• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Pemuda sebagai bagian dari warga negara, merupakan generasi penerus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Pemuda sebagai bagian dari warga negara, merupakan generasi penerus"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

1.1.Latar Belakang

Pemuda sebagai bagian dari warga negara, merupakan generasi penerus bangsa, kader sekaligus aset masyarakat. Seseorang atau komunitas warga negara muda, biasa diidentikkan dengan kedinamisan dan perubahan-perubahan, secara historis dapat diketahui bagaimana peran pemuda dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan, peran pemuda yang menolak suatu rezim kekuasaan dan peran pemuda dalam pengawasan pelaksanaan kenegaraan hingga saat ini. Pemuda merupakan aset terbesar bangsa sekaligus tumpuan harapan yang akan menegakkan kembali cita-cita bangsa, selain itu pemuda juga merupakan bagian dari roda perputaran zaman yang diharapkan dapat menjadi agent of change (Dewanta dan Syaifullah, 2008: 46).

Pemuda menjadi harapan dalam setiap kemajuan di dalam suatu bangsa. Pemuda seharusnya dapat mengubah pandangan orang terhadap suatu bangsa dan menjadi tumpuan serta kebanggaan bagi para generasi terdahulu untuk mengembangkan suatu bangsa dengan ide-ide ataupun gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan pada nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Namun begitu, seiring dengan perkembangan zaman, permasalahan-permasalahan pada pemuda terus menerus muncul dan seolah-olah menunjukkan bahwa pemuda sebagai bagian dari warga negara, belum mempunyai kesiapan untuk menjadi generasi penerus bangsa, sebagai agen

(2)

perubahan yang diharapkan oleh generasi terdahulu untuk meneruskan perjuangan cita-cita bangsa.

Persoalan-persoalan kepemudaan tenggelam dalam isu-isu besar yang mewarnai kehidupan sosial dan politik negeri ini. Sejumlah hasil riset, salah satunya, riset yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada Tahun 2011-2016, mengungkap tentang rendahnya kepercayaan publik pada institusi hukum dan politik. Kondisi ini turut mempengaruhi penyikapan publik pada isu-isu terkait pemuda. Penilaian publik pada peran pemuda, terutama pada persoalan kebangsaan dan kenegaraan, cenderung dinilai masih jauh dari harapan. Hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas (2013), tepatnya pada tanggal 28 Oktober Tahun 2013 dengan tema penelitian kepemudaan, menunjukkan bagaimana publik menilai peran pemuda saat ini belum memadai dalam sejumlah bidang. Dalam urusan mengamalkan Pancasila sebagai ideologi negara, misalnya, 73,6 persen responden memandang pemuda tidak ikut ambil bagian dalam mewujudkan butir-butir sila dalam Pancasila. Hasil jajak pendapat juga merekam bagaimana ingatan tentang makna Sumpah Pemuda mulai tergerus dari benak kaum muda. Responden dari kalangan muda yang berusia 17-30 tahun mengakui bahwa tonggak perjuangan dan kebangkitan bangsa dimotori oleh para pemuda. Namun ironisnya, responden dari kelompok usia ini juga menemui kesulitan menyebutkan dengan benar dan berurutan tiga isi Sumpah Pemuda. Hanya 9,4 persen responden yang menyebutkan dengan benar mengenai isi Sumpah Pemuda (Wahyu, 2013: http://nasional.kompas.com/read/jajak-pendapat-kompas-pemuda-di-simpang-jalan).

(3)

Kondisi ini tidak lepas dari kecenderungan minat dan perhatian pemuda saat ini pada hal-hal yang bersifat praktis. Hasil survei Kompas tahun sebelumnya (2011 dan 2012) merekam luruhnya orientasi sosial kalangan muda. Dua pertiga bagian responden saat itu menyatakan kuatnya orientasi pribadi pemuda. Tak hanya itu, kelompok responden dari kalangan muda sendiri menyatakan bahwa orientasi kehidupan mereka lebih difokuskan pada pencapaian diri ketimbang terlibat pada persoalan sosial di masyarakat, artinya, fenomena individualisme sudah muncul dan berkembang di kalangan pemuda.

