• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4. METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1.Pendekatan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis penelitian MIXED METHODS. Menurut Creswell (2007) penelitian dengan menggunakan mixed methods merupakan pendekatan penelitian dengan menggabungkan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Ada tiga strategi dalam mixed methods, yaitu : (1) Strategi metode sequential mixed methods , meliputi : (a) Strategi explanatory sequential, (b) Strategi exploratory sequential dan (c) Strategi transformative sequential (2) Strategi metode concurrent mixed methods , meliputi : (a) Strategi triangulation concurrent, (b) Strategi embedded concurrent, dan (c) Strategi transformative concurrent (3) Strategi metode tranformative mixed methods.

Dalam penelitian ini menggunakan strategi metode sequential mixed methods atau strategi metode campuran bertahap, khususnya pada strategi exploratory sequential, yaitu pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisa data kualitatif, selanjutnya peneliti mengumpulkan dan menganalisa data kuantitatif pada tahap kedua berdasarkan hasil pada tahap pertama. Dimana pada tahap pertama dengan mengumpulkan dan menganalisa data kualitatif untuk menjawab perumusan masalah penelitian yang pertama dan ketiga, yaitu apa saja karakteristik kearifan lokal dan kendala-kendala dalam implementasinya di Selat Madura serta kearifan lokal apa saja yang dapat mempengaruhi perilaku rumahtangga nelayan payang agar dapat menjaga kelestarian sumberdaya ikan di Selat Madura.

Selanjutnya pada tahap kedua, mengumpulkan dan menganalisa data kuantitatif, untuk menjawab perumusan masalah penelitian yang kedua, yaitu bagaimana Model Ekonomi Rumahtangga nelayan payang di Selat Madura.

(2)

4.2. Metode Pengambilan Sampel

Sampel menurut Koentjaraningrat (1991), adalah merupakan bagian populasi yang menjadi obyek sesungguhnya dalam suatu penelitian, sedangkan populasi atau universe ialah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-crinya akan diduga (Singarimbun dan Effendi, 1987)dalam Sri Wahyuni et al(2009) Dalam penelitian ini populasi dilakukan pada sebagian nelayan khususnya nelayan dengan alat tangkap payang yang melakukan kegiatan penangkapan.

Sesuai dengan permasalahan, tujuan dan fokus penelitian. Peneliti perlu mewawancarai beberapa orang informan (Key informan) yang dianggap benar-benar mengetahui ataupun terlibat langsung dalam kegiatan usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap payang, mengetahui permasalahan nelayan payang serta rumahtangga nelayan di Kabupaten Probolinggo. Dalam hal ini sampel yang diambil adalah terdiri dari kelompok nelayan ,yaitu nelayan payang di Probolinggo, dimana menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), bahwa alat tangkap payang di desa Gili Ketapang berjumlah 167 nelayan, Karang anyar 9 nelayan, Randu Putih 19 nelayan dan di Randu Tatah 24 nelayan. Dari masing-masing desa tersebut terdiri dari beberapa sampel yang diambil. Dalam hal ini responden yang diambil, ditentukan dengan metode “purposive sampling” yaitu sampling dimana dalam pengambilan elemen-elemen yang dimaksudkan dalam sampel dilakukan dengan sengaja dengan catatan sampel yang diambil representative.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 100 keluarga nelayan payang secara purposive sampling dengan kriteria pengambilan sampel sebagai berikut:

1. Teknologi penangkapan yang digunakan bersifat sederhana dengan ukuran perahu yang kecil kurang dari 30 Grosston (GT)

2. menggunakan mesin yang kurang dari 12 PK 3. Besarnya modal usaha yang terbatas

(3)

4. Jumlah anggota organisasi penangkapan umumnya berbasis kerabat, tetangga dekat, dan atau teman dekat.

5. Orientasi ekonominya diarahkan untuk kebutuhan dasar sehari-hari. 6. Macam-macam pangan yang dijadikan pemenuhan kebutuhan

nelayan payang.

Penelitian dilakukan dengan “metode survey” yaitu menggambarkan secara sistematik dan faktual mengenai fenomena yang ada sekarang dan juga menerangkan hubungan antar fenomena, melakukan pengujian hipotesis serta membuat “interpretasi” dan meperoleh makna dari fenomena yang diteliti (Nazir, 2003). Maksud “metode survey” adalah mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan “kuesioner” sebagai alat bantu dalam pengambilan data primer yang diambil dari responden terpilih, sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi serta stake holder yang terkait dengan penelitian yang dimaksud (Singarimbun dan Effendi, 1989)

Data yang diperlukan adalah data primer maupun data sekunder.Data primer diperoleh secara langsung dari responden terpilih melalui hasil observasi, wawancara serta pengamatan di lapangan. Sedangkan data sekunder didapatkan secara tidak langsung/melalui pihak kedua (instansi terkait)maupun stake holder terkait, dengan melakukan studi dokumentasi atau literature/pustaka.

Jumlah sampel dari masing-masing Kecamatan terpilih di Kabupaten Probolinggo, diambil sejumlah100 unit usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap payang. Pengambilan sampel sejumlah 100 responden atas asumsi bahwa populasi berdistribusi normal, batasan minimum sampel sebanyak 30 unit (Walpole, 1995). Pada umumnya nelayan payang memiliki satu unit usaha penangkapan. Oleh karena itu pengambilan unit usaha penangkapan sekaligus mewakili jumlah populasi dari besarnya rumahtangga nelayan payang.

(4)

4.3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam hal ini penggunaan data kualitatif digunakan untuk memberikan tambahan penjelasan mengenai fenomena yang ada. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan:

a. Wawancara

Menurut Kartini (1990), yang dimaksud wawancara ialah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wawancara bertujuan memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang meliputi scope yang luas dan dapat dijadikan sumber bagi penemuan hipotesa, menanggapai macam-macam interaksi sosio personal, motivasi human dan data yang bisa memberikan insight terhadap kepribadian seseorang. Disamping itu juga dilakukan wawancara tidak terstruktur (bebas) terhadap nelayan dengan status sosial ekonomi kecil dan dengan para pedagang yang menggunakan pengaruh dan sumberdayanya baik berupa modal maupun jasa.Dalam wawancara sering kali terjadi percakapan sekalipun percakapan tetap dalam pengendalian dan terstruktur.Teknik ini lebih dikenal sebagai wawancara semi-terstruktur (semistructured interview) yakni wawancara yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang diharapkan diikuti dengan pertanyaan lanjutan untuk lebih menggali informasi dan secara lebih mendalam, Mikkelsen,(2003). Untuk memperoleh data primer maka dilakukan wawancara dengan bantuan daftar kuesioner ,dan dilakukan secara purposive dengan para informan atau responden yang dianggap paling banyak mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat

(5)

pesisir dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu pejabat Dinas Perikanan, Bappeda,Camat dan Kepala Desa serta berbagai instansi terkait.

b. Observasi

Untuk teknik observasi menurut Kartini (1990), merupakan studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Observasi meliputi keadaan umum daerah, kearifan lokal yang masih berlaku, serta aktifitas ekonomi rumahtangga nelayan payang.

c. Dokumentasi

Untuk teknik dokumentasi dimaksudkan sebagai teknik pengumpulan data melalui dokumen atau arsip-arsip dari pihak terkait dengan penelitian. Dalam penelitian dokumen nantinya dapat dipergunakan sebagai bukti untuk suatu penelitian atau pengujian (Khoiriyah, 2005). Dalam penelitian ini dokumentasi yang diperoleh berupa dokumen data sekunder dan beberapa foto gambar dilapangan.

d) Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang dia ketahui (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini membuat kuesioner secara terstruktur untuk memudahkan dalam pengumpulan data.

(6)

4.4. Fokus Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diperoleh, maka dalam matrik tabel dibawah ini akan diuraikan secara detail tentang fokus penelitian beserta beberapa faktor dan aspek yang terkait yang sesuai dengan tujuan dalam aktivitas penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Tabel 3. Fokus penelitian kuantitatif tentang usaha penangkapan

FOKUS PENELITIAN FAKTOR / ASPEK TERKAIT

1.Perikanan tangkap 2. Agribisnis perikanan 3. Kegiatan non perikanan

 Frekuensi melaut  Tingkat pendidikan  Jumlah alat tangkap

 Total asset usaha keluarga. 1. Curahan kerja keluarga

nelayan payang

Jumlah alokasi waktu yang digunakan oleh anggota keluarga nelayan untuk memparoleh pendapatan di bidang:

 Penangkapan ikan

 Agribisnis (pengolahan dan perdagangan) perikanan, dan

 Bidang non perikanan 1. Tingkat pendapatan  Total pendapatan keluarga

 Total asset usaha keluarga nelayan  Penerimaan bersih perikanan tangkap

 Pendapatan agribisnis perikanan (non penangkapan ikan)

 Pendapatan dibidang non perikanan 1. Tingkat konsumsi  Total pendapatan keluarga

 Konsumsi pangan ( beras, ikan, telur, sayur,dll)

 Konsumsi non pangan (rumah, sandang, kesehatan, pendidikan)

(7)

Tabel 4. Fokus penelitian kualitatif tentang kearifan lokal

FOKUS PENELITIAN

FAKTOR / ASPEK TERKAIT

1.Eksistensi tata nilai ( hukum adat ) dan kearifan lokal

 Rasa malu/harga diri  Adaptif terhadap inovasi  Kompetitif/prestasi 2.Sikap warga masyarakat

nelayan payang terhadap tata nilai dan kearifan lokal

 Apresiasi terhadap tata nilai

 Apresiasi terhadap IPTEK penangkapan ikan

3.Mekanisme pengelolaan sumberdaya perikanan (internal dan eksternal) di Selat Madura

 Open acces dan property right system .

