• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Pengertian Perencanaan

Perencanaan merupakan proses persiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu (Kunarjo, 2002: 14). Perencanaan merupakan langkah awal dalam melaksanakan suatu tujuan tertentu yang menyangkut pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan. Pada haketnya perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti (peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit ( Rengganis, 2008:1).

Secara umum perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi dan kemudian menyajikan dengan jelas strategi, taktik dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan secara menyeluruh (Erly Suandy, 2001:2). Langkah-langkah dalam menyusun perencanaan, yaitu:

a. Perumusan Tujuan

Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya secara tidak efektif;

b. Perumusan Masalah

Kegiatan ini sangat penting untuk dianalisa dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut;

(2)

Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan;

d. Pengembangan Alternatif e. Pemilihan Alternatif

Pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai alternatif yang ada;dan

f. Pengembangan rencana derivatif 2. Pengertian Pembangunan

Pembangunan merupakan arah untuk memperbaiki suatu keadaan, pembangunan itu tiada lain adalah suatu usaha perubahan untuk menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma norma tertentu ( I Nyoman Beratha, 1982:65). Perubahan perubahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dalam bermasyarakat, antara lain potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia, yang di gunakan sebaik baiknya. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yang menyatakan :

a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; b. Memajukan kesejahteraan umum;

c. Mencerdaskan kehidupan bangsa;dan d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 maka harus diketahui keadaan apa yang telah diperbaharui, dan cita cita yang hendak dicapai. Dengan begitu akan dapat ditentukan serta ditetapkan jalan tentang bagaimana mengubah keadaan yang satu menjadi yang lain sebagaimana yang dicita-citakan ( I Nyoman Beratha. 1982:66).

Dalam pengertian pembangunan para ahli memberikan berbagai macam definisi tentang pembangunan, namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Adapun memberikan pengertian yang lebih sederhana tentang pembangunan yaitu suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana, upaya untuk memahami makna dan strategi pembangunan yang

(3)

tepat telah melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu akibatnya konsep pembangunan menjadi multi interpretable namun disamping itu pembangunan harus dipahami sebagai proses multi dimensional dan mencakup perubahan orientasi dan sistem organisasi sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan.

struktur masyarakat, perilaku, kelembagaan, perkembangan ekonomi, pengurangan kepincangan, dan penghapusan kemiskinan absolut dari Live sustainance atau terpenuhinya kebutuhan dasar manusia berupa sandang, pangan papan, kesehatan, dan perlindungan dari ancaman, (2) self esteem, kemampuan untuk menjadi diri sendiri, (3) freedom for survitude, yaitu kemampuan untuk memilih secara bebas (Ginanjar Kartasasmita, 1997:9).

Pembangunan masyarakat desa dapat dilakukan berdasarkan 3 azas, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas kekuatan sendiri, (3) azas pemufakatan bersama. Azas pembangunan integral ialah pembangunan yang seimbang dari semua segi masyarakat desa. Azas kekuatan sendiri adalah tiap-tiap usaha pertama-tama harus berdasarkan kekuatan sendiri, azas pemufakatan bersama ialah pembangunan harus dilaksanakan secara benar untuk menjadi kebutuhan masyarakat desa dan putusan untuk melaksanakan proyek bukan atas prioritas atasan tetapi merupakan keputusan bersama anggota masyarakat desa. Disamping itu strategi desa yang telah dikembangkan antara lain pendekatan dari atas (top down), pendekatan dari bawah (bottom up) dan pendekatan pengelolaan mandiri oleh masyarakat desa (community base management). Pendekatan dilaksanakan berdasarkan jalan pikiran bahwa masyarakat desa adalah pihak yang bodoh dan belum dapat memikirkan serta mengerjakan apa yang baik untuk mereka. Jadi semua segi kehidupan dirancang dan diturunkan dari pemerintahan. Pendekatan bottom up dilaksanakan dengan asumsi bahwa masyarakat desa telah memiliki kemampuan untuk memikirkan dan mengerjakan kebutuhannya sendiri dan pemerintah hanya turut serta dalam sistem administrasinya. Pendekatan community base management sebenarnya bukan gagasan baru namun muncul

(4)

dan digali dari masyarakat setempat yang diangkat dari praktek masyarakat tradisional dalam mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan ekonomi bersama dalam desa tanpa campur tangan pemerintah ( Tjokrowinoto, 1999:35).

Pembangunan desa dengan berbagai masalahnya merupakan pembangunan yang berlangsung menyentuh kepentingan bersama. Dengan demikian desa merupakan titik sentral dari pembangunan nasional Indonesia oleh karena itu, pembangunan desa tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja, tetapi harus melalui koordinasi dengan pihak lain baik dengan pemerintah maupun masyarakat secara keseluruhan. Dalam merealisasikan pembangunan desa agar sesuai dengan apa yang diharapkan perlu memperhatikan beberapa pendekatan dengan ciri-ciri khusus yang sekaligus merupakan identitas pembangunan desa itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh C.S.T Kansil, yaitu :

1) Komprehensif multi sektoral yang meliputi berbagai aspek, baik kesejahteraan maupun aspek keamanan dengan mekanisme dan sistem pelaksanaan yang terpadu antar berbagai kegiatan pemerintaha dan masyarakat;

2) Perpaduan sasaran sektoral dengan regional dengan kebutuhan essensial kegiatan masyarakat;

3) Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan keseluruhan pedesaan termasuk desa-desa di wilayah kelurahan;

4) Satu kesatuan pola dengan pembangunan nasional dan regional dan daerah pedesaan dan daerah perkotaan serta antara daerah pengembangan wilayah sedang dan kecil; dan

5) Menggerakan partisipasi, prakaras dan swadaya gotong royong masyarakat serta mendinamisir unsur-unsur kepribadian dengan teknologi tepat waktu (C.S.T Kansil, 1983: 251).

3. Tinjauan Tentang Perencanaan Pembangunan

Perencanaan menurut Lembaga Administrasi Negara berarti memilih prioritas dan cara atau alternatif untuk mencapai tujuan, pengalokasian sumber

(5)

daya, bertujuan mencapai tujuan, berhubungan dengan masa depan, serta kegiatan yang terus menerus. Pengertian perencanaan pembangunan dapat dilihat berdasarkan unsur-unsur yang membentuknya yaitu: perencanaan dan pembangunan. Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pengertian pembangunan menurut Siagian adalah suatu usulan atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakuakn secara sadar oleh suatu bangsa negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Riyadi dan Bratakusumah, 2004: 4).

Fungsi perencanaan adalah sebagai alat untuk memilih, merencanakan untuk masa yang akan datang, cara untuk mengalokasikan sumber daya serta alat untuk mencapai sasaran, dan apabila dikaitkan dengan pembangunan yang hasilnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan, memenuhi kebutuhan masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna, serta mencapai tujuan yang diinginkan, maka perencanaan itu sangat diperlukan agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah, efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya dan dana. Sedangkan pembangunan dalam perencanaan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui apa yang dilakukan secara terencana.

Setiap bentuk perencanaan pasti mempunyai implikasi atau aspek sosial, karenanya dapatlah dianggap bahwa perencanaan sosial harus merupakan bentuk arahan bagi seluruh rangkaian kegiatan perencanaan itu sendiri. Perencanaan jenis ini biasanya dipakai pemerintah atau badan lainnya guna mengatasi masalah perubahan ekonomi dan masalah sosial pada umumnya. Perencanaan ini dikenal dengan perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/acuan/dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan, karena itu perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif (dapat

(6)

melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mapu menyentuh kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan baik internal maupun eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan. Dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai area pembangunan sehingga terbentuk konsep perencanaan pembangunan daerah, keduanya menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu konsep perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam daerah tertentu dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tetapi berpegang pada asas prioritas ( Riyadi dan Bratakusumah, 2004: 6).

Perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan di atas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan sebagai data primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan baik yang bersifat fisik (mental spiritual) dalam rangka pencapaian tujuan yang lebih baik.

Mekanisme perencanaan pembangunan di Indonesia telah diterapkan secara luas mulai pertengahan tahun 1980-an. Mekanisme perencanaan tersebut menggunakan kombinasi antara pendekatan dari bawah (bottom up approach) dan dari atas (top down approach). Terdapat enam tahap yang dilalui, mulai dari musyawarah pembangunan desa (musbangdes), Diskusi unit daerah kerja pembangunan (UDKP) di tk Kecamatan, rapat koordinasi pembangunan (rakorbang) di tk Kabupaten/Kota, Provinsi, konsultasi regional pembangunan dan konsultasi nasional pembangunan (konasbang). Perluasan otonomi daerah yang semakin dititikberatkan kepada kabupaten/kota akan membawa

(7)

konsekuensi dan tantangan yang cukup berat bagi pengelola administrasi negara di daerah, baik dalam tahap perumusan kebijakan maupun implementasinya program-program pembangunan, oleh karena itu model pembangunan daerah di masa kini dan masa depan perlu difokuskan kepada pengembangan masyarakat lokal. Model pembangunan itu dilakukan melalui perubahan paradigma pembangunan ke pembangunan partisipatif untuk mendapatkan hasil perencanaan pembangunan daerah yang baik, tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna dan berhasil guna, dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, karena masyarakat sebagai salah satu unsur dalam pembangunan, tentunya dapat mengetahui sekaligus memahami apa yang ada di wilayahnya, disamping itu dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakatnya, sehingga mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan yang jelas akan sangat menguntungkan bagi pelaksanaannya. 4. Tinjauan tentang Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, perlu kiranya diketahui perkembangan pembangunan di daerah yang selama ini dilakukan oleh pemerintah karena peran pemerintah dalam pembangunan yang selama ini tidak terlepas dari peran masyarakat maka keberadaan masyarakat juga tidak dapat dipandang sebelah mata dalam kehidupan bernegara dan dalam kegiatan pembangunan. Partisipasi selain telah menjadi kata kunci dalam pembangunan, juga menjadi salah satu karakteristik dari penyelenggaraan pemerintah yang baik. Secara etimologi, partisipasi berasal dari bahasa inggris participation yang berarti mengambil bagian/keikutsertaan. Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia dijelaskan partisipasi berarti hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan,keikutsertaan, peran serta.

Dampak penting dan positif dari perencanaan partisipatif, dengan adanya partisipasi masyarakat yang optimal dalam perencanaan diharapkan dapatmembangun rasa pemilikan yang kuat dikalangan masyarakat terhadap hasil-hasil pembangunan yang ada. Pada dasarnya masyarakat dapat dilibatkan

(8)

secara aktif sejak tahap awal penyusunan rencana. Keterlibatan masyarakatdapat berupa: (1) pendidikan melalui pelatihan, (2) partisipasi aktif dalam pengumpulan informasi, (3) partisipasi dalam memberikan alternatif rencana dan usulan kepada pemerintah ( Soemarmo, 2005 :26).

Partisipasi masyarakat pada dasarnya diperlukan sejak awal dalam perencanaan pembangunan. Substansi dari partisipasi adalah bekerjanya suatu sistem pemerintahan dimana tidak ada kebijakan yang diambil tanpa adanya persetujuan dari rakyat, sedangkan arah dasar yang akan dikembangkan adalah proses pemberdayaan, lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan pengembangan partisipasi adalah:

Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat secara mandiri (otonom) mengorganisasi diri, dan dengan demikian akanmemudahkan masyarakat menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak berbagai kecenderungan yang merugikan. Kedua, suatu partisipasi tidak hanya menjadi cermin konkrit peluang ekspresi aspirasi dan jalan memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan masyarakat. Ketiga, bahwa persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat (Juliantara, 2002: 89-90).

Literatur klasik selalu menunjukan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program pembangunan, tetapi makna substantif yang terkandung dalam sekuen-sekuen partisipasi adalah voice, akses dan control (Juliantara, 2002:90-91). Pengertian dari masing-masing sekuen tersebut di atas adalah:

a. Voice, maksudnya adalah hak dan tindakan warga masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan dan tuntutan terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan pemerintah.

b. Akses, maksudnya adalah mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta terlibat aktif mengelola barang-barang publik, termasuk didalamnya akses warga terhadap pelayanan publik.

c. Control, maksudnya adalah bagaimana masyarakat mau dan mampu terlibat untuk mengawasi jalannya tugas-tugas pemerintah. Sehingga nantinya akan

(9)

terbentuk suatu pemerintahan yang transparan, akuntabel dan responsif terhadap berbagai kebutuhan masyarakatnya.

melibatkan kepentingan masyarakat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung) tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat,maka akan sangat sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat (Alexander Abe, 2002:81).

Gambar 1

Langkah-langkah perencanaan partisipatif yang disusun dari bawah

Merancang Anggaran Langkah rinci

Rumusan tujuan Identifikasi daya dukung

Perumusan masalah Penyelidikan

Sumber: Alexander Abe (2001:100)

Langkah-langkah di atas, dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut: 1) Penyelidikan, adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan

mengumpulkan persoalan-persoalan bersifat lokal yang berkembang di masyarakat.

2) Perumusan masalah, merupakan tahap lanjut dari proses penyelidikan. Data atau informasi yang telah dikumpulkan diolah sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang lebih lengkap, utuh dan mendalam.

3) Identifikasi daya dukung, dalam hal ini daya dukung diartikan sebagai dana konkrit (uang) melainkan keseluruhan aspek yang bisa memungkinkan target yang telah ditetapkan.

(10)

4) Rumusan Tujuan Tujuan adalah kondisi yang hendak dicapai, sesuatu keadaan yang diinginkan (diharapkan), dan karena itu dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya.

5) Langkah rinci Penetapan langkah-langkah adalah proses penyusunan apa saja yang akan dilakukan. Proses ini merupakan proses membuat rumusan yang lebih utuh, perencanaan dalam sebuah rencana tindak.

6) Merancang anggaran, disini bukan berarti mengahitung uang, melainkan suatu usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya yang tersedia.

Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksnakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan dengan keberadaan proyek tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan harus diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorban kepentingan diri sendiri, selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam keadaan yang paling ideal keikutsertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat partisipasi rakyat. Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya sendiri, maka semakin besar pula kemampuan mereka dalam pembangunan. Masyarakat harus dapat membantu dirinya sendiri dalam pembangunan, hal ini dapat dicapai apabila ada kesempatan bagi mereka untuk melakukan komunikasi dengan pihak terkait, sehingga program apapun yang direncanakan sudah selayaknya memperhatikan situasi setempat dan kebutuhan masyarakat sebagai kelompok sasaran, yang selanjutnya mereupakan salah satu persyaratan agar kegiatan dapat dilaksanakan sesuai harapan dan masyarakat secara sukarela melakukan pengawasan guna dapat mewujudkan tujuan dari kegiatan yang dicanangkan. Semakin mantap tingkat komunikasi yang dilakukan maka semakin besar pula

(11)

terjadinya persamaan persepsi antara para stakeholders pembangunan (Mikkelsen, 2001:64).

Hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah hendaknya masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan secara proposional sesuai dengan peranannya masing-masing. Ini berarti partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat penting, karena masyarakat dituntut untuk dapat menentukan apa yang ingin dicapai, permasalahan apa yang dihadapi, alternatif apa yang kiranya dapat mengatasi masalah itu, dan alternatif mana yang terbaik harus dilakukan guna mengatasi permasalahan tersebut. Disadari bahwa dalam perencanaan pembangunan peran masyarakat sangat penting, namun kemampuan masyarakat pada umumnya masih relatif terbatas. Masih kurang dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga diskusi intensif antara pihak berkepentingan (stakeholders), baik dari unsur pemerintah, akademi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha terkait perlu diselenggarakan untuk dapat saling melengkapi informasi dan menyamakan persepsi tentang kebijkaan yang akan diputuskan oleh aparat tersebut.

Perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dlihat dari 2 hal, yaitu:

a) Partsipasi dalam perencanaan

Segi positif dari partsipasi dalam perencanaan adalah program-program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama. Disini dapat ditambahkan bahwa partisipasi secara langsung dalam perencanaan hanya dapat dilaksanakan dalam masyarakat kecil, sedangkan untuk masyarakat yang besar sukar dilakukan. Namun dapat dilakukan dengan sistem

(12)

perwakilan. Masalah yang perlu dikaji adalah apakah yang duduk dalam perwakilan benar-benar mewakili warga masyarakat.

b) Partsipasi dalam pelaksanaan

Segi positif dari Partsipasi dalam pelaksanaan adalah bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga negara sebagai obyek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalah. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari (Adi, 2001:206-207).

Pandangan Pusic yang menekankan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa hanya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan nampaknya belum lengkap guna menjamin kesinambungan pencapaian tujuan pembangunan desa. Hal ini sesuai dengan pendapat Adi yang melengkapi pandangan Pusic. dalam perkembangan pemikiran tentang partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan suatu komunitas, belumlah cukup hanya melihat partisipasi masyarakat hanya pada tahapan perencanaan dan yang merupakan bagian dari proses demokratisasi (Adi, 2001:208).

Perencanaan partisipatif adalah usaha yang dilakukan masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan secara mandiri. Keduanya mengemukakan ciri-ciri perencanaan partisipatif sebagai berikut:

(1) Terfokus pada kepentingan masyarakat.

a. Perencanaan program berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat; dan

b. Perencanaan disiapkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.

(13)

Setiap masyarakat melalui forum pertemuan, memperoleh peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat.

(3) Dinamis

a. Perencanaan mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak; dan

b. Proses perencanaan berlangsung secara berkelanjutan dan proaktif. (4) Sinergitas

a. Harus menjamin keterlibatan semua pihak;

b. Selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi;

c. Setiap rencana yang akan dibangun sedapat mungkin menjadi kelengkapan yang sudah ada, sedang atau akan dibangun;dan

d. Memperhatikan interaksi diantara stakeholders. (5) Legalitas

a. Perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku;

b. Menjunjung etika dan tata nilai masyarakat;dan

c. Tidak memberikan peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

(6) Fisibilitas

Perencanaan harus bersifat spesifik, terukur, dan dijalankan dan mempertimbangkan waktu, kriteria-kriteria dari perencanaan partisipatif sebagai berikut:

a. Adanya perlibatan seluruh stakeholders;

b. Adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan legitimate;

c. Adanya proses politik melalui negosiasi atau urun rembuk yangpada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama (collective agreement);dan

(14)

d. Adanya usaha pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembelajaran kolektif yang merupakan bagian dari proses demokratisasi.

Pendekatan partisipatif dalam perencanaan pembangunan menjadikan masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek pembangunan semata, tetapi juga sebagai subyek dalam pembangunan. Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat berarti hasil pembangunan yang akan dicapai akan bermanfaat dan berguna bagi masyarakat, selain itu juga resiko akan ditanggung pula oleh masyarakat (Fitriasturi, 2005:40).

5. Tinjauan Umum tentang Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia

Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Sebagai suatu negara kesatuan, Indonesia menganut prinsip- prinsip Negara Kesatuan dan Pembagian Daerah sebagai berikut:

a. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintah daerah;

b. Pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan;

c. Pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pelayanan umum dan daya saing daerah;

d. Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan mempunyai hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya;

e. Hubungan dimaksud meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya;

(15)

f. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras; g. Hubungan tersebut menimbulkan hubungan administrasi dan

kewilayahan antar susunan pemerintahan;

h. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang; dan

i. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (HAW. Widjaja, 2005:253-255).

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah tidak menyebutkan secara jelas tentang konsep Desa. Hanya secara singkat dapat ditemukan dalam Pasal 18 menyatakan agian daerah atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahan ditetapkan dengan Undang-Undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sidang pemerintahan negara dan

hak-hak asal- asal 18 B ayat (2) yang

adat beserta hak hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip kesatuan negara republik Indonesia yang diatur dal

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 200, desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip dasar yang menjadi landasan pemikiran desa adalah sebagai berikut:

(16)

1) Keanekaragaman, dimana pola penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan Desa tetap menghormati sistem nilai yang berlaku di masyarakat setempat namun tetap memperhatikan sistem hukum nasional, dalam hal ini konstitusi menjamin bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip NKRI.

2) Partisipasi, bahwa penyelenggataan pemerintahan dan pembangunan Desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat dengan tujuan masyarakat merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab serta kebersamaan sebagai sesama warga Desa.

3) Otonomi asli, kewenangan Pemerintahan Desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul dan nilai budaya yang berkembang di masyarakat namun harus diselenggarakan dengan administrasi pemerintahan negara sesuai dengan perkembangan jaman.

4) Demokratisasi, dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi melalui BPD dan lembaga kemasayarakatan sebagai mitra pemerintah Desa.

5) Pemberdayaan masyarakat, penyelenggaraan Pemerintahan Desa dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan program, kebijakan, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan (http:www. PP Otoda /Desa dalam Per-UU-an.html).

6. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Desa a. Pengertian Pemerintahan Desa

Pasal 200 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota dibentuk Pemerintahan Desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Rakyat. Selanjutnya diimplementasikan suatu Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

(17)

pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. oleh pemerintah menghasilkan suatu proses yang nyata, dan efektif.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Desa mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai berikut :

1) Hak Pemerintahan Desa :

a) Menyelenggarakan rumah tangganya sendiri; dan

b) Melaksanakan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan dari pemerintah dan pemerintah daerah.

