• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 83/PUU-XV/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 83/PUU-XV/2017"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

rtin

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 83/PUU-XV/2017

PERIHAL

PENGUJIAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

(KUHP) TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 83/PUU-XV/2017 PERIHAL

Pengujian Kitab Undang Hukum Pidana [Pasal 374] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON 1. Sugihartoyo ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Selasa, 31 Oktober 2017, Pukul 10.06 – 10.42 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Saldi Isra (Ketua)

2) Suhartoyo (Anggota)

3) Aswanto (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. M. Hakim Yunizar

2. Andy Firasadi 3. Ardian Nur Rahman

(4)

1. KETUA: SALDI ISRA

Pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 83/PUU-XV/2017 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi. Sebelum pemeriksaan pendahuluan dimulai, silakan untuk memperkenalkan diri.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDY FIRASADI

Terima kasih, Yang Mulia.

Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi. Saya Andy Firasadi selaku Kuasa Hukum dari Bapak Sugihartoyo. Yang hadir sebelah kiri saya adalah Saudara Hakim Yunizar dan di belakang itu adalah advokat magang yang namanya Ardian Nur Rahman. Terima kasih, Yang Mulia.

3. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih. Jadi, sekarang kita melakukan pemeriksaan pendahuluan. Jadi, pertama kuasa akan menyampaikan … apa namanya ... pokok-pokok dari permohonan ini. Lalu kemudian, akan ada catatan-catatan dari Majelis Panel, ya.

Oke, sekarang dipersilakan kepada Kuasa Pemohon untuk menyampaikan permohonan ini. Pokok-pokoknya saja. Sebelum kami memberikan catatan-catatan. Dipersilakan.

4. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDY FIRASADI

Terima kasih, Yang Mulia.

Pada pokoknya permohonan kami berkaitan dengan pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945. Kami selaku Kuasa Hukum Sugihartoyo, yaitu seorang dosen, yang kebetulan juga ketua dari Pepernas, dalam hal ini selaku pemohon menyampaikan hal-hal sebagai berikut.

Berkaitan dengan kewenangan Mahkamah, sudah kami sampaikan. Kemudian untuk legal standing juga sama, Yang Mulia. Kami akan masuk ke angka 3, berkaitan dengan fakta atau dasar kenapa ini harus diajukan di Mahkamah Konstitusi.

Bahwa pemohon adalah warga negara Indonesia yang menganggap hak atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh

SIDANG DIBUKA PUKUL 10.06 WIB

(5)

berlakunya undang-undang. Pemohon memiliki hak yang dijamin konstitusi, dalam hal ini berupa hak pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, hak untuk bebas dari perlakuan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Nah, pemohon telah mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya Pasal 374 KUH Pidana yang mengandung ketidakjelasan norma hukum terhadap frasa karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah itu yang tidak diartikan memiliki syarat adanya kerugian secara meteriil, Yang Mulia.

Dengan kata lain, kedudukan hukum pelapor tindak pidana penggelapan dalam jabatan sangat diperlukan untuk menentukan kualitas dan kebenaran laporan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan untuk tujuan iktikad buruk, seperti penjatuhan harkat, martabat, perampasan kemerdekaan akibat penahanan, serta pemerasan terhadap pelapor.

Pemohon berpotensi mengalami kerugian konstitusional dengan penerapan pasal tersebut, maka kemudian pada intinya berkeinginan agar proses yang akan dihadapi berikutnya tidak merugikan pemohon.

Bahwa kerugian yang dialami oleh pemohon itu juga spesifik, antara lain bahwa status pemohon pada saat ini adalah sebagai tersangka. Tersangka oleh penyidikan Kepolisian Daerah Jawa Timur, berkaitan dengan pelaksanaan Pasal 374. Sedangkan menurut pemohon, kedudukan hukum pelapor tidak memiliki legal standing pelapor dalam hal ... dalam tindak pidana penggelapan dalam jabatan, bukan karena dirugikan secara materiil.

Oleh karena tindakan penetapan tersangka tersebut, maka pemohon telah dirugikan hak konstitusionalnya mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan sewenang-wenang.

