• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 STABILITAS DINAMIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 STABILITAS DINAMIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

5 STABILITAS DINAMIS KAPAL POLE AND LINE

SULAWESI SELATAN

5.1 Pendahuluan

Efektivitas pengoperasian kapal di laut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kelaiklautan (seaworthiness) dan seakindliness dari kapal itu sendiri. Seaworthiness dan seakindliness merupakan kriteria utama yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal.

Seaworthiness sebagai indikasi keselamatan pada kondisi ekstrim, menunjukkan kemampuan kapal untuk tetap survive dalam segala bahaya di laut seperti tubrukan, kandas dan efek lain yang berkaitan dengan cuaca buruk, sedangkan seakindliness lebih memberikan indikasi mengenai karakteristik respon kapal terhadap kondisi lingkungan laut. Kedua hal ini dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan kualitas unjuk kerja kapal yang selanjutnya disebut dengan istilah seakeeping.

Dinamika kapal di laut secara umum dapat dilihat dari kualitas seakeeping kapal tersebut di atas gelombang laut. Seakeeping merupakan suatu istilah yang mencakup studi tentang keragaan dan reaksi kapal di laut atau suatu istilah yang menyatakan kemampuan kapal untuk tetap menjalankan fungsinya secara normal di laut (Gillmer and Johnson,1982). Seakeeping, sebagai indikasi teknis pengoperasian meliputi gerakan kapal (amplitudo, percepatan, phase), kebasahan geladak (deck wetness), hempasan gelombang (slamming), beban-beban hidrodinamis (tahanan, gaya, momen), beban-beban transient dan sebagainya (Lloyd, 1989).

Ada enam macam gerakan kapal di atas permukaan laut yang terdiri dari tiga gerakan translasi dan tiga gerakan rotasi berdasarkan sumbu ordinat (Bhattacharya, 1978; Gillmer dan Johnson, 1982; Rawson dan Tupper, 1984 ; Lloyd, 1989) (Gambar 5.1).

(2)

Gerakan rotasi terdiri dari: 1) rolling, gerakan angular kapal yang memutar ke kiri dan ke kanan terhadap sumbu longitudinal kapal, sepanjang sumbu X; 2) pitching, gerakan angular yang memutar ke depan dan ke belakang terhadap sumbu transversal kapal, sepanjang sumbu Y; 3) yawing, gerakan angular yang memutar ke kanan dan ke kiri terhadap sumbu vertikal (sumbu Z).

Gambar 5.1 Enam gerakan bebas kapal di laut

Kapal pole and line dalam melakukan operasi penangkapan memungkinkan untuk berhadapan pada situasi lingkungan yang kurang menguntungkan karena sifat operasinya yang oseanik. Pada saat melakukan kegiatan pemancingan, kecepatan kapal pole and line adalah nol sehingga sangat riskan terhadap pengaruh gelombang yang dapat mengakibatkan terjadinya keolengan (rolling motion) kapal.

Elemen-elemen yang menyebabkan sebuah kapal mengalami olengan di laut terutama karena ketidakseimbangan momen-momen yang dihasilkan dari perubahan pusat gaya apung. Jika kapal mendapat pengaruh gelombang, waterplane kapal dapat tetap atau cenderung bergerak bergantung pada frekuensi, panjang dan amplitudo gelombang (Gillmer dan Johnson, 1982). Pusat gaya apung, yang posisinya bergantung pada kemiringan waterplane pada tiap draft, akan meninggalkan vertical line melewati pusat gaya berat jika waterline cenderung naik.

(3)

Bhattacharya (1978) memberikan acuan periode oleng untuk berbagai jenis kapal laut seperti yang disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Periode oleng pada berbagai jenis kapal laut

Jenis Kapal Periode Oleng (det)

Kapal Penumpang 20.0 – 25.0 Kapal Cargo – Penumpang 10.5 – 14.5 Kapal Cargo 9.0 – 13.0 Kapal Tanker 9.0 – 10.0 Kapal Perikanan 5.5 – 7.0 Whale boat 9.0 – 11.5 Battleship 14.5 – 17.0 Cruiser 12.0 – 13.0 Destroyer 9.0 – 9.5 Torpedo boat 7.0 – 7.5

Pada penelitian ini dilakukan kajian terhadap keragaan dan reaksi kapal pole and line di laut dalam menjalankan fungsinya dengan tujuan untuk (1) menganalisis stabilitas dinamis kapal pole and line sampel (2) menganalisis periode oleng terhadap berbagai nilai GM kapal yang terbentuk dan (3) menganalisis gerakan rolling pada amplitudo gelombang beam seas yang berbeda dalam satuan waktu

5.2 Bahan dan Metode

5.2.1 Data yang Digunakan

Data yang digunakan untuk menganalisis stabilitas dinamis kapal pole and line adalah:

1) kurva GZ stabilitas statis kapal pole and line K-A, K-B, K-C dan K-D untuk mengetahui kurva GZ stabilitas dinamis masing-masing kapal. 2) nilai GM kapal K-A, K-B, K-C dan K-D untuk analisis periode rolling dan gerakan rolling.

