• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN. Tinjauan Filsafat: Paradigma Penelitian (Varuliantor Dear)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN. Tinjauan Filsafat: Paradigma Penelitian (Varuliantor Dear)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

59

TINJAUAN FILSAFAT: PARADIGMA PENELITIAN PENENTUAN

FREKUENSI KERJA SISTEM KOMUNIKASI KANAL IONOSFER

(PHILOSOPHY REVIEW: RESEARCH PARADIGM ON THE

DETERMINATION OF WORKING FREQUENCY IN THE IONOSPHERIC

COMMUNICATION SYSTEM)

Varuliantor Dear

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha 10, Bandung

e-mail: varuliantor.dear@students.itb.ac.id

RINGKASAN

Makalah ini membahas tentang sejarah penelitian ionosfer pada aspek penentuan frekuensi kerja berdasarkan tinjauan filsafat ilmu pengetahuan. Metoda yang digunakan berupa studi literatur dari hasil penelitian yang telah terpublikasi dalam domain publik pada periode tahun 1960 hingga 2018. Tantangan pemanfaatan ionosfer sebagai kanal komunikasi menjadi latar belakang dari perkembangan paradigma penelitian ionosfer yang muncul dan digunakan pada periode awal penelitian hingga saat ini. Pengujian paradigma dengan metoda verifikasi dan falsifikasi menunjukkan revolusi paradigma terjadi sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Thomas Khun. Namun demikian, perkembangan penelitian yang terjadi menunjukkan bahwa paradigma metoda manajemen frekuensi tetap digunakan hingga saat ini, kendatipun sistem Automatic Link Establishment (ALE) muncul sebagai paradigma pengganti yang baru. Seiring dengan kebutuhan pengguna yang meningkat, kombinasi kedua paradigma tersebut memiliki potensi untuk dapat terjadi dan dapat saling melengkapi kelemahan dan keunggulan masing-masing.

1 PENDAHULUAN

Lapisan ionosfer merupakan sumber alam yang masih menjadi topik menarik bagi para peneliti kendatipun kegiatan penelitian tentang ionosfer telah berlangsung lebih dari 100 tahun, dimulai sejak tahun 1989 (Wang et al., 2018). Cakupan kegiatan penelitian meliputi mekanisme fisis pembentukan lapisan ionosfer, karakterisitik dan sifat ionosfer, hingga pada pemanfaatan lapisan ionosfer bagi aktivitas manusia. Bidang keilmuan yang terlibat dalam aktivitas penelitian ionosfer cukup beragam seperti ilmu fisika, matematika, kimia, serta teknik telekomunikasi. Keberagaman bidang ilmu tersebut menyebabkan pendekatan penelitian yang dilakukan muncul dari sudut pandang yang berbeda-beda. Namun

demikian, secara umum tujuan dari penelitian ionosfer adalah untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang terimplementasi dalam bentuk pertanyaan sains mendasar dan pemanfaatan lapisan ionosfer bagi aktivitas kehidupan manusia.

Ionosfer sebagai kanal komunikasi merupakan salah satu bentuk penelitian potensi pemanfaatan lapisan ionosfer dalam kehidupan manusia. Sifat lapisan ionosfer yang memiliki kemampuan untuk memantulkan gelombang radio pada spektrum HF (High Frequency; 3-30 MHz) menjadikannya sebagai latar belakang dari penelitian ionosfer untuk kanal komunikasi. Wujud nyata dari pemanfaatan penelitian salah satunya berupa teknologi radio komunikasi

(2)

60

Single Side Band (SSB) yang hingga saat

ini masih digunakan oleh masyarakat, khususnya didaerah-daerah terpencil. Teknologi komunikasi radio SSB yang tak terpisahkan dengan propagasi pada kanal ionosfer mampu menghadirkan layanan komunikasi dengan jarak yang jauh. Hal tersebut berdampak pada kemampuan untuk melayani komunikasi didaerah-daerah yang belum terjangkau oleh pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang modern. Selain itu komunikasi radio SSB juga berperan dalam kegiatan khusus seperti operasi militer dan mitigasi bencana alam, sehingga komunikasi kanal ionosfer masih terus diteliti dan dikembangkan.

