1
PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA
Oleh : Ni Made Gatot Sukma Dewi
NPM : 1310121161
Pembimbing I : Dr. Simon Nahak, SH.,MH.
Pembimbing II : I Made Minggu Widyantara, SH.,MH.
ABSTRACT
The rights of the convict manifest coaching inmates were not always implemented in a correctional facility but also workable coaching outside the correctional facility such as one in parole for convict. Its problem is : How parole procedure to convict in correctional institutions ? And what is the purpose of the implementation of the granting of parole for convict ? Becoming its target is : to know parole procedure to convict in correctional institute and to find out the purpose of the implementation of the granting of parole for convict. Its method research is type research of normative. Approach of problem is approach of conceptual approach and legislation. Source of materials punish and primary of sekunder. Approach of problem is conceptual approach and law. Gathering of materials punish by reading or studying law and regulation books and also other literature. Processing of law materials conducted, descriptively is analytical. Results and solution that is State Prisoners now Houses evolved from the kepenjaraan system into the correctional system based on Pancasila which is implemented through the mentoring programme for the convict realized the error repair themselves and no longer repeat the criminal act so that it can be accepted by the community. Of the discussion can be summed up the stages that have been specified : performance coaching convict which started from 0-2/3 the period of criminal, then the fulfillment of the terms of the substantive and administrative, in addition convict also must fill out the affidavit filled in by the family of the convict in question and must be known to the local community which is represented by a village chief or village head, after all the requirements have been met then the regional observe team will establish and carry out correctional hearings to approve or not the proposal and subsequent proposal was sent to the central level general correctional, if getting away hence is immediately published by SK and degraded to LAPAS. Parole aims to educate convict things where the terms provided a lesson for him as well as a test for the later can be successful in public life. The suggestions can be submitted should correctional facility is not a place to confine and takes away a person’s freedom rights but rather to run patterns against the construction of the convict in order to become a good man and responsible. Need to be improved so that the quality and professionalism of the officers in carrying out the process of coaching.
2
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Asas equality before the law atau persamaan dalam hukum, supremasi hukum dan hak asasi manusia merupakan syarat dari konsep Negara hukum. Atas konsepsi itulah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus mengedepankan aspek hak asasi manusia. Dalam pelaksanaannya di Indonesia peraturan pelaksanaan terhadap hak-hak asasi tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan salah satu perangkat aturan hukum yang menjadi acuan dan mengatur tentang hak asasi manusia di Indonesia.
Berbicara tentang hak asasi manusia, setiap orang memiliki hak asasi yang sama tidak terkecuali bagi orang yang sedang menjalani hukuman. Salah satu hak asasi yang diberikan oleh Negara adalah hak pembinaan bagi Narapidana. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga permasyarakatan. Meskipun terpidana kehilangan kemerdekaannya, namun ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi oleh undang-undang dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Salah satu hak dari seorang Narapidana yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah hak atas pembebasan bersyarat.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan pokok yaitu Bagaimana prosedur pembebasan bersyarat bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ? Dan Apakah tujuan dari pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat bagi Narapidana ?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami prosedur dan tujuan dari pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi,
3
khususnya dalam bidang penelitian, dan untuk melatih mahasiswa dalam menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Untuk tipe penelitian hukum normatif dipergunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan perbandingan hukum, pendekatan sejarah hukum ataupun pendekatan kasus. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Sumber bahan hukum yang digunakan terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam teknik pengumpulan bahan hukum, penulis membaca atau mempelajari buku-buku peraturan perundang-undangan serta literatur lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Dalam menentukan bahan hukum, maka terdapat tiga konsepsi pokok yang harus menjadi bahan pertimbangan yakni, pertama bahwa bahan hukum itu haruslah sesuai dan relevan dengan isu hukum yang diketengahkan. Kedua, bahwa bahan hukum khususnya bahan hukum primer harus dapat diinterpretasikan atau dikonstruksikan. Ketiga, bahwa bahan hukum itu harus mempunyai nilai atau standar baik dalam teori maupun konsep hukum.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembebasan bersyarat merupakan hak bagi setiap Narapidana, hanya saja hak tersebut tidak mutlak harus dipenuhi, mengingat pemberian pembebasan bersyarat harus mencerminkan rasa keadilan di masyarakat terutama bagi pihak korban. Permohonan pembebasan bersyarat bagi narapidana yang telah memenuhi dua pertiga masa pidananya yang sekurang-kurangnya sembilan (9) bulan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 15 KUHP, maka sebelum permohonan diajukan
4
ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor. M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.
