pengiring tari Ya’ahowu merupakan musik vokal,
jelas mempunyai hubungan inter relasi antara unsur bahasa dan musiknya, baik
itu yang meliputi hubungan tekstual begitu juga gaya bahasa di dalam struktur
nyanyiannya. Sinunő pengiring tari Ya’ahowu memiliki bahasa yang bersifat
konotatif (makna yang tidak sebenarnya), jauh dari bahasa sehari-hari dan sering
menggunakan pantun-pantung adat atau bahasa-bahasa ynag mengandung makna
tersendiri sebagai syair/teks nyanyian. Makna konotatif ini merupakan suatu pesan
yang disampaikan dalam bentuk kata dan mungkin hanya dipahami oleh
masyarakat Nias itu sendiri.
Maka sinunő juga merupakan media komusikasi yang memiliki
8
oleh masyarakat Nias itu sendiri ataupun masyarakat lain di luar kebudayaan Nias.
Dengan demikian sinunő tidak hanya sebatas nyanyian yang dinyanyikan pada
acara-acara adat ataupun penyambutan tamu dan berfungsi sebagai media
komunikasi, hiburan, atau memiliki beberapa fungsi lain.tetapi yang paling inti
bahwa sinunő menggambarkan suatu cirri atau kebudayaan masyarakat Nias
melalui teks atau syair dan menyampaikan makna yang terkandung di dalam teks
atau syair tersebut.
Dengan melihat latar belakang tersebut di atas, maka nyanyian sinunő
yang disajikan dalam pertunjukan fanari Ya’ahowu dalam kebudayaan masyarakat
Nias di Kota Gunung Sitoli ini, menarik secara keilmuan untuk dikaji melalui
disiplin etnomusikologi. Apalagi disiplin ini adalah ilmu yang penulis pelajari dan
resapi selama beberapa tahun terakhir ini. Untuk itu perlu penulis uraikan sekilas
apa itu etnomusikologi dan bagaimana terapannya untuk penelitian ini.
Dalam sejarah perkembangan ilmu-ilmu seni dan siial, disiplin ilmu
etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu, merupakan gabungan atau fusi dari
dua disiplin ilmu yaitu antropologi (kadangkala disebut juga dengan etnologi
dengan musikologi. Fusi antara kedua disiplin ini sendiri telah menimbulkan
pengaruh yang sangat kompleks dalam sejarah perkembangan etnomusikologi di
seluruh dunia ini.
Dalam konteks penggunaan kedua disiplin itu di dalam etnomusikologi,
maka bidang musikologi selalu dipergunakan dalam mendeskripsikan struktur
musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri. Di lain sisi
antropologi memandang musik sebagai bagian dari fungsi kebudayaan manusia
yang lebih luas. Secara tegas dinyatakan oleh Alan P. Merriam di tahun 1964
9
Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music
sound (Merriam 1964:3-4).1
Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari
bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana
etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu
Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli etnomusikologi
membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembahagian ilmu, untuk itu
selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu
musikologi dan etnologi. Selanjutnya menimbulkan
kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu
dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi
tetap mengandung kedua disiplin tersebut.
1
10
sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk
memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia,
dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa
yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar
antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu
reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi,
dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di
dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini
lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu
bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam
organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.
Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu
terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman
dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi
etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode,
pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya
dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah
yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja.
Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.
Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk
dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun
terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya.
Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik
11
Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah
dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi
berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)
Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah
mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam
buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu
Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat
di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi
etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh
Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.2
Dari definisi etnomusikologi tersebut di atas, maka dalam konteks penelitian
ini, sangatlah relevan mengkaji sinunő pada pertunjukan fanari Ya’ahowu di
dalam kebudayaan masyarakat Nias di Gunung Sitoli. Alasannya adalah bahwa
sinunő adalah musik vokal yang mengandung makna-makna kebudayaan.
Nyanyian ini dapat didekati oleh disiplin etnomusikologi yang merupakan hasil
fusi dari disiplin antropologi dan musikologi. Sinunő ini dapat dikaji dari aspek
2
12
strukturalnya melalui musikologi dan dikaji aspek fungsi sosial dan budayanya
dari sudut antropologi.
Berdasarkan apa yang diamati dan diteliti oleh penulis, maka penulis
tertarik untuk menganalisis sinunő (nyanyian) untuk iringan tari Ya’ahowu karena
melihat hal ini baik untuk dibahas dan dituliskan dalam skripsi dengan judul:
ANALISIS SINUNŐ PADA PERTUNJUKAN FANARI YA’AHOWU
DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI KOTA GUNUNGSITOLI.
