• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Antimuagenik Ekstrak Etanol Bunga Jantan Pepaya (Carica papaya L.) pada Mencit Jantan yang Diinduksi dengan Siklofosfamid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Antimuagenik Ekstrak Etanol Bunga Jantan Pepaya (Carica papaya L.) pada Mencit Jantan yang Diinduksi dengan Siklofosfamid"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL BUNGA

JANTAN PEPAYA (Carica papaya L.) PADA MENCIT

JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN

SIKLOFOSFAMID

SKRIPSI

OLEH

WAHYUDIN SITORUS

071501029

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL BUNGA

JANTAN PEPAYA (Carica papaya L.f.) PADA MENCIT

JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN

SIKLOFOSFAMID

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH

WAHYUDIN SITORUS

071501029

FAKULTAS FARMASI

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL BUNGA

Jantan

PEPAYA (

Carica papaya

L.

)

PADA MENCIT JANTAN YANG

DIINDUKSI DENGAN SIKLOFOSFAMID

OLEH:

WAHYUDIN SITORUS

NIM 071501029

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal:

Pembimbing I, Panitia Penguji

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt Prof. Dr. Rosidah, M.Si,, Apt. NIP 130953857 NIP 195301011983031004

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt Pembimbing II, NIP 130953857

Dr. Marline Nainggolan., M.S., Apt. Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195709091985112001 NIP 195208241983031001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat, karunia, dan RidhoNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Antimuagenik Ekstrak Etanol Bunga

Jantan Pepaya (Carica papaya L.) pada Mencit Jantan yang Diinduksi dengan

Siklofosfamid”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pepaya merupakan tanaman yang tersebar hampir di seluruh Indonesia,

dan masyarakat mengkonsumsi bunga pepaya jantan sebagai sayuran. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam

simplisia bunga pepaya dan untuk mengetahui efek antimutagenik ekstrak etanol

bunga pepaya. Ternyata simplisia bunga pepaya mengandung senyawa golongan

flavonoida, tanin, steroida-riterpenoida serta ekstrak etanol bunga pepaya jantan

memiliki efek antimutagenik dilihat dari jumlah mikronukleus sel eritrosit

polikromatik yang diamati pada apusan sumsum tulang femur mencit yang

terbentuk semakin sedikit dengan adanya pemberian ekstrak etanol bunga pepaya.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, SU., Apt. dan Ibu Dr. Marline

Nainggolan, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing

dengan penuh kesabaran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas

(5)

Rosidah, M.Si,, Apt., Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., dan Ibu Dra. Aswita

Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku penguji yang telah menguji dan memberikan

masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

tulus kepada Ayahanda Bustami Sitorus dan Ibunda Asmah Boru Silitonga

tercinta, serta abang, kakak dan adik-adikku atas doa, dorongan dan pengorbanan

baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini. Selain itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang telah berpartisipasi

dalam pengerjaan penelitian ini.

Medan, Februari 2012

Penulis,

(6)

UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL BUNGA JANTAN PEPAYA (Carica papaya L.f.) PADA MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI

DENGAN SIKLOFOSFAMID

ABSTRAK

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tumbuhan yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Bunga jantan tumbuhan pepaya sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayur. Masyarakat sudah memanfaatkan daun dan getah tumbuhan pepaya untuk mengobati malaria dan menghilangkan kutil. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi, skrining fitokimia, dan uji antimutagenik ekstrak etanol bunga pepaya jantan (Caricae flos) pada mencit jantan yang diinduksi dengan siklofosfamid.

Terhadap serbuk simplisia bunga pepaya jantan dilakukan karakterisasi meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar sari tidak larut asam. Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia untuk memeriksa golongan senyawa alkaloida, flavonoida, steroida-triterpenoida, glikosida, antraqinon dan tanin. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80%, maserat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental, selanjutnya ekstrak di freeze dryer pada suhu -40 oC. Ekstrak yang diperoleh diuji efek antimutagenik terhadap mencit jantan yang diinduksi menggunakan siklofosfamida (50 mg/kg BB) secara intraperitonial. Ekstrak etanol bunga pepaya jantan diberikan secara oral pada dosis 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB, dan 750 mg/kg BB. Aktifitas antimutagenik ditunjukkan oleh adanya penurunan jumlah mikronukleus dalam setiap 400 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit.

Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 7,32%, kadar sari larut dalam air 19,25%, kadar sari larut dalam etanol 10,61%, kadar abu total 2,52% dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,22%. Hasil skrining fitokimia simplisia bunga pepaya jantan terdapat senyawa-senyawa golongan flavonoida, steroida-terpenoida, dan tanin. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol bunga pepaya jantan mampu menurunkan jumlah mikronukleus pada 400 sel eritrosit polikromatik yang terdapat pada apusan sumsum tulang femur mencit. Pemberian ekstrak etanol bunga pepaya jantan dosis 750 mg/kg BB memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol normal (p < 0,05). Pemberian ekstrak etanol bunga pepaya jantan dosis 750 mg/kg BB memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pada pemberian dosis 250 dan 500 mg/kg.

(7)

ANTIMUTAGENIC TEST OF ETHANOLIC EXTRACT MALE PAPAYA FLOWERS (Carica papaya L.f.) IN INDUCIBLE MALE MICE WITH

CYCLOPHOSPAMIDE

ABSTRACT

Papaya (Carica papaya L.) is a plant that spread almost over Indonesia. Male flowers (Caricae flos) of this plant are often consumed by the public as a vegetable. People already use the leaves and sap of this plant to treat malaria and elimininate the warts. This study aims to perform characterization of simplicia male papaya flower, phytochemical screening of simplicia and antimutagenic testing of ethanol exctract male papaya flower in mice of which induced by cyclophosphamide.

Simplicia powder the male papaya flowers characterization includes the assay of water content, assay of water-soluble exctract, assay of ethanol-soluble extract, determination of total ash content and assay of acid-insoluble extract. Phytochemical screening carried out on simplicia powders to examine the compounds of alkaloide, flavonoide, steroide-triterpenoide, glycoside, antraqinone and tannins. Extraction is don in maceration with solvent ethanol 80%, the maserat obtained was evaporated with the aid to a rotary evaporator to viscous of exctract, then exctract dryed with freeze dryer at temperature of -40 oC. Exctract obtained were tested antimutagenic effect on male mice of which induced using cyclophosphamide (50 mg/kg BW) intraperitonial. Ethanol exctract of male papaya administrated orally at doses of 250, 500, and 750 mg/kg BW. Antimutagenic activity shown by a decrease in the number of micronucleus in polychromatic erythrocytes per 400 cells in smear preparations femur bonemarrow of mice.