Tantangan yang muncul dalam penelitian pemanfaatan lapisan ionosfer sebagai kanal komunikasi adalah sifat dan karakteristik lapisan ionosfer yang dinamis. Sifat dan karakteristik lapisan ionosfer yang dinamis menyebabkan ionosfer dikenal sebagai kanal lintasan jamak yang berubah terhadap waktu (Time Varying Multipath Channel). Selain itu, tantangan mendasar dari komunikasi kanal ionosfer adalah pemilihan frekuensi kerja yang tidak dapat sembarangan (Maslin, 1987). Kondisi Ionosfer yang berubah sebagai fungsi waktu dapat menyebabkan sebuah frekuensi kerja yang dipilih tidak dapat digunakan setiap waktu. Hal ini tentu menghilangkan esensi dari sistem komunikasi, yakni kemampuan menyampaikan informasi dari pengirim kepada penerima setiap waktu (reliability). Kondisi ini dapat diartikan bahwa pemilihan frekuensi kerja menjadi penentu performa dari sistem komunikasi kanal ionosfer yang dirancang.

Dalam makalah ini dijelaskan tentang sejarah kegiatan penelitian ionosfer dengan tema mencari metoda penentuan frekuensi kerja dari sudut pandang filsafat ilmu pengetahuan. Penjelasan meliputi perkembangan awal

paradigma penelitian yang dilakukan hingga kondisi saat ini yang dapat dilihat sebagai contoh implementasi dari revolusi paradigma menurut tokoh filsafat ilmu pengetahuan (Khun, 1996). Menurut Khun, paradigma penelitian dapat mengalami perubahan seiring dengan ketidakmampuan paradigma sebelumnya sebagai solusi masalah yang muncul. Selain menjelaskan dinamika paradigma penelitian yang terjadi, dalam makalah ini juga dijelaskan proses pengujian dari paradigma yang telah diterima berdasarkan sudut pandang kelompok lingkaran Wina dan Karl Popper. Motivasi dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh tentang sejarah perkembangan paradigma penelitian pemanfaatan ionosfer, khususnya pada topik penentuan frekuensi kerja sistem komunikasi kanal ionosfer.

2 TANTANGAN PEMANFAATAN

IONOSFER SEBAGAI KANAL KOMUNIKASI

Parameter lapisan ionosfer yang menentukan keberhasilan perambatan gelombang radio adalah nilai kerapatan elektron (N) ionosfer. Nilai kerapatan elektron lapisan ionosfer berkorelasi dengan nilai frekuensi plasma (fo) lapisan ionosfer. Dalam perancangan sistem komunikasi radio yang memanfaatkan kanal ionosfer, tantangan utama dan mendasar adalah penentuan nilai frekuensi kerja (fc). Besaran nilai frekuensi kerja (fc) harus disesuaikan dengan nilai frekuensi plasma (fo) lapisan ionosfer agar arah perambatan gelombang radio dapat kembali menuju permukaan bumi untuk menjamin keberhasilan komunikasi. Ilustrasi sederhana hubungan antara nilai fc dan frekuensi plasma (fo) lapisan ionosfer dijelaskan pada Gambar 2-1.

Ilustrasi pada Gambar 2-1 menunjukkan bahwa perambatan

(3)

61 gelombang radio pada lapisan ionosfer

dibatasi oleh nilai Lowest Usable

Frequency (LUF) dan Maximum Usable Frequency (MUF). LUF ekivalen dengan

nilai frekuensi plasma (fo) lapisan D. Sedangkan MUF ekivalen dengan nilai frekuensi plasma (fo) lapisan F ionosfer. Untuk menjamin keberhasilan perambatan gelombang radio dari pemancar menuju penerima, nilai fc harus berada di antara nilai LUF dan

MUF. Apabila nilai fc lebih besar dari

nilai fo, maka gelombang radio yang merambat pada lapisan ionosfer akan diteruskan ke luar angkasa dan tidak kembali menuju permukaan bumi. Sebaliknya apabila nilai fc lebih rendah dari nilai LUF, gelombang radio yang merambat pada lapisan ionosfer akan mengalami redaman atau atenuasi.

