• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYALAHGUNAAN TEMBAKAU GORILLA MENURUT TINJAUAN UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DAN HUKUM PIDANA ISLAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYALAHGUNAAN TEMBAKAU GORILLA MENURUT TINJAUAN UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DAN HUKUM PIDANA ISLAM."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENYALAHGUNAAN TEMBAKAU GORILLA MENURUT TINJAUAN

UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DAN HUKUM

PIDANA ISLAM

SKRIPSI

Oleh:

Doni Weno Saputro

C73212075

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam

Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian studi pustaka berjudul ‚Penyalahgunaan Tembakau Gorilla Dalam Tinjauan UU Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika

dan Hukum Pidana Islam‛ yang bertujuan untuk menjawab bagaimana ketentuan

penyalahgunaan tembakau gorilla menurut tinjauan UU No.35 Tentang Narkotika dan Bagaimana penggunaan tembakau gorilla ditinjau dalam Hukum Pidana Islam .

Data dihimpun dari studi pustaka dan kajian kompilasi data yang

selanjutnya diolah dengan beberapa tahap yaitu Editing pemeriksaan kembali

terhadap semua data yang telah diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan

skunder. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data-data yang

diperoleh sesuai dengan yang direncanakan dan Analyzing, yaitu melakukan

analisis lanjutan secara kualitatif terhadap hasil pengorganisasian dengan menggunakan metode Deskriptif Analisis dan Deduktif.

Hasil penelitian disebutkan Tembakau Gorilla juga disebut dengan penyamaran nama dari Ganja Sintetis. Tembakau Gorilla atau Ganja Sintetis termasuk dari Narkotika Golongan 1 (satu) yang mengandung dengan nama

kimia AB-FUBINACA telah diatur dalam peraturan menteri kesehatan nomor 2

tahun 2017 atas perubahan peraturan menteri kesehatan nomor 9 tahun 2015 tentang penggolongan narkotika jenis baru. Ini menunjukkan bahwa penyalahguna terbukti dapat dijerat tindak pidana narkotika dengan melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 1 ayat 1 dan pasal 111, Hal tersebut berdasarkan terpenuhinya unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut baik unsur yang bersifat subjektif dan yang bersifat objektif dalam hasil uji dari zat-zat kimia AB-FUBINACA Tembakau Gorilla dari Badan Narkotika Nasional dan kementrian kesehatan Republik Indonesia. Oleh karena itu dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 111 menyebutkan bagi pengguna Narkotika Golongan Jenis 1 (satu) dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliyar rupiah). Sedangkan

menurut Hukum Islam pengguna dapat hukuman jarimah ta’zir diperkuat dengan

40 atau 80 cambukan karena haramnya narkotika bukan diqiyaskan dengan khamr saja, melainkan nash yang mengharamkan narkotika, menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia dan ketentuan dari ulil amri (hakim) yang berwenang.

(7)
(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ...iv

ABSTRAK... v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI... xiii

BAB 1 ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Oprasional ... 10

H. Metode Penelitian ... 10

1. Data yang di kumpulkan ... 11

(9)

3. Teknik Pengolaan Data ... 13

4. Teknik Analisis Data ... 14

I. Sistematika Pembahasan... 15

BAB II ... 17

NARKOTIKA DALAM KAJIAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM . ... 17

A. Pengertian Narkotika ... 17

B. Narkotika Dalam Kajian Hukum Positif ... 18

C. Narkotika Dalam Kajian Hukum Pidana Islam ... 21

D. Sanksi Penyalahgunaan Narkotika (Tembakau Gorilaa) dalam Hukum Pidana Islam ... 25

E. Dasar Hukum Ta'zir ... 26

F. Macam-macam Hukuman Ta'zir ... 32

G. Tindak Pidana Narkotika Sebagai Jarimah Ta'zir dalam Hukum Pidana Islam ... 41

BAB III ... 46

TEMBAKAU GORILLA (GANJA SINTETIS) ... 46

A. Pengertian Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis ... 46

B. Efek penyalahgunaan Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis ... 50

C. Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis dalam pandangan BNN ... 55

BAB IV ... 58

(10)

A. Analisis Ketentuan Penyalahgunaan Tembakau Gorilla Dalam Hukum Positif Di

Indonesia ... 58

B. Analisis Penyalahgunaan Tembakau Gorilla dalam Kajian Hukum Pidana Islam ... ... 60

BAB V ... 66

PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 68

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tembakau merupakan jenis tanaman yang sering dikonsumsi

oleh manusia. Manusia telah mengenal tembakau sejak berabad-abad,

baik sebagai barang yang mempunyai nilai ekonomi karena

menghasilkan serat, atau karena uapnya yang meninbulkan kesenangan.1

Seiring perkembangan zaman terdapat jenis tanaman tembakau yang di

campur dengan bahan kimia, memiliki efek menyerupai ganja jika

dikonsumsi oleh manusia. Jenis tenaman tersebut saat ini sudah banyak

di konsumsi dan terjual di berbagai Negara termasuk Indonesia.

Tanaman itu di Indonesia di kenal dengan sebutan Tembakau Gorilla

atau Ganja Sintesis.

Tembakau gorilla atau ganja sintetis adalah ramuan herbal

atau campuran tembakau yang disemprotkan dengan sejenis bahan kimia

sintetis yang hasilnya menyerupai efek psikoaktif dari ganja (cannabis).

Ganja sintetis legal di beberapa negara dengan merek dagang seperti

Spice, K2, No More Mr Nice Guy, dan lain-lain. Ganja sintetis sangat

1M. Arif Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah Mengatasi & Melawan, (Bandung:

(12)

2

bebeda dengan ganja yang sebenarnya. Ganja sintetis mengandung bahan

kimia yang disebut cannabimimetics yang dapat mengakibatkan efek

berbahaya bagi kesehatan dan sangat beresiko untuk disalahgunakan.

Seperti kebanyakan obat-obatan terlarang lainnya, ganja sintetis tidak

diuji keamanannya. Pengguna tidak tahu persis bahan-bahan apa saja

yang di racik didalamnya. Ganja sintetis merupakan zat yang bisa sangat

berbahaya dan adiktif. Efek yang dihasilkan Ganja sintetik dapat

mengancam nyawa manusia, seperti:

1. Perasaan senang berlebihan (euforia) .

2. Delusi paranoid (ketakutan/curiga berlebihan).

3. Rasa kaku sekujur tubuh sementara (seperti tertimpa gorilla)

4. Halusinasi (gangguan psikotik).

5. Koma hingga Kematian.2

Efek berbahaya dari produk ini pertama kali dilaporkan di

Amerika Serikat pada tahun 2009. Pada waktu itu ganja sintetis sudah

tersebar di seluruh AS. Pada tahun 2012, pusat pengendalian keracunan

menerima 5.205 laporan mengenai dampak berbahaya dari ganja sintetik.

Zat-zat Psikoaktif yang beredar luas di pasar dewasa ini, dikenal dengan

nama NPS (New Psychoactive Substances) adalah berbagai jenis zat

(drugs), yang didesain untuk menyamarkan dan membedakan, dengan

2

(13)

3

berbagai jenis narkoba yang telah dikenal luas, seperti ganja, kokain,

heroin, shabu, ekstasi, yang diatur di dalam perundang-undangan tentang

narkotika di berbagai negara. Proses manufaktur NPS menggunakan

berbagai bahan kimia untuk menggantikan bahan baku pembuatan

narkotika (prekursornarkotika), guna menghindari tujuan pengaturan

prekursor, sebagai mana diatur di dalam Bab VIII (Pasal 48 s/d 52)

Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika3. Penggunaan

berbagai bahan kimia tersebut, secara konstan merubah struktur kimia

NPS, sehingga produksi dan predarannya (NPS) tidak termasuk dalam

kategori zat-zat yang diatur dan dilarang oleh peraturan

perundang-undangan di berbagai Negara, termasuk Indonesia.