The results of characterization simplicia obtained water content 7.32%, content of water soluble extract 19.25%, content of ethanol soluble extract 10.61%, content of total ash 2.52% and content of ash insoluble in acid 0.22%. The results of screening phytochemical male papaya flowers are contain class of compounds flavonoide, steroide-triterpenoide, and tannins. Results of statistical showed that administration ethanol exctract of male papaya flowers capable lowering the number of micronucleus polychromatic erythrocytes at 400 cells contined in the femur bonemarrow smears of mice. Administrated of ethanol male papaya exctract at doses 759 mg/kg BW shown results that there is not different significantly from normal controls (p<0.05). Ethanol exctract of papaya male flowers doses of 750 mg/kg BW gives better results than doses 250 and 500 mg/kg BW.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ... ii

KATA PENGANTAR ………. iv

ABSTRAK ………... ... iii

ABSTRACT ……… ... iv

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ……… ... 1

1.1 Latar Belakang ………..………... 1

1.2 Perumusan Masalah ………..……... 3

1.3 Hipotesis ………... 3

1.4 Tujuan Penelitian ………..…………... 3

1.5 Manfaat Penelitian ………... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ……… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ……… 6

2.1.1 Sistematika tumbuhan ………..……….. 6

(9)

2.1.4 Morfologi tumbuhan ……….. 7

2.1.5 Kandungan kimia ………... 8

2.1.5.1 Flavonoida ……….….. 8

2.1.5.2 Triterpenoida ………..……….. 9

2.1.5.3 Tanin ………..……….. 9

2.1.6 Khasiat Tumbuhan ……….… 10

2.2 Ekstraksi ……….. 10

2.3 Metode-Metode Ekstraksi ……… 11

2.4 Gen ……….….………. 12

2.5 Mutasi Gen dan Mutagen ………...……….. 13

2.5.1 Mutasi gen ……….………. 13

2.5.1 Mutagen … ……….………. 13

2.6 Uji Mikronuklei Secara In vivo ………...……….. 14

BAB III. METODE PENELITIAN ………...……….. 16

3.1 Alat dan Bahan ……….…… 16

3.1.1 Alat-alat ……….….. 16

3.1.2 Bahan-bahan ……….. 17

3.2 Hewan Percobaan .……….………. 17

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi ………. 17

3.3.1 Pereaksi Meyer ……….……… 17

3.3.2 Pereaksi Dragendorff ……….…….…………... 17

3.3.3 Pereaksi Bouchardat ……….. 18

3.3.4 Pereaksi Molish ……….. 18

(10)

3.3.6 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% .……….. 18

3.3.7 Pereaksi timbal (II) asetat ………..……… 18

3.3.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N ...………..……….….. 18

3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N ...………..…… 19

3.4 Penyiapan Sampel .……… 19

3.4.1 Pengambilan sampel ……… 19

3.4.2 Identifikasi sampel ………... 19

3.4.3 Pengolahan sampel ……….. 19

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ……… 20

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ……… 20

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ..………. 20

3.5.3 Penetapan kadar air simplisia ………. 20

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air …..………… 21

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ……….... 21

3.5.6 Penetapan kadar abu total ………..…. 22

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ……… 22

3.6 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ..………… 23

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida ……… 23

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida ………. 23

3.6.3 Pemeriksaan tanin …….……… 24

3.6.4 Pemeriksaan glikosida ……….……... 24

3.6.5 Pemeriksaan Saponin ...……….. 25

(11)

3.8 Pengujian Efek Antimutagenik ..……….. 26

3.8.1 Penyiapan hewan percobaan ……….. 26

3.8.2 Penyiapan suspensi CMC 1% ……… 26

3.8.3 Penyiapan suspensi ekstrak etanol bunga pepaya jantan (EEBPJ) .……… 27

3.8.4 Penyiapan larutan siklofosfamid (LS) 0,5% (b/v) ….…. 27 3.8.5 Pembuatan serum darah sapi ……….. 27

3.8.6 Pengujiam pada mencit penelitian………... 28

3.8.7 Pembuatan preparat apusan sumsum tulang femur ...… 29

3.8.8 Pengamatan apusan ...………. 29

3.9 Analisis Data ………... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 31

4.1 Simplisia dan Ekstrak ………... 31

4.2 Pengujian Efek Antimutagenik ...……… 33

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….………... 38

5.1 Kesimpulan …………...………... 38

5.2 Saran …………...………... 38

DAFTAR PUSTAKA …………...………... 39

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan ... 32

4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia

bunga pepaya jantan ... 33

4.3 Data rerata mikronukleus dalam 400 sel eritrosit polikromatik ….. 35

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Diagram kerangka pikir penelitian ……….……..….…. 5

2.1 Mutasi pada Proto-onkogen atau Tumor-supresor gen ………….. 12

2.2 Pembetukan Mikronukleus ……….………...…. 15

4.1 Mikroskopik serbuk simplisia bunga papaya jantan ……….……. 31

4.2 Sel-sel yang tampak pada apusan sumsum tulang mencit .………. 34

4.3 Grafik hasil pengukuran jumlah rerata mikronukleus

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ………..……… 44

2 Tumbuhan pepaya jantan ………. 45

3 Perhitungan hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia ………… 46

4 Contoh perhitungan dosis ………...…….…. 51

5 Bagan alur penelitian ...……….………... 52

6 Bagan pembuatan ekstrak etanol bunga pepaya jantan ……... 53

7 Bagan pembuatan preparat/ apusan sumsum tulang femur mencit ………...….………….. 54

8 Alat-Alat ..……….……… 55

9 Hewan Percobaan ..……….………….. 57

10 Tulang femur mencit dan apusan sumsum tulang femurnya ... 58

11 Data jumlah mikronukleus pada masing-masing apusan sumsum tulang femur mencit penelitian ... 59

(15)

UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL BUNGA JANTAN PEPAYA (Carica papaya L.f.) PADA MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI

DENGAN SIKLOFOSFAMID

ABSTRAK

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tumbuhan yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Bunga jantan tumbuhan pepaya sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayur. Masyarakat sudah memanfaatkan daun dan getah tumbuhan pepaya untuk mengobati malaria dan menghilangkan kutil. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi, skrining fitokimia, dan uji antimutagenik ekstrak etanol bunga pepaya jantan (Caricae flos) pada mencit jantan yang diinduksi dengan siklofosfamid.

Terhadap serbuk simplisia bunga pepaya jantan dilakukan karakterisasi meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar sari tidak larut asam. Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia untuk memeriksa golongan senyawa alkaloida, flavonoida, steroida-triterpenoida, glikosida, antraqinon dan tanin. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80%, maserat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental, selanjutnya ekstrak di freeze dryer pada suhu -40 oC. Ekstrak yang diperoleh diuji efek antimutagenik terhadap mencit jantan yang diinduksi menggunakan siklofosfamida (50 mg/kg BB) secara intraperitonial. Ekstrak etanol bunga pepaya jantan diberikan secara oral pada dosis 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB, dan 750 mg/kg BB. Aktifitas antimutagenik ditunjukkan oleh adanya penurunan jumlah mikronukleus dalam setiap 400 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit.

Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 7,32%, kadar sari larut dalam air 19,25%, kadar sari larut dalam etanol 10,61%, kadar abu total 2,52% dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,22%. Hasil skrining fitokimia simplisia bunga pepaya jantan terdapat senyawa-senyawa golongan flavonoida, steroida-terpenoida, dan tanin. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol bunga pepaya jantan mampu menurunkan jumlah mikronukleus pada 400 sel eritrosit polikromatik yang terdapat pada apusan sumsum tulang femur mencit. Pemberian ekstrak etanol bunga pepaya jantan dosis 750 mg/kg BB memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol normal (p < 0,05). Pemberian ekstrak etanol bunga pepaya jantan dosis 750 mg/kg BB memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pada pemberian dosis 250 dan 500 mg/kg.

