• Tidak ada hasil yang ditemukan

Higiene Industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Higiene Industri"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Higiene industri

Higiene industri adalah Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja maupun lingkungan. Faktor

lingkungan kerja yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja(occupational health hazards) adalah bahaya faktor fisika, bahaya faktor kimia, bahaya faktor biologi,faktor ergonomi dan psikologi.

Bahaya faktor fisika meliputi : kebisingan, pencahayaan, iklim kerja/tekanan panas, getaran, radiasi dsb. Bahaya faktor bilogi meliputi virus, bakteri, jamur dsb. Bahaya faktor kimia meliputi debu, Pb, NOx, NH3, CO, dsb.

Agar pekerja bisa nyaman dan produktif perlu upaya untuk meminimalkan bahaya di tempat kerja. Upaya untuk melakukan pengendalian bahaya tersebut meliputi: eliminasi, substitusi,isolasi dan rekayasa enginering, upaya administrasi dan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

Selama proses menganalisa seorang Industrial Hygienist melakukan:

 Mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi, permasalahan-permasalahan kerja serta resikonya. Menganalisa kondisi-kondisi yang dapat diukur untuk mencari permasalan yang timbul.

 Mengembangkan strategi sampling dan menggunakan peralatan-peralatan sampling yang dimiliki untuk mengukur seberapa besar sumber bahaya di tempat kerja.

(2)

 Melakukan pengamatan terhadap bagaimana dampak sumber-sumber bahaya kimia dan fisika dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dengan melakukan pengukuran.

 Membandingkan hasil sampling dengan standart atau petunjuk yang relevan untuk menentukkan apakah pengontrolan khusus diperlukan.

Menurut Suma’mur (1976) Higiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu hygiene beserta prakteknya yang melakukan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara kualitatif dan kuantitatif di lingkungan kerja Perusahaan, yang hasilnya digunakan untuk dasar tindakan korektif pada lingkungan, serta pencegahan, agar pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta memungkinkan mengecap derajat Kesehatan yang setinggi- tingginya.

Sehingga Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan atau stresses, yang timbul di atau dari tempat kerja, yang bisa menyebabkan sakit, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan yang berarti bagi pekerja maupun warga masyarakat masyarakat

Selain itu, sesuai dengan Permenakertrans No. PER. 01/MEN/1976, seorang dokter perusahaan dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang ilmu higiene industri.

Faktor-faktor sumber bahaya yang diidentifikasi dalam lingkup higiene industri termasuk faktor fisika, faktor kimia, dan faktor biologi.

Faktor Fisika

Banyak faktor fisika di tempat kerja yang mempengaruhi proses pekerjaan, diantaranya termasuk iklim, kebisingan, getaran, dan pencahayaan. Minimnya kontrol terhadap faktor-faktor fisika ini tidak hanya dapat berpengaruh ke produktivitas kerja namun dapat berpengaruh ke kesehatan pekerja, bahkan dapat berkontribusi pada timbulnya kecelakaan kerja.

Faktor Kimia

Faktor-faktor kimia adalah salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material Safety Data Sheet (MSDS).

(3)

Gambar 2. Lambang Biohazard

Sumber bahaya dari faktor biologi atau biological hazards (biohazard) bersifat sangat kompleks. Banyak dari faktor biologi ini bersal dari paparan organisme atau zat yang dihasilkan organisme di tempat kerja. Pekerjaan dengan resiko tinggi terpapar faktor biologi termasuk diantaranya di sektor perikanan, kesehatan, dan agrikultur. Selain itu paparan faktor biologi juga dapat berupa penyebaran penyakit menular sesama pekerja.

Berikut adalah tulisan dalam bidang Higiene Industri di situs ini (silahkanklik pada link berikut): 1. Faktor Fisika  Kebisingan  Iklim Kerja  Pencahayaan  Vibrasi

 Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan  NAB untuk Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)  NAB (Nilai Ambang Batas) untuk getaran

2. Faktor Kimia  Debu Kayu

3.

Faktor Biologi

Faktor Biologi

(4)

Gambar 1. Biohazard

Bahaya faktor biologi atau biological hazard (biohazard) didefinisikan sebagai agen infeksius atau produk yang dihasilkan agen tersebut yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Sedangkan agen faktor biologi atau biological agent didefinisikan sebagai mikroorganisme, kultur sel, atau endoparasit manusia, termasuk yang sudah dimodifikasi secara genetic, yang dapat menyebabkan infeksi, reaksi alergi, atau menyebabkan bahaya dalam bentuk lain yang mengganggu kesehatan manusia.

