• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit

Kesesuaian lahan kelapa sawit pada umumnya yang tersedia untuk pengembangan kelapa sawit adalah tanah marginal, yang memiliki kesuburan fisik dan kimia yang rendah, bahkan perluasan areal penanaman kelapa sawit juga dilakukan pada ketinggian tempat lebih dari 600 m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman kelapa sawit dibudidayakan, tumbuh dan berkembang baik pada daerah tropis antara altitude 130 Lintang Utara sampai 120 Lintang Selatan, utamanya di kawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Sesuai hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2004) dikemukakan bahwa berdasarkan survey kesesuaian lahan khusus di Sumatera Utara, evaluasi klimatologi dan analisis finansial telah dimungkinkan areal dengan ketinggian antara 600 – 850 m dpl untuk ditanam kelapa sawit. Berdasarkan hasil survei kesesuaian lahan khusus tersebut ditunjukkan bahwa secara teknis berdasarkan syarat tumbuh, areal dengan ketinggian tersebut termasuk kelas lahan S3. Pengembangan kelapa sawit di Sumatera Utara, pada daerah dengan ketinggian > 400 meter di atas permukaan laut, banyak dijumpai permasalahan seperti mutu buah yang kurang baik, penyakit busuk tandan buah, produktivitas yang rendah, rendahnya persentase rendemen minyak dan rendahnya kandungan karoten (Listia dkk, 2015).

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lain :

(2)

5 Table 2.1 Kesesuaian Lahan

Kelas S1 ( Sangat Sesuai ) Lahan tidak mempunyai faktor berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 (Cukup Sesuai ) Lahan mempunyai faktor pembatas, dan factor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3 (Sesuai Marginal) Lahan mempunyai faktor pembatas yang

berat, dan factor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Kelas N ( Tidak sesuai ) karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.

(3)

6

Tabel 2.2 Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Berdasarkan Kesesuaianlahan S1,S2,S3 dan N.

Aspek Tanah dan Iklim Kebun Bahbirung Ulu, bentuk wilayah (tofografi) yang ditemukan di daerah Bahbirung Ulu terbagi atas dua bagian besar yaitu :

1. Datar – Berombak

2. Bergelombang - Berbukit

Tanah yang berkembang di areal Kebun Bah birung Ulu memiliki kesuburan rendah-sedang, umumnya adalah sebagai berikut :

1. Andic kandiudults, tekstur lempung liat berpasir, struktur tanah remah, drainase sedang, kandungan batuan < 3 %, kedalaman efektif tanah > 100 cm, Ph 4,5 – 5,4

No Description S1 S2 S3 N1

1 Letak dan tinggi tempat 0 – 400 0 -400 0 – 400 0 – 400 2 Bentuk Wilayah: -Topografi -Lereng -Penggenangan -Drainase Datar berombak 0 -15 Tidak ada Baik Bergelombang 16 -25 Tidak ada Sedang Berbukit 25 -36 Tidak ada Agak terhamba t Curam >curam Sedikit Terhambat - 3 Tanah -Kedalaman /solum -Bahan organic -Tekstur -Batuan Penghambat% -Kedalaman air tnh -Ph >80 cm 5- 10 cm Lempung,lempliat <3 >80 5 – 6 80 cm 5 – 10 Liat berpasir Liat 3– 15 60- 80 4,5- 5 60-80 cm 5-10 cm Pasir,debu berlemp 15- 40 50 -60 4- 4,5 <60 cm <5 cm Liat berat,berpasir <40 dan >40 40 – 50 <3 dan >7 4 -Iklim -Curah Hujan -Defisit air -Temperatur(0c) -penyiraman(jam) -Kelembaban -Angin -Bulan kering 2000-2500 0 -150 22- 26 6 80 Sedang 0 1800-2000 150- 250 22- 26 6 80 Sedang 0-1 1500-1800 250-400 22-26 6 80 Sedang 2-3 <1500 >400 22- 26 <6 80 Kencang 3

(4)

