• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEMIMPINAN EMPATI MENURUT AL QUR'AN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEPEMIMPINAN EMPATI MENURUT AL QUR'AN."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMIMPINAN EMPATI MENURUT AL-QUR’AN SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

ASEP DIKA HANGGARA B74213043

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Asep Dika Hanggara (B74213043), “Kepemimpinan Empati Menurut Al-Qur’an”. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep kepemimpinan empati menurut al-Qur’an?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui kajian literatur-literatur yang terkait dengan topik kepemimpinan empati (Library Reseacrh). Data yang dihimpun melalui kajian literatur tersebut kemudian dianalisis berdasarkan prosedur dalam metode maudhu’i dengan merujuk pada karya-karya tafsir al-Qur’an yang terkait dengan topik kepemimpinan empati.

Terdapat tiga poin konsep kepemimpinan empati menurut al-Qur’an.

Pertama,penghormatan pada harga diri orang lain. Konsep ini terdapat dalam surat an-Nisa’: 86, Furqan: 63, Thaha: 44, an-Nisa’: 9, Isra’ 23, al-Maidah:54, al Hujurat: 11, dan Ali Imran: 134. Kedua, kiat mendengar dan merespon yang baik. Konsep ini terdapat dalam surat Shad: 24, al-Baqarah: 30,

dan an-Nisa’: 63. Ketiga, peka terhadap masalah dan bersinergi dalam

menyelesaikannya. Konsep ini terdapat dalam surat Ali Imran: 159, al-Anbiya’: 73, dan asy-Syura: 23. Jumlah ayat yang relevan dengan kepemimpinan empati berjumlah 19 ayat. Ayat yang paling tepat sebagai ayat kepemimpinan empati adalah Q.S at-taubah ayat 128. Menurut ahli tafsir, ayat ini menjelaskan, bahwa sebenarnya hati Nabi Muhammad SAW teriris-iris melihat kesulitan dan penderitaan yang dialami kaum Muslimin. Terasa berat olehnya penderitaan mereka, baik lahir maupun batin. Nabi sangat menginginkan keselamatan, kebaikan bahkan segala sesuatu yang membahagiakan bagi mereka semua, baik mukmin maupun kafir. Ayat ini menjelaskan empat sifat pemimpin empati, yaitu ‘azi>z, h{ari>s{, ra’u>f, dan rah{i>m.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konsep ... 6

F. Metode Penelitian ... 7

G. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II: TEORI KEPEMIMPINAN EMPATI A. Kajian Pustaka Kepemimpinan Empati ... 12

(8)

1. Konsep Kepemimpinan ... 13

2. Empati ... 19

3. Kepemimpinan Empati... 25

BAB III: SIFAT-SIFAT PEMIMPIN EMPATI A. ‘Azi>z ... 32

B. H{ari>s{ ... 35

C. Ra’u>f ... 38

D. Rahi>m ... 40

BAB IV: PENGHORMATAN PADA HARGA DIRI ORANG LAIN A. Anjuran untuk Saling Menghormati ... 43

B. Bentuk Penghormatan Terhadap Orang Lain ... 47

C. Interaksi yang Baik dan Benar ... 52

D. Tegas dalam Berinteraksi ... 59

E. Tegur dengan Ungkapan yang Baik ... 62

F. Sabar, Pemaaf, dan Berbuat Baik ... 69

BAB V: KIAT MENDENGAR DAN MERESPON YANG BAIK A. Kiat Mendengar yang Baik ... 72

B. Kiat Merespon yang Baik... 78

BAB VI: PEKA TERHADAP MASALAH DAN BERSINERGI DALAM MENYELESAIKANNYA A. Bersinergi Menyelesaikan Masalah ... 87

B. Pemimpin Sebagai Teladan ... 93

(9)

BAB VII: PENUTUP

A. Simpulan ... 104

B. Saran dan Rekomendasi ... 106

C. Keterbatasan Penelitian ... 106

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pedoman utama dalam kehidupan manusia bagi umat Islam adalah

Qur’an. Menurut az-Zarqani yang dikutip oleh tim reviewer MKD UINSA,

al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW

dengan bahasa Arab melalui malaikat Jibril yang menjadi mukjizat dan

berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia.1 Menurut as-Sabani dalam kutipan

tim reviewer MKD UINSA, Al-Qur’an disampaikan kepada manusia dengan

jalan mutawatir. Ia dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat

an-Nas. Pembacaan al-Qur’an dinilai ibadah.2

Al-Qur’an mengandung berbagai unsur petunjuk untuk manusia.

Materi yang terkandung sangat banyak dan beragam, mulai dari hubungan

antara manusia dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia, bahkan

hubungan dengan alam semesta. Quraish Shihab yang dikutip oleh tim

reviewer MKD UINSA, mengklasifikasikan ajaran al-Qur’an ke dalam tiga

aspek, yaitu akidah, syariah, dan akhlak.3Namun, ulama’ yang lain ada yang

menambahkan, bahwa al-Qur’an juga mengandung unsur tauhid.4

Allah telah mengatur seluruh aspek kehidupan makhluk-Nya di dalam

al-Qur’an. Pengaturan ini dimulai dari aspek akidah, syariah, akhlak, tauhid

1

Tim Reviewer MKD UINSA, 2015, Studi Al-Qur’an, UIN Sunan Ampel Press, Surabaya., hal. 6.

2

Tim Reviewer MKD UINSA, Studi Al-Qur’an., hal 5.

3

Tim Reviewer MKD UINSA, Studi Al-Qur’an., hal 9.

4

(11)

2

serta seluruh cabang-cabangnya. Aspek-aspek tersebut sudah mencakup

hubungan antara manusia dengan Allah dan manusia dengan sesamanya.

Beberapa ayat al-Qur’an membicarakan tentang aspek sosial, mulai dari

keluarga, kerukunan antar sesama, hingga kepemimpinan. Salah satu yang

menarik adalah konsep kepemimpinan menurut al-Qur’an. Dalam hal ini

Rasulullah sebagai suri tauladannya. Beberapa ayat menjelaskan perilaku

seorang pemimpin kepada orang yang dipimpinnya.

Kepemimpinan adalah suatu topik yang menarik dan penting untuk

dibicarakan sepanjang masa. Hal ini terkait dengan pentingnya peran

pemimpin dalam suatu organisasi ataupun kelompok. Baik atau buruknya

keadaan suatu kelompok tersebut di masa yang akan datang tergantung pada

peran pemimpinnya saat ini. Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk

mempengaruhi orang-orang yang ada di sekelilingnya untuk bekerja sama

dalam melakukan suatu kegiatan.5 Kepemimpinan merupakan salah satu

fungsi manajemen dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Tujuan tersebut

akan dapat tercapai apabila organisasi memiliki pemimpin yang handal dan

mampu bekerja sama dalam tim. Selain itu, pemimpin juga memahami dan

menguasai peranan organisasi serta hubungan kerja sama antara individu.

Pemimpin mempunyai peran yang sangat penting. Seorang pemimpin

adalah orang yang menentukan arah organisasi atau kelompoknya. Pemimpin

juga akan memimpin seluruh anggota organisasi menuju arah yang telah

5

Evy Sumiati S, 2009, Hubungan Antara Empati Kepemimpinan dan Pengetahuan Terhadap Tugas Dengan Kemampuan Melaksanakan Peran Kepala Sekolah Sebagai Manajer Sekolah di

(12)

3

ditentukan. Pemimpin yang berhasil bukan mencari kekuasaan untuk diri

sendiri, melainkan ia mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk

mencapai cita-cita bersama.6

Penelitian mengenai kepemimpinan telah banyak dilakukan.

Kebanyakan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri pemimpin,

perilaku pemimpin atau hal-hal lain yang menentukan efektivitas, dan

keberhasilan pemimpin dalam mencapai tujuan kelompok atau organisasinya.

Oleh karena itu, teori kepemimpinan dibagi menjadi tiga kelompok besar,

yaitu kelompok teori sifat (fraif), perilaku (behavioral), dan kontingensi (contingency).7

Pembahasan mengenai kepemimpinan lebih banyak mengenai gaya

dan perilaku. Dari sekian banyak pembahasan mengenai gaya dan perilaku

kepemimpinan tersebut, pembahasan yang jarang ditemukan adalah mengenai

kepemimpinan empati. Salah satu sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin

adalah empati, yakni sikap menyelami kondisi faktual, aspirasi, bahkan

suasana batin orang-orang yang dipimpinnya. Hal tersebut tercermin dalam

diri Rasulullah yang disebutkan dalam Q.S at-Taubah ayat 128.





























6

Raja Bambang Sutikno, 2007,The Power of Empathy in Leadership, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta., hal. 20.

