• Tidak ada hasil yang ditemukan

Westernisasi Dan Pengaruhnya Dalam Memodernsasi Peran Wanita Jepang Seiyouka To Nihonjosei Ni Taishite Kindaika No Eikyou

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Westernisasi Dan Pengaruhnya Dalam Memodernsasi Peran Wanita Jepang Seiyouka To Nihonjosei Ni Taishite Kindaika No Eikyou"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP WESTERNISASI DI JEPANG

2.1 Westernisasi Di Zaman Meiji

Selama kurang-lebih 250 tahun di bawah pemerintahan Keshogunan Tokugawa kepulauan Jepang diisolasi dari hubungan dengan bangsa-bangsa lain. Politik luar negeri ini dikenal dengan nama politik Sakoku (tutup negara untuk hubungan internasional). Hanya kepulauan Okinawa yang masih diperbolehkan untuk berhubungan ke luar dalam hal perdagangan. Tokugawa memberikan izin

kepada Belanda untuk berdagang melalui pulau Deshima yang terletak di depan Nagasaki. Tetapi lambat-laun politik isolasi ini tidak dapat dipertahankan. Saat

Amerika Serikat meningkatkan hubungan perdagannya dengan Cina, Amerika semakin merasakan perlunya pelabuhan-pelabuhan yang terletak di antara AS dan China. Dan Jepang adalah batu loncatan ke China yang baik

Faktor lainnya adalah perkembangan teknologi di Barat yang menghasilkan kapal-kapal bertenaga uap yang memungkinkan meluasnya daerah operasi,

sehingga Jepang yang tadinya terletak di luar alur lalu-lintas internasional, sekarang menjadi daerah lalu-lintas kapal-kapal. Keadaan ini diperkuat oleh mendesaknya kekuasaan Rusia dari Barat ke Timur yang mulai membangun

kota-kota menjadi tempat perdangangan dan kegiatan ekonomi lainnya di pantai sebelah timur yang menghadap Samudera Pasifik. Di samping itu, juga karena

(2)

Pada tahun 1853, Komondor Perry, seorang pelaut Amerika dengan kapal

uapnya mendekati wilayah pelabuhan Jepang dan menghendaki agar diizinkan untuk berdagang. Tokugawa pada mulanya tidak mau melayani kehendak Perry,

tetapi daya tembak yang diperlihatkan kapal-kapal AS memaksa Jepang untuk akhirnya melayani permintaan AS. Setahun kemudian (1854), ditandatangani persetujuan yang pertama antara AS dan Jepang. Dari isi perjanjian Shimoda, 30

Maret 1854 tersebut telah meyakinkan Jepang bahwa negara-negara barat itu superior dalam hal persenjataan modern. Khususnya dalam perkapalan dan senjata

api. Sehingga mau tidak mau Jepang harus memenuhi permintaan negara-negara barat tersebut. Hal ini menyebabkan suatu krisis dalam pemerintahan dimana

tokoh-tokoh yang anti Tokugawa seperti Satsuma dan Choshu menganjurkan untuk mengembalikan pemerintahan ketangan Tenno Heika.

Pada tahun 1867 terjadi pertemuan antara empat pemuda Satsuma yaitu

Saigo Takamori, Okubo Toshimitsu, Komatsu Tatewaki dan Oyama Kakunosuke dengan empat pemuda Choshu yaitu Ito Hirobumi, Shinagawa Yaziro, Hirazawa

Maomi dan Kido Koin, di Yamaguchi. Yang mempertemukan dan mempersatukan mereka adalah Sakamoto Ryoma dari Tosa di Shikoku. Dalam pertemuan ini dicapai kesepakatan untuk bersama-sama meruntuhkan kekuasaan

shogun Tokugawa dan menempatkan Tenno Heika sebagai kekuasaan pemerintah, jadi tidak hanya sebagai pemimpin tertinggi agama. Dan pada tanggal 14

Desember 1867 terjadilah Restorasi Meiji yang berarti dikembalikan kekuasaan pada Tenno Heika pada waktu itu.

Restorasi Meiji merupakan peristiwa yang menandai runtuhnya sistem

(3)

sebagai penguasa tertinggi pemerintahan. Jepang yang sebelumnya menerapkan

politik Pintu Tertutup yang disebut dengan Sakoku, mulai memberlakukan politik Pintu Terbuka yang disebut dengan Kaikoku. Dengan demikian dimulailah modernisasi Jepang secara besar-besaran.

Salah satu pengaruh Restorasi Meiji adalah sikap pemujaan terhadap Barat yang berlebihan, yang disebut dengan westernisasi. Sikap ini mulai tumbuh

semenjak zaman Meiji dan semakin berkembang pada zaman Taisho. Westernisasi banyak memberi pengaruh dan memodernisasi Jepang dalam

berbagai bidang kehidupan. Modernisasi menurut pakar Wilbert E Moore, adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern

dalam arti teknologi serta organisasi sosial kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara Barat yang stabil.

Modernisasi bermula dengan proses diferensiasi struktural, yang mencakup evolusi dari struktur-struktur berfungsi ganda menjadi struktur-struktur berperanan khusus. Dalam arti formal, diferensiasi struktur dapat didefenisikan sebagai “suatu proses pembedaan suatu peranan atau organisasi sosial menjadi

dua atau lebih peranan atau organisasi . . . yang secara struktural berbeda satu sama lain, tetapi secara bersama-sama fungsinya serupa dengan unit asli”

(Goldscheider 1985:136). Proses modernisasi ini menyebabkan munculnya berbagai perubahan keadaan sosial budaya masyarakat Jepang.