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur sinunő yang digunakan pada pertunjukan fanari
Ya’ahowu dalam kebudayaan masyarakat Nias di Kota Gunungsitolu?
2. Bagaimana struktur teks sinunő fanari Ya’ahowu pada acara penyambutan
tamu adat di Kota Gunungsitoli?
3. Makna apa yang terkandung di dalam sinunő?
1.3Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana struktur nyanyian/melodi vocal sinunő
fanari Ya’ahowu dalam acara penyambutan tamu adat di Kota
Gunungsitoli Nias.
2. Untuk mengetahui struktur teks sinunő fanari Ya’ahowu dalam acara
13
3. Untuk mengetahui makna apa saja yang terkandung dalam sinunő
fanari ya’ahowu yang dapat berguna sebagai pedoman oleh
masyarakat Nias
1.3.2 Manfaat
Yang menjadi manfaat dalam tulisan ini adalah:
4 Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui secara jelas bagaimana dan
sejauh mana sinunő berperan dalam acara penyambutan tamu adat di Kota
Gunungsitoli Nias.
5 Penelitian ini bermanfaat untuk mendokumentasikan keberadaan seni etnik,
khususnya Nias.
6 Penelitian ini juga bermanfaat untuk pengembangan ilmu etnomuskolologi
dalam mengkaji kebudayaan etnik yang terdapat di seluruh dunia ini.
1.4Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep adalah pengertian abstrak dari jumlah konsepsi-konsepsi atau
pengertian, pendapat (paham) yang telah ada dalam pikiran (Bachtiar, 1997:10).
Dalam penelitian dan penulisan ini yang dimaksud dengan kata analisis, yaitu
penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk mengetahui keadaan
yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah yang dimulai dengan
dugaan akan sebenarnya (dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia 1998). Atau
dengan kata lain, konsep merupakan istilah dari kata analisa atau analisis, yaitu
penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk mengetahui keadaan
14
dugaan akan sebenarnya. Struktur adalah bangunan (teoretis) yang terdiri atas
unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan
(Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005).
Sinunő dalam Kamus Bebas Bahasa Nias berarti nyanyian, sedangkan yang
bernyanyi artikan Si Manunő. Nyanyian disebut juga dengan musik vokal, yang
menggunakan suara manusia sebagai sumber utamanya.
Pertunjukan menurut Richard Schechner (1997:161) adalah suatu proses
yang memerlukan ruang dan waktu, yang memiliki bagian awal, tengah, dan
akhir. Struktur dasar pertunjukan terdiri dari persiapan bagi pemain maupun
penonton, pementasan, aftermath (yang terjadi setelah pertunjukan selesai).
Menurut Singer (1995:165) pertunjukan adalah sesuatu yang selalu memiliki
waktu pertunjukan yang terbatas, awal dan akhir, acara kegiatan yang terorganisir,
sekelompok pemain, sekelompok penonton, tempat pertunjukan, dan kesempatan
untuk mempertunjukkannya. Sedangkan menurut Sediawaty (1981:58-60) seni
pertunjukan merupakan sesuatu yang berlaku dalam waktu dengan maksud bahwa
peristiwa ini memiliki arti hanya pada saat pengungkapan seni itu berlangsung.
Sementara hakikat seni pertunjukan adalah gerak, perubahan keadaan dengan
substansi terletak pada imajinasi serta prosesnya sekaligus, dengan daya rangkum
sebagai sarana, cengkeraman rasa sebagai tujuan seninya dan keterampilan teknis
sebagai bahan. Selain hal tersebut, seni pertunjukan dibagi kedalam dua kategori
yaitu: (1) seni pertunjukan yang memiliki kegunaan sebagai tontonan, dimana ada
pemisah yang jelas antara penyaji dan penonton, dan (2) seni pertunjukan dengan
kegunaan sebagai pengalaman bersama, dimana antara penyaji dan penonton
saling berhubungan. Dalam hal ini seni yang terdapat dalam tari Ya’ahowu/fanari
15
Fanari dalam Kamus Bahasa Nias berarti menari atau menarikan. Jika
dilihat dari pengertiannya, tari merupakan gerak tubuh manusia yang sama sekali
tidak lepas dari unsur ruang, waktu, dan tenaga. Ada juga yang mengartikan
bahwa tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dalam
bentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Haukin mengatakan bahwa
tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasai dan di beri bentuk
melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai
ungkapan si pencipta (Haukins, 1990:2). Dalam konteksnya, beberapa unsur gerak
tari yang tampak meliputi gerak, ritme, dan bunyi musik, serta unsur-unsur
pendukung lainnya.
