• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA UMUM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA UMUM

1 Penyakit Streptococcosis

Infeksi bakteri Streptococcus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir sebagai konsekuensi dari akuakultur intensif, yang menyebabkan kerugian dalam industri budidaya. Menurut Bercovier et al. (1997) dan Muzquiz

et al. (1999) Streptococcosis pada ikan disebabkan oleh 6 spesies Gram positif

yang berbeda termasuk didalamnya streptococci, lactocci, dan vagocci. Spesies yang bersifat patogenik utama penyebab Streptococcosis adalah Streptococcus

parauberis, S. iniae, S. difficilis (=Streptococcus agalactiae), Lactococcus garvieae, L. piscium, Vagococcus salmoninarum dan Carnobacterium piscicola

(Bercovier et al., 1997; Elder et al., 1997; Elder dan Ghittino, 1999).

Suhu lingkungan menjadi faktor penting dalam serangan penyakit yang

disebabkan oleh patogen. Wabah gabungan dengan infeksi L. piscium,

V. salmoninarum dan C. piscicola biasanya muncul saat suhu mencapai 15 oC dan di perairan dingin yang merupakan zona Streptococcosis (Muzquiz et al., 1999). Selain itu, wabah Streptococcosis yang menyerang pada suhu 15 o

Menurut Evans et al. (2006a) penularan Streptococcosis dapat terjadi melalui persinggungan dengan ikan sakit. Gejala yang ditimbulkan tergantung pada tingkat serangan, yaitu kronis dan akut. Pada tingkat kronis, gejala yang nampak yaitu adanya memar seperti luka di permukaan tubuh, bercak merah pada sirip, berenang lambat dan lebih sering berada di dasar akuarium, juga menyebabkan nafsu makan menurun. Gejala lain yang sering muncul adalah mata menonjol (exopthalmia) dan berenang whirling. Apabila serangan akut terjadi, maka akan terjadi kematian yang diduga karena adanya toksin, kehilangan cairan pada saluran pencernaan dan tidak berfungsinya sebagian organ.

C atau perairan hangat Streptococcosis adalah L. garvieae, S. iniae, S. parauberis dan S. difficilis (Muzquiz et al., 1999). Infeksi gabungan dengan bakteri patogen banyak dilaporkan di beberapa negara pada ikan di perairan laut maupun perairan tawar (Alcaide et al., 2000; Bromaga et al, 1999; Chen et al, 2002).

Infeksi Streptococcal hasil pengamatan Evans et al. (2006b) menyebabkan mamalia laut sakit dan mati. Streptococcal (GBS=Group B Streptococcal) yang

(2)

termasuk didalamnya adalah S. agalactiae dan L. garvieae yang diisolasi dari mamalia laut namun tidak menyebabkan gejala klinis dan patologi anatomi yang signifikan pada mamalia darat dan ikan. Bakteri S. agalactiae menyebabkan neonatal meningitis pada manusia dan mastitis pada sapi (Elliott et al., 1990; Bohnsack et al., 2004; Lindahl et al., 2005). Organisme GBS menyebabkan kematian yang besar pada ikan budidaya dan ikan di perairan umum, diantaranya ikan menhaden (Brevoortia patronus) (Plumb et al., 1974), bullminnows (Fundulus grandis) (Rasheed and Plumb, 1984), striped bass (Morone saxatilis) (Baya et al., 1990) dan nila (Oreochromis niloticus) (Evans et al., 2002).

2 Karakteristik Streptococcus agalactiae

Pengujian untuk identifikasi S. agalactiae banyak dikerjakan, Evans et al. (2002) melakukan pengujian karakteristik fenotip dan hasilnya menunjukkan bahwa S. agalactiae termasuk Gram positif, oksidasi negatif, katalase negatif dan isolat menunjukkan hasil negatif pada tes reaksi β-galactosidase, β-glucuronidase, N-acetyl-β-glucosaminidase, β-mannosidase, glycyl-tryptophane arylamidase, sorbitol, L-arabinosa, D-arabitol, glycogen, melezitos, melibiose dan hidrolisis

starch. Positif pada reaksi leucine aminopeptidase, arginin deaminasi dan trehalose. Isolat S. agalactiae dari otot daging bersifat non-hemolitik pada media

agar darah. Isolat S. agalactiae tipe ATCC menunjukkan keragaman sifat hemolitik yaitu isolat 13813 (non-hemolitik), isolat 27956 (β-hemolitik), pyrrolidonyl arylamidase-negatif dan leucine inopeptidase-positif secara pengukuran konvensional atau menggunakan uji API Rapid ID 32 (Christie et

al.,1994).