5.2.2 Analisis Data

(4)

Nilai GM yang diperoleh pada kurva GZ digunakan untuk menghitung periode oleng setiap kapal. Formula yang digunakan untuk menghitung periode oleng kapal adalah (IMO, 1995):

GM CB

TΦ= 2 ……… 5.2.2-1

dimana: C =0.373+0.023(B d)−0.043(LWL 100)

Nilai periode oleng kemudian diplotkan terhadap nilai KG yang diperoleh pada perhitungan perkiraan nilai KG pada empat kondisi distribusi muatan pada Bagian 4 tulisan ini.

Selanjutnya dilakukan analisis data untuk memperoleh nilai frekuensi dan amplitudo gerakan rolling kapal pada gelombang beraturan beam seas. Perhitungan ini dilakukan terhadap berbagai nilai GM keempat kapal sampel. Nilai GM yang digunakan pada analisis ini diterakan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Nilai GM (m) masing-masing kapal sampel

GM (m) No. Kondisi kapal

K-A K-B K-C K-D

1. Kapal kosong 0.68 0.46 0.50 0.42 2. Kapal berangkat 0.63 0.41 0.45 0.40 3. Kapal beroperasi 0.61 0.40 0.44 0.37 4. Kapal pulang 0.62 0.41 0.43 0.38

Penyelesaian perhitungan seakeeping kapal disajikan dalam flow chart pada Gambar 5.2, dengan menggunakan persamaan gerakan yang dapat dijelaskan melalui persamaan diferensial linear (Hamamoto, 2000). Penentuan harga koefisien added mass, koefisien damping, restoring force dan exciting force dilakukan dengan menggunakan metode Lewis Form berdasarkan Teori Strip (Lloyd, 1989).

Untuk menjelaskan berbagai pengaruh rolling terhadap kestabilan kapal di laut, ada dua hal penting yang harus diketahui dari karakteristik rolling kapal yang akan dijelaskan pada sub bab 5.2.2.1 dan 5.2.2.2. Pertama, free rolling kapal pada air tenang untuk roll decay dengan periode rolling natural. Kedua, synchronous rolling kapal pada kondisi bergelombang untuk amplitudo rolling.

(5)

Gambar 5.2 Flow chart penyelesaian perhitungan seakeeping

5.2.2.1. Gerakan Rolling pada Kondisi Air Tenang

Rolling sebuah kapal pada kondisi air tenang dapat terjadi dan kemudian berkurang pada beberapa momen kemiringan eksternal dengan persamaan gerakan yang dapat dijelaskan melalui persamaan diferensial linear sebagai berikut (Hamamoto, 2000).

(

I+J

)

φ&&+Dφ&+WGM φ=0... 5.2.2.1-1

karena momen penegak kali sudut oleng Φ adalah WxGMφ

momen damping kali kecepatan angularφ& adalah Dφ&

momen inersia I dan momen inersia tambahan J kali percepatan angular φ&& adalah

(

I+J

)

φ&&.

Spesifikasi kapal : LWL, B (m), d (m), ∆ (ton),

massa kapal (ton.det∫/m), kecepatan (m/det), data offset kapal

Spesifikasi gelombang : λ (m), ζa (m), µ (o),

ωe (rad/det), ωw (rad/det)

MULAI

Masukan Data Penentuan nilai koefisien • Koefisien added mass (an)

• Koefisien damping (bn)

• Koefisien restoring (cΦ)

Penentuan nilai :

• Damped rolling period • Exciting Moment • Magnification factor • Static rolling amplitude • Rolling amplitude

Penyelesaian Persamaan Gerak

Hasil Time series gelombang reguler beam seas

Time series gerakan rolling kapal Strip Theory

(6)

Penyelesaian persamaan diferensial ini pada kondisi awal sudut oleng Φ0 pada saat t = 0, sehingga:

[

t

]

t

[

et

]

et e e e e e 2 2 0 2 2 2 2

0exp cos exp α sin ω α

α ω α φ α ω α φ φ φ φ − − − + − − =

dimana, αe adalah koefisien damping efektif, αe =R/2I ωφ adalah frekuensi rolling natural :

(

I J

)

D e = + α 2 ,

(

I J

)

WGM + = φ ω ... 5.2.2.1-4 Karena koefisien dampingnya sangat kecil dibanding dengan frekuensi rolling natural, maka sudut oleng dapat diperkirakan sebagai berikut:

[

]

[

]

t T t t t e e e φ π α φ ω α φ

φ = 0exp− cos = 0exp− cos2 ... 5.2.2.1-5

dimana Tφ adalah periode rolling natural yang didefenisikan dengan: π

ωe =Tφ /2

Sesuai dengan solusi perkiraan ini, sudut oleng secara gradual mengecil menurut waktu karena energi oleng kapal diserap oleh tahanan air dalam sebuah swing dari sudut maksimum Φn pada satu sisi sampai sudut maksimum berikutnya Φn+1 pada

sisi yang lain, seperti pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Time history roll decay pada kondisi air tenang

(7)

Sudut maksimum Φn diberikan dengan

2 n T

t= φ pada persamaan (5.2.2.1-5) yang

dijelaskan sebagai berikut:

[

a n

]

n T e e e = −      − = exp 2 exp 0 0 α φ φ φ φ , n=0,1,2,3.... ...5.2.2.1-6

dan dengan cara yang sama, Φn+1 adalah:

(

)