Ya’ahowu dalam Kamus Bahasa Nias (dalam terjemahan bebas bahasa
Indonesia berarti “Semoga diberkati”). Dari arti Ya’ahowu tersebut terkandung
makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain dan diharapkan diberkati oleh
yang maha kuasa.
Sedangkan Kota Gunungsitoli adalah, kota terbesar di pulau Nias saat ini,
membuat kota ini menjadi salah satu tujuan orang dari pelosok desa atau
perkampungan di pulau Nias untuk pergi berimigrasi ke kota Gunungsitoli. Di
samping itu Kota Gunugsitoli memiliki penduduk yang beragam (heterogen). Hal
ini ditandai dengan banyaknya orang-orang Kota GunungSitoli yang tinggal
menetap bukan hanya berasal dari Nias itu sendiri melainkan dari luar Nias seperti
16
1.4.2 Teori
Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori
hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu
pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10).
Sebagai landasan berfikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian
ini, maka penulis mempergunakan dua teori utama untuk membedah dua
permasalahan utama. Untuk mengkaji masalah struktur melodi digunakan teori
weighted scale (bobot tangga nada), dan untuk mengkaji struktur teks (lirik) lagu
digunakan teori semiotik.
Sinuno atau nyanyian berhubungan erat dengan bahasa (tekstual).
Terkadang juga nynyian berhubungan erat dengan musik. Ada 2 faktor yang
paling mendasar di dalam hubungan bahasa dan musik, antara lain :
7 Bahasa di dalam musik yang meliputi hubungan tekstual, sifal quistik atau
gaya bahasa.
8 Musik di dalam bahasa meliputi masalah eksistensi sikap atau masalah dari
bahasa.
Menurut Steven Feld dan Hugo Zemp,vocabulari yang sebelumnya
dianggap sebagai tata bahasa saja, tetapi berhubungan dengan kebiasaan
masyarakat seperti bentuk musik, nyanyian vokal, nyanyian pengiring dalam
sebuah pertunjukan tari.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori William P. Malm
(1977:15) untuk menganalisis sinunő (nyanyian), yang membahas scale (tangga
nada), nada dasar, range (wilayah nada), frequency of notes (jumlah nada-nada),
prevalent interval (interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa),
17
pendekatan seperti yang ditawarkan Nettl (1963:89), yaitu: (1) menganalisa dan
mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan (2) menuliskan apa yang kita dengar
itu di atas kertas, dan kemudian mendeskripsikan apa yang kita lihat itu. Dalam
hal ini penulis hanya akan menganalisa nyanyian , yaitu sinuno sebagai nyanyian
vocal,bagaimana nada-nadanya, interval yang di pakai, bagaimana irama nyanyian
itu.
Untuk menganalisis pertunjukan penulis berpedoman pada Sedyawati
(1981:48-66) yang mengemukakan bahwa suatu analisis pertunjukan sebaiknya
selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan dimana seni pertunjukan tersebut
dilaksanakan atau didukung masyarakatnya, pergeseran-pergeseran nilai yang
terdapat di dalam pertunjukan, dan kemungkinan yang muncul dari interaksi
setiap orang (penyaji dan penyaji, penyaji dan penonton) diantara
variabel-variabel wilayah yang berbeda.
Dari segi tari, penulis mengutip apa yang dikatakan Soedarsono
(1972:81-98), mengatakan bahwa tari adalah seni yang memiliki substansi dasar yaitu gerak
tetapi gerak-gerak di dalam tari bukanlah gerak yang realistis, melainkan gerak
yang telah diberi bentuk ekspresif dimana gerakan itu memiliki hal-hal yang indah
dan menggetarkan perasaan manusia, yang didalamnya mengandung
maksud-maksud tertentu dan juga mengandung maksud-maksud-maksud-maksud simbolis (abstrak) yang
sukar untuk dimengerti, hal ini diperbuat agar makna tari itu berbeda dari apa
yang dinamakan “pantonim” yang menggunakan gerakan-gerakan yang mudah
dimengerti.
Qureshi (1986:135-136) menekankan bahwa pentingnya proses dari analisa
18
bukan hanya sekedar penyajian musikal, karena setiap peristiwa yang terkait
memiliki makna tertentu bagi masyarakat pendukungnya.