7

2. Andic Dysrudepts, tekstur lempeng liat berpasir , struktur tanah gumpal bersudut, drainase terhambat, kandungan batuan <3%, kedalaman efektif tanah >100 cm, PH 4,6- 5,9 (Simangunsong, dkk. 2005)

Adanya perubahan iklim di SumateraUtara ditunjukkan dengan peningkatansuhu udara rata-ratayang nyatasekitar 0,5-l°C dalam 30 tahun periode 197l-2000.Pada areal kebun ini sampai altitude 850 mdplterata temperatur udara minimum

meningkat menjadi >l8°C, parameter lainberubah tidak konsisten seperti rerata lamapenyinaran matahari3-7 jam/hari. Berdasarkan syarat tumbuhtanaman kelapa sawit yaitu reratatemperatur udara minimum >18°C, reratalama penyinaran matahari > 4 jam/hari,maka tanaman kalapa sawit dapat tumbuhpada kebun denganketinggian 850 m dpl.Rangkuman aspek klimatologi danekofisiologi dalam kaitannya dengantanaman kelapa sawit di dataran tinggi pada600 - 850 m dpl adalah sebagai berikut :

1. Temperatur udara minimum rata-ratasetelah periode tahun1990 lebih dari 18 °C yang berarti sudah memenuhi syarattumbuh tanaman kelapa sawit.

2. Peluang temperatur udara minimumkurang dari 18°C masih mungkin tejadisecara fluktuatif pada bulan Desemberdan Januari. Hal ini dapat menggangguproses metabolisme dan perkembanganbunga dan buah kelapa sawit yangdisebabkan strees temperatur udararendah.

3. Akibat strees temperatur udararendah dapat dianalogikan denganstrees kekeringanyaitu aborsimeningkat, gagal tandan/busuktandan, produktivitas berfluktuasi relatif rendahdan perkembanganbunga menjadi buah lebih lama 8-9 bulan (Simangunsong G dkk, 2006).

PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi dengan letak geografis areal lahan 2°53.344 - 2°56.594 Lintang Utara (LU), 98°54.543 - 98°57.745 Bujur Timur (BT), dengan ketinggian 700 – 867 m dpl. Pada kebun Marjandi ini mengalami Keberhasilan dalam pengembangan kelapa sawit yang sebelumnya adalah prospek komoditi teh, keberhasilan ini ditentukan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah faktor

(5)

8

lahan (tanah dan iklim).Faktor tanah khususnya, sebagai medium tumbuhnya tanaman kelapa sawit memiliki sifat-sifat yang kompleks. Pengungkapan faktor tersebut untuk keperluan pengembangan kelapa sawit dilakukan melalui survei dan pemetaan tanah yang akan menghasilkan informasi lengkap mengenai karakteristik tanah/lahan.(Santoso,dkk.2006)

2.2 Kriteria Matang Panen Kelapa Sawit

Sesuai dengan ketentuan bahwa buah dikatakan masak jika terdapat dua brondolan yang lepas per kg TBS. Sementara kriteria matang panen ditetapkan sebagai berikut: Hasil potong buah dikatakan baik jika komposisi buah/TBS normal/masak (N) sebesar 98% dan buah mentah serta busuk (A+E) maksimum 2%. Pemotongan buah mentah merupakan kesalahan yang paling sering dilakukan oleh pemanen. Hal ini sama seringnya dengan meninggalkan brondolan di piringan.

Tabel 2.3 Kriteria Matang Panen

Golongan Tanaman

Umur Tanaman

Brondolan per TBS

Mentah (A) Normal (N) Busuk (E)

Taruna 3 – 7 tahun 0 – 9 10 Gagang busuk

Dewasa 8 – 20 tahun 0 – 19 20 Gagang busuk

Tua >20 tahun 0 – 39 40 Gagang busuk

( Sumber: Pahan, 2012)

2.3 Tingkat Kematangan Tandan Buah Segar dan Mutu Panen

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan dipabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan ke pabrik. Dalam hal ini,

(6)

9

pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu minyak yang akan diperoleh sangat ditentukan oleh faktor ini. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan mutu minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanen buah dilakukan dalam keadaan leawat matang, maka mutu yang dihasilkan akan jelek. (Hartono,2007).

