PENYALAHGUNAAN TEMBAKAU GORILLA MENURUT TINJAUAN
UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DAN HUKUM
PIDANA ISLAM
SKRIPSI
Oleh:
Doni Weno Saputro
C73212075
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam
Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian studi pustaka berjudul ‚Penyalahgunaan Tembakau Gorilla Dalam Tinjauan UU Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
dan Hukum Pidana Islam‛ yang bertujuan untuk menjawab bagaimana ketentuan
penyalahgunaan tembakau gorilla menurut tinjauan UU No.35 Tentang Narkotika dan Bagaimana penggunaan tembakau gorilla ditinjau dalam Hukum Pidana Islam .
Data dihimpun dari studi pustaka dan kajian kompilasi data yang
selanjutnya diolah dengan beberapa tahap yaitu Editing pemeriksaan kembali
terhadap semua data yang telah diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan
skunder. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data-data yang
diperoleh sesuai dengan yang direncanakan dan Analyzing, yaitu melakukan
analisis lanjutan secara kualitatif terhadap hasil pengorganisasian dengan menggunakan metode Deskriptif Analisis dan Deduktif.
Hasil penelitian disebutkan Tembakau Gorilla juga disebut dengan penyamaran nama dari Ganja Sintetis. Tembakau Gorilla atau Ganja Sintetis termasuk dari Narkotika Golongan 1 (satu) yang mengandung dengan nama
kimia AB-FUBINACA telah diatur dalam peraturan menteri kesehatan nomor 2
tahun 2017 atas perubahan peraturan menteri kesehatan nomor 9 tahun 2015 tentang penggolongan narkotika jenis baru. Ini menunjukkan bahwa penyalahguna terbukti dapat dijerat tindak pidana narkotika dengan melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 1 ayat 1 dan pasal 111, Hal tersebut berdasarkan terpenuhinya unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut baik unsur yang bersifat subjektif dan yang bersifat objektif dalam hasil uji dari zat-zat kimia AB-FUBINACA Tembakau Gorilla dari Badan Narkotika Nasional dan kementrian kesehatan Republik Indonesia. Oleh karena itu dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 111 menyebutkan bagi pengguna Narkotika Golongan Jenis 1 (satu) dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliyar rupiah). Sedangkan
menurut Hukum Islam pengguna dapat hukuman jarimah ta’zir diperkuat dengan
40 atau 80 cambukan karena haramnya narkotika bukan diqiyaskan dengan khamr saja, melainkan nash yang mengharamkan narkotika, menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia dan ketentuan dari ulil amri (hakim) yang berwenang.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ...iv
ABSTRAK... v
MOTTO ...vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI... xiii
BAB 1 ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10
G. Definisi Oprasional ... 10
H. Metode Penelitian ... 10
1. Data yang di kumpulkan ... 11
3. Teknik Pengolaan Data ... 13
4. Teknik Analisis Data ... 14
I. Sistematika Pembahasan... 15
BAB II ... 17
NARKOTIKA DALAM KAJIAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM . ... 17
A. Pengertian Narkotika ... 17
B. Narkotika Dalam Kajian Hukum Positif ... 18
C. Narkotika Dalam Kajian Hukum Pidana Islam ... 21
D. Sanksi Penyalahgunaan Narkotika (Tembakau Gorilaa) dalam Hukum Pidana Islam ... 25
E. Dasar Hukum Ta'zir ... 26
F. Macam-macam Hukuman Ta'zir ... 32
G. Tindak Pidana Narkotika Sebagai Jarimah Ta'zir dalam Hukum Pidana Islam ... 41
BAB III ... 46
TEMBAKAU GORILLA (GANJA SINTETIS) ... 46
A. Pengertian Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis ... 46
B. Efek penyalahgunaan Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis ... 50
C. Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis dalam pandangan BNN ... 55
BAB IV ... 58
A. Analisis Ketentuan Penyalahgunaan Tembakau Gorilla Dalam Hukum Positif Di
Indonesia ... 58
B. Analisis Penyalahgunaan Tembakau Gorilla dalam Kajian Hukum Pidana Islam ... ... 60
BAB V ... 66
PENUTUP ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tembakau merupakan jenis tanaman yang sering dikonsumsi
oleh manusia. Manusia telah mengenal tembakau sejak berabad-abad,
baik sebagai barang yang mempunyai nilai ekonomi karena
menghasilkan serat, atau karena uapnya yang meninbulkan kesenangan.1
Seiring perkembangan zaman terdapat jenis tanaman tembakau yang di
campur dengan bahan kimia, memiliki efek menyerupai ganja jika
dikonsumsi oleh manusia. Jenis tenaman tersebut saat ini sudah banyak
di konsumsi dan terjual di berbagai Negara termasuk Indonesia.
Tanaman itu di Indonesia di kenal dengan sebutan Tembakau Gorilla
atau Ganja Sintesis.
Tembakau gorilla atau ganja sintetis adalah ramuan herbal
atau campuran tembakau yang disemprotkan dengan sejenis bahan kimia
sintetis yang hasilnya menyerupai efek psikoaktif dari ganja (cannabis).
Ganja sintetis legal di beberapa negara dengan merek dagang seperti
Spice, K2, No More Mr Nice Guy, dan lain-lain. Ganja sintetis sangat
1M. Arif Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah Mengatasi & Melawan, (Bandung:
2
bebeda dengan ganja yang sebenarnya. Ganja sintetis mengandung bahan
kimia yang disebut cannabimimetics yang dapat mengakibatkan efek
berbahaya bagi kesehatan dan sangat beresiko untuk disalahgunakan.
Seperti kebanyakan obat-obatan terlarang lainnya, ganja sintetis tidak
diuji keamanannya. Pengguna tidak tahu persis bahan-bahan apa saja
yang di racik didalamnya. Ganja sintetis merupakan zat yang bisa sangat
berbahaya dan adiktif. Efek yang dihasilkan Ganja sintetik dapat
mengancam nyawa manusia, seperti:
1. Perasaan senang berlebihan (euforia) .
2. Delusi paranoid (ketakutan/curiga berlebihan).
3. Rasa kaku sekujur tubuh sementara (seperti tertimpa gorilla)
4. Halusinasi (gangguan psikotik).
5. Koma hingga Kematian.2
Efek berbahaya dari produk ini pertama kali dilaporkan di
Amerika Serikat pada tahun 2009. Pada waktu itu ganja sintetis sudah
tersebar di seluruh AS. Pada tahun 2012, pusat pengendalian keracunan
menerima 5.205 laporan mengenai dampak berbahaya dari ganja sintetik.
Zat-zat Psikoaktif yang beredar luas di pasar dewasa ini, dikenal dengan
nama NPS (New Psychoactive Substances) adalah berbagai jenis zat
(drugs), yang didesain untuk menyamarkan dan membedakan, dengan
2
3
berbagai jenis narkoba yang telah dikenal luas, seperti ganja, kokain,
heroin, shabu, ekstasi, yang diatur di dalam perundang-undangan tentang
narkotika di berbagai negara. Proses manufaktur NPS menggunakan
berbagai bahan kimia untuk menggantikan bahan baku pembuatan
narkotika (prekursornarkotika), guna menghindari tujuan pengaturan
prekursor, sebagai mana diatur di dalam Bab VIII (Pasal 48 s/d 52)
Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika3. Penggunaan
berbagai bahan kimia tersebut, secara konstan merubah struktur kimia
NPS, sehingga produksi dan predarannya (NPS) tidak termasuk dalam
kategori zat-zat yang diatur dan dilarang oleh peraturan
perundang-undangan di berbagai Negara, termasuk Indonesia.