Biohazard dapat berefek pada manusia melalui kontak langsung dengan biological agent (e.g gigitan ular berbisa) atau lewat penularan melalui agen perantara. Beberapa

penyakit seperti Toxoplasmosis dapat ditularkan secara langsung dan tidak langsung. Klasifikasi biohazard

Klasifikasi berdasarkan tipe agen

Berdasarkan definisi biological agent, bahaya faktor biologi dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Agen infeksius

2. Tumbuhan dan produknya 3. Hewan dan produknya

Klasifikasi berdasarkan mode transmisi

Pengetahuan tentang bagaimana biohazard menular sangat penting untuk memutus rantai infeksi. Berdasarkan prosesnya, transmisi dari biohazard dapat dibedakan menjadi:

1. Langsung, dimana infkesi terjadi akibat kontak fisik dengan orang yang terinfeksi 2. Tidak langsung, dimana infeksi terjadi akibat kontak dengan bahan atau benda yang terkontaminasi (e.g. permukaan, makanan, udara)

Hubungan biohazard dengan pekerjaan

Para pekerja dapat mengalami kontak dengan biohazard dalam beberapa macam keadaan: 1. Intrinsik pada pekerjaan tertentu; e.g. pekerja konstruksi pada fasilitas pengolahan limbah beresiko terpapar infeksi bakteri)

2. Insidental pada saat bekerja (bukan bagian dari aktivitas pekerjaan); e.g. pekerja yang menderita penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.

3. Terjadi pada bagian tertentu dari pekerjaan; e.g. pekerja yang berpergian dari atau ke tempat endemic penyakit tertentu

4. Tidak spesifik untuk pekerjaan; e.g. bakteri Legionella dapat tersebar dengan mudah di air dan tanah sehingga dapat menginfeksi beberapa macam pekerjaan, seperti petugas maintenance sistem pengairan dan pekerja kantoran dengan air-conditioner.

(5)

Berikut adalah tipe pekerjaan yang beresiko tinggi terpapar biohazard 1. Pekerja lapangan (outdoor)

2. Pekerja yang pekerjaannya berhubungan dengan hewan 3. Pekerja yang terpapar darah atau cairan tubuh manusia 4. Pekerja yang bekerja di lingkungan kerja tertentu

Referensi

Newman-Martin, G. (2012). Biological Hazards. In HaSPA (Health and Safety Professionals Alliance), The Core Body of Knowledge for Generalist OHS Professionals. Tullamarine, VIC. Safety Institute of Australia

Faktor fisika

Kebisingan

oleh: dr. Ikhwan Muhammad

Gambar 1. Tanda area dengan bising (noise)

Kebisingan atau noise didefinisikan sebagai suara yang memiliki potensi berbahaya terhadap keselamatan dan kesehatan seseorang. Selain itu, AS/NZS Occupational Noise

Management: Overview and General Requirement mendefinisikan kebisingan sebagai

semua suara (pada tempat kerja) baik diinginkan maupun tidak. Sedangkan menurut Kemenaker No. KEP-51/MEN/1999, kebisingan adalah “semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Keputusan Menteri Tenaga Kerja ini juga merinci Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan

(6)

Gambar 2. 'Sound Level Meter', alat ukur kebisingan

Penilaian tingkat kebisingan dapat dilakukan dalam berbagai cara, tergantung dari berbagai keadaan seperti tipe dan ukuran tempat kerja, jumlah pekerja, dan keberadaan catatan penilaian sebelumnya.

Referensi

Groothoff, B. (2012). Physical Hazard: Noise and Vibration. In HaSPA (Health and Safety Professionals Alliance), The Core Body of Knowledge for Generalist OHS Professionals. Tullamarine, VIC. Safety Institute of Australia

Iklim Kerja

Oleh: dr. Ikhwan Muhammad

Paparan terhadap kondisi iklim panas atau dingin yang berlebihan diketahui dapat menghasilkan penyakit, kecelakaan, bahkan kematian. Karena itu penting bagi ahli K3 untuk memiliki pengetahuan tentang efek iklim panas dan dingin di tempat kerja.

