• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISBN : MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISBN : MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI

EKS-SITU SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG

Dipterocarps Research Center, Forestry Research and Development Agency, Ministry of Forestry

In Cooperation With

ITTO PROJECT PD 586/10 Rev.1 (F)

(2)

KONSERVASI EKS-SITU

SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG

EDITOR Rizki Maharani

PENYUSUN

Anthonius YPBC Widyatmoko

BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA,

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN, KEMENTERIAN KEHUTANAN

BEKERJASAMA DENGAN ITTO PROJECT PD 586/10 Rev.1 (F)

SAMARINDA – INDONESIA 2014

(3)

Editor Rizki Maharani Desain Cover Dian Foto Rizki Maharani Andrian Fernandes Layout Puruwito Handayani ISBN : 978-602-9096-09-5 Dipublikasikan oleh

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa,

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Indonesia.

Jl. A. Wahab Syahranie, No.68 Sempaja – Samarinda, Indonesia Telp.: 62-541-206364

Fax.: 62-541-742298

e-mail: admin@diptero.or.id

Buku ini diterbitkan oleh Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan sebagai bagian dari program kerjasama dengan ITTO Project PD 586/10 Rev.1 (F) “Operational Strategies for the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People In Kalimantan”

(4)

Buku panduan ini disusun berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan “Pembagunan Plot Konservasi Eks-Situ Shorea Penghasil Tengkawang” dan beberapa kegiatan lapangan terkait, yang merupakan bagian dari program kegiatan dalam proyek International Tropical Timber Organization (ITTO) PD 586/10 Rev.1 (F), bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa melalui anggaran DIPA (TA 2013 dan 2014). Buku panduan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan dasar yang bermanfaat dalam pembangunan plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang. Dengan adanya buku ini, diharapkan pula akan menjadi pedoman bagi berbagai pihak yang ingin membangun plot konservasi eks-situ, khususnya jenis Shorea penghasil tengkawang, sebagai bentuk dukungan pada program konservasi keragaman genetik tengkawang, sekaligus memenuhi kebutuhan para tenaga teknis di lapangan.

Ucapan terima kasih kami tujukan kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam pelaksanaan kegiatan maupun penyusunan buku panduan ini. Besar harapan kami agar buku ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi kita semua.

Samarinda, Maret 2014 PENYUSUN

(5)

Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar I. Pendahuluan A.Latar Belakang B. Tujuan

II. Dasar-dasar Pembangunan Plot Konservasi Eks-situ

A. Tujuan Pembangunan Plot Konservasi Eks-situ B. Analisa Keragaman Genetik

C. Jumlah Populasi dan Lokasi Koleksi Materi Genetik D. Pengambilan/Pengumpulan Materi Genetik E. Pembuatan Desain Plot Konservasi Eks-situ F. Persemaian

G. Pemilihan/Penentuan Lokasi Penanaman H. Persiapan Lokasi Penanaman

I. Penanaman J. Pemeliharaan

III. Pembangunan Plot Konservasi Eks-situ Shorea Penghasil Tengkawang

A. Tujuan Pembangunan Konservasi Eks-situ B. Analisa Keragaman Genetik

C. Lokasi Pengumpulan Materi Genetik, Jumlah Populasi dan Pohon Induk Per Populasi

D. Pengambilan/Pengumpulan Materi Genetik E. Pembuatan Desain Plot Konservasi Eks-situ

1 4 5 6 6 6 7 8 8 8 9 10 12 14 17 23 9

(6)

F. Persemaian

G. Pemilihan Lokasi Plot Penanaman H. Persiapan Lokasi I. Penanaman J. Pemeliharaan DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 26 30 32 33 35 3 11 14 18 23 25 27 28 29 31 33 34 35

Pohon Shorea penghasil tengkawang Pemisahan materi genetik berupa buah/biji Alat uji keragaman genetik

Buah tengkawang yang dikumpulkan dan diberi penanda untuk sumber materi genetik DNA Sequencer

Bibit tengkawang hasil cabutan

Contoh desain plot konservasi eks-situ di Kebun Raya Universitas Mulawarman (KRUS), Samarinda, Kalimantan Timur

Penanaman biji tengkawang yang berkecambah Bibit tengkawang siap tanam

Pemasangan sungkup dan sarlon untuk bibit tengkawang Contoh kondisi yang menjadi pertimbangan dalam studi kelayakan penentuan lokasi plot konservasi eks-situ tengkawang

Pembersihan jalur, pembuatan lubang tanam dan pemasangan ajir

Penanaman bibit tengkawang di KRUS

Penamaan dan penandaan jalur pada plot konservasi eks-situ

(7)
(8)

Hutan alam tropika di Indonesia mengalami degradasi yang cukup besar yang tercermin dari kerusakan fisik hutan maupun semakin berkurangnya sumber daya genetik yang terkandung di dalamnya. Hal ini berakibat semakin banyaknya flora maupun fauna yang kondisinya menjadi semakin langka, bahkan diantaranya menjadi punah. Berkurangnya potensi sumber daya genetik suatu jenis, terutama berkurangnya jumlah individu, akan mempengaruhi regenerasi jenis tersebut pada khususnya, maupun regenerasi hutan pada umumnya. Mengingat faktor regenerasi ini sangat berpengaruh pada kelestarian hutan, maka kelangsungan hutan di masa mendatang juga bisa terpengaruh.

Melihat kondisi tersebut di atas, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan untuk melakukan konservasi dan pelestarian sumber daya alam hayati pada prioritas utama. Kebijakan ini diharapkan dapat mempertahankan kondisi hutan yang ada saat ini, sekaligus untuk mempertahankan keragaman hayati (biodiversitas) hutan yang meliputi berbagai macam variasi flora dan fauna beserta ekosistemnya, termasuk di dalamnya keragaman genetik dari masing-masing jenis.

Metode untuk melakukan konservasi sumber daya genetik dibagi menjadi 2, yaitu konservasi genetik eks-situ dan in-situ. Plot konservasi eks-situ adalah plot konservasi yang dibangun di luar wilayah asal tanaman.

A. Latar Belakang

(9)

Konservasi eks-situ ini sangat menguntungkan bagi kepentingan pemuliaan dan program penghutanan kembali yang dikaitkan dengan peningkatan kualitas genetik. Konservasi in-situ dilakukan dengan menetapkan populasi di wilayah tanaman berasal atau pada habitat aslinya. Secara teoritis konservasi in-situ lebih menguntungkan, sebab selain mengkonservasi jenis tumbuhannya, habitat atau ekosistem dimana tumbuhan tersebut tumbuh dan berkembang yang termasuk di dalamnya ikut dipertahankan pula.