Penyebutan NPS bukan berarti ‚zat-zat psikoaktif tersebut
baru ditemukan‛ (karena sebagian dari zat-zat psikoaktif tersebut telah
ditemukan sejak ribuan tahun yang lalu, seperti kebiasaan mengunyah
buah pinang dan buah/daun sirih di Timor, kebiasaan mengunyah daun
koka oleh komunitas di kawasan pengunungan Andes, kebiasaan
mengunyah daun khat di Ethiopia, penggunaan ganja di Cina telah
berlangsung pada 3000 tahun sebelum masehi, dsb), tetapi lebih
ditekankan pada metode pemasarannya yaitu menggunakan Internet atau
4
situs jual beli online untuk memasarkan berbagai produk NPS tersebut
secara massif kepada konsumen.
World Drug Report 2014 melaporkan tantangan yang dihadapi
masyarakat dunia dalam menanggulangi permasalahan narkoba menjadi
semakin kompleks, terutama terkait dengan semakin maraknya peredaran
NPS (New Psychoactive Substances) atau yang dikenal dengan nama
Synthetic drugs, Legal Highs, Herbal highs, dan dipasarkan secara masif
melalui Internet dan social media serta maraknya penyalahgunaan
obat-obatan yang dibeli berdasarkan resep dokter.4 Pada tahun 2011 terdapat
243 jenis NPS yang beredar di berbagai negara, jumlah tersebut
meningkat menjadi 251 jenis pada tahun 2012, dan meningkat lagi
menjadi 348 jenis pada tahun 2013, yang belum masuk dalam kontrol
intenasional (Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan Convention
on Psychotropic Substances 1971). Di Indonesia, BNN telah menemukan
27 jenis NPS, dan sebagian dari NPS yang beredar di Indonesia (18 jenis
NPS) telah dimasukan kedalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan,
dan menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dengan Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan demikian,
penyalahgunaan 18 jenis NPS tersebut di Indonesia menjadi ilegal dan si
penyalahguna dapat dihukum. Terdapat 9 (sembilan) kategori NPS yang
4
5
diperjual-belikan di pasaran yaitu: 1. Aminoindanes; 2. Synthetic
Cannabinoids (nama jalanan: spice, K2, kronik); 3. Synthetic
Cathinones; 4. Ketamine and Phencyclidine-Type Substance; 5.
Phenethylamines; 6. Piperazines; 7. Plant-Based Substances; 8.
Tryptamines; 9. Kategori lain yang tidak termasuk dalam nomor 1 – 8.5
Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga
pemerintah yang menjadi focal point dituntut meningkatkan
profesionalismenya bersama seluruh elemen masyarakat, LSM dan
tentunya melibatkan peran serta masyarakat secara aktif dan dinamis.6
Terdapat persepsi yang salah tentang NPS, karena meskipun
terkadang dalam pengiklanan untuk penjualan dinyatakan sebagai
‚produk yang legal‛ (sah), ini tidak berarti produk tersebut aman. Sangat
sulit untuk memastikan apakah berbagai produk NPS tersebut aman
untuk dikonsumsi, karena kebanyakan produk-produk NPS tidak
mencantumkan keterangan tentang aspek farmakologi dan aspek
toksikologi, serta tidak mencantumkan rekomendasi penggunaan (dosis)
pada label produk tersebut. Artinya produk-produk NPS tersebut tidak
diatur dan belum dilakukan pengetesan oleh lembaga yang berwenang (di
5 Jurnal Data P4GN, Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika,
(Jakarta Balai Penerbit Badan Narkotika Nasional, 2013), 3.
6Wawan Ranuwijaya, Buku P4GN Bidang pemberdayaan Masyarakat,( Jakarta, Balai Penerbit Badan
6
Indonesia, pengetesan dilakukan oleh Badan POM), sehingga dapat
disimpulkan produk-produk seperti ini, tidak aman untuk dikonsumsi.
Efek NPS beragam tergantung komposisi kimiawi di dalam
produk NPS yang bersangkutan, namun rangkuman efek negatifnya
antara lain: kehilangan memori, bingung, anxiety, depresi, halusinasi,
paranoid, psikoses, sulit tidur, aktif bicara,keracunan pada jantung
(cardiotoxic), darah tinggi, detakan jantung menjadi cepat dan tidak
beraturan (khusus untuk orang tua). Resiko penggunaan NPS antara lain:
meningkatkan suhu tubuh, komplikasi jantung, serangan jantung, stroke,
otak injury, kematian dan bunuh diri, depresi, mengurangi aliran darah ke
jantung. Banyak kasus, si pengguna NPS mengalami sakit mental,
bahkan mengarah pada bunuh diri.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika pasal 1 ayat 1 menyebutkan:
‚narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintesisi maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurai sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang tersebut.‛7
7
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, tanaman ganja terdapat pada Golongan I. Adapun hukuman
penggunaan ganja sintesis ataupun tembakau gorilla dalam
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika pasal 111 ayat 1
menyebutkan:
‚setiap orang yang tanpa hak atau melakukan hukum menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan
narkotika golongan I dalam bentuk tanaman di pidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delpan milyar
rupiah).‛8
B.Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan isi latar belakang masalah di atas, terdapat
beberapa masalah dalam penelitian ini, adapun masalah-masalah tersebut
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Asal usul tembakau gorilla.
2. Bahaya penyalahgunaan tembakau gorilla.
3. Tembakau gorilla dalam pandangan BNN.
4. Zat-zat terkandung dalam tembakau gorilla
8
5. Pidana penggunaan tembakau gorilla dalam tinjauan hukum positif.
6. Pidana penggunaan tembakau gorilla dalam pandangan hukum
Islam.
Masalah penggunaan ganja sintetis atau tembakau gorilla
memuat suatu masalah yang bersifat umum dan global, sehingga
diperlukan suatu pembatasan masalah dalam pembahasannya. Dalam hal
ini pembatasan masalah adalah:
1. Penyalahgunaan tembakau gorilla dalam Undang-Undang nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap penyalahgunaan tembakau gorilla.
C. Rumusan Masalah
Dari apa yang diuraikan dalam latar belakang diatas, maka
permasalah yang diambil dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana ketentuan penyalahgunaan tembakau gorilla
dalam tinjauan Undang-Undang nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika?
2. Bagaimana penyalahgunaan tembakau gorilla ditinjau
9
D.Kajian Pustaka
Permasalahan penggunaan tembakau gorilla sebernarnya sudah
pernah dikaji oleh para penulis lainnya, diantaranya:
1. Skripsi Ita Purnama Sari yang berjudul ‚Konsep Diri
Penasun (Penggunaan Narkoba Suntik)‛. skripsi ini
membahas tentang kriteria dan sanksi tentang penggunaan
narkoba suntik dalam tinjauan perspektif hukum Islam dan
menurut UU Nomor 35 Pasal 6 ayat 1 Tahun 2009.
2. Selanjutnya skripsi Nur Iftitathul Husniyah yang berjudul
‚Peran Badan Narkotika Kabupaten Lamongan Dalam
Menanggulangi Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba Di
Kalangan Pelajar Kabupaten Lamogan: Telaah Atas
Program Jihad Narkotika‛. Skripsi ini membahas tentang
Bagaimana bentuk program jihad narkoba yang dilakukan
Badan Narkotika Kabupaten dalam menanggulangi
peredaran dan penyalahgunaan narkoba ndikalangan pelajar
Kabupaten Lamongan.
3. Ketiga skirpsi Resah Anika Maria yang berjudul ‚Analisis
Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Kumulatif Dalam
Putusan Nomor 382/ PID.SUS/ 2013/ PN. MKT Tentang
10
Skripsi ini membahas tentang Bagaimana dasar
pertimbangan Hakim terhadap penjatuhan sanksi hukuman
kumulatif dalam Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No.