Gambar 2-1: Ilustrasi hubungan nilai frekuensi kerja (fc) dengan frekuensi kritis (fo) lapisan ionosfer

Selain ditentukan oleh proses mekanisme fisis lapisan ionosfer bahwa nilai fc harus berada antara nilai LUF

dan MUF, perubahan nilai LUF dan MUF sebagai wujud dari sifat dinamis lapisan ionosfer juga menjadi tantangan tambahan dalam proses penentuan nilai

fc. Nilai LUF dan MUF yang berubah

terhadap waktu berimbas pada keberhasilan penggunaan fc yang secara praktis umumnya bernilai tetap. Dapat dimungkinkan terjadi suatu kondisi dimana nilai fc yang telah dipilih ternyata bernilai lebih besar dari nilai MUF pada rentang periode waktu tertentu sehingga komunikasi yang direncanakan tidak berhasil. Demikian pula dapat terjadi kondisi dimana nilai

fc yang telah ditentukan dapat bernilai

lebih rendah dari nilai LUF pada rentang waktu tertentu sehingga mengalami redaman energi gelombang radio yang tinggi. Oleh karena itu, pola perubahan lapisan ionosfer perlu diketahui sebelum melakukan pemilihan frekuensi kerja suatu sistem komunikasi radio kanal ionosfer.

Pola perubahan lapisan ionosfer dapat dijelaskan dari variasi-variasi yang dimiliki oleh lapisan ionosfer. Setidaknya terdapat 4 variasi lapisan ionosfer, yakni: variasi harian, variasi musiman, dan variasi dekadal yang mengikuti siklus aktivitas matahari 11 tahunan yang merupakan bentuk variasi temporal, serta variasi lintang yang merupakan bentuk variasi spasial. Contoh variasi lapisan ionosfer disajikan pada Gambar 2-2. (a) (b) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 3 6 9 12 15 18 21 foF 2 (MHz ) Waktu Lokal SSN = 0 BIK PTK KTB SMD 0 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 foF 2 (MHz ) Bulan SSN = 0 BIK PTK KTB SMD

(4)

62

(c) (d)

Gambar 2-2: Berbagai variasi lapisan ionosfer dari sudut pandang kemampuan pemantulan gelombang radio, yakni: (a) variasi harian, (b) variasi musiman, (c) variasi 11 tahunan, dan (d) variasi lintang (Jiyo, 2018).

3 PARADIGMA PENELITIAN

PENENTUAN FREKUENSI KERJA KOMUNIKASI KANAL IONOSFER Paradigma Awal: Metoda Manajemen Frekuensi

Pada tahap awal penelitian ionosfer, paradigma atau metoda yang digunakan sebagai solusi penentuan frekuensi kerja komunikasi kanal ionosfer adalah dengan pendekatan yang bersifat manajerial yang dikenal sebagai metoda Manajemen Frekuensi. Metoda manajemen frekuensi memanfaatkan pengetahuan tentang pola perubahan nilai LUF dan MUF dalam satu hari untuk mendapatkan rentang frekuensi yang dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer. Informasi nilai LUF dan MUF diperoleh dari penelitian variasi lapisan ionosfer yang kemudian dibuatkan kedalam model matematis. Berdasarkan model tersebut, tiap frekuensi dapat dihitung nilai peluangnya dalam satu hari sebagai indikator periode waktu keberhasilan perambatan gelombang radio dilapisan ionosfer.