(4)

Perkembangan-perkembangan yang terjadi selama masa Sakoku ternyata tidak dapat

mengimbangi perkembangan-perkembangan yang telah dicapai negara-negara Barat. Mereka menyadari bahwa pemerintahan yang dijalankan Shogun

Tokugawa sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.

Jepang sadar, untuk mempertahankan diri dan untuk mengimbangi negara-negara Barat hanya ada satu jalan yaitu dengan menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi mereka. Jepang menganggap bahwa Eropa dan Amerika Serikat dapat menguasai Asia karena mereka lebih unggul dalam ilmu pengetahuan dan

teknologi. Oleh karena itu Jepang berusaha mengejar ketertinggalan mereka dari negara Eropa.

Di bawah slogan Wakon Yosai (kepribadian Jepang, teknologi Barat) serta slogan Shokusan Kogyo (meningkatkan produktivitas dengan menggalakkan industrialisasi) yang dikaitkan dengan slogan Fukoku Kyohei (negara kaya, militer kuat), Jepang memacu modernisasi dengan kecepatan yang luar biasa. Secara besar-besaran mengimpor dan melaksanakan modernisasi di berbagai bidang

kehidupan, seperti ekonomi, kebudayaan, politik, pendidikan, telekomunikasi dan kemiliteran.

Yang menjadi Tenno Heika waktu itu adalah Mutsuhito yang baru berusia

15 tahun. Mutsuhito meneruskan kekuasaan ayahnya, Kaisar Komei dan menjadi Meiji Tenno. Zaman baru Meiji, yang berarti „aturan pencerahan‟ mengakhiri 265

(5)

umum mengenai visi dan misi pemerintahan Meiji untuk meningkatkan moralitas

dan memperoleh dukungan finansial demi terbentuknya pemerintahan baru dalam bentuk sumpah kepada dewa. Isinya terdiri dari:

1. Pembentukan dewan-dewan legislatif;

2. Pelibatan semua golongan masyarakat dalam mengadakan hubungan antarnegara;

3. Penarikan kembali aturan perpajakan dan pembatasan kelas dalam pekerjaan;

4. Penggantian „tradisi setan‟ dengan „hukum alam‟; dan

5. Pengiriman utusan ke Eropa dan Amerika untuk mempelajari ilmu Barat

dan memperkuat fondasi hukum pemerintahan Meiji.

Di dalam lima pernyataan resmi tersebut, kaisar mengadakan tukar-menukar pendapat untuk mengembangkan pembangunan politik dan ekonomi. Dengan

demikian Jepang akan meunjukkan kepada seluruh dunia bahwa mereka akan membangun negaranya dengan menuntut ilmu pengetahuan. Namun di pihak lain,

dengan adanya perlawanan rakyat terhadap kebijaksanaan politik yang melarang pemberontakan dan agama Kristen, maka keadaan dianggap akan sama dengan keadaan di zaman Edo. Perlawanan yang paling sengit datang dari Toba dan

(6)

pemerintahan baru yang berpusat di Satcho, sehingga penyatuan Jepang pada

zaman pemerintahan beru Meiji ini dapat diselesaikan.

Pemerintah Meiji memulai bermacam-macam reformasi untuk membuat

struktur lembaga politik baru yang berpusat pada kaisar. Reformasi pada masa ini disebut Restorasi Meiji. Pemerintahan yang baru pada tahun 1869 (Meiji II) memerintahkan kepada para daimyo agar tanah wilayah han dan rakyat yang

tinggal di wilayah tersebut dikembalikan dari daimyo ke kaisar. Kebijakan selanjutnya keluar pada tahun 1871 (Meiji IV) yang memutuskan untuk

menghapus sistem han, membagi seluruh negeri menjadi sistem ken, serta dikirimkan pegawai pemerintahan langsung dari pusat, yang disebut pula

haihanchiken. Dengan begitu, pajak seluruhnya dikumpulkan oleh pemerintah, dan pegawai pemerintah tinggal menerima gaji dari pemerintah.

Di samping itu, pemerintah menyatakan Shiminhyodo (persamaan empat strata sosial), yaitu: bangsawan feodal menjadi kazokui, kaum samurai menjadi shizoku, petani, tukang, dan pedagang menjadi heinin. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat biasa pun berhak memilik nama keluarga, pekerjaan, ataupun tempat tinggal dengan bebas.

2.2 Pembangunan Jepang Modern

2.2.1 Bidang Politik

Pemerintah baru Meiji terus berupaya memajukan diplomasi. Awalnya pemerintah memikirkan cara untuk mengubah perjanjian-perjanjian antara negara Barat dan Bakufu yang dirasa kurang adil bagi rakyat Jepang. Selain itu, observasi

(7)

negoisasi untuk memperbarui isi perjanjian-perjanjian tersebut sama sekali tidak

ditanggapi oleh negara-negara Barat. Karena itu, pemerintah berpendapat bahwa akan lebih baik untuk membangun negara, mengembangkan industri, dan

memperkuat militer demi kepentingan negara daripada harus merevisi isi perjanjian.

Pada masa itu, yang mula-mula menjadi menteri adalah para pemimpin yang

berasal dari Satsuma dan Choshu. Mereka pulalah yang memegang pemerintahan. Menurut konstitusi yang dikeluarkan pada tahun 1889, Kaisar memang memegang

konstitusi, namun kaisar Meiji tidak diharapkan menjalankan pemerintahan, melainkan hanya memberikan pengesahan atas keputusan-keputusan yang diambil

para menteri.