382/ 10 Pid.Sus/2013/PN.Mkt, tentang Penyalahgunaan
narkotika golongan I, berupa sabu-sabu.
E.Tujuan Peneitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka
peneliti mempunyai tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Ingin mengetahui kandungan zat-zat kimia yang terkandung
dalam penyalahguaan tembakau gorilla sehingga bisa
termasuk dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
2. Ingin menganalisis penyalahgunaan tembakau gorilla ditinjau
dalam hukum Islam.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan bermanfaat dan berguna
untuk:
11
Hasil penelitian diharapkan berguna bagi perkembangan
kerangka berfikir para ilmuan dalam disiplin ilmu pengetahuan agar bisa
lebih maju lagi.
2. Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan atau
pertimbangan bagi penerapan ilmu di lingkungan masyarakat, terutama
para polisi khususnya BNN dalam perkembangan dunia narkotika di
Indonesia.
G.Definisi Operasional
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini perlu
adanya definisi operasional dan untuk menghindari kesalahpahaman
sehubungan dengan judul yang diangkat penulis yaitu:
1. Hukum Positif : Bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku
disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan
untuk menentukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut).
Dalam ini adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
narkotika tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
12
2. Hukum Islam: Syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi
kehidupan manusia, terutama syariat Allah yang mengatur
tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketertiban umum, serta
mengatur tindakan melawan perarturan-peraturan yang bersumber
dari al-Quran dan Hadis.
H.Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data penelitiannya9. Agar dalam penyusunan
skripsi ini mencapai hasil yang maksimal, metode dalam penulisannya
yaitu:
1. Data yang di kumpulkan
a. Data Primer
b. Data Sekunder
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka
pengumpulan data digunakan untuk menjawabnya, dalam penelitian ini
data-data tersebut antara lain:
a. Data Tentang penyalahgunaan tembakau gorilla dari regulasi
BNNP Jawa Timur.
b. Data Tentang Nas / Ijtihad ulama tentang tembakau gorilla.
9Suharsini Arikunnto, Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan Praktis. Cet 13 (Jakarta : PT.Rineka
13
Data adalah catatan atas kumpulan fakta10. Data yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Sumber primer
Sumber yang diperoleh secara langsung. Sehingga dimungkinkan
memperoleh informasi yang berhubungan dengan penelitian ini,
diantaranya berasal dari :
1) Ketua BNN provinsi Jawa Timur.
2) Dokumen BNN
3) Undang-undang dan Regulasi tentang tembakau gorilla.
b. Sumber sekunder
Sumber yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada11.
Dalam hal ini data yang digunakan peneliti antara lain:
1) Santoso Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam:
Penegakan Syariat Dalam Wacana dan Agenda
2) Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan
Dalam Islam)
3) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam
4) Arief Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam
Mencegah, Mengatasi & Melawan.
5) Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana
14
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Interview
Penulis mengadakan wawancara dan tanya jawab secara langsung
dengan ketua atau yang diwakili oleh Bapak dr.Poerwanto Setijawargo
kasi rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Timur pada
tanggal 2 januari 2017 jam 09.00 WIB di kantor Badan Narkotika
Nasional Provinsi Jawa Timur beralamat jalan Ngagel Madya V Nomor
22 Surabaya yang menangani kasus ini untuk mendapatkan informasi
yang di perlukan dalam mengumpulkan data terkait dengan penggunaan
tembakau gorilla.
b. Telaah Dokumen
Penulis mencari dan mengumpulkan data yang berasal dari dokumen
atau arsip-arsip yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga penulis
dapat menarasikan berdasarkan data yang di peroleh tersebut.
c. Telaah Pustaka
Penulis mencari dan mengumpulkan data yang berasal dari
buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga penulis dapat
memahami, mencermati dan menganalisa berdasarkan data yang di
peroleh tersebut.
15
Setelah seluruh data terkumpul kemudian dianalisis dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah
diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna,
keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan sekunder tentang
analisis penggunaan tembakau gorilla menurut Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dalam perspektif Hukum
Islam.
b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data-data yang
telah diperoleh tentang analisis penggunaan tembakau gorilla menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dalam
perspektif Hukum Islam.
c. Analyzing, yaitu memberikan analisis dari data-data mengenai
unsur-unsur yang terdapat dalam zat penggunaan tembakau gorilla, dan
unsur-unsur hukuman yang dikenakan kepada pengguna tembakau
gorilla.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk
16
menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.12 Sesuai dengan arah
studi yang telah dipilih oleh penulis, teknik analisis data yang digunakan
berupa metode deskriptif analisis yaitu mendeskrisikan data yang
berhasil dihimpun sehingga tergambar obyek masalah secara terperinci
dan menghasilkan pemahaman yang kongkrit dan jelas. Sedangkan pola
pikir yang dipakai disini adalah pola pikir deduktif yang berangkat dari
faktor yang umum, yaitu penyalahgunaan tembakau gorilla menurut
tinjauan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika
dalam perspektif Hukum Pidana Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberi pemahaman tentang skripsi ini, penulisan
akan menguraikan pembahasannya. Adapun sistematika pembahsan
skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, adalah uraian pendahuluan yang menjelaskan
langkah-langkahyang dilakukan dalam pembahasan skripsi ini meliputi:
latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,
definisi operasional, metode penelitian, dan sub bab terakhir adalah
sistematika pembahasan.
17
Bab kedua, bab ini secara umum membahas penyalahgunaan
tembakau gorilla menurut tinjauaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang narkotika dan perspektif Hukum Islam. Untuk
mendapatkan data yang utuh terlebih dulu diuraikan pengertian
penggunaan tembakau gorila, bentuk-bentuk bahaya bagi pengguna
tembakau gorilla, serta gambaran menurut Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 tentang narkotika perubahan atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997 tentang psikotropika dan Narkotika dalam Hukum Islam.
Bab ketiga, bab ini berisi data tentang data-data yang
diperoleh dari penelitian pada tanya jawab dengan ketua Badan
Narkotika Nasional Provinsi Jawa Timur. yang meliputi hasil uji
laboratorium dinas kesehatan kota surabaya , dasar pertimbangan hukum
yang digunakan oleh Badan Narkotika Nasional dalam mengkategorikan
penggunaan zat-zat narkotika di tembakau gorilla sehingga bisa menjerat
pengguna dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
narkotika.
Bab keempat, bab ini menguraikan tentang analisis
penyalahgunaan tembakau gorilla dalam Undang-undang No.35 Tahun
18
Bab kelima, berisi tentang kesimpulan dan saran yang
merupakan rangkuman yang terdapat pada bagian akhir dari penelitian
skrispsi ini. Dalam bab akhir ini dijelaskan rumusan masalah kesimpulan
dari keseluruhan bahasan sebagai jawaban yang ada pada rumusan
masalah, dengan disertai saran yang membangun agar menjadi masukan
19
BAB II
NARKOTIKA DALAM KAJIAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian Narkotika
Narkotika secara bahasa berasal dari bahasa Inggris
"narcotics" yang artinya obat bius. Narkotika adalah bahan yang berasal
dari 3 jenis tanaman, yaitu: Papaper Somniferum (Candu), Erythroxyion
coca (kokain), dan cannabis sativa (ganja) baik murni maupun bentuk
campuran. Cara kerjanya mempengaruhi susunan syaraf yang dapat
membuat kita tidak merasakan apa-apa, bahkan bila bagian tubuh kita
disakiti sekalipun.1 Narkoba sebuah singkatan dari kata narkotika dan
obat-obat telarang. Sedangkan istilah lain dari narkoba adalah NAPZA
yang merupakan kepanjangan dari narkotika, alkhohol, psikotropika dan
zat adiktif.2 Semua bentuk narkotika benda-benda atau zat kimia yang
dapat menimbulkan ketergantungan bagi orang yang mengkonsumsinya.3
20
Pada tahun 2015 ditemukan sejenis tembakau yang
menyerupai efek dari pengguaan ganja, yakni tembakau gorilla atau ganja
sintetis yang dicampur dengan bahan kimia AB-FUBINACA.