Orientasi pemuda yang semakin praktis ini tidak lepas dari derasnya arus globalisasi dan modernisasi yang semakin terbuka dan kompetitif. Imbasnya, persoalan yang dihadapi pun semakin beragam. Publik melihat hal utama yang menjadi tantangan berat pemuda saat ini adalah narkoba (26,4 persen) dan rendahnya akhlak (15,5 persen). Data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar kasus narkoba menjadikan usia produktif sebagai sasaran. Catatan Polri mengungkapkan bahwa 48,7 persen pelaku narkoba pada triwulan I-2012 adalah pemuda, baik sebagai pengedar maupun pengguna. Sebagian besar berada dalam rentang usia 25-29 tahun (Wahyu, 2013: http://nasional.kompas.com/read/jajak-pendapat-kompas-pemuda-di-simpang-jalan).

Masalah pemuda masa kini terus berkembang bukan hanya pada segi emosi yang tak terkendali. Mereka juga tidak memiliki mental yang kuat serta rasa egois yang tinggi dengan asyik terhadap dunianya sendiri tanpa peduli dengan lingkungan. Banyak dari mereka yang apatis dalam menjalankan kehidupan. Parahnya bila mereka terjerumus dalam narkoba, seks bebas dan

(4)

pesta-pora, yang secara langsung hanyalah kenikmatan sesaat semata. Hal ini dikuatkan oleh data yang dikumpulkan Litbang Kompas melalui survei di telepon pada 593 responden yang dipilih secara acak melalui buku telepon terbaru diambil dari 12 kota besar di Indonesia. Hal-hal yang paling mengkhawatirkan didapati pada diri pemuda yaitu masalah narkoba (26,8%), pergaulan bebas (17,9%), kurang peduli terhadap masalah bangsa (14,9%), menurunnya moralitas (11,5%), kriminalitas (5,6%), kurang toleransi (4,2%), kurang kreatif (4,2%), lainnya (14,3%), tidak tahu (1,6%). Kemudian terkait dengan orientasi pemuda, sebanyak 69,8 % dari 593 responden pemuda (usia 17-30 tahun) memiliki orientasi pada diri sendiri. Fenomena miris ini mengharuskan pemuda untuk berbenah diri. Hal ini, karena pemuda merupakan generasi penerus bangsa, yang akan menentukan perubahan yang lebih baik di masa yang akan datang, untuk mewujudkan cita-cita nasional bangsa dan negara (Astuti, 2015: http://nasional.kompas.com/read/jajak-pendapat-kompas-pemuda-dan-orientasinya).

Selanjutnya, data survei Litbang Kompas tahun 2016 menunjukkan bahwa pemuda dipersepsikan masyarakat lebih berorientasi pada diri sendiri ataupun kelompok ketimbang masyarakat. Hanya 28,4 persen dari 612 responden berpendapat pemuda berorientasi kepada masyarakat, munculnya persepsi bahwa anak muda semakin apatis dan jauh dari rasa nasionalisme. Hal ini menunjukkan kepedulian pemuda yang masih sangat rendah pada masyarakat disekitarnya, tingkat keindividuan pemuda semakin hari semakin mengkhawatirkan ditambah dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada era

(5)

digital dewasa ini (Saitya dan Suryaningtiyas, 2016: http:///www.pressreader.com/ read/perjuangan-pemuda-pada-era-digital).

Harus diakui, bahwa pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini memang mengalami berbagai kemajuan. Namun, di tengah-tengah kemajuan tersebut terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Perilaku korupsi masih banyak terjadi, praktik etnosentrisme atau identitas golongan masing-masing yang cenderung ditonjolkan dan mengalahkan identitas bersama sebagai satu bangsa. Kepentingan kelompok dan golongan masih menjadi prioritas dan mengalahkan kepentingan bersama. Ruang publik yang terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi di mana-mana dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang berkepanjangan. Banyak penyelesaian masalah yang cenderung diakhiri dengan tindakan anarkis. Aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali melewati batas-batas ketentuan, merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang negara yang seharusnya dijunjung dan dihormati. Hal tersebut, menegaskan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa jadi kesemua itu disebabkan belum optimalnya

(6)

upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Pembangunan di bidang budaya telah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman nilai-nilai budaya bangsa. Namun arus budaya global yang sering dikaitkan dengan kemajuan di bidang komunikasi mencakup juga penyebaran informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronika berdampak tehadap ideologi, agama, budaya, dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Indonesia. Pengaruh arus deras budaya global yang negatif menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa dirasakan semakin memudar. Hal ini tercermin dari perilaku masyarakat Indonesia yang lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya bangsa, baik dalam cara berpakaian, bertutur kata, pergaulan bebas, dan pola hidup konsumtif, serta kurangnya penghargaan terhadap produk dalam negeri di kalangan masyarakat dewasa ini (Andriani, 2015: http://www.membumikanpendidikan.com/2015/03/ permasalahan-bangsa-dewasa-ini-dalam.html).