Tidak sedikit orang yang merasa tidak puas, terutama mareka para mantan samurai. Ini terutama karena kaum samurai yang kehilangan pekerjaan terpaksa

harus berdagang dengan mereka sendiri (士 族 商 法/ shizoku no shouhou). Mereka akhirnya memberontak di berbagai daerah. Saiko Takamori dan lainnya menuntut pemerintahan baru agar kekuasaan para mantan samurai diarahkan ke luar, memberlakukan kembali politik isolasi, dan membuka Korea dengan paksa.

Namun atas anjuran Okubo Toshimichi, Kido Takayoshi, dan tokoh lainnya, perkembangan negara secara langsung lebih maju dan pemerintahan dalam negeri

dilaksanakan lebih dahulu.

Pada tahun 1987 (Meiji X), terjadi pertempuran skala besar yang kemudian

(8)

Walaupun keadaan dalam negeri mengalami guncangan, pemerintah Meiji

tetap melakukan negosiasi dengan negara-negara tetangga untuk dapat menetapkan batas daerah kekuasaan Jepang. Pada tahun 1875, diadakan negosiasi

dengan Rusia mengenai pertukaran pulau di mana mereka menyetujui bahwa pulau Karafuto (Sakhalin) termasuk wilayah Rusia, sedangkan pulau Chishima termasuk wilayah Jepang. Pada tahun 1879, provinsi Okinawa dimasukkan ke

dalam pulau Ryukyu.

2.2.2 Bidang Sosial Dan Budaya

Salah satu tindakan pertama pemerintah adalah dengan menetapkan

peringkat baru bagi bangsawan. Lima ratus orang tua dari pengadilan bangsawan, mantan daimyo, hingga samurai yang telah memberikan layanan kepada Kaisar

berharga diselenggarakan di lima peringkat: pangeran ( 王 族 / 皇 族 ,

oozoku/kouzoku), marquis (侯 / kousha ku), count (伯 / hakushaku), viscount

(子 / shishaku), dan baron (男 / danshaku). Pada saat inilah bahwa gerakan Ee

ja nai ka, sebuah penjangkitan spontan karena kegembiraan luar biasa, berlangsung.

Tahun 1885, cendekiawan Yukichi Fukuzawa menulis esei yang sangat berpengaruh berjudul “Membiarkan Asia” (Leaving Asia), yang berpendapat

bahwa Jepang seharusnya menyesuaikan diri dengan 'negara-negara Barat yang

(9)

dapat menjadi sebuah landasan untuk penjajahan Jepang di wilayah ini di

kemudian hari.

Modernisasi di bidang kebudayaan terus dilakukan. Pada tahun 1872 (Meiji

V), pemerintah menetapkan sistem pendidikan di mana masyarakat yang memiliki pekerjaan dan status macam apapun dapan mengikuti pendidikan. Selain itu, pemerintah Meiji pun mengirimkan banyak mahasiswa ke negara-negara Eropa

dan Amerika dan mengundang banyak ahli teknik dari negara-negara Barat. Kebudayan Barat yang maju pun diadopsi oleh pemerintah.

Di bidang kehidupan sehari-hari, diberlakukan kalender solar Gregorian. Agama Kristen akhirnya diakui karena adanya kritik-kritik dari luar negeri.

Teknik cetak berkembang sehingga koran yang menyebarluaskan politik dan humaniora banyak diterbitkan. Kebudayaan di kota-kota besar yang merupakan salah satu kebudayaan yang paling inovatif di dunia, menghasilkan kombinasi

seni cetak balok kayu, teater Kabuki, novel, puisi Haiku, mode pakaian, dan perpustakaan. Di Ginza, Tokyo, dibangun bangunan-bangunan bergaya Barat

yang menggunakan batu bata merah dan di jalan-jalan raya dinyalakan lampu-lampu gas yang menerangi jalan.

Kucir rambut yang tadinya sebagai simbol keluarga bushi dan lambang

kekuasaan pada masa bakufu berubah di masa Meiji. Memotong rambut kuncir menjadi pendek dan memakai pakaian ala Barat telah menjadi gaya hidup baru. Di

samping itu, daging sapi yang biasanya tidak dimakan akhirnya mereka makan dan mulai pada waktu itu banyak dijumpai restoran sukiyaki. Gaya hidup baru yang mencakup bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, sandang, pangan, papan,

(10)

diterima masyarakat dan disebut dengan istilah Bunmei Kaika (masa peradaban dan pencerahan).

Di bidang ideologi, diterapkan pemikiran Barat, seperti bahwa manusia

semuanya bebas dan sederajat, dan memiliki hak yang sama untuk menuntut pemikiran untuk mendapatkan keadilan dalam mencapai kebahagiaan dan kebebasannya sehingga pemikiran ini akhirnya meluas di masyarakat. Dalam

buku Fukuzawa Yukichi, terdapat kata-kata pendahuluan yang berbunyi: “Langit yang ada di atas manusia bukan buatan manusia, jadi manusia tidak membuat di bawah manusia.”