B. Narkotika Dalam kajian Hukum Positif
Menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman,baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunanatauperubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalamgolongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009,
tentang Narkotika. Menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Pasal 12
ayat (1), yaitu: Narkotika Golongan I dilarang diproduksi atau digunakan
dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut
Undang-Undang No. 5 tahun 1997, Pasal 1 ayat (1): Psikotropika adalah
zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku.4
21
Terdapat empat golongan psikotropika menurut
undang-undang tersebut, namun setelah diundang-undangkannya UU No. 35 tahun 2009
tentang narkotika, maka psikotropika golongan I dan II dimasukkan ke
dalam golongan Narkotika. Dengan demikian saat ini apabila bicara
masalah psikotropika hanya menyangkut psikotropika golongan III dan
IV sesuai Undang-Undang No.5 tahun 1997. Ganja sintetis adalah
psikotropika atau Narkotika yang bukan tanaman dan sangat berbahaya
karena berpotensi menimbulkan ketergantungan yang kuat. Narkotika ini
berbentuk serbuk seperti tanaman yang dikeringkan kemudian di campur
dengan bahan kimia berbahaya. Akibat Menggunakan ganja sintetis,
Merusak organ-organ tubuh terutama otak, dan syaraf yang mengatur
pernafasan, Banyak yang mati karena sesak nafas, dan tiba-tiba berhenti
bernafas karena syaraf yang mengendalikan pernafasan sudah rusak dan
tidak ada lagi instruksi untuk bernafas, sehingga nafasnya putus atau
berhenti, dan mati, Paranoid, otak susah dipakai untuk berpikir dan
konsentrasi, tidak mau makan, rasa gembira, rasa harga diri meningkat,
banyak bicara, kewaspadaan meningkat, denyut jantung cepat, Pupil mata
melebar, Tekanan darah meningkat, berkeringat dingin, Mual ataumuntah
dalam waktu 1 jam gelisah, kesadaran berubah (pemakai baru, lama,
dosistinggi), Perasaan dikejar-kejar, Perasaan dibicarakan orang, Agresif
22
Gangguan detak jantung, Perdarahan otak, Hiperpireksia atau syok pada
pembuluh darah jantung yang berakibat meninggal dunia.
Penggunaan narkotika merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan. Saat ini
penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik
miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Penggunaan narkotika
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang akhirnya merugikan
penerus bangsa. Penyalahgunaan narkotika tidak terlepas dari sistem
hukum positif yang berlaku di Negara Indonesia.5
Sistem hukum positif yang berlaku di negara Indonesia
mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini terlihat dalam
efektifnya pelaksanaan sanksi pidana. Dalam Undang-undang No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat beberapa sanksi, seperti sanksi
pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, maupun sanksi pidana
Pengguna narkotika menurut Pasal 1 angka (15) Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah orang yang menggunakan
Narkotika tanpa hak atau Melawan Hukum. Unsur ini memberikan
pengertian bahwa perbuatan menggunakan Narkotika baik golongan I dan
golongan II berupa tanaman atau bukan tanaman adalah tanpa dasar
hukum yang sah atau tanpa ijin dari pihak yang berwenang.
23
Penggunaan narkotika dapat dikatakan suatu tindak pidana
yang mempunyai konsekuensi hukum, dari segi hukum mengenai
perbuatan penyalahgunaan narkotika dan ketentuan pidananya telah
dilarang dalam peraturan undang-undang secara khusus, yaitu
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Kejahatan penggunaan
narkotika dalam hukum Islam adalah segala sesuatu yang dapat merusak
akal, memabukkan, dan mematikan yang diqiyaskan dengan Intihar. Yang
termasuk katagori narkotika adalah morfin, heroin, kokain, ganja,
sabu-sabu, dan sejenisnya.
C. Narkotika Dalam Kajian Hukum Pidana Islam
Sesuatu yang memabukkan dalam al-Qur’an disebut Khamr,
artinya sesuatu yang dapat menghilangkan akal. Meskipun bentuknya
berbeda namun cara kerja Khamr dan narkoba sama saja. Keduanya
memabukkan, merusak fungsi akal manusia. Dalam Islam, pelarangan
mengkomsumsi Khamr (narkotika) dilakukan secara bertahap.6
Khamr merupakan istilah yang digunakan di dalam al-Qur’an
dan Hadits yang mempunyai arti sebagai benda yang dapat
mengakibatkan mabuk. Menurut bahasa kata khamr berasal dari kata
khamara yang artinya tertutup, menutup atau dapat juga diartikan kalut.7
Menurut etimologi, dinamakan khamr karena ia mengacaukan
6
Amir Syarufudin, garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003),289.
7
24
akal, oleh karena itu secara bahasa khamr meliputi semua benda-benda
yang dapat mengacaukan akal, baik berupa zat cair maupun padat. Maka
khamr di samping diartikan sesuai dengan bendanya juga akibat dan
pengaruhnya bagi siapa saja yang menggunakannya.8 Khamr adalah
minuman keras yang berasal dari anggur dan lainnya yang potensial
memabukkan dan biasa digunakan untuk mabuk-mabukan. Khamr
mengandung zat alkohol yang menjadikan pengunanya mabuk.9 Oleh
karena itu makanan ataupun minuman yang dapat menyebabkan
seseorang tertutup akalnya atau terganggu disebut khamr.
Dengan memperhatikan pengertian kata khamr dan esensinya
tersebut kebanyakan ulama berpendapat bahwa apapun bentuknya
(khamr, ganja, ekstasi, sabu-sabu, putauw dan sejenisnya) yang dapat
memabukkan, menutup akal atau menjadikan seseorang tidak dapat
mengendalikan diri dan akal pikirannya adalah haram.10
Segala sesuatu yang mengganggu akal pikiran dan mengeluarkannya dari
tabiat aslinya sebagai salah satu unsur manusia yang bisa membedakan
baik dan buruk adalah khamr, yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya
hingga hari kiamat. Termasuk diantaranya adalah bahan yang kini dikenal
8
Makhrus Munajat, Dikonsumsi Hukum Pidana Islam, (Yogyakata: Longung Agung, 2004), 125.
9Ibid.
25
dengan nama narkotika, baik dalam bentuk ganja, kokain, dan
sejenisnya.11
Meskipun benda-benda terlarang seperti narkotika atau
sejenisnya secara khusus dalam Islam belum ada sanksinya, namun
benda-benda tersebut masuk dalam kategori khamr karena sama-sama
dapat mengakibatkan terganggunya kerja urat syaraf dan dapat
menyebabkan ketergantungan.12 Dasar Hukum Pengharaman Narkotika
terdapat didalam al-Qur’an, Surat al-Maidah Ayat 90, yaitu:
اَيا
اَهّ يَأ
ا
اَنيِذّلا
ا
اوَُمآ
ا
اَِّّإ
ا
اُرخمَخْا
ا
اُرِسخيَمخلاَو
ا
اُباَصخنأاَو
ا
اُماخزأاَو
ا
ا سخجِر
ا
اخنِم
ا
اِلَمَع
لا
اِناَطخيّش
ا
اُوُبَِتخجاَف
ا
اخمُكّلَعَل
ا
اَنوُحِلخفُ ت
‚Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.‛
(QS. al-Maidah: 90)13
Narkotika termasuk kategori kejahatan luar biasa dengan
akibatnya yang sangat berbahaya bagi masyarakat, bangsa serta agama.