Menurut Wibawan and Laemmler (1992) semua S. agalactiae dari inang yang berbeda (sapi, manusia, ikan, kucing/anjing dan inang lainnya) merupakan Strepococcus Grup B yang positif pada pengujian CAMP, mampu menghidrolisis Hipurat, tidak mampu menghidrolisis eskulin dan D mannitol. Sedangkan dalam SNI 7545.3:2009 disebutkan perbedaan karakteristik antara bakteri S. iniae dan S.

agalactiae. Kedua bakteri memiliki karakteristik morfologi yang hampir sama

yaitu motilitas negatif, oksidatif-fermentatif positif, katalase negatif. Sedangkan perbedaannya adalah S. agalactiae mampu tumbuh dalam media bile salt 40% dan

(3)

NaCl 6.5% dan tidak untuk S. iniae. Streptococcus agalactiae tidak mampu menghidrolisis esculin dan D-mannitol sedangkan S. iniae mampu menghidrolisis gula-gula tersebut.

Beberapa sekuens primer untuk identifikasi bakteri penyebab Streptococcosis dengan menggunakan PCR disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Sekuens primer yang digunakan untuk amplifikasi PCR dan amplikon yang diharapkan Pasanga n primer Sekuens (5’-3’) Gen target PCR amplicon (bp) Patogen

Sdi 61 AGGAAACCTGCCATTTGCG 16S-23S RNA Intergenic spacer

Sdi 252 CAATCTATTTCTAGATCGTGG 192 S. difficilis

Spa 2152 TTTCGTCTGAGGCAATGTTG

Spa 2870 GCTTCATATATCGCTATACT 23S rRNA 718 S. parauberis

LOX -1 AAGGGGAAATCGCAAGTGCC

LOX -2 ATATCTGATTGGGCCGTCTAA lctO 870 S. inae

pLG -1 CATAACAATGAGAATCGC

pLG -2 GCACCCTCGCGGGTTG 16S rRNA 1,100 L. garvieae

Sumber : Mata et al. (2003)

Metode pendeteksian dan identifikasi Streptococcosis pada ikan dapat dilakukan dengan analisis mikrobiologi untuk infeksi tunggal. Sedangkan infeksi gabungan antar patogen dapat diidentifikasi dengan metode kultur dan uji biokemikal namun membutuhkan bahan-bahan yang banyak dan rumit pengerjaannya. Pengujian dengan menggunakan PCR dibutuhkan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen Streptococcosis pada ikan dengan lebih mudah (Berridge et al, 2001; Mata et al, 2003; Zlotkin et al, 1998).

Hasil penelitian Kawamura et al. (2005) menunjukkan bahwa bakteri

S. difficilis memiliki karakteristik serologi, termasuk dalam grup B, tipe Ib

Streptococcus sama dengan S. agalactiae. Persamaan sekuens nilai kedua bakteri 100% untuk 16S rRNA, 99.6% gyrB, 98.6% sodA, 99.5% gyrA dan 99.8% parC gen. Sehingga dari data tersebut merujuk pada kesimpulan bahwa kedua bakteri yaitu S. difficilis (Elder et al., 1994) dan S. agalactiae (Lehmann dan Neumann, 1896 dalam Kawamura et al.,2005) merupakan spesies yang sama. Karakteristik biokimia S. difficilis hanya terdapat sedikit perbedaan dengan S. agalactiae, namun termasuk dalam grup B dan tipe Ib Streptococci yang sama, yang diisolasi

(4)

dari ikan dan katak. Keseluruhan nilai genom DNA-DNA hibridisasi antara kedua bakteri memiliki kesamaan lebih besar dari 78.6% dan disimpulkan bahwa

S. difficilis merupakan sinonim dari S. agalactiae yang muncul kemudian

(Kawamura et al., 2005).