Kemenaker No. KEP-51/MEN/1999, mendefinisikan iklim kerja sebagai “hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya. Keputusan Menteri Tenaga Kerja ini juga merinci NAB untuk Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

NAB Iklim Kerja

(7)

Pengaturan waktu kerja

setiap hari ISBB (

oC) Beban Kerja

Waktu Kerja Waktu

Istirahat Ringan Sedang Berat

Bekerja terus-menerus - 30,0 26,7 25,0 75% kerja 25% istirahat 30,6 28,0 25,9 50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9 25% kerja 75% istirahat 32,3 31,1 30,0 Catatan:

ISBB: Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Globe and Ball Temperature/WBGT) Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:  ISBB: 0,7 suhu basah alami + 0,2 suhu bola + 0,1 suhu kering

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau luar ruangan tanpa panas radiasi:  ISBB: 0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola

Beban kerja ringan membutuhkan 100-200 kkal/jam Beban kerja sedang membutuhkan >250 – 350 kkal/jam Beban kerja berat membutuhkan >350-500 kkal/jam

Referensi

Corleto, RD. (2012). Physical Hazard: Thermal Environment. In HaSPA (Health and Safety Professionals Alliance), The Core Body of Knowledge for Generalist OHS Professionals. Tullamarine, VIC. Safety Institute of Australia

Pencahayaan

Oleh: dr. Ikhwan Muhammad

Walaupun sering dianggap sebagai masalah kecil dalam K3, namun keberadaan pencahayaan yang baik sangat berperan dalam produktivitas lingkungan kerja. Keluhan akibat pencahayaan di ruangan biasanya timbul bersamaan dengan keluhan lain dalam bentuk sindrom Sick Building Syndrome.

(8)

Peraturan Menteri (Permen) Perburuhan No. 7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja mewajibkan perusahaan untuk menyediakan penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk untuk melakukan pekerjaan. Syarat-syarat penerangan yang tercantum dalam Permen ini termasuk diantaranya mengatur tentang:

 Penyediaan penerangan dari sinar matahari  Penyediaan penerangan tambahan

Hukum K3

Penerapan prinsip-prinsip K3 harus memiliki payung hukum yang kuat untuk menjamin prosesnya.

Berikut beberapa hukum dan peraturan terkait K3 di Indonesia: Undang-undang (UU) no.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

 Amanah untuk melakukan pencegahan dan pengendalian suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran  Amanah untuk melakukan pencegahan dan pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Permenakertrans No. PER. 01/MEN/1976

 Kewajiban pelatihan Hiperkes untuk dokter perusahaan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 22 Tahun 1993

 Lampiran: Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER. 05/MEN/1996

 Definisi SMK3 (Sistem Manajemen K3)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kemenaker) Nomor: KEP-51/MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja

 Definisi Faktor Fisika

 Nilai Ambang Batas (NAB) Getaran  Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan  Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja

Peraturan Menteri (Permen) Perburuhan No. 7 Tahun 1964

 Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja Permen No. Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja

 (Pasal 2) Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1087/MENKES/SK/VIII/2010  Standar K3 Rumah Sakit (K3RS)

Referensi

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2012,

Sekretariat Jenderal Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta.

(9)

NAB (Nilai Ambang Batas)

Kebisingan

Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu pajanan per hari Intensitas (dB)

8 Jam 85 4 88 2 91 1 94 30 Menit 97 15 100 7,5 103 3,75 106 1,88 109 0,94 112 28,12 Detik 115 14,06 118 7,03 121 3,52 124 1,76 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139

Catatan: tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA,walaupun sesaat.

NAB (Nilai Ambang Batas) Getaran

NAB Getaran Untuk Pemajanan Lengan dan Tangan Jumlah waktu pemajanan per

hari kerja

Nilai percepatan pada frekuensi domain

m/det2 Gram

4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,40

2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61

1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81

Kurang dari 1 jam 12 1,22

Catatan: 1 gram = 9,81m/det2

higiene industri

(10)

A. Higiene Industri

Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan istilah Higiene Industri atau Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higien Perusahan dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Selain itu Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja terlindung dari berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja diantaranya melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian dan melakukan tindakan perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Melihat risiko bagi tenaga kerja yang mungkin dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya personil di lingkungan industri yang mengerti tentang hygiene industri dan menerapkannya di lingkungan kerjanya.

Sejarah

Seperti halnya profesi yang lain, menentukan kapan pertama kalinya praktek higiene industri dilakukan sangat sulit untuk ditentukan, bahkan hampir mustahil. Namun, kita bisa mulai menjawabnya dengan mengidentifikasi kapan manusia mulai menyadari adanya bahaya di tempat kerja dan bagaimana cara mengendalikannya.