Setelah semua prosedur telah dilalui maka apabila Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui usulan pembebasan bersyarat tersebut, keputusan mengenai pembebasan bersyarat dibuat oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Surat keputusan tersebut selanjutnya dikirim kepada Kepala Kejaksaan Negeri tempat Narapidana menjalani pembebasan bersyarat.
Adapun yang menjadi maksud dari pemberian pembebasan bersyarat itu adalah selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan. Masalah ini dapat menimbulkan salah pengertian ataupun dapat dianggap sebagai masalah yang sulit dimengerti dan juga melanggar hak asasi manusia itu sendiri. Bahkan narapidana kemudian secara bertahap akan dibimbing diluar Lembaga (ditengah-tengah masyarakat), yang dimana hal ini merupakan kebutuhan dalam suatu proses pemasyarakatan. Jelaslah bahwa Pembebasan Bersyarat bertujuan mendidik narapidana, hal mana syarat-syarat itu disamping merupakan pelajaran baginya juga sebagai ujian untuk nantinya bisa berhasil di alam merdeka penuh. Selanjutnya juga merupakan pendorong bagi narapidana untuk berkelakuan baik dalam Lembaga Pemasyarakatan.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Prosedur pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana yaitu dilaksanakannya Pembinaan Narapidana yang dimulai dari 0 – 2/3 masa pidana,
5
kemudian pemenuhan syarat baik itu syarat substantif dan administratif, selain itu Narapidana juga harus mengisi surat pernyataan yang diisi oleh pihak keluarga dari Narapidana yang bersangkutan serta harus diketahui oleh masyarakat setempat yang diwakili oleh Kepala Desa ataupun Lurah. Dalam hal ini pihak keluarga yang mengisi surat pernyataan tersebut merupakan penjamin dari Narapidana itu sendiri. Setelah adanya pertimbangan perihal diterimanya usulan pembebasan bersyarat untuk narapidana yang bersangkutan maka diterbitkanlah Surat Keputusan (SK) pembebasan bersyarat dan selanjutnya akan dilakukan bimbingan terhadap Narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Adapun tujuan dari pemberian pembebasan bersyarat tbagi narapidana ialah untuk mendidik Narapidana, hal mana syarat-syarat yang diberikan merupakan pelajaran baginya juga sebagai ujian untuk nantinya bisa berhasil di alam merdeka penuh. Pembebasan bersyarat akan menjadi pendorong baginya untuk berbuat kearah yang lebih baik.
SARAN
Kepada seluruh Lembaga Pemasyarakatan, narapidana, serta masyarakat ikut berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dimana kebijakan tersebut guna menegakkan hukum. Karena yang perlu kita sadari bersama bahwa Lembaga Pemasyarakatan bukanlah tempat untuk mengurung dan merenggut hak-hak kebebasan seseorang melainkan untuk menjalankan pola pembinaan terhadap narapidana agar menjadi manusia yang baik dan bertanggungjawab. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat juga diperlukan agar masyarakat lebih memahami arti pentingnya pembebasan bersyarat, terutama di lingkungan tempat Narapidana menjalani pembebasan bersyarat.
6
DAFTAR PUSTAKA
Abdoel Djamali, 2012, Pengantar Hukum Indonesia, Edisi Revisi, Rajagrafindo Persada, Jakarta
Achmad S. Soemadipradja dan Romli Atmasasmita, 1979, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, Bina Cipta, Bandung
Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Denpasar, 13 Juli 2017 Mengetahui Pembimbing I Dr. Simon Nahak, SH., MH. NIK : 230 330 213 Pembimbing II
I Made Minggu Widyantara, SH., MH. NIK : 230 330 119