Secara teknis, penerapan metoda manajemen frekuensi adalah suatu proses penentuan frekuensi kerja yang memiliki peluang tertinggi untuk dapat digunakan. Namun, berdasarkan aspek hukum atau regulasi, metoda manajemen frekuensi diterapkan dengan dua konsep berikut:

1. Memilih frekuensi kerja berdasarkan waktu komunikasi, dan

2. Memilih rentang waktu komunikasi berdasarkan frekuensi kerja

Konsep pertama dilakukan apabila sistem komunikasi yang dirancang belum memiliki frekuensi kerja yang secara hukum dapat digunakan. Frekuensi yang dipilih dapat diajukan kepada pihak regulator sebagai frekuensi operasional dengan peluang keberhasilan komunikasi yang paling tinggi dalam satu hari. Sedangkan konsep kedua dilakukan apabila sistem komunikasi yang dirancang telah memiliki frekuensi kerja yang dapat digunakan secara hukum, namun masih belum optimal penggunaannya. Penggunaan frekuensi kerja tersebut disesuaikan waktu penggunaannya berdasarkan peluang keberhasilan yang tertinggi. Ilustrasi penerapan metoda manajemen frekuensi dijelaskan pada Gambar 3-1. Pada periode awal pemanfaatan lapisan ionosfer untuk komunikasi, metoda Manajemen Frekuensi menjadi paradigma satu-satunya yang dianggap mampu menjadi solusi dari permasalahan penentuan frekuensi kerja. Praktisi komunikasi radio HF seperti para amatir radio maupun operator radio dari institusi militer terus mengasah kemampuan penerapan manajemen frekuensi seiring

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 < foF2 > ( MH z) BIK foF2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 BIK TJS M Hz 00LST 06LST 12LST 18LST

(5)

63 dengan popularitas penggunaan

komunikasi radio HF.

(a)

(b)

Gambar 3-1: Ilustrasi penerapan Metoda manajemen Frekuensi dengan konsep (a) memilih frekuensi kerja, dan (b) memilih rentang waktu.

Pengujian Paradigma Metoda

Manajemen Frekuensi

Pada era awal tahun 1960, paradigma metoda Manajemen Frekuensi diusulkan dan diterima sebagai solusi permasalahan pemilihan frekuensi komunikasi kanal ionosfer. Pada masa itu pengujian paradigma manajemen frekuensi umumnya dilakukan dengan mengikuti pola pikir lingkaran wina yakni metoda verifikasi. Pengujian dilakukan oleh (Earl dan Bruce, 1986) (Ahmed et a.l, 1985) (Goodman dan Daehler, 1988) dengan menggunakan metoda perbandingan antara hasil penerapan pada berbagai sistem yang berbeda. Hasil yang diperoleh cukup memuaskan sehingga paradigma ini terus kokoh dan tumbuh berkembang melalui berbagai modifikasi dan penerapan teknik baru seperti yang dilakukan dalam (Prescott et al., 1991) (Marlborough dan Pickett, 1989) (Piggin

et al., 1996). Namun sayangnya, pada

periode waktu tersebut tidak ditemukan publikasi yang menunjukkan pengujian

metoda manajemen frekuensi dengan metoda falsifikasi menurut pemikiran Karl Popper.

Berbagai hasil positif, baik dalam bentuk testimoni maupun publikasi ilmiah dari penerapan metoda manajemen frekuensi mendorong para peneliti untuk terus mengembangkan model ionosfer yang telah ada. Model ionosfer tersebut dikembangkan sebagai perangkat (tools) perhitungan prediksi frekuensi (De Voogt, 1960). Beberapa model ionosfer dikemas kedalam

software yang lebih aplikatif seperti

VOACAP, ICECAP, dan ASAPS . Hingga saat ini terdapat lebih dari 58 software prediksi frekuensi yang umumnya dapat diperoleh dengan mudah melalui internet (Luxorion, 2017). Software prediksi frekuensi secara praktis dimanfaatkan oleh para praktisi komunikasi radio HF untuk menghasilkan prediksi frekuensi yang kemudian digunakan dalam metoda manajemen frekuensi sebagai bentuk perencanaan frekuensi operasional sistem komunikasi radio HF.