1.5 Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian penulis mengacu pada pendapat Nettl
(1964:62) yang mengatakan ada dua hal yang esensial untuk melakukan aktivitas
penelitian dalam disiplin etnomusikologi, yaitu kerja lapangan (field work) dan
kerja laboratorium (desk work).
Penulis juga menggunakan metode penelitian kualitatif umumnya
ditujukan untuk mempelajari kehidupan kumpulan manusia. Biasanya manusia
di luar kelompok peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai jenis disiplin,
baik dari ilmu humaniora, sosial, ataupun ilmu alam.
Penulis juga berpedoman pada disiplin etnomusikologi seperti yang
disarankan Curt Sach dalam Nettl (1964:62) yaitu penelitian etnomusikologi
dibagi dalam dua jenis pekerjaan yakni kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium (deks work).
Metode penelitiaan yang digunakan juga memakai metode penelitian
deskriptif, merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat
yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, dan akibat atau efek yang
terjadi (Sukmadinata 2006:72).
Kerja lapangan meliputi studi kepustakaan, observasi, wawancara dan
perekaman lagu. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pembahasan dan
19
1.5.1 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dilakukan sebagai landasan dalam hal
penelitian, yakni dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk
mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber bacaan
ini dapat berupa buku, ensiklopedi, jurnal, buletin, artikel, laporan penelitian
sebelumnya, dan lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan ini penulis akan
dapat melakukan cara yang efektif dalam melakukan penelitian lapangan dan
penyusunan skripsi ini. Dalam hal ini penulis mengadakan penelusuran
kepustakaan untuk memperoleh pengetahuan awal mengenai apa yang akan
diteliti.
Penulis juga mempelajari buku-buku tentang asal usul Orang Nias, buku
tentang bagaimana Nias di zaman dahulu. Penulis juga mempelajari bagaimana
kebudayaan Nias dulu, bagaimana kesenian- kesenian yang terdapat di masa dulu
serta kaitannya kepada kebudayaan musik sekarang, serta membaca jurnal-jurnal
yang membahas dan berkaitan dengan kebudayaan Nias.
Dalam mencari informasi yang berhubungan dan mendukung dengan
tulisan ini serta dapat dijadikan sebagai landasan dalam penelitian, penulis
melakukan studi kepustakaan. Ini dilakukan untuk menemukan literatur atau
sumber bacaan yang berguna untuk melengkapi hal-hal yang dibutuhkan dalam
melakukan penelitian lapangan. Selain itu penulis juga mencari penjelasan dari
internet yang mana dari literatur tersebut diharapkan dapat membantu
20
1.5.2 Kerja Lapangan
Penelitian lapangan ini dilakukan dengan metode pengumpulan data
dengan cara wawancara dan perekaman. Sebelum wawancara, penulis menyusun
daftar pertanyaan untuk mengarahkan kepada pokok permasalahan yang ingin
penulis ketahui. Namun demikian penulis tetap akan mengembangkan pertanyaan
kepada hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
Penelitian kualitatif menurut Hadari dan Mimi Martini (1994:176), yaitu
rangkaian kegiatan atau proses menjaring data/informan yang bersifat sewajarnya
mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada
objeknya.
Selain itu juga penulis mengacu pada pendapat Merriam bahwa dalam
etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan metode lapangan. Teknik
mengandung arti pengumpulan data-data secara rinci di lapangan. Metode
lapangan sebaliknya mempunyai cakupan yang lebih luas, yaitu meliputi
dasar-dasar teoritis yang menjadi acuan bagi teknik penelitin lapangan. Teknik
menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi hari, sedangkan
metode mencakup teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan masalah sebagai
bingkai kerja dalam penelitian lapangan (Merriam, 1964:39-40).
Penulis juga melakukan pengamatan langsung ke tempat
diselengarakannya pertunjukan fanari Ya’ahowu pada sebuah acara penyambutan
tamu daerah yang menampilkan naynyian dan tarian tersebut di Kota Gunungsitoli
21
1.5.3 Wawancara
Dalam rangka penelitian ini, penulis melakukan wawancara langsung
kepada objek yang di teliti, baik penarinya, penyanyinya serta pemusiknya yang
berguna untuk mengumpulkan data-data yang akurat untuk penelitian ini. Menurut
Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
tersebut dilakukan oleh dua pihak-pihak yaitu pewawancara (interviewer) dan
yang diwawancari (interview). Patton (dalam Moleong, 1988:135),
mengungkapkan beberapa jenis wawancara, yaitu: (1) wawancara pembicaraan
informal, (2) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (3)
wawancara baku terbuka.