7

(13)

4

Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang

mukmin.”8

Menurut Quraish Shihab, surat at-Taubah ayat 128 ini

menjelaskan, bahwa seorang Rasul yang diutus dapat merasakan

penderitaan umatnya, baik lahir maupun batin. Ia menginginkan

keselamatan, kebaikan, bahkan segala sesuatu yang membahagiakan bagi

umatnya, baik mukmin maupun kafir. Kemudian, Rasul menginginkan

keimanan mereka.9 Hal ini mengindikasikan, bahwa Rasul mempunyai

rasa kasih sayang dan kepekaan secara menyeluruh sebagai seorang

pemimpin.

Rasulullah menjadi pemimpin yang memiliki sifat melayani serta

memiliki rasa kasih sayang dan perhatian kepada mereka yang

dipimpinnya. Kasih sayang itu terwujud dalam bentuk kepedulian akan

kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.10

Pemimpin harus sensitif dalam berinteraksi, baik terhadap bahasa verbal,

nada suara, maupun nonverbal atau bahasa tubuh.11 Hal tersebut

dikarenakan oleh adanya interaksi antara satu orang dengan yang lain.

Jadi, pemimpin membutuhkan kemampuan interaksi yang baik.

8

Al-Qur’an, At-Taubah: 128.

9

Quraish Shihab, 2002, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5, Lentera Hati, Jakarta., hal. 717.

10

Veithzal Rivai et.all, 2014, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta., hal. 1.

11

(14)

5

Empati tidak berarti sepakat, melainkan upaya mengerti seseorang

secara mendalam, baik dari segi emosional maupun intelektual. Dalam

empati, seseorang menggunakan hati, mata, dan pikiran untuk mendengar

secara objektif.12 Sifat empati merupakan kemampuan seseorang untuk

menyadari perasaan, kepentingan, kehendak, masalah, atau kesusahan

yang dirasakan oleh orang lain. Individu yang memiliki sifat empati

tersebut senantiasa dapat mamahami dan menyelami perasaan orang lain

dari perspektif mereka.

Beberapa peneliti pernah melakukan penelitian mengenai

efektivitas kepemimpinan dengan menggunakan empati. Hasil penelitian

tersebut menyebutkan, bahwa empati memiliki pengaruh terhadap

kepemimpinan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Center for Creative Leadership disebutkan, bahwa empati merupakan sebuah alat untuk menciptakan kepemimpinan yang efektif. Sementara itu, Sutikno juga

menyebutkan, bahwa empati memiliki kekuatan dalam kepemimpinan. Hal

tersebut sesuai dengan pengalamannya dalam menangani perusahaan kecil

hingga raksasa.

Pembahasan mengenai kepemimpinan empati masih jarang

ditemukan, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Pembahasan

kepemimpinan empati menurut pandangan Islam masih kurang. Karena

itu, kajian pembahasan mengenai kepemimpinan empati perlu diperluas,

12

(15)

6

termasuk menurut pandangan Islam. Penelitian ini terfokus pada ayat-ayat

al-Qur’an yang membahas tentang kepemimpinan empati.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang

diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep kepemimpinan empati

menurut al-Qur’an?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan konsep

kepemimpinan empatimenurut al-Qur’an.

D. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat dalam penelitian ini. Pertama, manfaat teoritis, yaitu mengembangkan mata kuliah kepemimpinan dan tafsir manajemen di program

studi Manajemen Dakwah. Kedua, manfaat praktis, yaitu menjadi dasar

pijakan atas kebijakan organisasi.

E. Definisi Konsep

1. Kepemimpinan

Kepemimpinan memiliki arti yang lebih dalam daripada sekedar jabatan

yang diberikan kepada seorang manusia. Ada unsur visi jangka panjang

(16)

7

kemampuan seseorang dalam menggerakkan pengikut untuk mencapai

tujuan organisasi.13

2. Empati

Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan menghubungkan

seseorang dengan pikiran, emosi, dan pengalaman orang lain.14 Menurut

Carkhuff yang dikutip oleh Budiningsih mengartikan, bahwa empati

sebagai kemampuan untuk mengenal, mengerti, dan merasakan perasaan

orang lain dengan ungkapan verbal serta perilaku dan mengkomunikasikan

pemahaman tersebut kepada orang lain.15

3. Kepemimpinan Empati

Kepemimpinan empati merupakan konsep kepemimpinan untuk

menggerakkan dan mempengaruhi orang lain dengan menyadari keadaan

yang di alami orang tersebut. Kepemimpinan empati menggunakan mata,

hati dan pikiran untuk menyelami keadaan dan situasi orang lain.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini mengenai konsep kepemimpinan empati menurut

al-Qur’an. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan telaah pustaka, baik berupa buku, jurnal, majalah, dan

internet.16 Penelitian kepustakaan atau kajian literatur (literature review, literature research) merupakan salah satu penelitian kualitatif. Penelitian

13

Tikno Lensufiie, 2010, Leadership untuk Profesional dan Mahasiswa, Esensi Erlangga Grup, Jakarta., hal. 3.

14

William A, et all, 2007, Empathy in the Workplace: A Tool for Effective Leadership, Center for Creative Leadership, New York., hal. 2.

15

Asri Budiningsih, 2004, Pembelajaran Moral, Rineka Cipta, Jakarta., hal 47.

16

(17)

8

kualitatif merupakan proses penelitian yang ingin menghasilkan data bersifat

deskriptif, yaitu berupa hasil ucapan, tulisan, dan perilaku individu atau

kelompok yang dapat diamati subyek itu sendiri.17

Metode yang digunakan adalah metode maudhu’i atau tafsir tematik. Tafsir tematik mekanisme pembahasannya bersadarkan tema-tema tertentu

yang terdapat dalam al-Qur’an.18 Semua ayat yang berkaitan dengan tema

dihimpun dan dikaji secara mendalam dari berbagai aspek yang terkait

dengannya, seperti asbabun nuzul, tafsir, hadis, dan sebagainya.19

Menurut al-Farmawi dikutip oleh Nashruddin, hal pertama yang dapat

ditempuh dalam menafsirkan al-Qur’an dengan metode tematik adalah

menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan tema sesuai dengan kronologi

urutan turunnya ayat.20 Data tersebut dilengkapi hadis-hadis yang relevan

dengan pokok bahasan.21

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan teknik dokumentasi. Dokumentasi ini berbentuk tulisan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah mengkaji dan menelaah

berbagai sumber, seperti al-Quran, hadis, buku, artikel, jurnal, dan sumber lain

17

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D,Alfabeta, Bandung., hal 9.

18

Forum Karya Ilmuah Purna Siswa, 2011, Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah, Lirboyo Press, Kediri., hal. 230.

19

Nashruddin Baidan, 1998, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Yogyakarta., hal. 151.

20

Nashruddin Baidan, 1998, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an., hal. 152.

21

(18)

9

yang mempunyai relevansi dengan objek penelitian, baik yang bersifat primer

maupun sekunder.

Pengumpulan data yang berupa ayat al-Qur’an dilakukan dengan

berbagai cara. Pertama, ayat al-Qur’an dicari dengan menggunakan kata kunci yang relevan dengan tema pada aplikasi Al-Qur’an Indonesia versi 2.5.82.

Kedua,ayat al-Qur’an dicari dengan menggunakan kata kunci yang relevan dengan tema pada buku Indeks Al-Qur’an karya Asyarie dan Yusuf.22Ketiga,

ayat al-Qur’an dicari dalam penelitian terdahulu yang membahas tentang

kepemimpinan.

Kata kunci yang digunakan untuk mencari ayat yang relevan dengan

kepemimpinan empati adalah indikator dari kepemimpinan dan empati

tersebut. kata kunci tersebut adalah pemimpin, imam, khalifah, penghormatan,

perkataan, dan kasih sayang. Dari beberapa kata kunci tersebut, ditemukan

kumpulan ayat yang relevan dengan penelitian ini. Dari kumpulan ayat

tersebut, dilakukan pemilihan ayat yang paling sesuai dengan tema penelitian

ini.

Ayat-ayat al-Qur’an yang relevan dengan penelitian ini berjumlah 19

ayat. Ayat-ayat tersebut, adalah surat Shad ayat 24, Furqan ayat 63,

al-Furqan ayat 74, Thaha ayat 44, al-Isra’ ayat 23, al-Isra’ ayat 28, asy-Syura

ayat 23, al-Anbiya’ ayat 73, as-Sajdah ayat 24, al-Baqarah ayat 30, Ali Imran

ayat 118, Ali Imran ayat 134, Ali Imran ayat 159, an-Nisa’ ayat 9, an-Nisa’

22

(19)

10

ayat 63, an-Nisa’ ayat 86, al-Hujurat ayat 11, al-Maidah ayat 54, dan

at-Taubah ayat 128.