(16)

ANTIMUTAGENIC TEST OF ETHANOLIC EXTRACT MALE PAPAYA FLOWERS (Carica papaya L.f.) IN INDUCIBLE MALE MICE WITH

CYCLOPHOSPAMIDE

ABSTRACT

Papaya (Carica papaya L.) is a plant that spread almost over Indonesia. Male flowers (Caricae flos) of this plant are often consumed by the public as a vegetable. People already use the leaves and sap of this plant to treat malaria and elimininate the warts. This study aims to perform characterization of simplicia male papaya flower, phytochemical screening of simplicia and antimutagenic testing of ethanol exctract male papaya flower in mice of which induced by cyclophosphamide.

Simplicia powder the male papaya flowers characterization includes the assay of water content, assay of water-soluble exctract, assay of ethanol-soluble extract, determination of total ash content and assay of acid-insoluble extract. Phytochemical screening carried out on simplicia powders to examine the compounds of alkaloide, flavonoide, steroide-triterpenoide, glycoside, antraqinone and tannins. Extraction is don in maceration with solvent ethanol 80%, the maserat obtained was evaporated with the aid to a rotary evaporator to viscous of exctract, then exctract dryed with freeze dryer at temperature of -40 oC. Exctract obtained were tested antimutagenic effect on male mice of which induced using cyclophosphamide (50 mg/kg BW) intraperitonial. Ethanol exctract of male papaya administrated orally at doses of 250, 500, and 750 mg/kg BW. Antimutagenic activity shown by a decrease in the number of micronucleus in polychromatic erythrocytes per 400 cells in smear preparations femur bonemarrow of mice.

The results of characterization simplicia obtained water content 7.32%, content of water soluble extract 19.25%, content of ethanol soluble extract 10.61%, content of total ash 2.52% and content of ash insoluble in acid 0.22%. The results of screening phytochemical male papaya flowers are contain class of compounds flavonoide, steroide-triterpenoide, and tannins. Results of statistical showed that administration ethanol exctract of male papaya flowers capable lowering the number of micronucleus polychromatic erythrocytes at 400 cells contined in the femur bonemarrow smears of mice. Administrated of ethanol male papaya exctract at doses 759 mg/kg BW shown results that there is not different significantly from normal controls (p<0.05). Ethanol exctract of papaya male flowers doses of 750 mg/kg BW gives better results than doses 250 and 500 mg/kg BW.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom

yang berkaitan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit kanker.

Selain dapat terjadi secara spontan, mutasi juga dapat diinduksi oleh berbagai

faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor

penginduksi mutasi dikenal sebagai mutagen (Purwadiwarsa, dkk., 2000).

Uji mikronukleus dikembangkan oleh Schamid (1975) dan Heddle (1973)

merupakan suatu metode pemeriksaan yang secara luas digunakan untuk

mendeteksi efek genotoksik dalam waktu singkat secara in vivo dan in vitro

(Saleh, 2010). Mikronukleus yaitu badan-badan kromatin halus yang terbentuk di

sitoplasma karena terjadinya kondensasi pada fragmen kromosom asentrik atau

seluruh kromosom (Shahrim, et al., 2006). Mikronukleus memiliki ukuran sekitar

1 / 20 - 1 / 6 diameter sel itu sendiri, dan dapat jelas terlihat di bawah pemeriksaan

mikroskop, adanya mikronukleus ini menjadi salah satu indikator terjadinya

mutasi (Sofyan, et al., 2005; Schmid, 1975).

Salah satu bagian tumbuhan yang sudah biasa digunakan oleh masyarakat

adalah daun pepaya. Daun ini digunakan sebagai pencegah malaria, dan

membantu memperbaiki fungsi pencernaan. Selain itu, getah pepaya juga

mengandung papain, dan ini sudah dimanfaatkan secara tradisional untuk

menghilangkan kutil dan gangguan kulit. Papain memiliki kemampuan dalam

(18)

Bahan berkhasiat sudah ditemukan di alam sejak ribuan tahun yang lalu,

dan sejak tahun 1983-1994 telah dilegalisasi 520 obat baru, 39% dari penemuan

tersebut merupakan produk alam serta turunannya, dan 60-80% obat antibakteri

dan antikanker berasal dari alam. Beberapa tahun terakhir banyak kalangan

akademisi serta perusahaan-perusahaan farmasi yang tertarik dengan produk alam

karena berpotensi sebagai sumber obat baru.(Sarker, et al., 2006).

Hasil penapisan golongan senyawa kimia berkhasiat pada bunga pepaya

jantan ditemukan adanya flavonoida, tanin, steroida-triterpenoida, dan karbohidrat

(Indrawati, dkk., 2002). Lebih dari 4000 senyawa flavonoid yang berbeda telah

diisolasi dan diidentifikasi hingga saat ini. Kelompok senyawa ini mendapat

perhatian karena memiliki beberapa aktifitas biologis termasuk sifat

antimutagenik dan antikanker (Ahmad, 2006). Di Negara-negara Asia beberapa

triterpenoida digunakan sebagai agen antiinflamasi dan antikanker (Tobyn, et al.,

2011).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan pengujian

efek antimutagenik bunga pepaya jantan pada mencit, karena berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan dan studi literatur kandungan dalam bunga pepaya

jantan tersebut memiliki sifat yang berpotensi sebagai antimutagenik. Penelitian

dilakukan secara in vivo pada mencit jantan dengan menggunakan metode uji

mikronukleus. Sebagai mutagen digunakan siklofosfamid. Metode ini dilakukan

karena prosesnya mudah dan tidak memerlukan alat dan biaya yang terlalu mahal

dan metode ini paling umum digunakan oleh peneliti untuk melihat efek

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan?

2. Apakah golongan senyawa yang terkandung dalam simplisia dan

ekstrak etanol bunga pepaya jantan?

3. Apakah ekstrak etanol bunga papaya jantan (Carica papaya L.)

memiliki aktivitas sebagai antimutagenik?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis :

1. Karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan yang dilakukan sama

dengan hasil yang sudah pernah dilakukan mahasiswa pasca sarjana

ITB tahun 2002.

2. Golongan senyawa yang terkandung dalam simplisia dan ekstrak

etanol bunga pepaya jantan yaitu alkaloid, flavonoid, tanin,

steroid-triterpenoid, dan karbohidrat.

3. Ekstrak etanol bunga pepaya jantan memiliki efek antimutagenik pada

mencit yang diinduksi dengan siklofosfamid (sebagai mutagen).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan.

2. Untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam simplisia

(20)

3. Untuk mengetahui aktivitas antimutagenik ekstrak etanol bunga

pepaya jantan pada mencit jantan yang diinduksi dengan

siklofosfamid.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan bunga pepaya jantan menjadi suatu sediaan herbal

terstandar yang berfungsi sebagai antimutagenik.

2. Menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai

(21)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut terdapat gambar 1.1

dibawah ini:

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian Simplisia bunga pada 400 sel eritrosit berpolikromatik dari sumsum tulang femur

mencit

1. Pemeriksaan makroskopik 2. Pemeriksaan mikroskopik 3. Penetapan kadar air 4. Penetapan kadar abu total 5. Penetapan kadar abu tidak

larut dalam asam

6. Penetapan kadar sari larut dalam air

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan pepaya adalah sebagai berik

Kingdom/ Kerajaan : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (dikotil)

Bangsa/ Ordo : Violales

Suku/ Suku : Caricaceae

Marga/ Genus : Carica

Jenis/ Spesies : Carica papaya

2.1.2 Habitat tumbuhan

Di Indonesia tanaman pepaya tersebar dimana-mana bahkan telah menjadi

tanaman perkarangan. Sentra penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah

Jawa barat (kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (kabupaten Malang), Pasar Induk

Kramat Jati DKI, Yogyakarta (Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan

(Toraja), Sulawesi Utara (Manado). Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari

Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Meksiko dan Coasta

(23)

tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di dataran dan pegunungan (sampai

1000 m di atas permukaan laut)

2.1.3 Nama lain

Di indonesia Tanaman papaya dikenal dengan berbagai nama diantaranya:

Sumatra : Kabaelo, peute, pastelo, embetik, botik, bala, sikailo, kates, kepaya,

kustela, papaya, pepaya, singsile, batiek, kalikih, pancene, pisang, katuka, pisang

patuka, pisang pelo, gedang , punti kayu.

Jawa : Gedang, ketela gantung, kates, gedhang.

Kalimantan : Bua medung, pisang malaka, buah dong, majan, pisang mentela,

gadang , bandas.

Nusa Tenggara : Gedang, kates, kampaja, kalu jawa, padu, kaut panja, kalailu,

paja, kapala, hango, muu jawa, muku jawa, kasi.

Sulawesi : Kapalay, papaya, pepaya, keliki, sumoyori, unti jawa, tangan-tangan

nikare, kaliki, rianre.

Maluku : Tele, palaki, papae, papaino, papau, papaen, papai, papaya, sempain,

tapaya, kapaya.

Papua : Sampain, asawa, menam, siberiani, tapay

2.1.4. Morfologi tumbuhan

Pepaya (Carica papaya) merupakan tumbuhan yang berbatang tegak dan

basah. Pepaya menyerupai palma, bunganya berwarna putih dan buahnya yang

masak berwarna kuning kemerahan, rasanya seperti buah melon. Tinggi pohon

pepaya dapat mencapai 8 sampai 10 meter dengan akar yang kuat. Helaian

daunnya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun pepaya tersebut

(24)

tersebut simetris. Rongga dalam pada buah pepaya berbentuk bintang apabila

penampang buahnya dipotong melinta

Pepaya adalah monodioecious (berumah tunggal sekaligus berumah dua)

dengan tiga kelamin: tumbuhan jantan, betina, dan banci (hermafrodit).

Tumbuhan jantan dikenal sebagai "pepaya gantung", yang walaupun jantan

kadang-kadang dapat menghasilkan buah pula secara "partenogenesis". Buah ini

mandul (tidak menghasilkan biji subur), dan dijadikan bahan obat tradisional.

Bunga pepaya memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai

atau duduk pada batang. Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai

panjang. Bunga biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucu, 2011).

Pepaya Jantan yaitu pepaya yang memiliki bunga majemuk yang bertangkai

panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai.

Ciri-ciri bunga jantan ialah putih/bakal buah yang rundimeter yang tidak

berkepala, benang sari tersusun dengan sempurna, 2011).

2.1.5 Kandungan kimia

Berdasarkan penelitian fitokimia dan diuji aktivitas antioksidan bunga

jantan segar pepaya gantung (Carica papaya L.) menunjukkan adanya flavonoida,

tanin, steroida-triterpenoida, dan karbohidrat2002).

2.1.5.1 Flavonoida

Flavonoida merupakan senyawa fenol yang memiliki dua cincin benzen dan

dipisahkan oleh satu unit propane dan berasal dari flavon. Flavonoida terdapat

pada buah-buahan, sayur-sayuran, dan minuman yang diperoleh dari tanaman asli,

(25)

diidentifikasi hingga saat ini. Kelompok senyawa ini mendapat perhatian karena

memiliki beberapa aktifitas biologis termasuk sifat antimutagenik dan antikanker

(Ahmad, 2006). Sejumlah penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang jelas antara konsumsi buah dan sayur-sayuran dengan resiko kanker

pada organ saluran pencernaan (Shi, et al., 2004).

2.1.5.2 Triterpenoida

Terpenoida adalah suatu kelompok produk senyawa alam yang memiliki

rangka karbon yang tersusun dari isoprena C5. Sedangkan triterpen yaitu turunan

dari terpen dan memiliki kerangka dasar C30 (Galor, et al., 2004). Beberapa

kelompok triterpen yang penting yaitu triterpen, steroida, saponin, sterolins, dan

glikosida jantung (Cseke, et al., 2006). Triterpen merupakan unsur pokok yang

biasanya terdapat pada tanaman dan makanan obat dan secara ekstensif telah

diteliti memiliki sifat antiinflamasi. Di Negara-negara Asia beberapa triterpenoida

digunakan sebagai agen antiinflamasi dan antikanker (Tobyn, et al., 2011).

2.1.5.3 Tanin

Tanin merupakan oligomer yang larut dalam air, memiliki gugus fenol,

mampu berikatan atau mempercepat pelarutan protein. Tanin umumnya terdapat

pada jaringan kayu, tetapi bisa juga ditemukan pada bagian daun, bunga atau biji

(Cseke, et al., 2006). Konsumsi minuman yang mengandung tannin, seperti teh

hijau dan anggur merah dilaporkan dapat mengobati atau mencegah beberapa

penyakit karena tanin dapat menstimulasi sel fagosit, menghambat tumor. Selain

itu juga dapat menghambat mikroba dengan cara membentuk kompleks dengan

protein mikroba melalui hidropobisitas, hidrogen dan juga melalui ikatan kovalen

(26)

2.1.6 Khasiat tumbuhan

Hampir seluruh bagian tumbuhan papaya memiliki khasiat. Daun pepaya

berkhasiat untuk mengobati batu ginjal, hipertensi, malaria, keputihan, malnutrisi

pada anak-anak, dan mengobati nyeri hai

masih mengkal memiliki efek menggugurkan kandungan, sedangkan buah pepaya

yang sudah matang berkhasiat untuk melancarkan gangguan sistem pencernaan,

selain itu dalam buah pepaya terdapat enzim papain yang berfungsi untuk

memecah protein menjadi arginin, dimana, arginin telah diuji laboratorium dapat

mencegah kanker payudara. Biji pepaya berkhasiat sebagai obat cacing

saluran kenci

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu

pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain.

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,

2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya

(27)

2.3 Metode ekstraksi

Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi:

1. Cara dingin

i. Maserasi, adalah proses pengekstrasian simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar).

ii. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

2. Cara panas

i. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan pada

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

ii. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

iii. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50oC.

iv. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

(28)

v. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai

titik didih air.

2.4 Gen

Secara struktur, gen merupakan unit dasar dari materi hereditas yang

terdapat dalam kromosom (Rittner, et al., 2004; Gardner, et al., 1984). Sedangkan

secara molekuler gen merupakan seluruh rangkaian asam inti yang dibutuhkan

untuk pembentukan suatu produk gen fungsional (polipeptida atau RNA) (Lodish,

et al., 2003). Pada sel gen memiliki fungsi tertentu, salah satunya disebut dengan

proto-onkogen, berfungsi untuk mengatur pembelahan, pertumbuhan, dan

mengatur komunikasi satu sel dengan sel lainnya, serta mengatur apoptosis

(Postlethwait, et al., 2006; Macdonald, et al., 2004). Selain itu ada juga gen yang

berfungsi untuk menghambat proliferasi sel dengan cara menghambat progresi

dan diferensiasi sel, disebut dengan tumor supresor gen. Mutasi pada salah satu

atau kedua gen tersebut dapat menyebabkan ketidakstabilan gen dan akan

menyebabkan terjadinya gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan sel

(Macdonald, et al., 2004).