Bersadarkan hal tersebut, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari tandan buah segar (TBS) yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen termasuk kualitas mutu minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada lima fraksi TBS . Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan - tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, fraksi 2, dan fraksi 3 (Hartono,2007).

Tabel 2.4 Tingkat Kematangan Tandan Buah Segar

Fraksi Buah Persyaratan Sifat-Sifat Fraksi Jumlah Brondolan Fraksi 00 ( f-00 ) 0,0% Sangat Mentah

Tidak ada warna

Fraksi 0 ( f-0 ) Maks 3% Mentah 1-12,5% buah luar

Fraksi 1 ( f-1 ) Kurang

matang

12,5-25% buah luar

Fraksi 2 ( f-2 ) 85% Matang 25-50% buah luar

Fraksi 3 ( f-3 ) Matang 50-75 % buah luar

Fraksi 4 ( f-4 ) Maks 10% Lewat matang 75-100 % buah luar Fraksi 5 ( f-5 ) Maks 2% Terlalu

matang

Buah dalam

membrondol Brondolan 9,5 %

Tandan Kosong 0%

Tangkai Panjang Maks 2,5 cm (Sumber: Pahan,2012)

(7)

10 2.4 Proses Pengolahan Minyak dan Lemak

2.4.1 Perebusan

Proses sterilisasi buah sawit di stasiun sterilizer menggunakan tenanan 3 kg/cm2 selama 30 menit dengan temperature 110 – 130 °C. Tandan buah sawit yang telah direbus lalu dipisahkan dari tandannya melalui proses pembantingan di mesin threser dan kemudian ekstraksi minyak sawit berlangsung melalui proses pengempaan menggunakan mesin screw press. Proses pemurniaan di stasiun permurniaan merupakan stasiun terakhir untuk pengolahan minyak sawit yang bertujuan untuk memisahkan fase minyak dengan fase non-minyak. Minyak sawit yang diperoleh dari stasiun klarifikasi dipompakan ke stasiun pengeringan dengan sistem vakum di mesin vacuum dryer, dimana minyak sawit mentah mengalami pengurangan kadar air hingga 0,02 % dan setelah itu siap dipompakan ke tangki penyimpanan (Ketaren,2008).

2.4.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction.

1. Rendering, merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi, melalui proses pemanasan. Menurut pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara, yaitu:

a. Dry rendering, adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Biasanya dipakai untuk mengekstraksi minyak babi dan lemak susu.

b. Wet wendering, adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air panas selama proses tersebut. Proses wet

(8)

11

renderingdengan suhu rendah kurang popular, sedangkan proses wet rendering dengan suhu tinggi disertai tekanan uap air, digunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. 2. Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression), merupakan cara

ekstraksi minyak atau lemak terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Terdapat dua cara dalam pengepresan mekanik, yaitu:

a. Pengepresan hidraulik (Hydraulic Pressing); banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang digunakan dan kandungan minyak dalam bahan asal

b. Pengepresan berulir (Expeller Pressing); cara ini juga memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan.

3. Ekstraksi dengan Pelarut (Solvent Extraction), adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak atau lemak. Pelarut yang biasa digunakan adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfide, karbon tetraklorida, benzene, dan n-heksana. Minyak dalam bahan dilarutkan dengan pelarut menggunakan alat soxhlet. Minyak yang diperoleh selanjutnya dipisahkan dari pelarutnya dengan cara diuapkan, sedangkan ampasnya harus dipisahkan dari pelarut yang tertahan, sebelum ampas tersebut dibuang atau dijadikan pupuk (Ketaren,1986).

2.4.3 Pemurnian Minyak

Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik, dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum di konsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

(9)

12

Pada umumnya, minyak dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut : 1. Pemisahan bahan berupa suspense dan disperse koloid dengan cara

penguapan, degumming, dan pencucian dengan asam. Pemisahan dilakukan dengan sentrifugasi atau penyaringan.

2. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi, yaitu reaksi asam lemak dengan alkali/basa atau disebut dengan reaksi penyabunan (saponification). Reaksi ini bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa terlarut seperti fosfatida dan asam lemak bebas. Asam lemak yang membentuk sabun akan terikut dalam fasa air dan terpisah dari lemaknya(Ketaren,1986).

3. Dekolorisasi dengan proses pemucatan (Bleaching), untuk menghilangkan zat-zat warna dalam minyak. Setelah penyerapan warna, lemak disaring dalam keadaan vakum. Beberapa metode pemucatan, diantaranya:

a. Pemucatan degnan adorbsi (penambahan adsorbing agent); cara ini dilakukan dengan menggunakan bahan pemucat seperti tanah liat (clay) dan karbon aktif.

b. Pemucatan degan oksidasi; oksidasi bertujuan untuk merombak zat warna yang ada pada minyak tanpa menghiraukan kualitas minyak yang dihasilkan, proses pemucatan ini banyak dikembangkan pada industri sabun.

c. Pemucatan dengan panas; pada suhu yang tinggi zat warna akan mengalami kerusakan, sehigga warna yang dihasilkan akan lebih pucat. Proses ini selalu disertai dengan kondisi hampa udara.

d. Pemucatan dengan hidrogenasi. Hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap yang ada pada minyak, tetapi ikatan rangkap yang ada pada rantai karbon karotena akan terisi atom H. Karotena yang terhidrogenasi warnanya akan bertambah pucat(Pasaribu,2007).

(10)

13 2.5 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan lipit netral. Lipi itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu, lipit netral, fisfatida, spingolipid, dan glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam. Sebagian besar lemak dan minyak dalam alam terdiri atas 98 – 99% trigliserida. Trigliserida adalah ester gliserol, suatu alcohol trihidrat dan asam lemak yang tepatnya disebut dengan triasilgliserol. Bila ketiga asam lemak di dalam trigliserida sama dinaman trigliserida sederhana (Simanullang,2015).

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair (Tambun,2006). Minyak merupakan bahan cair dikarenakan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Chairunisa, 2013).

Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol.Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol.Asamasam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah karbon maupun hidrogen yang berbeda pula.Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang rentan terhadap gaya tarik–menarik intermolekul,

(11)

14

(dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik (Tambun, 2006).

Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat pada atom karbon. Menurut (Tambun, 2006) berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat pada atom karbon, maka asam lemak dapat dibedakan atas:

1. Asam lemak jenuh

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak dimana dua atom hidrogen terikat pada satu atom karbon. Dikatakan jenuh karena atom karbon telah mengikat hidrogen secara maksimal.

2. Asam lemak tak jenuh

Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap.Dalam hal ini, atom karbon belum mengikat atom hidrogen secara maksimal karena adanya ikatan rangkap. Lemak yang mengandung satu saja asam lemak tak jenuh disebut lemak jenuh.

Asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh berbeda dalam energi yang dikandungnya dan titik leburnya. Karena asam lemak tak jenuh mengandung ikatan karbon-hidrogen yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada jumlah atom karbon yang sama, asam lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih sedikit selama proses metabolisme dari pada asam lemak jenuh pada keadaan dimana jumlah atom karbon sama. Asam lemak jenuh dapat tersusun dalam susunan yang rapat, sehingga asam lemak jenuh dapat dibekukan dengan mudah dan berwujud padatan pada temperatur ruangan. Tetapi ikatan rangkap yang kaku dalam lemak tak jenuh mengubah kimia dan lemak (Tambun, 2006).

(12)

15 2.6 Manfaat Minyak dan Lemak

Lemak dan minyak lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energy yang lebih efektif disbanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak memberikan energy kepada tubuh sebanyak 9 kkal tiap gram lemak. Minyak atau lemak, khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K (Simanullang,2015). Vitamin-vitamin ini dapat larut maupun ditransportasikan dengan perantara lemak (Tambun,2006).