Ayat-ayat di atas diklasifikasikan menjadi empat sub tema. Pertama, sifat-sifat pemimpin empati, yaitu surat at-Taubah ayat 128. Kedua, penghormatan pada harga diri orang lain, yaitu surat an-Nisa’ ayat 9, an-Nisa’

ayat 86, al-Furqan ayat 63, Thaha ayat 44, al-Isra’ ayat 23, al-Maidah ayat 54,

al-Hujurat ayat 11, Ali Imran ayat 118, dan Ali Imran ayat 134. Ketiga, kiat mendengar dan merespon yang baik, yaitu surat Shad ayat 24, al-Baqarah ayat

30, an-Nisa’ ayat 63, dan al-Isra’ ayat 28. Keempat, peka terhadap masalah dan bersinergi dalam menyelesaikannya, yaitu surat Ali Imran ayat 159,

al-Anbiya’ ayat 73, as-Sajdah ayat 24, dan asy-Syura ayat 23.

Sumber primer penelitian ini adalah kitab Qur’an. Ayat-ayat

al-Qur’an yang berhubungan dengan objek penelitian dikaji secara mendalam.

Penafsiran makna ayat-ayat al-Qur’an diperkuat dan diperjelas menggunakan

kitab tafsir Ibnu Katsir, al-Misbah, Fi Zhilalil Qur’an, al-Azhar dan kitab tafsir

dari Kementrian Agama RI. Sumber sekunder dalam penelitian ini adalah

hadis, jurnal, karya ilmiah, dan sumber-sumber lain yang mempunyai

relevansi dengan objek penelitian.

G. Sistematika Pembahasan

Penyusunan hasil laporan penelitian dalam bentuk skripsi ini disusun

dalam lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan. Fokus utama dari bab ini

(20)

11

masalah di latar belakang masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menjawab rumusan masalah. Selain itu, rumusan masalah juga memunculkan

manfaat penelitian. Arti dari rumusan masalah dijelaskan oleh definisi

konseptual.

Bab kedua adalah kajian teoritik. Kajian teoritik dibagi menjadi dua,

yaitu penelitian terdahulu yang relevan dan konseptualisasi teori. Penelitian

terdahulu berfungsi untuk menunjukkan keaslian dari penelitian ini.

Sedangkan konseptualisasi teori berfungsi untuk menjelaskan konsep teori

mengenai kepemimpinan empati. Ayat-ayat yang berkenaan dengan

kepemimpinan empati juga ada dalam bab ini.

Pembahasan dalam penelitian ini dibagi dalam empat bab, yaitu

terdapat pada bab ketiga, bab keempat, bab kelima dan bab keenam.

Pembahasan berfungsi untuk menjelaskan secara detail mengenai rumusan

masalah sesuai dengan metode yang ditetapkan. Bab ini menjelaskan

komparasi tafsir dari beberapa ahli tafsir. Kemudian, bab ini juga disertai

hadis yang relevan dengan topik pembahasan.

Bab ketujuh adalah penutup. Bab ini berfungsi untuk menyimpulkan

(21)

BAB II

TEORI KEPEMIMPINAN EMPATI

A. Kajian Pustaka Kepemimpinan Empati

Penelitian kepemimpinan diklasifikasikan menjadi tiga sudut pandang

kajian, yaitu pendekatan sifat, pendekatan gaya, dan pendekatan kontingensi.

Penelitian kepemimpinan dengan pendekatan sifat pernah diteliti oleh William

(et.al)23 dan Susanti24. Penelitian kepemimpinan dengan pendekatan gaya

pernah dilakukan oleh Perkasa25 dan Muzakki26. Penelitian kepemimpinan

dengan pendekatan kontingensi pernah diteliti oleh Faletehan.27

Penelitian ini memiliki sudut pandang dengan pendekatan sifat. Hal

yang membedakan antara penelitian William (et.al) dengan penelitian ini

adalah objek penelitian. Objek penelitian William (et.al) adalah para manajer

sebanyak 6.371 manajer dari 38 negara. Sementara itu, objek penelitian ini

adalah ayat-ayat al-Qur’an beserta tafsirnya.

23

William A, et all, 2007, Empathy in the Workplace: A Tool for Effective Leadership, Center for Creative Leadership, New York

24

Denok Friana Susanti, 2013, Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Efektivitas

Kepemimpinan (Studi Kepemimpinan Ketua Program Vokasi UI Periode April-Desember 2012),

Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

25

Andika Jati Perkasa, 2013, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional Terhadap Semangat

Kerja Karyawan di PT. Jamsostek Bandung, Skripsi, Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis

dan Manajemen Universitas Widyatama.

26

Ahmad Muzakki, 2016, Membangun Kemandirian Ekonomi Santri Melalui Kepemimpinan Transformasional Kiai (Studi Kasus Pondok Pesantren Putra Miftahul Mubtadiin di Kecamatan

Tanjunganom Kabupaten Nganjuk), Skripsi, Program Studi Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah

dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

27

Aun Falestien Faletahan, 2002, Teori Kepemimpinan Situasional dan Perilaku Kepemimpinan

Nabi Muhammad SAW, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan

(22)

13

B. Kepemimpinan Empati 1. Konsep Kepemimpinan

a. Pengertian

Kepemimpinan memiliki kata dasar “pimpin” yang berarti

dibimbing/dituntut.28 Dari kata dasar ini, terbentuk istilah pemimpin,

kepemimpinan, dan pimpinan. Pemimpin adalah seseorang yang

memiliki kedudukan tertinggi dalam suatu kelompok. Kepemimpinan

adalah cara atau keterampilan yang digunakan untuk memimpin suatu

kelompok. Pimpinan adalah orang-orang yang diberi kewenangan

untuk mempimpin aktivitas dalam suatu kelompok.

Kepemimpinan memiliki arti yang luas, yaitu meliputi ilmu

tentang kepemimpinan, teknik kepemimpinan, seni memimpin, ciri

kepemimpinan, serta sejarah kepemimpinan. Kepemimpinan juga

memiliki arti yang lebih dalam daripada sekedar jabatan yang

diberikan kepada seorang manusia. Ada unsur visi jangka panjang

serta karakter dalam sebuah kepemimpinan.29

Kepemimpinan merupakan salah satu bidang keilmuan dan

keterampilan. Hal tersebut telah dijelaskan oleh beberapa ahli

mengenai kepemimpinan. Menurut Sumiati, kepemimpinan merupakan

kemampuan mempengaruhi orang-orang yang ada di sekelilingnya

28

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta., hal. 1183.

29

(23)

14

untuk bekerja sama dalam melakukan suatu kegiatan.30 Kepemimpinan

merupakan salah satu fungsi manajemen dalam pencapaian tujuan

suatu organisasi. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila organisasi

tersebut memiliki pemimpin yang handal dan mampu bekerja sama

dalam tim.

Menurut Karim, kepemimpinan adalah proses perilaku untuk

menenangkan hati, pikiran, emosi, dan perilaku orang lain untuk

berkontribusi dalam mewujudkan visi.31 Pada umumnya, definisi

tentang kepemimpinan akan selalu dikaitkan dengan perilaku

mempengaruhi orang lain. Hal tersebut disebutkan oleh Gaspersz yang

dikutip oleh Karim, yaitu kepemimpinan adalah proses individu atau

kelompok yang mempengaruhi, menginspirasi, memotivasi, dan

mengarahkan aktivitas mereka untuk mencapai sasaran.32 Menurut

Staqdill yang dikutip oleh Arifin, kepemimpinan merupakan proses

menggerakkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan

tugas dari anggota kelompok.33 Inti dari aktivitas kepemimpinan

adalah mempengaruhi orang lain.

b. Sifat Kepemimpinan

Menurut Staqdill yang dikutip oleh Arifin, seorang pemimpin

yang berhasil memiliki sifat tertentu. Staqdill mengidentifikasikan sifat

30

Evy Sumiati S, Hubungan antara Empati Kepemimpinan dan Pengetahuan Terhadap Tugas dengan Kemampuan Melaksanakan Peran Kepala Sekolah Sebagai Manajer Sekolah di Taman

Kanak-kanak Bengkulu, Jurnal, Manajemen Pendidikan, 2009, vol. 3, no. 4.

31

Mohammad Karim, 2010, Pemimpin Transformasional di Lembaga Pendidikan Islam, UIN-Maliki Press, Malang., hal. 13.

32

Mohammad Karim, Pemimpin Transformasional di Lembaga Pendidikan Islam., hal. 14.