Nah, berkaitan dengan kerugian yang spesifik dan aktual yang dialami oleh pemohon dalam hal penerapan pasal yang dimohonkan pengujian tersebut, sampai dengan penetapan pemohon sebagai tersangka oleh penyidik, yang dijelaskan pada adanya tindakan diskriminatif, Yang Mulia. Hal tersebut disebabkan karena ketidakjelasan norma yang terdapat dalam rumusan Pasal 374 KUHP, khususnya frasa karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah, yang dalam pelaksanaannya tidak mensyaratkan bagi pelapor adanya kerugian materiil, sehingga penyidik menerapkan status ganda terhadap legal standing dalam perkara yang sejenis, dimana dalam perkara yang sedang dihadapi pemohon terjadi perbedaan perlakuan dalam hal penetapan tersangka, berlaku bagi pemohon dan bagi pala ... terlapor lain proses penyidikan menunggu proses keperdataan di pengadilan tinggi. Dalam hal ini ada ... sebetulnya sama, tetapi penyidik memperlakukan hal yang berbeda.

(6)

Kemudian yang secara detail berkaitan dengan objek permohonan. Bahwa sebagaimana Pasal 374 yang menyebutkan, “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan oleh karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, karena mendapatkan upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.” Bahwa menurut pemohon frasa karena ada hubungan kerja, karena pencarian, atau karena upah tersebut sepanjang tidak ada syarat bagi pelapor mengalami kerugian materiil bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945 dan seterusnya.

Kemudian masuk pokok-pokok uji materiilnya, Yang Mulia. Bahwa sebagaimana tadi saya sampaikan, pemohon adalah ketua suatu Perkumpulan Gema Pendidikan Nasional (Perpenas) Banyuwangi, sebagaimana Badan Hukum Nomor 09 dan seterusnya, kemudian keputusan menteri kehukuman dan seterusnya … Menteri Kehakiman dan seterusnya ... Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan seterusnya.

Kemudian berdasarkan Laporan Polisi Nomor LPB 163 dan seterusnya tanggal 10 Februari, Drs. Waridjan telah melaporkan pemohon ke Kepolisian Daerah Jawa Timur atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Nah, selanjutnya kemudian pada tanggal 18 Agustus 2017, berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan yang keenam Penyidik Polda Jatim meningkatkan status pemohon sebagai tersangka. Bahwa surat panggilan pertama diberikan pada penyidik jangka waktunya tidak sampai 3 hari, ini bertentangan dengan peraturan internal kapolri sendiri sebetulnya. Yang kedua, surat panggilan yang kedua diberikan tanpa adanya stempel. Nah, maka ini yang kemudian membuat pemohon dalam hal ini setelah mendapatkan telepon dari Penyidik Polda Jatim, tidak mungkin dilakukan pemanggilan lagi, sehingga akan dilakukan penjemputan paksa. Ini yang kemudian membuat klien kami atau pemohon mengalami resah. Sehingga dalam hal ini, kami berharap agar kiranya nanti kapolri dapat dihadirkan dalam persidangan atau pihak kepolisian sebagai pihak terkait atas perbuatan institusi di bawahnya.

Bahwa menurut pemohon terhadap penetapan tersangka atas dugaan tindak pidana penggelapan jabatan sebagaimana Pasal 374 KUHP yang dilakukan penyidik tersebut adalah tidak sah, mengingat pelapor tidak memiliki legal standing untuk melaporkan tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Bahwa terhadap permasalahan tersebut telah dilakukan upaya hukum pra peradilan yang diajukan oleh pemohon, Nomor Perkara 36 Pra Per/2017/PN Surabaya. Namun, praktik pra peradilan seringkali hanya terbatas pada memberikan penilaian terhadap sah atau tidaknya penetapan tersangka, penangkapan, penghentian penyidikan. Pada intinya pra peradilan kami diabaikan oleh pihak pengadilan, gitu.