Tabel 2 Karakteristik Streptococcus agalactiae yang menyerang sapi, manusia dan ikan

Pengujian Collins et al. (1995) Cowan & Steel’s (1974) (1) Wilkinson et al (2) (1973) Evans (3) et al. (2002) SNI (4) (5) Pewarnaan gram + + + + + Hemolisis Β α/β Non-hemolitik β β Aesculin - - Non - Hippurate + + Non +

CAMP test + Non Non Non Non Bile salt agar 40% Non + + + + Arginin hidrolisis + + Non + + NaCl 6.5% - Non + + + Motilitas - - Non - - Katalase - - Non - - Oksidasi - - Non - - Sorbitol - - Non - Non Sucrose + Non + Non Non Trehalose + + + + Non β-galactosidase Non Non Non - Non β-glucuronidase Non Non Non - Non

N-acetyl-β-glucosaminidase

Non Non Non - Non β-mannosidase Non Non Non - Non glycyl-tryptophane

arylamidase

Non Non Non - Non L-arabinosa Non Non Non - Non D-arabitol Non Non Non - Non Glycogen Non Non Non - Non Mannitol - - Non - - Maltose + Non Non - Non Starch Non Non - - Non Leucine Var Var Non + Non Aminopeptidase + + Non + Non Keterangan : SNI : Standar Nasional Indonesia 7545.3:2009 ; (1) & (2) : pada hewan sapi; (3)

manusia, (4) & (5) pada ikan; non : tidak dilakukan; Var : bervariasi

3 Adhesi dan sifat permukaan

Langkah awal dari proses infeksi bakteri adalah adhesi yaitu melekatnya bakteri pada permukaan sel inang. Proses pelekatan ini terjadi karena adanya interaksi antara komponen permukaan bakteri dan sel inang. Proses adhesi dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu yang bersifat spesifik dan stabil (irreversible)

(5)

serta adhesi yang tidak spesifik dan labil (reversible). Struktur yang bertanggung jawab terhadap sifat adhesi pada bakteri antara lain adhesin fimbrae, asam lipoteikoat atau protein adhesin. Struktur permukaan bakteri yang bersifat hidrofob sangat berperan dalam proses pelekatan (Roth, 1988).

Sifat hidrofobisitas permukaan sel bakteri sangat dipengaruhi oleh banyaknya protein permukaan. Kaitan antara sifat hidrofobisitas dan perlekatan telah diamati pada bakteri Streptococcus suis terhadap eritrosit dan sel HeLa oleh Lammler dan Wibawan (1993), diketahui bahwa semakin hidrofobik permukaan sel bakteri, semakin tinggi kemampuan melekatnya pada sel inang.

Penentuan derajat hidrofobisitas permukaan sel bakteri dapat dilakukan secara langsung dari sifat pertumbuhan koloni pada medium padat, cair dan medium semi padat (soft agar). Bakteri dengan derajat hidrofobisitas tinggi memiliki permukaan koloni kasar pada medium padat dan bentuk kompak pada medium semi padat. Bakteri yang bersifat hidrofil memiliki koloni difus pada soft

agar dan permukaan mukoid (berlendir) pada medium padat (Wibawan dan

Lammler, 1992). Menurut Wibawan dan Lammler (1992) juga, pengujian sifat hidrofobisitas secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan larutan ammonium sulfat konsentrasi rendah pada uji SAT (Salt Aggregation Test) senyawa-senyawa hidrokarbon antara lain hexadecane dan xylene pada HAT (Hexadecane Adherence Test).

Bakteri dengan permukaan yang didominasi protein akan mudah diendapkan dengan larutan amonium sulfat konsentrasi rendah sehingga dikatakan bakteri tersebut hidrofob. Sebaliknya bakteri yang memiliki kapsul polisakarida sangat sulit diendapkan dengan larutan amonium sulfat konsentrasi rendah, sehingga dikatakan bakteri tersebut bersifat hidrofil.

Uji hidrofobisitas dengan SAT menunjukkan hasil hidrofilik pada bakteri berkapsul dan hidrofobik pada bakteri yang tidak berkapsul (Wibawan et al., 1992). Prinsip dasar dari uji HAT adalah membandingkan tingkat kekeruhan suspensi bakteri sebelum dan sesudah dicampur dengan larutan hexadecane. Derajat kekeruhan mencerminkan tingkat hidrofobisitas permukaan sel bakteri.

(6)

4 Imunologi ikan

Vertebrata memiliki mekanisme untuk mengontrol patogen penyebab penyakit. Namun ikan termasuk organisme primitif yang memiliki sistem imun yang sederhana dan berbeda dengan mamalia umumnya. Menurut Anderson (1974), Rijkers (1982), Clem et al. (1985) dan Ellis (1989) respon imun pada ikan terdiri dari respon seluler dan respon humoral. Menurut Corbal (1975) respon humoral merupakan respon spesifik sedangkan respon seluler bersifat non spesifik.

Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid pada ikan, jaringan limfoidnya menyatu dengan jaringan myeloid, sehingga dikenal sebagai jaringan limfomyeloid. Menurut Fange (1982), organ limfoid pada ikan teleost adalah GALT yaitu gut associated limfoid tissue. Produk jaringan limfoid adalah sel-sel darah dan respon imunitas baik seluler maupun humoral. Respon pertahanan seluler ikan merupakan respon yang bersifat non spesifik (Anderson, 1974). Respon ini meliputi pertahanan mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik dan insang) dan pertahanan seluler (sel makrofag, lekosit seperti monosit, netrofil, eosinofil dan basofil).

Mekanisme pertahanan tubuh yang sinergis antara pertahanan humoral dan seluler dimungkinkan oleh adanya interleukin, interferon dan sitokin. Anderson (1974) mengemukakan mengenai hubungan interleukin, interferon dan sitokin tersebut berperan sebagai komunikator dan amplikasi dalam mekanisme pertahanan humoral dan seluler ikan.

Menurut Anderson (1974), mekanisme kekebalan non spesifik merupakan kekebalan alamiah (innate immunity) pertahanan inang yang responnya tidak tergantung kontak antigen tertentu. Sedangkan respon kekebalan spesifik (humoral mediated immunity and cellular mediated immunity) tergantung kontak inang dengan antigen tertentu sebelumnya (= adaptive immunity). Fungsi sistem kekebalan non spesifik juga terlibat dalam sistem kekebalan spesifik. Sistem pertahanan ikan akan terbentuk sempurna saat ikan telah dewasa. Pada benih, sistem kekebalan tubuh sudah terbentuk tetapi belum berfungsi optimal sehingga kurang efisien menahan infeksi patogen sehingga rentan penyakit. Sistem pertahanan non spesifik, pertahanan terdepan menghadapi patogen karena

(7)

memberikan respon langsung terhadap antigen. Sistem pertahanan tubuh non spesifik terdiri dari kulit dan selaput mukosa. Sistem pertahanan tubuh spesifik, kekebalan khusus yang membuat limfosit peka untuk segera menyerang patogen tertentu (Anderson, 1974).

Sistem kekebalan spesifik pada ikan, organ dalam sistem kekebalan ikan adalah sistem reticulo endothelial, limfosit, plasmosit, dan fraksi serum protein tertentu. Sistem reticulo endothelial ikan terdiri dari bagian depan ginjal, timus, limpa dan hati (pada awal perkembangan), jaringan menyerupai limfoid pada usus ikan, sel limfosit, limfosit-B dan limfosit-T. Aktivitas sel-T pada ikan berperan dalam sistem kekebalan seluler/imun perantara sel (cell mediated immunity) sedangkan sel-B berperan dalam produksi Ig melalui rangsangan antigen tertentu pada limpa dan hati (Anderson, 1974).

Beberapa produk dari sistem imun spesifik (dapatan) yang berperan dalam keberhasilan mengeliminasi antigen yang masuk ke dalam tubuh ikan adalah : 1 Antibodi dan komplemen

Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan dalam pertahanan humoral. Bahan-bahan tersebut antara lain berupa antibodi, komplemen, interferon dan

C-Reactive Protein (CRP). Serum normal dapat membunuh dan menghancurkan

beberapa bakteri Gram negatif. Hal tersebut disebabkan oleh kerja sama antara antibodi dan komplemen, keduanya ditemukan dalam serum normal (Anderson, 1974).

Bila darah dibiarkan membeku maka darah dan serum yang mengandung berbagai bahan larut tanpa sel akan terpisah dengan sendirinya. Bahan larut tersebut adalah molekul antibodi yang digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai imunoglobulin. Dua cirinya yang penting ialah spesifitas dan aktivitas biologik. Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan cara elektroforesis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gama. Kelas-kelas Ig didasarkan atas tipe rantai beratnya. Pada mamalia dikenal ada lima kelas Ig yaitu

(8)

IgG, IgA, IgD, IgE dan IgY (Anderson, 1974).

Komplemen terdiri dari sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen diproduksi oleh hepatosit dan monosit dengan spektrum aktivitas yang luas. Komplemen dapat diaktifkan secara langsung oleh mikroba atau produknya (jalur altenatif dalam imunitas non spesifik) atau oleh antibodi (jalur klasik dalam imunitas spesifik). Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit. Selain itu, komplemen dapat menghancurkan sel membran banyak bakteri karena komplemen dapat melepas bahan kemotaktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri. Komplemen dapat mengendap pada permukaan bakteri yang memudahkan makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan memakannya (Anderson, 1974).