33

(24)

15

kepemimpinan menjadi enam macam, yaitu karakter fisik, latar

belakang sosial, inteligensia, kepribadian, karakteristik hubungan

tugas, dan karakteristik sosial.34 Menurut Yukl dan Sidle yang dikutip

oleh Maria, ada empat sifat yang dimiliki oleh kebanyakan pemimpin

yang sukses.35 Pertama, kepandaian, yakni pemimpin yang sukses cenderung memiliki kepandaian yang lebih tinggi dibandingkan

bawahannya. Kedua, kematangan/kedewasaan dan keluasan, yakni

pemimpin yang sukses cenderung memiliki kematangan emosi dan

pandangan yang luas. Ketiga, dorongan berprestasi, yakni pemimpin yang sukses berorientasi pada hasil. Jika mereka telah mencapai suatu

sasaran, mereka akan menentukan sasaran lainnya. Motivasi mereka

untuk mencapai sasaran tidak bergantung pada bawahannya atau

karyawannya. Keempat, integritas, yakni kesesuaian antara yang dikatakan dengan yang dilakukan oleh seseorang. Pemimpin yang

sukses dalam jangka panjang biasanya memiliki integritas. Jika

seorang pemimpin menetapkan nilai-nilai tertentu, namun ia

melaksanakan nilai-nilai yang berbeda, maka bawahan akan menilai

pemimpin sebagai orang yang tidak dapat dipercaya. Integritas juga

berkaitan dengan kejujuran.

c. Perilaku Kepemimpinan

Pendekatan teori sifat menitikberatkan pada pendekatan

perilaku. Pendekatan ini dipusatkan pada efektivitas pemimpin, bukan

34

M. Arifin, Kepemimpinan dan Motivasi Kerja., hal. 4.

35

(25)

16

pada penampilan dari pemimpin. Dari dasar tersebut, kepemimpinan

mendorong ilmuwan untuk memusatkan perhatian pada perilaku

pemimpin tentang apa yang dibuat serta bagaimana melakukannya.

Pendekatan teori perilaku menekankan pada dua gaya

kepemimpinan, yaitu orientasi tugas dan orientasi bawahan.36 Orientasi

tugas adalah perilaku pemimpin yang menekankan pada bawahan

untuk melaksanakan tugas dengan baik. Pelaksanaaan tugas dilakukan

dengan cara mengarahkan dan mengendalikan pengawasan yang ketat

sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin ini

mengandalkan kekuatan paksaan, imbalan, dan hukuman untuk

mempengaruhi sifat-sifat dan prestasi pengikutnya.

Orientasi bawahan adalah perilaku pemimpin yang menekankan

untuk memberikan motivasi kepada bawahan dalam menyelesaikan

tugasnya. Pemimpin tersebut melibatkan bawahan dalam pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan tugasnya. Selanjutnya, pemimpin

memberikan hak bawahan dengan cara menciptakan lingkungan kerja

yang harmonis. Tindakan pemimpin seperti ini diasumsikan dapat

memajukan pembentukan dan perkembangan kelompok.

d. Model Kepemimpinan

Kajian yang mendalam mengenai perilaku kepemimpinan

dengan berbagai pendekatan telah banyak dilakukan. Beberapa kajian

tersebut menemukan berbagai model kepemimpinan. Istilah-istilah

36

(26)

17

tersebut adalah kepemimpinan tradisional, transaksional,

transformasional, spiritual, karismatik, dan sebagainya.

Masing-masing bentuk dan model kepemimpinan di atas mempunyai titik

berangkat dan fokus yang berbeda.37

Pertama, kepemimpinan tradisional mempunyai titik berangkat dari semangat penguasaan kepada orang lain. Pendudukan fisik

menjadi ciri utama dari perilaku kepemimpinan ini. Fokus utamanya

adalah segala hal yang pragmatis untuk memenuhi

keinginan-keinginan biologis, seperti makan, minum, seksual, dan lainnya.

Hal-hal pragmatis ini berupa badan, harta, tanah, hasil perkebunan dan

pertanian, serta penguasaan-penguasaan lainnya.

Kedua, kepemimpinan transaksional mempunyai titik berangkat dari semangat ingin memiliki apa yang dimiliki orang lain. Fokus

utamanya adalah segala hal yang menarik dan sedang dimiliki orang

lain. Cara yang ditempuh adalah tawar-menawar dan

transaksi-transaksi. Hal tersebut bertujuan untuk mempengaruhi orang lain, agar

ia merelakan kelebihan dan segala yang dimilikinya untuk kemajuan

diri dan organisasi. Penawaran dengan uang, jabatan, balasan,

kemuliaan, dan lainnya mewarnai proses perilaku kepemimpinan

transaksional ini.

Ketiga, kepemimpinan transformasional adalah model kepemimpinan yang berangkat dari keinginan kuat untuk

37

(27)

18

mentransformasi organisasi menuju perubahan dan perbaikan. Fokus

kepemimpinan ini adalah mewujudkan visi organisasi dengan

melakukan transformasi visi anggota. Hal ini berdampak terhadap

terwujudnya visi dan misi organisasi. Pemimpin transformasional

melakukan stimulasi, motivasi, inspirasi, dan atensi kepada individu

yang dipimpin. Empat perilaku tersebut adalah komponen perilaku

kepemimpinan transformasional.

Keempat, kepemimpinan spiritual ialah kepemimpinan yang

berangkat dari nilai-nilai spiritual yang agung. Biasanya,

kepemimpinan spiritual identik dengan nilai-nilai ketuhanan. Model

kepemimpinan ini percaya akan pendekatan individu, bukan

lingkungan. Pemberdayaan individu secara spiritual merupakan kunci

untuk menciptakan organisasi yang baik secara sistemik. Fokus utama

model kepemimpinan ini adalah pribadi-pribadi yang menjadi anggota

organisasi. Setiap individu akan mengasah dan memunculkan potensi

nilai-nilai agung dan ketuhanan yang sudah ada pada dirinya.

Nilai-nilai agung tersebut diharapkan berdampak terhadap kreativitas serta

produktifitas kerja dan kinerja. Pada akhirnya, nilai-nilai agung

tersebut berdampak pada sistem organisasi secara keseluruhan.

Kelima, kepemimpinan karismatik ialah kepemimpinan yang berangkat dari semangat untuk menyelesaikan kekacauan sosial yang

terjadi dengan menawarkan visi sebagai solusi. Fokus utama

(28)

19

dan diikat dengan jaringan emosionalitas yang kuat terhadap visi yang

ditawarkan. Kecenderungan perilaku kepemimpinan ini adalah

pengultusan individu pemimpin.

Keenam, kepemimpinan situasional ialah kepemimpinan yang dilakukan secara efektif berdasarkan situasi yang terjadi.38 Dua

pendekatan teori sifat dan teori perilaku secara kuat menyarankan cara

yang efektif dalam kepemimpinan adalah tergantung situasi. Situasi

yang perlu dianalisis pemimpin meliputi empat bidang, yakni

karakteristik manajerial, karakteristik bawahan, faktor kelompok, dan

faktor organisasi.

2. Empati

a. Pengertian

Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan

menghubungkan seseorang dengan pikiran, emosi, dan pengalaman

orang lain.39 Menurut Carkhuff yang dikutip oleh Budiningsih, empati

merupakan kemampuan untuk mengenal, mengerti, dan merasakan

perasaan orang lain dengan ungkapan verbal dan perilaku, serta

mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain.40

Para peneliti di Center for Creative Leadership menyatakan, bahwa ketidakpekaan seseorang terhadap orang lain merupakan salah

38

M. Arifin, Kepemimpinan dan Motivasi Kerja., hal. 7.

39

William A, et all, 2007, Empathy in the Workplace: A Tool for Effective Leadership, Center for Creative Leadership, New York., hal. 2.

40

(29)

20

satu faktor utama yang menyebabkan kegagalan seorang eksekutif dan

pemimpin. Kesediaan seseorang untuk memahami perspektif orang

lain (empati) merupakan faktor keberhasilan yang signifikan dalam

aspek kememimpinan.41

Menurut Goleman yang dikutip oleh Susanti, empati

merupakan salah satu dari lima komponen kecerdasan emosional.

Empati (Empathy) adalah kemampuan individu dalam menyadari

dirinya untuk memahami perasaan orang lain, baik komunikasi secara

verbal, dukungan emosional, dan pemahaman perilaku serta emosi

seseorang.42 Henry yang dikutip oleh Afriyadi mendefiniskan empati

sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang

dialami orang lain pada suatu saat tertentu. Selain itu, ia mengetahui

pengalaman orang lain dari sudut pandang orang tersebut. Empati

adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya. Ia seperti

berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan

cara yang sama.43

Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan perasaan

yang tergambar melalui bahasa tubuh. Orang yang bersimpati akan

merasakan dirinya tenggelam dalam kebersamaan. Simpati lebih

41

Faisal Afiff, 2011, Kepemimpinan Empati, diakses pada tanggal 3 Oktober 2016 dari http://fe.unpad.ac.id/id/arsip-fakultas-ekonomi-unpad/opini/1931-kepemimpinan-empati

42

Denok Friana Susanti, 2013, “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Efektifitas

Kepemimpinan (Studi Kepemimpinan Ketua Program Vokasi UI Periode April-Desember 2012)”,

Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia.