Terkait dengan permasalahan literasi secara umum, data dari penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 60 dengan skor 396 dari total 65 peserta negara untuk kategori literasi (membaca). Hasil ukur membaca ini mencakup memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk tulisan. Skor rata-rata internasional yang ditetapkan oleh PISA sendiri yaitu sebesar 500. Capaian pada tahun 2012, diketahui menurun dibandingkan

(7)

peringkat Indonesia pada 2009 di urutan 57 dengan skor 402 dari total 65 negara. Pada 2012 tersebut, skornya memang naik tetapi peringkatnya turun. Sedangkan pada 2006, Indonesia menduduki peringkat membaca 48 dengan skor 393 dari 56 negara. Kemudian data terbaru terkait dengan tingkat literasi Indonesia pada tahun 2016, disampaikan oleh Central Connecticut State University, Amerika Serikat dengan data bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dirilis pada 9 Maret 2016. Penelitian tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke 60 dari total 61 negara yang diteliti (Firman, 2016: https://tirto.id/literasi-indonesia-yang-belum-merdeka-bBJS).

Rendahnya peringkat literasi Indonesia berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. The Learning Curve Pearson, sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia pada bulan Mei 2014 merilis data mengenai peringkat mutu pendidikan dunia. Indonesia duduk di posisi terakhir dari 40 negara yang terdata. Indonesia menempati posisi ke 40 dengan indeks rangking dan penilaian secara keseluruhan minus 1,84. Fenomena rendahnya tingkat literasi dan mutu pendidikan di Indonesia bertolak belakang dengan perkembangan teknologi informasi terkait dengan media sosial di Indonesia. Hampir semua jejaring sosial, media sosial twitter misalnya, masyarakat Indonesia terkenal sebagai salah satu pengguna terbanyak. Hal yang sama juga terjadi pada jejaring sosial dunia yang lain seperti instagram, facebook, path dan lain sebagainya, pengguna asal Indonesia menduduki peringkat 10 Besar pengguna terbesar situs-situs tersebut. Khusus untuk twitter, selain menjadi pengguna kedua terbesar di dunia, pengguna Twitter asal Indonesia juga terkenal sebagai pengguna twitter

(8)

teraktif ketiga di dunia. Saking aktifnya, pengguna Indonesia sering dicap sebagai “Pengguna Paling Berisik di Dunia” (Chandra, 2014: http://www. kompasiana.-com-/10-peringkat-indonesia-di-dunia).

Fenomena rendahnya peringkat literasi di Indonesia dan tingginya tingkat keaktifan masyarakat Indonesia di dunia maya (media sosial) menjadi sebuah anomali. Perkembangan informasi dan teknologi memang tidak dapat dihindari, akan tetapi jika tidak memahami dan menguasai tentang perkembangan itu sendiri, masyarakat akan dengan mudah terbawa arus ke arah yang negatif seiring dengan perkembangan teknologi yang terus berlangsung. Generasi muda saat ini dibesarkan di tengah-tengah kemajuan teknologi dan akses dunia internasional yang sangat mudah. Melalui jaringan internet dan perangkat komunikasi modern, kaum muda memperoleh informasi serta pengetahuan. Problematika yang terjadi pada pemuda ini tidak lain adalah salah satu kajian dari ilmu kewarganegaraan, kajian pada suatu subjek warga negara, yaitu pemuda. Meluasnya studi-studi menyangkut kewarganegaraan tak diragukan lagi tidak hanya berkaitan dengan konteks berkembangnya demokrasi, tapi berasosiasi juga dengan kondisi-kondisi seperti post-modernisasi dan globalisasi yang termanifestasi dalam isu-isu seperti: rekonfigurasi kelas-kelas sosial, munculnya suatu pemerintahan internasional, rasionalitas baru dalam pemerintahan, dan juga merebaknya gerakan sosial baru yang memperjuangkan politik pengakuan dan redistribusi (Juru, 2013: 3).