Lemak memegang peranan yang vital dalam kesehatan kulit dan rambut melapisi tubuh terhadap benturan, menjaga temperatur tubuh, dan mempromosikan fungsi sel kesehatan. Lemak juga berfungsi sebagai cadangan energy dalam tubuh. Lemak diuraikan dalam tubuh untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Gliserol ini dapat dikonversikan menjadi glukosa oleh hati dan kemudian glukosa inilah yang digunakan sebagai sumber energy. Asam lemak juga merupakan sumber energy yang baik, terutama untuk jantung dan skeletal muscle. Lemak juga berfungsi sebagai buffer terhadap berbagai penyakit. Ketika senyawa terbentuk, baik kimia maupun biologis mencapai level yang tidak aman dalam aliran darah, lemak dapat menyimpan senyawa ini dalam jaringan lemak (Tambun,2006).

Lemak dan minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi dua golongan, yaitu lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak misalnya mentega, margarine, dan lemak yang digunakan dalam kembang gula, dan lemak yang dimasak bersama bahan pangan atau dijadikan medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goring, dan shortening. Disamping kegunaannya sebagai bahan pangan, lemak dan minyak berfungsi juga sebagai bahan dalam pembuatan sabun, sebagai bahan pelumas (misalnya minyak jarak), sebagai

(13)

obat-16

obatan seperti minyak ikan dan sebagai pengkilap cat yang berasal dari golongan minyak mongering (Simanullang,2015).

2.7 Karakterisasi Fisik dan Kimia Minyak Inti Sawit 2.7.1 Karakteristik Kimia

Minyak inti kelapa sawit mengandung hampir sejumlah asam lemak jenuh (palmitat 44% dan stearat 4%) dan asam lemak tak jenuh (asam oleat 39% dan asam linoleat 11%) (Gunstone et al., 2007).

Minyak sawit juga terdiri dari > 90% trigliserida, 2-7% digliserida, <1% monogliserida dan 3-4% asam lemak bebas dan sekitar 1% dari komponen kecil yang meliputi karotenoid, vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), sterol, fosfolipid, glikolipid , dan terpena serta alifatik hidrokarbon yang berkontribusi terhadap stabilitas dan sifat gizi minyak kelapa sawit.

Minyak kelapa sawit mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak kacang kedelai, minyak biji kapas, minyak jagung dan minyak biji bunga matahari dimana dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi (50,2 %), minyak kelapa sawit sangat cocok digunakan sebagai medium penggoreng.(Goh et al.1985)

Sifat kimia dari minyak inti kelapa sawit lainnya yang dapat dijabarkan adalah sebagai berikut:

1. Pada reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Hidrolisa ini terjadi karena adanya air atau kelembaban tinggi.

2. Penambahan sejumlah basa akan terjadi reaksi penyabunan. Jumlah asam lemak bebas dalam minyak tidak diinginkan karena akan mempengaruhi kualitas minyak.

(14)

17

3. Bila terjadi kontak dengan sejumlah oksigen, akan terjadi reaksi oksidasi yang akan menyebabkan minyak berbau tengik. (Yoeswono, 2008).

2.7.2 Karakteristik Fisika

Minyak kelapa sawit merupakan trigliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, salah satunya yaitu palmitat. Asam lemak tak jenuh merupakan penyusun minyak kelapa sawit sehingga berwujud cair pada suhu ruang.Sifat fisika minyak kelapa sawit lainnya yaitu:

Tabel 2.5Sifat fisika dari minyak inti kelapa sawit (PKO)

Sumber : Ketaren (2005)

Minyak inti kelapa sawit bersifat semi solid. Hal ini dikarenakan minyak inti kelapa sawit memiliki nilai densitas berkisar antara 0.900 – 0.903 g/mL pada suhu ruang. Suhu dapat mempengaruhi nilai densitas minyak kelapa sawit, dimana semakin tinggi suhu maka nilai densitas minyak menurun. Indeks bias minyak inti kelapa sawit pada suhu 40 oC sebesar 1.495– 1.415.

(Wulandari et al., 2011).