43

Ferry Afriyadi, 2015, Efektivitas Komunikasi Interpersonal Antara Atasan dan Bawahan

(30)

21

banyak merespon dengan perasaan.44 Empati tidak berarti seseorang

sepakat, melainkan orang tersebut secara mendalam mencoba

mengerti, baik dari segi emosional maupun intelektual.45 Seseorang

yang berempati memperhatikan kata-kata yang diucapkan, nada suara,

serta bahasa tubuhnya. Dalam empati, seseorang mendengar dengan

hati, mata, dan pikiran secara objektif, yakni menggunakan sekaligus

semua pancaindra.

b. Indikator Empati

Berempati tidak hanya dilakukan dalam bentuk memahami

seseorang, melainkan dinyatakan secara verbal dan dalam bentuk

tingkah laku atau perilaku. Menurut Gazda yang dikutip oleh

Budiningsih, terdapat tiga ciri dalam berempati,46 sebagaimana

berikut:

Pertama, dengarkan dengan seksama apa yang diceritakan orang lain. Kemudian pahami bagaimana perasaannya dan apa yang

terjadi pada dirinya. Kiat mendengarkan orang lain terlihat mudah

untuk dilakukan. Namun, mendengarkan merupakan sesuatu yang sulit

untuk diimplementasikan. Orang yang mendengarkan dengan seksama

akan menunjukkan suatu penghargaan kepada orang lain.

44

Raja Bambang Sutikno, The Power of Empathy in Leadership., hal. 14.

45

Raja Bambang Sutikno, The Power of Empathy in Leadership., hal. 14.

46

(31)

22

Kedua, susun kata-kata yang sesuai untuk menggambarkan perasaan dan situasi orang tersebut. Perhatikan setiap kata yang akan

diucapkan oleh orang lain. Hal tersebut dapat meminimalisir ungkapan

yang dapat menyinggung perasaan orang lain.

Ketiga, gunakan susunan kata-kata tersebut untuk mengenali orang lain dan berusaha memahami perasaan serta situasinya. Jika

seseorang dapat mengenali perasaan lawan bicara, maka interaksi yang

dilakukan akan lebih efektif.

c. Macam-macam Pendekatan

Pemahaman lebih jauh mengenai teori empati tidak terlepas

dari penjelasan berbagai pendekatan. Terdapat dua pendekatan yang

digunakan untuk memahami teori empati. Baron-Cohen &

Wheelwright yang dikutip oleh Fauziah, membagi empati ke dalam

dua pendekatan, yaitu pendekatan afektif dan pendekatan kognitif.47

Pendekatan afektif mendefinisikan empati sebagai pengamatan

emosional yang merespon afektif lain. Dalam pandangan afektif,

perbedaan definisi empati dilihat dari seberapa besar dan kecilnya

respon emosional pengamat pada emosi yang terjadi pada orang lain.

Pendekatan kognitif merupakan aspek yang menimbulkan

pemahaman terhadap perasaan yang lain. Salah satu yang paling

47

(32)

23

mendasar pada proses empati adalah pemahaman adanya perbedaan

antara individu dan orang lain.

Kompetensi sosial individu dalam interaksi dan hubungannya

dengan individu lain memerlukan empati. Goleman yang dikutip oleh

Fauziah menjelaskan, bahwa empati bisa membangun pembentukan

hubungan yang menyenangkan, pembinaan kedekatan hubungan, dan

kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain. Hal tersebut terwujud bila

terdapat penghayatan masalah atau kebutuhan yang tersirat di balik

perasaan orang lain.48 Kesadaran diri menjadi dasar empati. Jika

individu semakin terbuka dengan emosinya sendiri, maka keterampilan

membaca makna atas interaksi yang ada semakin meningkat.

d. Empati Dibangun dalam Interaksi

Terdapat enam hal penting yang dapat diperhatikan untuk

menjaga serta membangun empati dalam interaksi secara efektif.49

Pertama, empati dibangun dengan melakukan umpan balik korektif. Umpan ini merupakan suatu keterampilan yang dapat diasah dan

dipraktikkan terus menerus. Umpan balik yang tepat akan menjaga

harga diri dan rasa percaya diri.

Kedua, empati dibangun dengan melakukan umpan balik positif. Sikap ini dapat menciptakan suasana yang menyenangkan,

48

Nailul Fauzia, 2014, ”Empati, Persahabatan, dan Kecerdasan Adversitas Pada Mahasiswa yang Sedang Skripsi”., hal. 88.

49

(33)

24

bahkan ia dapat membakar semangat bagi orang yang

mendengarkannya. Umpan balik tersebut biasanya berisi motivasi

untuk meningkatkan semangat bagi pendengarnya.

Ketiga, empati dibangun dengan menghindari umpan balik negatif. Umpan balik negatif yang dihindari meliputi perkataan yang

kasar, nada suara yang keras, dan hal-hal yang menunjukkan

kemarahan. Sikap ini akan menghancurkan hubungan yang baik dan

kerja sama yang telah terjalin.

Keempat, empati dibangun dengan memperhatikan situasi dan kondisi ketika masing-masing berinteraksi. Interaksi yang buruk

biasanya terjadi karena seseorang memperlakukan hal yang sama pada

semua situasi dan kondisi. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat

membedakan kondisi bercanda, kondisi berdiskusi, dan kondisi kritis.

Kelima, empati dibangun dengan memperhatikan lawan yang berinteraksi. Ketika seseorang yang berpendidikan rendah diajak

berbicara, maka perlu diperhitungkan kecepatan bicara, pemilihan

kata, dan rumitnya materi yang disampaikan. Keenam, empati

dibangun dengan memperhitungkan pesan atau materi yang

disampaikan. Hal ini juga mempengaruhi hasil interaksi apabila terlalu

banyak pesan atau materi yang disampaikan pada waktu bersamaan.

(34)

25

banyak, maka sebaiknya pesan atau materi tersebut dibuat dalam

bentuk tertulis.

3. Kepemimpinan Empati

a. Empati dalam Kepemimpinan

Menurut Bass yang dikutip oleh William (et.al), empati adalah

sebuah konsep yang mendasar dalam kepemimpinan.50 Banyak teori

kepemimpinan menyarankan untuk memiliki kemampuan dan

menunjukkan empati. Hal tersebut dikarenakan, empati merupakan

bagian penting dalam kepemimpinan. Kepemimpinan membutuhkan

empati untuk menunjukkan kepada bawahan, bahwa atasan peduli

kepada kebutuhan dan prestasi bawahannya.

Menurut Walumbwa, Avolio, Gardner, Wernsing, dan Peterson

yang dikutip oleh William (et.al), seorang pemimpin juga perlu

memiliki empati untuk menyadari orang lain.51 Sedangkan menurut

Bar-On dan Parker, George, Goleman, Salovey dan Mayer yang

dikutip oleh William (et.al), empati juga merupakan bagian penting

dari kecerdasan emosional. Beberapa peneliti percaya, bahwa

pemimpin yang efektif itu penting.52 Dengan kata lain, empati

mempunyai pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan.

50

William A, et all, Empathy in the Workplace: A Tool for Effective Leadership, hal. 2.

51

William A, et all, Empathy in the Workplace: A Tool for Effective Leadership, hal. 2.

52

(35)

26

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Center for Creative Leadership (CCL), seorang bawahan menilai seorang manajer pada empat aspek.53 Pertama, kepekaan manajer terhadap banyaknya

pekerjaan bawahannya. Kedua, manager menunjukkan minat

kebutuhan, harapan, dan impian orang lain. Ketiga, kesediaan manager dalam membantu karyawan untuk menyelesaikan masalah pribadi.

Keempat, manager berbelas kasih terhadap karyawan yang mengungkapkan kerugian pribadi.

Hasil penelitian tentang empat aspek penilaian manajer dari

bawahannya menunjukkan, bahwa bawahan menilai atasannya dari

segi empati. Hal tersebut dapat dilihat dari penilaian bawahan atas

atasannya yang didasarkan pada kepekaan, belas kasih, dan

kesadarannya kepada orang lain. Jadi, empati merupakan hal yang

penting untuk kepemimpinan.

b. Tiga Pilar Interaksi dalam Berempati

Keahlian teknis, konseptual, dan interaktif sama-sama penting.

Namun, peran interaktif mengambil porsi paling besar dalam dunia

kerja.54 Interaktif mengandung keterampilan yang berhubungan

dengan manusia. Dari ketiga peran tersebut, interaktif adalah peran

yang paling menantang. Setiap orang memerlukan pengetahuan

53

William A, et all, Empathy in the Workplace: A Tool for Effective Leadership, hal. 3.

54

(36)

27

tentang tingkah laku manusia dan kemampuan bekerja bersama

individu dan kelompok.

Peran interaktif sebagai inti dari keahlian mengelola sumber

daya manusia ditentukan dan didukung tiga pilar interaksi.55 Dalam

peran interaktif, terdapat tiga pilar interaksi yang digunakan untuk

mengelola sumber daya manusia. Tiga pilar yang ada dalam interaksi

ini menjadi tulang punggung dalam setiap komunikasi.