Paradigma baru: Sistem Automatic Link Establishment (ALE)

Seiring dengan berkembangnya teknologi dan meningkatnya kebutuhan pengguna, paradigma metoda manajemen frekuensi ternyata dirasakan belum cukup memenuhi ekspektasi bagi sebagian kalangan praktisi komunikasi kanal ionosfer. Beberapa pengguna komunikasi radio SSB menyatakan bahwa penggunaan manajemen frekuensi tidak cukup praktis. Turut mendukung kondisi tersebut, teknologi satelit yang mulai diperkenalkan sejak akhir tahun 1960 membuat teknologi komunikasi radio SSB menjadi kurang menarik dan mulai tergantikan. Bagi para praktisi komunikasi radio SSB yang bertahan, kondisi ini menunjukkan perlunya metoda atau paradigma baru yang secara praktis dapat lebih mudah untuk

(6)

64

diterapkan. Menurut teori revolusi sains Thomas Khun, fase ini disebut sebagai fase kritis akibat metoda manajemen frekuensi belum mampu menjawab kebutuhan beberapa pengguna tersebut. Beranjak dari kebutuhan akan paradigma baru dan seiring dengan berkembangnya teknologi mikrokontroler, pada awal era tahun 1980 dunia industri mulai memperkenalkan teknologi baru yang disebut sebagai sistem Automatic Link

Establishment (ALE). Sistem ALE menawarkan kemampuan untuk memilih frekuensi kerja secara otomatis tanpa memerlukan informasi model ionosfer atau perhitungan prediksi frekuensi seperti yang diterapkan pada metoda Manajemen Frekuensi. Paradigma baru ini menggunakan aspek yang berbeda, yakni dengan menerapkan sistem evaluasi kanal secara mandiri. Teknologi sistem ALE fokus pada penelitian aspek data link

layer dan physical layer (Johnson, 1998)

yang merupakan hasil penelitian dari kalangan enginer. Ilustrasi sistem ALE disajikan pada Gambar 3-2.

Gambar 3-2: Mekanisme Pemilihan Frekuensi Kerja Sistem ALE

Munculnya sistem ALE sebagai paradigma baru dalam memilih

frekuensi kerja pada sistem komunikasi kanal ionosfer disambut positif oleh masyarakat. Bersamaan dengan momen munculnya teknologi ALE, komunikasi radio SSB mulai kembali dilirik karena disadari bahwa komunikasi radio SSB memiliki keunggulan yang unik, yakni: mandiri atau tidak memerlukan infrastruktur komunikasi modern, jarak jangkauan komunikasi yang jauh, dan relatif murah. Untuk kondisi tertentu seperti peristiwa bencana alam, keunggulan komunikasi radio SSB menjadi nilai yang dapat diandalkan. Sedangkan dalam komunikasi militer, komunikasi radio SSB kembali dilirik karena relatif lebih kebal terhadap tindakan jamming apabila dibandingkan dengan teknologi satelit.

Pengujian Paradigma Sistem ALE Pengujian sistem ALE pada periode awal dilakukan oleh kaum profesional seperti pihak industri, militer, dan pemerintah karena keterbatasan dana. Pada tahun 1984 pengujian empiris pertama dilakukan oleh perusahaan MITRE dengan menggunakan jaringan radio HF pemerintah Amerika Serikat yang telah ada dan ditambahkan dengan stasiun radio komunikasi baru (Harrison, 1985). Hasil yang diperoleh menunjukkan kegagalan menciptakan hubungan komunikasai (link) akibat adanya berbagai varian sistem ALE yang ternyata tidak kompatibel satu sama lain. Sifat interoperability yang seharusnya melekat dalam sistem komunikasi radio HF tidak dapat diwujudkan oleh sistem ALE pada saat itu. Hasil pengujian empiris yang dilandasi oleh pemikiran kaum Lingkaran Wina tersebut, yakni verifikasi, ternyata mendapatkan hasil yang serupa dengan konsep falsifikasi seperti yang dikemukakan oleh Popper. Sebagai tindak lanjut dari hasil pengujian tersebut, pemikiran untuk membuat suatu standar sistem ALE

(7)

65 diusulkan kepada pemerintah Amerika

Serikat. Selanjutnya pada pada tahun 1990 standar sistem ALE ditetapkan, yakni standar FED-STD 1045. Standar untuk masyarakat umum tersebut juga diadopsi oleh pihak militer Amerika Serikat melalui standar MIL-STD 188-141A (United Stated Military Standard, 1999). Berdasarkan persepektif filsafat ilmu pengetahuan, standar ini merupakan salah satu contoh kebenaran konsensus yang menjadi pijakan bari para peneliti dan praktisi sistem ALE.