(29)

2.5 Mutasi Gen dan Mutagen 2.5.1 Mutasi gen

Mutasi merupakan perubahan turun temurun pada materi genetik yang

menimbulkan berbagai bentuk kelainan gen. Secara garis besar terdapat dua tipe

mutasi yaitu yang mempenagaruhi gen dan mempengaruhi seluruh kromosom

(menyebabkan kerusakan kromosom). Mutasi dapat terjadi secara spontan

maupun memalui induksi (Gardner, et al., 1984). Mutasi sebenarnya terjadi pada

sel secara terus menerus, namun frekuensinya sangat rendah dalam kondisi

normal, dan banyak mutasi yang berbahaya namun beberapa tidak menyebabkan

pengaruh apa-apa pada sel (Postlethwait, et al., 2006). Kesalahan pada saat

replikasi gen pada molekul Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) dapat menyebabkan

terjadinya insersi (penyisipan), delesi (penghapusan), dan substitusi (penggantian)

satu atau lebih basa akan menimbulkan mutasi (Stansfield, et al., 2003).

2.5.2 Mutagen

Mutagen yaitu agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi dalam sel

(Postlethwait, et al., 2006). Agen mutagen tersebut dapat berupa fisika, kimia,

radiasi-pengion, sinar uv dan obat-obatan (Stansfield, et al., 2003;

Mutagen yang pertama kali ditemukan yaitu gas mustard

yang dikenal sebagai agen pengalkilasi (Gardner, et al., 1984). Beberapa tahun

yang lalu, hampir seluruh mutagen kuat diketahui sebagai karsinogen yang dapat

menyebabkan kanker (Yuwono, 2010).

Ruddon, 2007;

Gardner, et al., 1984).

Mutagen dapat menimbulkan kerusakan DNA sel. Kerusakan DNA dalam

(30)

lahir, dan penyakit keturunan, selain itu mutagen juga dapat menyebabkan tumor

baik pada hewan maupun manusia (Wisaksono, 2002; Macdonald, et al., 2004).

Karsinogen kimia dapat dibedakan menjadi beberapa kategori di antaranya

yaitu karsinogen yang bekerja langsung dan prokarsinogen. Karsinogen yang

bekerja secara langsung memiliki sifat elekrofilik alami yang dapat bereaksi

dengan secara nukleofilik dengan residu protein pada sel dan asam inti (RNA dan

DNA) membentuk ikatan kovalen dengan karsinogen. Contoh karsinogen kimia

yang bekerja langsung adalah siklofosfamid (Franco, et al., 2002).

Siklofosfamid merupakan obat kanker yang dapat digunakan untuk

beberapa jenis kanker. Obat ini akan diubah di dalam hati menjadi dua senyawa

aktif yaitu akrolein dan fosforamid, dimana kedua senyawa inilah yang akan

menghambat pertumbuhan sel, dengan cara berinteraksi dengan DNA sel kanker

(Anonim, 2000).

2.6 Uji Mikronuklei Secara In vivo

Mikronukleus adalah fragmen kromosom atau kromosom utuh yang

tertinggal dalam sitoplasma selama mitosis. Pada beberapa spesies, kita dapat

mengukur pembentukan mikronukleus darah perifer secara spontan

(Batista-Gonzalez, et al., 2006). Mikronukleus atau jamaknya mikronuklei adalah anak inti

sel berbentuk bulat kecil yang berada di sekitar sitoplasma sel limfosit dan

mempunyai ukuran kurang lebih 1/5 bagian dari inti sel induknya (limfosit). Para

peneliti menganggap bahwa terbentuknya mikronuklei ini berasal dari fragmen

(31)

sehingga mikro nuklei ini mulai terbentuk pada stadium telofase (Lusiyanti, dkk.,

1999).

Gambar 2.2 Pembentukan Mikronukleus

Sumber gambar (Durling, 2008)

Genotoksisitas yaitu proses terjadinya ineteraksi suatu agen dengan DNA

dan target sel lain yang mengontrol materi genetik. Bebarapa agen genotoksik

(penginduksi) seperti paparan radiasi sinar gamma, logam (Kadmium dan Arsen),

dan beberapa obat kanker seperti siklofosfamid. Asam inti dapat mengalami

kerusakan karena diinduksi oleh siklofosfamid, dan kerusakan inilah yang akan

memicu terjadinya mutasi yang pada akhirnya menimbulkan sitotoksisitas,

karsinogenisitas, dan teratogenisitas (Arafa, et al., 2008).

Uji mikronuklei secara in vivo adalah satu metode yang penting untuk

menilai sifat genotoksisitas suatu senyawa. Uji mikronuklei secara invivo

sebagian besar dilakukan pada tikus. Sel eritrosit adalah salah satu jenis sel yang

paling cocok untuk dilakukan pengukuran pada penginduksian mikronuklei,

karena kurangnya inti utama sel tersebut. Inti utamanya diekstruksi selama

pematangan eritroblast (Durling, 2008). Uji mikronukleus digunakan untuk

mendeteksi kerusakan kromosom atau gangguan proses mitosis sel eritroblast

yang disebabkan oleh suatu senyawa penginduksi tertentu. Sampel yang dianalisa

adalah sel darah merah pada sumsum tulang dan atau sel darah perifer hewan,

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan

identifikasi sampel, pengumpulan dan pengolahan sampel, pembuatan simplisia,

pemeriksaan karakterisasi simplisia, pemeriksaan skrining fitokimia serbuk

simplisia, penyiapan hewan uji, pengujian efek antimutagenik pada mencit, dan

pengolahan data. Data dianalisis secara ANOVA (analisis variansi) dan

dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey meggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution) versi 18.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium, aluminium foil, blender (National), lemari pengering, oven listrik,

neraca kasar (ohaus), neraca digital (Vibra), seperangkat alat destilasi penetapan

kadar air, desikator, stopwatch, mortir dan stamfer, rotary evaporator (Heidolph

VV-300), freeze dryer (Edwards), neraca hewan (Presica), spuit ukuran 1 ml, oral

sonde, alat bedah (Wells spencer), mikroskop (Boeco, BM-180, Halogen Lamp),

sentrifugator (Dynamica, Velocity 18R), politube, mikrotube, kamera digital

MDCE-5A. Sebagian gambar alat–alat yang digunakan dapat dilihat pada

(33)

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan tumbuhan yaitu bunga pepaya

jantan dan bahan kimia berkualitas pro analisis seperti, asam asetat anhidrat, asam

klorida pekat, asam nitrat, asam sulfat pekat, besi (III) klorida, bismut nitrat,

iodium, isopropanol, kalium iodida, kloroform, larutan giemsa, merkuri (II)

klorida, metanol, natrium hidroksida, serbuk magnesium, serbuk seng, timbal (II)

asetat, toluena, n-heksan dan α-naftol. Air suling, etanol 80%, eter minyak tanah,

etil asetat, carboxy metil cellulosa (CMC), minyak emersi, NaCl 0,9%, serum

darah sapi dan siklofosfamid (Endoxan®, Baxter).