(7)

Sebaliknya putusan perkara pra peradilan pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 20 Pra Per/Tahun 2015/PN Surabaya, tanggal 5 Agustus Tahun 2015 menyatakan, “Untuk sahnya laporan polisi maka diperlukan adanya legal standing dari pelapor yang disertai bukti dan sebagainya,” halaman 78 Putusan Nomor 20 Pra Per/2015/PN Surabaya. Bahwa adapun Pasal 374 KUHP menyatakan selengkapnya, “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah untuk itu diancam pidana penjara lima tahun.” Bahwa tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud Pasal 374 merupakan bentuk khusus dari tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP, unsur-unsur khusus ditentukan dalam tiga hal berupa karena ada hubungan kerja, mata pencaharian, dan mendapatkan upah.

Bahwa mengenai Pasal 374 KUHP R. Soesilo menjelaskan, “Pasal ini biasa disebut dengan penggelapan dalam pemberatan, dimana pemberatannya adalah terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya, misal berhubungan antara majikan dan buruh. Dua, terdakwa menyimpan barang itu karena jabatannya, misal tukang binatu menggelapkan pakaian yang dicucikan kepadanya. Tiga, karena mendapat upah bukan upah yang berupa barang, misalnya pekerja stasiun membawakan barang yang oleh penumpang dengan upah uang barang itu digelapkannya.”

Bahwa dengan demikian menurut pemohon tindak pidana Pasal 374 KUHP tersebut ditentukan dari timbul kerugian materiil bagi pemilik barang yang memiliki hubungan kerja, mata pencaharian, dan mendapat upah dengan pelaku. Sehingga menurut pemohon kedudukan hukum atau legal standing pelapor sangat penting dibuktikan, tidak lain untuk menentukan kualitas kebenaran terjadinya tindak pidana tersebut. Hal tersebut berkaitan pula dengan rangka menghindarkan penyalahgunaan laporan tindak pidana untuk tujuan itikad buruk dan tidak baik terhadap pelapor.

Bahwa selain itu Pasal 374 yang mengandung ketidakjelasan norma hukum dalam frasa karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah sepanjang tidak ada mensyaratkan bagi pelapor mengenai kerugian, maka secara jelas menimbulkan ketidakpastian hukum dan perlindungan atas rasa takut dan aman yang diakibatkan oleh pelaporan yang tidak bertanggung jawab.

Bahwa selain itu, rumusan frasa tersebut dalam pelaksanaannya pasal a quo dapat menimbulkan adanya perlakuan yang berbeda atau diskriminatif terhadap tersangka dalam proses peradilan pidana, dimana penanganan perkara sebagaimana fakta hukum yang sedang dihadapi oleh pemohon atau klien kami terhadap perkara yang sejenis dalam proses penyidikan untuk perkara ini menunggu proses keperdataan,

(8)

sedangkan dalam perkara permohonan pemohon ditingkatkan statusnya menjadi tersangka. Ketidakjelasan penegakan hukum akan menimbulkan kekacauan dan ketidakharmonisan dalam kehidupan masyarakat, sehingga tuntutan kepastian hukum dalam meletakkan adanya konsisten yang berumusan peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan konflik dalam pelaksanaannya.

Bahwa berdasarkan uraian di atas agar Pasal 374 menjamin kepastian hukum, maka frasa karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah untuk itu tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak memasukkan syarat bagi pelapor mengalami kerugian materiil.

Bahwa oleh karena itu, bukanlah sekadar pelanggaran dalam implementasi norma, melainkan merupakan permasalahan ketidakjelasan terhadap penafsiran norma. Maka dengan berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XI/2011 halaman 32 angka 3.15 paragraf 2 menyatakan, “Suatu norma yang tidak jelas dan menimbulkan penafsiran berbeda yang selanjutnya dapat menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap tersangka adalah ketentuan yang tidak memenuhi asas kepastian hukum.”

Bahwa dengan demikian ketentuan Pasal 374 sepanjang frasa karena ada hubungan kerja, atau karena ada pencarian, atau karena mendapat upah tetap konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sepanjang frasa karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah harus ditafsirkan sepanjang memasukan syarat bagi pelapor yang mengalami kerugian materiil.

Untuk petitum, Yang Mulia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, kami minta agar Majelis Hakim Konstitusi agar menjatuhkan putusan sebagai berikut.

1. Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya.

2. Frasa karena ada hubunga kerja, atau karena pencarian, atau mendapat upah itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah konstitusional berdasarkan dengan … berdasarkan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang frasa karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah untuk itu harus ditafsirkan memasukkan syarat bagi pelapor mengalami kerugian materiil.

3. Memerintahkan untuk memuat putusan dalam Berita Acara Negara. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

(9)

5. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih. Pokok-pokok permohonannya sudah disampaikan. Nah, sekarang kami akan memberikan beberapa catatan, masukan yang mungkin bisa dipertimbangkan oleh Pemohon. Pertama, kami selalu mengingatkan di setiap … hampir di setiap Panel bahwa permohonan itu harus mampu mendeskripsikan secara jelas bahwa inti persoalan itu adalah terletak pada pengujian norma, bukan menguji peristiwa konkret, dan juga bukan menilai penerapan hukum. Itu bukan wilayah Mahkamah konstitusi. Nah, itu penting agar … apa namanya … arah permohonan itu mau dikemanakan oleh Pemohon. Itu yang pertama.

Yang kedua, soal legal standing. Boleh saja Pemohon menyampaikan kasus konkret yang dihadapi, tapi itu kemudian harus dijelaskan dalam konteks syarat pemenuhan legal standing yang ada dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi, maupun yang ada dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan legal standing itu.

Nah, hal yang penting yang perlu dikemukakan adalah bahwa di dalam alasan-alasan mengajukan permohonan itu, permohonan ini sebetulnya masih terbawa ke pengalaman kasus konkret. Misalnya, di permohonan itu disebut bahwa penyidik tidak sah melakukan ini. Itu kan bukan wilayahnya Mahkamah Konstitusi. Bahwa Anda tidak setuju misalnya dengan upaya-upaya awal yang dilakukan oleh penyidik, itu kan bukan wilayahnya Mahkamah Konstitusi. Jangan terlalu banyak berhabis hari menceritakan poin-poin terkait dengan apa? Dengan soal-soal kasus konkret itu.

Yang kami perlukan adalah kalau Pemohon mendalilkan bahwa pemberlakuan pasal yang dipersoalkan di sini, Pasal 374 itu yang dianggap inkonstitusional, lalu dikontes dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2), harus jelas bangunan argumentasinya. Mengapa? Kalau pasal itu tidak dilakukan pengecekan, penilaian, lalu dia bertentangan dengan konstruksi yuridis yang ada dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2). Tidak sekadar menyebutkan, tapi harus jelaskan mengapa Pasal 374 itu didalilkan oleh Pemohon bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2). Nah, itu sebetulnya belum kelihatan secara lebih tajam di alasan-alasan mengajukan permohonan.

Nah, oleh karena itu karena ini baru apa … pemeriksaan pendahuluan, mungkin itunya yang dipertajam oleh Pemohon. Sehingga kami tidak beranggapan bahwa Pemohon sedang menguji kasus konkret ke Mahkamah Konstitusi. Nah, itu. Itu penting untuk dipahami oleh Pemohon, terutama untuk memperkuat permohonan ini. Dan banyak sekali cerita penerapan ... penerapan hukum sebetulnya lebih mendominasi dibandingkan bangunan argumentasi terhadap ketentuan yang ada dalam konstitusi.

(10)

Catatan saya yang terakhir, mungkin harus hati-hati juga, ya. Misalnya, di bagian terkahir permohonan itu, “Apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.” Penulisan bahasa latinnya itu coba dicek lagi. Ex aequo kalau tidak salah itu yang benarnya, et bono, bukan seperti ini. Tapi, coba dicek lagi yang penulisan bahasan latinnya itu. Jadi, ini karena bukan bahasa kita, jadi harus hati-hati betul kita menulis yang seperti itu. Itu catatan ... apa ... catatan awal dari saya.

Selanjutnya, Yang Mulia Prof. Aswanto.

6. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Terima kasih. Saudara Pemohon, ya, ini secara sistematisasi, saya kira sudah memenuhi persyaratan hukum acara kita. Tetapi pada bagian-bagian tertentu menurut saya perlu ada elaborasi lebih lanjut lagi. Misalnya, pada bagian legal standing. Pada bagian legal standing perlu elaborasi, sehingga nampak bahwa memang Pemohon mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya norma yang diuji. Ya, walaupun di dalam permohonan Pemohon sudah menyampaikan bahwa kerugian konstitusional yang dialami adalah karena tidak adanya kepastian hukum yang dialami oleh Pemohon.

Nah, ini perlu dielaborasi lebih jauh kepastian hukum yang dimaksud tentu dikaitkan dengan norma itu, kepastian hukum yang dimaksud di dalam pasal ... Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dijadikan sebagai dasar atau landasan pengujian. Itu perlu dielaborasi lebih komprehensif lagi, sehingga nampak bahwa memang ini bukan ... apa ... bukan kasus konkret saja, tapi memang ini persoalan norma. Kalau kita baca sepintas, ini kan kelihatan ... apa ... kerugian-kerugian yang dialami ... apa namanya ... belum bisa meyakinkan, saya terutama, belum bisa yakin bahwa ini karena persoalan norma. Karena kalau kita lihat norma yang ada di dalam Pasal 374 ... Pasal 374, ya, itu soal penggelapan. Saudara juga sudah menguraikan unsur-unsur pasal itu, tapi kemudian tetap Anda merasa bahwa ... tetap Pemohon merasa bahwa ini ada ... ada kerugian konstitusional yang ditimbulkan oleh norma ini, sehingga Saudara meminta untuk dimaknai, gitu ya. Itu yang pertama di legal standing.

Yang kedua ... tapi saya lupa tadi, saya mundur ini ... mestinya Saudara cantumkan nomor ... Undang-Undang KUHP itu kan ada nomornya. Di bagian awal itu, kan? Permohonan pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 1, ya, Nomor 1 Tahun 1946, ya, tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Lalu, pasal yang diminta diuji, dicantumkan di situ. Kemudian, pasal ... pasal ... mestinya pasal yang dijadikan landasan pengujian juga sudah disebut di situ, di bagian awal, sehingga kita lebih mudah me ... apa ... melihat bahwa pasal mana yang dijadikan sebagai

(11)

landasan pengujian. Ini ada dua pasal yang Saudara gunakan, ya, yang dijadikan sebagai dasar pengujian. Nah, itu disebut di awal.

Lalu kemudian, pada bagian posita. Di bagian posita ini, Saudara sudah mengurai sebenarnya banyak hal. Tetapi kemudian ... ya, memang uraiannya sudah ... sudah banyak, tetapi kemudian ini yang belum bisa meyakinkan. Bahwa sama dengan pada bagian legal standing tadi, belum bisa meyakinkan. Bahwa ini memang ... kerugian ini timbul karena persoalan norma. Karena Mahkamah kan tidak menangani ... apa ... bukan kewenangan Mahkamah untuk menangani kasus faktual, gitu ya. Bahwa Saudara menganggap kerugian yang timbul itu karena tidak adanya kepastian hukun disebabkan ada beberapa hal yang menurut Saudara mestinya ditambahkan, misalnya harus ada ... ada hubungan keperdataan. Nah, ini juga sekali lagi perlu di ... dipertegas, gitu.

Lalu, pada bagian ... apa namanya ... bagian petitum. Nah, ini bagian petitum, ini Saudara me ... ya, coba Saudara lihat di petitum yang nomor 2, ya, “Frasa karena ada hubungan kerja, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah untuk itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa karena ada hubungan, atau karena pencarian, atau karena mendapat upah itu tidak dimaknai,” ini tidak dimaknai dua kali, ya. Tidak dimaknai … maknai laporan pidana terhadap perkara pasal a quo disyaratkan adanya hubungan keperdataan, gitu.

Nah, itu yang … mestinya ini yang … yang Saudara minta di petitum ini, ini yang Saudara harus klirkan uraiannya pada bagian posita. Itu yang tidak … tidak nampak itu.

Jadi, ada benang merah mulai dari … apa … legal standing, kalau yang bagian awal tadi kewenangan Mahkamah, Saudara sudah menguraikan bahwa karena yang diminta diuji adalah undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka Mahkamah punya kewenangan untuk melakukan pengujian, tapi kemudian di bagian legal standing yang Saudara perlu elaborasi lebih jauh lagi. Kemudian, dilanjutkan pada bagian posita, dan kemudian terakhir, di petitum itu harus kelihatan benang merahnya bahwa ini memang persoalan norma, ya.

Itu saya kira yang perlu Saudara lakukan … apa namanya … eloborasi lebih komprehensif lagi. Dari saya cukup, Prof.

7. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih, Yang Mulia Hakim Aswanto. Berikutnya Yang Mulia Hakim Suhartoyo.

(12)

8. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya, terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saya tambahkan sedikit saja, Pak, dari Kuasa Pemohon.

Tadi legal standing sudah dijelaskan, memang di kewenangan Mahkamah itu mesti harus menunjuk Undang-Undang Nomor 1/1946, ya, KUHP itu kalau enggak salah, sebutkan dengan pasal-pasalnya. Karena pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 baru Mahkamah punya akses untuk mengadili perkara ini.

Kemudian, legal standing-legal standing masuknya dari kasus konkret, memang firm sebenarnya di situ, tapi memang sekali lagi ini bukan pengujian … bukan apa … pengadilan terhadap penegasan kembali Mahkamah akan menilai kasus konkret, memang itu norma. Tapi memang harus Bapak bisa jelaskan mungkin nanti di posita, ya … saya langsung posita saja. Bahwa barangkali Mahkamah perlu dijelaskan oleh Bapak, oleh Pemohon bahwa yang Bapak maksud ada hubungan keperdataan itu apakah dalam konteks sebagai syarat untuk mengajukan laporan tindak pidananya sebagai pelapor ataukah unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 374 itu sebenarnya adalah hubungan keperdataan? Itu harus dibedakan.

Kalau unsur-unsur yang terkandung di dalam Pasal 374 itu memang itu hubungan keperdataan. Karena pegawai atau karyawan yang kemudian ada hubungan kerja, ya kan? Dalam sebuah perusahaan atau pekerja pada orang lain yang kemudian dia mendapat upah, mendapat upah, atau karena itu sebagai mata pencaharian, sehingga dia melakukan penggelapan karena jabatannya itu. Kalau itu firm bahwa itu ada hubungan keperdataan di dalam.

Jadi, kalau itu yang dimaksudkan berarti sudah tidak perlu dipersoalkan lagi, tapi kalau kemudian pelaporannya adalah harus ada hubungan keperdataan, nah Bapak juga harus hati-hati.

Apakah setiap nanti pasal-pasal yang berkaitan dengan kerugian materiil harus juga ada hubungan keperdataan? Kalau syarat-syarat itu kemudian menjadi pra syarat, apakah tidak merusak konstruksi atau bangunan asas-asas hukum pidana bahwa yang bisa melapor itu sebenarnya siapa sih? Kalau dalam delik aduan, itu absolut, mesti harus korban, ya kan? Tapi dalam delik yang bukan aduan, apakah harus orang yang dirugikan? Itu Bapak bisa jelaskan oleh mah … kepada kami.

Apakah setiap dalam tindak pidana yang tidak delik aduan, itu harus … syaratnya harus dilaporkan oleh orang yang dirugikan? Nah, pondasi ilmu itu yang Bapak mesti harus yakinkan kepada kami. Kalau tidak nanti akan mempengaruhi sendi-sendi, asas-asas hukum pidana yang lain bahwa persyaratan untuk melaporkan terhadap delik yang bukan aduan harus orang dirugikan. Nanti kan jadi menimbulkan ketidakpastian nanti. Mungkin ada dimensi keperdataannya. Misalnya begini, Pak, tig … 362, pencurian, apakah yang melapor kemudian

(13)

korban? Orang yang kehilangan barangnya? Karena dimensi keperdataannya ada lho, Pak. Setiap korban tindak pidana pencurian, disamping pelakunya sudah bisa ditindak … dipidana. Bisa, tidak korban menuntut perdata? Tidak tertutup kemungkinan bisa, ya kan? Semua dimensinya ada perdatanya, Pak. Tapi, harus dibedakan syarat untuk melapor. Itu … itu harus diingat.