Di bidang pendidikan, awalnya banyak petani yang tidak suka memasukkan

anak-anaknya ke sekolah karena harus membayar uang sekolah. Namun kenyataannya semakin lama pendidikan sekolah dasar pun semakin meluas. Di bidang pendidikan tinggi, didirikan perguruan tinggi Tokyo Igaku pada tahun

1877 (diganti namanya menjadi Universitas Teikoku pada tahun 1896, dan berganti lagi pada 1945 menjadi Universitas Tokyo); Fukuzawa Yukichi

mendirikan sekolah swasta Keio; pemimpin agama Kristen bernama Niijimajo mendirikan Universitas Doshisha; sedangkan Okuma Shigenobu mendirikan sekolah kejuruan Tokyo, Universitas Waseda. Perguruan-perguruan tinggi

tersebut banyak menghasilkan tenaga ahli yang tidak kalah dari luar negeri. Pemerintah Meiji terus menyempurnakan bidang pendidikan semaksimal mungkin

(11)

2.2.3 Bidang Kesusastraan

Setelah adanya Restorasi Meiji, Jepang pun turut memodernisasi bidang kesusastraan, dimulai dari tulisan Shobochi Shoyo berjudul Shosetsu Shinzui pada

tahun 1885. Dalam Shoyo diungkapkan bahwa karya sastra bukanlah alat politik maupun moral, tapi merupakan seni yang memiliki makna sendiri, yang mengutamakan keindahan hidup dan realisme. Salah satu penulis novel yang

terkenal pada masa itu adalah Futabatei Shimei yang menjadi pelopor dalam novel modern. Salah satu novel modernnya adalah Ukigumo, yang ditulis dengan bahasa

kolokial (percakapan). Sampai saat ini, karya klasik seperti Goshunotoi karya Kodarohan dan Konjikiyasha karya Ozaki Koyo masih banyak dibaca kalangan

luas.

Pada masa itu, berturut-turut bermunculan karya sastra yang dipublikasikan oleh Higuchi Ichiyo seperti Takekurabe, Nigorie, Jusanya, dan lainnya.

Karya-karya yang ditulis dengan gaya bahasa yang sangat indah itu menceritakan tentang seorang wanita yang harus menghadapi kesulitan di tengah masyarakat yang

terikat oleh adat istiadat dan moral yang kuno, namun meskipun demikian karya sastra itu secara realistis masih bernapaskan puisi.

Selain itu, karya-karya baru di bidang puisi seperti waka dan haiku pun lahir. Puisi, disebut pula shintaishi, dan karya-karya di bidang puisi bernafaskan romantis. Di bidang haiku dan waka, Masao Kashiki mengeluarkan majalah

(12)

Setelah karya Ukigumo, banyak karya-karya beraliran naturalis yang

mendapat pengaruh dari sastra asing bermunculan. Yang perlu diperhatikan adalah karya Shimazaki Toson yang berjudul Haikai. Haikai merupakan puncak dari karya sastra Jepang yang menggambarkan pergolakan batin seorang manusia, khususnya dunia remaja dan penderitaan yang dialaminya. Toson terus aktif menulis hingga zaman Showa ketika dia menulis kisah tentang kehidupan orang

tuanya semasa sulit di zaman restorasi Meiji dalam novel berjudul Yoakemae. Sastra naturalisme merupakan gerakan modernisasi di bidang kesusastraan. Karya

sastra Tayama Katai yang berjudul Futon memiliki pengaruh besar terhadap gerakan tersebut.

Dalam perkembangan kesusastraan naturalisme tersebut, khususnya sejak pertengahan zaman Meiji hingga awal zaman Taisho, orang-orang yang berperan adalah Mori Ogai, Natsume Soseki, Ishikawa Takubaku.

2.2.4 Bidang Ekonomi Dan Industri

Setelah tahun 1890, Jepang berusaha memajukan mekanisme di bidang industri pemintalan sutra, dan industri lainnya, ditandai dengan diimpornya benang katun dan benang sutera ke Amerika, Korea, dan Cina. Perang

Cina-Jepang dan Rusia-Cina-Jepang mengakibatkan Cina-Jepang memperoleh sumber-sumber kekayaan alam yang berlimpah. Pada tahun 1901, Jepang selesai membangun

(13)

Revolusi tersebut mengakibatkan meningkatnya kapitalisme dan timbulnya

persoalan dalam masyarakat feodal. Di perdesaan, karena dipaksa membayar pajak yang tinggi, semakin banyak para petani yang menjual tanah pribadinya

sehingga jumlah petani miskin pun terus meningkat. Para petani kecil yang tidak bisa hidup di perdesaan lagi lebih memilih pergi ke perkotaan dan menjadi buruh pabrik.

Namun, kondisi pabrik tempat para petani itu bekerja sangat buruk. Di lain pihak, para tuan tanah lintah darat yang menimbun dan mengumpulkan tanah

yang luas tidak bisa menanam sendiri, sehingga mereka yang mebiayai hidup dengan cukai semakin bertambah. Selain itu, para tuan tanah yang menjadi

anggota perlemen (yang membayar dengan jumlah banyak) pun meningkat. Saat itu, tuan tanah besar dan keluarga kapitalis yang mengelola perusahaan, memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap politik Jepang.

Bersamaan dengan perkembangan industri modern, maka modal diakumulasikan pada industri-industri besar dan keluarga kapitalis yang

berpengaruh (zaibatsu). Di bidang keuangan, perdagangan luar negeri, transportasi, pertambangan, dan bidang lain, diadakan pengelolaan multidimensi sehingga bank akhirnya menguasai modal industri.

Dalam keadaan seperti itu, paham pemikiran masyarakat juga meluas di Jepang. Pergerakan para petani kecil dan para buruh dalam upaya memperbaiki

(14)

2.2.5 Bidang Telekomunikasi

Untuk menyamakan kedudukannya dengan dunia Barat, pemerintah Meiji telah mengadakan pembaharuan dalam segala bidang dengan mencontoh Barat.