[

1

]

exp 0 1 = − + + ae n n φ φ ...5.2.2.1-7 dimana, n adalah jumlah olengan dalam roll decay kapal

αe adalah koefisien non dimensional yang disebut effective extinction

coefficient yang didefinisikan dengan αeeTφ /2 Kemudian perubahan rolling antara Φn dan Φn+1 dituliskan dengan:

[

e

]

[

e

(

)

]

[

n

]

n

n − = −a n − −a n+ ≈ −a

=

∆φ φ φ +1 φ0exp φ0exp 1 φ 0exp 5.2.2.1-8

dan rata rata sudut oleng Φn dan Φn+1 dituliskan sebagai:

(

n n

)

[

n

]

[

ae

(

n

)

]

[

aen

]

m = + + = − + exp− +1 ≈ exp− 2 1 exp 2 1 2 1 0 0 0 1 φ α φ φ φ φ φ 5.2.2.1-9

Hubungan antara ∆Φ dan Φm adalah

m e aφ

φ =

∆ ... 5.2.2.1-10 Dengan menggunakan hubungan ini, akan bisa diperoleh effective extinction coefficient dari time history roll decay pada air tenang, karena sampai sekarang tidak mungkin memprediksi koefisien tersebut secara teoritis. Beberapa peneliti mengajukan formula empiris untuk extinction coefficient. Formula Froude’s terdiri dari dua bagian berdasarkan metode keseimbangan energi, salah satunya konstan sedangkan yang lain proporsional terhadap sudut inklinasi sebagai berikut: m e a bφ α = + ... 5.2.2.1-11 sehingga: 2 m m bφ αφ φ = + ∆ ... 5.2.2.1-12

(8)

Bertin menjelaskan bahwa pengurangan roll dapat digambarkan secara sederhana sebagai sebuah konstanta dikalikan dengan sudut inklinasi sebagai:

2 m e Nφ α = ... 5.2.2.1-13 sehingga: 2 m Nφ φ = ∆ ... 5.2.2.1-14 Kedua formula ini layak untuk analisis free rolling test dan hubungan antara kedua koefisien dijelaskan sebagai berikut:

m a b N φ + = ... 5.2.2.1-15 Berdasarkan hasil sejumlah uji model kapal konvensional, koefisien-koefisien diperkirakan sebagai berikut:

02 . 0 ≈

N untuk kapal-kapal dengan bilge keel pada sudut 20O dan

03 . 0 ~ 02 . 0 ≈

a dan b≈0.02 untuk kapal dengan bilge keel

Nilai-nilai tersebut sangat sensitif untuk rolling kapal pada kondisi bergelombang, sehingga perlu untuk mendapatkan nilai tersebut dari free rolling test.

5.2.2.2 Gerakan Rolling pada Kondisi Gelombang Beam Waves

Pada saat kapal berada pada kondisi perairan bergelombang, inklinasi kapal terhadap permukaan air bukan Φ seperti pada kondisi air tenang, tetapi (Φ-θ) dimana θ adalah wave slope. Momen penegak kapal pada kondisi bergelombang

adalah WxGM(φ −θ) sebagai pengganti WxGM . Karena momen damping φ

berlawanan dengan kecepatan angular diasumsikan sama dengan kondisi air tenang dengan persamaan gerakannya sebagai berikut:

(

I+J

)

φ&&+Dφ&+WGM

(

φ −θ

)

=0 ... 5.2.2.2-1 Menurut teori simpel gravity gelombang, maka profil gelombang permukaan ƺ (℥,t) didefinisikan dengan sebuah fungsi jarak ℥ pada saat instant t sebagai berikut:

(9)

dimana a adalah amplitudo gelombang k adalah bilangan gelombang =

g

2

ω

ω adalah frekuensi sirkular gelombang.

Effective wave slope θ pada pusat apung diperoleh dari: t t ak d d ξ γ ω γ ω ξ ζ γ θ  =0= sin = Θsin      = ………5.2.2.2-3

dimana γ adalah koefisien effective wave slope yang diperkenalkan oleh Tasai, didalamnya termasuk pengaruh swaying terhadap rolling dan Θ adalah sudut gelombang permukaan (surface wave slope) didefinisikan sebagai:

g a ak 2 ω = = Θ ... 5.2.2.2-4 dengan memasukkan persamaan (5.2.2.2-3) kedalam persamaan (5.2.2.2-1) diperoleh:

t

e

eφ ω φ ω γ ω

α

φ&&+2 &+ 2 = φ2 Θsin ...5.2.2.2-5

dimana ωe adalah koefisien efektif damping dan ωφ adalah frekuensi rolling

natural, didefinisikan sebagai:

(

I J

)

D e = + α 2 ;

(

)

J I WGM + = φ ω ... 5.2.2.2-6

Karena persamaan (5.2.2.2-5) merupakan persamaan diferensial linear dan bagian kanan adalah wave exciting momen. Solusi dari persamaan ini terdiri dari transient rolling dan sudut forced rolling Φ yang diekspresikan dalam bentuk berikut dengan koefisien A dan B:

t B t

A ω ω

φ = cos + sin ... 5.2.2.2-7 dengan kecepatan sudut φ& dan percepatan φ&& adalah:

t B

t

Aω ω ω ω

(10)