Penyebutan NPS bukan berarti ‚zat-zat psikoaktif tersebut

baru ditemukan‛ (karena sebagian dari zat-zat psikoaktif tersebut telah

ditemukan sejak ribuan tahun yang lalu, seperti kebiasaan mengunyah

buah pinang dan buah/daun sirih di Timor, kebiasaan mengunyah daun

koka oleh komunitas di kawasan pengunungan Andes, kebiasaan

mengunyah daun khat di Ethiopia, penggunaan ganja di Cina telah

berlangsung pada 3000 tahun sebelum masehi, dsb), tetapi lebih

ditekankan pada metode pemasarannya yaitu menggunakan Internet atau

(14)

4

situs jual beli online untuk memasarkan berbagai produk NPS tersebut

secara massif kepada konsumen.

World Drug Report 2014 melaporkan tantangan yang dihadapi

masyarakat dunia dalam menanggulangi permasalahan narkoba menjadi

semakin kompleks, terutama terkait dengan semakin maraknya peredaran

NPS (New Psychoactive Substances) atau yang dikenal dengan nama

Synthetic drugs, Legal Highs, Herbal highs, dan dipasarkan secara masif

melalui Internet dan social media serta maraknya penyalahgunaan

obat-obatan yang dibeli berdasarkan resep dokter.4 Pada tahun 2011 terdapat

243 jenis NPS yang beredar di berbagai negara, jumlah tersebut

meningkat menjadi 251 jenis pada tahun 2012, dan meningkat lagi

menjadi 348 jenis pada tahun 2013, yang belum masuk dalam kontrol

intenasional (Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan Convention

on Psychotropic Substances 1971). Di Indonesia, BNN telah menemukan

27 jenis NPS, dan sebagian dari NPS yang beredar di Indonesia (18 jenis

NPS) telah dimasukan kedalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan,

dan menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dengan Undang-undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan demikian,

penyalahgunaan 18 jenis NPS tersebut di Indonesia menjadi ilegal dan si

penyalahguna dapat dihukum. Terdapat 9 (sembilan) kategori NPS yang

4

(15)

5

diperjual-belikan di pasaran yaitu: 1. Aminoindanes; 2. Synthetic

Cannabinoids (nama jalanan: spice, K2, kronik); 3. Synthetic

Cathinones; 4. Ketamine and Phencyclidine-Type Substance; 5.

Phenethylamines; 6. Piperazines; 7. Plant-Based Substances; 8.

Tryptamines; 9. Kategori lain yang tidak termasuk dalam nomor 1 – 8.5

Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga

pemerintah yang menjadi focal point dituntut meningkatkan

profesionalismenya bersama seluruh elemen masyarakat, LSM dan

tentunya melibatkan peran serta masyarakat secara aktif dan dinamis.6

Terdapat persepsi yang salah tentang NPS, karena meskipun

terkadang dalam pengiklanan untuk penjualan dinyatakan sebagai

‚produk yang legal‛ (sah), ini tidak berarti produk tersebut aman. Sangat

sulit untuk memastikan apakah berbagai produk NPS tersebut aman

untuk dikonsumsi, karena kebanyakan produk-produk NPS tidak

mencantumkan keterangan tentang aspek farmakologi dan aspek

toksikologi, serta tidak mencantumkan rekomendasi penggunaan (dosis)

pada label produk tersebut. Artinya produk-produk NPS tersebut tidak

diatur dan belum dilakukan pengetesan oleh lembaga yang berwenang (di

5 Jurnal Data P4GN, Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika,

(Jakarta Balai Penerbit Badan Narkotika Nasional, 2013), 3.

6Wawan Ranuwijaya, Buku P4GN Bidang pemberdayaan Masyarakat,( Jakarta, Balai Penerbit Badan

(16)

6

Indonesia, pengetesan dilakukan oleh Badan POM), sehingga dapat

disimpulkan produk-produk seperti ini, tidak aman untuk dikonsumsi.

Efek NPS beragam tergantung komposisi kimiawi di dalam

produk NPS yang bersangkutan, namun rangkuman efek negatifnya

antara lain: kehilangan memori, bingung, anxiety, depresi, halusinasi,

paranoid, psikoses, sulit tidur, aktif bicara,keracunan pada jantung

(cardiotoxic), darah tinggi, detakan jantung menjadi cepat dan tidak

beraturan (khusus untuk orang tua). Resiko penggunaan NPS antara lain:

meningkatkan suhu tubuh, komplikasi jantung, serangan jantung, stroke,

otak injury, kematian dan bunuh diri, depresi, mengurangi aliran darah ke

jantung. Banyak kasus, si pengguna NPS mengalami sakit mental,

bahkan mengarah pada bunuh diri.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika pasal 1 ayat 1 menyebutkan:

‚narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintesisi maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurai sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam

Undang-Undang tersebut.‛7

(17)

7

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, tanaman ganja terdapat pada Golongan I. Adapun hukuman

penggunaan ganja sintesis ataupun tembakau gorilla dalam

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika pasal 111 ayat 1

menyebutkan:

‚setiap orang yang tanpa hak atau melakukan hukum menanam,

memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan

narkotika golongan I dalam bentuk tanaman di pidana dengan pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus

juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delpan milyar

rupiah).‛8

B.Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan isi latar belakang masalah di atas, terdapat

beberapa masalah dalam penelitian ini, adapun masalah-masalah tersebut

dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Asal usul tembakau gorilla.

2. Bahaya penyalahgunaan tembakau gorilla.

3. Tembakau gorilla dalam pandangan BNN.

4. Zat-zat terkandung dalam tembakau gorilla

(18)

8

5. Pidana penggunaan tembakau gorilla dalam tinjauan hukum positif.

6. Pidana penggunaan tembakau gorilla dalam pandangan hukum

Islam.

Masalah penggunaan ganja sintetis atau tembakau gorilla

memuat suatu masalah yang bersifat umum dan global, sehingga

diperlukan suatu pembatasan masalah dalam pembahasannya. Dalam hal

ini pembatasan masalah adalah:

1. Penyalahgunaan tembakau gorilla dalam Undang-Undang nomor 35

tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap penyalahgunaan tembakau gorilla.

C. Rumusan Masalah

Dari apa yang diuraikan dalam latar belakang diatas, maka

permasalah yang diambil dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan penyalahgunaan tembakau gorilla

dalam tinjauan Undang-Undang nomor 35 tahun 2009

tentang Narkotika?

2. Bagaimana penyalahgunaan tembakau gorilla ditinjau

(19)

9

D.Kajian Pustaka

Permasalahan penggunaan tembakau gorilla sebernarnya sudah

pernah dikaji oleh para penulis lainnya, diantaranya:

1. Skripsi Ita Purnama Sari yang berjudul ‚Konsep Diri

Penasun (Penggunaan Narkoba Suntik)‛. skripsi ini

membahas tentang kriteria dan sanksi tentang penggunaan

narkoba suntik dalam tinjauan perspektif hukum Islam dan

menurut UU Nomor 35 Pasal 6 ayat 1 Tahun 2009.

2. Selanjutnya skripsi Nur Iftitathul Husniyah yang berjudul

‚Peran Badan Narkotika Kabupaten Lamongan Dalam

Menanggulangi Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba Di

Kalangan Pelajar Kabupaten Lamogan: Telaah Atas

Program Jihad Narkotika‛. Skripsi ini membahas tentang

Bagaimana bentuk program jihad narkoba yang dilakukan

Badan Narkotika Kabupaten dalam menanggulangi

peredaran dan penyalahgunaan narkoba ndikalangan pelajar

Kabupaten Lamongan.

3. Ketiga skirpsi Resah Anika Maria yang berjudul ‚Analisis

Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Kumulatif Dalam

Putusan Nomor 382/ PID.SUS/ 2013/ PN. MKT Tentang

(20)

10

Skripsi ini membahas tentang Bagaimana dasar

pertimbangan Hakim terhadap penjatuhan sanksi hukuman

kumulatif dalam Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No.

382/ 10 Pid.Sus/2013/PN.Mkt, tentang Penyalahgunaan

narkotika golongan I, berupa sabu-sabu.