Beberapa pengujian yang telah menerapkan standar sistem ALE STD-FED 1045 atau MIL-SETD 188-141A disajikan pada (Cleveland, 1994) (Street dan Darnell, 1997) (Richard, 1996) (Richard, 1997). Pengujian dilakukan dengan metoda simulasi dan eksperimen. Dominan pengujian sistem ALE bersifat verifikasi untuk melihat kesesuaian antara hipotesis dengan hasil uji (Cleveland, 1994) (Street dan Darnell, 1997). Namun, terdapat juga pengujian yang menggunakan konsep falsifikasi, terutama penelitian dengan tujuan mengusulkan penerapan metoda baru akibat dari kelemahan sistem yang ada (Lay, 1996) (Lay, 1997). Hasil pengujian yang telah dilakukan pada umumnya mengarah pada pengembangan sistem ALE yang telah ada sesuai kebutuhan pengguna. Hingga saat ini penelitian teknologi sistem ALE telah berada kepada generasi ke-empat (4G) dengan keunggulan berupa kemampuan memilih frekuensi kerja dan menjaga link komunikasi serta mampu memberikan layanan transmisi data digital dengan kecepatan tertentu.

Paradigma Saat ini dan arah

Perkembangan Penelitian

Saat ini metoda manajemen frekuensi masih terus digunakan terutama untuk perencanaan sistem komunikasi radio SSB dengan tujuan pengajuan perijinan frekuensi kerja.

Contoh penerapan metoda manajemen frekuensi di Indonesia dapat dilihat dalam (Dear et al., 2016). Selain itu, metoda manajemen frekuensi juga digunakan untuk proses evaluasi pelaksanaan komunikasi terkait dengan perubahan kondisi cuaca antariksa yang terjadi secara tiba-tiba (Ritchie dan

Honary, 2009).

Disisi lain, paradigma teknologi ALE juga terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang turut berkembang. Keberadaan dua paradigma penelitian penentuan frekuensi kerja komunikasi kanal ionosfer tersebut tidak menghilangkan atau menggantikan satu dengan yang lain. Bahkan, kedua paradigma tersebut memiliki potensi untuk digabungkan. Salah satu tantangan yang muncul dalam pengembangan sistem ALE adalah durasi waktu tunggu (Dwelling

Time) yang linear dengan jumlah

frekuensi yang dievaluasi. Sedangkan permasalahan metoda manajemen frekuensi adalah sifat penggunaannya yang manual kendatipun lebih efektif memilah frekuensi yang dapat diuji. Kombinasi antara sistem ALE dan Metoda Manajemen Frekuensi dapat melengkapi satu sama lain. Penelitian sistem ALE untuk mendapatkan waktu tunggu yang lebih efektif dan penelitian model ionosfer untuk meningkatkan akurasi dapat menciptakan suatu sistem yang lebih akurat dan cepat dalam menentukan frekuensi pada kanal komunikasi ionosfer. Kedua paradigma ini dapat bersatu sehingga dapat menjadi solusi dari penentuan frekuensi kerja pada kanal ionosfer.