Demikian juga halnya dengan bidang telekomunikasi. Alat-alat telekomunikasi yang mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti telegraf, film, dan pers lambat laun mulai dibangun. Pada tahun 1871, pemerintah

mengumumkan untuk membangun fasilitas-fasilitas pengumpulan surat dan penjualan benda pos sepanjang jalan raya Tokaido. Kemudian didirikan kantor

pos yang meniru model Eropa dan Amerika di Tokyo dan Osaka. Telegraf dimulai ketika datangnya Commodore Perry yang mengirim seperangkat alat-alat sebagai

hadiah kepada Shogun.

Empat tahun kemudian Shimazu Nariakira, daimyo dari Satsuma memasang kabel-kabel telegraf di purinya untuk keperluan sendiri yang mulai dipakai pada

tahun 1869 ketika diadakan hubungan antara istananya dengan kantor penerangan di Yokohama yang berjarak tidak lebih dari setengah mil. Ini kemudian segera

diikuti oleh pemasangan kabel telegraf antara Tokyo dan Yokohama yang kemudian pengelolaannya diambil alih oleh pemerinyah. Dengan dimulainya pemasangan kabel telegraf yang menghubungkan Nagasaki dengan Shanghai dan

Vladivostok pada tahun 1871, maka komunikasi telegraf internasional pun dibuka. Alat-alat telekomunikasi tersebut terbukti sangat besar manfaatnya dalam usaha

(15)

2.2.6 Bidang Militer

Tanpa dihalangi oleh pihak oposisi, pemerintah Meiji meneruskan modernisasi negeri dengan membangun jaringan kabel telegraf yang disponsori

pemerintahan ke seluruh kota-kota penting di Jepang dan daratan Asia, konstruksi jalan kereta api, industri pembuatan kapal, pabrik amunisi, tambang, tekstil dan manufaktur, pabrik-pabrik, dan pusat penelitian agrikultur. Karena banyak yang

memikirkan masalah keamanan nasional, pemerintah pun akhirnya membuat beberapa upaya dalam modernisasi militer, yaitu denagn menciptakan angkatan

perang yang kecil, sistem cadangan yang besar, dan wajib militer bagi seluruh laki-laki dewasa. Sistem militer Barat mereka pelajari, penasihat dari luar negeri,

khususnya Perancis, mereka boyong untuk melatih tentara Jepang, dan banyak kadet dari Jepang dikirim ke Eropa dan Amerika Serikat untuk belajar di sekolah militer dan angkatan laut di sana.

Pada tahun 1854, setelah Komodor Matthew C. Perry memaksa Jepang untuk menandatangani Persetujuan Kanagawa, rakyat Jepang mulai menyadari

bahwa dia harus melakukan modernisasi dalam bidang militer untuk mencegah intimidasi dari pihak Barat. Namun, keshogunan Tokugawa secara tidak resmi mengemukakan sudut pandang ini, sehingga Gubernur Nagasaki, Shanan

Takushima, yang menyuarakan pandangannya perihal reformasi militer dan modernisasi persenjataan secara frontal pun dipenjara.

Tidak sampai awal Zaman Meiji tahun 1868 saat pemerintah Jepang mulai melakukan modernisasi secara serius. Pada tahun 1868, pemerintah Jepang membangun gudang senjata di Tokyo. Gudang senjata ini bertanggung jawab atas

(16)

tahun yang sama, Masujiro Jepang Omura mendirikan akademi militer pertama di

Kyoto. Omura lebih jauh mengusulkan dibangunnya barak-barak militer yang diisi oleh kalangan masyarakat, termasuk golongan petani dan pedagang.

Kalangan shogun, yang tidak senang dengan pandangan Omura perihal pengerahan itu, akhirnya membunuhnya pada tahun berikutnya.

Pada tahun 1870, Jepang memperluas basis produksi militer dengan cara

membuka gudang senjata lain di Osaka. Gudang senjata di Osaka ini bertanggung jawab atas produksi senjata mesin dan amunisi. Selain itu, empat pabrik bubuk

mesiu juga dibuka di tempat ini. Kapasitas produksi Jepang pun meningkat secara bertahap.

Pada tahun 1872, Yamagata Aritomo dan Saigo Tsugumichi, dua orang marsekal militer, mendirikan Korps Pengawal Istana. Korps ini diisi oleh para pahlawan dari marga Tosa, Satsuma, dan Chusho. Selain itu, pada tahun yang

sama, Hyobusho (Kementerian Hubungan Militer) telah dibubarkan dan diganti dengan Departemen Urusan Militer dan Departemen Angkatan Laut. Kalangan

pemerintahan shogun merasa benar-benar kecewa pada tahun-tahun berikutnya, saat Konskripsi Hukum 1873 disahkan pada pada bulan Januari. Undang-undang ini memerlukan setiap lelaki Jepang dewasa, dari kelas manapun, untuk

melaksanakan mandat selama tiga tahun pada cadangan pertama dan tambahan dua tahun pada cadangan kedua.

Hukum yang luar biasa ini, yang menandai awal berkhirnya kekuasaan shogun, awalnya menemui hambatan baik dari pihak petani maupun semacam pejuang. Kalangan petani menafsirkan istilah pelayanan militer, secara literal

(17)

saja diperlukan. Metode yang harus dihindari termasuk pelumpuhan, mutilasi diri,

dan pemberontakan orang local. Kalangan samurai itu yang umumnya merasa sebal dengan kalangan militer baru bergaya Barat dan pada awalnya menolak

untuk mempertahankan formasi dengan kelas petani yang rendah.

Bersamaan dengan penerapan hukum yang baru, pemerintah Jepang mulai membuat model baru untuk angkatan darat mereka dengan meniru militer Prancis.