E.Tujuan Peneitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka

peneliti mempunyai tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Ingin mengetahui kandungan zat-zat kimia yang terkandung

dalam penyalahguaan tembakau gorilla sehingga bisa

termasuk dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

2. Ingin menganalisis penyalahgunaan tembakau gorilla ditinjau

dalam hukum Islam.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan bermanfaat dan berguna

untuk:

(21)

11

Hasil penelitian diharapkan berguna bagi perkembangan

kerangka berfikir para ilmuan dalam disiplin ilmu pengetahuan agar bisa

lebih maju lagi.

2. Praktis

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan atau

pertimbangan bagi penerapan ilmu di lingkungan masyarakat, terutama

para polisi khususnya BNN dalam perkembangan dunia narkotika di

Indonesia.

G.Definisi Operasional

Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini perlu

adanya definisi operasional dan untuk menghindari kesalahpahaman

sehubungan dengan judul yang diangkat penulis yaitu:

1. Hukum Positif : Bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku

disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan

untuk menentukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan

pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut).

Dalam ini adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

narkotika tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1997 tentang narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

(22)

12

2. Hukum Islam: Syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi

kehidupan manusia, terutama syariat Allah yang mengatur

tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketertiban umum, serta

mengatur tindakan melawan perarturan-peraturan yang bersumber

dari al-Quran dan Hadis.

H.Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data penelitiannya9. Agar dalam penyusunan

skripsi ini mencapai hasil yang maksimal, metode dalam penulisannya

yaitu:

1. Data yang di kumpulkan

a. Data Primer

b. Data Sekunder

Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka

pengumpulan data digunakan untuk menjawabnya, dalam penelitian ini

data-data tersebut antara lain:

a. Data Tentang penyalahgunaan tembakau gorilla dari regulasi

BNNP Jawa Timur.

b. Data Tentang Nas / Ijtihad ulama tentang tembakau gorilla.

9Suharsini Arikunnto, Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan Praktis. Cet 13 (Jakarta : PT.Rineka

(23)

13

Data adalah catatan atas kumpulan fakta10. Data yang digunakan

adalah sebagai berikut :

a. Sumber primer

Sumber yang diperoleh secara langsung. Sehingga dimungkinkan

memperoleh informasi yang berhubungan dengan penelitian ini,

diantaranya berasal dari :

1) Ketua BNN provinsi Jawa Timur.

2) Dokumen BNN

3) Undang-undang dan Regulasi tentang tembakau gorilla.

b. Sumber sekunder

Sumber yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada11.

Dalam hal ini data yang digunakan peneliti antara lain:

1) Santoso Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam:

Penegakan Syariat Dalam Wacana dan Agenda

2) Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan

Dalam Islam)

3) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam

4) Arief Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam

Mencegah, Mengatasi & Melawan.

5) Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana

(24)

14

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Interview

Penulis mengadakan wawancara dan tanya jawab secara langsung

dengan ketua atau yang diwakili oleh Bapak dr.Poerwanto Setijawargo

kasi rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Timur pada

tanggal 2 januari 2017 jam 09.00 WIB di kantor Badan Narkotika

Nasional Provinsi Jawa Timur beralamat jalan Ngagel Madya V Nomor

22 Surabaya yang menangani kasus ini untuk mendapatkan informasi

yang di perlukan dalam mengumpulkan data terkait dengan penggunaan

tembakau gorilla.

b. Telaah Dokumen

Penulis mencari dan mengumpulkan data yang berasal dari dokumen

atau arsip-arsip yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga penulis

dapat menarasikan berdasarkan data yang di peroleh tersebut.

c. Telaah Pustaka

Penulis mencari dan mengumpulkan data yang berasal dari

buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga penulis dapat

memahami, mencermati dan menganalisa berdasarkan data yang di

peroleh tersebut.

(25)

15

Setelah seluruh data terkumpul kemudian dianalisis dengan

tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah

diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna,

keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan sekunder tentang

analisis penggunaan tembakau gorilla menurut Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dalam perspektif Hukum

Islam.

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data-data yang

telah diperoleh tentang analisis penggunaan tembakau gorilla menurut

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dalam

perspektif Hukum Islam.

c. Analyzing, yaitu memberikan analisis dari data-data mengenai

unsur-unsur yang terdapat dalam zat penggunaan tembakau gorilla, dan

unsur-unsur hukuman yang dikenakan kepada pengguna tembakau

gorilla.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara

sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk

(26)

16

menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.12 Sesuai dengan arah

studi yang telah dipilih oleh penulis, teknik analisis data yang digunakan

berupa metode deskriptif analisis yaitu mendeskrisikan data yang

berhasil dihimpun sehingga tergambar obyek masalah secara terperinci

dan menghasilkan pemahaman yang kongkrit dan jelas. Sedangkan pola

pikir yang dipakai disini adalah pola pikir deduktif yang berangkat dari

faktor yang umum, yaitu penyalahgunaan tembakau gorilla menurut

tinjauan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika

dalam perspektif Hukum Pidana Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberi pemahaman tentang skripsi ini, penulisan

akan menguraikan pembahasannya. Adapun sistematika pembahsan

skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, adalah uraian pendahuluan yang menjelaskan

langkah-langkahyang dilakukan dalam pembahasan skripsi ini meliputi:

latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan

masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,

definisi operasional, metode penelitian, dan sub bab terakhir adalah

sistematika pembahasan.

(27)

17

Bab kedua, bab ini secara umum membahas penyalahgunaan

tembakau gorilla menurut tinjauaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang narkotika dan perspektif Hukum Islam. Untuk

mendapatkan data yang utuh terlebih dulu diuraikan pengertian

penggunaan tembakau gorila, bentuk-bentuk bahaya bagi pengguna

tembakau gorilla, serta gambaran menurut Undang-Undang Nomor 35

tahun 2009 tentang narkotika perubahan atas Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1997 tentang narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1997 tentang psikotropika dan Narkotika dalam Hukum Islam.

Bab ketiga, bab ini berisi data tentang data-data yang

diperoleh dari penelitian pada tanya jawab dengan ketua Badan

Narkotika Nasional Provinsi Jawa Timur. yang meliputi hasil uji

laboratorium dinas kesehatan kota surabaya , dasar pertimbangan hukum

yang digunakan oleh Badan Narkotika Nasional dalam mengkategorikan

penggunaan zat-zat narkotika di tembakau gorilla sehingga bisa menjerat

pengguna dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

narkotika.

Bab keempat, bab ini menguraikan tentang analisis

penyalahgunaan tembakau gorilla dalam Undang-undang No.35 Tahun

(28)

18

Bab kelima, berisi tentang kesimpulan dan saran yang

merupakan rangkuman yang terdapat pada bagian akhir dari penelitian

skrispsi ini. Dalam bab akhir ini dijelaskan rumusan masalah kesimpulan

dari keseluruhan bahasan sebagai jawaban yang ada pada rumusan

masalah, dengan disertai saran yang membangun agar menjadi masukan

(29)

19

BAB II

NARKOTIKA DALAM KAJIAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Narkotika

Narkotika secara bahasa berasal dari bahasa Inggris

"narcotics" yang artinya obat bius. Narkotika adalah bahan yang berasal

dari 3 jenis tanaman, yaitu: Papaper Somniferum (Candu), Erythroxyion

coca (kokain), dan cannabis sativa (ganja) baik murni maupun bentuk

campuran. Cara kerjanya mempengaruhi susunan syaraf yang dapat

membuat kita tidak merasakan apa-apa, bahkan bila bagian tubuh kita

disakiti sekalipun.1 Narkoba sebuah singkatan dari kata narkotika dan

obat-obat telarang. Sedangkan istilah lain dari narkoba adalah NAPZA

yang merupakan kepanjangan dari narkotika, alkhohol, psikotropika dan

zat adiktif.2 Semua bentuk narkotika benda-benda atau zat kimia yang

dapat menimbulkan ketergantungan bagi orang yang mengkonsumsinya.3

(30)

20

Pada tahun 2015 ditemukan sejenis tembakau yang

menyerupai efek dari pengguaan ganja, yakni tembakau gorilla atau ganja

sintetis yang dicampur dengan bahan kimia AB-FUBINACA.