 Bentuk dan mekanisme sanksi atas pelanggran terhadap tata nilai (hokum adat)

Tabel 5. Komponen Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang

Blok Nomor Persamaan Komponen 1. Produksi Ikan 2. Curahan Kerja

A.

RT Juragan

B.

RT Pendega 3. Pendapatan A. RT Juragan B. RT Pendega 1 – 5 6 – 9 10 – 11 12 – 25 26 – 33 1.ASKJ 2.DPI 3.PRM 4.FQM 5.QNM

6.CDJT

7.CDJM

8.

CLJM

9.

CTJM

10.

CDPM

11.

CDPT 12.RJM

13.

BBM

14.PBBM 15.BTM

16.BRPI

17.LABK

18.

BOM 1

9.

PNM

20.

PJMK

21.

PJM

22.

PJML

23.YJM 24.YJT

25. YJSPK

26.BABK

27.USPM

28.PPLM

29.PPM

30.PPML. 31YPM 32.YPT 33.YPSPK

4. Pengeluaran A. RT Juragan B.RT Pendega 34 – 39 40 – 45

34.KKPJ 35.KKPNJ 36.KKPJ 37.KKPNJ

38.INVJ 39.TABJ

40.KKPPP 41.KKPNP 42.KKPP 43.KKNPP

44.TKKP 45.TTABP

(8)

4.5. Definisi dan Pengukuran Peubah (Variabel)

1. Data produksi (catch) yang diperoleh dari laporan statistik tahun 2000 – 2011 ialah dalam satuan berat (ton).

2. Upaya penangkapan yang diperoleh dari laporan statistik perikanan propinsi Jawa Timur, dalam hal ini ialah jumlah armada/alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan dengan alat tangkap payang ialah satuan unit.

3. Biaya/cost terbagi menjadi :

 Variabel Cost ( biaya tidak tetap), dalam hal ini ialah biaya operasional. Dimana biaya yang dikeluarkan setiap kali nelayan melakukan kegiatan operasi penangkapan dari alat tangkap payang. Biaya operasional ini terdiri dari : bahan bakar, bahan makanan, upah ABK, Retribusi dalam satuan (Rp)  Fixed Cost (biaya tetap) yaitu : biaya yang selalu dikeluarkan oleh nelayan

dengan menggunakan alat tangkap payang dalam jangka waktu tertentu (1 tahun), yang meliputi : penyusutan kapal, penyusutan alat tangkap, penyusutan mesin, perijinan, pemeliharaan kapal,mesin dan alat tangkap dalam satuan (Rp).

4. Rumahtangga nelayan adalah rumahtangga inti ditambah dengan orang lain, baik kerabat atau bukan yang tinggal bersama, paling sedikit seorang anggotanya memiliki status nelayan.

5. Nelayan kecil adalah nelayan yang memiliki asset usaha penangkapan ikan mulai dari yang tidak bermesin sampai yang bermesin kurang dari 12 PK dan maksimal 2 mesin per alat tangkap dalam kegiatan penangkapan tanpa menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.

6. Curahan kerja adalah jumlah hari yang digunakan oleh rumahtangga untuk mendapatkan penghasilan dari sektor perikanan (laut) dan diluar sektor perikanan dengan batasan sampai dengan 8 jam kerja di laut maupun di

(9)

darat adalah setara dengan 1 (satu) hari kerja, selebihnya merupakan kelipatan dari hari kerja untuk sampai dengan 8 jam.

7. Curahan kerja melaut adalah penggunaan waktu kerja oleh rumahtangga mulai dari penyiapan perbekalan operasi melaut, operasi penangkapan ikan dan menjual hasil tangkapan dari melaut dengan batasan sampai dengan 8 jam kerja di laut maupun di darat adalah setara dengan 1 (satu) hari kerja, selebihnya merupakan kelipatan dari hari kerja untuk sampai dengan 8 jam. 8. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem

ketersediaan, distribusi dan konsumsi.

9. Kegiatan dari dalam sektor agribisnis perikanan adalah, curahan waktu seseorang dalam;

a) Kegiatan melaut mulai dari menyiapkan perbekalan, operasi penangkapan ikan dan menjual setelah hasil tangkapan didaratkan. b) Kegiatan yang masih merupakan rangkaian dari usaha perikanan,

merupakan kegiatan usaha pasca panen seperti pengolahan hasil perikanan (agroindustri) dan perdagangan ikan yang bersekala ekonomi rumahtangga (bukan industri).

10. Kegiatan diluar sektor agribisnis perikanan yaitu curahan waktu kerja seorang nelayan diluar sektor parikanan dalam arti luas; seperti petani, tukang, karyawan industri, atau lainya.

11. Mata Pencaharian Alternatif (MPA) adalah suatu mata pencaharian atau suatu usaha yang dikembangkan dalam rangka mengurangi tekanan ekonomi masyarakat nelayan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

12. Kearifan lokal adalah kondisi sosial budaya masyarakat nelayan yang berlaku pada masyarakat nelayan secara turun temurun, dan diakui serta disepakati secara bersama-sama, dimana hal tersebut melalui proses interaksi dan

(10)

adaptasi dengan lingkungan dan sumberdaya alam yang panjang. Masyarakat lokal mampu mengembangkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari. Kearifan lokal tersebut meliputi : eksistensi tata nilai, sikap masyarakat nelayan terhadap tata nilai dan mekanisme pengelolaan sumber daya perikanan , menurut informasi penelitian terdahulu ada beberapa bentuk kearifan lokal yang berlaku pada masyarakat nelayan di Selat Madura antara lain : pethik laut, nyabis, andun, pangambak,onjhem, telasan dan system kontrak kerja.

4.6. Metode Analisis Data

4.6.1. Menganalisis Karakteristik Kearifan Lokal dan Kendala-kendala dalam Implementasinya

A. Analisis Kualitatif

Populasi dalam penelitian ini adalah stakeholders yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Probolinggo . Populasi dalam penelitian terdiri dari berbagai institusi baik pemerintah (tingkat kabupaten sampai tingkat desa) maupun swasta (LSM dan dunia usaha) serta masyarakat nelayan lokal.

Teknik sampling yang digunakan terdapat beberapa yakni:

1. Desa dari wilayah Kecamatan yang menjadi wakil populasi yang terdiri dari Kecamatan Sumber Asih (Gili Ketapang), Randu Putih, Randu Tatah dan Karang Anyar. Dimana pemilihan ini berdasarkan kepada adanya kearifan lokal yang berlaku , karakteristik tempat dan sumberdaya perikanan yang potensial (Arikunto, 1997).

2. Key informant yang dianggap sebagai sesepuh atau seorang yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti kyai atau ulama’ yang diminta

(11)

nasehat oleh masyarakat lokal. Dimana merupakan kelembagaan informal didalam masyarakat lokal serta dipercaya mengetahui masalah kearifan local yang berlaku dan terkait dengan stake holder yang memanfaatkan dan mengelola sumberdaya perikanan . Pemilihan Key informan dengan cara purposive sampling berdasarkan tujuan spesifik (Arikunto, 1997). Perlu disadari bahwasanya dalam penarikan sample purposive tidak hanya mencakup masalah-masalah putusan tentang orang, yakni subyek atau pelaku sebagai nara sumber data yang akan diamati dan diwawancarai tetapi juga tentang latar-latar, peristiwa-peristiwa dan proses-proses sosio-kultural, karena itu sampel-sampel kualitatif cenderung puporsive (Mbete, 2005). Oleh karena penelitian ingin mengetahui dan menganalisis nilai-nilai kearifan lokal maka penentuan key persons akan dipilih dengan cermat dan disesuaikan dengan target pencapaian informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, dengan jumlah responden untuk masing-masing Kecamatan 5 orang.