Pada tahun 370 SM, seorang dokter yang bernama Hippocrates (460-370SM) membuat tulisan tentang penyakit akibat kerja, keracuan timbal pada pekerja pertambangan dan metalurgi. Tulisannya ini merupakan tulisan pertama dalam bidang kedokteran kerja (occupational medicine).

Pada awal abad pertama setelah masehi, Plinius Secundus (Pliny the Elder) menulis bahwa ”sedikit penambang …..menyelimuti mukanya dengan loose bladder (kain penutup yang terbuat dari kandung kemih binatang), yang memungkinkan mereka melihat tanpa menghirup debu-debu yang berbahaya”. Dari tulisannya tersebut kita melihat bahwa pada awal abad pertama setelah masehi, Pliny berhasil mengidentifikasi adanya bahaya debu di tempat kerja dan menuliskan bagaimana sebagian pekerja telah berusaha melakukan kontrol terhadap bahaya tersebut dengan menggunakan alat pelindung diri berupa loose bladder. Pada tahun 1473, Ellenbog mengenali bahaya dari uap logam dan menggambarkan gejala-gejala akibat keracunan uap logam timbal dan merkuri. Ellenbog juga memberikan beberapa saran bagaimana cara mencegah

keracunan tersebut.

Pada tahun 1556, Georgius Agricola menerbitkan tulisan De Re Metallica menyatakan bahwa semua aspek di industri pertambangan, peleburan dan penyulingan, tidak ada yang terbebas dari penyakit dan celaka, dan alat yang bisa digunakan untuk mencegah penyakit dan celaka tersebut adalah ventilasi. Dilanjutkan dengan adanya hasil

(11)

pada pekerja pertambangan disertai penjelasan tentang keracunan merkuri.

De Morbis Artificium Diatriba (penyakit para pekerja) merupakan tulisanpertama yang dianggap sebagai risalah lengkap dalam bidang penyakit akibat kerja. Tulisan ini adalah hasil karya Bernardino Ramazzini (1633-1714), yang dikenal sebagai Bapak kedokteran kerja (occupational Medicine) dan diterbitkan pada tahun 1713. Melalui observasinya sendiri, Ramazzini menggambarkan dengan sangat akurat stratifikasi dari pekerjaan, bahaya yang ada di tempat kerja tersebut dan penyakit yang mungkin muncul akibat pekerjaan tersebut. Meskipun Ramazzini memberikan cara pencegahan penyakit

tersebut, seperti perlunya menutupi wajah untuk menghindari debu, tetapi kebanyakan dari rekomendasinya bersifat terapi dan kuratif.

Pada tahun 1775 Percival Pott, menyatakan bahwa para pekerja pembersih cerobong asap di Inggris menderita penyakit kanker skrotum. Percival Pott menekankan bahwa adanya jelaga dan kurangnya higiene di cerobong asap yang menyebabkan terjadinya kanker skrotum. Dari penelitiannya ini, maka Percival Pott menjadi Occupational epidemiologist pertama dalam sejarah.

Baru pada abad ke-19, dua orang dokter yakni Charles Thackrah di Inggris dan

Benjamin W. Mc Cready di Amerika, memulai lahirnya literatur modern dalam bidang rekognisi penyakit akibat kerja. On the influenece of Trades, Professions, and

Occupations in the United States, in the Production of disease, hasil karya Benjamin Mc Cready, merupakan literatur kedokteran kerja pertama yang dipublikasikan di Amerika. Komponen dan Ruang Lingkup Higiene Industri

Menurut Suma’mur (1976) Higiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu hygiene beserta prakteknya yang melakukan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara kualitatif dan kuantitatif di lingkungan kerja Perusahaan, yang hasilnya digunakan untuk dasar tindakan korektif pada lingkungan, serta pencegahan, agar pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta

memungkinkan mengecap derajat Kesehatan yang setinggi- tingginya.

Sehingga Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam melakukan

antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan atau stresses, yang timbul di atau dari tempat kerja, yang bisa menyebabkan sakit, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan yang berarti bagi pekerja maupun warga masyarakat masyarakat

No Komponen dan ruang lignkup HI Keterangan

1. Ilmu dan Seni Merupakan ilmu pengetahuan yang berisikan teori, metode, danimplementasi keilmuan yang memenuhi kaidah ilmiah.

(12)

Terdapat aspek seni khususnya dalam mengimplementasikan metode dan pendekatan-pendekatan keilmuan HI di tempat kerja.