Konservasi eks-situ merupakan metode yang mengkonservasi suatu jenis di luar distribusi alaminya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melindungi suatu jenis tanaman atau binatang, yang biasanya sudah langka atau terancam punah, dengan mengambil materi genetik pada keseluruhan habitat alaminya, terlebih pada habitat yang tidak aman atau terancam keberadaannya. Materi genetik tersebut lalu ditanam atau ditempatkan pada lokasi yang lebih aman. Untuk tanaman, terdapat berbagai cara konservasi secara eks-situ, antara lain dalam bentuk arboretum, kebun raya, tegakan provenans, tegakan benih, dan penyimpanan biji melalui in-vitro dan kriopreservasi. Kegiatan ini tidak hanya dimanfaatkan untuk pelestarian dari suatu jenis saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan lainnya di masa mendatang.

Dipterocarpaceae adalah suku (family) yang mendominasi hutan

tropis Indonesia, khususnya di pulau Sumatera dan Kalimantan. Suku ini memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Jenis-jenis yang termasuk dalam suku ini tidak hanya menghasilkan kayu dengan kualitas yang baik, tetapi juga ada yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang sangat bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis tinggi.

(10)
(11)

S. amplexicaulis, S. pinanga, S. seminis, S. scaberrima, S. macrantha, S. singkawang, S. hemsleyana, S. mecistopteryx, S. pilosa, S. splendida, S. beccariana, dan S. sumatrana. Berdasarkan Redlist IUCN (2010),

beberapa jenis sudah masuk dalam kategori terancam punah, langka dan rentan. Terkait dengan hal tersebut, untuk mendukung kondisi konservasi jenis Shorea penghasil tengkawang, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 dan SK Menhut No. 692/Kpts-II/1998 yang menetapkan tengkawang sebagai jenis yang dilindungi dan dilarang untuk ditebang.

Penyusunan Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-situ

Shorea Penghasil Tengkawang ini bertujuan untuk menjadi pedoman

bagi berbagai pihak yang ingin membangun plot konservasi eks-situ, khususnya jenis Shorea penghasil tengkawang.

(12)

Dalam pembangunan plot konservasi eks-situ suatu jenis tanaman, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

- tujuan pembangunan plot konservasi eks-situ; - analisa keragaman genetik;

- jumlah lokasi dan populasi koleksi materi genetik; - pengambilan/pengumpulan materi genetik; - pembuatan desain plot konservasi eks-situ; - persemaian;

- pemilihan/penentuan lokasi penanaman; - persiapan lokasi penanaman;

- penanaman; dan - pemeliharaan.

II. DASAR-DASAR PEMBANGUNAN

PLOT KONSERVASI EKS-SITU

Tujuan umum dari konservasi eks-situ adalah mempertahankan sumber daya genetik pada areal yang aman untuk pemanfaatan di masa datang. Pada umumnya jarang ditemui kegiatan konservasi eks-situ yang murni dilakukan hanya untuk tujuan konservasi. Sebagian besar kegiatan konservasi eks-situ selain untuk konservasi, juga dimanfaatkan sebagai sumber benih untuk penyediaan benih yang mendukung kegiatan pemuliaan pohon. Tujuan dari pembangunan plot konservasi eks-situ ini secara signifikan akan berpengaruh pada kegiatan di dalamnya, mulai dari pengambilan materi genetik sampai dengan desain pembangunannya.

(13)

B. Analisa Keragaman Genetik

C. Jumlah Populasi dan Lokasi Koleksi Materi Genetik

(14)

individunya. Dua puluh (20) individu per populasi merupakan jumlah minimal yang disyaratkan. Untuk jarak antar individu pohon, tergantung dari jenis polinatornya. Umumnya jarak minimal antar individu pohon adalah 100 meter. Untuk menentukan jumlah populasi, lokasi dan jumlah individu per populasi yang perlu dikoleksi, perlu adanya informasi keragaman genetik berupa hubungan antara hasil jarak genetik, serta jarak geografis dan distribusi dari keragaman genetik di dalam dan antar populasi.

Jenis materi genetik berupa buah/biji dan atau cabutan yang dikumpulkan tergantung dari persyaratan dan tujuan dari pembangunan plot konservasi tersebut, apakah perlu dipisahkan per individu (famili) atau dicampur (bulk) untuk suatu populasi. Apakah materi genetik yang dikumpulkan harus berupa buah/biji ataukah dimungkinkan untuk menggunakan cabutan.

Desain plot ini disesuaikan dengan tujuan pembangunan plot konservasi eks-situ tersebut dan ketersediaan materi genetik yang dapat dikumpulkan. Idealnya desain plot akan ditentukan setelah penentuan tujuan pembangunan plot, tetapi mengingat kemungkinan hasil pengumpulan materi genetik tidak selalu sesuai dengan target yang telah ditentukan, maka sebaiknya desain ini dibuat setelah materi genetik dikumpulkan.

Desain plot konservasi eks-situ ini meliputi luasan plot yang akan dibangun, jarak tanam, lokasi penanaman dari masing-masing populasi, perlu tidaknya dilakukan pemisahan antar populasi, dan jarak antar populasi. Oleh karenanya, sebelum desain dibuat, perlu terlebih dahulu melakukan survei calon lokasi pembangunan plot konservasi eks-situ.

(15)

Persyaratan kondisi dan media persemaian tergantung dari jenis tanaman yang dikembangkan. Suhu, kelembaban dan media persemaian merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam persemaian. Pemisahan, baik antar individu maupun populasi, perlu dilakukan sesuai dengan desain dari plot konservasi eks-situ agar tidak tercampur semai antar individu ataupun antar populasi. Apabila materi genetik berupa cabutan sehingga susah untuk menentukan kepastian induknya, maka pemisahan lebih difokuskan pada antar populasi.

F. Persemaian

Lokasi untuk pembangunan plot konservasi eks-situ perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain kesesuaian iklim, jenis tanah, perlu tidaknya naungan, aksesibilitas dan keamanan dari perambahan, konflik masyarakat/kepentingan, dan lain-lain. Mengingat plot konservasi eks-situ ditujukan untuk pemanfaatan di masa mendatang, maka perlu dipastikan adanya jaminan keamanan dari plot tersebut.

G. Pemilihan/Penentuan Lokasi Penanaman

Lokasi penanaman perlu disiapkan terlebih dulu sesuai dengan desain plot konservasi yang telah dibuat. Pekerjaan pertama yang dilakukan adalah pembuatan jalur sesuai jarak tanam yang telah ditentukan. Selanjutnya adalah pembersihan lahan dan pemasangan ajir sebagai tanda lokasi semai yang akan ditanam. Pembuatan lubang tanam, pemberian pupuk dasar perlu dipersiapkan sebelum bibit/semai ditanam.