3. LSM (Care International dan Yayasan Pengembangan Masyarakat Pesisir), yang memiliki kepedulian terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut, serta yang bergerak dalam bidang industri, jasa dan usaha-usaha perikanan baik penangkapan, budidaya maupun pengolahan. Pengambilan sampel pada intitusi ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling , yang akan disesuaikan dengan kebutuhan informasi.

4. Pemerintah Desa adalah institusi formal yang tumbuh dan berkembang di sekitar kawasan pesisir yang dipandang memahami berbagai permasalahan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut serta nilai-nilai kearifan lokal yang hidup dan berkembang dalam

(12)

masyarakat pesisir yakni kepala desa, sekretarias desa, kepala dusun, mantan kepala desa. Pengambilan sampel pada intitusi ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yang akan disesuaikan dengan kebutuhan informasi. Pemerintah Kecamatan adalah institusi formal pada tingkat hirarki pemerintahan yang memiliki fungsi dan dianggap memahami beberapa hal mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya adalah pesisir dan laut yakni Camat, Kepala Urusan Pembangunan Desa, UPT Perikanan dan Kelautan. Penentuan sampel pada masing-masing intitusi ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yang akan disesuaikan dengan kebutuhan informasi.

Data yang diperlukan dalam penelitian bersumber dari data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui hasil wawancara atau pengamatan. Sedangkan data sekunder diperoleh secara tidak langsung/melalui pihak kedua (instansi terkait) dengan melakukan studi dokumentasi atau literatur.

Pendekatan yang diambil dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dicampur/digabungkan dengan pendekatan kuantitatif (“Mixed Methods”), sebagaimana dijelaskan oleh Cresswell (2007). Dapat mungkin terdapat pula data kuantitatif sejauh masih relevan dan bermanfaat untuk menjelaskan permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan dan pemberdayaan kearifan lokal. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:

1. Teknik observasi; teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data dengan mengamati potensi sumberdaya perikanan yang terdapat di Kabupaten Probolinggo terutama pada wilayah atau kecamatan dan desa sampel. Potensi yang diamati adalah kondisi umum perikanan ,kondisi alam dan kependudukan.

(13)

2. Teknik wawancara; wawancara merupakan salah teknik penting dalam studi - studi pembangunan. Dalam wawancara sering kali terjadi percakapan sekalipun percakapan tetap dalam Pengendalian Dan terstruktur. Teknik ini lebih dikenall sebagai wawancara semi-terstruktur (semi structured interview) yaitu wawancara yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang diharapkan diikuti dengan pertanyaan lanjutan untuk lebih menggali informasi dan secara lebih mendalam, Mikkelsen, (2003). Untuk memperoleh data primer maka dilakukan wawancara mendalam (in-depth interview), dan dilakukan secara purposive dengan para informan atau responden yang dianggap paling banyak mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu pejabat Dinas Perikanan, Bappeda, Camat dan Kepala Desa serta berbagai instansi terkait. Danim (2002), jika wawancara tidak dapat menjangkau responden yang jumlahnya relatif banyak, wawancara biasanya dilakukan kepada sejumlah responden yang jumlahnya relatif terbatas dan memungkinkan bagi peneliti untuk mengadakan kontak langsung secara berulang-ulang sesuai dengan keperluan. Wawancara mendalam juga ditujukan kepada para tokoh-tokoh kunci (key persons). Mikkelsen (2003), mengemukakan wawancara semi- terstruktur secara mendalam dapat dilaksanakan dengan menggunakan tiga cara yaitu : (a) wawancara individual, (b) wawancara dengan key informant, dan (c) wawancara kelompok, sebagaimana dapat dijelaskan masing-masing sebagai berikut dibawah ini :

(14)

a. Wawancara Individual: wawancara ini dilaksanakan dalam suatu kesempatan pengambilan sampel atas responden yang dipilih dengan sengaja untuk memperoleh informasi atau data yang representatif.

b. Wawancara dengan informan kunci/tokoh-tokoh kunci (key informan/key persons); wawancara dengan key informan/key

persons bertujuan untuk mendapatkan informasi khusus yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman terhadap kearifan lokal dalam u p a ya pengelolaan sumberdaya perikanan.

c. Wawancara Kelompok; dengan cara terstruktur dan tidak terstruktur. Teknik ini lebih memberikan akses pada sosok pengetahuan yang lebih besar dan secara mendalam tentang informasi dan data.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif (fenomonologis) bertujuan mengungkap dan memahami makna (noumena) yang ada dibalik fenomena tindakan dari masing-masing individu yang melakukan berbagai tindakan atas dasar persepsi sendiri serta berbagai aspek yang melatar belakangi tindakannya (Fatchan. A. 2011).

Sedangkan untuk aspek-aspek sosial budaya dilakukan analisis kualitatif komparatif yakni mendeskripsikan tentang nilai – nilai dan cara pandang serta persepsi dan aspirasi masyarakat lokal terhadap nilai kearifan lokal dan makna dari peratuaran-peraturan adat dalam berbagai ritual yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan di Selat Madura.

(15)

Faktor Internal : Peranan Kelembagaan Adat, Tradisi, Hukum Adat dan Kearifan lokal Faktor Eksternal :

- Tuntutan Perubahan Kebijakan Pembangunan - Inovasi baru dalam adopsi

teknologi - Hubungan antar etnis/kelompok asal Perubahan Perilaku Masyarakat Pesisir - Ekonomis - Ramah lingkungan - konservatif

Masyarakat Pesisir dan Kelompok Nelayan - Tangkap

- Budidaya

- Pengolahan Pasca Panen

Pemanfaatan dan Pelestarian Sumberdaya Perikanan di

Selat Madura Secara Bertanggung jawab dan

Berkelanjutan

SUMBERDAYA PERIKANAN SELAT MADURA

Gambar 26. Manajemen pemanfaatan kearifan lokal dalam pengelolaan

sumberdaya perikanan (pesisir dan laut ) di Selat Madura secara berkelanjutan dan bertanggungjawab.

(16)

4.6.2. Menganalisis Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Melalui Pendekatan Sistem

A. Model Ekonomi Rumahtangga

Ekonomi rumahtangga nelayan biasanya masih bersifat semi komersial dengan ciri bahwa kegiatan antara produksi ikan dan rumahtangga pengolah ikan tidak terpisah , penggunaan tenaga kerja keluarga lebih diutamakan, nelayan dan rumahtangga pengolah ikan masih lebih banyak berperilaku sebagai penerima harga, dan mengutamakan rasa aman. Namun, ketika skala usaha penangkapan ikan makin membesar, pada umumnya diikuti oleh pergeseran penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga yang proporsinya semakin besar, disamping jangkauan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang semakin meluas. Becker (1965) dalam Muhammad, Sahri (2011) mengembangkan teori untuk mempelajari model ekonomi rumahtangga petani (Agricultural Household Models), dimana kegiatan produksi dan konsumsi tidak terpisah dan penggunaan tenaga kerja keluarga lebih diutamakan.

Fungsi kepuasan rumahtangga diasumsikan mengkombinasikan barang yang dibeli di pasar dengan waktu untuk memproduksi, sehingga dihasilkan barang yang siap dikonsumsi (Z). Bentuk fungsi kepuasan rumahtangga yang dikemukakan Becker adalah

U = U(Z1, Z2, ….. Zm) ………... (4.1)

dimana :

Zi = barang yang dikonsumsi ( i = 1, 2, …., m).

Dalam memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Setiap komoditi (Zi) tersebut dihasilkan menurut fungsi produksi yang dirumuskan sebagai berikut :

(17)

Zi = Z (xi, ti ) ………i = 1 ... m ... (4.2) m Σ pi xi = I = W. Tw + V ... (4.3) i = 1 m Σ ti = Tc = T - Tw ... (4.4) i = 1 dimana :

xi = barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar

ti = waktu yang digunakan untuk memproduksi barang Z ke i pi. = harga barang dan jasa X ke i yang dibeli di pasar

Tw = waktu yang digunakan untuk bekerja

W = upah per unit Tw

Tc = jumlah waktu konsumtif

T = jumlah waktu yang tersedia

V = pendapatan selain upah, seperti warisan dan lain-lain

I = pendapatan rumahtangga.

Pendekatan ekonomi rumahtangga tersebut sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1920 oleh Chayanov di Rusia, kemudian Becker (1965) menyusunnya dalam bentuk “new home economics”. Dalam ekonomi rumahtangga, alokasi waktu dan konsumsi barang dapat dibeli di pasar, atau dapat juga dihasilkan oleh rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen, adalah bahwa pada

(18)

perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson, 1976).