Persoalan ini merupakan suatu masalah yang harus dicarikan solusinya, yang tidak boleh didiamkan, karena semakin lama, dapat menjadi suatu bencana sosial. Bagaimanapun, negara Indonesia akan mengalami bonus demografi

(9)

dimana jumlah pemuda akan terus meningkat. Apabila melihat realita sekarang ini, Indonesia diperkirakan mencapai puncak bonus demografi pada 2017 sampai 2019 untuk gelombang pertama dan 2020 sampai 2030 untuk gelombang bonus demografi kedua (Jati, 2015: 2).

Permasalahan yang terjadi di tengah pemuda selalu tidak jauh-jauh dari permasalahan gaya hidup, pergaulan bebas, penyimpangan nilai dan norma, sikap apatis dan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu sebabnya adalah kemajuan teknologi dan globalisasi yang sedikit demi sedikit mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku warga negara. Kemudian, kita juga tidak dapat memungkiri bahwa arus utama diskursus kewarganegaraan dewasa ini adalah wacana kewarganegaraan liberal (Juru, 2013: 3).

Kehadiran liberalisme sebagai suatu wacana politik dan kekuasaan tidak lepas dari suatu konteks historis. Liberalisme sama seperti ideologi lainnya mewujud sebagai gerak revolusioner -penanda aufklarung- baik pada tingkat ide maupun praktik. (Juru, 2013: 20). Wacana liberalisme yang dibangun dari premis-premis individualis dan rasionalis bukanlah sesuatu yang berdiri dalam formasi tunggal, tapi dia juga terbentuk karena benturan dengan “yang lain” dari dirinya (Juru, 2013: 23). Jika sensitif melihat situasi Indonesia saat ini, semangat liberal telah tumbuh dan berkembang di tubuh komunitarian. Hal tersebut melahirkan kontradiksi sekaligus tantangan terbesar demokratisasi atau kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia (Putri, 2012: 1). Purwo Santoso menjelaskan bahwa;

(10)

“Kajian citizenship di Indonesia merupakan sebuah kajian yang sudah sangat terlambat dilakukan di Indonesia. Terlambat, bukan karena tidak ada kajian mengenai hal ini sebelumnya, melainkan karena selama ini bersifat dogmatis, yaitu mengikuti atau menjabarkan suatu ajaran tanpa kritik sama sekali” (Putri, 2012: v).

Dewasa ini, kajian kewarganegaraan seolah dianggap hanya suatu kajian status, padahal kewarganegaraan memiliki cakupan yang luas, termasuk kajian tentang permasalahan-permasalahan politik dan sosial kemasyarakatan, termasuk di dalamnya kajian tentang permasalahan pemuda yang telah dijabarkan datanya di atas. Kajian kewarganegaraan merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan sebagai solusi permasalahan pemuda dewasa ini. Pada prinsipnya, pemuda sebagai warga negara seharusnya mengetahui tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, hukum, nilai, dan norma yang berlaku pada kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu wawasan tentang kewarganegaraan itu sendiri, yaitu adanya suatu kemelek-wacanaan kewarganegaraan (civic literacy). Peningkatan civic literacy, yakni pengetahuan dan kemampuan warga dalam mengatasi masalah-masalah sosial, politik, dan kenegaraan menjadi keniscayaan seiring dengan perubahan politik yang menuntut warga bertindak secara otonom (Suryadi, 2010: 3). Menjadi sebuah tuntutan seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi serta arus globalisasi. Ada beberapa komponen inti yang ada dalam civic literacy, seperti komponen pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter atau sikap kewarganegaraan (civic dispositions) yang merupakan faktor determinan dalam upaya mewujudkan warga negara yang baik. Dilihat dari perspektif integrasi politik, merupakan aspek

(11)

penting dalam mengembangkan perilaku integratif yang berkontribusi secara positif terhadap integrasi bangsa (nation building) dan integrasi elit dengan rakyat. Keberhasilan mengembangkan perilaku integratif dalam diri warga negara dapat mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang produktif untuk mewujudkan kebaikan bersama sebagaimana yang dikehendaki dalam cita-cita nasional dan tujuan bernegara (Cholisin, 2010: 1).