Pertama, pimpinan menghormati harga diri para karyawan dan menjaga rasa percaya diri mereka. Harga diri adalah perasaan nilai diri.

Setiap orang merasa dirinya penting dan terhormat. Selain itu, setiap

orang ingin dihargai di hadapan orang lain. Jika karyawan merasa,

bahwa kemampuannya dalam melakukan pekerjaan diperhatikan

dengan baik, maka karyawan tersebut cenderung memiliki motivasi,

produktivitas, dan kerja sama yang lebih baik. Seorang manajer atau

pemimpin dapat menjaga harga diri dan perasaan percaya diri

karyawan dengan memperlakukannya sebagai individu yang

kompeten. Pemimpin tersebut tidak melakukan atau mengatakan

sesuatu yang merendahkan kemampuan, kompetensi, atau

integritasnya.

Rasa percaya diri yang dijaga dan harga diri yang ditinggikan

akan menghasilkan keterbukaan. Keterbukaan dapat membantu

55

(37)

28

pemimpin dalam mengadakan diskusi untuk memecahkan masalah

bersama bawahan. Ketika suatu masalah dibicarakan, bawahan

umumnya merasa ada penyerangan atas harga dirinya. Bawahan

tersebut menjadi defensif dan menarik diri dari pembicaraan tersebut.

Kedua, pimpinan mendengar dan merespon bahasa verbal dan nonverbal. Mendengar merupakan salah satu pekerjaan paling berat

dan menuntut kesabaran paling tinggi bagi sebagian besar direktur,

manajer, dan para eksekutif lainnya.56 Mereka lebih suka

menggunakan satu lidah daripada telinga yang lebar. Menurut Sutikno,

banyak sekali manajer yang tidak menerapkan kiat mendengar dengan

baik.57 Ketika bawahan berbicara, melapor, atau menjawab, manajer

sering memotong dan menginterupsinya. Tanpa disadari, manajer

tersebut seakan-akan sedang memperlihatkan kehebatan menduga apa

yang selanjutnya akan diungkapkan oleh bawahan. Bagi bawahan,

tindakan tersebut merupakan contoh keangkuhan manajer.

Perhatian atas interaksi nonverbal atau bahasa tubuh adalah

penting. Setidaknya, seorang pemimpin peka terhadap bahasa tubuh

bawahannya. Seorang pemimpin juga harus memperhatikan bahasa

tubuhnya. Hal tersebut karena bahasa tubuh dapat menggambarkan

suasana hati seseorang. Seorang pemimpin dapat membaca bahasa

tubuh bawahannya, begitu pula sebaliknya.

56

Raja Bambang Sutikno, The Power of Empathy in Leadership., hal. 101.

57

(38)

29

Ketiga, pimpinan membangun sinergi dalam menyelesaikan masalah. Sinergi memberi makna positif. Sedangkan lawan katanya

adalah kolusi yang berkonotasi negatif. Kedua kata tersebut

sama-sama berarti bekerja sama-sama. Akan tetapi, dalam kolusi kerja sama-samanya

tidak menguntungkan semua pihak.

Permintaan atau ajakan kerja sama dapat menjadi alat yang

efektif untuk memperoleh komitmen dari karyawan. Komitmen yang

kuat dapat diperoleh dengan mengajak, bukan menyuruh. Dengan kata

lain, manajer yang meminta pengertian dan ketersediaannya akan

mendapatkan kerja sama yang lebih baik daripada menyuruh apa yang

harus dikerjakan oleh bawahannya.

Ketika bawahan mempunyai masalah, manajer dapat meminta

kerja sama untuk mengatasi masalahnya tersebut. Hal ini dapat

membantu manajer dalam menemukan solusi yang baik. Manajer yang

meminta kerja sama untuk menyelesaikan masalah yang terjadi

memperlihatkan, bahwa manajer tersebut menghargai ide bawahannya.

Cara ini dapat menjaga rasa percaya diri dan menjunjung tinggi harga

diri bawahan, sehingga manajer menjadi mudah membangun sinergi

(39)

BAB III

SIFAT-SIFAT PEMIMPIN EMPATI































Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Surat at-Taubah ayat 128 tidak hanya ditujukan kepada bangsa Arab

di masa Nabi, tetapi juga ditujukan kepada seluruh umat manusia. Ayat ini

menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad selaku pemimpin umat memiliki

sifat-sifat yang mulia dan agung. Nabi merasa tidak senang jika umatnya ditimpa

sesuatu yang tidak diinginkan, seperti dijajah oleh musuh-musuh kaum

muslimin. Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, terasa berat oleh Nabi Muhammad

atas apa yang diderita oleh kaumnya. Ia sangat menginginkan kaumnya

mendapat petunjuk dan memperoleh manfaat duniawi dan ukhrawi.0F 58

Penafsiran di atas sama seperti penuturan Quraish Shihab. Ayat ini

seakan-akan berkata, bahwa sebenarnya hati Nabi lebih dahulu teriris-iris

melihat kesulitan dan penderitaan yang dialami kaum muslimin. Terasa berat

olehnya penderitaan mereka, baik lahir maupun batin. Nabi sangat

menginginkan keselamatan, kebaikan bahkan segala sesuatu yang

membahagiakan bagi mereka semua, baik mukmin maupun kafir. Amat belas

58

(40)

31

kasih lagi penyayang terhadap orang mukmin yang mantap imannya, terhadap

mereka yang diharapkan suatu ketika akan beriman, dan kepada seluruh

alam.59

Menurut asy-Sya’rawi yang dikutip oleh Quraish Shihab, kata ja> akum

rasu>l memberi kesan, bahwa Nabi Muhammad datang atas kehendaknya

sendiri, bukan diutus atau didatangkan oleh Allah. Akan tetapi, kata rasu>l

memberi kesan, bahwa kedatangan Nabi adalah sebagai utusan Allah.

Gabungan dari kedua kata tersebut pada akhirnya memunculkan kesan baru.

Ia dapat berarti Nabi Muhammad tercipta dengan keimanan yang menjadikan

ia menjadi pesuruh Allah. Ketika ia mendapat wahyu dari Allah, ia langsung

tampil melaksanakan tugasnya tanpa harus didorong-dorong. Ia terdorong

oleh jiwa dan potensi yang memenuhi jiwanya. Oleh karena itu, ia tidak

hanya bersungguh-sungguh dalam berdakwah, tapi ia senang dan bahagia

melaksanakan dakwah lebih dari yang digambarkan oleh ayat ini.60

Kata anfusikum memberi kesan, bahwa Nabi Muhammad sejiwa

dengan mitra bicara. Ia mengetahui detak-detik jantung dan merasakan

jiwanya. Ia juga dapat menyukai apa yang disukainya. Hal ini merupakan

sifat yang hendaknya dimiliki oleh seorang pemimpin. Menurut Quraish

Shihab, mitra bicara dalam ayat ini adalah seluruh manusia.61

59

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5., hal. 717.

60

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5., hal. 717.

61

(41)

32

Ayat di atas terdapat empat sifat yang dimiliki oleh Rasulullah.

Sifat-sifat tersebut adalah azi>z, h{ari>s{, ra’u>f, dan rahi>m. Sifat-sifat ini merupakan sifat kepemimpinan empati dengan Rasul sebagai contohnya.

A. Azi>z

‘Azi>zun ‘alaihi ma> anittum memiliki arti “berat terasa olehnya

penderitaan kalian”. Kalimat tersebut menerangkan, bahwa Nabi merasa berat

oleh sesuatu yang membuat umatnya menderita.62 Nabi merasa tidak senang

bila umatnya ditimpa sesuatu yang tidak diinginkan. Ia tidak suka umatnya

dijajah dan diperhamba oleh musuh. Ia juga tidak senang melihat umatnya

ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti.

Kata ‘aziz diambil dari kata ‘azza yang berarti mengalahkan. Biasanya

jika kata ini disusul oleh kata ‘ala>, maka ia bermakna berat hati lagi sulit.

Inilah yang dimaksud oleh ayat ini.63

Kata ‘anittum diambil dari kata ‘anah yang berarti keletihan,

kesukaran, dan penderitaan. Ayat ini menggunakan kata kerja masa lampau

yang disertai kata ma>. Ia berfungsi mengubah kata kerja tersebut menjadi kata

jadian (mashdar/infinitive noun), yakni penderitaan.64 Hal ini

mengisyaratkan, bahwa penderitaan dan kesulitan selama ini telah mereka

alami. Penyebutan hal tersebut dikarenakan ayat di atas bertujuan untuk

62

Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, 2002, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Bahrun Abu Bakar, juz 11, Sinar Baru Algensindo, Bandung., hal. 122.

63

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5., hal. 718.