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan berumur

2-3 bulan dengan berat badan 20-30 g. Sebelum percobaan dimulai, terlebih

dahulu mencit dipelihara selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk

menyesuaikan lingkungannya.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1 Pereaksi mayer

Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan

larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan

ditambahkan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.2 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml

(34)

air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih

diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM,

1995).

3.3.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

ditambah 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga

100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.4 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya

hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.5 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 2 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian

asam sulfat pekat (Harborne, 1987).

3.3.6 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

kemudian disaring (Ditjen POM, 1995).

3.3.7 Pereaksi timbal (II) asetat

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam

air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga

(35)

3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml

(Depkes ,1979).

3.4 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, dan

pengolahan sampel.

3.4.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel diperoleh

dari Desa Gunung Berkat, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan, Provinsi

Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA),

Universitas Sumatera Utara. Surat hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada

lampiran 1, halaman 44.

3.4.3 Pengolahan sampel

Sampel bunga pepaya jantan yang masih segar dipisahkan dari tangkainya,

dicuci kemudian ditiriskan lalu disortasi basah dan ditimbang beratnya sebagai

berat basah. Selanjutnya dikeringkan pada lemari pengering hingga kering

ditandai sampel mudah dipatahkan, kemudian ditimbang kembali sebagai berat

kering selanjutnya diblender dan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia. Serbuk

simplisia dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi etiket dan disimpan di

(36)

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik

dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,

penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan

penetapan kadar abu tidak larut asam (Ditjen POM, 1995; WHO, 1992).

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada simplisia segar yang meliputi

pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna. Gambar tumbuhan, bunga, dan

simplisia dapat dilihat pada lampiran 2, halaman 45.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan

cara meneteskan kloralhidrat di atas kaca objek, kemudian di atasnya diletakkan

serbuk simplisia, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah

mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik untuk melihat adanya butir pati dilakukan

di dalam media air.

3.5.3 Penetapan kadar air simplisia

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Alat terdiri dari labu alas 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung

dan tabung penerima.

Cara penetapan:

Pada labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi

selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan dan volume air di dalam tabung

(37)

mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur, lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga

sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4

tetes tiap detik. Setelah 2 jam didestilasi, kemudian toluen dibiarkan dingin,

bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan. Destilasi

dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin

sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca

dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan

kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung

dalam persen (WHO, 1992). Perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada

lampiran 3, halaman 46.

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24

jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)

dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan

selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam

cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa

dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Ditjen

POM, 1995). Perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 3, halaman 47.

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi

selama 24 jam dengan etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok

selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan

(38)

dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.

Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (96%) dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungannya dapat dilihat

pada lampiran 3, halaman 48.

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang

sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu total dapat

dilihat pada lampiran 3, halaman 49.

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan

ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang

dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu yang tidak larut

(39)

3.6 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia 3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2

menit, didinginkan lalu disaring.

Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Mayer akan

terbentuk endapan berwarna putih atau kuning

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Bouchardat

akan terbentuk endapan berwarna coklat-hitam

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Dragendorff

akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua

atau tiga dari percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida Larutan Percobaan:

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama

10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan

dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok

hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40 oC.

Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring.

Cara Percobaan:

a. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam

(40)

2 N, didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asam klorida pekat,

jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya

flavonoida (glikosida-3-flavonol).

b. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam

1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida

pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya

flavonoida (Ditjen POM, 1995).

3.6.3 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu

filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml

larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi

warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.6.4 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml

campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling,

selanjutnya ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan

dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II)

asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari

sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan

2 bagian volume isopropanol. Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air

dan 5 tetes pereaksi Molisch, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat

terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan

(41)

3.6.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi

1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang

menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan steroida-triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap

ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul

warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan

adanya steroida-triterpenoida (Harborne, 1987).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Bunga Pepaya Jantan

Pembuatan ekstrak etanol bunga pepaya jantan dilakukan secara maserasi

dengan menggunakan pelarut etanol 80%. Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam

wadah kemudian direndam dengan pelarut hingga terendam sempurna lalu ditutup

dan disimpan pada suhu ruangan. Diaduk sehari sekali selama lima hari. Setelah

itu dipisahkan pelarut dengan ampas dengan cara menuangkan pelarut pada wadah

lain, dan pelarut yang masih tersisa pada ampas diremas dan disaring. Untuk

memastikan proses ekstraksi berlangsung sempurna, ampas yang telah diperas

direndam kembali menggunakan pelarut etanol 80% yang baru. Dibiarkan selama

dua hari sambil diaduk setiap hari, kemudian diperas dan disaring. Dilakukan

(42)

dan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40 oC sampai

diperoleh ekstrak kental, kemudian dipekatkan dengan freeze dryer (suhu -40 oC)

selama ± 24 jam. (Sarker, et al., 2006). Bagan pembuatan ekstrak dapat dilihat

pada lampiran 6, halaman 53.

3.8 Pengujian Efek Antimutagenik

Pengujian efek antimutagenik meliputi penyiapan hewan percobaan,

penyiapan suspensi CMC 1%, penyiapan suspensi ekstrak etanol bunga pepaya

jantan, penyiapan larutan siklofosfamid, penyiapan serum darah sapi, pengujian

pada mencit, pembuatan preparat apusan sumsum tulang femur dan pengamatan

apusan pada mikroskop.

3.8.1 Penyiapan hewan percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit dengan berat 20-30 g dibagi 5

kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit.

Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara

terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu untuk penyesuaian lingkungan,

mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanannya

(Kusmardi, 2007). Gambar mencit, kandang serta pegelompokannnya dapat

dilihat pada lampiran 9, halaman 57.

3.8.2 Penyiapan suspensi CMC 1%

Pembuatan suspensi CMC 1% (b/v) dilakukan dengan cara sebagai

berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air

(43)

kemudian dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling sampai batas

tanda.

3.8.3. Penyiapan suspensi ekstrak etanol bunga pepaya jantan (EEBPJ) Pembuatan suspensi EEBPJ dilakukan dengan cara berikut: sebanyak 500

mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 15

ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus

hingga berbentuk gel. Ditambahkan sebanyak 1500 mg ekstrak etanol bunga

pepaya jantan ke dalam lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke

dalam wadah yang sudah dikalibrasi 50 ml, ditambah air suling sampai batas

tanda kalibrasi. Maka diperoleh suspensi EEBPJ 3%.

3.8.4 Penyiapan larutan siklofosfamid (LS) 0,5% (b/v)

Pembuatan LS dilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang

sebanyak 25 mg siklofosfamid (serbuk) kemudian dimasukkan ke dalam labu

tentukur 5 ml, ditambahkan larutan fisiologis [NaCl 0,9% (b/v)] sampai batas

tanda. Jika pelarut siklofosfamid yang digunakan mengandung bakteriostatik dan

disimpan pada suhu kamar, maka LS masih dapat digunakan dalam waktu 24 jam

setelah pencampuran, dan jika disimpan pada kulkas masih dapat digunakan

selama enam hari (Anonim, 2000).

3.8.5 Pembuatan serum darah sapi (SDS)

Serum diperoleh dari darah sapi segar. Darah ditampung langsung

menggunakan vakum tube saat penyembelihan hewan. Vakum tube ditutup dan

didiamkan lebih kurang 30 menit, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2000

rpm selama 15 menit. Diambil cairan yang berwarna bening kekuning-kuningan

(44)

3.8.6 Pengujian pada mencit penelitian

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing

terdiri dari 5 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah:

- Kelompok I : Kontrol normal, diberikan suspensi CMC 1% secara oral 0,5

ml/ hari, selama 7 hari.