Kaitanya dengan civic literacy, secara formal konstitusional, upaya sistemik dan berkelanjutan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan imperatif yang tersurat dalam alinea keempat Pembukaan, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, selanjutnya secara instrumental dijabarkan dalam Pasal 2, 3, 37 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003. Lebih tegas lagi secara operasional dalam penjelasan Pasal 37 dinyatakan bahwa: “...pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan dalam Undang-Undang tersebut mencakup substansi dan proses pendidikan nilai ideologis Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan yang menekankan pada pendidikan kewajiban dan hak warganegara. Selanjutnya dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi kembali dikukuhkan wajib adanya mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan, yang masing-masing merupakan entitas utuh psikopedagogis/andragogis (Winataputra, 2014: 1).

Civic literacy erat kaitanya dengan pendidikan kewarganegaraan. Namun begitu pendidikan kewarganegaraan seringkali dilakukan dalam ranah formal

(12)

seperti pada sekolah dan perguruan tinggi. Civic literacy memiliki tujuan yang mulia dan sejalan dengan pendidikan kewarganegaraan (civic education). Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan, karena keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu membentuk suatu pribadi warga negara yang baik (good citizenship). Civic literacy sangat perlu untuk terus digalakan dikalangan masyarakat, pada anak-anak, pemuda maupun orang tua. Hal ini sebagai bentuk usaha untuk menanggulangi permasalahan yang akan terus muncul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Usaha penguatan civic literacy pada dasarnya telah dilaksanakan di ranah formal melalui pendidikan kewarganegaraan di sekolah dan perguruan tinggi, namun masih jarang dilakukan di kalangan non formal.

Pegiat sosial dari Indonesian Society for Social Transformation (INSIST), Roem Toppatimasang (2013) menjelaskan bahwa ada kekeliruan dalam anggapan pelaku civic literacy hanya dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Karena kenyataannya, banyak LSM berhenti mendampingi masyarakat ketika lembaga donor yang menjadi sumber pendanaan LSM kehabisan uang. Adapun yang lebih sering dijumpai justru proses menuju literasi warga terhenti segera setelah LSM pergi dari wilayah programnya. Sudah saatnya LSM harus mengubah cara pandang dan pola kerja yang semacam itu. LSM harus mulai memperhatikan keberadaan titik sambung strategis antara pengorganisasian komunitas dengan media warga. Pola itu akan menjamin proses civic literacy yang diusung bersama antara warga dengan LSM terus berlanjut, kendati LSM sudah tidak berada di wilayah tersebut. Roem Toppatimasang (2013) mengartikan

(13)

civic literacy sebagai proses pendidikan politik rakyat untuk melek sebagai warga negara, punya dua kata kunci: mau dan tahu. Civic literacy sudah terwujud bila warga sudah mampu mengenal, mengurai, menilai, dan memutuskan tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Namun, semua itu tak bermakna bila warga tidak menerapkan, mengembangkan, dan membagi kemampuan itu kepada warga lainnya sampai menyeluruh. Intinya, warga sadar akan kenyataaan dirinya dan punya kehendak untuk mengubahnya (Combine Resource Institution, 2013: https://www.combine.or.id/2013/03/civic-literacy-butuh-gerakan-bersama).

Di tengah perkembangan permasalahan bangsa yang terus muncul dan terjadi di masyarakat, ada komunitas masyarakat yang telah merintis dan melakukan usaha penguatan civic literacy yang dilakukan oleh pemuda Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) PPKn Demoratia FKIP UNS pada Dusun Binaan Mutiara Ilmu yang bertempat di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah. HMP PPKn Demokratia itu sendiri merupakan organisasi yang concern dan peduli terhadap pentingnya civic literacy bagi generasi penerus bangsa, adapun hal-hal nyata yang telah dilakukan yaitu dengan mengadakan lomba cerdas cermat mata pelajaran PPKn tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang pertama se-Solo Raya (Surakarta, Klaten, Sragen, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri) pada tahun 2012 dan dilanjutkan setiap tahun berikutnya, dengan tujuan untuk menyampaikan tentang pentingnya mata pelajaran PPKn, karena berisi tentang muatan nilai-nilai penting dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini dilakukan karena biasanya, mata pelajaran PPKn terkesan dikesampingkan dan