64

(42)

33

menjelaskan, bahwa Nabi telah mengetahui dan menyadari penderitaan

mereka.

Hal tersebut juga dijelaskan oleh Hamka dalam tafsirnya. Ia

menyebutkan, bahwa Rasul merasa berat atas kesusahan yang diderita

umatnya. Nabi memikirkan keadaan nasib umatnya siang dan malam. Ia

merasa berat jika umatnya miskin dan menjadi jajahan orang lain. ia merasa

berat jika umatnya celaka di dunia dan sengsara di akhirat.65

Menurut Hamka, hingga Nabi mendekati hari kematiannya, perasaan

yang disebutkan di atas tetap memenuhi pikirannya. Nabi berpesan, bahwa

suatu saat nanti jumlah umatnya akan banyak bagaikan buih ketika banjir.

Akan tetapi, umatnya tetap lemah, sehingga mereka diancam oleh kehancuran

dari dalam.66 Hal tersebut dikarenakan umatnya hanya cinta kepada dunia dan

takut menghadapi kematian.

Dari penjelasan di atas, Nabi Muhammad merupakan utusan Allah

yang mampu merasakan perasaan orang lain. Ia seakan-akan menjadi satu

dengan orang lain. Nabi mampu mengenal, mengerti, dan merasakan perasaan

orang lain dengan ungkapan verbal dan perilaku. Kesediaan Nabi dalam

memahami perspektif orang lain merupakan faktor keberhasilan yang

signifikan dalam aspek kepemimpinannya. Hal ini selaras dengan apa yang

65

Hamka, 1984, Tafsir Al Azhar, juz 11, Pustaka Panjimas, Jakarta., hal. 105.

66

(43)

34

dikatakan oleh para peneliti Center for Creative Leadership.67 Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Aisyah dalam sebuah hadis.

“Telah menceritakan kepada kami Qabishah telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al A'masy dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Bisyr bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Syu'bah dari Al A'masy dari Abu Wa`il dari Masruq dari Aisyah radliallahu 'anha dia berkata; "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih merasakan penderitaan ketika sakit dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam."68

Dari kata ‘azi>z di atas, Nabi Muhammad memiliki kepekaan yang

tinggi. Kata tersebut menjelaskan, bahwa Nabi mampu mengetahui dan

merasakan sesuatu yang sedang dialami oleh umatnya. Hal ini menunjukkan

kepekaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad merupakan rasa empati yang

tinggi. Kepekaan Nabi Muhammad diceritakan dalam sebuah hadis,

sebagaimana berikut.

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin Abdullah yaitu al-Anshori telah menceritakan kepada kami Humaid dari Anas berkata, Nabi Shallallahu'alaihi wasallam mendengar tangisan seorang bayi ketika sedang salat maka beliau mempercepatnya, sehingga kami yakin bahwa beliau melakukan hal itu karena rasa iba kepada bayi itu, karena beliau mengetahui bahwa ibu bayi salat bersama beliau.”69

Hadis di atas diceritakan oleh Anas, bahwa Nabi Muhammad

mendengar tangisan seorang bayi ketika ia sedang salat. Disebabkan

mendengar tangisan bayi tersebut, seketika itu Nabi mempercepat salatnya.

Hal itu dikarenakan rasa iba Nabi kepada bayi tersebut. Hal tersebut juga

dikarenakan ia mengetahui ibu bayi salat bersamanya. Tindakan Nabi dalam

mempercepat salatnya merupakan kepekaan yang dimilikinya.

67

William A, et all, 2007, Empathy in the Workplace: A Tool for Effective Leadership., hal. 9.

68

Shohih Bukhari: 5214.

69 Lihat riwayatnya dalam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, 1995, Al-Musnad

(44)

35

Para peneliti Center for Creative Leadership menyatakan, bahwa ketidakpekaan seseorang terhadap orang lain merupakan salah satu faktor

utama yang menyebabkan kegagalan seorang pemimpin.70 Oleh sebab itu,

kepemimpinan akan lebih efektif ketika mempunyai rasa peka terhadap yang

lain. Seseorang akan merasakan perasaan orang lain ketika ia mampu

menggunakan segala pancaindranya, mulai dari hati, mata, hingga pikirannya.

Sifat peka akan membantu seorang pemimpin dalam mengetahui

masalah yang dialami oleh pengikutnya. Pemimpin tersebut akan mencari

informasi mengenai permasalahan yang terjadi. Kemudian ia akan

menyelesaikan masalah tersebut dengan pengikutnya.

B. H{ari>s{

H{ari>s{un ‘alaikum memiliki arti “sangat menginginkan keimanan dan

keselamatan bagi kalian”. Nabi sangat menginginkan umatnya memperoleh

hidayah serta memberikan manfaat dunia dan akhirat untuk umatnya.71

Menurut Sayyid Quthb, Nabi tidak menceburkan umatnya ke dalam

kebinasaan. Ia tidak pula menjerumuskan umatnya ke dalam jurang ketika ia

memerintahkan mereka untuk berjihad dan menanggung kesulitan.72

Kata h{ari>s{un merupakan kata sifat yang berbentuk mubalagah yang dilekatkan pada Nabi Muhammad. Kata tersebut adalah dari kata h{

arisa-yah{ris{u-h{irs{an. Al-h{irs{ berarti al-jasya’ (ketamakan). Al-h{aris{ berarti “yang

70

William A, et all, Empathy in the Workplace: A Tool for Effective Leadership., hal. 2

71

Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Bahrun Abu Bakar, juz 11., hal. 122.

72

(45)

36

sangat tamak” dalam arti sangat serius memberi perhatian kepada orang lain

demi kesejahteraannya.73

H{ari>s{ merupakan sifat kedua kepemimpinan Nabi Muhammad.

Pertama, jiwanya merasa sangat berat ketika umatnya ditimpa bahaya.

Kedua, ia merasa sangat menginginkan dan mengharapkan umatnya mendapat kebaikan. Perhatian yang ia berikan siang dan malam kepada

umatnya supaya mereka menjadi baik, maju, selamat hubungan mereka

dengan Allah, dan selamat pula hubungan mereka dengan sesama manusia.74

Ibnu Abbas berkata, bahwa ia bermimpi Nabi Muhammad didatangi

oleh dua malaikat. Kedua malaikat tersebut duduk di dekat kepala dan kaki

Nabi. Mereka membuat perumpamaan Nabi dan umatnya. Hal tersebut telah

diterangkan dalam sebuah hadis.

“Telah menceritakan kepada kami Hasan bin Musa telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Ali bin Zaid bin Jud'an dari Yusuf bin Mihran dari Ibnu Abbas; bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah didatangi dua malaikat dalam mimpinya, salah satunya duduk di dekat kedua kaki beliau, dan yang lain di dekat kepala beliau. Malaikat yang duduk di dekat kaki beliau berkata kepada yang duduk di dekat kepala beliau; "Ungkapkan perumpamaan orang ini dengan umatnya." Dia menjawab; "Sesungguhnya perumpamaan dirinya dengan umatnya adalah laksana suatu kaum yang sedang dalam perjalanan yang sampai pada pangkal kemenangan, mereka tidak lagi mempunyai bekal yang cukup untuk menggapai kemenangan dan tidak (cukup) pula untuk kembali. Ketika mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba mereka di datangi oleh seorang yang mengenakan pakain kebesaran, lalu orang itu berkata; "Bagaimana menurut kalian bila aku membawa kalian ke suatu taman yang penuh dengan pepohonan dan telaga yang melimpah airnya dan indah dipandang, apakah kalian akan mengikutiku?" Mereka menjawab; "Ya." Ia berkata; "Lalu orang itu pun bertolak bersama mereka hingga sampai di taman yang penuh dengan pepohonan dan telaga yang melimpah airnya serta indah dipandang,

73

Kementerian Agama RI, 2011, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 4, Widya Cahaya, Jakarta., hal. 242.

74

(46)

37

mereka minum dan makan hingga gemuk. Lalu orang itu berkata pada mereka, "Bukankah aku telah mengantarkan kalian kepada kondisi itu, dan kalian telah berjanji kepadaku, bahwa bila aku membawa kalian ke taman yang penuh dengan pepohonan dan telaga yang melimpah airnya serta indah dipandang kalian akan mengikutiku?" Mereka menjawab; "Benar." Orang itu berkata lagi; "Sesungguhnya di depan kalian ada taman yang lebih lebat dan rindang dari pada ini serta ada telaga yang lebih indah daripada ini, maka ikutlah denganku." Malaikat itu melanjutkan: "Salah satu kelompok dari mereka berkata; 'Dia benar, demi Allah kami akan mengikutinya.' Dan kelompok yang lain berkata; 'Kami telah merasa cukup untuk tetap tinggal di sini.'"75

Dalam hadis lain juga disebutkan perumpamaan Nabi Muhammad

dengan umatnya. Rasulullah bersabda:

"Permisalanku dengan kalian wahai umat sekalian adalah seperti seorang lelaki yang menyalakan api pada malam hari, lalu datanglah serangga dan hewan lainnya menutupi apinya, ia menghalanginya agar tidak masuk ke dalam api tetapi ia terkalahkan, sehingga mereka masuk ke dalam api. Sedang aku berusaha memegang simpul sarung kalian dan menyeru ke dalam surga, namun kalian mengalahkanku dan masuk ke dalam neraka."76

Dari perumpamaan yang digambarkankan dalam kedua hadis di atas,

Rasulullah merupakan seorang pemimpin yang menginginkan keselamatan

umatnya di dunia dan di akhirat. Ia membawa kesejahteraan bagi seluruh

umatnya.