- Kelompok II : Perlakuan, diberikan suspensi EEBPJ dengan dosis 250

mg/kg BB secara oral selama tujuh hari dan hari ke delapan

diinduksi dengan LS 50 mg/kg BB.

- Kelompok III : Perlakuan, diberikan suspensi EEBPJ dengan dosis 500

mg/kg BB secara oral selama tujuh hari dan hari ke delapan

diinduksi dengan LS 50 mg/kg BB.

- Kelompok IV : Perlakuan, diberikan suspensi EEBPJ dengan dosis 750

mg/kg BB secara oral selama tujuh hari dan hari ke delapan

diinduksi dengan LS 50 mg/kg BB.

- Kelompok V : Kontrol positif, diberikan suspensi CMC 1% selama 7 hari

secara oral, dan hari ke delapan diinduksikan LS dengan

dosis 50 mg/kg BB.

Cara perhitungan dosis dapat dilihat pada lampiran 4, halaman 51.

Setelah 30 jam pemberian siklofosfamid, hewan dibunuh dengan cara

dislokasi leher dan diambil sumsum tulang femurnya dengan cara disempritkan

dengan spuit yang berisi SDS sebanyak 0,1 ml dan ditampung di dalam mikrotube

(45)

3.8.7 Pembuatan preparat apusan sumsum tulang femur

Campuran sumsum tulang dan SDS dalam mikrotube disentrifuge

dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit, kemudian supernatannya dibuang.

Endapannya disuspensikan kembali dengan dua tetes SDS, kemudian satu tetes

suspensi sel diambil dan diletakkan ke atas slide, dengan menggunakan

penghapus slide, sel di hapuskan menjadi preparat apusan. Kemudian slide

dikeringkan, difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Kemudian diberikan

pewarna giemsa dibiarkan 30 menit, dibuang zat warna dengan dibilas dengan air

yang mengalir kemudian apusan dikeringkan (Khrisna dan Hayashi, 2000). Bagan

pembuatan apusan dapat dilihat pada lampiran 7, halaman 54 dan gambar

pengambilan tulang femur mencit serta gambar apusan dapat dilihat pada

lampiran 10, halaman 58.

3.8.8 Pengamatan apusan

Data pengamatan masing-masing hewan harus dipresentasikan dalam

bentuk tabel. Jumlah eritrosit polikromatik bermikronukleus maupun tidak

bermikronukleus dihitung paling tidak sebanyak 200 sel (dalam penelitian ini

dihitung 400 sel) (EPA, 1998). Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop

dengan perbesaran 10 × 100 dengan bantuan minyak immersi (Khrisna dan

Hayashi, 2000). Data penghitungan sel apusan masing-masing mencit dapat

(46)

3.9 Analisis Data

Data hasil penellitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 18.

Data hasil penelitian ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk

menentukan analisis statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan

menggunakan uji ANOVA satu arah untuk menentukan perbedaan rata-rata di

antara perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji

Post Hoc Tukey untuk mengetahui melihat perbedaan jumlah rata-rata kritis

mikronukleus antar kelompok perlakuan, berdasarkan nilai signifikansi, p<0,05

dianggap signifikan. Hasil analisis data ditampilkan pada lampiran 12, halaman

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simplisia dan Ekstrak

Tumbuhan yang diteliti telah diidentifikasi di Herbarium Medanense

(MEDA), Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan yaitu Carica

papaya L. (Caricaceae). Surat hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1,

halaman 44.

Hasil pemeriksaan makroskopik, bunga pepaya jantan berwarna putih agak

kekuningan dan panjang kira-kira 2-3 cm dan rasanya pahit. Simplisia bunga

pepaya jantan berwarna coklat, dan berbau khas.

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia bunga pepaya jantan

terlihat adanya fragmen berkas pembuluh yang berbentuk tangga, serbuk sari, dan

papila. Pengamatan serbuk simplisia menggunakan mikroskop cahaya dapat

dilihat pada Gambar 4.1.

Keterangan :

1. Xylem dengan bentuk spiral 2. Serbuk sari

3. Papila

Gambar 4.1 Mikroskopik serbuk simplisia bunga pepaya jantan (perbesaran 40x10)

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan dapat

(48)

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan

No. Parameter

Hasil (%)

Penelitian Tesis Penelitian Indrawati, dkk, 2002)

Pada Tabel 3.1 terdapat perbedaan hasil yang sangat nyata antara

penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Indrawati

dkk (2002). Kadar air dan kadar abu tidak larut asam yang diperoleh tidak

menunjukkan perbedaan yang mencolok. Perbedaan kadar air yang diperoleh

mungkin terjadi karena perbedaan lama waktu dan suhu pengeringan. Namun,

kadar sari larut dalam air, kadar sari larut dalam etanol, dan kadar abu total

menunjukkan perbedaan yang sangat nyat. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena

adanya perbedaan lokasi tempat tumbuh tanaman pepaya yang diteliti. Sejauh ini

belum dapat dikatakan mana yang paling tepat dalam penelitian ini, karena dalam

Materia Medika Indonesia belum tercantum mengenai karakteristik simplisia

bunga pepaya jantan, dengan demikian, perlu dilakukan pembakuan secara

nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan supaya

ada sebuah acuan baku bagi peneliti.

Hasil pemeriksaan skrining fitokimia pada simplisia bunga pepaya jantan

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

(49)

1. Alkaloida -

2. Flavonoida +

3. Tanin +

4. Steroida-Triterpenoida +

5. Saponin -

6. Glikosida -

7. Antraqinon -

Keterangan: ( + ) = Positif ; ( - ) = Negatif

Pada tabel di atas dapat dilihat golongan senyawa yang terdapat pada

serbuk simplisia bunga pepaya jantan yakni golongan senyawa flavonoida, tanin,

steroida-riterpenoida. Hasil skrining pada bunga papaya jantan yang dilakukan

oleh Indrawati, dkk (2002) juga menunjukkan hasil yang sama.

4.2 Pengujian Efek Antimutagenik

Pengujian efek antimutagenik pada penelitian ini dilakukan secara in vivo

pada mencit jantan dengan metode uji mikronukleus menggunakan

siklofosfamida (50 mg/kg BB) yang diberikan secara intraperitonial sebagai

penginduksi genotoksik/ mutagen. Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan

dengan pemberian ekstrak secara oral, dengan dosis 500, 750, 1000, 1250 dan

1500 mg/kg BB, ternyata semua dosis telah memberikan efek antimutagenik

Dengan demikian pada penelitian ekstrak etanol bunga pepaya jantan diberikan

secara oral dengan dosis 250, 500, dan 750 mg/kg BB. Aktifitas antimutagenik

ditunjukkan oleh adanya penurunan jumlah mikronukleus dalam setiap 400 sel

eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit.

Siklofosfamid merupakan salah satu agen kemoterapi yang bersifat

sitotoksik yang akan bekerja langsung pada Ribosa Nucleic Acid (RNA) atau

(50)

silang (cross-linkung) DNA, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya

patahan kromosom dan dapat terlihat sebagai mikronukleus (Santella, 2002;

Purwadiwarsa, dkk., 2000).