2. Antisipasi Kegiatan memprediksi potensi bahaya yang ada di tempat kerja 3. Rekognisi Melakukan pengenalan atau identifikasi terhadap bahaya yang ada di tempat kerja

Melakukan pengukuran (spot) untuk menemukan keberadaan bahaya di tempat kerja 4. Evaluasi Melakukan sampling dan pengukuran bahaya di tempat kerja dengan metode yang spesifik.

Melakukan evaluasi dan analisis risiko terhadap semua bahaya yang ada dengan menggunakan standar dan kriteria tertentu.

5. Kontrol Kegiatan untuk mengendalikan bahaya di tempat kerja sehingga

keberadaannya tidak menimbulkan dampak kesehatan bagi pekerja khususnya dan masyarakat umumnya.

6. Faktor lingkungan/stres Merupakan faktor lingkungan kerja yang meliputi segala sesuatu yang ada di tempat kerja.

Dalam jumlah tunggal disebut stressor, dan dalam jumlah banyak (multi factor) disebut stresses

7. Di/dari tempat kerja Terdapat di lingkungan kerja atau di tempat lain namun berasal dari lingkungan kerja

8. Menyebabkan gangguan Pada pekerja khususnya dan pada warga masyarakat umumnya.

Warga masyarakat yaitu yang tinggal atau bermukim berdekatan dengan lingkungan industri.

Berdasarkan uraian di atas, secara garis besar ditemukan bahwa ruang lingkup higiene industri meliputi antisipai, rekognisi, evaluasi dan kontrol(pengemdalian). Keempat tahapan ini Merupakan sekuen atau urutan langkah atau metode dalam implementasi HI, Urutan ini tidak bisa dibolakbalik serta merupakan suatu siklus yang tidak berakhir (selama aktivitas industri berjalan).

a. Tujuan Antisipasi

• Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata

• Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki

• Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki.

(13)

• Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek, severity, pola pajanan, besaran)

• Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko • Mengetahui pekerja yang berisiko

c. Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran, pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja. Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu :

• Untuk mengetahui tingkat risiko

• Untuk mengetahui pajanan pada pekerja • Untuk memenuhi peraturan (legal aspek)

• Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan • Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja • Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik

d. Ada 6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan: • Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.

• Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap, dan mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja dengan mengubah beberapa peralatan proses untuk mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya. • Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar,

• Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja

 Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan.

 Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya.  Work proses ditempatkan terpisah.

 Menempatan ventilasi local/umum.

• Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja

(14)

bahaya.

• Alat Pelindung Diri (APD), Ini merupakan langkah terakhir dari hirarki pengendalian. Jenis-jenis alat pelindung diri

Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya.

 Mata

Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder, proyektil, gas, uap dan radiasi. APD: safety spectacles, goggle, faceshield, welding shield.

 Telinga

Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB. APD: ear plug, ear muff, canal caps.

 Kepala

Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit benda berputar. APD: helmet, bump caps.

 Pernapasan

Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency). APD: respirator, breathing apparatus

 Tubuh

Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam, dust terkontaminasi. APD: boiler suits, chemical suits, vest, apron, full body suit, jacket.

 Tangan dan Lengan

Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit. APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.  Kaki

Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan kimia dan logam cair, aberasi. APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.

B. Ahli Higiene Industri

Seorang yang ahli di bidang higiene industri biasanya disebut industrial hygienist. Pada umumnya latar belakang pendidikan dari seorang ahli higiene insustri adalah dari bidang teknik atau ilmu dasar namun tidak tertutup kemungkinan bagi dokter, perawat atau ahli fisiologi untuk mengikuti pendidikan formal dalam bidang ini. Pendidikan pada umumnya juga berlangsung 2 tahun. Banyak lembaga pendidikan tinggi menyelenggarakan pendidikan ini bersamaan dengan pendidikan ahli keselamatan kerja Kebutuhan akan tenaga profesional dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan

(15)

Kerja makin meningkat, sejalan dengan perkembangan yang pesat dalam bidang industri dan akan segera datangnya era globalisasi.

Adapun tugas daripada seorang industrial hygeinist yaitu :

 Mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi, permasalahan-permasalahan kerja serta resikonya. Menganalisa kondisi-kondisi yang dapat diukur untuk mencari permasalan yang timbul.

 Mengembangkan strategi sampling dan menggunakan peralatan-peralatan sampling yang dimiliki untuk mengukur seberapa besar sumber bahaya di tempat kerja.