Untuk memperoleh koefisien A dan B, maka sudut oleng φ, kecepatan sudut φ& dan percepatan φ&& disubstitusikan kedalam persamaan (5.2.2.2-5) sehingga menjadi:

(

)

[

ωe2 ω2 A+eωB

]

cosωt+

[

(

ωφ2 ω2

)

Beω A

]

sinωt=ωeΘsinωt ... 5.2.2.2-9

Dengan membandingkan bagian kiri dan kanan dari persamaan (5.2.2.2-9) maka persamaan-persamaan yang dihasilkan menghargai A dan B dapat diterangkan sebagai berikut:

(

)

(

)

= Θ + − = + − γ ω ω ω ω α ω α ω ω φ φ2 2 2 2 2 0 2 B A B A e e e ... 5.2.2.2-10 yang menghasilkan determinan ∆:

(

)

(

2 2

)

2 2 2 ω ω ω α ω α ω ωφ − − − = ∆ e e e ... 5.2.2.2-11

sehingga koefisien A dan B diperoleh dari:

(

) (

2 2

)

2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 0 1 ω α ω ω γ ω ω α ω ω γ ω ω α φ φ φ φ e e e A A + − Θ − = − Θ = = 5.2.2.2-12

(

)

(

)

(

2 2

)

2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 0 1 ω α ω ω γ ω ω ω γ ω ω α ω ω φ φ φ φ φ e e B + − Θ − = Θ − − = ∆ = 5.2.2.2-13

Dengan demikian forced sudut rolling menjadi:

(

)

[

(

)

]

(

ω ω

)

α ω

(

ω σ

)

γ ω ω ω α ω ω ω ω α ω ω γ ω φ φ φ φ φ φ − + − = − − + − Θ = t g w a t t e e e sin 4 / cos 2 sin 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 5.2.2.2-14

dimana σ adalah sudut phase antara effective wave slope dan sudut oleng

2 2 1 2 tan ω ω ω α σ φ − = − e ... 5.2.2.2-15

(11)

Ada 3 tipe rolling yaitu, (1) synchronous rolling pada saat frekuensi gelombang

laut sama dengan frekuensi natural = =1

T Tφ

φ ω

ω

; (2) forced rolling pada kasus

terbatas = →0 T Tφ φ ω ω

untuk kapal yang memiliki periode oleng yang panjang

dan = →∞ T Tφ φ ω ω

untuk kapal dengan periode oleng yang pendek.

Pada saat wave period T sama dengan natural roll period Tφ, maka amplitudo

rolling ΦA mencapai amplitudo maksimum dan phase lag σ adalah:

e A α γ ω φ φ 2 Θ = , 2 π σ= ... 5.2.2.2-16 Pada saat synchronous resonance, inklinasi maksimum terjadi pada kondisi kapal berada pada lembah gelombang dan puncak gelombang.

Ketika periode gelombang sangat panjang dibandingkan dengan natural roll

period maka amplitudo rolling menjadi sama dengan wave slope dan phase lag adalah nol.

Θ

φA , σ =0 ... 5.2.2.2-17

Pada forced rolling ini, kapal tegak pada puncak dan lembah gelombang. Sudut

roll adalah layak dan umumnya dek kapal tidak kemasukan air.

Ketika periode gelombang sangat pendek dibandingkan dengan natural roll

period maka amplitudo rolling dan phase lag adalah:

0 = A ϕ σ =π ... 5.2.2.2-18 Sebagaimana rasio T Tφ

meningkat dari 0 ke 1, maka rasio

Θ

σ φA

meningkat juga dari 1 sampai rasio maksimum pada synchronous resonance. Kemudian, ketika

(12)

Gambar 5.4 Kurva synchronous rolling

Nilai maksimum dari rasio Θ

γ φA

bergantung pada nilai effective extinction

coefficient αe, dan natural roll period Tφ bergantung pada tinggi metacentre GM

dan radius girasi massa kapal di sekitar sumbu longitudinal melalui pusat gravitasi sebagai berikut: ae A 2 π γ φ = Θ , gGM k Tφ= 2π ... 5.2.2.2-19

Dngan menggunakan formula Froude dan mengubah radian ke derajat untuk

koefisien extinction, amplitudo rolling kapal pada saat synchronous resonance

dengan gelombang menjadi:       Θ = + π πγ φ φ 180 2 2 A A b a ... 5.2.2.2-20

sehingga amplitudo rolling menjadi:       −       + Θ = b a b a b A 2 2 180γ φ (derajat) ... 5.2.2.2-21

Dengan formula Bertin, amplitudo rolling menjadi:

N A 2 180 Θ = γ φ (derajat) ... 5.2.2.2-22 Sumber: Hamamoto (2000)

(13)

5.3 Hasil

5.3.1 Nilai Stabilitas Dinamis Kapal Pole and Line Sulawesi Selatan

Perhitungan nilai GZ untuk stabilitas dinamis kapal pole and line sampel dilakukan pada empat kondisi distribusi muatan terhadap empat kapal sampel K-A, K-B, K-C dan K-D. Nilai dan kurva GZ untuk stabilitas dinamis diperoleh dengan menghitung luas area di bawah kurva GZ stabilitas statis. Kurva stabilitas kapal disajikan pada Gambar 5.5– 5.8.