B. Narkotika Dalam kajian Hukum Positif

Menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman,baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat

menyebabkan penurunanatauperubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan, yang dibedakan ke dalamgolongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009,

tentang Narkotika. Menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Pasal 12

ayat (1), yaitu: Narkotika Golongan I dilarang diproduksi atau digunakan

dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk

kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut

Undang-Undang No. 5 tahun 1997, Pasal 1 ayat (1): Psikotropika adalah

zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat

yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku.4

(31)

21

Terdapat empat golongan psikotropika menurut

undang-undang tersebut, namun setelah diundang-undangkannya UU No. 35 tahun 2009

tentang narkotika, maka psikotropika golongan I dan II dimasukkan ke

dalam golongan Narkotika. Dengan demikian saat ini apabila bicara

masalah psikotropika hanya menyangkut psikotropika golongan III dan

IV sesuai Undang-Undang No.5 tahun 1997. Ganja sintetis adalah

psikotropika atau Narkotika yang bukan tanaman dan sangat berbahaya

karena berpotensi menimbulkan ketergantungan yang kuat. Narkotika ini

berbentuk serbuk seperti tanaman yang dikeringkan kemudian di campur

dengan bahan kimia berbahaya. Akibat Menggunakan ganja sintetis,

Merusak organ-organ tubuh terutama otak, dan syaraf yang mengatur

pernafasan, Banyak yang mati karena sesak nafas, dan tiba-tiba berhenti

bernafas karena syaraf yang mengendalikan pernafasan sudah rusak dan

tidak ada lagi instruksi untuk bernafas, sehingga nafasnya putus atau

berhenti, dan mati, Paranoid, otak susah dipakai untuk berpikir dan

konsentrasi, tidak mau makan, rasa gembira, rasa harga diri meningkat,

banyak bicara, kewaspadaan meningkat, denyut jantung cepat, Pupil mata

melebar, Tekanan darah meningkat, berkeringat dingin, Mual ataumuntah

dalam waktu 1 jam gelisah, kesadaran berubah (pemakai baru, lama,

dosistinggi), Perasaan dikejar-kejar, Perasaan dibicarakan orang, Agresif

(32)

22

Gangguan detak jantung, Perdarahan otak, Hiperpireksia atau syok pada

pembuluh darah jantung yang berakibat meninggal dunia.

Penggunaan narkotika merupakan perbuatan yang

bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan. Saat ini

penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik

miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Penggunaan narkotika

dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang akhirnya merugikan

penerus bangsa. Penyalahgunaan narkotika tidak terlepas dari sistem

hukum positif yang berlaku di Negara Indonesia.5

Sistem hukum positif yang berlaku di negara Indonesia

mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini terlihat dalam

efektifnya pelaksanaan sanksi pidana. Dalam Undang-undang No. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat beberapa sanksi, seperti sanksi

pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, maupun sanksi pidana

Pengguna narkotika menurut Pasal 1 angka (15) Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah orang yang menggunakan

Narkotika tanpa hak atau Melawan Hukum. Unsur ini memberikan

pengertian bahwa perbuatan menggunakan Narkotika baik golongan I dan

golongan II berupa tanaman atau bukan tanaman adalah tanpa dasar

hukum yang sah atau tanpa ijin dari pihak yang berwenang.

(33)

23

Penggunaan narkotika dapat dikatakan suatu tindak pidana

yang mempunyai konsekuensi hukum, dari segi hukum mengenai

perbuatan penyalahgunaan narkotika dan ketentuan pidananya telah

dilarang dalam peraturan undang-undang secara khusus, yaitu

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Kejahatan penggunaan

narkotika dalam hukum Islam adalah segala sesuatu yang dapat merusak

akal, memabukkan, dan mematikan yang diqiyaskan dengan Intihar. Yang

termasuk katagori narkotika adalah morfin, heroin, kokain, ganja,

sabu-sabu, dan sejenisnya.

C. Narkotika Dalam Kajian Hukum Pidana Islam

Sesuatu yang memabukkan dalam al-Qur’an disebut Khamr,

artinya sesuatu yang dapat menghilangkan akal. Meskipun bentuknya

berbeda namun cara kerja Khamr dan narkoba sama saja. Keduanya

memabukkan, merusak fungsi akal manusia. Dalam Islam, pelarangan

mengkomsumsi Khamr (narkotika) dilakukan secara bertahap.6

Khamr merupakan istilah yang digunakan di dalam al-Qur’an

dan Hadits yang mempunyai arti sebagai benda yang dapat

mengakibatkan mabuk. Menurut bahasa kata khamr berasal dari kata

khamara yang artinya tertutup, menutup atau dapat juga diartikan kalut.7

Menurut etimologi, dinamakan khamr karena ia mengacaukan

6

Amir Syarufudin, garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003),289.

7

(34)

24

akal, oleh karena itu secara bahasa khamr meliputi semua benda-benda

yang dapat mengacaukan akal, baik berupa zat cair maupun padat. Maka

khamr di samping diartikan sesuai dengan bendanya juga akibat dan

pengaruhnya bagi siapa saja yang menggunakannya.8 Khamr adalah

minuman keras yang berasal dari anggur dan lainnya yang potensial

memabukkan dan biasa digunakan untuk mabuk-mabukan. Khamr

mengandung zat alkohol yang menjadikan pengunanya mabuk.9 Oleh

karena itu makanan ataupun minuman yang dapat menyebabkan

seseorang tertutup akalnya atau terganggu disebut khamr.

Dengan memperhatikan pengertian kata khamr dan esensinya

tersebut kebanyakan ulama berpendapat bahwa apapun bentuknya

(khamr, ganja, ekstasi, sabu-sabu, putauw dan sejenisnya) yang dapat

memabukkan, menutup akal atau menjadikan seseorang tidak dapat

mengendalikan diri dan akal pikirannya adalah haram.10

Segala sesuatu yang mengganggu akal pikiran dan mengeluarkannya dari

tabiat aslinya sebagai salah satu unsur manusia yang bisa membedakan

baik dan buruk adalah khamr, yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya

hingga hari kiamat. Termasuk diantaranya adalah bahan yang kini dikenal

8

Makhrus Munajat, Dikonsumsi Hukum Pidana Islam, (Yogyakata: Longung Agung, 2004), 125.

9Ibid.

(35)

25

dengan nama narkotika, baik dalam bentuk ganja, kokain, dan

sejenisnya.11

Meskipun benda-benda terlarang seperti narkotika atau

sejenisnya secara khusus dalam Islam belum ada sanksinya, namun

benda-benda tersebut masuk dalam kategori khamr karena sama-sama

dapat mengakibatkan terganggunya kerja urat syaraf dan dapat

menyebabkan ketergantungan.12 Dasar Hukum Pengharaman Narkotika

terdapat didalam al-Qur’an, Surat al-Maidah Ayat 90, yaitu:

اَيا

اَهّ يَأ

ا

اَنيِذّلا

ا

اوَُمآ

ا

اَِّّإ

ا

اُرخمَخْا

ا

اُرِسخيَمخلاَو

ا

اُباَصخنأاَو

ا

اُماخزأاَو

ا

ا سخجِر

ا

اخنِم

ا

اِلَمَع

لا

اِناَطخيّش

ا

اُوُبَِتخجاَف

ا

اخمُكّلَعَل

ا

اَنوُحِلخفُ ت

‚Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)

khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah

perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.‛

(QS. al-Maidah: 90)13

Narkotika termasuk kategori kejahatan luar biasa dengan

akibatnya yang sangat berbahaya bagi masyarakat, bangsa serta agama.

Dilihat dari segi manfaat juga dampak positif dari khamr sangat kecil

sementara dampak negatifnya begitu besar.14 al-Qur’an menegaskan

bahwa Allah SWT, adalah Tuhan yang menganugerahkan hidup dan

menentukan mati. Diantaranya:

11Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),9. 12Ibid.,12.