(14)

dianggap tidak penting karena bukan mata pelajaran eksakta, dan lagi tidak dijadikan sebagai mata pelajaran yang masuk dalam ujian nasional. Kemudian dalam rangka pengabdian masyarakat, HMP PPKn Demokratia melakukan kerjasama dengan Dusun Binaan Mutiara Ilmu, berupa kegiatan sosialisasi civic literacy dan lomba civic literacy. Kegiatan ini merupakan implementasi dari visi dan misi dari HMP PPKn Demokratia yaitu membentuk warga negara yang baik (good citizen). Dusun Binaan Mutiara Ilmu itu sendiri memiliki fokus gerakan dalam bidang sosial, pendidikan dan keagamaan, yang bergerak dengan tujuan untuk pengabdian kepada masyarakat, membantu masyarakat sekitar melalui program-program pendidikan yang dilakukan dengan reguler dan berkelanjutan. Dusun Binaan Mutiara Ilmu yang pada mulanya kegiatannya hanya Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), berkembang menjadi berbagai kegiatan dan berfokus pada pembentukan pribadi warga negara yang baik (good citizen) melalui sosialisasi dan lomba civic literacy.

Civic literacy itu sendiri dimaknai sebagai kapasitas pengetahuan dan kemampuan warga negara untuk memahami dunia politik mereka; atau diartikan sebagai kapasitas pengetahuan tentang bagaimana untuk secara aktif berpartisipasi dan memulai perubahan dalam komunitas dan masyarakat yang lebih besar; kemauan dan kemampuan untuk terlibat dalam discource publik, mempengaruhi proses pembuatan kebijakan dan mengevaluasi kinerja pemerintahan. Civic literacy merupakan fondasi masyarakat demokratis dan manifestasi dari power citizen, dimana warga dapat melakukan check and balances dan sebagai sarana warga untuk menciptakan jalan untuk perubahan damai (Dwipayana, 2013: 3).

(15)

Kegiatan di Dusun Binaan Mutiara Ilmu ini merupakan embrio dari gerakan pembentukan pribadi warga negara yang baik (good citizen) melalui proses penguatan civic literacy, karena di dalamnya terdapat proses pendidikan kewarganegaraan kemasyarakatan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan warga negara untuk berpartisipasi dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang digerakan oleh pemuda. Gerakan semacam ini merupakan hal yang sangat baik dan menjadi tantangan sekaligus solusi dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa dewasa ini. Hal ini memantik ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang gerakan pemuda HMP PPKn Demokratia di Dusun Binaan Mutiara Ilmu tersebut. Berangkat dari latar belakang tersebut, peneliti mencoba mendalami ketertarikannya melalui suatu penelitian berjudul “Penguatan Civic Literacy Dalam Pembentukan Warga Negara Yang Baik (Good Citizen) dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Warga Negara Muda (Studi Tentang Peran Pemuda HMP PPKn Demokratia pada Dusun Binaan Mutiara Ilmu di Jebres, Surakarta, Jawa Tengah)”.

1.2.Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan terdahulu, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut;

1.2.1. Bagaimana proses penguatan civic literacy dalam pembentukan warga negara yang baik (good citizen) yang dilakukan oleh pemuda HMP PPKn Demokratia di Dusun Binaan Mutiara Ilmu, Jebres, Kota Surakarta?

(16)

1.2.2. Bagaimana implikasi penguatan civic literacy dalam pembentukan warga negara yang baik (good citizen) di Dusun Binaan Mutiara Ilmu terhadap ketahanan pribadi warga negara muda?

1.3.Keaslian Penelitian

Seiring perkembangan jaman, penting kiranya melakukan sebuah penelitian terintegrasi guna menjawab tantangan pada masa yang akan datang. Penelitian terdahulu tentang kajian sosial masyarakat, pendidikan dan ketahanan nasional dijadikan acuan pengkajian yang inovatif. Peneliti menggabungkan variabel yang berbeda dari penelitian sebelumnya tentang peran pemuda, civic literacy dan ketahanan pribadi. Berikut beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait peran pemuda, civic literacy dan ketahanan pribadi;

(17)

No Kompetensi

Peneliti Judul dan Lokasi Penelitian Fokus Penelitian Metode dan Hasil Penelitian