Dalam tafsir Kementrian Agama RI, kata h{ari>s{ menunjukkan

keinginan Nabi supaya umatnya mendapat taufik dari Allah. Ia menginginkan

umatnya bertambah kuat imannya dan bertambah baik keadaannya.77

Keinginan Nabi digambarkan dalam surat an-Nahl ayat 37.

75

Musnad Ahmad: 2278.

76

Musnad Ahmad: 10540.

77

(47)

38































Artinya: “Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong.”

Ayat ini mempunyai relevansi dengan surat Yusuf ayat 103.















Artinya: “Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya.”

C. Ra’u>f

Kata ra’u>f maknanya berkisar pada kelemahlembutan dan kasih

sayang. Menurut az-Zajjaj yang dikutip oleh Quraish Shihab, kata ra’u>f sama

dengan rahmat.20F 78

Namun, apabila rahmat sedemikian besar, maka ia dinamai

ra’fah dan pelakunya ra’u>f.

Kata rahmat digunakan untuk menggambarkan tercurahnya kasih sang

pengasih, baik yang memiliki hubungan maupun yang tidak memiliki

hubungan dengannya. Kata ra’fah menggambarkan, bahwa ia memiliki

anugrah yang melimpah ruah. Ia ditekankan pada sifat pelakunya yang amat

kasih, sehingga kasihnya melimpah ruah. Menurut al-Qurthubi yang dikutip

oleh Quraish Shihab, ra’fah digunakan untuk menggambarkan anugerah yang

sepenuhnya menyenangkan. Sedangkan rahmat, bisa jadi pada awalnya

menyakitkan, tapi beberapa waktu kemudian akan menyenangkan.

78

(48)

39

Menurut para ahli bahasa yang dikutip oleh Hamka, kata ra’u>f yang

diartikan menjadi belas kasihan ini dikhususkan kepada orang yang lemah.

Belas kasihan ini ditujukan kepada orang yang miskin, orang yang

menderita, orang yang sakit, anak yatim, dan sebagainya.79

Rasul pernah bertanggungjawab atas kematian kesatrianya, yaitu

Ja’far bin Abi Thalib dalam perang Mu’tah. Rasul memberikan belas

kasihnya terhadap putra Ja’far. Ia menciumi putra Ja’far dan memberitahukan

tentang kematian Ja’far sebagai syahid. Rasul seraya berkata: “Buatkan

makanan untuk keluarga Ja’far, telah datang kepada mereka suatu musibah

yang menyibukkan mereka”80

Rasul memberikan perhatian dan kasih sayang yang lebih kepada

putra dari Ja’far. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin Ja’far.81

Tiga hari setelah berita kematian Ja’far, Rasul mendatangi rumah keluarga

Ja’far. Ia berkata kepada mereka untuk tidak menangisi saudaranya sejak hari

itu juga. Ia juga memanggil anak-anak Ja’far dengan sebutan “anak

saudaraku”.

Rasul membawa anak-anak Ja’far ke hadapannya dan memanggil

tukang cukur untuk mencukur rambut mereka. Setelah mereka habis

bercukur, Rasul menciumi mereka dan berkata “si Muhammad ini wajahnya

serupa dengan wajah Abu Thalib, tetapi Abdullah ini badan dan perangainya

79

Hamka, 1984, Tafsir Al Azhar, juz 11., hal. 106.

80

Abul Hasan Ali Al-Hasany An-Nadwy, 2008, Riwayat Hidup Rasulullah SAW, PT Bina Ilmu, Surabaya., 273-274.

81

(49)

40

serupa dengan aku.” Setelah itu, Rasul meremas-remas tangan Abdullah

dengan lembut dan mendoakannya

Belas kasih Nabi juga digambarkan dalam sebuah hadis. Anas

berkata: “Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah memasuki rumah di

Madinah selain rumah Ummu Sulaim kecuali rumah istri-istri Beliau. Lalu

ditanyakan kepada Beliau tentang hal ini, maka Beliau menjawab: "Sungguh

aku berbelas kasihan kepadanya karena saudaranya terbunuh di sisiku."82

Contoh-contoh lain mengenai sifat ra’u>f Nabi masih amat banyak. Ia

pernah bersenda gurau dengan seorang perempuan tua. Ia mengatakan, bahwa

seorang perempuan yang sudah tua tidak boleh masuk surga. Perkataan

tersebut membuat perempuan tua itu menangis. Namun, Nabi segera

membujuknya dan berkata, bahwa perempuan tua dimudakan terlebih dahulu

untuk masuk surga. Perempuan tua tersebut kembali tersenyum.83

D. Rah{i>m

Kata ar-rahi>m juga diambil dari kata rahmat. Arti ar-rahi>m ialah “yang

mempunyai sifat belas kasihan dan sifat itu tetap padanya selama-lamanya”.84

Sifat ar-rahi>m lebih umum dari sifat ar-ra’u>f. Kasih dan sayang ar-rahi>m

merata kepada yang miskin dan yang kaya. Kasih dan sayangnya juga kepada

yang gagal dan kepada yang jaya.85 Dari sini dapat dimengerti penggabungan

82

Shohih Bukhari: 2632.

83

Hamka, 1984, Tafsir Al Azhar, juz 11., hal. 107.

84

Kementerian Agama RI, 2011, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 1., hal. 10.

85

(50)

41

sifat ar-ra’u>f dan ar-rahi>m pada ayat-ayat tertentu tertuju kepada kelompok

manusia yang taat dan durhaka.86

Kata rahi>m juga telah masuk dalam pembendaharaan bahasa

Indonesia, dalam arti “peranakan”. Jika seseorang menyebut kata rahi>m,

maka yang dapat terlintas dalam benak orang lain adalah “ibu dan anak”. Hal

tersebut membuat seseorang terbayang seberapa besar kasih sayang yang

dicurahkan seorang ibu kepada anaknya.87 Akan tetapi, hal tersebut tidak

dapat disamakan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya dengan kasih

sayang Nabi kepada umatnya. Kasih sayang Nabi Muhammad kepada

umatnya jauh lebih besar dari kasih sayang manusia biasa.

Nabi selalu berbelas kasih dan amat penyayang kepada kamu

muslimin. Keinginannya ini terlihat dari tujuan risalah yang disampaikannya,

yaitu agar manusia hidup berbahagia di dunia dan akhirat nanti. Dalam ayat

ini, Allah memberikan dua macam sifat kepada Nabi Muhammad. Kedua sifat

ini merupakan sifat Allah, yaitu ra’uf dan rahim. Sifat ini terdapat dalam

penggalan surat al-Baqarah ayat 143.













Artinya: “Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”

86

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5., hal. 718.

87

(51)

42

Pemberian kedua sifat tersebut kepada Nabi Muhammad menunjukkan,

bahwa Allah menjadikan Nabi Muhammad sebagai Rasul yang

(52)

BAB IV

PENGHORMATAN PADA HARGA DIRI ORANG LAIN

A. Anjuran untuk Saling Menghormati

Islam telah datang dengan membawa sistem penghormatan yang

khusus. Sistem tersebut menjadikan masyarakat muslim berbeda dengan

masyarakat lainnya. Ia juga membuat ciri-ciri masyarakat muslim berbeda dari

yang lain. Ia tidak lebur dan tidak lenyap ke dalam ciri-ciri dan tanda-tanda

masyarakat lainnya. Hal tersebut telah dijelaskan dalam surat an-Nisa’ ayat

86, sebagaimana berikut



Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini menggunakan metode penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik studi literatur sebagai suatu teknik yang dipergunakan

Sementara Sugiyono (2015:15), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, mujadalah atau diskusi merupakan salah satu metode pengajaran yang digunakan sebagai metode dakwah dengan cara bertukar pikiran

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data-data kepustakaan (library research), dengan demikian penelitian ini fokus

Jenis penelitian yang digunakan adalah library research dengan metode kualitatif melalui pendekatan tafsir muqᾱran (perbandingan). Sumber data utama penelitian ini yaitu

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru. Instrumen penelitian yang digunakan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif melalui studi literatur, kajian pustaka dari sudut pandang pemasaran dan menganalisa suatu kasus

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (Field Research). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian