• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN UMUR SIMPAN KERIPIK WORTEL (Daucus carota L.) DALAM KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI. Oleh : MOH. REYNALDY PRATAMA PUTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN UMUR SIMPAN KERIPIK WORTEL (Daucus carota L.) DALAM KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI. Oleh : MOH. REYNALDY PRATAMA PUTRA"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN KERIPIK WORTEL (Daucus carota L.) DALAM KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE

AKSELERASI

Oleh :

MOH. REYNALDY PRATAMA PUTRA F34050205

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Moh. Reynaldy Pratama Putra. F34050205. Pendugaan Umur Simpan Keripik

Wortel (Daucus carota L.) dalam Kemasan Alumunium Foil dengan Metode Akselerasi. Di bawah bimbingan : Sapta Raharja dan Sulusi Prabawati. 2010.

RINGKASAN

Pemanfaatan wortel segar menjadi keripik wortel merupakan salah satu usaha untuk mengatasi pendeknya umur simpan dan meningkatkan nilai tambah wortel. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan parameter mutu kritis keripik wortel yang dikemas dengan alumunium foil selama penyimpanan dan kemudian menduga umur simpan keripik wortel yang dikemas dalam kemasan alumunium foil dengan metode akselerasi.

Perlakuan pengemasan dan penyimpanan yang diaplikasikan pada keripik wortel ini ada dua faktor, yaitu: (1) keripik wortel dikemas dengan kemasan alumunium foil dengan 3 (tiga) tingkat ketebalan, yaitu 50µm, 80µm, dan 100µm; dan (2) keripik wortel yang telah dikemas kemudian disimpan pada 3 (tiga) suhu penyimpanan yang berbeda, yaitu suhu penyimpanan (30°C), suhu dalam inkubator 37°C, dan suhu dalam inkubator 45oC.

Parameter mutu yang diuji untuk menentukan umur simpan produk adalah kadar air, kerenyahan, dan kadar asam lemak bebas. Titik kritis yang didapat dengan melakukan uji penerimaan oleh panelis adalah kadar air kritis (6,55%), kerenyahan kritis (3,42 kgf) dan kadar asam lemak bebas kritis (0,99%).

Berdasarkan pendekatan Arrhenius, kadar asam lemak bebas merupakan parameter yang paling kritis selama penyimpanan. Model Arrhenius untuk pendugaan umur simpan keripik wortel pada kemasan alumunium foil dengan ketebalan 50µm adalah ln k = -3351,5069(1/T) + 6,7356 (R2 = 0,9988), dalam kemasan alumunium foil ketebalan 80µm adalah ln k = -2318,5866(1/T) + 3,2215 (R2 = 0,9182), dan pada alumunium foil ketebalan 100µm adalah ln k = -2264,1985(1/T) + 2,9730 (R2 = 0,9320). Laju penurunan mutu (k) kadar asam lemak bebas keripik wortel pada suhu ruang (25oC) dalam kemasan alumunium foil dengan ketebalan 50 µm adalah 0,0110% per hari, dalam kemasan alumunium foil ketebalan 80µm 0,0105% per hari, dan 0,0098% per hari dalam kemasan alumunium foil ketebalan 100µm. Umur simpan keripik wortel berdasarkan parameter kritis tersebut pada suhu ruang (suhu 25oC) adalah 76 hari untuk keripik wortel yang dikemas dalam alumunium foil ketebalan 50µm, 80 hari untuk keripik wortel yang dikemas dalam alumunium foil ketebalan 80µm, dan 85 hari untuk keripik wortel yang dikemas dalam alumunium foil ketebalan 100µm.

Keripik wortel dalam kemasan alumunium foil dengan ketebalan 100µm memiliki umur simpan yang lebih lama apabila dibandingkan dengan ketebalan 50µm dan 80µm. Alumunium foil dengan ketebalan 100µm dalam penyimpanan keripik wortel dapat lebih meningkatkan perlindungan, menahan bau, meningkatkan ketahanan terhadap uap air dan gas, tidak meneruskan cahaya dan menghambat masuknya oksigen.

(3)

Moh. Reynaldy Pratama Putra. F34050205. The Estimation of Carrot Chips

Shelf Life in Alumunium Foil Packaging Material with Acceleration Method. Under the guidence : Sapta Raharja dan Sulusi Prabawati. 2010.

SUMMARY

The utilization of fresh carrots into carrot crisps is an attempt to handle the short shelf life and increase the added value of carrots. The aims of this research were to determinethe critical quality parameter of carrot chips in alumunium foil packaging materialduringstorage and to estimate the shelf life of carrot chips in alumunium foil packaging materialwith acceleration method.

There are two factors of the packaging and storage treatments that applied to carrot chips : (1) carrot chips packaged with aluminum foil packaging material with 3 (three) levels of thickness, there are 50µm, 80µm, and 100µm; and then (2) carrot chips that have been packaged then stored in 3 (three) different storage temperatures, thera are in the storage temperature (30°C) and in the incubator which have temperature at 37oC and 45oC.

The quality parameter that have been tested to estimated the product’s shelf life were moisture content, crispness, and free fatty acid content. The critical point was conducted in hedonic test on panelist, the point as follows; critical moisture content (6,55%), critical crispness (3,42 kgf), and the critical free fatty acid (0,99%).

Based on Arrhenius method, the free fatty acid content is the most critical parameter during the storage. The Arrhenius model to estimate shelf life of carrot chips on the alumunium foil which has thicknnes 50µmisln k =-3351,5069(1/T) + 6,7356 (R2 = 0,9988), on the alumunium foil 80µm is ln k = -2318,5866(1/T) +

3,2215 (R2 = 0,9182), and on the alumunium foil 100µm is ln k = -2264,1985(1/T) + 2,9730 (R2 = 0,9320). The quality decrease rate (k) free fatty

acid content of carrot chips at storage temperature (25oC) on alumunium foil which has thicknnes 50µm is 0,0110% per day, on the alumunium foil 80µm is 0,0105% per day, and on the alumunium foil 100µm is 0,0098% per day. The carrot chips shelf life based on that critical parameter (at the storage temperature 25oC) is 76 days for carrot chips in alumunium foil which has thickness 50µm, 80 days for carrot chips in alumunium foil which has thickness 80µm, and 85 days for carrot chips in alumunium foil which has thickness 100µm.

The carrot chips in alumunium foil which has thickness 100µm has the longest shelf life than alumunium foil which has thickness 50µm dan 80µm. Alumunium foil which has thickness 100µm during storage of carrot chips can increase more protection, hold out the odor, increase the product maintaining by water vapour and gas, couldn’t pass by light, and to obstruct penetrating of oxygen.

(4)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN KERIPIK WORTEL (Daucus carota L.) DALAM KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE

AKSELERASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOH. REYNALDY PRATAMA PUTRA F34050205

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pendugaan Umur Simpan Keripik Wortel (Daucus carota L.) Dalam Kemasan Alumunium Foil Dengan Metode Akselerasi Nama : Moh. Reynaldy Pratama Putra

NIM : F34050205

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Ir. Sulusi Prabawati, MS NIP : 19631026 199002 1 001 NIP : 19581230 198303 2 002

Mengetahui Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP : 19621009 198903 2 001

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul :

“ PENDUGAAN UMUR SIMPAN KERIPIK WORTEL (Daucus carota L.) DALAM KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE

AKSELERASI “

adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya.

Bogor, Januari 2010 Yang membuat pernyataan,

Nama : Moh. Reynaldy Pratama Putra NRP : F34050205

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Moh. Reynaldy Pratama Putra, dilahirkan di Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 21 November 1987. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Arie Saufiarie dan Sri Rahayu.

Pendidikan penulis diawali dari SD Negeri Ungaran 02 pada tahun 1993 sampai tahun 1999. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Ungaran hingga tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 4 Semarang dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005, penulis diterima di Program S1 Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan setahun kemudian diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Tenis Lapangan IPB sebagai ketua pada periode 2005-2007 dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai staf Biro Pemberdayaan di Departemen HRD pada periode 2006-2007 dan staf Departemen Industri pada periode 2007-2008. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengawasan Mutu pada tahun 2009.

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. ISM Bogasari Flour Mills, Tbk dengan topik Mempelajari Pengawasan Mutu Tepung Terigu pada tahun 2008. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian dengan judul “ Pendugaan Umur Simpan Keripik Wortel (Daucus carota L.) dalam Kemasan Alumunium Foil dengan Metode Akselerasi ”.

(8)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Ketebalan Kemasan Alumunium Foil terhadap Umur Simpan Keripik Wortel (Daucus carota L.) dengan Metode Akselerasi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Depertemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama penyusunan skripsi, penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

2. Ir. Sulusi Prabawati, MS sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

3. Drs. Purwoko, M.Si sebagai dosen penguji atas saran dan kritiknya sehingga penyajian skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

4. Bapak Nurdi Setyawan, S.TP, Ibu Kun Tanti Dewandari S.TP, dan para teknisi tim peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian atas segala bantuannya yang sangat berarti bagi penulis.

5. Papah, Mamah, adik-adikku; Nena dan Dita, dan seluruh keluargaku atas segala bantuan moral, spiritual, dan material yang telah diberikan.

6. Teman-teman di Wisma Galih atas solidaritas kebersamaan, serta yang telah membuat atmosfer rumah bagi penulis selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

7. Teguh, Soleh, Rama, Munawir, Ruli, Wibie, Ahdiyat, dan Iqbal atas kebersamaan, persaudaraan, dan kenangan ketika tinggal satu atap bersama kalian.

8. Teman-teman di Asrama Sylvasari yang telah memberikan bantuan, saran, dan semangatnya.

(9)

ii 9. Teman-teman TIN 42 : Kriston, Nuge, Torik, Riduan, Alfian, Deden, Deni, Tomi, Septian, Ambar, Choir, dan semua tiners 42 yang lainnya atas semua pengalaman, kebersamaan, persahabatan, dan keceriaannya selama ini.

10. Babeh, Bang Riki, Bang Hendra, dan teman-teman UKM Tenis Lapangan IPB yang turut memberikan semangatnya.

11. Mbak Ritna dan Mbak Echy atas bantuannya kepada penulis.

12. Pasangan penelitianku yang cantik: Ifah Latifah, atas segala perhatian yang dicurahkan, kebersamaan dan keceriaan selama menjalani hari-hari penelitian, doa, dan dorongan semangatnya kepada penulis selama penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutmya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2010

(10)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... ix I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Wortel ... 3 B. Keripik ... 5 C. Penggorengan Hampa... 7 D. Pengemasan ... 8 1. Fungsi Pengemasan ... 9 2. Alumunium Foil ... 10

E. Pendugaan Umur Simpan ... 11

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 15

A. Bahan dan Alat ... 15

B. Metode Penelitian... 15

1. Tahap Pembuatan Keripik Wortel ... 15

2. Tahap Penyimpanan dengan Kemasan ... 16

3. Tahap Analisis Terhadap Keripik Wortel dan Sifat Fisik Alumunium Foil ... 16

4. Penentuan Parameter Kritis ... 18

5. Pendugaan Umur Simpan Keripik Wortel ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. Sifat Fisik Alumunium Foil ... 20

B. Karaktristik Keripik Wortel ... 21

(11)

iv

D. Penentuan Titik Kritis ... 26

1. Kadar Air Kritis ... 26

2. Kerenyahan Kritis ... 26

3. Kadar Asam Lemak Bebas Kritis ... 26

E. Parameter Penurunan Mutu Keripik Wortel ... 26

1. Kadar Air ... 26

2. Kerenyahan... 30

3. Kadar Asam Lemak Bebas ... 34

F. Uji Organoleptik Keripik Wortel ... 37

1. Warna ... 38

2. Kerenyahan... 39

3. Rasa ... 39

4. Aroma ... 40

G. Pendugaan Umur Simpan ... 41

1. Kadar Air ... 41

2. Kerenyahan... 47

3. Kadar Asam Lemak Bebas ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

(12)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan zat gizi umbi wortel dalam 100 g bahan segar. ... 4 Tabel 2. Hasil analisis sifat-sifat fisik alumunium foil ... 20 Tabel 3. Karakteristik keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer... 21 Tabel 4. Umur simpan keripik wortel berdasarkan beberapa parameter penurunan

(13)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Wortel Segar ... 3

Gambar 2. Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius. ... 13

Gambar 3. Keripik wortel dalam kemasan alumunium foil ... 16

Gambar 4. Kondisi penyimpanan keripik wortel dalam inkubator ... 16

Gambar 5. Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan keripik wortel ... 19

Gambar 6. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan perubahan kecerahan warna keripik wortel dalam kemasan alumunium foil pada suhu 30oC (A), 37oC (B), dan 45oC (C). ... 23

Gambar 7. Diagram warna keripik wortel : (1) Alufo 50µm, suhu 30oC, (2) Alufo 50µm, suhu 37oC, (3) Alufo 50µm, suhu 45oC, (4) Alufo 80µm, suhu 30oC, (5) Alufo 80µm, suhu 37oC, (6) Alufo 80µm, suhu 45oC, (7) Alufo 100µm, suhu 30oC, (8) Alufo 100µm, suhu 37oC, dan (9) Alufo 100µm, suhu 45oC. ... 25

Gambar 8. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kadar air untuk kemasan alumunium foil ketebalan 50µm. ... 27

Gambar 9. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kadar air untuk kemasan alumunium foil ketebalan 80µm. ... 27

Gambar 10. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kadar air untuk kemasan alumunium foil ketebalan 100µm. ... 28

Gambar 11. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kadar air pada suhu 30oC. ... 29

Gambar 12. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kadar air pada suhu 37oC ... 29

Gambar 13. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kadar air pada suhu 45oC ... 30

Gambar 14. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kekerasan pada suhu untuk kemasan alumunium foil ketebalan 50µm. ... 31

Gambar 15. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kekerasan untuk kemasan alumunium foil ketebalan 80µm. ... 31 Gambar 16. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

(14)

vii Gambar 17. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kekerasan pada suhu 30oC. ... 32 Gambar 18. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kekerasan pada suhu 37oC. ... 32 Gambar 19. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kekerasan pada suhu 45oC. ... 33 Gambar 20. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kadar asam lemak bebas untuk kemasan alumunium foil ketebalan 50µm. ... 34 Gambar 21. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kadar asam lemak bebas untuk kemasan alumunium foil ketebalan 80µm. ... 34 Gambar 22. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kadar asam lemak bebas untuk kemasan alumunium foil ketebalan 100µm. ... 35 Gambar 23. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kadar asam lemak bebas pada suhu 30oC. ... 36 Gambar 24. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kadar asam lemak bebas pada suhu 37oC. ... 36 Gambar 25. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan

kadar asam lemak bebas pada suhu 45oC. ... 37 Gambar 26. Histogram tingkat kesukaan terhadap warna keripik wortel selama

penyimpanan. ... 38 Gambar 27. Histogram tingkat kesukaan terhadap kerenyahan keripik wortel

selama penyimpanan. ... 39 Gambar 28. Histogram tingkat kesukaan terhadap rasa keripik wortel selama

penyimpanan. ... 40 Gambar 29. Histogram tingkat kesukaan terhadap aroma keripik wortel selama

penyimpanan. ... 41 Gambar 30. Grafik regresi linier kadar air keripik wortel pada kemasan

alumunium foil dengan ketebalan 50µm. ... 42 Gambar 31. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik wortel untuk kemasan alumunium foil dengan ketebalan 50µm. ... 43 Gambar 32. Grafik regresi linier kadar air keripik wortel pada kemasan

alumunium foil dengan ketebalan 80µm. ... 44 Gambar 33. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik wortel untuk kemasan alumunium foil dengan ketebalan 80µm. ... 45

(15)

viii Gambar 34. Grafik regresi linier kadar air keripik wortel pada kemasan

alumunium foil dengan ketebalan 100µm. ... 46 Gambar 35. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik wortel untuk kemasan alumunium foil dengan ketebalan 100µm. ... 46 Gambar 36. Grafik regresi linier kekerasan keripik wortel pada kemasan

alumunium foil dengan ketebalan. ... 47 Gambar 37. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kekerasan keripik

wortel untuk kemasan alumunium foil dengan ketebalan 50µm. .... 48 Gambar 38. Grafik regresi linier kekerasan keripik wortel pada kemasan

alumunium foil dengan ketebalan 80µm. ... 49 Gambar 39. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kekerasan keripik

wortel untuk kemasan alumunium foil dengan ketebalan 80µm. .... 50 Gambar 40. Grafik regresi linier kekerasan keripik wortel pada kemasan

alumunium foil dengan ketebalan 100µm. ... 51 Gambar 41. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kekerasan keripik

wortel untuk kemasan alumunium foil dengan ketebalan 100µm. .. 51 Gambar 42. Grafik regresi linier kadar asam lemak bebas keripik wortel pada

kemasan alumunium foil dengan ketebalan 50µm. ... 52 Gambar 43. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak

bebas keripik wortel untuk kemasan alumunium foil dengan

ketebalan 50µm. ... 53 Gambar 44. Grafik regresi linier kadar asam lemak bebas keripik wortel pada

kemasan alumunium foil dengan ketebalan 80µm untuk menentukan umur simpan. ... 54 Gambar 45. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak

bebas keripik wortel untuk kemasan alumunium foil dengan

ketebalan 80µm. ... 54 Gambar 46. Grafik regresi linier kadar asam lemak bebas keripik wortel pada

kemasan alumunium foil dengan ketebalan 100µm. ... 55 Gambar 47. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak

bebas keripik wortel untuk kemasan alumunium foil dengan

(16)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisis ... 63

Lampiran 2. Formulir Uji Organoleptik ... 69

Lampiran 3. Data Kadar Air Keripik Wortel Selama Penyimpanan ... 72

Lampiran 4. Data Kekerasan Keripik Wortel Selama Penyimpanan ... 75

Lampiran 5. Data Kadar Asam Lemak Bebas Keripik Wortel Selama ... Penyimpanan ... 78

Lampiran 6. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Terhadap Kerenyahan Keripik Wortel Selama Penyimpanan. ... 81

Lampiran 7. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Keripik Wortel Selama Penyimpanan. ... 82

Lampiran 8. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Keripik Wortel Selama Penyimpanan. ... 83

Lampiran 9. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Terhadap Warna Keripik Wortel Selama Penyimpanan. ... 84

Lampiran 10. Penerimaan Terhadap Kerenyahan Keripik Wortel Tanpa Kemasan ... 85

(17)

1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Wortel merupakan salah satu produk hortikultura jenis sayuran yang banyak diminati oleh masyarakat karena mempunyai nilai gizi dan vitamin yang cukup tinggi. Menurut data yang diperoleh BPS, pada tahun 2008 produksi wortel di Indonesia mencapai 367.111 ton.

Permasalahan yang sering dihadapi dalam agribisnis wortel terjadi pada saat panen raya, dimana ketersediaan wortel sangat banyak dan melebihi permintaan pasar, sehingga hasil panen tersebut tidak termanfaatkan secara optimal dan banyak mengalami kehilangan hasil (loss) akibat wortel yang mempunyai masa simpan pendek menjadi cepat busuk. Kondisi ini menuntut usaha penanganan pascapanen yang baik untuk menekan kehilangan hasil dan pengolahan wortel menjadi produk yang mempunyai masa simpan yang lama (awet) untuk meningkatkan nilai tambah wortel.

Wortel termasuk komoditas sayuran yang mudah rusak sehingga mutunya dapat turun secara drastis. Oleh sebab itu, perlu dicari alternatif produk olahannya sehingga pemanfaatan wortel dapat lebih luas dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi. Salah satu produk olahan wortel yang bernilai ekonomi adalah keripik wortel. Pemanfaatan wortel segar menjadi keripik wortel merupakan salah satu usaha untuk mengatasi pendeknya umur simpan wortel segar. Selain itu juga gaya hidup yang menuntut tersedianya makanan sehat siap santap (dalam bentuk keripik/snack) dan banyak mengandung serat dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan teknologi pengolahan pangan yang tepat untuk mengurangi kerusakan dan kebusukan. Wortel mempunyai keunggulan yaitu rasanya enak, renyah, manis, dan sumber vitamin A sehingga diharapkan keripik wortel disukai oleh masyarakat.

Pengolahan wortel menjadi keripik wortel dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan. Umur simpan merupakan rentang waktu antara produk selesai diolah dan dikemas sampai masih layak untuk dikonsumsi. Umur simpan suatu produk pangan merupakan parameter untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan.

(18)

2 Pada tahun 2007, telah diperoleh teknologi pengolahan wortel siap santap/keripik wortel (langsung makan) dengan cara penggorengan vakum. Namun demikian, penelitian mengenai teknologi pengemasan yang tepat dan teknologi penyimpanannya belum dilakukan.

Keripik wortel merupakan bahan makanan yang mudah rusak akibat pengaruh lingkungan dan lebih mudah tengik tanpa kemasan yang baik. Alumunium foil merupakan salah satu bahan kemasan yang sering digunakan untuk mengemas bahan pangan karena alumunium foil memiliki ketahanan terhadap air, gas, dan bau yang sangat baik. Alumunium foil mempunyai sifat fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat protektifnya.

Untuk menjamin bahwa keripik wortel masih layak untuk dikonsumsi dan belum mengalami kerusakan diperlukan informasi tentang umur simpan. Studi umur simpan sangat penting terutama untuk produk pangan baru sebagai suatu hasil kegiatan penelitian dan pengembangan. Umur simpan ditentukan oleh faktor kritis yang paling cepat rusak.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan parameter mutu kritis keripik wortel yang dikemas dengan alumunium foil selama penyimpanan.

2. Menduga umur simpan keripik wortel yang dikemas dalam kemasan alumunium foil dengan metode akselerasi.

(19)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wortel

Wortel (Daucus carota L.) merupakan tumbuhan yang biasanya ditanam setiap satu tahun sekali atau setiap dua kali setahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih pada ketinggian 1200 meter di atas permukan laut.. Tingginya dapat mencapai 20 sampai 50 cm dan pada saat berbunga tingginya dapat mencapai 120 sampai 150 cm. Sosok tanamannya berupa rumput dan menyimpan cadangan makanan dalam umbi. Mempunyai batang pendek, berakar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit tipis, dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. Tanaman wortel berumur pendek, yaitu berkisar antara 70 sampai 120 hari, tergantung varietasnya (Siemonsma dan Piluek, 1994).

Gambar 1. Wortel Segar

Berdasarkan taksonomi tumbuhan, tanaman wortel dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (bji berkeping dua) Ordo : Umbelliferae (Apiceae)

Genus : Daucus

Spesies : Daucus carota L.

Tanaman wortel secara normal hanya ditanam di daerah tropis dengan garis lintang lebih tinggi atau pada ketinggian di atas 500 m, tetapi kultivar-kultivar

(20)

4 tertentu dapat memberikan hasil di dataran rendah tropika (Williams et al., 1991). Wortel dapat ditanam di dataran tinggi dengan temperatur antara 16-24oC. Tanahnya harus mendapat pengairan yang lebih baik dan subur dengan pH antara 6 sampai 6,5 (Siemonsma dan Piluek, 1994).

Umbi wortel mengandung nilai gizi yang tinggi. Wortel merupakan sayuran yang mengandung vitamin A yang tinggi. Wortel juga mengandung kalori, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, natrium dan sedikit lemak. Tabel 1. Menunjukkan kandungan zat gizi yang terdapat pada umbi wortel secara terperinci.

Tabel 1. Kandungan zat gizi umbi wortel dalam 100 g bahan segar.

No Jenis Zat Gizi Jumlah

1 Kalori (Kal) 35,00 2 Protein (g) 0,60 3 Lemak (g) 0,10 4 Karbohidrat (g) 8,20 5 Kalsium (mg) 32,00 6 Fosfor (mg) 28,00 7 Besi (mg) 0,90 8 Sodium (mg) 78,00 9 Serat (g) 1,80 10 Abu (g) 0,60 11 Vitamin A (IU) 13.790,00 12 Vitamin B-6 (mg) 0,10 13 Vitamin C (mg) 8,40 14 Vitamin K (mg) 9,40 15 Niacin (mg) 0,60 16 Air (g) 90,40

(21)

5

B. Keripik

Keripik adalah jenis makanan ringan (snack food) yang tergolong jenis makanan crackers (makanan yang bersifat kering, renyah/ crispy). Renyah adalah keras dan mudah patah. Sifat renyah, tahan lama, praktis, mudah dibawa dan disimpan, serta dapat dinikmati kapan saja merupakan kelebihan yang dimiliki oleh keripik (Sulistyowati, 1999).

Bahan baku untuk membuat keripik dapat berasal dari berbagai macam bahan yang mengandung pati atau campuran berbagai jenis bahan yang salah satunya mengandung pati. Sejalan dengan perkembangan teknologi, sayuran dan buah-buahan yang sudah matang pun, seperti nanas, pepaya, nangka, wortel, mangga dan lain-lain bisa diolah menjadi keripik.

Robbins (1976) mengemukakan suatu metode pembuatan keripik dari sayuran dengan metode penggorengan. Prosesnya pun sangat mudah, yaitu sayuran dicuci, dibelah, kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, jika diperlukan dapat dilakukan inaktivasi oksidase yang dikandungnya kemudian digoreng pada tekanan atmosfer atau tekanan hampa.

Teknologi penggorengan memungkinkan mengolah aneka produk pangan dalam bentuk keripik (chip). Tekanan rendah memungkinkan mengolah komoditas peka panas seperti buah dan sayuran menjadi hasil olahan berupa keripik (chip). Pada kondisi vakum, suhu penggorengan dapat diturunkan sebesar 70-85oC karena penurunan titik didih air sehingga produk yang dapat mengalami kerusakan baik warna, aroma, rasa dan nutrisi akibat panas dapat diproses. Selain itu kerusakan minyak dan akibat-akibat yang ditimbulkan dapat diminimumkan, karena proses dilakukan pada suhu dan tekanan rendah (Sofyan, 2004).

Menurut Taoukis et al. (1988), makanan kering seperti keripik mengalami kehilangan kerenyahan dengan tekstur yang tidak diterima pada aw (aktivitas air)

antara 0,35-0,50. Saat aw meningkat, maka akan terjadi rekristalisasi (pembebasan

air) khususnya pada makanan yang mengandung gula atau karbohidrat. Keadaan ini mempengaruhi tekstusr dan mutu secara nyata. Nilai aw kritis mempengaruhi

proses pengawetan maupun penyimpanan makanan seperti oksidasi lipid dan pencoklatan non enzimatik.

(22)

6 Keterlibatan uap air pada jenis makanan berminyak akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis pada minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang akan menimbulkan ketengikan produk. Adanya gas (oksigen) menyebabkan terjadinya proses oksidasi minyak atau lemak sehingga terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehida ini akan menyebabkan ketengikan (Ketaren, 1989).

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering. Aktivitas air adalah perbandingan tekanan parsial uap air dalam bahan dengan tekanan uap air jenuh. Aktivitas air dapat dinyatakan juga sebagai kelembaban relatif keseimbangan dibagi seratus.

Dalam bahan pangan, air terutama berperan sebagai pelarut yang digunakan selama proses kehidupan dan biasa dnyatakan dengan besar aktivitas air (water activity). Istilah aktivitas air ini digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolik.

Labuza (1982) mengemukakan hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas :

1. Produk dapat dikatakan tidak aman pada selang aktivitas air sekitar 0,7 sampai 0,75 dan diatas selang tersebut mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi beracun.

2. Pada selang aktivitas air sekitar 0,6 sampai 0,7 jamur dapat mulai tumbuh. 3. Aktivitas air sekitar 0,35 sampai 0,5 dapat menyebabkan makanan ringan

(23)

7

C. Penggorengan Hampa

Lastriyanto (1997) menyatakan bahwa penggorengan hampa dilakukan dalam ruangan tertutup dengan kondisi tekanan vakum, berdasarkan hasil pengujiannya kondisi yang baik untuk menggoreng buah secara vakum adalah suhu 90oC, tekanan -70cmHg dan waktu penggorengan satu jam.

Mesin vacuum frying adalah mesin yang berfungsi untuk memproduksi keripik buah ataupun sayur dengan cara melakukan penggorengan secara vakum tanpa mengubah rasa buah atau sayur tersebut. Vacuum frying mampu memproduksi berbagai jenis keripik buah seperti keripik apel, keripik mangga, keripik melon, keripik nanas, keripik nangka keripik papaya, keripik salak, keripik wortel, keripik jamur, keripik rambutan, keripik semangka, keripik sayuran, keripik jambu biji, keripik pisang, keripik durian, dan lain sebagainya (Anonim, 2008).

Prinsip kerja mesin vacuum frying adalah bahan yang dimasukkan ke dalam penggorengan vakum akan digoreng secara vakum. Penggorengan secara vakum ini akan membuat kadar air di dalam buah maupun sayur akan dikeluarkan dan digantikan oleh minyak. Dengan demikian, maka buah maupun sayur akan menjadi keripik (Anonim, 2008).

Proses perubahan fase dari air menjadi uap terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi pada suhu yang sama. Air yang berada pada ruang bertekanan rendah dapat mendidih pada suhu rendah. Penurunan tekanan diperoleh dengan cara mengeluarkan udara dari ruang penggorengan dengan menggunakan suatu pompa vakum (Lastriyanto, 1997).

Penurunan tekanan selama proses penggorengan buah ataupun sayuran tersebut dapat mengurangi kerusakan akibat panas selama penggorengan. Pada tekanan atmosfir, titik didih air 100oC dan titik didih minyak 120-200oC, dengan penurunan tekanan maka titik didih air akan turun di bawah 100oC, sehingga memungkinkan proses penggorengan berlangsung pada suhu kurang dari 100oC (Lastriyanto, 1997).

Komponen-komponen penting dari mesin vacuum frying terdiri dari tabung penggorengan yang berfungsi untuk menampung buah dan minyak, kondensor

(24)

8 yang berfungsi untuk mengembungkan uap air dan menurunkan suhu uap air dari ruang, tabung penampung minyak, kerangka utama, unit pemanas, pompa vakum yang berfungsi untuk menghisap udara dalam ruang penggorengan sehingga tekanan menjadi rendah dan menghisap uap air hasil pengorengan, pengontrol tekanan, dan bak penampung air (Anonim, 2008).

Rata-rata suhu yang digunakan untuk menggorenng buah atau sayur dalam mesin vacuum frying adalah sekitar 80-90oC, dan tekanan -76 cmHg, tergantung jenis dan karakteristik buah. Rata-rata penggorengan sekitar 1-1,5 jam, atau disesuaikan dengan bahan baku yang diproduksi. Setiap buah memiliki karakteristik yang berbeda. Kapasitas mesin vacuum frying beragam yaitu 1,5 kg, 3,5 kg, 5 kg, 8 kg, 10 kg, dan 16 kg. Untuk mesin vacuum frying berkapasitas 5 kg, minyak goreng yang dibutuhkan adalah sebanyak 60 liter (Anonim, 2008).

D. Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu proses dalam industri yang memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya penurunan mutu produk. Pengemasan harus dilakukan dengan benar karena pengemasan yang salah dapat mengakibatkan produk menjadi tidak memenuhi syarat mutunya (Buckle, et al., 1987).

Pengemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Pemilihan bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas, sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah produk, pelindung produk, alat komunikasi, dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993).

Menurut Syarief et al., (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu:

a. Kerusakan yang disebabkan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia, serta mikrobiologis).

b. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan

(25)

9 kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambah cita rasa yang tidak diinginkan).

1. Fungsi Pengemasan

Menurut Syarief et al., (1989), bahan kemasan baik bahan logam, maupun bahan lain seperti bermacam-macam plastik, gelas, kertas, dan karton seharusnya mempunyai 6 fungsi utama berikut ini :

a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain.

b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan penyinaran (cahaya).

c. Mempunyai fungsi yang baik, efisiensi, dan ekonomis, khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan.

d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi.

e. Mempunyai ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak. f. Penampakan teridentifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar

dapat membantu promosi atau penjualan.

Pengemasan sebagai bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu produk seperti perubahan fisik dan kimia. Hal ini dikarenakan adanya migrasi zat-zat kimia dari bahan kemasan serta perubahan aroma, warna, rasa, tekstur yang dipengaruhi oleh uap air dan oksigen. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas dan cahaya. Sebagai akibat adanya perubahan kadar air pada produk, maka akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada produk bubuk dan pelunakan pada produk kering (Syarief et al., 1989).

Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain adalah permeabilitas terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupun citarasa, tidak mudah teroksidasi

(26)

10 atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara maksimal, dan harganya murah (Winarno dan Jenie, 1983).

2. Alumunium Foil

Alumunium merupakan bahan kemasan yang juga banyak digunakan. Alumunium tidak memiliki ketahanan terhadap oksigen sehingga pada lapisan atas sering dilapisi dengan alumunium oksida, Al2O3. Namun, ada berbagai

macam gas, uap dan cairan yang agresif yang dapat merusak lapisan tersebut. Misalnya air kontak dengan logam berat (Syarief et al., 1989).

Keuntungan utama penggunaan alumunium dibandingkan dengan bahan kemasan lain adalah sifat absolut kedap terhadap cahaya dan gas. Kelemahan utama adalah tingginya kebutuhan energi pada saat produksi, dimana telah diupayakan menguranginya dengan menggunakan kembali bahan-bahan kemasan alumunium (Syarief et al., 1989).

Metallizing adalah teknik untuk membentuk membran tipis dengan menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastik film dalam kondisi vakum. Walaupun lapisan logam ini sangat tipis, sekitar 300-1000 Å (0,03-0,1 µm) tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau, memberikan efek kilap, dan menahan gas (Matsumoto, 1999).

Menurut Febriyanti (2002), metallizing merupakan proses pelapisan salah satu sisi film plastik dengan logam pada kondisi yang sangat vakum. Logam yang biasa digunakan untuk metalisasi adalah alumunium. Kemurnian alumunium yang digunakan adalah 99,9 % dan diameter wire alumunium sebesar 1,96 mm. Proses metalisasi dilakukan dengan melelehkan dan menguapkan alumunium wire pada suhu 1.500oC. Uap alumunium ini akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendingin bersuhu sekitar 15oC. Rol pendingin diset pada suhu tersebut dengan tujuan agar fim tidak meleleh ketika terkena uap alumunium yang panas.

Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran alumunium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Foil mempunyai sifat thermotis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan member

(27)

11 lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989).

E. Pendugaan Umur Simpan

Menurut Speigel (1992), penentuan umur simpan secara umum adalah penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu sampai produk mengalami kerusakan. Umur simpan produk berkaitan erat dengan nilai kadar air kritis, suhu, dan kelembaban.

Proses perkiraan umur simpan menurut Hine (1987), sangat tergantung pada tersedianya data mengenai :

1. Mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas.

2. Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk.

3. Mutu produk dalam kemasan.

4. Bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan. 5. Mutu produk pada saat dikemas.

6. Mutu minimum dari produk yang masih dapat diterima. 7. Variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan.

8. Risiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan.

9. Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk.

Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut :

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.

2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya.

3. Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.

(28)

12 Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atau sering disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang relatif banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.

Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : (1) Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluwarsa dan (2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Syarief dan Halid, 1993).

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu, dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama penyimpanan faktor suhu harus selalu diperhitungkan (Syarief dan Halid, 1993).

Dalam penyimpanan makanan, keadaan suhu ruangan penyimpanan selayaknya dalam keadaan tetap dari waktu ke waktu tetapi seringkali keadaan suhu penyimpanan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Apabila keadaan suhu penyimpanan tetap dari waktu ke waktu (atau dianggap tetap) maka perumusan masalahnya bisa sederhana, yaitu untuk menduga laju penurunan mutu cukup dengan menggunakan persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1993).

Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia bahan pangan dalam kaitannya dengan perubahan suhu, Labuza (1982), menggunakan pendekatan Arrhenius.

(29)

13 l -E Persamaan Arrhenius : Keterangan :

k : konstanta kecepatan reaksi k0 : konstanta pre-eksponensial

Ea : energi aktivasi (kJ/mol) R : konstanta gas (1,986 kal/mol) T : suhu mutlak (K)

Persamaan di atas dapat diubah menjadi : ln k = ln k0 – (Ea/RT)

maka akan diperoleh kurva berupa garis linier pada plot nilai ln k terhadap 1/T dengan slope –Ea/R seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius. Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982), reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan satu, sedikit yang dijelaskan oleh ordo reaksi lain.

a. Reaksi Ordo Nol

Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi (Labuza, 1982). Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan berikut :

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan di atas sehingga menjadi :

(30)

14 At – Ao = - kt

Keterangan : At : jumlah A pada awal waktu t Ao : jumlah awal A

b. Reaksi Ordo Satu

Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi : ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor (penyimpangan flavor) oleh mikroba pada daging, ikan, dan unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan lain sebagainya (Labuza, 1982).

Persamaan reaksinya :

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan di atas sehingga menjadi :

ln At – ln Ao = - kt

dimana: At : jumlah A pada awal waktu t Ao : jumlah awal A

Menurut Syarief dan Halid (1993), semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka biasanya semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi untuk penggunaan model Arrhenius ini misalnya adalah: 1. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja.

2. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu.

3. Perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi sebelumnya.

(31)

15

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat

Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Bogor. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel yang diperoleh dari sentra produksi di daerah Cipanas, Jawa Barat. Wortel yang dipilih adalah dalam kondisi segar, tidak cacat, berwarna oranye kemerahan (tidak pucat), berukuran relatif besar dengan diameter umbi 3-5cm, dan umur tanam 100 hari. Bahan kemasan yang digunakan adalah alumunium foil dengan ketebalan 50µm, 80µm, dan 100µm. Bahan penunjang yang digunakan dalam proses pembuatan keripik wortel antara lain minyak goreng, bahan bakar gas/LPG, dan larutan CaCl2. Bahan-bahan kimia yang

digunakan untuk analisis kimia keripik wortel adalah larutan NaOH 0,1 N, alkohol 95% netral, akuades, dan indikator PP (phenolphthalein).

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan keripik wortel adalah vacuum fryer, slicer, pisau, freezer, wadah plastik, panci, kompor gas, spinner, sealer, dan inkubator. Peralatan yang digunakan pada tahap analisis antara lain : oven, rheometer, colortech-PCM, spektrofotometer, tanur, neraca analitik, cawan porselen, cawan alumunium, peralatan gelas, desikator, perangkat soxhlet, dan perlengkapan uji organoleptik.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan dua macam perlakuan pada keripik wortel selama penyimpanan yaitu perlakuan pengemasan dan suhu penyimpanan.

1. Tahap Pembuatan Keripik Wortel

Pertama-tama wortel dibersihkan dari kotoran dengan air kemudian dibuang bagian ujung atas dan bawahnya. Wortel lalu diiris-iris dengan ketebalan yang seragam (± 3mm) menggunakan slicer. Setelah itu dilakukan perendaman dalam larutan kapur atau CaCl2 (1000 ppm) selama 30 menit. Selanjutnya, irisan

wortel dibekukan dalam freezer pada suhu -10oC selama 24 jam. Kemudian irisan wortel tersebut digoreng dengan mesin vacuum fryer selama 45 menit dengan tekanan vakum (-72 cmHg) dan suhu penggorengan 85oC. Setelah penggorengan,

(32)

16 keripik wortel dipisahkan dari minyak goreng yang masih menempel dengan menggunakan spinner selama 1-2 menit.

Gambar 3. Keripik wortel dalam kemasan alumunium foil 2. Tahap Penyimpanan dengan Kemasan

Perlakuan pengemasan dan penyimpanan yang diaplikasikan pada keripik wortel ini ada dua faktor, yaitu: (1) keripik wortel dikemas dengan kemasan alumunium foil dengan 3 (tiga) tingkat ketebalan, yaitu 50µm, 80µm, dan 100µm; dan (2) keripik wortel yang telah dikemas kemudian disimpan pada 3 (tiga) suhu penyimpanan yang berbeda, yaitu suhu penyimpanan (30°C), suhu dalam inkubator 37°C, dan suhu dalam inkubator 45oC.

Tiap kemasan diisi dengan 50 gram keripik wortel. Penyimpanan di masing-masing perlakuan dilakukan selama 8 minggu atau sampai produk rusak.

Gambar 4. Kondisi penyimpanan keripik wortel dalam inkubator

3. Tahap Analisis Terhadap Keripik Wortel dan Sifat Fisik Alumunium Foil Analisis terhadap keripik wortel dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia keripik wortel selama penyimpanan. Analisis yang dilakukan terhadap keripik wortel meliputi sifat fisik, sifat kimia, dan organoleptik yang dilakukan selama penyimpanan.

(33)

17 a. Analisis Sifat Fisik Keripik Wortel

Analisis sifat fisik keripik wortel selama penyimpanan adalah kerenyahan dan warna. Kerenyahan secara objektif diukur menggunakan alat rheometer di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Warna secara objektif diukur menggunakan alat color-tech-PCM di laboratorium Pengemasan, Institut Pertanian Bogor. Prosedur analisis kerenyahan keripik wortel dapat dilihat pada Lampiran 1.

b. Analisis Sifat Kimia Keripik Wortel

Analisis sifat kimia keripik wortel meliputi kadar air dengan metode oven (AOAC, 1996) dan kadar asam lemak bebas (SNI 01-4305-1996). Pada awal penyimpanan dilakukan pula pengujian terhadap kadar β-karoten dengan metode spektrofotometer, kadar abu (SNI 01-2891-1992), kadar lemak (AOAC, 1996), dan kadar serat pangan dengan metode enzimatik (Asp. et al, 1993). Prosedur analisis kimia keripik wortel dapat dilihat pada Lampiran 1.

c. Uji Organoleptik Keripik Wortel

Pada keripik wortel juga dilakukan uji organoleptik setiap seminggu sekali selama 8 (delapan) minggu pada masing-masing perlakuan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap produk selama masa penyimpanan. Analisis organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, kerenyahan, dan penilaian umum dengan menggunakan sistem skor melalui uji kesukaan (hedonik) berdasarkan metode Rahayu (1998). Skor kesukaan ditentukan dengan lima nilai skala hedonik yaitu : 1 = tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = netral, 4 = agak suka, 5 = suka. Prosedur uji organoleptik keripik wortel dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan formulir uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2.

d. Analisis Sifat Fisik Bahan Kemasan Alumunium Foil

Analisis juga dilakukan terhadap bahan kemasan alumunium foil. Analisis sifat fisik bahan kemasan meliputi ketebalan, gramatur dan densitas, serta permeabilitas kemasan yang meliputi : laju transmisi uap air (WVTR) (ASTM E96, 1983) dan laju transmisi gas oksigen (O2TR) (ASTM D 3985-81, 1989).

Prosedur analisis sifat fisik bahan kemasan alumunium foil dapat dilihat pada Lampiran 1.

(34)

18 4. Penentuan Parameter Kritis

Parameter kritis ditentukan berdasarkan parameter mutu yang lebih dahulu menyimpang atau tidak diterima oleh panelis. Nilai umur simpan pada parameter kritis inilah yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam menentukan umur simpan produk yang mendekati kondisi sebenarnya. Penentuan titik kritis keripik wortel meliputi : a) kadar air kritis, b) kerenyahan kritis, dan c) kadar asam lemak bebas kritis.

5. Pendugaan Umur Simpan Keripik Wortel

Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode akselerasi (penyimpanan dipercepat). Pada metode akselerasi digunakan suatu kondisi lingkungan ekstrim (suhu tinggi) sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pangan. Hasil pengamatan dibuat dalam bentuk grafik sehingga diperoleh persamaan regresi liniernya. Persamaan tersebut kemudian diterapkan ke dalam persamaan Arrhenius untuk menghitung nilai umur simpan. Nilai umur simpan yang diperoleh kemudian dikonversi pada keadaan suhu normal (suhu 25oC) untuk menunjukkan umur simpan produk yang sebenarnya.

Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan keripik wortel dapat dilihat pada Gambar 5.

(35)

19 Gambar 5. Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan keripik wortel

Analisis :

1. Analisis H-0: kadar air, asam lemak bebas, kerenyahan, kadar lemak, serat pangan, kadar abu, dan beta karoten.

2. Analisis selama masa penyimpanan tiap minggu: kadar air, kadar asam lemak bebas, dan kerenyahan

3. Organoleptik selama masa penyimpanan tiap minggu : skala hedonik pada warna, rasa, aroma, kerenyahan, dan penilaian umum.

4. Sifat fisik bahan kemasan : ketebalan, gramatur, densitas, WVTR, dan O2TR Penyimpanan

Pengemasan Penirisan minyak

Alufo 80 µm

Segar, tidak cacat, tidak pucat (oranye kemerahan)

Wortel

Sortasi

Pengirisan Pencucian

Perendaman

Berasal dari sentra produksi / pasar

Dengan slicer , ketebalan chips ± 3 mm Dengan air mengalir yang bersih

Dalam larutan CaCl2 1000 ppm selama 30 menit

Keripik wortel

Dengan vacuum frying; t = 45 menit,

T = 85oC, P = -72 cmHg

Penggorengan Penirisan

Pembekuan Dalam freezer pada suhu -10oC selama 24 jam

Alufo 50 µm Alufo 100 µm

T = 30oC T = 37oC T = 45oC

(36)

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Alumunium Foil

Pengujian sifat fisik dilakukan terhadap bahan kemasan alumunium foil

dengan tiga ketebalan yang berbeda, yaitu 50µm, 80µm, dan 100µm. Pengujian ini meliputi densitas, gramatur, laju transmisi gas oksigen (O2TR), dan laju

transmisi uap air (WVTR). Jenis pengujian ini didasarkan pada masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan umur simpan keripik wortel. Hasil pengujian sifat-sifat fisik alumunium foil tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis sifat-sifat fisik alumunium foil

Jenis Kemasan

Ketebalan Densitas Gramatur WVTR* O2TR** (mm) (g/cm3) (g/m2) (g/m2/24 jam) (cc/m2/24 jam)

Alumunium 0,05 0,721 36,037 0,5749 0,8492

foil 0,08 1,058 84,617 0,1298 0,2933

0,10 1,103 110,273 0,0768 0,3199

*Temperatur = 37,8oC, RH = 100% ** Temperatur = 21oC, RH = 55%

Sumber : Laporan hasil uji laboratorium uji dan kalibrasi BBKK, 2009

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa ketebalan kemasan alumunium foil berbanding terbalik dengan nilai WVTR. Semakin meningkat ketebalan kemasan, nilai WVTR akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan semakin tebal kemasan maka daya permeabilitas kemasan terhadap uap air semakin rendah. Permeabilitas dan ketebalan kemasan tersebut juga berkaitan dengan densitas dan gramatur dimana alumunium foil dengan ketebalan 50µm memiliki nilai densitas dan gramatur yang terkecil dibandingkan ketebalan 80µm dan 100µm.

Menurut Robertson (1993), ketebalan kemasan sangat menentukan laju transmisi gas oksigen (O2TR) dan uap air (WVTR) kemasan. Alumunium foil

dengan ketebalan 0,05 mm (50µm) memiliki nilai WVTR dan O2TR yang paling

tinggi dibandingkan dengan ketebalan lainnya, yaitu 0,5749 g/m2/24 jam dan 0,8492 cc/m2/24 jam. Hal ini berarti jenis alumunium foil tersebut paling mudah ditembus oleh oksigen dan uap air dari lingkungan selama penyimpanan.

Berbeda dengan hasil analisis nilai O2TR terhadap masing-masing

(37)

21 ketebalan 50µm dan menunjukkan nilai yang paling rendah pada kemasan alumunium foil dengan ketebalan 80µm. Berbeda dengan pernyataan Fick (1855) dalam Kirwan dan Strawbridge (2003) bahwa kuantitas dari difusi gas sebanding dengan ketebalan lapisan. Hal ini bisa dikarenakan beberapa faktor diantaranya keanekaragaman struktur molekul penyusun lembaran/film dan tingkat kepolaran (Kirwan dan Strawbridge, 2003).

B. Karaktristik Keripik Wortel

Karakteristik keripik wortel yang diamati pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu, β-karoten, serat pangan, lemak, asam lemak bebas, kerenyahan, dan kecerahan warna. Hasil akhir keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer mempunyai karakteristik seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer No Karakteristik kerpik wortel Nilai

1. Air (%bb) 2,86

2. Serat pangan (%) 29,74

3. Abu (%) 3,92

4. β-karoten (ppm) 6.031

5. Lemak (%) 54,63

6. Asam lemak bebas (%) 0,15

7. Kekerasan (kgf) 0,80

8. Kecerahan warna L : 40,61

Kadar air wortel segar adalah 91,80%bb sedangkan pada keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer yaitu 2,86%bb. Penurunan kadar air wortel setelah diolah menjadi keripik wortel cukup besar disebabkan karena penggorengan secara vakum akan membuat kandungan air di dalam wortel dikeluarkan dan digantikan oleh minyak. Kadar air keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer masih memenuhi syarat mutu bila dibandingkan dengan SNI keripik nangka dan sukun (Lampiran 11) dimana kadar air maksimum 5%bb.

Serat pangan (serat makanan) adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan, meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan, gum dan senyawa pektin. Kadar serat pangan keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer cukup tinggi yaitu 29,74%.

Kadar abu mencerminkan kandungan mineral. Kadar abu keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer adalah 3,92%. Kadar abu keripik wortel yang

(38)

22 digoreng dengan vacuum fryer ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan SNI beberapa keripik buah dimana kadar abu maksimum 3%. Hal ini karena wortel memiliki kadar serat pangan yang cukup tinggi sehingga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan mineral pada saat perlakuan sebelum proses penggorengan, yaitu perendaman wortel dalam larutan CaCl2 1000 ppm

(Tensiska, 2008).

Kandungan β-karoten wortel segar adalah 7.080 ppm sedangkan pada keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer yaitu 6.031 ppm. Penurunan kandungan β-karoten ini akibat pengaruh panas pada saat penggorengan yang menyebabkan terdenaturasinya kandungan pro-vitamin A (β-karoten).

Kadar lemak keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer cukup tinggi yaitu 54,63%. Tingginya kadar lemak pada keripik wortel ini dapat disebabkan akibat pengaruh jenis minyak yang digunakan (minyak sawit) kurang cocok untuk penggorengan vakum, serta kadar air dan serat yang tinggi pada wortel. Pada saat penggorengan vakum, air dalam wortel dikeluarkan dan digantikan oleh terserapnya minyak ke dalam wortel.

Kadar asam lemak bebas keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer adalah 0,15%. Nilai kadar asam lemak bebas ini merupakan nilai mutu awal pada saat menghitung pendugaan umur simpan. Selama penyimpanan, kadar asam lemak bebas keripik wortel mengalami peningkatan akibat pengaruh oksigen melalui proses oksidasi sehinggga mengakibatkan ketengikan.

Kekerasan keripik wortel yang digoreng dengan mesin vacuum fryer adalah 0,80 kgf. Nilai kekerasan ini merupakan nilai mutu awal pada saat menghitung pendugaan umur simpan. Selama penyimpanan, kekerasan keripik wortel mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kadar air. Nilai kekerasan yang semakin meningkat menunjukkan bahwa kerenyahan keripik wortel yang semakin menurun.

Nilai kecerahan warna (L) keripik wortel yang digoreng dengan vacuum fryer adalah 40,61. Selama penyimpanan, kecerahan keripik wortel mengalami penurunan akibat ketengikan dan diduga disebabkan oleh reaksi pencoklatan non-enzimatis yang terjadi karena suhu penyimpanan yang tinggi.

(39)

23

C. Perubahan Warna Selama Penyimpanan

Pengukuran kecerahan warna secara objektif dinyatakan dalam nilai L. Menurut de Man (1997), nilai L menunjukkan kecerahan, dengan kisaran mulai dari 0 sampai 100 dengan pengertian makin tinggi nilai L berarti warna produk semakin putih dan sebaliknya. Perubahan kecerahan warna pada keripik wortel dalam kemasan alumunium foil pada berbagai tingkat ketebalan yang disimpan pada suhu 30oC, 37oC, dan 45oC selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 9. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan tingkat kecerahan (L) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan perubahan kecerahan warna keripik wortel dalam kemasan alumunium foil pada suhu 30oC (A), 37oC (B), dan 45oC (C).

Selama penyimpanan, terjadi kecendurungan penurunan nilai L (kecerahan) pada keripik wortel yang menunjukkan semakin lama disimpan kecerahan warna keripik wortel semakin gelap. Pada penyimpanan di suhu 30oC nilai L berkisar antara 41,40 sampai dengan 31,22. Pada penyimpanan di suhu 37oC nilai L berkisar antara 42,35 sampai dengan 30,05. Pada penyimpanan di suhu 45oC, nilai L berkisar antara 38,9 sampai dengan 30,19. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan maka nilai L akan semakin rendah yang secara visual kecerahan warna akan terlihat lebih gelap. Warna gelap yang timbul

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 7 14 21 28 35 42 49 56 L

Lama penyimpanan (hari)

50 A 50 B 50 C 80 A 80 B 80 C 100 A 100 B 100 C

(40)

24 ini diduga disebabkan oleh reaksi pencoklatan non-enzimatis yang terjadi karena suhu yang tinggi.

Salah satu sistem pengukuran warna yang digunakan secara luas ialah sistem L, a, b Hunter. Sistem Hunter menganggap bahwa ada tahap pengalihan sinyal antara reseptor cahaya dalam retina dan saraf optik yang menghantar sinyal warna ke otak. Dalam mekanisme pengalihan ini tanggapan merah dibandingkan dengan hijau dan menghasilkan dimensi warna merah-hijau dan dinyatakan dengan lambang a. Tanggapan kuning dibandingkan dengan biru dan menghasilkan dimensi warna kuning-biru dan dinyatakan dengan lambang b. Dimensi warna ketiga adalah L yang menunjukkan derajat kecerahan (lightness), yaitu intensitas cahaya dari warna (de Man, 1997). Hasil pengukuran warna keripik wortel yang dikemas dengan alumunium foil ketebalan 50µm, 80µm, dan 100µm selama penyimpanan dengan menggunkan alat color-tech-PCM yang telah diplot dalam diagram warna masing-masing dapat dilihat pada Gambar 7.

Berdasarkan diagram warna yang terdapat pada Gambar 7, warna keripik wortel selama penyimpanan tidak mengalami perubahan warna selama penyimpanan dan tetap berada pada kuadran I, yaitu pada dimensi warna merah-kuning. Parameter warna tersebut tidak dijadikan sebagai parameter kritis karena selama penyimpanan, keripik wortel tidak mengalami perubahan warna yang tajam secara visual.

(41)

25 80 A 5 80 A 6 80 A 1 80 A 8 8 0 A 3 80 A 4 80 A 2 80 A 7 8 0 B 3 80 B 6 80 B 2 80 B 4 8 0 B 5 8 0 B 1 80 B 8 8 0 C 5 80 C 3 80 C 7 80 C 1 80 C 8 80 C 2 80 C 4 8 0 C 6 50 C 3 50 C 2 50 C 4 50 C 6 50 C 7 50 C 1 5 0 C 5 50 C 8 100 C 8 100 C 1 100 C 4 100 C 6 100 C 5 100 C 7 100 C 2 1 00 C 3

Gambar 7. Diagram warna keripik wortel : (1) Alufo 50µm, suhu 30oC, (2) Alufo 50µm, suhu 37oC, (3) Alufo 50µm, suhu 45oC, (4) Alufo 80µm, suhu 30oC, (5) Alufo 80µm, suhu 37oC, (6) Alufo 80µm, suhu 45oC, (7) Alufo 100µm, suhu 30oC, (8) Alufo 100µm, suhu 37oC, dan (9) Alufo 100µm, suhu 45oC. 50 B 2 5 0 B 1 5 0 B 3 50 B 4 50 B 5 (1) (2) (3) 5 0 A 2 5 0 A 6 50 A 3 50 A 8 5 0 A 1 50 A 7 5 0 A 4 5 0 A 5 (4) (5) (6) (5) (6) 100 A 7 1 00 A 2 100 A 3 1 00 A 8 100 A 1 100 A 4 100 A 6 100 A 5 (7) 100 B 8 100 B 1 100 B 4 100 B 6 100 B 5 100 B 2 100 B 3 (8) (9)

(42)

26

D. Penentuan Titik Kritis

1. Kadar Air Kritis

Kadar air yang terdapat dalam suatu produk akan mempengaruhi kerenyahan produk tersebut. Renyah atau tidaknya keripik wortel dapat diketahui dengan melakukan uji penerimaan panelis terhadap keripik wortel yang disimpan. Kadar air kritis keripik wortel yang diperoleh adalah 6,55%. Keripik wortel yang kadar airnya melebihi 6,55% berarti keripik wortel tersebut sudah tidak diterima panelis.

2. Kerenyahan Kritis

Kerenyahan berkaitan erat dengan nilai kadar air. Penentuan titik kritis dengan parameter kerenyahan didapat berdasarkan hasil uji penerimaan panelis. Hasil uji penerimaan panelis menunjukkan bahwa nilai kerenyahan kritis keripik wortel adalah sebesar 3,42 kgf. Keripik wortel yang nilai kerenyahannya melebihi 3,42 kgf berarti keripik wortel tersebut dikatakan tidak renyah dan sudah tidak diterima oleh panelis.

3. Kadar Asam Lemak Bebas Kritis

Nilai kritis kadar asam lemak bebas keripik wortel ditentukan berdasarkan hasil uji penerimaan panelis terhadap keripik wortel yang disimpan. Kadar asam lemak bebas kritis yang diperoleh adalah 0,99%. Keripik wortel yang kadar asam lemak bebasnya melebihi 0,99% berarti keripik wortel tersebut sudah tidak diterima oleh panelis (terdapat penyimpangan bau).

E. Parameter Penurunan Mutu Keripik Wortel

Menurut Soekarto (1990), suatu produk dikatakan rusak setelah penyimpanan apabila telah terjadi penyimpangan mutu produk dan tidak dapat diterima oleh konsumen. Selama penyimpanan pada berbagai suhu, keripik wortel mengalami perubahan sifat antara lain kerenyahan dan ketengikan. Parameter penurunan mutu yang diamati adalah kadar air, kerenyahan dan kadar asam lemak bebas.

1. Kadar Air

Kadar air keripik wortel mengalami perubahan selama penyimpanan. Perubahan kadar air keripik wortel yang dikemas dengan alumunium foil dengan

(43)

27 ketebalan 50µm, 80µm, dan 100µm yang disimpan pada suhu 30oC, 37oC, dan 45oC selama 8 minggu atau 56 hari dapat dilihat pada Lampiran 3. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) dapat dilihat pada Gambar 8, 9, dan 10.

Gambar 8. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kadar air untuk kemasan alumunium foil ketebalan 50µm.

Gambar 9. Grafik hubungan antara lama penyimpanan keripik wortel dengan kadar air untuk kemasan alumunium foil ketebalan 80µm.

0,0000 1,0000 2,0000 3,0000 4,0000 5,0000 6,0000 7,0000 8,0000 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Ka d ar A ir ( % ) Hari suhu 30 C suhu 37 C suhu 45 C 0,0000 1,0000 2,0000 3,0000 4,0000 5,0000 6,0000 7,0000 8,0000 0 7 14 21 28 35 42 49 56 Ka d ar A ir ( % ) Hari suhu 30 C suhu 37 C suhu 45 C o o o o o o

Referensi

Dokumen terkait

BMC dari tepung sukun dan kacang benguk germinasi dikemas dalam alumunium foil, kemudian disimpan pada suhu 30˚C, 40˚C, dan 50˚C dengan menggunakan tiga

pendugaan umur simpan cookies kaya serat yang diperoleh dengan metode ASLT model pendekatan kadar air kritis untuk kemasan polietilen, metalizing, dan alumunium foil

Hubungan Suhu dan Lama Penggorengan terhadap Kadar Lemak Keripik Wortel Pada penelitian Da Silva dan Moreira (2008), pengamatan visual pada keripik kentang dan keripik

dalam kemasan polietilen dengan ketebalan 0.03 mm mengalami perubahan kadar air, kadar asam lemak bebas, kadar protein, aroma tepung, dan warna tepung selama penyimpanan pada suhu 30