Antibodi dan komplemen dapat menghancurkan membran lapisan lipopolisakarida (LPS) dinding sel. Diduga komplemen mempunyai sifat esterase yang berperan pada lisis tersebut. Begitu lapisan LPS melemah, lisozim, mukopeptida dalam serum dapat masuk menembus membran bakteri dan menghancurkan lapisan mukopeptida. Membrane Attack Complex (MAC) dari sistem komplemen dapat menimbulkan lubang-lubang kecil dalam sel membran bakteri sehingga bahan sitoplasma yang mengandung bahan-bahan vital keluar sel dan mengakibatkan mikroba mati (Anderson, 1974).

2 Interferon

Interferon (IFN) adalah sitokin berupa glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus, dapat menginduksi sel-sel di sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Di samping itu, interferon juga dapat mengaktifkan Natural Killer Cell (sel NK). Sel yang terinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah (Anderson, 1974).

(9)

3 C-Reactive Protein (CRP)

C-Reactive Protein merupakan salah satu contoh dari protein fase akut,

termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah dapat meningkat 100x atau lebih pada infeksi akut dan berperan pada imunitas non-spesifik dengan bantuan CaH

5 Vaksinasi pada Ikan

dengan mengikat berbagai molekul antara lain fosforlilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri atau jamur, sehingga dapat mengaktifkan komplemen (Anderson, 1974).

Vaksinasi dilakukan untuk mencegah infeksi penyakit dengan meningkatkan aktivitas sel-sel yang berperan dalam sistem imun spesifik. Ikan yang divaksinasi memperlihatkan ketahanan yang baik terhadap furuncolosis yang tingkat kematiannya hanya 25% dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi dengan tingkat kematian 75% (RUMA, 2006).

Vaksinasi merupakan upaya pencegahan terhadap infeksi penyakit, budidaya ikan salmon Atlantik (Salmo salar), rainbow trout (Oncorhychus

mykiss) dan Atlantic cod (Gadus morhua) yang rutin melakukan vaksinasi.

Pembudidaya di Indonesia juga sudah banyak melakukan vaksinasi untuk mencegah penyakit infeksius yang mewabah. Beberapa penyakit yang dapat dikontrol dengan vaksin antara lain: penyakit furunculosis (Aeromonas), vibriosis (Vibrio anguilarum), Enteric Redmouth (ERM) (Yersinia ruckeri), Infectious

Pancreatic Necrosis (IPN virus) dan Salmon Pancreas Disease (SPD virus).

Beberapa tipe vaksin yang digunakan dalam budidaya ikan, berdasarkan bentuk patogennya antara lain bakteri inaktif, virus inaktif, sub unit (teknologi rekombinan) dan DNA. Vaksin yang digunakan dapat berasal dari patogen yang menginfeksi area budidaya itu sendiri atau komersial. Pemberian vaksinasi pada budidaya ikan dapat dilakukan dengan perendaman atau penyemprotan, melalui pakan, dan penyuntikan. Pemilihan metode vaksinasi disesuaikan dengan usia kultivan dan bentuk vaksin yang akan diberikan (RUMA, 2006).

Gambar

Tabel 2  Karakteristik Streptococcus agalactiae yang menyerang sapi, manusia  dan ikan

Referensi

Dokumen terkait

optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat

TENAGA KERJA KUALIFIKASI JUMLAH WNI WNA Non Konstruksi Survei Seismik (Sieismic Data Acquisition). - Survei Data Seismic 2D

Jadi, Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mempelajari teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan

Hasil inventarisasi jenis serangga penyerbuk yang hadir pada tangkai tandan berbunga tanaman jarak pagar, dari bahan tanam yang berasal dari Kediri dan NTB, menunjukkan

HASYIM siti Aminah Guru Kelas MI MI Swasta Tarbiyatul Islam.

Pada tabel ini juga menunjukkan bahwa petani utama Kabupaten Grobogan terbesar berada di kelompok usia 45-54 tahun yakni sebesar 76.894 rumah tangga (29,11 persen) atau dengan

Dari hasil karakterisasi lapisan tipis CuInSe2 dengan EDAX tersebut, muneul unsur lain yaitu 0, unsur 0 muneul dimungkinkan karena unsur Cu, In dan Se bereaksi dengan 0 di udara