Kami tidak kemudian membatasi ruang Bapak untuk memperjuangkan hak-hak Bapak … klien Bapak itu, tapi mohon diperhatikan nanti akan berpengaruh enggak dengan sendi-sendi, asas-asas hukum pidana yang lain-lainnya. Karena setiap tindak pidana pasti mengandung dimensi keperdataan yang kalau kemudian dikaitkan yang pelaporan harus orang yang dirugikan. Nah, akan meru ... merus ... apa ... akan berpengaruh kepada prinsip-prinsip ini delik aduan, ini delik bukan aduan. Kalau delik aduan, an sich harus korban. Bahkan kalau anak yang tidak ... di bawah umur pun harus diwakili oleh orang yang sudah mampu, misalnya dalam tindak pidana kesusilaan, misalnya. Korban masih anak-anak untuk melaporkan harus sudah memenuhi syarat, sudah di pandang dewasa. Itu karena sedemikian syarat mutlaknya bahwa itu harus ada delik … harus ada pengaduan dari korban.

Nah, kalau yang bukan pengaduan, pelaporan itu harus syaratanya apakah harus orang yang punya hubungan keperdataan itu? Nah, itu nanti yang akan remen-remen, kalau Bapak orang Jawa kan tahu remen-remen, itu kan nanti pasal-pasal yang lain kontruksinya, wah repot nanti kalau setiap orang yang harus melapor itu harus orang punya hubungan keperdataan. Setiap perkara pidana itu kalau menimbulkan kerugian, baik moril maupun ... baik materiil maupun immateriil itu ada dimensi keperdataan itu di situ, hati-hati.

Jadi, jangan kemudian hanya persoalan ini soal ... mohon maaf, ya, ‘mungkin ada ketidakpuasan’ ada yang kemudian Bapak sudah memperjuangkan lewat pra peradilan juga. Sebenarnya pra peradilan bisa, Bapak anu tentang penetapan tersangka bisa. Kan penetapan tersangka itu kan hulunya pada proses penyidikan, Pak. Memang Pasal 77 tidak mengatur sah/tidaknya penyidikan, kan. Hanya sah/tidaknya penghentian penyidikan dan penuntutan. Tapi sah dan tidaknya proses penyidikan dan proses penuntutan itu, itu tidak diatur di Pasal 77. Tapi kan ending-nya, kalau penyidikan itu kan ending-nya ada di penetapan tersangka. Kalau ada … di hulu ada persoalan, mestinya di hilir bisa kita persoalkan legalitasnya sebenarnya.

Jadi, bisa di anu ... di apa ... diperjuangkan di pra peradilan juga. Tapi kalau kemudian di sana ditolak pra peradilan, terus Bapak mungkin melihat ini ada persoalan norma kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum. Nah, itu mohon Bapak cermati sekali lagi berilah pandangan Mahkamah Konstitusi bahwa ini delik aduan, apa delik bukan aduan? Kemudian kalau delik aduan ... eh, kalau bukan aduan harus disyaratkan

(14)

harus ada hubungan keperdataan. Bagaimana nanti Pasal 372? Embrionya penggelapan, ya kan? Ini Pasal 374 ini kan delik penggelapan yang di ... dengan pemberatan karena dalam jabatan, ancaman pidananya lebih berat dari Pasal 372, tapi embrionya kan ... bukan embrionya kan rumah dasarnya ada di Pasal 372, itu. Jadi mohon di … di anu itu saja.

Jadi, biar nanti Bapak jangan apa ... ada semacam halusinasi, gitu lho. Ini persoalan norma, padahal apa ya norma benar, apa .... nah, nanti kalau Bapak firm bahwa ini, ya, ini ada persoalan norma, saya yakin sekali. Nah, bagaimana dengan syarat-syarat pelaporan tindak pidana yang lain? Yang kaitanya dengan timbulnya kerugian materi. Itu kan secara tidak langsung akan tergerus semua itu nanti kalau tidak hati-hati di situ, mau tidak mau Mahkamah ... berbahaya bagi Mahkamah, nanti Mahkamah ... wah. Karena putusan Mahkamah itu luar biasa anu apa ... imbasnya untuk apa ... rujukan-rujukan para anu ini penegak hukum dan pengamat ini luar biasa nanti. Itu saja barangkali dari posita.