Menurut Evenson (1976), formula yang disusun oleh Becker (1965) secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tingkat, yaitu: (1) tingkat pertama, menjelaskan perilaku rumahtangga menghadapi fungsi produksi rumahtangga, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumahtangga, dan (2) tingkat kedua, menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi, anggota rumahtangga berperilaku sebagaimana perilaku individu konsumen, dimana aksioma perilaku konsumen konvensional dapat diaplikasikan.

Dengan demikian, rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya, dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Pendapatan seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi (persyaratan adding up). Barnum dan Squire (1978) menyatakan bahwa model ekonomi rumahtangga adalah menjembatani ekonomi perusahaan pertanian yang seluruhnya mempekerjakan tenaga yang diupah dan menjual hasilnya ke pasar, dengan pertanian subsisten yang menggunakan hanya tenaga kerja keluarga dan tidak menghasilkan “marketed surplus”.

Dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965), kemudian Barnum dan Square (1978) membuat model ekonomi rumahtangga yang lebih lengkap dan menyimpulkan bahwa dalam pembuatan kebijakan sangat penting untuk mengintegrasikan perilaku rumahtangga dalam keputusan produksi dan konsumsi. Mengingat pengaruh perubahan peubah eksogen, dimana sisi produksi mempengaruhi sisi konsumsi

(19)

rumahtangga, maka diperlukan teori yang terintegrasi, khususnya, jika elastisitas pengeluaran cukup besar atau jika pengaruh produksi dominan.

Pengembangan teori adanya saling ketergantungan konsumsi dan produksi dalam model Ekonomi Rumahtangga Pertanian (ERP) melahirkan dua kelompok model, yaitu model rekursif dan model non-rekursif. Model rekursif dibangun berdasarkan asumsi bahwa antara keputusan konsumsi dan produksi terjadi saling ketergantungan yang sekuensial. Dalam hal ini diasumsikan bahwa keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, tetapi tidak berlaku sebaliknya Sedangkan model non-rekursif terjadi adanya saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi. Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, demikian juga sebaliknya, keputusan konsumsi bisa mempengaruhi keputusan produksi (Strauss, 1986; Sadoulet, et al., 1995). Selanjutnya, Singh et al. (1986) menyusun Agricultural Household Models sebagai model dasar ekonomi rumahtangga. Dalam model tersebut, kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl), sehingga diperoleh persamaan (4.5).

U = U (Xa, Xm, Xl) ………... (4.5)

Rumahtangga petani diasumsikan sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut :

Produksi

(20)

Alokasi waktu

T = Xl + F ………... (4.7)

Pendapatan

Pm . Xm = Pa . (Q - Xa) - w.(L – F) …... (4.8)

dimana :

Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar Xa = barang yang dihasilkan rumahtangga Xl = konsumsi waktu santai

Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar Pa = harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Q - Xa) = surplus produksi untuk dipasarkan

Q = produksi rumahtangga

A = jumlah faktor produksi tetap (lahan) dalam rumahtangga w = upah di pasar tenaga kerja

L = total tenaga kerja

F = penggunaan tenaga kerja rumahtangga

w.(L –F) = pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga.

Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah. Jika negatif, terdapat penawaran tenaga kerja keluarga untuk di luar pertanian. Semua kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan melakukan substitusi kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan dihasilkan persamaan (4.9) sebagai berikut :

(21)

dimana :

 = Pa . Q(L,A) - w. L (  = keuntungan) ... (4.10)

Persamaan (4.10) menunjukkan bahwa pada sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (Xm) dan barang yang diproduksi rumahtangga (Xa), serta waktu (Xl) yang dikonsumsi rumahtangga. Sedangkan pada sisi kanan persamaan tersebut adalah merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh, dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara eksplisit. Disamping itu, Singh et. al (1986) juga melakukan pengembangan dengan memasukkan pengukuran tingkat keuntungan usaha, yaitu :  = Pa.Q(L,A) - w.L, dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar.

Rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasan memilih tingkat konsumsi dari barang yang dibeli di pasar (Xm) dan barang yang diproduksi rumahtangga (Xa), serta waktu yang dikonsumsi rumahtangga (Xl) dan tenaga kerja (L) yang digunakan dalam kegiatan produksi. Kondisi turunan pertama (first order condition) untuk mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja adalah :

Pa . ∂Q/ ∂L = w ………... (4.11)

Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya penggunaan tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari pa, w, dan A, seperti ditunjukkan pada persamaan (4.12) sebagai berikut :

L = L (w, Pa, A) ………... (4.12)

Dari persamaan (3.12) dapat ditunjukkan sisi kiri persamaan terdiri dari konsumsi komoditi pasar (Pm.Xm), komoditi pertanian yang dihasilkan

(22)

rumahtangga (Pa.Xa) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (w.Xt). Adapun sisi kanan, yaitu pendapatan dari waktu kerja dalam bentuk upah (w.T) dan keuntungan usaha tani () adalah merupakan total pendapatan rumahtangga. Maka untuk selanjutnya akan diperoleh persamaan (4.13).

Pm . Xm + Pa . Xa + w . Xt = Y. …... (4.13)

dimana, Y* adalah pendapatan potensial (penuh). Maksimisasi kepuasan untuk memenuhi persamaan (4.13) dengan kendala yang ada diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah (n) komoditi sebagai berikut : U = U(x1, x2, ...xn) ... (4.14) Kendala anggaran : m Σ pi xi = Y ... (4.15) i = 1

Maksimisasi tujuan (4.14) dengan memperhatikan kendala (4.15) menghasilkan kondisi prasyarat sebagai berikut :

∂Φ/∂xi = ∂U/∂xi - λ. pi = 0 ... (4.16) ∂Φ/∂ λ. = - ( Σ pi xi - Y ) = 0 ...(4.17) dimana :

(23)

Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan diatas dapat dinyatakan sebagai berikut :

∂U/∂xi = MUi = λ. pi ... i = 1, ...n……...(4.18)

dimana :

∂U/∂xi = kepuasan margunal (MUi) dari barang dan jasa ke i

pi = harga barang dan jasa ke i

λ = kepuasan marjinal dari pendapatan

Mengacu prosedur pada persamaan (4.14) – (4.18), untuk konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm), barang yang diproduksi rumahtangga (Xa) dan waktu yang disediakan oleh rumahtangga (Xt) masing-masing diperoleh turunan pertama pada persamaan (4.19) – (4.21) adalah merupakan kondisi yang umum kita kenal dalam teori permintaan konsumen (Singh, Squire and Strauss, 1986).

∂U / ∂Xm = . pm ………... (4.19)

∂U / ∂Xa = . Pa ………... (4.20)

∂U / ∂Xl = . w …………... (4.21)

Dengan dasar persamaan (4.19) – (4.21), dapat dinyatakan bahwa konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl) adalah dipengaruhi oleh harga, upah dan pendapatan, yang selanjutnya masing-masing dapat ditulis sebagaimana pada persamaan (4.22) – (4.24).

Xa = Xa (pm, pa, w, Y*) ……... (4.22)

(24)

Xl = Xl (pm, pa, w, Y*) ……... (4.24)

Dalam persamaan (4.22), (4.23) dan (4.24), permintaan barang, jasa dan waktu santai tergantung pada harga, upah dan pendapatan rumhtangga. Untuk kasus rumahtangga nelayan, pendapatan ditentukan oleh aktifitas produksi dalam rumahtangga melaut maupun non-melaut. Selanjutnya, perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi akan merubah tingkat pendapatan penuh (Y*), perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga nelayan.

Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka dampaknya terhadap keuntungan dapat kita perhatikan pada persamaan (4.25) berikut :

dXa/dpa = ∂Xa/∂pa + ∂Xa/∂Y*. ∂Y*/∂pa ... (4.25)

Bagian pertama sebelah kanan persamaan (4.25) merupakan hasil yang umum kita kenal dalam teori permintaan konsumen, yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif, yaitu jika harga meningkat permintaan barang dan jasa tersebut akan menurun. Sedangkan bagian kedua sebelah kanan persamaan (4.25) mencerminkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka keuntungan meningkat, demikian juga pendapatan penuh rumahtangga juga akan meningkat.

Selanjutnya, menurut Sadoulet dan Janvry (1995) analisis model ekonomi rumahtangga perlu memperhatikan dua hal, yaitu : (1) apakah barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga sesuai dengan harga pasar, dan (2) perilaku produksi dan konsumsi apakah separable. Jika sistem persamaan produksi dan konsumsi pada model ekonomi rumahtangga separable, maka pendugaan sistem persamaan konsumsi dan produksi dapat dilakukan secara bebas dan terpisah mengacu pendekatan pendugaan sistem persamaan

(25)

konsumsi dan produksi yang baku, seperti penggunaan fungsi keuntungan yang umum digunakan. Pendekatan ekonomi rumahtangga adalah berguna sekiranya sisi konsumsi dikaitkan dengan sisi produksi melalui pengaruh pendapatan.