Dilihat dari segi manfaat juga dampak positif dari khamr sangat kecil
sementara dampak negatifnya begitu besar.14 al-Qur’an menegaskan
bahwa Allah SWT, adalah Tuhan yang menganugerahkan hidup dan
menentukan mati. Diantaranya:
11Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),9. 12Ibid.,12.
26
اَُّاَو
ا
اخمُكَقَلَخ
اا
ُّثا
اخمُكاّفَوَ تَ ي
ا
اخمُكخِمَو
ا
اخنَم
ا
اّدَرُ ي
ا
اَلِإ
ا
اِلَذخرَأ
ا
اِرُمُعخلا
ا
اخيَكِل
ا
ا
ا
اَمَلخعَ ي
ا
اَدخعَ ب
ا
ا مخلِع
ا
اًئخ يَش
ا
اّنِإ
ا
اََّا
ا
ا ميِلَع
ا
ا ريِدَق
Artinya: Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan
kamu, dan diantara kamu yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
lagi maha kuasa. (QS. al-Nahl: 70)15
Diriwayatkan dari Husain bin al-Munzir bahwa ketika
Sayyidina Ali ditugaskan oleh Sayyidina Utsman untuk menghukum
cambuk al-Walid bin Uqbah, beliau berkata: Rasulullah telah
menghukum sebanyak 40 kali cambuk, begitu juga Sayyidina Abu Bakar
tetapi Sayyidina Umar menghukum sebanyak delapan puluh kali
semuanya adalah sunnah, yang ini aku lebih sukai. (H.R Muslim)16
Seiring dengan perkembangan zaman, minuman atau zat/obat
yang memabukkan pun bervariasi. Meskipun demikian tetap saja
hukumnya haram. Hadis dari Aisyah, Rasulullah Bersabda, ‚Setiap
minuman yang memabukkan adalah haram‛ (HR. Bukhari).17
Keharaman Narkotika tidak terbatas banyak atau sedikit, jika
banyak memabukkan maka sedikit pun tetap haram meskipun yang
sedikit itu tidak memabukkan. Begitu pula para pelaku penyalahgunaan
narkoba yang terdiri dari pemakai, penjual, pembeli, produsen, pengedar
15
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Syamil Cipta Medi, 2006)
27
dan penerima narkoba adalah haram.18 Hukum pidana Islam berbicara
tentang bentuk-bentuk tindak kejahatan yang dilarang Allah manusia
melakukannya dan oleh karena itu akan dirasakan azab Allah di akhirat.
Dalam rangka mempertakut manusia melakukan kejahatan yang dilarang
Allah itu, Allah menetapkan sanksi atau ancaman hukuman atas setiap
pelanggaran terhadap larangan Allah itu. Sanksi hukuman itu dalam
bahasa uqubat.19 Dengan bagitu setiap bahasa tentang jinayat diiringi
dengan bahasa tentang uqubat.
Dalam Hukum Islam Narkotika sama dengan yang dimaksud
minuman keras, adalah segala sesuatu yang dapat merusak akal dan
memabukkan, yang dalam bahasa al-Quran disebut khamr. Dalam
Hukum Pidana Islam apapun yang bernama Khamr, atau Narkotika
Hukumnya Haram, baik sampai memabukkan atau tidak, walaupun
hanya diminum sedikit atau banyak.20
D. Sanksi Penyalahgunaan Narkotika ( Tembakau gorilla ) dalam Hukum
Pidana Islam
Penyalahgunaan Tembakau gorilla dan ganja sintetis adalah
ketentuan pidana yang menerapkan sanksi hukum Islam, dalam hukum
Islam pelaku jarimah khamr atau narkotika dipidana dengan hukuman
28
ta’zir yang diperberat dengan jilid. kasus ini memberatkan sanksi
seharusnya pengguna cukup di cambuk akan tetapi putusan ulil amri
memberikan sanksi hukuman cambuk tambahan dilihat dari pengulangan
pada kesalahan yang sama. Hukuman bagi pelaku, penjual, pengedar
narkotika, atau Penggunaan Narkotika golongan I, berupa ganja sintetis
dalam perumusannya harus mempunyai dasar, baik al-Qur’an, Hadis atau
keputusan penguasa yang mempunyai wewenang menetapkan hukum
untuk kasus ta’zir.21\
Ta’zir adalah jenis sanksi syar’i yang tidak termasuk hudud
dan qishash atau diyat. Ta’zir bersifat memberikan pelajaran dan koreksi
(tahdzib) yang sifatnya memperbaiki perilaku tersalah (tahdzib). Setiap
Tindak Pidana yang ditentukan sanksinya oleh al-Qur’an maupun oleh
hadits disebut jarimah hudud dan qishash atau diyat. Adapun tindak
pidana yang tidak ditentukan oleh al-Qur’an maupun hadits disebut
sebagai jarimah ta’zir. Misalnya, tidak melaksanakan amanah, menghina
orang, menghina agama, suap, menjual atau mengedarkan narkotika
dalam bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah tindak pidana yang
hukumannya ditentukan oleh Ulul Amri atau hakim dan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah.
Sanksi ta’zir merupakan otoritas hakim untuk menentukan berat atau
29
ringannya hukuman, walaupun ia harus mempertimbangkan keadaan
pelakunya, jarimah-nya, korban kejahatannya, waktu dan tempat kegiatan
sehingga putusan hakim besifat preventif, refresif, edukatif, dan kuratif.22
Sudah Jelas bahwa mengkonsumsi, memakai, jual-beli, atau
mengedarkan Narkotika sangat diharamkan oleh agama Islam dan
dilarang dalam ketentuaan perundang-undangan, dan dapat dekenakan
sanksi ta’zir yang diperberat dengan jilid atau dera, karena melihat
bahanya yang sangat besar terhadap masyarakat, bangsa serta agama.
E. Dasar Hukum Ta’zir
Sumber Hukum Islam selain al-Qur’an dan Hadis adalah ijma’
atau Qiyas, karena tidak adanya dalil tertentu untuk narkoba. Maka
narkotika dapat diqiyas-kan pada khamr karena, narkotika merupakan
bahasan dan permasalahan modern, terutama dalam bidang kesehatan
khususnya tentang obat-obatan atau farmasi. Menurut bahasa kata khamr
berasal dari kata khamara yang artinya tertutup, menutup atau dapat
diartikan kalut.23
Dalam al-Qur’an dan hadist kata khamr mempunyai arti benda
yang mengakibatkan mabuk, oleh karena itu secara bahasa Khamr
meliputi semua benda-benda yang dapat mengacaukan akal, baikberupa
30
zat cair maupun padat.24 Kata khamara pada dasarnya adalah minuman
keras yang berasal dari anggur dan lainnya yang potensial memabukan
dan biasa digunakan untuk mabuk-mabukan.25 Dengan memperhatikan
pengertian kata khamar dan esensinya tersebut kebanyakan ulama
berpendapat bahwa apapun bentuknya (khamr, sabu-sabu, ganja, ekstasi
dan sejenisnya) yang dapat memabukan, menutupi akal atau menjadikan
seseorang tidak dapat mengendalikan diri dan akal pikirannya adalah
haram.26 Haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan dengan khamr,
melainkan karena dua alasan: Pertama, nash yang mengharamkan
narkoba. Kedua, menimbuklasn bahaya bagi manusia. Pendapat ulama’
mengenai pengertian khamr. Imam al-Alusi didalam tafsirnya
menyebutkan bahwa makna Khamr:‛Ialah zat yang memabukkan dan
terbuat dari sari anggur atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi
dan menghilangkan akal.‛27
Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifa, yang dimaksud
khamr adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur
sesudah dimasak hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan
kemudian menjadi bersih kembali. Sari dari buih itulah yang
24As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Madinah: dar al-Fath, 1995 M/1410H), 474.