(16)

Masing-masing bibit yang telah siap tanam diletakkan pada dekat lubang penanaman sesuai dengan penempatan yang telah ditentukan. Perlu diperhatikan label bibit yang akan ditanam agar tidak terjadi kekeliruan. Setelah semuanya dipastikan kebenarannya, bibit dikeluarkan dari polybag dan dimasukkan ke lubang dan ditutup (termasuk pupuk dasar). Bekas polybag ditaruh pada ujung atas ajir yang tersedia sebagai tanda bahwa polybag sudah diambil dari bibitnya. Penyiraman dilakukan sesudah penanaman apabila diperlukan.

I. Penanaman

Pemeliharaan yang biasanya dilakukan adalah pemupukan, pendangiran, penyiraman, weeding, penanggulangan hama dan penyakit, serta penyulaman. Semuanya sesuai dengan kebutuhan. Untuk penyulaman, bibit yng digunakan harus sama asalnya dengan yang digantikan. Apabila memungkinkan, bibit sulaman berumur sama dengan yang digantikan, tetapi bila tidak ada, dapat berasal dari pembibitan yang baru apabila faktor umur bibit tidak mempengaruhi tujuan dari pembangunan plot tersebut.

(17)

III. PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU

SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG

Pembangunan plot konservasi eks-situ suatu jenis tanaman dapat ditujukan untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai tempat penyimpanan materi genetik dengan keragaman yang cukup untuk pemanfaatan di masa mendatang, sumber benih untuk menyediakan benih dalam jumlah yang cukup dan sebagai populasi dasar untuk kegiatan pemuliaan pohon.

Untuk jenis Shorea penghasil tengkawang, mengingat statusnya yang termasuk dalam katagori terancam punah, langka dan rentan, maka tujuan utama pembangunan plot konservasi eks-situ jenis ini adalah untuk mengkonservasi sebanyak mungkin sumber daya genetik yang masih tersisa di seluruh sebaran alaminya. Selain itu, mengingat kebutuhan akan benih (khususnya benih yang berkualitas) dari jenis ini cukup tinggi, maka sebaiknya pembangunan plot konservasi ini juga ditujukan untuk penyediaan benih di masa mendatang.

Pemisahan materi genetik antar provenan atau populasi dari masing-masing jenis perlu direncanakan sejak awal kegiatan. Bila memungkinankan, dilakukan juga pemisahan antar individu (pohon induk) apabila materi genetik berupa buah/biji dapat diperoleh pada saat koleksi materi genetik. Pemisahan antar individu ini bertujuan agar keragaman genetik dari masing-masing individu untuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang lebih besar.

(18)

Mengingat hasil dari Shorea penghasil tengkawang merupakan buah, maka dengan pemisahan antar populasi untuk masing-masing jenis, maka plot konservasi eks-situ dapat didesain untuk dijadikan kebun benih provenans setelah hasil analisa kandungan kuantitas dan kualitas lemak tengkawang atau potensi yang lain diperoleh.

(19)

Tujuan dari konservasi sumber daya genetik adalah mempertahankan keragaman genetik yang masih tersedia secara maksimum untuk memberikan kemungkinan bagi jenis tersebut beradaptasi dan berevolusi di masa mendatang. Oleh karenanya beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan analisa keragaman genetik ini adalah sebagai berikut:

B. Analisa Keragaman Genetik

Materi genetik yang dikoleksi haruslah cukup untuk mewakili sebaran dari keragaman genetik yang dimiliki oleh masing-masing jenis Shorea penghasil tengkawang, baik yag terdapat antar populasi maupun di dalam populasi. Materi genetik yang digunakan untuk analisa keragaman genetik ini menjadi sangat penting karena akan menentukan strategi untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya.

Secara morfologi tidaklah mudah untuk membedakan jenis-jenis

Shorea penghasil tengkawang yang akan dikumpulkan, terlebih bila

pohonnya sangat tinggi sehingga susah untuk memperoleh sampel daun, bunga atau buah. Oleh karenanya, perlu dilakukan identifikasi jenis menggunakan penanda DNA bila secara morfologi tidak bisa dibedakan. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya tercampurnya jenis pada saat pengumpulan materi genetik dan penanaman.

1.

2.

Penanda DNA yang digunakan haruslah bisa memberikan informasi selengkap mungkin. Oleh karenanya, penanda DNA yang paling cocok adalah microsatelite atau SSR (Sequence Simple Repeat).

3.

Informasi yang diharapkan dapat diperoleh dari analisa keragaman 4.

(20)

Keragaman genetik total dari masing-masing jenis. Keragaman genetik di dalam populasi.

Distribusi dari variasi genetik. Jarak genetik antar populasi.

Ada tidaknya hubungan antara pengelompokan populasi berdasarkan keragaman genetik dan jarak geografis.

a. b. c. d. e.

Informasi dari analisa keragaman genetik dapat digunakan untuk memberikan masukan untuk:

5.

Pembagian area atau wilayah berdasarkan keragaman dan distribusi genetik.

Jumlah provenan atau populasi untuk tiap wilayah.

Menentukan pusat dari keragaman genetik Shorea penghasil tengkawang.

Jumlah individu atau materi genetik untuk masing-masing provenan atau populasi yang dikoleksi.

Kepastian status taksonomi atau jenis materi genetik yang dikumpulkan. a. b. c. d. e.

(21)

Dalam kondisi ini, materi genetik untuk analisa keragaman genetik diambil dari materi genetik yang ditanam pada plot konservasi.

Informasi dari analisa keragaman genetik dapat digunakan untuk mengetahui apakah materi genetik yang sudah ditanam pada plot konservasi eks-situ sudah mewakili total keragaman genetik jenis tersebut atau belum.

Kegiatan pengumpulan materi genetik ini sangat strategis karena keberhasilan dari pembangunan plot konservasi eks-situ sangat ditentukan oleh kegiatan ini. Keberhasilan ini lebih mengarah kepada kemampuan untuk mengkoleksi materi genetik yang dapat mewakili sebaran alam maupun variasi genetik dari jenis tersebut. Oleh karenanya, waktu dan dana kegiatan haruslah difokuskan untuk

C. Lokasi Pengumpulan Materi Genetik, Jumlah Populasi dan Pohon Induk Per Populasi

(22)

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dan dilakukan untuk kegiatan ini adalah sebagai berikut:

Penentuan lokasi dan jumlah populasi dilakukan berdasarkan beberapa faktor, yaitu besaran keragaman genetik dan distribusinya, waktu dan biaya yang tersedia. Pemilihan populasi perlu memperhatikan keseluruhan sebaran alam dari masing-masing jenis, sehingga materi yang dikumpulkan bisa mewakili sebaran keragaman genetiknya. Semakin banyak populasi dan tersebar di beberapa lokasi dengan tetap mempertimbangkan jarak geografis dari populasi-populasi tersebut akan semakin baik.