Sifat Minyak Inti Kelapa Sawit (PKO) Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 – 0,903

Indeks bias 40oC 1,495 – 1,415

Bilangan iod 14 – 20

(15)

18

2.8 Kandungan Lemak Padat (Solid Fat Content, SFC)

Kandungan lemak padat (SFC) merupakan fraksi lemak dalam bentuk padat (dalam %) yang terdapat di dalam suatu sampel pada suhu tertentu setelah melalui tempering suhu tertentu, yang diukur dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Bila lemak didinginkan di bawah titik leleh dari komponen bertitik leleh tertinggi, akan terdapat rasio antara lemak padat terhadap lemak cair yang tergantung pada kondisi campuran TAG, yang dikenal dengan istilah SFC. Metin dan Hartel (2005)

Sifat fisika kimia minyak dan lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kandungan lemak padat (solid fat content, SFC) (Marangobi and Narine, 2002). SFC adalah rasio dari padatan terhadap total lemak atau minyak yang dapat mempengaruhi kestabilan minyak dan lemak pada aplikasinya (Coupland, 2001; Karabulut et al 2004). SFC dapat ditentukan menggunakan spektroskopi pulsed nuclear magnetic resonance (pNMR) (Braipson and Deroanne, 2006).

SFC merupakan parameter penting di industri minyak sawit (MS) dan minyak inti sawit (MIS) yang dapat digunakan sebagai dasar dalam proses lanjutan seperti fraksinasi dan hidrogenasi. SFC juga rutin ditentukan pada indutri MS seperti industri margarin, shortening, dan cocoa butter substitute. (Haryati et al, 1998)

Nilai SFC pada produk berlemak akan berubah selama penyimpanan akibat pengaruh suhu dan lama penyimpanan. Pengujian terhadap perubahan SFC selama penyimpanan perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan fraksi lemak padat selama penyimpanan akibat pengaruh suhu dan waktu penyimpanan. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap perubahan SFC dipelajari dalam penelitian ini dengan mensimulasikan kondisi penyimpanan sesuai dengan rekomendasi Codex Alimentarius Commision (CAC) (2005). Brulenno et al. (2003)

(16)

19 2.9 Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit

Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri atas trigleserida, digleserida, dan monogleserida, asam lemak bebas, moisture, pengotor, dan komponen-komponen minor bukan minyak/lemak yang secara umum disusun oleh senyawa yang tidak dapat tersabunkan.

Asam-asam lemak penyusun minyak/lemak terdiri atas 1. Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid / SFA)

Tidak mengandung ikatan rangkap, dan secara umum penyusun lemak berasal dari sumber hewani.

2. Asam Lemak tak Jenuh (Unsaturated Fatty Acid / UFA)

Mengandung ikatan rangkap, secara umum penyusun lemak berasal dari sumber nabati dan terdiri atas;

- Mono - Unsaturated Fatty Acid / MUFA - Poly - Unsaturated Fatty Acid / PUFA (Kimirochimi,2013).

Komposisi buah kelapa sawit : tiap 100 g buah kelapa sawit mengandung H2O 26,2 g, protein 1,9 g, lemak 58,4 g , total karbohidrat 12.5 g, serat 3,2 g, abu 1,0 g, mineral Ca, P, Fe, beta karoten, vitamin riboflavin dan sedikit thiamin.

Komposisi lemak : Mmiristat 0,5-5,9%, Palmitat 32,3-47,0%, Stearat 1,0-8,5%, Oleat 39,8-52,4%, Linoleat 2,0-11,3%

Komponen dari gliserida : Oleodipalmitin 45%, Palmitodiolein 30%, Oleopalmotostearin 10%, Linoleodiolein 6-8% dan banyak mengandung gliserida jenuh seperti Ditripalmitin dan palmitostearin 6-8%

Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tak berbeda trigliseridanya hanya berbeda dalam bentuk wujudnya. Minyak bentuknya cair, lemak bentuknya padatan.

(17)

20

Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak. Asam asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun berbeda. Sifat trigliserida tergantung pada perbedaan asam lemak yang membentuk trigliserida. Perbedaan asam lemak tergantung pada panjang rantai C dan kejenuhannya.