4 PENUTUP

Penelitian Penentuan Frekuensi Kerja Sistem komunikasi Kanal Ionosfer telah berlangsung lebih dari 100 tahun dan telah menghasilkan dua paradigma penelitian. Paradigma penelitian tersebut adalah metoda Manajemen Frekuensi dan Sistem Automatic Link

(8)

66

Establishment (ALE) yang menggunakan

dua pendekatan berbeda. Metoda manajemen frekuensi menggunakan pendekatan manajerial yang dilakukan secara manual dengan menggunakan data model ionosfer. Sedangkan metoda sistem ALE menggunakan pendekatan evaluasi kanal secara real time yang bersifat otomatis. Metoda sistem ALE lahir akibat dari ketidakpuasan sebagian pengguna terhadap metoda manajemen frekuensi dan berkembang menjadi sebuah paradigma baru. Namun demikian, kendatipun teknologi sistem ALE diterima dengan baik oleh masyarakat pengguna, metoda manajemen frekuensi tidak hilang begitu saja ataupun tergantikan oleh sistem ALE. Metoda manajemen frekuensi masih terus digunakan terutama untuk perencanaan dan evaluasi. Bahkan, kombinasi metoda manajemen frekuensi dengan sistem ALE memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan satu sama lain maupun untuk menghasilkan paradigma baru.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dimitri Mahayana, M.Eng. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu S-3 STEI-ITB yang menginspirasi penulis membuat makalah ini dalam proses penelitian yang dilakukan. Tidak lupa juga terima kasih diucapkan kepada para peneliti Pusat Sains Antariksa LAPAN yang banyak memberikan saran dan komentar positif dalam penulisan makalah ini.

RUJUKAN

Ahmed, M., Sales, G., S., dan Reinisch, B., W. 1985. Frequency Management of a Long

Range HF Communication Link US-UK Observational Data. Proceeding in

MILCOM 1985 - IEEE Military Communications Conference. Pp. 289– 292.

Cleveland, J. R. 1994. Simulation of digital

message transfer with MIL-STD protocols

across HF radio networks. Proceedings

of MILCOM '94, Fort Monmouth, NJ, USA. pp. 885-889. vol.3. doi: 10.1109/MILCOM.1994.473987. De Voogt, A., H. 1960. Ionospheric Models as an

Aid for the Calculation of Ionospheric Propagation Quantities. In Proceedings

of the IRE, vol. 48, no. 3, pp. 341-346. doi: 10.1109/JRPROC.1960.287606. Dear, V, Jiyo, dan Anggarani, S., 2016. Analisis

Propagasi Gelombang Radio HF di Wilayah Penangkapan Ikan Sadeng Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika, di

Yogyakarta.

Earl, G., F., dan Bruce, A., 1986. Frequency

Management Support for Remote Sea-State Sensing Using the JINDALEE Skywave Radar. IEEE J. Ocean. Eng.,

Vol. 11, No. 2, pp. 164–173, 1986. Goodman, M., J., dan Daehler, M. 1988. Use of

Oblique Incidence Sounders in HF Frequency Management. Proceeding in

1988 Fourth International Conference on HF Radio Systems and Techniques. Harrison, G. 1985. Functional analysis of link

estab- lishment in automated HF system.

Working paper 86W00015, MITRE Corporation, McLean, VA, Dec. 1985. Jiyo, 2018. Manajemen Frekuensi. Bimbingan

Teknis Aksi Keselamatan Penerbangan AirNav 31 Oktober-1 November 2018. Sentani, Papua.

Johnson, E., E. 1998. Third-generation

technologies for HF radio networking.

IEEE Military Communications Conference. Proceedings. MILCOM 98 (Cat. No.98CH36201), Boston, MA, USA, 1998, pp. 386-390 vol.2. doi: 10.1109/MILCOM.1998.722158. Khun, S. T. 1996. The Structure of Scientific

Revolutions", Third Edition. The University of Chicago Press, Chicago and London.

Lay, R. 1996. Error correction in high frequency

automatic link establishment radios with and without link protection. Proceedings

of MILCOM '96 IEEE Military Communications Conference, McLean, VA, USA. pp. 696-699 vol.3. doi: 10.1109/MILCOM.1996.571332. Lay, R., 1997. Errors in high frequency

automatic link establishment radios.

MILCOM 97 MILCOM 97 Proceedings, Monterey, CA, USA. pp. 1036-1040

vol.2. doi:

10.1109/MILCOM.1997.646774. Luxorion 2017. Review of HF Propagation

analysis & prediction programs. Cited in

http://www.astrosurf.com/luxorion/qs l-review-propagation-software.htm. [November 2018].