25Departemen Agama RI, Pandangan Islam tentang Penyalahgunaan Narkoba (Jakarta: Dirjen
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2004), 45.
26Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwan:2008), 123.
31
memabukan.28 Pendapat ini juga didukung oleh ulama-ulama Kuffah,
al-Nakha’i, al-Tsauri dan Abi Laila. Adapun menurt ulama’ Maliki, Syafi’i,
Hanbali yang dimaksud dengan khamr ialah semua zat atau barang yang
memabukan baik sedikit maupun banyak. al-Fahru al-Rozi berpendapat
bahwa hal ini merupakan argumentasi yang paling kuat dalam hal
menamakan khamr dalam pengertian semua yang memabukan. Al-imam
al-Alusi pun juga mengemukakan komentarnya sebgai berikut:‛ menurut
saya, sesungguhnya yang benar dan tidak boleh di ingkari, bahwa
minuman yang dibuat dari anggur, apapun adanya serta apapun namanya,
sekiranya memabukan maka hukumnya haram. Peminumnya dihukumi
had, talaknya dianggap sah serta najisnya terhitung najis mughalladhoh.
Dari berbagai argumentasi diatas, Muhamad ali al-Shabuni berpendapat
bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang memabukan adalah khamr.29
Telah dinyatakan juga dalam al-Qur’an dengan tegas didalam
surat almaidah ayat 90-91:
اَيا
اَهّ يَأ
ا
اَنيِذّلا
ا
اوَُمآ
ا
اَِّّإ
ا
اُرخمَخْا
ا
اُرِسخيَمخلاَو
ا
اُباَصخنأاَو
ا
اُماخزأاَو
ا
ا سخجِر
ا
اخنِم
ا
اِلَمَع
ا
اِناَطخيّشلا
ا
اُوُبَِتخجاَف
ا
اخمُكّلَعَل
ا
اَنوُحِلخفُ ت
Artinya:‛Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan‛.
28Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani...,123.
32
اَِّّإ
ا
اُديِرُي
ا
اخيّشلا
اُناَط
ا
اخنَأ
ا
اَعِقوُي
ا
اُمُكَخ يَ ب
ا
اَةَواَدَعخلا
ا
اَءاَضخغَ بخلاَو
ا
اِف
ا
اِرخمَخْا
ا
اِر ِسخيَمخلاَو
ا
اخمُكّدُصَيَو
ا
اخنَع
ا
اِرخكِذ
ا
اَِّا
ا
اِنَعَو
ا
اِةاّصلا
ا
اخلَهَ ف
ا
اخمُتخ نَأ
ا
نوُهَ تخ ُم
Artinya:‛Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu)‛.30
Dampak negatif dari khamr tersebut dalam ayat diatas adalah
sebagai berikut:
1. Dampak sosial dalam bentuk keharaman, kekerasan perkelahian dan
permusuhan dikalangan umat.
2. Dampak terhadap agama dalam bentuk mengahalangi umat Islam
dalam menjalankan tugas-tugas agamanya.
Para Ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkotika ketika
bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan
berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat
menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak
memabukkan.31
Dalil - dalil yang mengarah pada keharaman narkotika sudah
banyak kita ketahui, maka dari itu penulis mengambil dalil-dalil yang
30Departemen Agama, al-qur’an dan Terjemahan (Bandung : Jumanatul Ali-Art, 3005),123
31
33
dirasa cukup mewakili dalam dasar hukumnya diantara, pertama dari
al-Qur’an Surat Al-A’rof ayat 157. Allah ta’ala yang artinya: ‚Dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk”32
Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara
makna khobits adalah yang memberikan efek negatif. Dalil yang kedua
Allah ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 195 dan Surat
An-Nisa’ ayat 29 yang berbunyi: ‚Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).33
Artinya:‛Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).34
Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri
sendiri atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah
pasti merusak badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita
dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram. Pada zaman pemerintahan
Umar bin al-Khattab peminum khamr itu diberi hukuman delapan puluh
kali jilid, karena pada masa itu mulai banyak peminum khamr . ketentuan
ini berdasarkan hasil musyawarah beliau bersama para Sahabat lain,
yakni atas usulan Abdurahman bin Auf. Pada pemerintahan Ali peminum
32
Departemen Agama R.I,Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Bandung:Syamil Cipta Media,2006).
33
Departemen Agama R.I,Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Bandung:Syamil Cipta Media,2006).
34
34
khamr juga diberi hukuman delapan puluh jilid, dengan mengqisaskan
kepada penuduh zina. Disepakati para Ulama bahwa sanksi itu tidak
diberikan ketika peminum itu mabuk, karena sanksi itu merupakan
pelajaran, sedangkan orang yang sedang mabuk, tidak bisa diberi
pelajaran. Bila seseorang berkali-kali minum dan beberapa pula mabuk,
namun belum pernah dijatuhi hukuman, maka hukumannya sama dengan
sekali meminum khamr dan sekali mabuk. Dalam kasus ini ada
kemungkinana diterapkannya teori at-tadakhul, dengan ketentuan sebagai
berikut;
1. Bila minum dan mabuk beberapa kali mabuk maka hukumannya satu
kali.
2. Beberapa kali minum dan hanya sekali mabuk, maka hukumannya
satu kali.
3. Dikalangan Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, bila seseorang
mabuk lalu sesudah sadar membunuh orang lain serta tidak mendapat
pemaafan dari keluarga korban, maka hukuman baginya hanya satu,
yaitu hukuman mati (qishas).35
F. Macam-Macam Hukuman ta’zir
Ada 11 macam hukuman ta’zir antara lain:36
1. Hukuman Mati
35
Sebagaimana diketahui, ta’zir mengandung arti pendidikan
dan pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahwa tujuan
ta’zir adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik kembali
dan tidak melakukan kejahatan yang sama di waktu yang lain.
Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan si pelaku setelah
melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku harus tetap
hidup setelah hukuman dijatuhakan agar tujuan pendidikan dapat
tercapai. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan kepada si pembuat
jarimah tidaklah sampai membinasakan pelaku jarimah, tujuan
mendidik untuk kembali kejalan yang benar, tidak akan tercapai.