Kalau dari petitum saya kira, ya, juga karena mintanya itu, ya, barangkali tidak ... sudah pas itu kalau yang dimohon itu. Tapi kalau bisa mohon dipikirkan ulang, kalaupun firm tetap diajukan berilah pondasi-pondasi yang kuat tentang bahwa ini perlu ada hubungan keperdataan itu karena ini syarat yang mengajukan pelaporan harus yang dirugikan. Nah, itu pengaruh kebangunan delik aduan dan delik bukan itu sejauh mana itu yang Bapak harus yakinkan kami, jangan kami nanti ... saya kira sudah paham meskipun saya tidak secara … dengan bahasa yang sederhana bahwa maksud saya apa itu Bapak mungkin bisa menerjemahkan, ya.

Barangkali itu, Pak Ketua. Terima kasih.

9. KETUA: SALDI ISRA

Terima kasih. Jadi, itu beberapa catatan dari Majelis Panel. Saudara diberi waktu untuk melalukan perbaikan maksimal 14 hari. Jadi, perbaikan paling lambat diserahkan Senin, 13 November 2017, pukul 10.00 WIB, paling lambat. Jadi, kalau bisa lebih cepat, enggak ada masalah, ya. Ada catatan, tambahan segala macam? silakan.

10. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDY FIRASADI

Begini, Yang Mulia. Jadi, saya agak sedikit lupa menyampaikan bahwa stressing kami adalah itu lebih mempertegas (...)

(15)

11. KETUA: SALDI ISRA

Ya, nanti diperbaikan saja, enggak usah (…) 12. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDY FIRASADI

Begitu, ya? Ya, oke, ya. 13. KETUA: SALDI ISRA

Ya. Karena yang kita baca itu yang di tulis di permohonan begitu. 14. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDY FIRASADI

Oke, ya. Terima kasih, Yang Mulia. Ya, terima kasih, siap. 15. KETUA: SALDI ISRA

Kalau misalnya ini diteruskan, itu juga mau dikirim ke pemerintah dan DPR. Jadi, yang dibaca dari permohonan itu kan yang mereka jawab nanti atau yang akan mereka jelaskan, ya, itu.

Oke, ada lagi? Kalau tidak ada lagi. Pemeriksaan Perkara Nomor 83/PUU-XV/2017 kita anggap selesai dan sidang ditutup.

Jakarta, 31 Oktober 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d.

Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 10.42 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak kedua cavum nasi sempit, sekret bening, konka inferior berwarna livide , terdapat massa lunak, bertangkai, bulat,

Mahasiswa juga belum terbiasa melakukan pembelajaran dengan metode penugasan kelompok sehingga masih banyak mahasiswa yang berdiskusi dengan teman dari kelompok

Hasil penelitian ini, yaitu perbedaan kelas sosial yang ada pada cerpen “Perkawinan Mustaqimah” karya Zulfaisal Putera yang terbagi menjadi dua, yaitu golongan sangat

Dengan adanya modul pengembangan bimbingan kelompok untuk mencegah perilaku seks bebas pada peserta didik, diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan

Dalam proses penelitian ini peneliti berperan langsung, bertindak sekaligus sebagai instrument dalam pengumpulan data, karena penelitian ini dilakukan dengan fokus

Untuk kegiatan sholat wajib dhuhur dan ashar berjamaah siswa berada di tanggung jawab pihak sekolah karena setiap waktunya sholat dhuhur dan sholat ashar siswa di

zingiberi asal Temanggung dan Boyolali yang telah disimpan dalam medium tanah steril selama enam tahun masih tumbuh dengan baik pada medium PDA dan memenuhi cawan Petri setelah

Pengkajian transtivitas terhadap pidato kampanye Ahok pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 menghasilkan tiga simpulan, yakni 1) seluruh tipe transitivitas