Marlborough, R., dan Pickett, C., L. 1989.

Automatic Frequency Management. IEE

Colloquium on Adaptive HF Management, London, UK, 1989, pp. 211-214.

(9)

67

Maslin, N., M. 1987. HF Communications: A

Systems Approach. Pitman Publishing,

London.

Piggin, P., W., Darnell, M., dan Gallagher, M., 1996. Passive monitoring for improved

HF frequency management. IEE Colloquium on Frequency Selection and Management Techniques for HF Communications, London, UK. pp. 16/1-16/6. doi: 10.1049/ic:19960131. Prescott, G., Alexander, P., Holtzman, J., dan

Roderman, S. 1991. A Computer Aided

Design System for Frequency Management. pp. 358–362.

Ritchie, S., E., dan Honary, F., 2009. Storm

sudden commencement and its effect on highlatitude HF communication links.

Journal of Space Weather, Vol. 7, no. 6, pp. 1–20, June 2009. doi: 10.1029/2008SW000461.

Street, M., D., dan Darnell, M. 1997. Results of

new automatic link establishment and maintenance techniques for HF radio systems. MILCOM 97 MILCOM 97

Proceedings, Monterey, CA, USA. pp.

1067-1071 vol.2. doi:

10.1109/MILCOM.1997.646780. United States Military Standard, 1999.

MIL-STD-188-141A, Interoperability and Performance Standards for Medium and High Frequency Radio System’s.

Wang, J., Ding, G., dan Wang, H., 2018. HF

Communications : Past , Present , and Future. China Communication, Vol. 15,

Gambar

Gambar 2-1: Ilustrasi hubungan nilai frekuensi  kerja  (fc)  dengan  frekuensi  kritis  (fo) lapisan ionosfer
Gambar 2-2: Berbagai variasi lapisan ionosfer dari sudut pandang kemampuan pemantulan gelombang  radio, yakni: (a) variasi harian, (b) variasi musiman, (c) variasi 11 tahunan, dan (d) variasi  lintang (Jiyo,  2018)
Gambar  3-1:  Ilustrasi  penerapan  Metoda  manajemen  Frekuensi    dengan  konsep (a) memilih frekuensi kerja,  dan (b) memilih rentang waktu
Gambar 3-2: Mekanisme Pemilihan Frekuensi  Kerja Sistem ALE

Referensi

Dokumen terkait

14 Bagaimanakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dalam meningkatkan keterampilan siswa untuk menyajikan/mengemukakan argumen terkait dengan cara

OJS adalah perangkat lunak open source yang tersedia secara gratis untuk jurnal di seluruh dunia, OJS bertujuan untuk menerbitkan jurnal-jurnal yang layak dibaca dan dapat

Pemberian resveratrol pada penelitian ini terbukti secara klinis mampu mempercepat perbaikan klinis penderita PPOK eksaserbasi meskipun per- bedaan nilai skor CAT pada

kawasan Danau Toba, bahwa bukan hanya ulos yang dimiliki oleh suku Batak7. tetapi ada juga yang namanya patung sigale-gale yang bisa menari tarian

Sedangkan penelitian ini dilakukan pada Tahun 2012 dan memfokuskan kepada pelayanana telepon operator di Hotel Alam Kulkul Boutique Resort, sampel yang diambil 75 orang

Terbentuknya kepercayaan akan mempengaruhi risiko yang dipersepsi oleh seorang konsumen, sehingga konsumen akan cenderung memiliki sikap yang positif terhadap produk, dan

Menurut data yang telah saya peroleh, saya menyimpulkan bahwa musik korea (K-pop) sangat berdampak terhadap remaja (hipotesis 1) tetapi, dampak yang ditimbulkan

Komunikasi dalam satu budaya sudah ada kesepahaman tentang budaya mereka sehingga mereka dapat mengidentifikasikan orang lain sama seperti dirinya Lain halnya