Perbedaan Penelitian 1. Nuryadi, (2010), Ketahanan Nasional, UGM PPKn, UNS

Peran nilai-nilai dalam kurikulum pendidikan kewarganegaraan untuk membentuk masyarakat madani dan implikasinya terhadap ketahanan sosial: Studi tentang pandangan tenaga pendidik di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta,

Provinsi Jawa Tengah

Mengetahui peran nilai-nilai dalam kurikulum PKn menurut tenaga pendidik dalam membentuk masyarakat madani dan ketahanan sosial

Metode penelitian deskriptif kualitatif. Peran Nilai-Nilai dalam Kurikulum PKn Untuk Membentuk Masyarakat Madani dapat ditunjukkan dengan tujuan utama PKn adalah untuk membentuk atau menghasilkan warga negara yang baik, yaitu warga negara yang tahu, mau dan mampu

melaksanakan segala hal yang menjadi hak dan kewajibannya.

Variabel penelitian berbeda Fokus penelitian berbeda Metode penelitian berbeda Lokasi penelitian berbeda 2. Baroroh, dkk, (2015), PPKn, UNS Constitutional Question Sebagai Model Pembelajaran Kritis Untuk Pengembangan Civic Literacy Calon Guru Dalam Rangka Pembentukan Living Constitution

Mengetahui dan menguji model pembelajaran

constitutional question untuk pengembangan civic literacy pada calon guru PKn

Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Constitutional question dapat

digunakan sebagai model pebelajaran kritis untuk pengembangan civic literacy dalam rangka pembentukan living constitution. Variabel penelitian berbeda Fokus penelitian berbeda Lokasi penelitian berbeda 3. Suyuthie, (2015), Ketahanan Nasional, UGM Pemahaman Wawasan Kebangsaan Pada Mahasiswa Anggota Organisasi

Kedaerahan Dan Implikasinya terhadap Ketahanan Pribadi (Studi Pada Ikatan Pelajar Mahasiswa Bengkulu-Yogyakarta)

Mengkaji pemahaman

tentang wawasan kebangsaan pada mahasiswa yang

tergabung dalam organisasi kedaerahan (ikatan

mahasiswa

bengkulu-yogyakarta) dan implikasinya terhadap ketahanan pribadi

Metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemahaman yang baik pada

mahasiswa anggota IKPMBY dan masuk kategori kebenaran yang pragmatisme, serta memberikan implikasi terhadap ketahanan pribadi.

Variabel penelitian berbeda Fokus penelitian berbeda Metode penelitian berbeda Lokasi penelitian berbeda

(18)

4. Nasution, (2015), Ketahanan Nasional, UGM

Pemahaman Nilai Bela Negara Pada Generasi Muda Serta Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Dan Ketahanan Sekolah (Studi Sman 67 Halim

Perdanakusuma Jakarta Timur)

Mengetahui pemahaman tentang bela negara pada generasi mudan dan impilasinya terhadap

ketahanan pribadi pada siswa

Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian:

Pemahaman siswa tentang nilai bela negara dengan tingkat pemahaman yang rendah adalah cinta tanah air serta keyakinan akan Pancasila sebagai ideologi negara. Pemahaman siswa tentang nilai bela negara dengan tingkat pemahaman yang relatif tinggi ditemukan pada kesadaran berbangsa dan bernegara, perlunya memiliki kemampuan awal bela negara serta rela berkorban untuk bangsa dan negara. Variabel penelitian berbeda Fokus penelitian berbeda Lokasi penelitian berbeda 5. Widiatmaka, (2016), Ketahanan Nasional, UGM

Peran Organisasi Kepemudaan Dalam Membangun Karakter Pemuda Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Pemuda

(Studi Pada Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor di Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah)

Mengetahui peran organisasi kepemudaan dalam

membangun karakter pemuda dan implikasinya terhadap kehanan pribadi pemuda

Metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian di lapangan

menunjukkan bahwa peran Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor di Kabupaten Sukoharjo dapat membangun karakter pemuda. Karakter yang dapat di bangun di organisasi tersebut, yaitu religius, tanggung jawab, disiplin, mandiri, kejujuran, amanah, peduli antar sesama, kerja sama, percaya diri, kreatif, pantang menyerah, kepemimpinan, toleransi, dan nasionalisme. Variabel penelitian berbeda Fokus penelitian berbeda Lokasi penelitian berbeda

(19)