1.

Beberapa informasi sebaran alami Shorea penghasil tengkawang dan keragaman genetik jenis Shorea lainnya adalah:

2.

Pada umumnya, lebih dari 1 jenis Shorea penghasil tengkawang tumbuh pada populasi yang sama. Oleh karenanya, semakin banyak jenis Shorea penghasil tengkawang yang terdapat pada 1 populasi, akan menjadikannya sebagai target populasi yang dikumpulkan materi genetiknya. Informasi ini perlu diketahui sebelum melakukan eksplorasi untuk lebih mengefisienkan waktu dan biaya. Oleh karenanya, informasi awal yang perlu diketahui adalah potensi yang dimiliki oleh masing-masing populasi, baik jumlah jenis dan jumlah individu per jenis.

(23)

plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang dapat ditentukan sebagai berikut:

Pulau Kalimantan dapat dibagi menjadi 5 area/wilayah berdasarkan propinsi yang ada (Kalsel, Kalteng, Kalbar, Kaltim dan Kaltara). Masing-masing wilayah diwakili oleh minimal 1 populasi dengan potensi jumlah jenis maupun jumlah individu/jenis yang terbesar. Jarak geografis antar populasi perlu diperhatikan, sehingga tidak dipilih populasi dari propinsi yang berbeda tetapi jarak geografisnya dekat (misalnya 2 populasi di perbatasan antar propinsi).

Penentuan jumlah individu per jenis untuk tiap populasi dan distribusinya dilakukan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut: 3.

Jumlah minimal pohon induk per jenis per populasi berdasarkan beberapa referensi adalah 20 pohon. Pada prinsipnya, materi genetik yang dikoleksi diharapkan cukup untuk mempertahankan keragaman genetik untuk bertahan hidup (minimum viable

populations, MVPs).

Jarak antar pohon minimal 100 meter yang diasumsikan tidak terjadi perkawinan antar pohon induk yang dikoleksi buahnya yang terdistribusi secara merata pada populasi tersebut (tidak mengelompok). Apabila sudah ada informasi genetik mengenai letak pusat keragaman alelik dari populasi (center of diversity), maka pada tempat tersebut diambil jumlah individu yang lebih banyak. Untuk tujuan konservasi, pertumbuhan pohon tidak menjadi dasar pertimbangan yang utama, tetapi faktor kesehatan pohon perlu diperhatikan.

a.

(24)

Lokasi dari populasi yang akan didatangi

Apabila sebelum pengumpulan materi genetik dilakukan sudah dilakukan survei potensi dari populasi dimaksud, maka kegiatan ini akan lebih mudah dilakukan. Tetapi apabila belum pernah didatangi sebelumnya, maka informasi yang perlu dikumpulkan antara lain: nama detail dari lokasi (desa, kecamatan, kabupaten, atau HPH), cara menuju ke lokasi (melalui darat/laut/sungai; jenis kendaraan yang diperlukan), perjalanan menuju ke lokasi pohon, perkiraan luas a.

Perlu dibedakan jumlah pohon induk yang dikoleksi buahnya antara populasi dengan luasan kecil dan besar. Untuk populasi kecil, 10 individu per populasi memenuhi kriteria baik dari segi cukup maupun efisiensi (Yonezawa, 1985). Beberapa literatur memang mengajukan beberapa angka jumlah pohon induk sebagai bentuk pendekatan sederhana untuk pengambilan sampel dengan dasar pertimbangan yang berbeda (Brown dan Briggs, 1991; Brown dan Hardner, 2000). c.

Kegiatan pengambilan/pengumpulan materi genetik ini sangat penting karena akan menentukan seberapa besar sumberdaya genetik jenis Shorea penghasil tengkawang yang dapat dikumpulkan untuk pembangunan plot konservasi eks-situ. Oleh karenanya, beberapa hal penting yang perlu dilakukan adalah:

D. Pengambilan/Pengumpulan Materi Genetik

Informasi awal sebelum kegiatan pengumpulan materi genetik dilakukan

1.

Keberhasilan kegiatan pengumpulan materi genetik juga ditentukan oleh tersedianya data/informasi, antara lain:

(25)

populasi, ketinggian tempat, dan penginapan atau akomodasi yang tersedia.

Musim bunga/buah

Informasi mengenai musim bunga/buah sangat penting diketahui agar pada saat masuk ke lokasi dapat memperoleh materi genetik yang cukup. yang cukup. Musim panen raya merupakan waktu yang paling tepat untuk mengumpulkan materi genetik karena akan memperoleh materi genetik (khususnya berupa buah) yang cukup. Pada umumnya Shorea penghasil tengkawang berbunga pada Bulan Agustus-Oktober dan buahnya matang pada Bulan Januari - Maret. Tidak semua pohon tengkawang berbuah tiap tahunnya, panen raya buah tengkawang biasanya dalam periode antara 3 - 7 tahun (Alamendah, 2009).

b.

Gambar 4. Buah tengkawang yang dikumpulkan dan diberi penanda

(26)

Kontak person

Adanya kontak person yang mengetahui lokasi dan potensi dari populasi dimaksud akan sangat membantu dalam pelaksanaan pengumpulan materi genetik. Kontak person ini diusahakan sudah dapat diperoleh jauh sebelum kegiatan dimulai sehingga komunikasi agar berbagai macam informasi dapat diperoleh sebelum kegiatan dilaksanakan.

c.

Selain informasi awal tersebut di atas, pelaksanaan pengumpulan materi genetik di lapangan tidak hanya sekedar mengumpulkan materi genetik, tetapi beberapa data juga perlu dikumpulkan, antara lain:

3.

Data pohon induk

Data dari pohon induk yang akan dikoleksi materi genetiknya ditulis pada tallysheet. Data tersebut berisi posisi koordinat pohon, diameter batang, tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter tajuk, kelimpahan biji, dan kondisi lingkungan dari pohon induk tersebut seperti frekuensi pohon, asosiasi jenis pohon dengan pohon lain, dan ketinggian tempat.

a.

Data pengenal jenis

Seperti disampaikan sebelumnya, tidaklah mudah untuk membedakan jenis Shorea penghasil tengkawang, terlebih bila pohonnya cukup tinggi dan kondisi sekitarnya rimbun sehingga sulit untuk melihat tajuk dan memperoleh sampel daun, bunga atau buahnya. Kepastian jenis dari masing-masing pohon induk yang akan dikoleksi materi genetiknya perlu dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penentuan jenisnya. Oleh karenanya, penentuan b.