Dari kurva stabilitas dapat diketahui stabilitas dinamis kapal sampel yang digambarkan oleh luas area di bawah kurva GZ, yang telah diterakan pada Tabel 4.3 – 4.6 pada Bagian 4 tulisan ini. Dari luas area di bawah kurva terlihat bahwa untuk seluruh kapal sampel pada keempat kondisi pemuatan memenuhi nilai standar minimum yang disyaratkan oleh IMO.

Nilai stabilitas dinamis yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan luas

area di bawah kurva memperlihatkan bahwa setiap kenaikan nilai displacement

kapal maka nilai stabilitas dinamis (m.ton) kapal juga bertambah. Nilai stabilitas dinamis kapal sampel pada kriteria stabilitas IMO pada kriteria A, B dan C diterakan pada Tabel 5.3- 5.6.

Tabel 5.3 Nilai stabilitas dinamis kapal sampel K-A

Nilai Stabilitas Dinamis Kondisi Muatan ∆

A (m.ton) B (m.ton) C (m.ton)

Kapal Kosong 66.0 5.81 9.31 3.50 Kapal Berangkat 87.3 7.07 11.26 4.19 Kapal Beroperasi 87.5 7.18 11.29 4.20 Kapal Pulang 87.2 7.06 15.70 4.09

Tabel 5.4 Nilai stabilitas dinamis kapal sampel K-B

Nilai Stabilitas Dinamis Kondisi Muatan ∆

A (m.ton) B (m.ton) C (m.ton)

Kapal Kosong 78.2 4.77 7.43 2.66 Kapal Berangkat 101.9 6.42 10.09 3.67 Kapal Beroperasi 99.2 6.94 11.11 4.16 Kapal Pulang 96.4 6.75 10.70 3.95

(14)

A (m.ton) B (m.ton) C (m.ton)

Kapal Kosong 44.0 2.68 4.40 1.67 Kapal Berangkat 59.6 3.45 5.60 2.14 Kapal Beroperasi 58.7 3.46 5.63 2.17 Kapal Pulang 57.4 3.27 5.57 2.29

Tabel 5.6 Nilai stabilitas dinamis kapal sampel K-D

Nilai Stabilitas Dinamis Kondisi Muatan ∆

A (m.ton) B (m.ton) C (m.ton)

Kapal Kosong 32.5 2.24 3.51 1.27 Kapal Berangkat 47.0 3.05 4.75 1.69 Kapal Beroperasi 45.2 2.85 4.38 1.54 Kapal Pulang 44.2 2.65 4.06 1.41

5.3.2 Periode Oleng Kapal Pole and Line Sulawesi Selatan

Hasil perhitungan terhadap periode oleng kapal pole and line sampel pada berbagai kondisi muatan diterakan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Nilai periode oleng kapal pole and line sampel

K-A K-B K-C K-D Kondisi

Muatan ∆ GM T ∆ GM T ∆ GM T ∆ GM T (ton) (m) (dt) (ton) (m) (dt) (ton) (m) (dt) (ton) (m) (dt) Kapal Kosong 66.0 0.68 4.93 78.2 0.46 6.41 44.0 0.50 4.75 32.5 0.42 4.59 Kapal Berangkat 87.3 0.63 5.12 101.9 0.41 6.79 59.6 0.45 5.01 47.0 0.40 4.71 Kapal Beroperasi 87.5 0.61 5.21 99.2 0.40 6.87 58.7 0.44 5.06 45.2 0.37 4.89 Kapal Pulang 87.2 0.62 5.16 96.4 0.41 6.79 57.4 0.43 5.12 44.2 0.38 4.83

Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa nilai periode

oleng kapal sampel berbanding terbalik dengan nilai tinggi

metacentre

(GM). Semakin besar nilai tinggi

metacentre

(GM) kapal maka nilai periode oleng kapal akan semakin

kecil.

Hasil perhitungan terhadap periode oleng kapal sampel K-A (4.9-5.16dt), K-C (4.75-5.12dt) dan K-D (4.59-4.89dt) memperlihatkan nilai yang lebih kecil dari kisaran nilai minimum periode oleng untuk kapal ikan yaitu 5.5 – 7.0 detik

(15)

(Bhattacharya, 1978), sedangkan kapal sampel K-B memiliki nilai periode oleng (6.41-6.87dt) yang berada dalam kisaran nilai standar.

KG 1.90m ; GM 0.68m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Heel Angle (deg) GZ (m ) KG 1.95m ; GM 0.63m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Heel Angle (deg) GZ (m ) KG 1.97m ; GM 0.61m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Heel Angle (deg) GZ (m ) KG 1.964m ; GM 0.62m 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 GZ (m )

(16)

Gambar 5.5 Kurva stabilitas kapal sampel K-A pada

berbagai kondisi muatan

KG 1.87m ; GM 0.46m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Heel Angle (deg) GZ (m ) KG 1.92m ; GM 0.41m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Heel Angle (deg) GZ (m ) KG 1.94 ; GM 0.40 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Heel Angle (deg) GZ (m ) KG 1.93m ; GM 0.41m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80 GZ (m )

(17)