B. Komponen Model Ekonomi Rumahtangga Pada Nelayan Payang Di Selat Madura

Komponen model ekonomi rumahtangga nelayan dibagi menjadi empat blok, yaitu : (1) produksi ikan, (2) curahan kerja, (3) pendapatan, dan (4) pengeluaran rumahtangga nelayan yang disajikan pada Tabel 3. Dalam penelitian ini model tersebut terdapat berbagai peubah kebijakan maupun non-kebijakan. Komponen Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang di Selat Madura berjumlah 45 komponen yang sekaligus merupakan peubah endogen dalam model. Jumlah komponen model dapat diperluas lagi.

Dalam penerapan model ekonomi rumahtangga nelayan, aspek kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan dampak terhadap keragaan ekonomi rumahtangga nelayan sangat ditonjolkan, sehingga penelusuran dan analisis peningkatan kesejahteraan nelayan yang berbasis pada pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan dapat dijadikan tolok ukur dalam rangka tercapainya sasaran untuk meningkatkan produksi perikanan. Pada pendekatan lain, akibat terjadi suatu perubahan produksi perikanan dan curahan kerja nelayan mengakibatkan terjadi suatu perubahan pembiayaan dan keuntungan pada sisi nelayan yang bertindak sebagai juragan. Hal itu akan menimbulkan perubahan dalam pendapatan dan pengeluaran nelayan Juragan dan Pendega. Perubahan-perubahan tadi akan berdampak pada Perubahan-perubahan jumlah investasi, jumlah saving juga kesejahteraan nelayan Juragan (Pemilik) maupun Pendega (ABK). Perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat produksi perikanan

(26)

sekaligus perubahan terhadap jumlah retribusi hasil penangkapan ikan , dimana hal itu terkait dengan PAD atau Pendapatan Asli Daerah Probolinggo. Sehingga policy terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan akan berpengaruh terhadap pembangunan perikanan secara keseluruhan, dimana hal tersebut merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi pada masyarakat nelayan di wilayah pesisir.

Status pemanfaatan sumberdaya perikanan dan prasarana pelabuhan perikanan di Selat Madura didasarkan pada empat wilayah terpilih, yaitu : Gili Ketapang, Karanganyar, Randu Putih dan Randu Tatah. Sedangkan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat nelayan Selat Madura didasarkan pada kearifan lokal yang berlaku disuatu tempat tertentu, dimana sebagai daerah terpilih yang mewakili masyarakat nelayan payang Selat Madura adalah di Kabupaten Probolinggo . Hal ini berdasarkan data pendahuluan bahwa di daerah tersebut memilki kearifan lokal seperti : Nyabis, Onjhem, Petik Laut, Pangambak, System Kontrak Kerja (bagen), Telasan, Andun, yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan model ekonomi rumah tangga nelayan payang. Disamping itu jumlah nelayan payang cukup besar yaitu : 219 orang yang tersebar di 4 Kecamatan, yaitu : di Gili Ketapang : 167 orang, Karanganyar : 9 orang, Randu Putih : 19 orang , dan Randu Tatah : 24 orang.

Perubahan-perubahan yang ditimbulkan akibat perubahan kebijakan maupun non-kebijakan berdampak secara langsung maupun tidak langsung dan saling mempengaruhi diantara peubah dalam aspek produksi, curahan kerja, penerimaan dan pendapatan, dan pengeluaran pada rumahtangga nelayan Juragan maupun Pendega. Dampak kebijakan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan (sustainable) dimulai dengan terjadinya perubahan ukuran kapal, daerah penangkapan, produktivitas dan frekuensi melaut sehingga akan

(27)

menyebabkan perubahan produksi, biaya-biaya, pendapatan dan pengeluaran nelayan Juragan maupun Pendega.

Perubahan pendapatan nelayan juragan dan pendega akan mengakibatkan perubahan tingkat investasi, jumlah tabungan dan tingkat kesejahteraan nelayan. Perubahan ini selanjutnya akan terkait dan mempengaruhi produksi maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui jumlah penarikan retribusi perikanan, yang selanjutnya diharapkan memacu pembangunan daerah secara berkelanjutan. Dengan demikian kebijakan publik dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan akan berdampak langsung dan tidak langsung berhubungan secara berkelanjutan dengan pembangungan perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi di pedesaan pantai.

Mengingat adanya keterkaitan diantara aspek produksi dan pengeluaran rumahtangga nelayan, maka model disusun dalam sistem persamaan simultan dengan asumsi hubungan linier. Keragaan ekonomi rumahtangga nelayan dalam penelitian ini diukur atas dasar perubahan produksi ikan, curahan kerja, penerimaan dan pendapatan, pengeluaran, tabungan, dan PAD. Adapun produksi ikan, curahan kerja, penerimaan dan pendapatan, dan pengeluaran pada rumahtangga nelayan dinyatakan dalam 45 buah persamaan sebagaimana dapat dilihat pada persamaan (4.26) sampai dengan (4.70).

Blok I. Produksi Ikan

Fungsi produksi dibuat berdasarkan penjabaran dari bentuk umum fungsi produksi Agricultural Household Models yang menetapkan bahwa produktivitas bergantung pada tingkat penggunaan tenaga kerja, faktor lain dan karakteristik proses produksi. Karakteristik proses produksi melaut adalah bersifat berburu ikan. Oleh karena itu produksi ikan tergantung pada ukuran kapal, daerah penangkapan ikan, kepadatan ikan di daerah penangkapan dan jumlah frekuensi

(28)

melaut. Dengan demikian, makaproduksi total dari melaut mengacu model ekonomi rumahtangga pertanian pada persamaan (4.26), dimana peubah areal melaut bergantung pada ukuran aset kapal (ASKJ), daerah penangkapan (DPI), produktivitas (PRM) dan frekuensi melaut (FQM).

Dalam kegiatan melaut, nelayan menggunakan jenis alat tangkap ikan yang berbeda. Jenis alat tangkap tertentu memerlukan peralatan dan ukuran kapal tertentu pula. Besarnya ukuran kapal yang dimiliki meningkat sejalan dengan perluasan daerah penangkapan ikan dan peningkatan pendapatan nelayan Juragan melaut. Adapun kapal penangkapan ikan yang semakin membesar memerlukan pelayanan pelabuhan perikanan yang semakin memadai. Oleh karena itu, ukuran aset kapal (ASKJ) yang digunakan nelayan untuk melaut akan bergantung pada ada tidaknya dukungan modal, dalam hal ini kredit (KRKJ), nilai alat tangkap yang digunakan (ITMJ), tingkat pendapatan Juragan (YJSPK) dan kondisi desa dan prasarana pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan (DESA).

Adapun daerah penangkapan ikan (DPI) di laut bergantung pada ukuran besarnya kapal (aset kapal) yang digunakan (ASKJ), harga bahan bakar minyak (PBBM), tingkat pendidikan dan pengalaman Pendega (PDPP) dan tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan (PDPJ). Mengingat penggunaan ukuran kapal (ASKJ) berhubungan dengan ada tidaknya kredit (KRKJ), jenis alat tangkap (ITMJ), pendapatan Juragan (YJSPK) dan kondisi umum desa (DESA), maka faktor-faktor tersebut secara tidak langsung adalah berpengaruh terhadap luas daerah penangkapan ikan (DPI) yang dapat dijangkau nelayan.

Produktivitas (PRM) penangkapan ikan di laut adalah bergantung pada teknologi yang digunakan (TEK) dan status sumberdaya perikanan (SSDA). Dalam kajian ini diasumsikan dengan kondisi umum desa yang kaya adalah tersedia prasarana pelabuhan dan pendaratan ikan, sehingga berkecenderungan

(29)

mendorong nelayan Juragan untuk memiliki ukuran kapal yang semakin membesar. Oleh karena itu, produktivitas ikan per trip juga diduga berhubungan dengan kondisi umum desa (DESA).

Frekuensi melaut (FQM) dalam rumahtangga nelayan Juragan, juga merupakan frekuensi melaut para Pendega. Jumlah frekuensi melaut bergantung pada status sumberdaya (SSDA), daerah penangkapan ikan (DPI), curahan kerja rumahtangga Juragan untuk kegiatan produktif non-perikanan (CDJL) dan harapan pendapatan rumahtangga Juragan dari kegiatan pengolahan ikan (agroindustri, YPA). Mengingat DPI berhubungan dengan ukuran aset kapal (ASKJ), harga BBM (PBM), mutu pendidikan Pendega (PDPP) maupun Juragan (PDPJ), demikian juga aset kapal berhubungan dengan kredit (KRKJ), teknologi alat tangkap (ITMJ), tingkat pendapatan (YJSPK) dan kondisi umum desa (DESA), maka faktor-faktor tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi frekuensi melaut. Disamping itu, faktor kegiatan produktif dalam agroindustri, mengingat kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh rumahtangga Juragan maupun istri Juragan secara sinergi, maka hubungan frekuensi melaut dengan kegiatan agroindustri bersifat komplementer.