(27)

Di dalam pelaksanaan pengumpulan materi genetik, diperlukan peralatan, antara lain: alat pengukur tinggi, GPS, manual identifikasi jenis (bila ada), alat pemanjat, kantong plastik, tali, dan label.

4.

jenis di lapangan perlu dilaksanakan sebisa mungkin. Apabila masih terdapat keragu-raguan, dapat dipastikan menggunakan penanda DNA.

Pohon induk yang akan dikumpulkan materi genetiknya dipilih pohon yang paling dewasa untuk meminimalkan pengumpulan materi genetik dari keturunan yang sama (ibu dan anaknya).

5.

Materi genetik yang dikumpulkan dapat berupa buah dan atau cabutan (wildlings). Untuk pengumpulan buah tengkawang, beberapa hal penting yang perlu dilakukan adalah :

6.

Sebelum kegiatan pengumpulan buah dilakukan, perlu dipersiapkan bahan dan peralatan, antara lain: plastik kantong, label, spidol permanen, hand spayer, GPS, kardus, tali rafia, stapples, alat pengukur tinggi dan diameter, tallysheet dan buku pengenal jenis.

a.

Pengambilan buah yang terbaik yaitu apabila buah sudah masak di pohon dan belum jatuh. Pengambilan buah dapat dilakukan dengan memanjat pohon, atau menjatuhkan buahnya dengan menggunakan ketapel atau alat lainnya. Untuk pohon yang tinggi, tentunya harus menunggu buah sampai jatuh di lantai hutan.

b.

Bila memungkinkan, buah/biji dikumpulkan per pohon agar desain pembangunan kebun konservasi lebih leluasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apabila buah sudah jatuh dan susah ditentukan c.

(28)

kelompok bulk (campuran).

Apabila buah yag dapat dikumpulkan hanya dari lantai hutan, maka pengumpulan sebaiknya merata di keseluruhan populasi.

d.

Jumlah buah yang dikumpulkan per pohon induk minimal 60 sehingga bila jumlah pohon induk minimal 20, maka total buah yang dikumpulkan minimal 1.200 per populasi per jenis. Bila buah dalam bentuk campuran (bulk), maka minimal jumlah buahnya 1200 dan tersebar mewakili luasan populasi.

e.

Pengepakan benih harus dilakukan secepat mungkin setelah pengumpulan dilakukan di lapangan. Hal ini untuk menghindari kerusakan benih yang bersifat rekalsitran. Pengepakan harus dapat menjaga kondisi buah tetap baik dari lokasi sampai ke persemaian. Oleh karena itu kelembaban harus dijaga, salah satu caranya yaitu dengan memasukan benih pada plastik dan disemprotkan air dengan hand sprayer, kemudian plastik ditutup dengan menggunakan stapples untuk menjaga kelembaban, hal ini agar buah tidak kering dan mati. Dengan teknik ini buah diperkirakan dapat bertahan ± 1 minggu. Cara lainnya adalah dengan dibungkus dengan kertas koran yang lembab dan dimasukkan dalam plastik. f.

Sebelum buah sampai di persemaian, sebaiknya telah dipersiapkan media tanamnya untuk mengantisipasi bila dalam perjalanan sudah ada buah yang berkecambah.

g.

Mengingat buah Shorea penghasil tengkawang cukup besar dan berat, perlu dipertimbangkan cara membawa, khususnya bila menggunakan pesawat terbang. Komar (1988) melaporkan bahwa rata-rata 1000 buah/ biji S. pinanga memiliki berat antara 25,90-26,37 h.

(29)

kg. Sedangkan buah dari S. macrophylla memiliki ukuran dan berat yang lebih besar dari buah S. pinanga.

Untuk pengumpulan cabutan, beberapa hal penting yang perlu dilakukan adalah :

7.

Sebelum kegiatan pengumpulan cabutan dilakukan, perlu dipersiapkan bahan dan peralatan, antara lain: label, spidol permanen, hand spayer, GPS, kardus, kertas koran, tali rafia, stapples, alat pengukur tinggi dan diameter, tallysheet dan buku pengenal jenis.

a.

Perlu dipastikan jenis dari cabutan. Hal ini untuk mencegah kesalahan penentuan jenis karena tidaklah mudah untuk menentukan jenis dari cabutan (karena hanya berdasarkan morfologi daun saja).

b.

Pohon induk dari cabutan apabila diketahui lebih baik untuk menentukan jenisnya dan banyaknya cabutan yang diambil dari tiap pohon induk. Hal ini untuk menghindari banyaknya cabutan yang hanya berasal dari sedikit pohon induk saja.

c.

Cabutan diusahakan berasal dari minimal 20 pohon induk, tetapi bila tidak memungkinkan untuk mengetahui secara pasti jumlah pohon induknya, maka cabutan yang dikumpulkan harus mewakili sebaran dari jenis tersebut pada populasi yang dituju.

d.

Sama seperti buah, jumlah cabutan dari 1 populasi minimal 1000 per jenis per populasi.

e.

Cara pencabutan dan pengepakan cabutan juga perlu diperhatikan f.

(30)

mencabut diusahakan akar bisa terambil dengan baik dan tanpa luka. Pengepakan bisa menggunakan batang pisang atau kertas koran yang dibasahi. Selama perjalanan dari lokasi menuju persemaian, kelembaban cabutan perlu dipertahankan dengan cara membasahi cabutan dan pembungkusnya (disemprot dan

hand spayer).

Di lokasi persemaian, media tanam harus sudah dipersiapkan sebelum cabutan sampai di persemaian sehingga begitu cabutan sampai dapat langsung ditanam di polybag.

g.

Gambar 5. Bibit tengkawang hasil cabutan

Desain plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang idealnya ditentukan setelah penentuan tujuan pembangunan plot, tetapi mengingat kemungkinan hasil pengumpulan materi genetik tidak

(31)

sesuai dengan target yang ditentukan, maka sebaiknya desain ini dibuat setelah materi genetik dikumpulkan. Akan lebih baik bila sebelum desain ini dibuat, sudah ada calon lokasi pembangunan plot konservasi eks-situ dan sudah disurvei kondisi lapangannya.

Tujuan pembangunan plot konservasi eks-situ

Seperti yang disampaikan di atas, tujuan pembangunan plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang adalah untuk semaksimal mungkin mengkonservasi sumber daya genetik dari jenis-jenis tersebut yang masih tersisa dan tersebar pada sebaran alaminya. Selain itu, diharapkan ke depan plot tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kebun benih provenan untuk menghasilkan bibit yang lebih berkualitas.

1.