Bahkan, tentara Jepang yang baru menggunakan struktur peringkat yang sama seperti Prancis. Peringkat-peringkat calon perwira adalah: tamtama, bintara, dan

perwira. Peringkat-peringkat tentara terdiri dari: jojo-hei atau tentara kelas atas, itto-sottsu atau tentara kelas satu, dan nito-sotsu atau tentara kelas dua. Peringkat-peringkat kelas bintara terdiri dari: gocho atau kopral, gunso atau sersan, socho atau sersan mayor, dan tokumu-socho atau sersan mayor khusus.

Terakhir, peringkat-peringkat kelas perwira terdiri dari: shoi atau letnan dua, chui atau letnan, tai atau kapten, shosa atau mayor, chusa atau letnan kolonel, taisa atau kolonel, shosho atau mayor jenderal, chujo atau letnan jenderal, taisho atau jenderal, dan gensui atau panglima tertinggi. Pemerintah Perancis juga sangat berkontribusi dalam memberikan pelatihan kepada para tentara Jepang. Cukup banyak yang bekerja di akademi militer di Kyoto, dan masih banyak lagi yang

dengan gugup menerjemahkan istilah-istilah bahasa Prancis untuk peringkat-peringkat yang digunakan di Jepang.

Walaupun Konskripsi Hukum 1873, dan semua reformasi serta kemajuannya, militer Jepang yang baru masih belum dapat diuji. Semua menjadi berubah pada tahun 1877, ketika Takamori Saigo, memimpin pemberontakan

(18)

Kagoshima dengan rombongan pasukan dalam jumlah kecil menuju Tokyo. Istana

Kumamoto adalah tempat pertarunagn besar pertama bagi pasukannya yang dibakar oleh pasukan karena mereka berusaha untuk menahan perjalanan mereka

ke istana. Daripada meninggalkan musuh berada, Saigo melakukan serangan lanjutan ke istana. Dua hari kemudian, para pemberontak dari Saigo sementara berusaha menutup jalan bagi orang-orang yang lewat gunung, mereka menemui

tentara elemen nasional yang sedang berada dalam perjalanan menuju istana Kumamoto.

Setelah perang yang singkat itu, kedua belah pihak untuk menghimpun kembali diri kekuatan mereka. Beberapa minggu kemudian tentara nasional

terlibat dalam pertarungan langsung melawan para pemberontak dari Saigo yang sekarang disebut Perang Tabaruzuka. Selama delapan hari berperang, pasukan Saigo yang berjumlah hampir sepuluh ribu orang bertarung secara langsung

dengan tentara nasional yang berjumlah hampir sama. Kedua belah pihak kehilangan hampir empat ribu korban selama pertarungan ini. Namun karena

adanya wajib militer, tentara Jepang mampu menghimpun kembali kekuatan sementara dari pasukan Saigo tidak. Selanjutnya, pasukan yang setia kepada Kaisar pun berhasil menghentikan aksi pemberontakan dan mengakhiri

pengepungan di istana Kumamoto setelah lima puluh empat hari.

Pasukan Saigo melarikan diri ke utara, dan dikejar oleh tentara nasional.

Tentara nasional menangkap Saigo di Gunung Edodake. Pasukan Saigo terus berkurang jumlahnya dan memaksa para samurai untuk menyerah. Sisanya lima ratus samurai yang setia kepada Saigo kabur, melakukan perjalanan ke selatan

(19)

kematian empat puluh orang samurai yang tersisa dan pemenggalan kepala

Takamori Saigo. Kemenangan tentara nasional mengesahkan modernisasi militer Jepang, serta berakhirnya pada era samurai.

2.2.7 Bidang Hubungan Internasional

Ketika Angkatan Laut Amerika Serikat mengakhiri kebijakan sakoku Jepang, juga ketertutupannya, Jepang akhirnya sadar akan kelemahannya dan

terpaksa menerima tekanan militer dan eksploitasi ekonomi dari kekuatan Barat. Karena Jepang muncul dari periode feodal, Jepang merasa harus membentengi diri

agar tidak dijajah seperti negara-negara Asia lain dengan cara membangun kemerdekaan nasional yang sejati serta persamaan.

Menyusul kekalahan Cina di Korea dalam perang Cina-Jepang (1894-1895),

Jepang menerobos sebagai kekuatan internasional dengan sebuah kemenangan dari Rusia di Manchuria (Cina sebelah timur laut) pada perang Rusia-Jepang

tahun 1904-1905. Setelah bersekutu dengan Inggris sejak Aliansi Inggris-Jepang yang ditandatangani di London pada 30 Januari 1902, Jepang bergabung dengan

Tentara Sekutu pada Perang Dunia I, merampas wilayah kekuasaan German di Cina dan Pasifik selama aksinya, akan tetapi sebaliknya, menempatkan diri lebih jauh dalam konflik.

Setelah perang berakhir, Eropa yang mulai melemah meninggalkan sebuah saham yang lebih besar di pasar internasional bagi Amerika Serikat dan Jepang,

(20)

di Cina, tetapi bahkan di negara jajahan Eropa colonies seperti India dan

Indonesia, mencerminkan pengembangan zaman Meiji.

2.3 Westernisasi Setelah Perang Dunia II

Pada tahun 1868, Meiji Tenno sebagai pemerintah baru mengutarakan janji

五箇条 誓文 (gokajou no seimon). Tenno meningkatkan kehidupan ekonomi dan politik, dengan cara mencari ilmu dari seluruh dunia. Jepang mendukung dan

mengadapsi segala hal dari Barat. Jepang terlahir kembali dengan Amerika sebagai ibu baru dan Prancis sebagai ayah. Sikap ini semakin berkembang pada

zaman Taisho.