Berikut ini adalah gambar pengamatan sel pada apusan sumsum tulang

femur mencit pada mikroskop cahaya dengan pewarna Giemsa dan perbesaran

400 x.

Gambar 4.2 Sel-sel yang tampak pada apusan sumsum tulang mencit Keterangan gambar :

A : Sel eritrosit polikromatik tidak bermikronukleus B : Sel eritrosit polikromatik bermikronukleus C : Sel eritrosit dewasa

Sel eritrosit adalah salah satu jenis sel yang paling cocok untuk dilakukan

pengukuran pada penginduksian mikronukleus, karena hilangnya inti utama sel

tersebut selama pematangan eritroblas, selain itu, pada sumsum eritrosit dibentuk

terus-menerus dari eritroblas (Durling, 2008).

Jumlah mikronukleus sel-sel eritosit polikromatik pada kelompok kontrol

positif (diinduksi siklofosfamid) memberikan hasil yang paling banyak

(51)

Tabel 4.3 Data rata-rata mikronukleus dalam 400 sel eritrosit polikromatik Kelompok Rata-rata ± SEM

Kontrol Normal 124,2 ± 9,36 EEBPJ 250 mg/ kg BB 325,6 ± 10,95 EEBPJ 500 mg/ kg BB 195,6 ± 6,43 EEBPJ 750 mg/ kg BB 138,8 ± 4,21 Kontrol Positif 666,8 ± 26,15

Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran jumlah rata-rata mikronukleus pada 400 sel eritrosit polikromatik

Keterangan :

- EEBPJ = Ekstrak Etanol Bunga Pepaya Jantan

- Warna grafik yang sama, menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik, sedangkan dengan warna yang berbeda, terdapat perbedaan yang nyata secara statistik.

Pada grafik dapat dilihat jumlah mikronukleus pada sel eritrosit

polikromatik kelompok kontrol normal tidak jauh berbeda dengan jumlah

mikronukleus pada sel eritrosit polikromatik kelompok pemberian EEBPJ dosis

750 mg/kg BB. Pemberian EEBPJ dosis 250 dan 500 mg/ kg BB sebenarnya

sudah memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol positif, namun

memberikan hasil yang berbeda nyata juga dengan kontrol normal. Berikut ini

tabel hasil analisis Post Hoc Tukey data penelitian ini.

(52)

Kontrol normal

EEBPJ = Ekstrak Etanol Bunga Pepaya Jantan

Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa penurunan jumlah

mikronukleus sel eritrosit polikromatik berkurang seiring dengan meningkatnya

dosis EEBPJ yang diberikan. Pemberian EEBPJ dosis 750 mg/ kg BB

memberikan efek penurunan jumlah mikronukleus yang paling kuat (jumlahnya

138), ditunjukkan dalam tabel di atas, bahwa kontrol normal dan pemberian

EEBPJ 750 mg/ kg BB terdapat dalam satu kolom yang sama, sehingga tidak ada

perbedaan yang signifikan secara statistik jumlah mikronukleusnya dengan

kontrol normal (jumlahnya 124).

Berdasarkan hasil uji analisis ditunjukkan bahwa ekstrak etanol bunga

pepaya jantan berpotensi sebagai antimutagenik, karena pemberian EEBPJ pada

dosis 750 mg/ kg BB mampu menurunkan jumlah mikronukleus secara signifikan

dibanding dengan kontrol positif dan penurunan jumlah mikronukleus tersebut

bisa mendekati jumlah mikronukleus pada kontrol normal.

Secara teoritis pencegahan karsinogenesis/mutagenesis dapat terjadi

melalui penghambatan pada fase inisiasi atau pada promosi sampai fase progesi.

Proses inisiasi dapat dihambat oleh senyawa yang menurunkan aktivasi

metabolisme senyawa karsinogen, meningkatkan detoksifikasi senyawa

(53)

pencegahan pembentukan spesies aktif, scavenging (pengambilan kembali), dan

antoksidasi serta penangkapan radikal bebas (Ishaq, et al., 2003). Analisis

komposisi senyawa kimia tanaman obat yang telah diidentifikasi mutagenisitas

dan antimutageniknya, paling tidak dua ratus senyawa dalam ekstrak propolis,

meliputi asam lemak dan fenol serta ester, flavonoida, terpenoida, aldehida

aromatik, alkohol, sesquiterpen, steroida dan naftalena. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa propolis dan beberapa komponen memiliki efek

antimutagenik dan antikarsinogenik (Ahmad, et al., 2006).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan bahwa pada ekstrak

etanol bunga pepaya jantan terdapat senyawa golongan flavonoida, alkaloida,

steroida-terpenoida, dan tanin. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya

penurunan jumlah mikronukleus sel eritrosit polikromatik pada apusan sumsum

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari

penelitian ini adalah:

1. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan diperoleh

kadar air 7,32%, kadar abu total 2,52%, kadar abu tidak larut dalam asam

0,22%, kadar sari larut dalam air 19,25% dan kadar sari larut dalam etanol

10,61%.

2. Simplisia dan ekstrak etanol bunga pepaya jantan mengandung senyawa

golongan alkaloid, flavonoid, tanin,steroid/ triterpenoid.

3. Ekstrak etanol bunga pepaya jantan mempunyai efek antimutagenik.

Pemberian ekstrak etanol dosis 750 mg/ kg BB memberikan efek

penurunan jumlah mikronukleus yang paling kuat.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut

mengenai isolasi dan identifikasi zat aktif dalam bunga pepaya jantan yang

Gambar

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Mutasi pada Proto-onkogen atau Tumor-supresor gen         Sumber gambar (Postlethwait, et al., 2006
Gambar 2.2 Pembentukan Mikronukleus Sumber gambar (Durling, 2008)
Gambar 4.1 Mikroskopik serbuk simplisia bunga pepaya jantan (perbesaran 40x10)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Serbuk simplisia dimaserasi dengan pelarut etanol kemudian diuapkan dengan rotary evaporator ± 40 o C selanjutnya di freeze dryer ± -40 o C selanjutnya ekstrak yang

• Ekstrak etanol biji papaya (Carica papaya L.) menurunkan kadar kolesterol total pada tikus wistar jantan yang diinduksi pakan tinggi lemak.

Efektivitas analgetik dilakukan dengan perbandingan aktivitas analgetik antara kelompok ekstrak etanol daun pepaya dan kelompok nanopartikel kitosan-ekstrak etanol daun

Serbuk simplisia dimaserasi dengan pelarut etanol kemudian diuapkan dengan rotary evaporator ± 40 o C selanjutnya di freeze dryer ± -40 o C selanjutnya ekstrak yang

Serbuk simplisia dimaserasi dengan pelarut etanol kemudian diuapkan dengan rotary evaporator ± 40 o C selanjutnya di freeze dryer ± -40 o C selanjutnya ekstrak yang

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun pepaya dengan dosis 0,6 g/kgBB, 1,2 g/kgBB dan 2,4 g/kgBB memiliki efek analgetik pada mencit putih terutama pada dosis

mengetahui pengaruh ekstrak bunga pepaya jantan terhadap parameter farmakokinetika natrium diklofenak dan pemakaian kombinasi antara natrium diklofenak dengan ekstrak bunga

Serbuk simplisia dimaserasi dengan pelarut etanol 80% kemudian diuapkan dengan rotary evaporator ± 40 o C dan di freeze dryer ± -40 o C selanjutnya ekstrak yang diperoleh