Hal-hal yang perlu diperhatikan atau menjadi dasar pertimbangan dalam membuat desain plot konservasi eks-situ ini adalah:

Luasan plot yang akan dibangun

Apabila memperhatikan jumlah materi genetik yang diharapkan terkumpul dari masing-masing populasi untuk masing-masing jenis, maka luas untuk masing-masing populasi/jenis adalah 2 ha. Sehingga, total luas dari plot konservasi eks-situ adalah 2 ha x jumlah populasi yang dikoleksi materi genetiknya per jenis x jumlah jenis. Tetapi mengingat jumlah populasi per jenis tidak sama, maka luas total dari plot konservasi eks-situ adalah 2 ha x jumlah keseluruhan populasi dari semua jenis yang dikumpulkan materi genetiknya.

2.

Jarak tanam

Jarak tanam yang digunakan untuk pembangunan plot konservasi eks-situ ini adalah 5 x 5 meter. Hal ini mengingat tidak ada penjarangan 3.

(32)

Pembagian lokasi penanaman dari masing-masing populasi

Untuk menghindari atau meminimalisasi perkawinan antar populasi untuk jenis yang sama, sebaiknya ada jarak yang cukup untuk populasi dari jenis yang sama. Di antara kedua populasi tersebut dapat diberi pembatas (border) dengan jenis lainnya, atau dapat juga ditanam populasi dari jenis yang berbeda. Dengan demikian susunan lokasi dari masing-masing populasi dapat diselang-seling dengan populasi dari jenis yang berbeda. Atau dengan kata lain, populasi dari jenis yang berbeda dapat digunakan sebagai pemisah antar populasi dari jenis yang sama, sehingga tidak diperlukan border untuk menghindari perkawinan antar populasi pada jenis yang sama.

Gambar 6. Contoh desain plot konservasi eks-situ di Kebun Raya

(33)

Kegiatan pembibitan atau pemeliharaan cabutan di persemaian merupakan kegiatan awal sebelum dilakukan penanaman di lapangan. Oleh karenanya hasil dari kegiatan di persemaian menjadi penting karena menentukan jumlah bibit yang dapat di tanam pada plot konservasi. Sebelum kegiatan persemaian dilaksanakan, perlu dilakukan persiapan antara lain:

F. Persemaian

1. Pemilihan lokasi persemaian 2. Kebutuhan bahan dan peralatan 3. Kebutuhan tenaga kerja

4. Tata waktu kegiatan persemaian 5. Penyiapan media

Mengingat materi genetik yang diperoleh dari lapangan kemungkinan berupa buah dan atau cabutan, maka kegiatan di persemaian juga perlu dibedakan untuk masing-masing materi. Berikut kegiatan persemaian yang perlu dilakukan untuk masing-masing materi genetik adalah:

Pembibitan tengkawang dari buah dimulai dari perkecambahan sampai bibit siap tanam di lapangan.

1.

Pencampuran biji a.

Buah yang berhasil dikumpulkan dari lapangan (20 pohon induk) dicampur (bulked) dengan perbandingan yang sama, baik berdasarkan berat ataupun volume. Hal ini untuk mempertahankan keragaman genetik dari masing populasi untuk masing-masing jenis. Cara ini lebih mudah dilakukan dibandingkan pencampuran setelah berupa bibit.

(34)

Buah dari masing-masing yang telah dicampur selanjutnya dikecambahkan pada bedeng yang berbeda. Dipisahkan bedeng untuk buah dari populasi yang berbeda.

Perkecambahan biji

Biji tengkawang dikecambahkan ke dalam bedeng tabur yang berisikan media pasir dan ditutup sungkup dari bahan plastik. Biji jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang pada umumnya bersifat rekalsitran, tidak dapat disimpan lama, sehingga harus cepat disemaikan di persemaian. Kemungkinan selama pengangkutan dari lapangan biji sudah mulai berkecambah. Pengecambahan hanya dilakukan pada biji yang belum berkecambah. Untuk biji yang sudah berkecambahan selama pengangkutan, dapat langsung dimasukkan dalam polybag. Pada umumya waktu perkecambahan biji Shorea penghasil tengkawang berkisar 1-2 minggu.

Gambar 7. Penanaman biji tengkawang yang berkecambah

(35)

Penyapihan

Biji yang sudah berkecambah disapih ke dalam polybag yang telah terisi media berupa campuran top soil dan sekam padi. Polybag berukuran sedang sampai besar, tergantung pada ukuran biji. Untuk penyesuaian dengan lingkungan, bibit yang disapih disungkup hingga bibit tahan terhadap sinar matahari dan suhu udara sekitar persemaian.

c.

Pemeliharaan

Pemeliharaan terhadap bibit dilakukan secara rutin meliputi penyiraman, penyiangan, penyemprotan fungisida atau insektisida apabila ada gejala serangan hama dan penyakit, dan pembukaan naungan/sarlon sesuai dengan kebutuhan sinar matahari bagi pertumbuhan bibit. Pengamatan kondisi bibit dilakukan setiap minggu sekali sampai bibit siap tanam.

d.

Persiapan sebelum dibawa ke lapangan, sekitar 7-12 bulan. e.

(36)

Untuk pengumpulan cabutan, beberapa hal penting yang perlu dilakukan adalah:

2.

Sebelum dibawa ke lapangan, bibit diseleksi untuk mengetahui jumlah bibit siap tanam. Secara umum, kriteria bibit yang siap tanam antara lain tinggi bibit minimal 30 cm, sudah bercabang dan kondisinya sehat.

Berbeda dengan biji, cabutan yang diperoleh langsung ditanam di polybag. Untuk penyesuaian lingkungan, seperti halnya pada bibit yang baru disapih, cabutan disungkup hingga tahan terhadap sinar matahari dan suhu udara sekitar persemaian.

a.

Selama perjalanan, kemungkinan ada daun yang layu. Oleh karenanya, setelah ditanam di polybag, daun-daun yang layu ini diambil/dipotong.

b.

Apabila cabutan dari lapangan sudah berbentuk campuran (bulk), maka di persemaian tinggal memisahkan antar populasi. Tetapi bila masih dipisahkan per pohon induk, maka sebaiknya dari masing-masing pohon induk diambil jumlah yang sama kemudian dicampur secara acak. Pencampuran ini dilakukan setelah cabutan ditanam di polybag.

c.

(37)

Lokasi plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang memegang peran yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan dari plot ini. Oleh karenanya, faktor-faktor penting yang diperlukan untuk pemilihan dan penentuan lokasi plot konservasi adalah:

G. Pemilihan Lokasi Plot Penanaman

Kesesuaian iklim dan jenis tanah

Menurut Martawijaya dkk. (1981), tengkawang tumbuh pada hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah kuning dan podsolik kuning pada ketinggian sampai 1.300 m dari permukaan laut. Kondisi tanah pada areal penelitian bersifat masam (pH 4,5 – 5,5). Dalam kondisi tanah masam, pohon tengkawang dapat tumbuh dengan baik karena penyediaan haranya masih cukup.