Dengan demikian, produksi hasil tangkapan ikan dari melaut bergantung pada aset kapal (ASKJ), daerah penangkapan ikan (DPI), produktivitas (PRM) dan frekuensi melaut (FQM). Keterkaitan antara ASKJ, DPI, PRM, FQM dan QNM (produksi melaut) dinyatakan dalam persamaan (4.26) – (4.30).

1. Aset Kapal

Ukuran aset kapal (ASKJ) yang digunakan nelayan untuk melaut dinyatakan dalam persamaan (4.26).

(30)

dimana :

ASKJ = aset kapal yang digunakan untuk melaut (GT, ton) KRKJ = dummy menerima atau tidak menerima kredit

KRKJ = 1, menerima kredit KRKJ = 0, tidak menerima kredit

ITMJ = nilai alat tangkap yang digunakan (Rp/unit)

YJSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun)

DESA = dummy prasarana desa

DESA = 1, produksi ikan yang didaratkan tinggi, kaya, ada pelabuhan

DESA = 0, produksi ikan yang didaratkan rendah, miskin, belum ada pelabuhan perikanan

Hipotesis parameter estimasi : a1, a2, a3 , a4 0.

2. Daerah Penangkapan Ikan

Daerah penangkapan ikan (DPI) bergantung pada aset kapal (ASKJ) yang digunakan, harga bahan bakar minyak (PBBM), tingkat pendidikan dan pengalaman Pendega (PDPP) dan tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan (PDPJ). Mengingat ASKJ berhubungan dengan kredit , nilai alat tangkap, pendapatan Juragan dan prasarana desa, maka faktor-faktor tersebut secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap jangkauan daerah penangkapan ikan. Fungsi daerah penangkapan ikan sebagaimana persamaan (4.27).

DPI = b0 + b1ASKJ + b2PBM + b3PDPP + b4PDPJ + b5NY+

(31)

dimana :

DPI = daerah penangkapan ikan (km) ASKJ = aset kapal (GT, ton)

PBM = harga BBM solar di lokasi pengambilan contoh (Rp/liter) PDPP = lama pendidikan dan pengalaman Pendega (tahun) PDPJ = lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun)

NY = Kearifan Lokal Nyabis ONJ = Kearifan Lokal Onjhem

Hipotesis parameter estimasi : b1, b2, b3, b4, b5,b6 0.

3. Produktivitas

Produktivitas (PRM) penangkapan ikan di laut dihitung dalam satuan Kg per trip (hari kerja) per hari. Produktivitas adalah bergantung pada teknologi yang digunakan (TEK) dan status sumberdaya perikanan (SSDA). Dalam penelitian ini diasumsikan dengan kondisi prasarana desa (DESA) yang kaya adalah tersedia prasarana pelabuhan dan pendaratan ikan, sehingga ketersediaan prasarana pelabuhan perikanan cenderung mendorong nelayan Juragan untuk memiliki ukuran kapal semakin membesar. Dengan dasar hubungan tersebut, fungsi produktivitas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.28).

PRM = c0 + c1TEK + c2DESA + c3SSDA +c4PL + U3... (4.28) dimana :

PRM = produktivitas melaut per trip per hari (kg)

TEK = klasifikasi teknologi yang digunakan nelayan melaut Didasarkan pada tingkat transformasi effort baku payang

(32)

DESA = peubah dummy prasarana desa

DESA = 1, produksi ikan yang didaratkan tinggi, desa kaya, tersedia pelabuhan perikanan

DESA = 0, produksi ikan yang didaratkan rendah, desa miskin, belum tersedia pelabuhan perikanan

SSDA = dummy status sumberdaya perikanan di masing-masing wilayah penangkapan ikan nelayan melaut, yaitu : SSDA = 1, wilayah perikanan tingkat pemanfaatan di bawah MSY

SSDA = 0, wilayah perikanan tingkat pemanfaatan di atas MSY PL = Kearifan Lokal Petik Laut

Hipotesis parameter estimasi : c1, c2, c3 0. 4. Frekuensi Melaut

Frekuensi melaut (FQM) dalam rumahtangga nelayan Juragan, juga merupakan frekuensi melaut Pendega, adalah bergantung pada status sumberdaya (SSDA), daerah penangkapan ikan (DPI), curahan kerja rumahtangga Juragan untuk kegiatan produktif non-perikanan (CDJL) dan pendapatan rumahtangga Juragan dari kegiatan agroindustri (YJA). Mengingat DPI berhubungan dengan ukuran aset kapal, harga BBM, tingkat pendidikan dan pengalaman Pendega maupun Juragan, demikian juga aset kapal berhubungan dengan kredit, nilai alat tangkap, tingkat pendapatan dan prasarana desa, maka faktor tersebut secara tidak langsung mempengaruhi frekuensi melaut. Mengingat, faktor kegiatan produktif dalam agroindustri dapat dilakukan oleh rumahtangga Juragan maupun istri Juragan secara terpadu, maka hubungan frekuensi melaut dengan kegiatan agroindustri bersifat komplementer.

(33)

Dengan dasar hubungan tersebut, maka fungsi frekuensi melaut dinyatakan dalam persamaan (4.29).

FQM = d0 + d1SSDA + d2DPI + d3CDJL + d4YJA + U4 ... (4.29) dimana :

FQM = frekuensi melaut (hari-trip/tahun) SSDA = dummy status sumberdaya perikanan DPI = daerah penangkapan ikan (km)

CDJL = curahan kerja non-perikanan dalam rumahtangga Juragan, seperti pertanian dan tukang (hari/tahun) YJA = penerimaan rumahtangga Juragan dari kegiatan agroindustri perikanan (Rp/tahun)

Hipotesis parameter estimasi : d1, d2, d4 0; d3 0. 5. Produksi Ikan

Produksi ikan (QNM) merupakan perkalian antara produktivitas dengan frekuensi melaut yang dinyatakan pada persamaan identitas (4.30).

QNM = PRM*FQM ... (4.30) dimana :

QNM = produksi ikan (ton/tahun/kapal)

PRM = produktivitas melaut per trip per hari (kg) FQM = frekuensi melaut (hari/tahun)

Blok II. Curahan Kerja

Curahan kerja dalam rumahtangga Juragan dapat dikelompokkan menjadi curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (CDJM),

(34)

kegiatan agroindustri (CDJA) dan kegiatan non-perikanan (CDJL). Demikian juga curahan kerja dalam rumahtangga Pendega dapat dikelompokkan menjadi curahan kerja melaut rumahtangga Pendega melaut (CDPM), kegiatan agroindustri (CDPA) dan kegiatan non-perikanan (CDPL).

Berbeda dengan Pendega, curahan kerja untuk melaut dalam rumahtangga Juragan memerlukan tambahan curahan kerja melaut dari luar rumahtangga (CLJM). Dengan demikian untuk keberlangsungan usaha melaut, maka dalam rumahtangga Juragan dapat diidentifikasi curahan kerja untuk melaut total (CTJM). Sesuai dengan kondisi usaha perikanan di daerah penelitian, maka kebutuhan curahan kerja melaut dari luar rumahtangga Juragan (CLJM) dan juga curahan kerja melaut total (CTJM) berkecenderungan semakin meningkat sejalan dengan besarnya skala usaha atau ukuran kapal penangkapan ikan yang dioperasikan untuk melaut. Dalam penelitian ini, model dibangun dengan menetapkan CDJA, CDJL, CDPA dan CDPL sebagai peubah eksogen.

Bentuk umum persamaan curahan kerja individu menurut teori ekonomi produksi dinyatakan sebagai fungsi turunan kepuasan maksimum, dengan kendala produksi, ketersediaan waktu rumahtangga dan pendapatan. Dalam model ekonomi rumahtangga, bentuk umum curahan kerja individu adalah tidak konsisten dengan curahan kerja rumahtangga (Slesnick, 1998).

Disamping itu, produksi ikan berhubungan dengan produktivitas dan frekuensi melaut. Produktivitas berhubungan dengan ukuran asset kapal yang digunakan, sedangkan fungsi produksi ikan mengikuti kaidah pemanfaatan sumberdaya milik umum, yaitu berhubungan dengan fishing effort (Schaefer, 1954). Dalam penelitian ini, fungsi curahan kerja disusun mengacu pada bentuk umum, namun dengan modifikasi dalam bentuk ekonometrika dan disesuaikan

(35)

dengan karakteristik produksi yang berlaku dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. .