(36)

26

اَُّاَو

ا

اخمُكَقَلَخ

اا

ُّثا

اخمُكاّفَوَ تَ ي

ا

اخمُكخِمَو

ا

اخنَم

ا

اّدَرُ ي

ا

اَلِإ

ا

اِلَذخرَأ

ا

اِرُمُعخلا

ا

اخيَكِل

ا

ا

ا

اَمَلخعَ ي

ا

اَدخعَ ب

ا

ا مخلِع

ا

اًئخ يَش

ا

اّنِإ

ا

اََّا

ا

ا ميِلَع

ا

ا ريِدَق

Artinya: Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan

kamu, dan diantara kamu yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui

lagi maha kuasa. (QS. al-Nahl: 70)15

Diriwayatkan dari Husain bin al-Munzir bahwa ketika

Sayyidina Ali ditugaskan oleh Sayyidina Utsman untuk menghukum

cambuk al-Walid bin Uqbah, beliau berkata: Rasulullah telah

menghukum sebanyak 40 kali cambuk, begitu juga Sayyidina Abu Bakar

tetapi Sayyidina Umar menghukum sebanyak delapan puluh kali

semuanya adalah sunnah, yang ini aku lebih sukai. (H.R Muslim)16

Seiring dengan perkembangan zaman, minuman atau zat/obat

yang memabukkan pun bervariasi. Meskipun demikian tetap saja

hukumnya haram. Hadis dari Aisyah, Rasulullah Bersabda, ‚Setiap

minuman yang memabukkan adalah haram‛ (HR. Bukhari).17

Keharaman Narkotika tidak terbatas banyak atau sedikit, jika

banyak memabukkan maka sedikit pun tetap haram meskipun yang

sedikit itu tidak memabukkan. Begitu pula para pelaku penyalahgunaan

narkoba yang terdiri dari pemakai, penjual, pembeli, produsen, pengedar

15

Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Syamil Cipta Medi, 2006)

(37)

27

dan penerima narkoba adalah haram.18 Hukum pidana Islam berbicara

tentang bentuk-bentuk tindak kejahatan yang dilarang Allah manusia

melakukannya dan oleh karena itu akan dirasakan azab Allah di akhirat.

Dalam rangka mempertakut manusia melakukan kejahatan yang dilarang

Allah itu, Allah menetapkan sanksi atau ancaman hukuman atas setiap

pelanggaran terhadap larangan Allah itu. Sanksi hukuman itu dalam

bahasa uqubat.19 Dengan bagitu setiap bahasa tentang jinayat diiringi

dengan bahasa tentang uqubat.

Dalam Hukum Islam Narkotika sama dengan yang dimaksud

minuman keras, adalah segala sesuatu yang dapat merusak akal dan

memabukkan, yang dalam bahasa al-Quran disebut khamr. Dalam

Hukum Pidana Islam apapun yang bernama Khamr, atau Narkotika

Hukumnya Haram, baik sampai memabukkan atau tidak, walaupun

hanya diminum sedikit atau banyak.20

D. Sanksi Penyalahgunaan Narkotika ( Tembakau gorilla ) dalam Hukum

Pidana Islam

Penyalahgunaan Tembakau gorilla dan ganja sintetis adalah

ketentuan pidana yang menerapkan sanksi hukum Islam, dalam hukum

Islam pelaku jarimah khamr atau narkotika dipidana dengan hukuman

(38)

28

ta’zir yang diperberat dengan jilid. kasus ini memberatkan sanksi

seharusnya pengguna cukup di cambuk akan tetapi putusan ulil amri

memberikan sanksi hukuman cambuk tambahan dilihat dari pengulangan

pada kesalahan yang sama. Hukuman bagi pelaku, penjual, pengedar

narkotika, atau Penggunaan Narkotika golongan I, berupa ganja sintetis

dalam perumusannya harus mempunyai dasar, baik al-Qur’an, Hadis atau

keputusan penguasa yang mempunyai wewenang menetapkan hukum

untuk kasus ta’zir.21\

Ta’zir adalah jenis sanksi syar’i yang tidak termasuk hudud

dan qishash atau diyat. Ta’zir bersifat memberikan pelajaran dan koreksi

(tahdzib) yang sifatnya memperbaiki perilaku tersalah (tahdzib). Setiap

Tindak Pidana yang ditentukan sanksinya oleh al-Qur’an maupun oleh

hadits disebut jarimah hudud dan qishash atau diyat. Adapun tindak

pidana yang tidak ditentukan oleh al-Qur’an maupun hadits disebut

sebagai jarimah ta’zir. Misalnya, tidak melaksanakan amanah, menghina

orang, menghina agama, suap, menjual atau mengedarkan narkotika

dalam bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah tindak pidana yang

hukumannya ditentukan oleh Ulul Amri atau hakim dan tidak

bertentangan dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah.

Sanksi ta’zir merupakan otoritas hakim untuk menentukan berat atau

(39)

29

ringannya hukuman, walaupun ia harus mempertimbangkan keadaan

pelakunya, jarimah-nya, korban kejahatannya, waktu dan tempat kegiatan

sehingga putusan hakim besifat preventif, refresif, edukatif, dan kuratif.22

Sudah Jelas bahwa mengkonsumsi, memakai, jual-beli, atau

mengedarkan Narkotika sangat diharamkan oleh agama Islam dan

dilarang dalam ketentuaan perundang-undangan, dan dapat dekenakan

sanksi ta’zir yang diperberat dengan jilid atau dera, karena melihat

bahanya yang sangat besar terhadap masyarakat, bangsa serta agama.

E. Dasar Hukum Ta’zir

Sumber Hukum Islam selain al-Qur’an dan Hadis adalah ijma’

atau Qiyas, karena tidak adanya dalil tertentu untuk narkoba. Maka

narkotika dapat diqiyas-kan pada khamr karena, narkotika merupakan

bahasan dan permasalahan modern, terutama dalam bidang kesehatan

khususnya tentang obat-obatan atau farmasi. Menurut bahasa kata khamr

berasal dari kata khamara yang artinya tertutup, menutup atau dapat

diartikan kalut.23

Dalam al-Qur’an dan hadist kata khamr mempunyai arti benda

yang mengakibatkan mabuk, oleh karena itu secara bahasa Khamr

meliputi semua benda-benda yang dapat mengacaukan akal, baikberupa

(40)

30

zat cair maupun padat.24 Kata khamara pada dasarnya adalah minuman

keras yang berasal dari anggur dan lainnya yang potensial memabukan

dan biasa digunakan untuk mabuk-mabukan.25 Dengan memperhatikan

pengertian kata khamar dan esensinya tersebut kebanyakan ulama

berpendapat bahwa apapun bentuknya (khamr, sabu-sabu, ganja, ekstasi

dan sejenisnya) yang dapat memabukan, menutupi akal atau menjadikan

seseorang tidak dapat mengendalikan diri dan akal pikirannya adalah

haram.26 Haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan dengan khamr,

melainkan karena dua alasan: Pertama, nash yang mengharamkan

narkoba. Kedua, menimbuklasn bahaya bagi manusia. Pendapat ulama’

mengenai pengertian khamr. Imam al-Alusi didalam tafsirnya

menyebutkan bahwa makna Khamr:‛Ialah zat yang memabukkan dan

terbuat dari sari anggur atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi

dan menghilangkan akal.‛27

Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifa, yang dimaksud

khamr adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur

sesudah dimasak hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan

kemudian menjadi bersih kembali. Sari dari buih itulah yang

24As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Madinah: dar al-Fath, 1995 M/1410H), 474.

25Departemen Agama RI, Pandangan Islam tentang Penyalahgunaan Narkoba (Jakarta: Dirjen

Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2004), 45.

26Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwan:2008), 123.