1.

Vegetasi yang ada

Jenis Shorea penghasil tengkawang merupakan jenis tanaman intoleran. Sehingga membutuhkan naungan pada saat pertumbuhannya, khususnya ketika tanaman masih berumur muda. Oleh karenanya, pada lokasi penanaman diharuskan ada vegetasi yang dapat menaungi bibit yang ditanam, dan di kemudian hari dapat dijarangi sedikit demi sedikit untuk mendapatkan cahaya.

2.

Aksesibilitas

Lokasi yang dipilih adalah yang mudah dijangkau oleh kendaraan sehingga memudahkan dalam kegiatan pemeliharaan, pengawasan dan pengamanan. Bila memungkinan, lokasi tersebut dekat dengan sumber air untuk penyiraman, terutama pada musim kemarau.

(38)

Keamanan

Mengingat pembangunan plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang ini bertujuan untuk mengkonservasi sumber daya genetik jenis tersebut dari kepunahan dan pemanfaatan di masa mendatang, maka faktor keamanan menjadi sangatlah penting. Keamanan tersebut adalah dari perambahan, kebakaran dan perubahan status lahan. Diharapkan lokasi yang digunakan berstatus hukum jelas dan aman (tidak ada konflik masyarakat/kepentingan), sehingga pada masa yang akan datang tidak dikonversi untuk peruntukan lainnya.

4.

Pemilihan atau penentuan lokasi plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang sebaiknya dilakukan sebelum atau saat kegiatan persemaian berlangsung agar desain plot konservasi eks-situ dapat dibuat sebelum penanaman dilakukan.

Gambar 10. Contoh kondisi yang menjadi pertimbangan dalam studi kelayakan

(39)

Pengukuran dan pemetaan ulang sesuai desain plot

Kegiatan ini dilakukan berdasarkan desain plot yang sudah dibuat. Bentuk plot, luasan masing-masing populasi dan letak/posisi dari masing-masing populasi untuk tiap jenis diukur dan dipetakan pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai lokasi plot konservasi.

1.

Pembersihan jalur tanam

Jarak tanam yang digunakan untuk plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang adalah 5x5 meter. Pada lokasi tersebut dibuat jalur dengan jarak antar jalur 5 meter. Selanjutnya masing-masing jalur dibersihkan dengan lebar jalur ± 1 meter. Tumbuhan disepanjang jalur dibersihkan, sedangkan tumbuhan di luar jalur dipertahankan untuk menjadi naungan.

2.

Pemasangan ajir

Pada jalur yang sudah dibuat dan dibersihkan, dipasangi ajir dengan jarak 5 m. Dengan demikian, jarak tanam antar bibit adalah 5x5 m. Ajir dibuat dari kayu atau bambu yang berukuran sama sehingga memudahkan dalam pemasangan dan pengenalan saat penanaman. 3.

Lokasi penanaman perlu dipersiapkan terlebih dahulu sebelum bibit dibawa ke lokasi tersebut. Persiapan ini mengikuti desain plot yang telah ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan pada persiapan lokasi ini adalah:

H. Persiapan Lokasi

Pembuatan lubang tanam

Lubang tanam dibuat dengan ukuran 50x50x50 cm. Untuk jenis

Shorea penghasil tengkawang yang buahnya besar, lubang tanam bisa

dibuat sedikit lebih besar. 4.

(40)

Gambar 11. Pembersihan jalur, pembuatan lubang tanam dan pemasangan ajir.

Pemberian pupuk dasar

Pupuk dasar yang digunakan adalah kompos dengan perbandingan kompos : topsoil = 1 : 1. Pupuk dasar ini disiapkan sebelum bibit ditanam di lapangan.

5.

Kegiatan penanaman dilakukan setelah bibit sudah siap tanam dan lokasi penanaman telah dipersiapkan seperti dijelaskan di atas. Pada kegiatan ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

I. Penanaman

Bibit dari persemaian (yang telah dipisahkan mulai dari pembibitan sampai pengangkutan dan diberi label masing-masing) dan sudah siap tanam diletakkan pada tempatnya masing-masing. Mengingat bibit dalam 1 populasi adalah campuran (bulked), maka peletakan bibit yang berasal dari populasi yang sama bisa bebas diletakkan.

(41)

Setelah semuanya dipastikan kebenarannya, bibit dikeluarkan dari polybag dan dimasukkan ke lubang dan ditutup. Diusahakan tanaman tidak tertekuk, dan jika jika ada akar yang telah menerobos polybag sebaiknya dipotong dan bibit ditanam secara tegak sedalam leher akar. Tanah untuk mengisi lubang hendaknya gembur dan jika perlu bibit diikat dengan ajir agar tetap tegak.

3.

Bibit antar populasi jangan sampai tercampur. Cara yang dapat digunakan untuk meminimalisir terjadinya kesalahan tersebut adalah masing-masing populasi diberi warna label yang berbeda.

2.

Bekas polybag ditaruh pada ujung atas ajir yang tersedia sebagai tanda bahwa polybag sudah diambil dari bibitnya. Penyiraman dilakukan sesudah dilakukan penanaman apabila diperlukan.

(42)

Setelah penanaman, dibuat peta penanaman dan papan nama dengan judul “Kebun Konservasi Eks-situ Jenis-jenis Shorea Penghasil Tengkawang”. Pada papan nama ditulis informasi antara lain: nama plot, jenis tanaman, asal benih, jarak tanam, luas plot, waktu penanaman, peta tanam dan instansi pembangun plot.

4.

Gambar 13. Penamaan dan penandaan jalur pada plot konservasi eks-situ

Kegiatan pemeliharaan dilakukan untuk mempertahankan persen hidup bibit yang ditanam dan untuk meningkatkan pertumbuhannya. Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan adalah:

J. Pemeliharaan

Penyiangan dan pembersihan semak belukar

Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman dapat menjadi masalah serius pada saat awal pembangunan plot konservasi. Penyiangan gulma kegiatannya dapat dilakukan bersamaan dengan pendangiran. Penyiangan penting dilakukan untuk :

a. Mempercepat pertumbuhan bibit dan pohon di sumber benih b. Mengurangi resiko kebakaran

c. Meningkatkan efektifitas pemupukan. 1.