Curahan kerja untuk melaut dalam rumahtangga nelayan Juragan dan Pendega disusun mengacu pada bentuk umum model ekonomi rumahtangga, namun dimodifikasi dan disesuaikan dengan karakteristik kegiatan produksi yang berlaku dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Modifikasi yang dilakukan dari bentuk umum curahan kerja dalam bentuk model ekonometrika pada perilaku ekonomi rumahtangga nelayan adalah sebagai berikut.

A. Rumahtangga Juragan

6. Curahan Kerja Dalam Rumahtangga Juragan

Curahan kerja dalam rumahtangga Juragan untuk kegiatan agroindustri (CDJA) dan non-perikanan (CDJL) merupakan peubah eksogen. Curahan kerja dalam rumahtangga Juragan (CDJT) merupakan penjumlahan curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (CDJM), untuk agroindustri dan untuk kegiatan produktif non perikanan, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan identitas (4.31).

CDJT = CDJM + CDJA + CDJL ... (4.31) dimana :

CDJT = curahan kerja dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun) CDJM = curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun)

CDJA = curahan kerja agroindustri dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun)

CDJL = curahan kerja non-perikanan dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun)

(36)

7. Curahan Kerja Melaut dari Dalam Rumahtangga Juragan

Curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (CDJM) berhubungan dengan alokasi waktu yang tersedia dalam rumahtangga Juragan untuk berbagai kegiatan produktif seperti pada agroindustri (CDJA) dan non-perikanan (CDJL). Kegiatan produktif melaut ditentukan oleh jumlah frekuensi melaut (FQM) sebagai proksi fishing effort. Dengan demikian, fungsi curahan kerja dalam rumahtangga Juragan melaut dinyatakan dalam persamaan (4.32). CDJM = e0 + e1CDJA + e2CDJL + e3FQM + e4TEL +U5...(4.32) dimana :

CDJM = curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun)

CDJA = curahan kerja agroindustri dalam rumahtangga Juragan (hari / tahun)

CDJL = curahan kerja non-perikanan dalam rumahtangga Juragan, seperti pertanian, tukang dan lainnya (hari /tahun)

FQM = frekuensi melaut (hari-trip/tahun) TEL = Kearifan Lokal Telasan

Hipotesis parameter estimasi : e1, e3 0; e2 0.

8. Curahan Kerja Melaut dari Luar Rumahtangga Juragan

Ketika skala usaha meningkat, keberlangsungan usaha penangkapan melaut makin ditentukan oleh curahan kerja luar rumahtangga, baik jumlah maupun mutunya. Oleh karena itu, permintaan curahan kerja melaut dari luar rumahtangga (CLJM) berhubungan dengan besarnya jumlah ABK yang harus

(37)

dipenuhi untuk suatu operasi penangkapan melaut (JABK), aset kapal (ASKJ) dan ketersediaan angkatan kerja laki-laki dalam rumahtangga Juragan (AKJL). Fungsi curahan kerja luar rumahtangga Juragan ditunjukkan persamaan (4.33). CLJM = f0 + f1JABK + f2ASKJ + f3AKJL + U6 ... (4.33) dimana :

CLJM = curahan kerja melaut dari luar rumahtangga Juragan (hari/tahun)

JABK = jumlah ABK yang dibutuhkan untuk kegiatan operasi penangkapan ikan melaut (orang/unit kapal)

ASKJ = aset kapal (GT, ton)

AKJL = angkatan kerja laki-laki dalam rumahtangga Juragan (orang)

Hipotesis parameter estimasi : f1, f2 0; f3 0. 9. Curahan Kerja Melaut Total Rumahtangga Juragan

Curahan kerja melaut total rumahtangga Juragan (CTJM) merupakan jumlah curahan kerja melaut dalam rumahtangga Juragan dan curahan kerja melaut luar rumahtangga Juragan , dinyatakan dalam persamaan identitas (4.34).

CTJM = CDJM + CLJM ... (4.34) dimana :

CTJM = curahan kerja melaut total rumahtangga Juragan (hari/tahun)

CDJM = curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun)

CLJM = curahan kerja melaut dari luar rumahtangga Juragan (hari/tahun)

(38)

B. Rumahtangga Pendega

10. Curahan Kerja Melaut Rumahtangga Pendega

Curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (CDPM) berhubungan dengan alokasi waktu rumahtangga dan tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan rumahtangga Pendega melaut berhubungan dengan tingkat keterampilan dan pengalaman kerja yang akan menentukan peluang kerjanya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (CDPM) dinyatakan dalam bentuk hubungan dengan curahan kerja rumahtangga Pendega untuk kegiatan agroindustri (CDPA), non-perikanan (CDPL) dan tingkat pendidikan serta pengalaman Pendega (PDPP) yang ditunjukkan pada persamaan (4.35).

CDPM = g0 + g1CDPA + g2CDPL + g3PDPP + g4TEL +U7 ...(4.35) dimana :

CDPM = curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (hari/tahun)

CDPA = curahan kerja agroindustri rumahtangga Pendega (hari/tahun)

CDPL = curahan kerja non-perikanan rumahtangga Pendega (hari/tahun)

PDPP = lama pendidikan dan pengalaman kerja Pendega (tahun) TEL = Kearifan Lokal Telasan

(39)

11. Curahan Kerja Total Rumahtangga Pendega

Curahan kerja total rumahtangga Pendega (CDPT) adalah merupakan penjumlahan curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (CDPM), curahan kerja agroindustri dan non-perikanan dalam bentuk persamaan identitas (4.36).

CDPT = CDPM + CDPA + CDPL ... (4.36) dimana :

CDPT = curahan kerja total rumahtangga Pendega (hari/tahun) CDPM = curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (hari/tahun) CDPA = curahan kerja agroindustri rumahtangga Pendega (hari/tahun)

CDPL = curahan kerja non-perikanan rumahtangga Pendega (hari/tahun)

Blok III. Pendapatan

Sumber pendapatan melaut rumahtangga nelayan dikelompokkan sebagai berikut :

1. Rumahtangga Juragan : ada dua sumber, (1) penerimaan (keuntungan) melaut Juragan (PJM), dan (2) penerimaan melaut lainnya (PJML) yang bersumber dari pemilikan kapal lainnya maupun dari kerja melaut anggota rumahtangga Juragan yang lain.

2. Rumahtangga Pendega : ada empat sumber, (1) penerimaan bagen melaut Pendega (USPM), (2) penerimaan lawuhan ikan (LPABK), (3) penerimaan Pendega lainnya melaut (PPLM) seperti hasil memancing di tempat kerja (kapal) melaut, dan (4) penerimaan anggota rumahtangga Pendega lainnya yang melaut (PPML).

(40)

Sumber pendapatan rumahtangga Juragan dapat dikelompokkan menjadi (1) melaut (YJM), (2) agroindustri (YJA) dan (3) non-perikanan (YJL). Pendapatan melaut dikelompokkan menjadi dua sumber, yaitu : (1) penerimaan melaut (PJM) unit kapal yang diteliti, dan (2) penerimaan melaut lainnya (PJML). Penerimaan melaut (PJM) sebagai penerimaan keuntungan Juragan yang berhubungan dengan penerimaaan kotor (RJM) setelah dikurangi biaya-biaya operasi melaut (BOM). Sedangkan Sumber pendapatan rumahtangga Pendega dapat dikelompokkan menjadi : (1) melaut (YPM), (2) agroindustri (YPA) dan (3) non-perikanan (YPL).

A. Rumahtangga Juragan

Sebagaimana telah diuraikan bahwa sumber pendapatan rumahtangga Juragan dapat dikelompokkan menjadi : (1) melaut (YJM), (2) agroindustri (YJA), dan (3) non-perikanan (YJL). Penerimaan melaut (PJM) merupakan keuntungan Juragan melaut yaitu merupakan penerimaaan kotor Juragan (RJM) dikurangi biaya operasi melaut (BOM). Persamaan penerimaan, biaya-biaya dan pendapatan (cash) rumahtangga Juragan dari kegiatan melaut dan non-melaut dapat diuraikan sebagai berikut.

12. Penerimaan Kotor Juragan Melaut

Penerimaan kotor Juragan melaut (RJM) didasarkan pada dua kemungkinan, yaitu dalam bentuk: (1) persamaan identitas, dan (2) persamaan perilaku. Pilihan persamaan identitas mengacu pada model ekonomi rumahtangga pertanian, yang mengasumsikan komoditas ikan adalah satu jenis. Sedangkan pilihan persamaan perilaku berdasarkan pada fenomena komoditas perikanan multi-species. Dalam kenyataannya di lapangan, perubahan penerimaan kotor Juragan melaut (RJM) dapat terjadi disamping karena perubahan produksi ikan (QNM) dan harga ikan (PIK), juga terjadi karena

(41)

perubahan jenis ikan yang tertangkap dan status sumberdaya perikanan (SSDA). Persamaan perilaku penerimaan kotor Juragan melaut (RJM) disusun dalam persamaan (4.37).