Suryohadiprojo (1982:26-31) mengatakan dalam proses awal modernisasi di Jepang, ada beberapa hal yang fundamental dilakukan oleh pemerintahan Meiji,

yaitu :

1. Penghapusan gologan samurai dan tembok pemisahan antara golongan

petani, tukang, serta pedagang.

2. Diadakannya pendidikan wajib dan bebas bagi seluruh rakyat selama 4 tahun dan dibukanya berbagai macam tingkat sekolah, hingga pada tingkat

universitas.

3. Sikap Jepang untuk lebih berorientasi kepada kekuatan sendiri dari pada

berdasarkan pada bantuan luar negeri.

(21)

Dari lima tindakan fundamental yang dilakukan pemerintahan Meiji, telah

terbukti hasilnya berupa perang Jepang – Rusia pada tahun 1904 – 1905. Jepang berhasil memenangkan perang. Kemenangan Jepang membuktikan bahwa Jepang

dapat mengimbangi bangsa Eropa dan memperkuat kepercayaan diri bangsa Jepang. Pada perkembangan selanjutnya, Jepang mengalami kemajuan pada fase Perang Dunia I. Dalam Perang Dunia I negara-negara Eropa tidak mampu

memproduksi barang-barang untuk daerah jajahan di Asia, karena negara-negara tersebut terlibat perang. Sejak saat itu Jepang memperoleh daerah pemasaran hasil

industrinya di wilayah Asia. Ditambah lagi karena Jepang turut serta dalam perang dengan memihak Inggris yang pada saat Perang Dunia I menjadi pihak

yang menang, sehingga Jepang mendapat sebagian dari bekas jajahan Jerman.

Dengan keberhasilan modernisasi yang dilakukan dari keadaan terisolasi dan jauh tertinggal dari negara luar, menjadi sebuah negara yang mengalami

kemajuan pesat dalam bidang pengetahuan dan teknologi, serta dalam bidang ekonomi membuat Jepang menjadi agresif keluar. Jepang mulai melakukan

ekspansinya ke China dan akhirnya turut serta melibatkan diri dalam Perang Dunia II. Serangan yang dilakukan Jepang atas Pearl Harbour merupakan awal dari keikutsertaan Jepang dalam Perang Dunia II. Jepang bersama dengan Jerman

dan Italia melawan Amerika, Inggris, Rusia dan sekutunya. Jepang bersekutu dengan Jerman dan Italia karena kesamaan paham yang mereka anut yaitu,

(22)

bahwa seluruh dunia merupakan keluarga besar dan Jepang sebagai keturunan

Dewa menjadi pemimpin seluruh dunia. Asumsi bahwa kaisar sebagai perwujudan dunia nyata berasal dari shintoisme. Ajaran ini sudah mendarah daging dalam akar budaya Jepang. Oleh karena itu, ketika Jepang melakukan invasi para tentara dengan semangat tinggi rela melakukan apapun demi Kaisar yang dianggap dewa. Menggunakan Hakko ichiu sebagai pemacu semangat benar-benar efektif bagi

Jepang pada masa itu.

Namun hasil Perang Dunia II tidak menguntungkan bagi Jepang. Meskipun

awalnya Jepang berhasil menduduki beberapa negara di kawasan Asia seperti Korea dan Indonesia, Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II.

Jepang akhirnya menyadari bahwa strateginya untuk menguasai dunia melalui kekuatan militernya mengalami kegagalan dan bahkan mengalami kerugian di berbagai sektor ekonomi yang cukup parah akibat terjadinya penghancuran

terhadap dua kota pusat industrinya, Nagasaki dan Hiroshima dibom atom oleh Amerika Serikat.

Jepang mulai merayap untuk membangun negaranya dengan berangkat kembali dari titik nol. Bagaimana pun strategi untuk menguasai dunia dengan kekuatan militer harus diganti dengan menampilkan dirinya sebagai „economic animal‟ yang benar-benar harus bisa tampil tanpa pandang bulu dan juga harus

menyingkirkan segala bentuk pertimbangan moralitas untuk mencapai tujuannya

itu.

(23)

modernisasi Jepang pasca kekalahannya dari Perang Dunia II ialah dengan membentuk „mentalitas lapar‟ orang Jepang. Kita semua maklum, orang lapar bisa

berbuat apa saja untuk menutupi laparnya, termasuk berbuat yang tidak bermoral.

Bangsa Jepang, memang menempatkan dirinya ibarat permukaan cermin yang luas, yang menerima dan memantulkan cahaya dari peradaban bangsa-bangsa lain di dunia. Para ahli tehnik, industri otomotif dan elektronika,

budayawan dan cendikiawan, selalu haus agar cermin itu dapat menerima bayangan kemajuan dari negara lain untuk kemudian diadopsi, direkayasa

sehingga akhirnya menjadi produk baru yang lebih canggih dari aslinya dan itu merupakan karya bangsa Jepang yang kemudian dilempar ke pasaran dunia.

Program pendidikan merupakan aset utama dalam program pembangunan nasional Jepang. Anggaran belanja negara, banyak tersedot dalam program ini dan pada awalnya terutama untuk proyek-proyek penerjemahan serta riset dan

penelitian, khususnya di bidang teknologi dan industri. Seperti halnya yang dilakukan oleh Taiwan yang kini termasuk “Macan Asia” sebagai salah satu

negara industri baru di kawasan Timur, Jepang mendidik para penerjemah (antara lain dengan mengirim mereka keluar negeri) di mana setelah memperoleh pengetahuan bahasa yang cukup mereka harus segera kembali dan mulai

melaksanakan tugas menerjemahkan buku apa saja dari luar, khususnya dari negara-negara Barat yang dianggap sudah lebih maju, ke dalam bahasa Jepang.