 Melakukan pengamatan terhadap bagaimana dampak sumber-sumber bahaya kimia dan fisika dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dengan melakukan pengukuran.  Membandingkan hasil sampling dengan standart atau petunjuk yang relevan untuk menentukkan apakah pengontrolan khusus diperlukan.

 Melakukan evaluasi terhadap proses industri untuk mengetahuai ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya.

 Mengerti segala bentuk peraturan pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.

 memastikan pekerja terbebas dari bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja. C. Potensi potensi bahaya di lingkungan perusahaan/Industri

Faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja(occupational health hazards) adalah bahaya faktor fisika, bahaya faktor kimia, bahaya faktor

biologi,faktor ergonomi dan psikologi. 1. Bahaya Fisik :

o Kebisingan

Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi.

Sumber Suara Skala intensitas(dB) Sumber suara Skala intensitas (dB) Halilintar 120 Kantor gaduh 70

Meriam 110 Radio 60

(16)

Jalan yg ramai 90 Rumah tenang 30 Pluit 80 Tetesan air 10

o Penerangan atau poencahayaan

Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.

b. Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.

c. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.

• Getaran

 Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.  Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).

 Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.

(17)

o Korosi

Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.

o Iritasi

Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak ) Contoh :

 Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

 Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.

o Racun Sistemik

Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh :

 Otak : pelarut, lead,mercury, manganese

 Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide  Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers

 Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons  Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis ) 3. Faktor Biologi

 Bakteri.

Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.

 Virus.

Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 – 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan

sebagainya.  Jamur.

Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.

(18)

4. Ergonomi

Ergonomi berfungsi untuk menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja

terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang

setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai “to fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job”. Adapun beberapa posisi yang penting untuk penerapan ergonomi di tempat kerja adalah sebagai berikut :

a. Posisi berdiri : Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang lengan.

b. Posisi duduk : Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki.

5. Faktor Psikologi

Perasaan aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh pekerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja) yang tidak menimbulkan stres pada pekerja

Tujuan Antisipasi • Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata • Mempersiapkan tindakan yang perlu

sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki • Meminimalisasi

kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki

Apa itu Antisipasi… • Anticipation is ability to forecast, predicts, estimates potential hazards which possibly will arise from or in workplace consequently from working activity. • Merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di tempat kerja yang berasal dari semua faktor lingkungan kerja dan aktivitas. • Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene industri di tempat kerja

DEFINISI HI • Industrial hygiene has been defined as that science and art devoted to the anticipation, recognition, evaluation and control of those environmental factors or stresses, arising in or from the workplace, which may cause sickness, impaired health and well-being or significant discomfort among workers or among the citizens of the community. • Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan atau stresses, yang timbul di atau dari tempat kerja, yang bisa

(19)

menyebabkan sakit, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan yang berarti bagi pekerja maupun warga masyarakat.

Ruang Lingkup HI • A NTISIPASI • R EKOGNISI • E VALUASI • P ENGENDALIAN • Merupakan sekuen atau urutan langkah atau metode dalam implementasi HI • Urutan tidak bisa dibolak-balik • Merupakan suatu siklus yang tidak berakhir (selama aktivitas industri berjalan)

Gambar

Gambar 2. Lambang Biohazard
Gambar 1. Biohazard
Gambar 1. Tanda area dengan bising (noise)
Gambar 2. 'Sound Level Meter', alat ukur kebisingan

Referensi

Dokumen terkait

Bangun Aplikasi Pengenalan Negara Asia Berbasis Android ”.. Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan

Disamping itu untuk menumbuhkan kepercayaan pengguna terhadap warnet tersebut Pada penulisan ilmiah ini peulus mencoba membuat suatu aplikasi penghitungan biaya yang dikeluarkan

l,cgiaiair Sirulat idul Adha. dan

Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak ataupun perasan daun srikaya maka zona hambat yang terbentuk semakin besar yang berarti semakin

(3) Camat sebagaimana dimaksud ayat (2) diangkat oleh Walikota atas usul Sekretaris Daerah dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan

Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan di saat ia mendadak jatuh sakit pada masa jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat bahwa penunjukan itu

Dari hasil penelitian ini di harapkan masyarakat lebih menjaga kesehatan khususnya untuk untuk pasien yang sudah mengalami penyakit TB paru agar lebih mematuhi

1. Dalam akta kelahiran si anak. Dalam akta perkawinan ayah atau ibu kalau kemudian meneruskan dengan perkawinan. Dalam akta pengakuan / pengesahan anak. Peristiwa kelahiran