RJM = h0 + h1QNM + h2PIK + h3SSDA + h4AND+ U8 ... (4.37) dimana :

RJM = penerimaan kotor Juragan melaut (Rp/tahun) . QNM = produksi ikan (ton/tahun/kapal)

PIK = harga ikan yang dihasilkan per unit kapal (Rp/Kg) SSDA = dummy status sumberdaya masing-masing wilayah

AND = Kearifan Lokal Andun

Hipotesis parameter estimasi : h1, h2, h3, h4  0.

Tingkat keuntungan Juragan (cash) berhubungan dengan penerimaan kotor dan biaya-biaya. Dalam operasi penangkapan ikan melaut berbagai jenis biaya dapat dikelompokkan sebagai berikut : (1) jumlah bahan bakar minyak (BBM), (2) perbekalan melaut (BTM), (3) lawuhan ABK (LABK), (4) retribusi hasil tangkap ikan sebagai sumber pendapatan asli daerah (BRPI), dan (5) bagian untuk ABK (BABK) yang didasarkan pada sistem bagi hasil perikanan (PJMK). Dengan memperhatikan unsur-unsur pembiayaan tersebut, maka estimasi tingkat keuntungan Juragan melaut dapat diuraikan sebagai berikut.

13. Jumlah Bahan Bakar Minyak Melaut

Jumlah pemakaian bahan bakar minyak (solar dan oli) melaut (BBM) berhubungan dengan teknologi yang digunakan (TEK), prasarana desa (DESA), frekuensi melaut (FQM) dan tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan (PDPJ). Hubungan pendidikan dengan penggunaan BBM terkait dengan

(42)

kemampuan Juragan berpengalaman dan terdidik dalam mengelola atau merawat mesin kapal yang akan menentukan tingkat efisiensi penggunaan BBM. Atas dasar hubungan tersebut, maka penggunaan BBM disusun dalam bentuk persamaan (4.38).

BBM = i0 + i1TEK + i2DESA + i3FQM + i4PDPJ + U9 ... (4.38) dimana :

BBM = jumlah bahan bakar minyak yang digunakan untuk keperluan operasi penangkapan ikan melaut (liter/tahun) TEK = klasifikasi teknologi atas dasar effort baku

DESA = dummy prasarana desa (kaya atau miskin) FQM = frekuensi melaut (hari/tahun)

PDPJ = lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun). Hipotesis parameter estimasi : i1, i2, i3 0; i4 0.

14. Jumlah Pengeluaran BBM Melaut

Jumlah pengeluaran untuk biaya BBM (PBBM) dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas kelipatan jumlah BBM yang digunakan dikalikan dengan harganya sebagaimana persamaan identitas (4.39).

PBBM = PBM*BBM ... (4.39) dimana :

PBBM = jumlah biaya BBM yang dikeluarkan (Rp/tahun) PBM = harga BBM (Rp/liter)

(43)

15. Jumlah Biaya Perbekalan / Trip Melaut

Dalam operasi melaut, Juragan mengeluarkan biaya perbekalan untuk trip melaut (BTM) terdiri dari beras, teh, rokok dan lain-sebagainya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ABK di tengah laut. Dalam praktek, pada umumnya nelayan Juragan memasukkan biaya perawatan alat tangkap dan kerusakan ringan ke dalam komponen biaya trip melaut. Biaya perbekalan berhubungan dengan jumlah frekuensi melaut dan jumlah ABK melaut (JABK), disamping jumlah curahan kerja melaut total rumahtangga Juragan (CTJM). Fungsi biaya perbekalan trip melaut dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.40).

BTM = j0 + j1FQM + j2JABK + j3CTJM + U10 ... (4.40) dimana :

BTM = biaya trip melaut (Rp/tahun)

FQM = jumlah frekuensi melaut (hari/tahun) JABK = jumlah ABK melaut (orang)

CTJM = jumlah curahan kerja melaut total RT Juragan (hari/tahun)

Hipotesis parameter estimasi : j1, j2, j3 0.

16. Jumlah Retribusi Hasil Penangkapan Ikan

Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah Jawa Timur telah menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) untuk dasar penetapan retribusi perikanan yang dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Sehubungan dengan PERDA tersebut, maka besarnya jumlah retribusi hasil penangkapan

(44)

ikan (BRPI) yang dapat dikumpulkan berhubungan dengan besarnya hasil tangkap, harga ikan, ukuran aset kapal, dan prasarana desa.

Dengan adanya retribusi hasil tangkap ikan di pasar TPI, nelayan mengharapkan pelaksanaan pelelangan ikan dapat berdampak pada perbaikan harga ikan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, besarnya retribusi melalui TPI juga akan berhubungan dengan respon nelayan yang terkait dengan tingkat pendidikan dan pengalaman nelayan Juragan. Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka besarnya retribusi yang dikeluarkan oleh rumahtangga nelayan adalah berhubungan dengan jumlah produksi ikan, harga ikan, aset kapal yang digunakan, prasarana desa dan tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan yang dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.41).

BRPI = k0 + k1QNM + k2PIK + k3ASKJ + k4DESA

+ k5PDPJ + U11 ...(4.41) dimana :

BRPI = jumlah retribusi hasil penangkapan ikan, juga Merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD) (Rp/tahun)

QNM = produksi ikan (ton/tahun/kapal) PIK = harga ikan (Rp/kg)

ASKJ = aset kapal (GT, ton)

DESA = dummy prasarana desa (kaya atau miskin)

PDPJ = lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun) Hipotesis parameter estimasi : k1, k2, k3 0; k4, k5 0.

(45)

17. Jumlah Lawuhan Hasil Penangkapan Ikan

Jumlah lawuhan hasil penangkapan ikan seluruh ABK (LABK) berhubungan dengan besarnya produksi ikan, harga ikan dan status sumberdaya. Perilaku ini sejalan dengan perilaku jumlah penerimaan kotor rumahtangga Juragan (RJM). Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka fungsi LABK dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.42).

LABK = l0 + l1QNM + l2PIK + l3SSDA + U12 ... (4.42) dimana :

LABK = jumlah lawuhan hasil penangkapan ikan untuk seluruh ABK (Rp/tahun/kapal)

QNM = produksi ikan (ton/tahun/kapal) PIK = harga ikan (Rp/kg)

Hipotesis parameter estimasi : l1, l2, l3 0.

18. Biaya Operasi Penangkapan Ikan

Biaya operasi melaut (BOM) merupakan penjumlahan pengeluaran BBM melaut, biaya perbekalan trip melaut, retribusi hasil penangkapan ikan dan lawuhan hasil penangkapan ikan, dinyatakan dalam persamaan identitas (4.43).

BOM = PBBM + BTM + BRPI + LABK ... (4.43) dimana :

BOM = biaya operasi penangkapan ikan (Rp/tahun) PBBM = pengeluaran BBM melaut (Rp/tahun)

BTM = biaya perbekalan trip melaut (Rp/tahun) BRPI = retribusi hasil penangkapan ikan (Rp/tahun) LABK = lawuhan hasil penangkapan ikan (Rp/tahun)

Gambar

Tabel 3. Fokus penelitian kuantitatif tentang usaha penangkapan
Tabel 5. Komponen Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang
Gambar 26. Manajemen pemanfaatan kearifan lokal dalam pengelolaan

Referensi

Dokumen terkait

Apalagi setelah pelepah sagu dikeringkan untuk mengurangi kandungan air pada pelepah sagu tersebut, maka kepa- datannya akan semakin membuat pelepah sagu menjadi bahan

Dapat dilihat pada table 3 dan 4 bahwa pada penggunaan Filter aktif Cascaded Multilevel Inverter, nilai THD arus dan tegangan sumber masih dibawah batas yang diijinkan atau sesuai

Penjelasan tentang model keputusan multi kriteria dengan Analytic Network Process (ANP). Penjabaran prosedur kerja dari metode ANP. Aplikasi kasus pengambilan keputusan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Riau tahun 2015, Industri Pengolahan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 0,99 persen,

Manfaat yang didapatkan dari pengerjaan tugas akhir ini adalah adanya sistem terjangkau yang dapat memantau getaran yang terjadi pada jembatan, hasil pemantauan

Wadah limbah aktivitas rendah sesuai dengan fungsinya hanya untuk melindungi radionuklida yang berumur paro pendek sehingga cukup terbuat dari bahan baja karbon

melakukan analisis apakah ada hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan mengubah posisi yang dilakukan pada pasien

PEMUNGUT PAJAK PASAL 22.. 1) Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. 2) Impor barang