Reaksi pembentukan trigliserida dari asam asam lemak adalah sbb:

CH2 ─OH + R1 ─COOH CH2 ─OCOR1

CH ─OH + R2 ─COOH ↔ CH ─OCOR2 + 3 H2O

CH2 ─OH + R3 ─COOH CH2 ─OCOR3

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

Asam lemak rantai C pendek titik leleh (melting point) lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air. Semakin panjang rantai C asam lemak menyebabkan titik leleh lebih tinggi. Titik leleh juga tergantung pada tingkat ketidakjenuhan. Asam yang tidak jenuh mempunyai titik leleh lebih rendah dibanding dengan asam lemak jenuh dengan panjang rantai C sama.

Komposisi asam lemak dalam minyak inti sawit pada umumnya sbb: Tabel 2.6 Kandungan asam lemak dalam PKO

Asam Lemak MinyakInti Sawit (%)

Asam Kaprilat (C8) 3 – 4 Asam Kaproat (C10) 3 – 7 Asam Laurat (C12) 46 – 52 Asam Miristat (C14) 14 – 17 Asam Palmitat (C16) 6,5 – 9 Asam Strearat (C18) 1 – 2,5 Asam Oleat (C18:1) 13 – 19 Asam Linoleat(C18:2) 0,5 – 2

(18)

21

Trigliserida atau minyak jika dihirdolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak dan 1 molekul gliserol, reaksinya merupakan kebalikan reaksi pembentukan trigliserida.

CH2 ─OCOR1 CH2 ─OH

CH ─OCOR2 + H2O ß----à CH ─COOR2 + R1COOH

CH2 ─OCOR3 CH2 ─COOR3

Trigliserida Air Digliserida FFA

Gliserida dalam minyak bukanlah gliserida sederhana tetapi merupakan campuran , yaitu molekul gliserol berikatan dengan berbagai asam lemak yang berbeda. Asam lemak yang bebas (free fatty acid, FFA) hanya dalam jumlah kecil, sebagian besar terikat sebagai ester dengan gliserol. Trigliserida dapat berbentuk padat atau cair tergantung dari asam lemak penysunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh yang titik cairnya rendah. Asam lemak rantai atom C 1 – 8 berbentuk cair, C lebih dari 8 bentuknya semipadat dan padat. Minyak sawit adalah minyak nabati semi padat.

2.10 Peranan Fisik – Kimia Pada Proses Pengolahan

Ada dua metode yang digunakan pada proses pemurnian yaitu secara fisik dan kimia. Pada dasarnya ini dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik merupakan proses yang melibatkan beberapa pengujian yang sederhana, sehingga dalam proses ini menghasilkan penghilangan warna maupun bau pada minyak. Proses awal dilakukan dengan menghilangkan lemak pada minyak kelapa sawit, proses awal ini digunakan untuk mencampurkan minyak kelapa sawit dengan asam posfat pekat dan melakukan pembersihan secara adsorpsi dengan menggunakan adsorben. Minyak kelapa sawit dicampur dengan asam posfat (konsentrasinya 0.05 – 0.2% dari minyak), setelah itu

(19)

22

dipanaskan pada suhu 90-100oC lalu di dinginkan selama 15-30 menit sebelum dialirkan kedalam alat untuk proses pemucatan, tanah bertindak sebagai adsorben (Shahidi,F., 2005)