2) Wewenang Pemerintahan Desa

a) Menyelenggarakan musyawarah Desa untuk membicarakan masalah-masalah penting yang menyangkut Pemerintahan Desa dan kehidupan masyarakat Desanya;

b) Melakukan pungutan dari penduduk Desa berupa iuran atau sumbangan untuk keperluan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat yang bersangkutan berdasarkan peraturan yang berlaku; dan c) Menggerakkan partisipasi masyarakat untuk melaksanakan

pembangunan.

3) Kewajiban Pemerintahan Desa

a) Menjalankan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat di Desa yang bersangkutan;

b) Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa;

c) Melakukan tugas-tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah;

d) Menjamin dan mengusahakan keamanan, ketentraman dan kesejahteraan warga Desanya; dan

e) Memelihara tanah kas Desa, usaha Desa dan kekayaan Desa lainnya yang menjadi milik Desa untuk tetap berdaya guna dan berhasil.

(18)

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya (HAW. Widjaja, 2004 : 3).

b. Bentuk dan Susunan Pemerintahan Desa 1) Bentuk Pemerintahan Desa

Menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Pemerintah Desa adalah atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pemerintah Desa mempunyai urusan Pemerintahan Desa yang menjadi kewenangan Desa, yaitu:

a) urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa; b) melaksanakan urusan rumah tangga Desa, urusan pemerintahan

umum, pembangunan dan pembinaan masyarakat;

c) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa;

d) tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/ kota; dan

e) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada Desa.

Untuk menjalankan tugas pokok tersebut Pemerintah Desa mempunyai fungsi :

(1) penyelenggaraan urusan rumah tangga Desa;

(2) pelaksanaan tugas di bidang pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya;

(3) pelaksanaan pembinaan perekonomian Desa;

(4) pelaksanaan pembinaan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat;

(19)

(6) pelaksanaan musyawarah penyelesaian perselisihan masyarakat Desa;

(7) penyusunan dan pengajuan rancangan peraturan Desa; dan

(8) pelaksanaan tugas yang dilimpahkan kepada pemerintah Desa (Hanif Nurcholis, 2005 : 138).

2) Susunan Pemerintahan Desa

Pemerintah Desa dipimpin seorang Kepala Desa yang dibantu oleh Sekretaris Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa terdiri atas kepala-kepala urusan, pelaksana urusan, dan kepala-kepala dusun. Urusan rumah tangga Desa hanya diatur dan diurus oleh Pemerintah Desa itu sendiri. Dimana pengaturannya dibentuklah suatu Peraturan Desa (Perdes) yang dibuat bersama oleh Kepala Desa dan BPD (Badan Permusyawarakatan Desa) yang mana pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Desa dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui BPD (Hanif Nurcholis, 2005 : 138-139).

a) Kepala Desa

Kepala Desa adalah kepala Pemerintahan Desa yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan Pemerintah Desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga Desa, urusan pemerintahan umum, pembinaan dan pembangunan masyarakat serta menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah atasnya. Kepala Desa memimpin para staf/ pembantunya menyelenggarakan Pemerintahan Desa (Hanif Nurcholis, 2005 : 139).

b) Perangkat Desa

Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya yang meliputi Pelaksana Teknis Lapangan dan Unsur Kewilayahan yang mempunyai tugas membantu Kepala Desa.

(1) Sekretaris Desa (Sekdes)

Sekretaris Desa adalah staf yang memimpin sekretariat Desa. Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa di bidang pembinaan administrasi dan memberikan pelayanan teknis

(20)

administrasi kepada seluruh perangkat pemerintah Desa. Sekretaris Desa diisi dari PNS yang memenuhi persyaratan (Hanif Nurcholis, 2005 : 139).

Kelebihan pengisian Sekertaris Desa oleh PNS adalah : (a) Sekertaris Desa memiliki kepastian kedudukan kepegawaian,

penghasilan serta karier, sehingga dapat memberikan motivasi untuk berpartisipasi;

(b) Adanya aktor penggerak perubahan dibidang manajemen dan administrasi pemerintahan untuk tingkat Desa;

(c) Adanya aktor penghubung yang dapat mrnjadi perantara kebijakan perubahan yang datang dari pemerintah supradesa. (2) Perangkat Desa Lainnya

Perangkat Desa lainnya adalah staf Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan, dan perangkat kewilayahan. Perangkat Desa diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk Desa setempat, yang berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun, dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa (Bambang Trisantono S, 2011 : 12).