Wawancara yang dimaksud disini adalah suatu cara yang digunakan
seseorang untuk tujuan tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara
lisan dari seorang responden dan bercakap-cakap serta bertatap muka dengan
seseorang (Koentjaraningrat,1990:129). Wawancara yang penulis lakukan yaitu:
wawancara berfokus (focused interview) dan wawancara bebas (free interview).
Wawancara berfokus, pertanyaan yang dilakukan berpusat pada aspek
permasalahannya saja sedangkan wawancara bebas pertanyaan yang diajukan
tidak berpusat pada suatu pokok permasalahan yang lainnya.
1.5.4 Perekaman Data Visual dan Audio
Perekaman data baik itu visual dan audio merupakan salah satu bagian
terpenting juga yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data selain
menggunakan teknik wawancara. Perekaman data visual dan audio dilakukan
22
penyambutan tamu dengan langsung merekamnya dengan format video dan
mengambil foto-foto tentang pertunjukan itu.
Perekaman data ini di lakukan dengan menggunakan handycam Sony dan
menggunakan camera Nikkon. serta merekam nyanyianatau sinuno melalui laptop
yang menggunakan software Nuendo 4.2 dan menyimpannya dalam format mp3.
Hasil dari rekaman ini kemudian di edit dan dipilih, sehingga dapat dimuat dalam
data skripsi. Data nyanyian atau sinunő tersebut di pindahkan ke dalam satu
notasi yang sifatnya visual agar mudah dipelajari.
1.5.5 Kerja Laboratorium
Dari semua data yang diperoleh dari perekaman melalui penelitian
langsung, Semua data yang diperoleh di lapangan diolah dalam kerja laboratorium
dengan pendekatan etnomusikologi. Dalam mengolah data, penulis melakukan
proses menyeleksi data dengan membuang data yang tidak perlu dan
menambahkan data yang kurang. Dalam tulisan ini, penulis melakukan
pendekatan deskriptif guna pengolahan dan penganalisisan data.
Dalam kerja laboratorium ini juga penulis di bimbing langsung oleh dosen
pembimbing yaitu: Bapak Fadlin dan Muhammad Takari yang juga mengarahkan
penulis melalui pendekatan-pendekatan etnomusikologi tentang masalah yang
penulis bahas. Sehingga jika terdapat kekurangan dapat langsung diperbaiki
23
1.5.6 Pemilihan Lokasi Penelitian dan Informan
Di Nias terdapat banyak sanggar seni, baik itu sanggar seni yang berada di
bawah pembinaan atau naungan sekolah, seperti sanggar Sma Xaverius
Gunungsitoli, Sanggar SMA Negeri 3 Gunungsitoli, Sanggar Perguruan Pemda
(Pemerintah Daerah) Gunungsitoli, dan masih banyak lagi sanggar seni yang ada
di bawah naungan sekolah lainnya. Ada juga sanggar seni yang dimiliki oleh
instansi-instansi tertentu.
Dalam pemilihan lokasi penelitian, penulis menetapkan Sanggar
Bolalahina Sma Negeri 1 Kota Gunungsitoli yang merupakan sanggar pencipta
tari Ya’ahowu dan sanggar ini juga merupakan sanggar yang paling banyak di
undang untuk mengisi setiap acara-acara yang menampilkan kesenian-kesenian
Nias. Sanggar ini di pilih karena di sanggar inilah banyak terdapat
informasi-informasi yang berhubungan dengan penelitian yang di kerjakan oleh penulis.
Sebelum melaksanakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari
informan. Mencari informan adalah suatu hal penting karena informan dapat
memberikan informasi yang sesuai untuk keperluan penelitian tersebut. Informan
yang penulis cari terlebih dahulu adalah informan pangkal yaitu orang yang
terlebih dahulu penulis kenal yang mampu membeikan informasi yang penulis
butuhkan sebelum melakukan penelitian. Informan pangkal inilah nantinya yang
akan membawa atau mengarahkan penulis kepada informan kunci.
Adapun kapasitas dan criteria informan kunci ini adalah orang yang
mengetahui tentang Sinuno dalam tari Ya’ahowu dan memberikan semua
informasi yang penulis butuhkan. Informan kunci yang membantu penulis dalam
penelitian ini adalah Ibu Adiria Zendrato (42) dan Ibu Eka Gulo (45). Ibu Adiri
24
sebagai orang yang banyak memahami sinuno untuk tari Ya’ahowu. Keduanya
melatih dan menghasilkan para penari Ya’ahowu dengan kualitas estetik dan
teknis yang dipandang baik. Keduanya juga berwawasan budaya dalam konteks