(41)

31

memabukan.28 Pendapat ini juga didukung oleh ulama-ulama Kuffah,

al-Nakha’i, al-Tsauri dan Abi Laila. Adapun menurt ulama’ Maliki, Syafi’i,

Hanbali yang dimaksud dengan khamr ialah semua zat atau barang yang

memabukan baik sedikit maupun banyak. al-Fahru al-Rozi berpendapat

bahwa hal ini merupakan argumentasi yang paling kuat dalam hal

menamakan khamr dalam pengertian semua yang memabukan. Al-imam

al-Alusi pun juga mengemukakan komentarnya sebgai berikut:‛ menurut

saya, sesungguhnya yang benar dan tidak boleh di ingkari, bahwa

minuman yang dibuat dari anggur, apapun adanya serta apapun namanya,

sekiranya memabukan maka hukumnya haram. Peminumnya dihukumi

had, talaknya dianggap sah serta najisnya terhitung najis mughalladhoh.

Dari berbagai argumentasi diatas, Muhamad ali al-Shabuni berpendapat

bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang memabukan adalah khamr.29

Telah dinyatakan juga dalam al-Qur’an dengan tegas didalam

surat almaidah ayat 90-91:

اَيا

اَهّ يَأ

ا

اَنيِذّلا

ا

اوَُمآ

ا

اَِّّإ

ا

اُرخمَخْا

ا

اُرِسخيَمخلاَو

ا

اُباَصخنأاَو

ا

اُماخزأاَو

ا

ا سخجِر

ا

اخنِم

ا

اِلَمَع

ا

اِناَطخيّشلا

ا

اُوُبَِتخجاَف

ا

اخمُكّلَعَل

ا

اَنوُحِلخفُ ت

Artinya:‛Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya

(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu

mendapat keberuntungan‛.

28Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani...,123.

(42)

32

اَِّّإ

ا

اُديِرُي

ا

اخيّشلا

اُناَط

ا

اخنَأ

ا

اَعِقوُي

ا

اُمُكَخ يَ ب

ا

اَةَواَدَعخلا

ا

اَءاَضخغَ بخلاَو

ا

اِف

ا

اِرخمَخْا

ا

اِر ِسخيَمخلاَو

ا

اخمُكّدُصَيَو

ا

اخنَع

ا

اِرخكِذ

ا

اَِّا

ا

اِنَعَو

ا

اِةاّصلا

ا

اخلَهَ ف

ا

اخمُتخ نَأ

ا

نوُهَ تخ ُم

Artinya:‛Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak

menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah

kamu (dari mengerjakan

pekerjaan itu)‛.30

Dampak negatif dari khamr tersebut dalam ayat diatas adalah

sebagai berikut:

1. Dampak sosial dalam bentuk keharaman, kekerasan perkelahian dan

permusuhan dikalangan umat.

2. Dampak terhadap agama dalam bentuk mengahalangi umat Islam

dalam menjalankan tugas-tugas agamanya.

Para Ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkotika ketika

bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan

berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat

menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak

memabukkan.31

Dalil - dalil yang mengarah pada keharaman narkotika sudah

banyak kita ketahui, maka dari itu penulis mengambil dalil-dalil yang

30Departemen Agama, al-qur’an dan Terjemahan (Bandung : Jumanatul Ali-Art, 3005),123

31

(43)

33

dirasa cukup mewakili dalam dasar hukumnya diantara, pertama dari

al-Qur’an Surat Al-A’rof ayat 157. Allah ta’ala yang artinya: ‚Dan

menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi

mereka segala yang buruk”32

Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara

makna khobits adalah yang memberikan efek negatif. Dalil yang kedua

Allah ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 195 dan Surat

An-Nisa’ ayat 29 yang berbunyi: ‚Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu

sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).33

Artinya:‛Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu (QS. An Nisa’: 29).34

Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri

sendiri atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah

pasti merusak badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita

dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram. Pada zaman pemerintahan

Umar bin al-Khattab peminum khamr itu diberi hukuman delapan puluh

kali jilid, karena pada masa itu mulai banyak peminum khamr . ketentuan

ini berdasarkan hasil musyawarah beliau bersama para Sahabat lain,

yakni atas usulan Abdurahman bin Auf. Pada pemerintahan Ali peminum

32

Departemen Agama R.I,Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Bandung:Syamil Cipta Media,2006).

33

Departemen Agama R.I,Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Bandung:Syamil Cipta Media,2006).

34

(44)

34

khamr juga diberi hukuman delapan puluh jilid, dengan mengqisaskan

kepada penuduh zina. Disepakati para Ulama bahwa sanksi itu tidak

diberikan ketika peminum itu mabuk, karena sanksi itu merupakan

pelajaran, sedangkan orang yang sedang mabuk, tidak bisa diberi

pelajaran. Bila seseorang berkali-kali minum dan beberapa pula mabuk,

namun belum pernah dijatuhi hukuman, maka hukumannya sama dengan

sekali meminum khamr dan sekali mabuk. Dalam kasus ini ada

kemungkinana diterapkannya teori at-tadakhul, dengan ketentuan sebagai

berikut;

1. Bila minum dan mabuk beberapa kali mabuk maka hukumannya satu

kali.

2. Beberapa kali minum dan hanya sekali mabuk, maka hukumannya

satu kali.

3. Dikalangan Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, bila seseorang

mabuk lalu sesudah sadar membunuh orang lain serta tidak mendapat

pemaafan dari keluarga korban, maka hukuman baginya hanya satu,

yaitu hukuman mati (qishas).35

F. Macam-Macam Hukuman ta’zir

Ada 11 macam hukuman ta’zir antara lain:36

1. Hukuman Mati

(45)

35

Sebagaimana diketahui, ta’zir mengandung arti pendidikan

dan pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahwa tujuan

ta’zir adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik kembali

dan tidak melakukan kejahatan yang sama di waktu yang lain.

Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan si pelaku setelah

melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku harus tetap

hidup setelah hukuman dijatuhakan agar tujuan pendidikan dapat

tercapai. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan kepada si pembuat

jarimah tidaklah sampai membinasakan pelaku jarimah, tujuan

mendidik untuk kembali kejalan yang benar, tidak akan tercapai.

Namun demikian apabila hal ini tidak mampu memberantas

kejahatan, si pelaku malah berulang kali melakukan kejahatan yang

sama atau mungkin lebih variatif jenis kejahatannya. Dalam hal ini

satu-satunya cara untuk mencegah kejahatan tersebut adalah

melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya tidak terus bertambah

dan mengancam kemaslahatan yang lebih luas lagi. Hukuman ini juga

berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan yang dapat

membahayakan bangsa dan negara, membocorkan rahasia negara yang

sangat penting untuk kepentingan musuh negara atau mengedarkan

atau menyelundupkan barang- barang berbahaya yang dapat merusak

(46)

36

2. Hukuman Jilid

Dalam jarimah ta’zir, hukuman ini sebenarnya juga ditunjuk

Al-Qur’an untuk mengatasi masalah kejahatan atau pelanggaran yang

tidak ada sanksinya. Walaupun bentuk hukumanya tercantum dalam

surat an-Nisa’ ayat 34 ditunjukan pada tujuan ta’dib bagi istri yang

melakukan nusyuz kepada suaminya. Hukuman jilid juga mempunyai

dampak lebih maslahat bagi keluarga sebab hukuman ini hanya

dirakan fisik oleh yang menerima hukuman walaupun secara moril

juga dirasakan oleh keluarga terhukum. Namun, seiring singkatnya

hukuman tersebut, damapk terhadap morilnya tersebut akan cepat

hilang. Adapun hukuman penjara menyebabkan penderitaan yang

dialami keluarga pelaku, baik moril mauoun materil. Ini berarti bahwa

hukuman tersebut juga ikut dirasakan oleh keluarga yang tidak ikut

bersalah. Dari segi moril keduanya akan berpisah dalam jangka waktu

yang lama dan dapat menyebabkan ganguan kejiwaan karena

kebutuhan kamanusiaanya tidak dapat disalurkan. Dari segi materil,

keluarga juga akan menanggung rersiko yang tak kalah beratnya,

bahkan ini yang sangat tampak dirasakan keluarga, terutama

anak-anak. Orang yang selama ini menanggung kebutuhan materil keluarga

tidak dapat lagi melakukan pekerjaanya. Akibatnya, keluarga harus

(47)