Adsorben yang sering digunakan adalah tanah pemucatan dan karbon aktif, Pencampuran tanah pemucatan dan karbon aktif dengan perbandingan 1 :25 ternyata menaikan kemampuan daya pemucatan dibandingkan bila tanah pemucatan dan karbon aktif digunakan secara sendiri-sendiri (Pasaribu, 2004) Tanah yang digunakan pada proses ini dibutuhkan 0.8%. Proses pemucatan dilakukan dalam vacum pada tekanan 20-25 mmHg dengan suhu dari 95-110oC dengan waktu retensi dari 30-45 menit. Adsorben yang digunakan pada proses ini, disaring terlebih dahulu unutk memisahkan lemak. Kemudian minyak hasil dari proses awal tersebut dilanjutkan dengan penghilangan asam lemak bebas, lalu minyak hasil dari proses pemucatan dipanaskan pada suhu 240 – 270oC dengan menggunakan pengganti panas sebelum dipompakan pada alat penghilang bau, setelah itu diperhatikan suasan vakum pada tekana antara 2 – 5 mmHg. Pada kondisi ini asam lemak bebas yang ada dalam minyak hasil dari pemucatan (BPO) didestilasi bersama dengan senyawa-senyawa yang mudah menguap dan menghasilkan hasil ekstraksi seperti aldehil dan keton, dan hasilnya adalah Refined Bleaching Deodorized Palm Oil (RBDPO). Dimana hasil destilat dari RBDPO tersebut adalah Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) (Shahidi,F.,2005).

Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak murni yaitu pemurnian secara kimia/pemurnian dengan alkali dan pemurnian secara fisik. Pemurnian minyak mentah secara fisik adalah proses yang paling umum digunakan karena prosesnya lebih sederhana, lebuh efisien, kerugian yang lebih rendah, biaya operasi yang lebih sedikit, modal yang dikeluarkan lebih sedikit dan limbah buangannya lebih mudah ditangani. Proses awal pengolahan digunakan asam fosfat untuk menghilangkan lemak pada minyak kelapa sawit dan melakukan pembersihan secara adsorpsi dengan

(20)

23

menggunakan adsorben. Proses pemucatan melibatkan penambahan tanah liat yang diaktifkan (bleaching earth) untuk menghilangkan kotoran yang tidak diinginkan. Pemucatan dilakukan menggunakan suhu 100oC dan reaksi

berlangsung selama setengah jam. Banyaknya tanah yang dibutuhkan biasanya berada pada kisaran 0,5% - 1,0%. Kemudian minyak hasil proses awal tersebut diolah kembali memasuki tahap penghilangan bau, kandungan asam lemak yang jauh tinggi telah dinetralkan. Lalu minyak hasil dari proses pemucatan dipanaskan pada suhu 220 – 240oC, vakum pada tekanan 2 – 5Mbar. Asam lemak bebas yang ada dalam minyak hasil pemucatan distilasi dan dikumpulkan. Dimana produk samping yang diperoleh selama proses refining, bleaching, dan deodorization dari biji kelapa sawit adalah Palm Kernel Fatty Acid Distillate. Palm Kernel Fatty Acid Distillatedigunakan untuk membuat sabun, produk mandi, dan produk pembersih rumah tangga dan sebagai surfaktan, agen pembersih, pengemulsi dan pembuat busa. Kandungan asam laurat yang tinggi, membuat sabun mandi yang dihasilkan berkualitas yang sangat baik. (Bright, 2012).

Gambar

Tabel 2.3 Kriteria Matang Panen  Golongan

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, baitulmal menjadi ahli waris jika terorganisasi. Dengan demikian, jika seorang muslim meninggal dunia tidak memiliki ahli waris sama sekali, harta peninggalan

Model berbasis akrual menggunakan akrual sukarela sebagai indikator manajemen laba. Total akrual digunakan untuk mengukur akrual sukarela karena terdapat kesulitan

Salah satu kritik yang sangat mendasar yang dilontarkan Mahmud Syaltut terhadap pemikiran politik Sunni klasik dan abad pertengahan adalah bahwa, menurutnya, Islam

1. Korteks sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan(P&lt;0.05), terhadap warna keju cottage, tetapi tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap,

Ketergantungan rumah tangga peternak pada kawasan ini serta situasi sosial ekonomi rumah tangga telah mendeterminasi pilihannya dalam menerapkan sistem

Penelitian ini akan di lakukan dengan cara memberikan lembaran koesioner sebanyak 4 lembar, lembaran pertama untuk data demogarafi yang berisikan nama, jenis kelamin anak, umur

Dalam konteks politik, nama Hidayat Nur Wahid sebetulnya mulai dikenal ketika ia menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan (PK) pada 21 Mei 2000,