Gambar 5.6 Kurva stabilitas kapal sampel K-B pada

berbagai kondisi muatan

KG 1.45m ; GM 0.50m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Heel Angle (deg) GZ (m) KG 1.48m ; GM 0.47m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Heel Angle (deg) GZ (m ) KG 1.51m ; GM 0.44m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Heel Angle (deg) GZ (m ) KG 1.55m ; GM 0.40m 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 GZ (m)

(18)

Gambar 5.7 Kurva stabilitas kapal sampel K-C pada

berbagai kondisi muatan

KG 1.35m GM 0.42m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Heel Angle (deg) GZ (m) KG 1.37m ; GM 0.40m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Heel Angle (deg) GZ (m) KG 1.40m GM 0.37m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Heel Angle (deg) GZ (m) KG 1.39m ; GM 0.38m 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 70 80 GZ (m )

(19)

Gambar 5.8 Kurva stabilitas kapal sampl K-D pada berbagai kondisi muatan

5.3.2 Gerakan Rolling Kapal Pole and Line Sulawesi Selatan pada Gelombang Reguler Beam Seas

Rolling merupakan salah satu gerakan rotasi kapal, yang memutar ke arah kiri dan kanan kapal. Berdasarkan hasil simulasi persamaan gerakan rolling kapal pole and line sampel dan persamaan gerakan gelombang untuk kondisi aman dan berbahaya pada empat nilai GM yang berbeda, diperoleh pola gerakan seperti yang disajikan pada Gambar 5.9 – 5.12.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Nilai Stabilitas Dinamis Kapal

Stabilitas dinamis merupakan usaha yang dilakukan hingga membentuk sudut kemiringan tertentu pada sebuah kapal, dalam hal ini usaha yang dilakukan berlawanan dengan lengan penegak kapal (Hind, 1982).

Diskusi tentang stabilitas dinamis merupakan hal yang penting untuk mengetahui tingkah laku kapal di laut terutama yang disebabkan oleh cuaca buruk dan juga gerakan oleng. Stabilitas dinamis sebuah kapal diukur dari luas area di bawah kurva stabilitas statis.

Berdasarkan perhitungan pada luas area di bawah kurva stabilitas statis pada setiap kapal sampel yang diterakan pada Tabel 4.3 dan 4.6 menunjukkan bahwa nilai lengan GZ adalah positif dan lebih besar dibandingkan dengan nilai minimum yang ditetapkan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada empat kondisi pemuatan, kapal dapat menghasilkan lengan penegak yang positif untuk mengembalikan kapal ke posisi semula setelah menjadi oleng akibat gaya yang bekerja padanya.

Nilai stabilitas dinamis yang dihitung berdasarkan formula Moseley’s (Derret, 1990) pada Tabel 5.3 – 5.6 menunjukkan bahwa nilai stabilitas dinamis kapal berbanding lurus dengan nilai ton displacement. Hal ini terlihat pada kapal K-A yang memiliki nilai yang lebih besar karena ton displacementnya lebih besar

(20)

”W” yang bergerak ke atas melalui centre of bouyancy (B) dan bergerak ke bawah melalui titik centre of gravity (G) yang dihasilkan dengan jalan mengalikan luas area di bawah kurva stabilitas dengan nilai displacement kapal.

5.4.2 Periode Oleng Kapal

Nilai periode oleng sebuah kapal amat bergantung dari nilai tinggi metacentre (GM) dan radius gyrasi (radius of gyration) dari kapal tersebut. Semakin besar GM dengan lebar kapal yang tetap, periode oleng akan semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil GM semakin besar nilai periode oleng. Hubungan antara nilai GM dan periode oleng kapal sampel disajikan pada Gambar 5.13.

Dari gambar di atas terlihat bahwa nilai periode oleng kapal sampel berbanding terbalik dengan nilai GM. Pada kapal sampel K-A dan K-D memiliki nilai periode oleng yang lebih kecil dibandingkan kedua kapal sampel yang lain, yang mengindikasikan bahwa kedua kapal ini memiliki periode oleng yang cepat karena nilai tinggi metacentre (GM) yang besar. Pada kondisi ini, jika kapal mengalami kebocoran atau bila ada perpindahan muatan atau ballast, kapal lebih aman. Periode oleng yang kecil mengakibatkan tegangan yang besar dan kapal

menjadi kaku (stiff) dan menyentak-nyentak sehingga menimbulkan

ketidaknyamanan bagi ABK. Kondisi ini juga mengakibatkan sinkronisasi cenderung menjadi besar.

Periode oleng kapal sampel tersebut dapat diperbesar dengan mengurangi

tinggi metacentre (GM) hingga 0.50 meter pada kapal sampel K-A dan 0.35 meter

pada kapal sampel K-D. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pengaturan muatan yang baik di kapal. Pengaturan muatan di atas kapal memegang peranan penting terhadap kondisi stabilitas kapal dan kenyamanan kerja di dek.

Pada saat terjadi periode oleng kapal yang besar karena nilai GM yang kecil, hal sebaliknya akan terjadi. Kapal akan menjadi langsar (tender) jika terjadi keolengan. Pada kondisi ini bila terjadi perpindahan muatan yang cukup besar, kapal relatif tidak aman dibandingkan kapal dengan periode oleng yang kecil. Periode oleng yang besar pada sebuah kapal, mengakibatkan tegangan menjadi

(21)

kecil sehingga kondisi ABK lebih nyaman bekerja di atas dek dan kemungkinan untuk bersinkronisasi kecil.