37

mati bersama-sama. Ada kemungkinan bagi istri, dalam upaya

menghidupi 29 anak-anaknya, melakukan hal yang menyimpang dari

kesusilaan, karena keterbatasan keterampilan yang dimilikinya. Tentu

saja ini akan menambah masalah baru, masalah sosial yang dapat

berantai. Hukuman jilid juga dapat menghindarkan si terhukum

dari akibat sampingan hukuman penjara dan ini pada hakikatnya

memberikan kemaslahatan bagi si terhukum. Dalam hukumuan jilid,

si terhukum, setelah hukuman selesai akan kembali kedalam

keseharian bersama keluarga, terlepas darp pergaulan buruk sesama

narapidana seperti layaknya penjara. Sebaliknya di penjara, terhukum

akan berkumpul dengan sesama narapidana dengan berbagai keahlian

jahat. Ini menyebabkan akan memperoleh ilmu kejahatan yang lebih

tinggi yang dapat menjadi modal babginya setelah keluar nanti,

menjadikannya lebih berani dan percaya diri. Bahkan, teman bekas

narapidana bekas di penjara dulu, tidak jarang kemudian bergabung

untuk berbuat kejahatan bersamasama. Oleh karena itu,

penjahat-penjahat profesional banyak dimulai dari amatiran yang telah sering

keluar masuk penjara. Tenyata sistem penjara kurang efektif dalam

upaya mengembalikan si terhukum ke arah yang lebih baik, walaupun

(48)

38

serta kegiatan-kegiatan keterampilan yang diperlukan untuk

sekembalinya ke masyarakat nanti.

3. Hukuman Penjara

Hukuman penjara dalam hukum Islam berbeda dengan hukum

positif. Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai

hukuman 30 utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua

atau hukuman pilihan. Hukuman pokok dalam syari’at Islam bagi

perbuatan yang tidak diancam dengan hukuman had adalah hukuman

jilid. Biasanya hukuman ini hanya dijatuhkan bagi perbuatan yang

dinilai ringgan saja atau yang sedang-sedang saja.

Dalam syari’at Islam hukuman penjara hanya dipandang

sebagai alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada

hakikatnya untuk mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan

dmikian, apabila dengan pemenjaraan, tujuan tersebut tidak tercapai,

hukumannya harus diganti dngan yang lainnya yaitu hukuman jilid.

Hukuman penjara dibagi menjadi dua jenis yaitu hukuman penjara

terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas. Hukuman penjara

terbatas yaitu hukuman yang dibatasi lamanya hukuman yang

dijatuhkan dan harus dilaksakan terhukum, sedangkan hukuman

penjara tidak terbatas adalah dsapat berlaku sepanjang hidup, smapai

(49)

39

pembunuh yang terlepas dari qishash karena suatu hal-hal yang

meragukan, homoseksual, pencurian. Jadi pada prinsipnya penjara

seumur hidup itu hanya dikenakan bagi tidak kriminal yang

berat-berat saja.

4. Hukuman Pengasingan

Membuang si terhukum dalam suatu tempat, masih dalam

wilayah negara dalam bentuk memenjarakannya. Sebab kalau dibuang

tidak dalam tempat yang khusus, dia akan membahayakan tempat

yang menjadi pembuangan.

5. Hukuman Penyaliban

Dalam pengertian ta’zir , hukuman salib berbeda dengan

hukuman salib yang dikenakan bagi pelaku jarimah hudud hirabah.

Hukuman salib sebagai hukuman ta’zir dilakukan tanpa didahului

atau disertai dengan mematikan si pelaku jarimah. Dalam hukuman

salib ta’zir ini, si pelaku disalib hidup-hidup dan dilarang makan dan

minum atau melakukam kewajibannya shalatnya walaupun sebatas

dengan isyarat. Adapun lamanya hukuman ini tidak lebih dari tiga

hari.

6. Hukuman Pengucilan

Sanksi ini dijatuhkan bagi pelaku kejahtan ringan. Asalnya

(50)

40

terhadap suaminya, al-Qur’an memerintahkan kepada laki-laki untuk

menasehatinya.kalau hal ini tiak berhasil, maka wanita tersebut

diisolasikan dalam kamarnya sampai ia menunjukan tanda-tanda

perbaikan.

7. Hukuman Peringatan atau Ancaman

Peringatan juga merupakan hukuman dalam Islam. Bahkan

dalam berbagai bidang, seseorng menerima ancaman sebagai bagian

dari sanksi. Dalam hal ini hakim cukup memanggil si terdakwa dan

menerangkan perbuatannya salah serta menasehatinya agar tidak

melakukan dikemudian hari. Sanksi peringatan merupakan snaksi

ancang-ancang bahwa dia akan menerima hukuman dalam bentuk lain

apabila melakukan perbuatan yang sama atau lebih dari itu

dikemudian hari.

8. Hukuman Pencemaran

Hukuman ini berbentuk penyiaran kesalahan, keburukan

seseorang yang telah melakukan perbuatan tercela, seperti menipu

dan lain-lain. Pada masa lalu upaya membeberkan kesalahan orang

yang telah melakukan kejahtan dilakukan dengan teriakan dipasar

atau ditempat keramaian umum. Tujuannya agar orang-orang

mengetahui perbuatan orang tersebut dan menghindari kontak

(51)

41

sekarang, upaya itu dapat dilakukan melalui berbagai media masa

baik cetaak maupun elektronik. Sering kita temukan dikoran-koran,

pengumuman dari perusahaan yang merasa dirugikan akibat salah

satu karyawannya. Pengumuman dalam koran itu merupakan

peringatan bagi masyarakat agar berhati-hati.

9. Hukuman Terhadap Harta

Hukuman terhadap harta dapat berupa denda atau penyitaan

harta. Hukuman berupa denda, umpanya pencurian buah yang masih

dipohon dengan keharusan pengembalian dua kali harga asal.

Hukuman denda juga dapat dijatuhkan bagi orang yang

menyembunyikan, menghilangkan, merusakkan barang milik orang

lain dengan sengaja. Perampasan terhadap harta yang diduga

merupakakn hasil perbuatan jahat atau mengabaikkan hak orang lain

yang ada didalam hartanya. Dalam hal ini, boleh menyita harta

tersebut bila terbukti harta tersebut tidak dimiliki dengn jalan yang

sah.

10. Sanksi-Sanksi Lain

Sanksi-sanksi yang disebutkan di atas itu pada umumnya

dapat dijatuhkan terhadap setiap jarimah atas dasar pertimbangan

(52)

42

sanksi tersebut dapat berupa penurunan jabatan atau pemecatan dari

pekerjaan, pemusnahan atau penghancuran barang-barang tertentu.

11. Kaffarat

Kaffarat pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan

untuk menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancam atas

perbuatan-perbuatan yang dilarang syara’ karena perbuatan itu sendiri

dan mengerjakannya dipandang sebagai maksiat.

Ditinjau dari segi terdapat dan tidak terdapatnya nas dalam

al-Qur’an atau al-Hadist, Hukuman dibagi menjadi dua, yaitu :37

1. Hukuman yang ada nasnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan

kafarah. Misalnya, hukuman-hukuman bagi pezina, pencuri,

perampok, pemberontak pembunuh, dan orang yang menzihar

istrinya (menyerupakan istrinya dengan ibunya).

2. Hukuman yang tidak ada nasnya, hukuman ini disebut ta’zir,

seperti percobaan melakukan jarimah, jarimah-jarimah hudud dan

kisas atau diat yang tidak selesai, dan jarimah ta’zir itu sendiri.

Ditinjau dari sudut pandang kaitan antara hukuman yang satu

dengan hukuman lainya, terbagi menjadi empat:

1. Hukuman pokok (al-‘Uqubat al-Asliyah), yaitu hukuman utama

bagi suatu kejahatan, hukuman mati bagi pembunuh yang

(53)

43

membunuh dengan sengaja, hukuman diyat bagi pelaku

pembunuhan tidak sengaja, dera (jilid) seratus kali bagi pezina

ghairah muhsan.