Ketahanan Nasional, UGM

Pencegahan Korupsi Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah

(Studi Pada Satgas Muda Anti Korupsi Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta)

dalam upaya pencegahan korupsi pada satgas muda anti korupsi kota yogyakarta dan implikasinya tehadap

ketahanan wilayah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Satgas Muda Anti Korupsi berperan dalam upaya pencegahan korupsi di Kota Yogyakarta. Peran tersebut dilakukan melalui 3 (tiga) kegiatan yaitu (1), pendidikan anti korupsi, (2), sosialisasi anti korupsi, (3),

pengawasan kepada pemerintah.

penelitian berbeda Fokus penelitian berbeda Metode penelitian berbeda Lokasi penelitian berbeda

(20)

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan terdahulu, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui proses penguatan civic literacy dalam pembentukan warga negara yang baik (good citizen) yang dilakukan oleh pemuda HMP PPKn Demokratia di Dusun Binaan Mutiara Ilmu, Jebres, Kota Surakarta. 2. Untuk mengkaji implikasi penguatan civic literacy dalam pembentukan

warga negara yang baik (good citizen) di Dusun Binaan Mutiara Ilmu terhadap ketahanan pribadi warga negara muda.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini berkaitan dengan upaya memperoleh informasi dan data mengenai peran pemuda dalam penguatan civic literacy dan implikasinya terhadap ketahanan pribadi warga negara muda di Dusun Binaan Mutiara Ilmu, Jebres, Surakarta. Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun empiris (praktis). Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut;

1. Menghasilkan temuan-temuan baru yang berguna dalam mengembangkan pengetahuan tentang civic literacy dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Memberikan sumbangsih dan memperkaya wawasan tentang pola penguatan civic literacy dan ilmplikasinya terhadap ketahanan pribadi warga negara muda.

(21)

3. Luaran ilmiah dari penelitian ini berupa laporan tesis maupun jurnal ilmiah nasional atau internasional yang terakreditasi.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan sumbangsih sebagai berikut;

1. Bagi Pemuda dan Masyarakat:

1) Meningkatkan motivasi dan peran pemuda dalam gerakan penguatan civic literacy untuk membentuk warga negara yang baik (good citizen).

2) Meningkatkan ketahanan pribadi warga negara muda sebagai generasi penerus bangsa untuk mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia. 2. Bagi Program Studi Ketahanan Nasional:

1) Sumbangsih bagi kajian peran pemuda dalam penguatan civic literacy sebagai sarana penguatan ketahanan pribadi warga negara muda.

2) Memberikan kontribusi akademis terhadap kualitas kajian ketahanan nasional, umumnya ketahanan sosial, dan khususnya ketahanan pribadi. 3. Bagi Pihak Komunitas di Masyarakat dan Instansi terkait:

1) Sebagai masukan bagi pemangku kebijakan dan pihak terkait dalam menentukan kebijakan terkait peran pemuda khususnya pada gerakan-gerakan sosial yang berlandaskan Pancasila dan UUD Tahun 1945.

2) Sebagai bahan pertimbangan dan sumber analisis bagi pemangku kebijakan dan pihak terkait dalam melestarikan nilai-nilai civic literacy (Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia) untuk memperkuat ketahanan pribadi warga negara, khususnya warga negara muda yang disiapkan sebagai generasi penerus bangsa.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang proses berpikir kreatif siswa tipe sekuensial abstrak dan acak abstrak pada pemecahan masalah biologi dapat

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya

Ringkasnya, meskipun struktur kristal serbuk ferit hasil sintesis telah sama dengan produk komersial, namun sifat-sifat magnetik magnet yang dihasilkan masih belum dapat

1) Penelitian sebelumnyadilakukan oleh Miguel Araujo (2014) yang berjudul ”Analisis Efektifitas terhadap kebijakan keuangan Daerah bagi pemerintah Daerah Distrik

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa awitan serangan stroke saat masuk rumah sakit dalam penelitian ini merupakan faktor perancu yang tidak bermakna untuk keluaran klinis

penambahannya pada kata dasar tidak dapat membentuk kata benda abstrak. - Hanya settougo hi- yang tidak bisa diikuti oleh kata benda yang menyerupai kata sifat

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

(seharusnya dilakukan) dan tidak baik (tidak pantas dilakukan) oleh anak dalam stadium yang berbeda-beda. Berdasarkan defenisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa “Moral