GM 0.63m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Rm Wm GM 0.61m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Rm Wm GM 0.68m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Rm Wm GM 0.62m 0 2 4 6 8 10 t (dt)

(22)

Gambar 5.9 Pola gerakan rolling kapal K-A pada gelombang beam seas GM 0.46m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Rm Wm GM 0.41m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Rm Wm GM 0.40m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Rm Wm GM 0.41m -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm

(23)

Gambar 5.10 Pola gerakan rolling kapal K-B pada gelombang beam seas GM 0.50m -15 -10 -5 0 5 10 15 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Wm GM 0.45m -15 -10 -5 0 5 10 15 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Rm Wm GM 0.44 -15 -10 -5 0 5 10 15 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Wm GM 0.43m 5 10 15 t (dt)

(24)

Gambar 5.11 Pola gerakan rolling kapal K-C pada gelombang beam seas GM 0.42m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Wm GM 0.40m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Wm GM 0.37m -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt) Rm Wm GM 0.38m -4 -2 0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 t (dt)

(25)

Gambar 5.12 Pola gerakan rolling kapal K-D pada gelombang beam seas K-A 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 0.60 0.62 0.64 0.66 0.68 0.70 GM (m) T (dt) K-B 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 0.38 0.4 0.42 0.44 0.46 0.48 GM (m) T ( dt) K-C 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 0.42 0.44 0.46 0.48 0.5 0.52 GM (m) T (dt) K-D 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 T( dt)

(26)

Gambar 5.13 Hubungan antara tinggi metacentre (GM) dan periode oleng (T)

kapal sampel

5.4.3 Gerakan Rolling Kapal Pada Gelombang Reguler Beam Seas

Gerakan rolling pada kapal merupakan gerakan periodik kapal yang paling

penting untuk diketahui, karena gerakan ini berpengaruh terhadap kenyamanan kerja di atas kapal pada saat dioperasikan di laut. Gerakan rolling berhubungan dengan stabilitas dan keselamatan kapal di laut.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan rolling pada kapal, selain

faktor eksternal berupa gelombang laut juga dipengaruhi oleh faktor internal seperti dimensi dan bentuk kapal, yang berpengaruh terhadap beberapa nilai koefisien seperti added mass, damping, exciting moment dan restoring moment.

Added mass merupakan total gaya hidrodinamik per unit akselerasi, bekerja pada kapal atau bagiannya yang besarnya proporsional dengan akselerasi yang terjadi (Bhattacharya, 1978). Added mass pada gerakan rolling dipengaruhi oleh displacement kapal, gaya gravitasi dan gaya berat kapal.

Exciting moment merupakan perubahan gaya apung kapal ketika berada

dalam gelombang, sedangkan restoring moment merupakan momen penegak

secara transversal pada setiap sudut kemiringan (Bhattacharya, 1978). Pada

gerakan rolling, nilai exciting moment dan restoring moment dipengaruhi oleh

volume kapal, nilai GM dan amplitudo gelombang.

Gerakan rolling merupakan gerakan kapal yang disebabkan oleh

gelombang beam seas yang datang dari sisi kapal dengan sudut encounter (µ) 90o. Pada penelitian ini, dilakukan perhitungan amplitudo gerakan rolling (Φa) pada

kondisi panjang dan amplitudo gelombang perairan tempat kapal sampel

dioperasikan. Simulasi persamaan gerakan rolling dan gerakan gelombang

dilakukan pada empat nilai tinggi metacentre sesuai kondisi pemuatan pada kapal sampel.

(27)

Grafik hubungan antara gerakan rolling kapal sampel dengan gerakan gelombang pada berbagai kondisi muatan yang digambarkan oleh variasi nilai GM yang disajikan dalam Gambar 5.9 – 5.12 menunjukkan bahwa pola gerakan

gelombang tidak berpengaruh terhadap pola gerakan rolling kapal tetapi

mempengaruhi amplitudo gerakan rolling yang terbentuk. Amplitudo gerakan

rolling juga bergantung pada nilai GM kapal dimana semakin tinggi nilai GM

kapal maka amplitudo gerakan rolling yang terbentuk semakin kecil, demikian

pula sebaliknya. Hal ini juga dinyatakan oleh Lee, et al (2005), bahwa gerakan rolling merupakan fenomena kompleks dari beberapa aspek seperti damping, restoring dan exciting forces, dimana nilai GM dapat mempengaruhi gerakan tersebut.

Gaya damping merupakan sebuah gaya yang sifatnya cenderung meredam

gerakan. Gaya damping dapat terjadi pada sebuah kapal yang mengalami gerakan

rolling yang dapat disebabkan oleh gelombang, friksi air terhadap permukaan kapal, berbagai alat peredam seperti bilge keel, skeg dan sebagainya, resistensi antara kapal dan udara, energi yang hilang selama terjadinya gerakan rolling dan tegangan permukaan (Bhattacharya, 1978).

Untuk mengetahui daya redam dari gerakan rolling kapal sampel, pada

Gambar 5.14 – 5.17 disajikan time history dari roll decay kapal sampel. Dari gambar tersebut terlihat bahwa gerakan rolling akan berkurang seiring berjalannya

waktu, dimana semakin tinggi amplitudo rolling maka waktu yang diperlukan

untuk meredam gerakan tersebut semakin lama. Teredamnya gerakan rolling

tersebut disebabkan berkurangnya energi gerakan akibat terserap oleh resistensi air.