2. Hukuman pengganti (al-‘Uqubat al-Badliyah), hukuman yang

menggantikan kedudukan hukuman pokok (hukuman asli) dan

karena suatu sebab tidak bisa dilaksanakan, seperti hukuman

ta’zir dijatuhkan bagi pelaku karena jari>mah had yang

didakwakan mengadung unsur-unsur kesamanaan atau subhad

atau hukuman diyat dijatuhkan bagi pembunuhan sengaja yang

dimaafkan keluarga korban. Dalam hal ini hukuman ta’zir

merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok yang tidak

bisa dijatuhkan, kemudian hukuman diyat sebagai pengganti dari

hukuman qisas yang dimaafkan.

3. Hukuman tambahan (al-‘Uqubat al-Taba’iyah), yaitu hukuman

yang dikenakan yang mengiringi hukuman pokok. Seorang

pembunuh pewaris, tidak mendapat warisan dari harta si

terbunuh.

4. Hukuman pelengkap (al-‘Uqubat al-Takhmiliyyah), yaitu

hukuman untuk melengkapi hukuman pokok yang telah

dijatuhkan, namun harus melalui keputusan tersendiri oleh hakim.

(54)

44

tambahan tidak memerlukan putusan tersendiri seperti,

pemecatan suatu jabatan bagi pegawai karena melakukan

tindakan kejahatan tertentu atau mengalungkan tangan yang telah

dipotong dileher pencuri.

Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat

ringannya hukuman. Hukuman dibagi atas dua macam:

1. Hukuman yang mempunyai batas tertentu, yaitu hukuman yang telah

ditentukan besar kecilnya. Dalam hal ini hakim tidak dapat

menambah atau mengurangi hukuman tersebut atau menggantinya

dengan hukuman lain. Ia hanya bertugas menerapkan hukuman yang

telah ditentukan tadi seperti, hukuman yang termasuk kedalam

kelompok jarimah hudud dan

jarimah qishash, diyat.

2. Hukuman yang merupakan alternatif karena mempunyai batas

tertinggi dan terendah. Hakim dapat memilih jenis hukuman yang

dianggap mencerminkan keadilan bagi terdakwa. Kebebasan hakim

ini, hanya ada 36 pada hukuman-hukuman yang termasuk kelompok

jarimah ta’zir. Hakim dapat memilih apakah si terhukum akan

dipenjarakan atau didera (jilid), mengenai penjarapun hakim dapat

(55)

45

G. Tindak Pidana Narkotika sebagai Jarimah Ta’zir dalam Hukum Pidana

Islam

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman yang dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan

dalam golongan-golongan dalam UU RI no 35 tahun 2009 tentang

narkotika dimana salah satu dari narkotika golongan I.38

Narkotika memang memiliki dua sisi yang sangat antagonis.

Pertama, narkotika dapat memberi manfaat besar bagi kepentingan hidup

dengan beberapa ketentuan. Kedua, narkotika dapat membahayakan

pemakaiannya karena efek negatif yang distrubtif. Dalam kaitan ini

pemerintah republik Indonesia telah membuat garis-garis kebijaksanaan

yang termuat dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang

narkotika. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obat perangsang yang

sejenisnya oleh kaum remaja erat kaitannya dengan beberapa hal yang

menyangkut sebab. Motivasi dan akibat yang ingin dicapai. Secara

sosiologis, penyalahgunaan narkotika oleh kaum remaja merupakan

perbuatan yang disadari berdasarkan pengetahuan atau pengalaman

sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari proses interaksi

sosial.39 Hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh

syara’, melainkan diserahkan kepada hakim, baik penentuannya maupun

(56)

46

pelaksanaanya.40 Syara’ tidak menyebutkan macam-macamnya hukuman

untuk jarimah untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan

sekumpulan hukuman, dari seringan-ringannya sampai kepada

seberatberatnya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih

hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan hukuman ta’zir serta

keadaan si pembuatnya juga. Jadi hukuman ta’zir tidak mempunyai batas

tertentu.41

Sedangkan jarimah ta’zir deserahkan kepada hakim untuk

menentukannya, dengan syarat harus sesuai dengan

kepentingan-kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nas-nas

(ketentuan-ketentuan) syara’ dengan prinsip-prinsip yang umum.42

Mengenai hukuman ta’zir di atas ini, maka di dikelompokkan

ke dalam tiga bagian:

1. Hukuman ta’zir atas Perbuatan Maksiat Bahwa hukuman ta’zir

diterapkan atas setiap perbuatan maksiat yang tidak dikenakan

hukuman had dan tidak pula kaffarat, baik perbuatan maksiat tersebut

menyinggung hak Allah (hak masyarakat) maupun hak adami (hak

individu). Pengertian maksiat adalah melakukan perbuatan yang

diharamkan dilarang oleh syara’ dan meninggalkan

40Ibid,19.

(57)

47

perbuatan yang diharamkan (dilarang) oleh syara’ dan meninggalkan

perbuatan perbutan yang diwajibkan (diperintahkan) olehnya.43

a. Perbuatan-perbuatan maksiat dibagi kedalam tiga bagian :

Perbuatan maksiat yang dikenakan hukuman had, tetapi

kadang-kadang ditambah dengan human kaffarat, seperti,

pembunuhan, pencurian minuman keras, dan sebgainya.

Untuk jarimah tersebut, selain dikenakan hukuman had,

dapat juga dikenakan hukuman ta’zir. Pada dasarnya

jarimah-jarimah tesebut cukup dikenakan hukuman

had, tetapi dalam kondisi tertentu apabila dikenakan

kemaslahatan umum. Maka tidak ada halangannya ditambah

dengan hukuman ta’zir.

b. Perbuatan maksiat yang dikenakan hukuman kaffarat, tetapi

tidak dikenakakan hukuman had. Menyetubuhi istri pada

siang hari bulan Ramadhan. Pada dasarnya kafarat itu

merupakan hukaman karena wujudnya merupakan melakukan

kesalahan yang dilarang oleh syara’ dan pemberian

hukumanya pembebasan hamba sahaya, atau puasa atau

memberi makanan kepada orang miskin.

(58)

48

c. Perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan

tidak pula kafarat, maka akan dikenakan hukuman ta’zir.

2. Hukuman Ta’zir dalam Rangka Mewujudkan Kemaslahatan Umum

Menurut kaidah umum yang berlaku selama ini dalam syariat

Islam hukuman ta’zir hanya dikenakan terhadap perbuatan maksiat,

yaitu perbuatan yang dilarang keras zat perbuatannya itu sendiri.

Hukuman ta’zir Atas Perbuatan-Perbuatan Pelangggaran

Referensi

Dokumen terkait

Kadang, Anda butuh pendapat dari orang lain untuk memahami diri Anda sendiri. Tak masalah, Anda bisa mencoba bertanya pada orang-orang terdekat soal pandangan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan yang berasal dari kulit udang yang berbentuk tepung berupa butiran berwarna putih kekuning-kuningan. Sampel

Pada penelitian ini didapatkan responden yang bekerja memiliki pengetahuan yang baik terhadap imunisasi karena ibu yang bekerja memiliki rekan kerja yang banyak sehingga

No. Mengoreksi pembacaan puisi tentang lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. Mampu mengoreksi pembacaan puisi tentang lafal, intonasi dan ekspresi. Mampu mengoreksi

SimNasKBA-2011 , bahwa dengan segala keterbatasan tersebut Insha Allah dapat melaksanakan SimNasKBA ini dengan sukses, yang tentu saja semua itu atas bantuan Panitia SimNasKBA dari

Hasil penelitian dapat disimpul- kan sebagai berikut: tngkat pendidikan remaja yang marriage diusia muda mayoritas berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah, tingkat pendidikan orang

Penelitian ini dilakukan di 3 stasiun pengolahan kelapa sawit yaitu di stasiun loading ramp, stasiun rebusan dan stasiun klarifikasi, dimana ketiga stasiun ini sangat rentan

H terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kualitas layanan (X) terhadap loyalitas nasabah (Z). Tingkat signifikan α yang