(24)

terapan dari Barat dengan lebih mudah melalui literature yang sudah tertulis

dalam bahasa Jepang.

Pada tahun 1947, Jepang memberlakukan Konstitusi Jepang yang baru.

Berdasarkan konstitusi baru, Jepang ditetapkan sebagai negara yang menganut paham pasifisme dan mengutamakan praktik demokrasi liberal. Pendudukan AS terhadap Jepang secara resmi berakhir pada tahun 1952 dengan ditandatanganinya

Perjanjian San Francisco. Walaupun demikian, pasukan AS tetap mempertahankan pangkalan-pangkalan penting di Jepang, khususnya di Okinawa.

Perserikatan Bangsa-Bangsa secara secara resmi menerima Jepang sebagai anggota pada tahun 1956.

Setelah Perang Dunia II, di Jepang terjadi perubahan politik yang sangat signifikan, dengan munculnya beberapa partai politik. Penetrasi ideologi melalui sistem perpolitikan dijadikan sebagai jalan masuk untuk mengambil simpati

rakyat yang trauma dengan sistem perpolitikan sebelumnya yang harus dibayar dengan jutaan nyawa yang harus mati di medan perang.

Beberapa partai politik bermunculan, diantaranya partai sosialis, demokratis dan liberal. Pada awal masuknya Jepang menjadi Negara industiy di bagian politik terjadi kemajuan dalam kebijaksanaan partai politik. Sebelum kedua sistem politik

tersebut Yoshida Shigeru menggunakan kekuatan di bawah Amerika dan ikatan perjanjian San Fransisco. Namun kebijakan tersebut mendapat tantangan dari para

(25)

Antara partai liberal dan demokrasi memiliki sedikit perbedaan, terutama

permasalahan kebijaksanaan di bidang internasional, UUD keamanan Jepang Amerika. Sedangkan kesamaan dari kedua partai tersebut dapat terlihat dalam

kebijakan pemerintah dan politik, yaitu :

1. Secara ekonomi menjaga kebebasan

2. Setelah perang berahir mempertahankan adat dan budaya serta kebiasaan

para leluhur dengan menghargai nilai-nilai yang ada.

3. Memegang teguh perjanjian antara Jepang dan Amerika untuk

membangun kembali kekuatan militer.

Namun pada akhirnya partai demokrasi dan liberal menjadi satu partai.

Pemulihan ekonomi sudah berjalan cukup jauh sehingga memungkinkan industrinya memasok banyak peralatan selain dari senjata. Ekonomi dunia sedang berada di periode pertumbuhan yang cepat. Jepang yang memiliki pasar dalam

negeri yang berkembang pesat, pemerintah yang siap mengucurkan modal dan penduduk yang memiliki kecenderungan menabung uang yang tinggi berada pada

posisi untuk meraih manfaat dari perekonomian dunia tersebut. Pada tahun 1960 laju ekonomi Jepang mencapai 13,2%, laju pertumbuhan ini terus dipertahankan selama sepuluh tahun berikutnya.

Selain itu Jepang juga mengusahakan bantuan melalui diplomasi luar negerinya untuk mendapat simpati ataupun dukungan dari Negara lain. Ozawa

(26)

internasional yang berlangsung antar negara-negara di seluruh kawasan

internasional, adapun lima pokok garis besar tersebut adalah:

1. Mempertahankan kepentingan nasionalnya, yaitu menjadikan tujuan dasar

dari politik luar negeri Jepang adalah untuk kepentingan negeri Jepang sendiri.

2. Partisipasi global, artinya sebagai negara maju Jepang memiliki tanggung

jawab untuk ikut serta membangun kerjasama internasional yang tidak sebatas pada permasalahan ekonomi saja tetapi juga politik.

3. Tujuan-tujuan diplomatik, yaitu menjadikan Jepang sebagai negara yang kuat dan memiliki tujuan diplomasi yang mapan dengan cara

mengembangkan kemampuan strategi untuk mencapainya.

4. Aliansi Amerika Serikat-Jepang, yaitu Jepang harus kembali mempertahankan hubungannya dengan AS sebagai tonggak untuk

mewujudkan keamanan dan kemampuan strategi untuk mencapainya. 5. Kawasan Asia-Pasifik, yaitu Jepang harus mengakui arti penting kawasan

Asia Pasifik. Dimana hal tersebut merupakan bentuk diplomasi “pilar kembar” Jepang sebagai anggota dalam komunitas Asia-Pasifik dan juga

Referensi

Dokumen terkait

20 Juni 2016 dan Penetapan Pemenang oleh Kelompok Kerja (Pokja) ULPD Kementerian Keuangan. Provinsi Sumatera Utara tanggal 20 Juni 2016 melalui Aplikasi SPSE Kementerian Keuangan

Berdasarkan Berita /ULPD/WII.5/BDK/2016 Tanggal Kelompok Kerja (Pokja) ULPD tanggal 21 Juni 2016 melalui Sederhana Pascakualifikasi Bangunan Gedung Kelas Balai

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Paket Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Renovasi Rumah

[r]

[r]

berbahaya untuk pesawat terutama pada ketinggian yang rendah, karena saat stall.. terjadi, pesawat menjadi sulit untuk dikontrol dan cenderung

Jadi Orang Indonesia (MAJOI) karya Taufiq Ismail dalam bentuk buku. elektronik

Kecepatan fluida di permukaan atas airfoil lebih tinggi jika dibandingkan engan kecepatan di permukaan bawah fluida, hal ini menyebabkan tekanan di permukaan atas airfoil