5.5 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dismpulkan beberapa hal sebagai berikut:

(28)

penegak GZ yang dihasilkan masih dapat mengembalikan kapal ke posisi semula setelah terjadi keolengan.

2) Nilai periode oleng kapal pole and line yang diperoleh berbanding terbalik dengan nilai tinggi metacentre (GM). Semakin besar nilai tinggi metacentre (GM) kapal maka nilai periode oleng kapal akan semakin kecil.

Gambar 5.14 Time history roll decay kapal sampel K-A

GM=0.68m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d e g ree) GM=0.63m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (de g re e ) GM=0.62m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d e g ree) GM 0.61m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d eg ree) GM=0.46m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d e g ree) GM=0.41m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d e g re e ) GM 0.40m 3 6 9 12 15 ree) GM=0.41m 0 3 6 9 12 15 re e )

(29)

Gambar 5.15 Time history roll decay kapal sampel K-B

Gambar 5.16 Time history roll decay kapal sampel K-C

GM=0.45 -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (de g re e ) GM=0.44m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d e g re e ) GM=0.43m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d eg ree) GM=0.42m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d eg ree) GM 0.37m 9 12 15 GM=0.40m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d e g re e ) GM 0.37m 9 12 15 GM=0.50m -15 -12 -9 -6 -3 0 3 6 9 12 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (sec) (d eg re e)

(30)

Gambar 5.17 Time history roll decay kapal sampel K-D

3) Kapal sampel K-B dengan bentuk round flat bottom memiliki periode oleng

(6.4 – 6.8dt) yang lebih besar dibandingkan kapal sampel lainnya.

4) Pola gerakan gelombang tidak berpengaruh terhadap pola gerakan rolling kapal

tetapi mempengaruhi amplitudo gerakan rolling yang terbentuk. Hal ini juga

bergantung pada nilai GM kapal dimana semakin tinggi nilai GM kapal maka

amplitudo gerakan rolling yang terbentuk semakin besar, demikian pula

sebaliknya.

REFERENSI

Bhattacharyya, R. 1978. Dynamics of Marine Vehicles. John Wiley & Son, Inc. Chicester, Brisbane, Toronto.

Derret, D.R. 1990. Ship Stability for Masters and Mates. Fourth Edition, Revised. Butler & Tanner Ltd, Frome and London.

Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Fishing News (Books) Ltd. England.

Gillmer, T.C and B.Johnson. 1982. Introduction to Naval Architecture. Naval Institute Press. Annapolis. Maryland.

Hamamoto, M. 2000. Introduction of Stability Standards for Safety of Ships

at Sea. Proceeding of Second Seminar on Stability for The

Development of Indonesian Regulations; August 9th 2000. p: 1-18. Hind, J.A. 1982. Stability and Trim of Fishing Vessels and Other Small

Ships. Second Edition. Fishing News Books Ltd. Farnham, Surrey,

England.

International Maritime Organization (IMO). 1995. Code of Intact Stability for

All Types of Ships Covered by IMO Instrument. IMO. London.

Iskandar, B.H., 1997. Studi tentang Desain Kapal Kayu Mina Jaya BPPT 01. Tesis pada Program Pascasarjana IPB. Bogor.

(31)

Lee, S.K., Surendran, S. And Lee, G. 2005. Roll Performance of a Small

Fishing Vessel with Live Fish Tank. Ocean Engineering XX (2005) ;

1-13.

Lloyd, A.R.J.M. 1989. Seakeeping:Ship Behaviour in Rough Weather. Ellis Horwood Ltd. New York.

Gambar

Gambar 5.1  Enam gerakan bebas kapal di laut
Tabel 5.1  Periode oleng pada berbagai jenis kapal laut
Gambar 5.2  Flow chart penyelesaian perhitungan seakeeping  5.2.2.1.  Gerakan Rolling pada Kondisi Air Tenang
Gambar 5.3 Time history roll decay pada kondisi air tenang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan sifat fisik (warna dan tekstur) serta hasil uji organoleptik terhadap beras dan nasi, beras berkalsium yang paling aseptabel atau disukai dari beras

Ternyata bulan dapat mempertahankan posisinya terhadap bumi ialah karena melakukan revolusi mengelilingi bumi, sehingga gaya gravitasi akan berlaku sebagai gaya

Banyak dari anggota perusahaan lain mempunyai pendapat bahwa adanya ketidakadilan yang mereka terima dari tempat mereka bekerja, misalnya kontribusi yang mereka berikan tidak

Permasalahan yang ada di PT XYZ pada sistem berjalan adalah sebagai berikut: (1) sulitnya bagian administrasi saat melakukan pencarian data-data tenaga kerja apabila

Metode Penelitian Dengan mempelajari corak khas dari kebudayaan Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang yang dalam penelitian ini dibatasi pemahaman akan habitat, lingkungan

Departemen Kehutanan RI (2001), Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai bagian dari pembangunan wilayah saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang

Panjang Busur dan Luas Juring Lingkaran .... Penelitian Terdahulu

[r]