Namun demikian apabila hal ini tidak mampu memberantas
kejahatan, si pelaku malah berulang kali melakukan kejahatan yang
sama atau mungkin lebih variatif jenis kejahatannya. Dalam hal ini
satu-satunya cara untuk mencegah kejahatan tersebut adalah
melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya tidak terus bertambah
dan mengancam kemaslahatan yang lebih luas lagi. Hukuman ini juga
berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan yang dapat
membahayakan bangsa dan negara, membocorkan rahasia negara yang
sangat penting untuk kepentingan musuh negara atau mengedarkan
atau menyelundupkan barang- barang berbahaya yang dapat merusak
36
2. Hukuman Jilid
Dalam jarimah ta’zir, hukuman ini sebenarnya juga ditunjuk
Al-Qur’an untuk mengatasi masalah kejahatan atau pelanggaran yang
tidak ada sanksinya. Walaupun bentuk hukumanya tercantum dalam
surat an-Nisa’ ayat 34 ditunjukan pada tujuan ta’dib bagi istri yang
melakukan nusyuz kepada suaminya. Hukuman jilid juga mempunyai
dampak lebih maslahat bagi keluarga sebab hukuman ini hanya
dirakan fisik oleh yang menerima hukuman walaupun secara moril
juga dirasakan oleh keluarga terhukum. Namun, seiring singkatnya
hukuman tersebut, damapk terhadap morilnya tersebut akan cepat
hilang. Adapun hukuman penjara menyebabkan penderitaan yang
dialami keluarga pelaku, baik moril mauoun materil. Ini berarti bahwa
hukuman tersebut juga ikut dirasakan oleh keluarga yang tidak ikut
bersalah. Dari segi moril keduanya akan berpisah dalam jangka waktu
yang lama dan dapat menyebabkan ganguan kejiwaan karena
kebutuhan kamanusiaanya tidak dapat disalurkan. Dari segi materil,
keluarga juga akan menanggung rersiko yang tak kalah beratnya,
bahkan ini yang sangat tampak dirasakan keluarga, terutama
anak-anak. Orang yang selama ini menanggung kebutuhan materil keluarga
tidak dapat lagi melakukan pekerjaanya. Akibatnya, keluarga harus
37
mati bersama-sama. Ada kemungkinan bagi istri, dalam upaya
menghidupi 29 anak-anaknya, melakukan hal yang menyimpang dari
kesusilaan, karena keterbatasan keterampilan yang dimilikinya. Tentu
saja ini akan menambah masalah baru, masalah sosial yang dapat
berantai. Hukuman jilid juga dapat menghindarkan si terhukum
dari akibat sampingan hukuman penjara dan ini pada hakikatnya
memberikan kemaslahatan bagi si terhukum. Dalam hukumuan jilid,
si terhukum, setelah hukuman selesai akan kembali kedalam
keseharian bersama keluarga, terlepas darp pergaulan buruk sesama
narapidana seperti layaknya penjara. Sebaliknya di penjara, terhukum
akan berkumpul dengan sesama narapidana dengan berbagai keahlian
jahat. Ini menyebabkan akan memperoleh ilmu kejahatan yang lebih
tinggi yang dapat menjadi modal babginya setelah keluar nanti,
menjadikannya lebih berani dan percaya diri. Bahkan, teman bekas
narapidana bekas di penjara dulu, tidak jarang kemudian bergabung
untuk berbuat kejahatan bersamasama. Oleh karena itu,
penjahat-penjahat profesional banyak dimulai dari amatiran yang telah sering
keluar masuk penjara. Tenyata sistem penjara kurang efektif dalam
upaya mengembalikan si terhukum ke arah yang lebih baik, walaupun
38
serta kegiatan-kegiatan keterampilan yang diperlukan untuk
sekembalinya ke masyarakat nanti.
3. Hukuman Penjara
Hukuman penjara dalam hukum Islam berbeda dengan hukum
positif. Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai
hukuman 30 utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua
atau hukuman pilihan. Hukuman pokok dalam syari’at Islam bagi
perbuatan yang tidak diancam dengan hukuman had adalah hukuman
jilid. Biasanya hukuman ini hanya dijatuhkan bagi perbuatan yang
dinilai ringgan saja atau yang sedang-sedang saja.
Dalam syari’at Islam hukuman penjara hanya dipandang
sebagai alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada
hakikatnya untuk mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan
dmikian, apabila dengan pemenjaraan, tujuan tersebut tidak tercapai,
hukumannya harus diganti dngan yang lainnya yaitu hukuman jilid.
Hukuman penjara dibagi menjadi dua jenis yaitu hukuman penjara
terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas. Hukuman penjara
terbatas yaitu hukuman yang dibatasi lamanya hukuman yang
dijatuhkan dan harus dilaksakan terhukum, sedangkan hukuman
penjara tidak terbatas adalah dsapat berlaku sepanjang hidup, smapai
39
pembunuh yang terlepas dari qishash karena suatu hal-hal yang
meragukan, homoseksual, pencurian. Jadi pada prinsipnya penjara
seumur hidup itu hanya dikenakan bagi tidak kriminal yang
berat-berat saja.
4. Hukuman Pengasingan
Membuang si terhukum dalam suatu tempat, masih dalam
wilayah negara dalam bentuk memenjarakannya. Sebab kalau dibuang
tidak dalam tempat yang khusus, dia akan membahayakan tempat
yang menjadi pembuangan.
5. Hukuman Penyaliban
Dalam pengertian ta’zir , hukuman salib berbeda dengan
hukuman salib yang dikenakan bagi pelaku jarimah hudud hirabah.
Hukuman salib sebagai hukuman ta’zir dilakukan tanpa didahului
atau disertai dengan mematikan si pelaku jarimah. Dalam hukuman
salib ta’zir ini, si pelaku disalib hidup-hidup dan dilarang makan dan
minum atau melakukam kewajibannya shalatnya walaupun sebatas
dengan isyarat. Adapun lamanya hukuman ini tidak lebih dari tiga
hari.
6. Hukuman Pengucilan
Sanksi ini dijatuhkan bagi pelaku kejahtan ringan. Asalnya
40
terhadap suaminya, al-Qur’an memerintahkan kepada laki-laki untuk
menasehatinya.kalau hal ini tiak berhasil, maka wanita tersebut
diisolasikan dalam kamarnya sampai ia menunjukan tanda-tanda
perbaikan.
7. Hukuman Peringatan atau Ancaman
Peringatan juga merupakan hukuman dalam Islam. Bahkan
dalam berbagai bidang, seseorng menerima ancaman sebagai bagian
dari sanksi. Dalam hal ini hakim cukup memanggil si terdakwa dan
menerangkan perbuatannya salah serta menasehatinya agar tidak
melakukan dikemudian hari. Sanksi peringatan merupakan snaksi
ancang-ancang bahwa dia akan menerima hukuman dalam bentuk lain
apabila melakukan perbuatan yang sama atau lebih dari itu
dikemudian hari.
8. Hukuman Pencemaran
Hukuman ini berbentuk penyiaran kesalahan, keburukan
seseorang yang telah melakukan perbuatan tercela, seperti menipu
dan lain-lain. Pada masa lalu upaya membeberkan kesalahan orang
yang telah melakukan kejahtan dilakukan dengan teriakan dipasar
atau ditempat keramaian umum. Tujuannya agar orang-orang
mengetahui perbuatan orang tersebut dan menghindari kontak
41
sekarang, upaya itu dapat dilakukan melalui berbagai media masa
baik cetaak maupun elektronik. Sering kita temukan dikoran-koran,
pengumuman dari perusahaan yang merasa dirugikan akibat salah
satu karyawannya. Pengumuman dalam koran itu merupakan
peringatan bagi masyarakat agar berhati-hati.
9. Hukuman Terhadap Harta
Hukuman terhadap harta dapat berupa denda atau penyitaan
harta. Hukuman berupa denda, umpanya pencurian buah yang masih
dipohon dengan keharusan pengembalian dua kali harga asal.
Hukuman denda juga dapat dijatuhkan bagi orang yang
menyembunyikan, menghilangkan, merusakkan barang milik orang
lain dengan sengaja. Perampasan terhadap harta yang diduga
merupakakn hasil perbuatan jahat atau mengabaikkan hak orang lain
yang ada didalam hartanya. Dalam hal ini, boleh menyita harta
tersebut bila terbukti harta tersebut tidak dimiliki dengn jalan yang
sah.
10. Sanksi-Sanksi Lain
Sanksi-sanksi yang disebutkan di atas itu pada umumnya
dapat dijatuhkan terhadap setiap jarimah atas dasar pertimbangan
42
sanksi tersebut dapat berupa penurunan jabatan atau pemecatan dari
pekerjaan, pemusnahan atau penghancuran barang-barang tertentu.
11. Kaffarat
Kaffarat pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan
untuk menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancam atas
perbuatan-perbuatan yang dilarang syara’ karena perbuatan itu sendiri
dan mengerjakannya dipandang sebagai maksiat.