(a) Kepala urusan adalah staf yang membantu Sekretaris Desa sesuai dengan bidangnya atau pimpinan unit kerja yang mengurus fungsi-fungsi tertentu dan bertanggungjawab kepada Sekertaris Desa (Hanif Nurcholis, 2005 : 139).

(b) Pelaksana Teknis Lapangan adalah staf yang melaksanakan urusan teknis di lapangan dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa (Didik Sukriono, 2010 : 191).

(c) Kepala Dusun berkedudukan sebagai unsur pelaksana tugas Kepala Desa di wilayah kerjanya (Hanif Nurcholis, 2005 : 140).

c) Badan Permusyawarakatan Desa

Menurut Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang

(21)

merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan Desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja pemerintah Desa. Dengan adanya Badan Perwakilan Daerah diharapkan penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan di desa dapat dilaksanakan lebih baik dan lebih aspiratif dibandingkan masa sebelumnya. Dengan semakin kuatnya peran BPD tersebut diharapkan pembangunan desa akan lebih meningkat dan dapat membawa manfaat bagi masyarakat desa (Hermien Subekti, 2007:63).

Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 keanggotaan BPD terdiri dari wakil penduduk Desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Yang dimaksud dengan wakil masyarakat dalam hal ini seperti ketua rukun warga, pemangku adat dan tokoh masyarakat. Masa jabatan BPD 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Oleh karena itu BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga harus dapat menjalankan fungsi utama yaitu fungsi representatif (Emilda Firdaus, 2002:18).

Wewenang BPD menurut Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah :

(1) Membahas rancangan peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa

dan peraturan Kepala Desa;

(3) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa; (4) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;

(22)

(5) Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menya-lurkan aspirasi masyarakat; dan

(6) Menyusun tata tertib BPD.

Hak BPD beserta anggotanya menurut Pasal 36 dan 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah :

(a) Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa; (b) Menyatakan pendapat;

(c) Mengajukan rancangan peraturan Desa; (d) Mengajukan pertanyaan;

(e) Menyampaikan usul dan pendapat; (f) Memilih dan dipilih; dan

(g) Memperoleh tunjangan

Gambar 2 : Struktur Pemerintahan Desa Sumber : Hanif Nurcholis, 2005 : 138 d. Otonomi Desa

Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah, sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh Desa tersebut.

KAUR 2 PELAKSANA UR RAKYAT KADUS 2 SEKDES KEPALA DESA BPD

(23)

Untuk memperkuat pelaksanaan otonomi Desa, Pemerintah Kabupaten harus mengupayakan kebijakan sebagai berikut (HAW. Widjaja, 2010 : 164-165).

1) Memberi akses dan kesempatan kepada Desa untuk menggali potensi sumber daya alam yang ada dalam wilayahnya untuk dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan Desa tanpa mengabaikan fungsi kelestarian, konservasi dan pembangunan yang berkelanjutan;

2) Memprogramkan pemberian bantuan kepada Desa sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

3) Memfasilitasi upaya peningkatan kapasitas pemerintahan, lembaga-lembaga kemasyarakatan serta komponen masyarakat lainnya di Desa melalui pembinaan dan pengawasan, pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.

Menurut C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, dalam Desa juga menganut prinsip otonomi nyata. Prinsip Otonomi nyata yang dimaksud adalah pemberian otonomi kepada Desa hendaknya berdasarkan pertimbangan, perhitungan tindakan, dan kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin bahwa Desa bersangkutan nyata-nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Perinsip otonomi yang bertanggungjawab berarti bahwa pemberian otonomi Desa itu benar-benar sesuai dengan tujuannya, yaitu:

a) Lancar dan teraturnya pembangunan di seluruh wilayah Negara;

b) Sesuai atau tidaknya pembangunan dengan pengarahan yang telah diberikan;

c) Sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa;

d) Terjaminnya keserasian hubungan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Desa; dan

e) Terjaminnya pembangunan dan perkembangan Desa.

Desa sebagai sebuah kawasan yang otonom memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi dana Desa, pemilihan Kepala Desa (Kades) serta proses

(24)

pembangunan Desa. Namun, ditengah pemberian otonomisasi Desa tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas SDM-nya. Sehingga pelaksanaannya masih jauh dari harapan (http://kaumbiasa.com/otonomi-Desa.php).