Ditinjau dari segi terdapat dan tidak terdapatnya nas dalam
al-Qur’an atau al-Hadist, Hukuman dibagi menjadi dua, yaitu :37
1. Hukuman yang ada nasnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan
kafarah. Misalnya, hukuman-hukuman bagi pezina, pencuri,
perampok, pemberontak pembunuh, dan orang yang menzihar
istrinya (menyerupakan istrinya dengan ibunya).
2. Hukuman yang tidak ada nasnya, hukuman ini disebut ta’zir,
seperti percobaan melakukan jarimah, jarimah-jarimah hudud dan
kisas atau diat yang tidak selesai, dan jarimah ta’zir itu sendiri.
Ditinjau dari sudut pandang kaitan antara hukuman yang satu
dengan hukuman lainya, terbagi menjadi empat:
1. Hukuman pokok (al-‘Uqubat al-Asliyah), yaitu hukuman utama
bagi suatu kejahatan, hukuman mati bagi pembunuh yang
43
membunuh dengan sengaja, hukuman diyat bagi pelaku
pembunuhan tidak sengaja, dera (jilid) seratus kali bagi pezina
ghairah muhsan.
2. Hukuman pengganti (al-‘Uqubat al-Badliyah), hukuman yang
menggantikan kedudukan hukuman pokok (hukuman asli) dan
karena suatu sebab tidak bisa dilaksanakan, seperti hukuman
ta’zir dijatuhkan bagi pelaku karena jari>mah had yang
didakwakan mengadung unsur-unsur kesamanaan atau subhad
atau hukuman diyat dijatuhkan bagi pembunuhan sengaja yang
dimaafkan keluarga korban. Dalam hal ini hukuman ta’zir
merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok yang tidak
bisa dijatuhkan, kemudian hukuman diyat sebagai pengganti dari
hukuman qisas yang dimaafkan.
3. Hukuman tambahan (al-‘Uqubat al-Taba’iyah), yaitu hukuman
yang dikenakan yang mengiringi hukuman pokok. Seorang
pembunuh pewaris, tidak mendapat warisan dari harta si
terbunuh.
4. Hukuman pelengkap (al-‘Uqubat al-Takhmiliyyah), yaitu
hukuman untuk melengkapi hukuman pokok yang telah
dijatuhkan, namun harus melalui keputusan tersendiri oleh hakim.
44
tambahan tidak memerlukan putusan tersendiri seperti,
pemecatan suatu jabatan bagi pegawai karena melakukan
tindakan kejahatan tertentu atau mengalungkan tangan yang telah
dipotong dileher pencuri.
Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat
ringannya hukuman. Hukuman dibagi atas dua macam:
1. Hukuman yang mempunyai batas tertentu, yaitu hukuman yang telah
ditentukan besar kecilnya. Dalam hal ini hakim tidak dapat
menambah atau mengurangi hukuman tersebut atau menggantinya
dengan hukuman lain. Ia hanya bertugas menerapkan hukuman yang
telah ditentukan tadi seperti, hukuman yang termasuk kedalam
kelompok jarimah hudud dan
jarimah qishash, diyat.
2. Hukuman yang merupakan alternatif karena mempunyai batas
tertinggi dan terendah. Hakim dapat memilih jenis hukuman yang
dianggap mencerminkan keadilan bagi terdakwa. Kebebasan hakim
ini, hanya ada 36 pada hukuman-hukuman yang termasuk kelompok
jarimah ta’zir. Hakim dapat memilih apakah si terhukum akan
dipenjarakan atau didera (jilid), mengenai penjarapun hakim dapat
45
G. Tindak Pidana Narkotika sebagai Jarimah Ta’zir dalam Hukum Pidana
Islam
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman yang dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan
dalam golongan-golongan dalam UU RI no 35 tahun 2009 tentang
narkotika dimana salah satu dari narkotika golongan I.38
Narkotika memang memiliki dua sisi yang sangat antagonis.
Pertama, narkotika dapat memberi manfaat besar bagi kepentingan hidup
dengan beberapa ketentuan. Kedua, narkotika dapat membahayakan
pemakaiannya karena efek negatif yang distrubtif. Dalam kaitan ini
pemerintah republik Indonesia telah membuat garis-garis kebijaksanaan
yang termuat dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obat perangsang yang
sejenisnya oleh kaum remaja erat kaitannya dengan beberapa hal yang
menyangkut sebab. Motivasi dan akibat yang ingin dicapai. Secara
sosiologis, penyalahgunaan narkotika oleh kaum remaja merupakan
perbuatan yang disadari berdasarkan pengetahuan atau pengalaman
sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari proses interaksi
sosial.39 Hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh
syara’, melainkan diserahkan kepada hakim, baik penentuannya maupun
46
pelaksanaanya.40 Syara’ tidak menyebutkan macam-macamnya hukuman
untuk jarimah untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan
sekumpulan hukuman, dari seringan-ringannya sampai kepada
seberatberatnya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih
hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan hukuman ta’zir serta
keadaan si pembuatnya juga. Jadi hukuman ta’zir tidak mempunyai batas
tertentu.41
Sedangkan jarimah ta’zir deserahkan kepada hakim untuk
menentukannya, dengan syarat harus sesuai dengan
kepentingan-kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nas-nas
(ketentuan-ketentuan) syara’ dengan prinsip-prinsip yang umum.42
Mengenai hukuman ta’zir di atas ini, maka di dikelompokkan
ke dalam tiga bagian:
1. Hukuman ta’zir atas Perbuatan Maksiat Bahwa hukuman ta’zir
diterapkan atas setiap perbuatan maksiat yang tidak dikenakan
hukuman had dan tidak pula kaffarat, baik perbuatan maksiat tersebut
menyinggung hak Allah (hak masyarakat) maupun hak adami (hak
individu). Pengertian maksiat adalah melakukan perbuatan yang
diharamkan dilarang oleh syara’ dan meninggalkan
40Ibid,19.
47
perbuatan yang diharamkan (dilarang) oleh syara’ dan meninggalkan
perbuatan perbutan yang diwajibkan (diperintahkan) olehnya.43
a. Perbuatan-perbuatan maksiat dibagi kedalam tiga bagian :
Perbuatan maksiat yang dikenakan hukuman had, tetapi
kadang-kadang ditambah dengan human kaffarat, seperti,
pembunuhan, pencurian minuman keras, dan sebgainya.
Untuk jarimah tersebut, selain dikenakan hukuman had,
dapat juga dikenakan hukuman ta’zir. Pada dasarnya
jarimah-jarimah tesebut cukup dikenakan hukuman
had, tetapi dalam kondisi tertentu apabila dikenakan
kemaslahatan umum. Maka tidak ada halangannya ditambah
dengan hukuman ta’zir.
b. Perbuatan maksiat yang dikenakan hukuman kaffarat, tetapi
tidak dikenakakan hukuman had. Menyetubuhi istri pada
siang hari bulan Ramadhan. Pada dasarnya kafarat itu
merupakan hukaman karena wujudnya merupakan melakukan
kesalahan yang dilarang oleh syara’ dan pemberian
hukumanya pembebasan hamba sahaya, atau puasa atau
memberi makanan kepada orang miskin.
48
c. Perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan
tidak pula kafarat, maka akan dikenakan hukuman ta’zir.
2. Hukuman Ta’zir dalam Rangka Mewujudkan Kemaslahatan Umum
Menurut kaidah umum yang berlaku selama ini dalam syariat
Islam hukuman ta’zir hanya dikenakan terhadap perbuatan maksiat,
yaitu perbuatan yang dilarang keras zat perbuatannya itu sendiri.
Hukuman ta’zir Atas Perbuatan-Perbuatan Pelangggaran