Pelaksanaan otonomi Desa juga dibutuhkan sebuah peraturan untuk mengatur sendiri Pemerintahan Desa yang ingin dijalankan.. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. Atau bisa diartikan sebagai produk hukum tingkat Desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat Desa setempat. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa. Untuk melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa.

Materi muatan peraturan Desa diantaranya adalah :

(1) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat;

(2) Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat pengaturan;

(3) Menjabarkan pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat penetapan;

(4) Memuat masalah-masalah yang berkembang di Desa, diantaranya : (a) Penetapan ketentuan yang mengatur penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa;

(b) Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat;

(c) Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan Desa dan masyarakat Desa;

(d) Menetapkan segala sesuatu yang memuat larangan, kewajiban dan membatasi serta membebani hak-hak masyarakat;

(25)

(e) Menetapkan segala sesuatu yang mengandung himbauan, perintah, larangan atau keharusan untuk berbuat sesuatu yang ditujukan kepada masyarakat Desa;

(f) Menetapkan segala sesuatu yang memberikan suatu kewajiban atau beban kepada masyarakat.

(5) Tidak boleh mengatur urusan pemerintahan yang belum diserahkan oleh Kabupaten/ Kota kepada Desa, dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum serta peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Bambang Trisantono S, 2011 : 47-48).

B. Kerangka Pemikiran

Berikut adalah kerangka pikir studi partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa di Desa Kemadu Lor Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo yang juga merupakan kerangka teoritik dalam penelitian ini.

Gambar 3

Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah amandemen memberikan pengaruh yang besar terhadap tatanan pemerintahan di Indonesia yang menganut asas desentralisasi serta memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada masing-masing daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Indonesia

Musyawarah Perencanaan

Partisipasi Masyarakat

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

(RPJM-Des)

Rencana Kerja Pembangunan Desa

(26)

mempunyai berbagai kesatuan masyarakat hukum berupa Desa yang telah ada sejak jaman penjajahan atau jaman kerajaan. Dengan segala adat istiadat, budaya dan kekhasan yang dimiliki Desa, maka Desa diberikan hak otonom untuk menyelenggarakan sendiri pemerintahannya yang dijalankan oleh pemerintah Desa yang terdiri dari Kepala Desa dan perangkatnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah disahkan, akan tetapi belum dapat dilaksanakan karena beberapa aturan yang harus ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa tersebut sangat dibutuhkan Pembangunan yang baik demi terciptanya pemerataan perkembangan Desa. Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa menurut Pasal 1 Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, dimana Musyawarah Perencanaan Pembangunan desa merupakan wahana partisipasi masyarakat di desa yang diselenggarakan paling lama bulan Januari. Peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan desa paling sedikit terdiri atas unsur Pemerintahan Desa, Lembaga Kemasyarakat Desa, organisasi sosial atau organisasi kemasyarakatan, tim penanggulangan kemiskinan desa, organisasi keagamaan, tokoh masyarakat, organisasi/forum anak yang didampingi aparat SKPD kecamatan, tokoh dan organisasi perempuan setempat.

Gambar

Gambar 2 : Struktur Pemerintahan Desa Sumber : Hanif Nurcholis, 2005 : 138 d. Otonomi Desa

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tahap observasi ini yang akan diamati meliputi kegiatan dan kondisi suasana kelas saat guru melaksanakan kegiaatan pembelajaran dengan menggunakan metode

 Memeriksa perangkat LAN menggunakan cara/metode yang sesuai dengan SOP  Mengganti komponen jaringan yang mengalami kerusakan  Melaksanakan langkah korektif

Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan penurunan kadar Besi (Fe), timah hitam (Pb), mangan (Mn) antara perlakuan Enceng Gondok dengan waktu 2 hari, 4 hari dan perlakuan

Dari penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : (1) Keberadaan konduktor yang berbentuk lempeng dan berbentuk bola yang ditanahkan di dekat muatan listrik bentuk

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Indra Kurnia, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH BOPO, Equity to Total Assets (EAR) Ratio , Loan to Assets

Pemerintah memberlakukan batasan atas harga energi pada level tertentu, tidak jarang investasi dalam pemba - ngunan pembangkit listrik, kilang minyak, tambang batubara akan

Dapat disimpulkan bahwa minat beli adalah tahap kecenderungan perilaku membeli dari konsumen untuk suatu produk barang atau jasa yang dilakukan pada jangka waktu