(43)

Penyiangan dan pembersihan semak belukar dilakukan secara manual yakni dengan pembabatan atau menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida harusnya memperhatikan waktu penyemprotan, kondisi cuaca dan dosis. Dosis penggunaan sesuai dengan dosis yang dianjurkan pada kemasan herbisida tersebut. Pendangiran

Pendangiran merupakan kegiatan penggemburan tanah untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan cara memperbaiki aerasi dan memperbaiki penyerapan air pada akar tanaman. Pendangiran dilakukan di sekitar tanaman pokok dan di lakukan ketika pada saat musim hujan, dimana tanaman masih muda. Kegiatan ini dilakukan setelah atau bersamaan dengan kegiatan penyiangan. Kegiatan pendangiran ini meliputi:

a. Pencangkulan disekitar tanaman pokok dengan diameter 50 cm dengan menggemburkan tanah dan berbentuk piringan

b. Meninggikan tanah disekitar tanaman pokok agar air tidak tergenang

c. Dalam kegiatan pendangiran tanaman perlu ekstra hati-hati jangan sampai mencederai tanaman apalagi sampai terpotong.

d. Kegiatan pendangiran sebaiknya dilakukan 2 kali dalam setahun yakni awal musim hujan dan awal musim kemarau.

2.

Pemupukan

Pada umumnya pemupukan dilakukan sampai tanaman berumur 2 tahun. Pupuk yang digunakan adalah NPK atau pupuk kandang. Dosis dari masing-masing pupuk dapat disesuaikan dengan ketersediaan dana. Cara pemupukannya adalah sebagi berikut :

(44)

a. Membuat piringan setiap tanaman pokok yang lebar 50 cm b. Menyiapkan pupuk NPK sebanyak jumlah tanaman

c. Membuat lubang pupuk keliling tanaman pokok

d. Menabur pupuk dalam lubang kemudian ditutup dengan tanah Untuk pupuk kandang cukup membuat lubang sedalam ± 15 cm, pupuk kandang dimasukkan ke lubang kemudian ditutup kembali. Perlindungan dan pengamanan dari gangguan hewan

Perlindungan dan pengamanan terhadap plot konservasi perlu dilakukan untuk menghindarkan lokasi dari gangguan binatang/hewan. Kegiatan ini cukup sulit dilakukan karena membutuhkan biaya yang besar seperti pembuatan pagar. Masalah ini biasanya muncul di saat umur tanaman masih muda. Oleh karenanya, yang paling mudah dilakukan adalah melakukan pengecekan rutin untuk memperkecil gangguan tersebut.

4.

Pemberantasan hama dan penyakit

Pada tahun-tahun pertama setelah pembangunan diperlukan inspeksi secara teratur untuk memonitor ada tidaknya serangan hama dan penyakit. Untuk menentukan pemberantasan terhadap hama atau penyakit, yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Luasan serangan

b. Jenis hama atau penyakit yang menyerang c. Jenis tindakan yang perlu dilakukan 5.

Penyulaman

Untuk penyulaman, bibit yang digunakan harus sama asalnya dengan yang digantikan. Apabila memungkinkan, bibit sulaman berumur sama dengan yang digantikan. Untuk l uasan 2 hektar, bibit yang 6.

(45)

dibutuhkan adalah 800, sehingga apabikla biji yang dikoleksi sebanyak minimal 1.200, maka sisanya dapat digunakan sebagai bahan sulaman. Tetapi bila tidak ada atau masih kurang, misalnya di persemaian banyak biji yang tidak berkecambah atau mati, maka bibit dapat berasal dari pembibitan yang baru. Untuk penyulaman, tetap harus memperhatikan bibit yang akan ditanam, sehingga sebelum ditanam sebaiknya bibit dari masing-masing famili juga telah diacak. Pembebasan naungan

Pembebasan naungan dilakukan secara bertahap sampai tanaman siap untuk menerima sinar matahari secara penuh (biasanya sampai tanaman berumur 5 tahun). Pekerjaan ini perlu untuk dilakukan agar pertumbuhan tanaman pokok (Shorea penghasil tengkawang) dapat tumbuh secara optimal. Terlalu lambat atau cepat dalam pembukaan naungan, dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman pokok, bahkan bisa menyebabkan kematian.

(46)

Konservasi genetik jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang merupakan kegiatan yang sangat mendesak untuk dilakukan untuk mempertahankan potensi sumber daya genetik jenis-jenis tersebut yang masih tersisa. Salah satu kegiatan yang perlu dilakukan adalah pembangunan plot konservasi eks-situ.

Pembangunan plot konservasi eks-situ Shorea penghasil tengkawang ini terdiri dari berbagai macam kegiatan, mulai dari penentuan tujuan pembangunan sampai dengan pemeliharaan plot yang sudah dibangun. Oleh karenanya, keseluruhan kegiatan tersebut perlu direncanakan dengan baik agar tujuan dari pembangunan plot konservasi eks-situ tersebut dapat tercapai dengan baik.

Keberhasilan dari pembangunan plot konservasi eks-situ ini sangat tergantung juga oleh keterlibatan berbagai macam pihak, baik dari pemerintah maupun non-pemerintah, dan perlu didukung oleh berbagai macam ilmu atau kepakaran. Masing-masing pihak memegang peranan yang cukup penting, dan di antara pihak-pihak tersebut diperlukan koordinasi yang baik.

Pedoman Pembangunan Plot Konservasi Eks-situ Shorea Penghasil Tengkawang ini diharapkan menjadi pedoman bagi para pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya. Selain itu, pedoman ini diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi para pihak yang melaksanakan pembangunan plot konservasi eks-situ untuk jenis Shorea lainnya, ataupun jenis yang menghasilkan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) lainnya.

(47)

Alamendah.2009. Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali. Website: http://alamendah.wordpress.com/pohon-tengkawang-berbuah-7-tahun-sekali. Diakses tanggal 20 Februari 2014.

Anonim. 2001. Nilai dan Daya Guna Penanaman Pohon Tengkawang (Shorea spp.) di Kalimantan (The Value and Benefit of Tengkawang Tree (Shorea spp.) Plantation in Kalimantan Island). http:www.dephut.go.id/informasi/litbang/hasil/buletin/2001 12-1-f/htm.

Brown, A.H.D. and Briggs, J. D. 1991. Sampling Strategies for Genetic Variation in Ex Situ Collections of Endangered Plant Species. Pages 99–119 in D.A. Falk and K.E. Holsinger, editors. Genetics and Conservation of Rare Plants. Oxford University Press, New York. (In Maile C. Neel and Michael P. Cummings. 2003. Effectiveness of Conservation Targets in Capturing Genetic Diversity. Conservation Biology 17: 219-229

Brown, A.H.D. and Hardner, C.M. 2000. Sampling the Gene Pools of Forest Trees for Ex Situ Conservation. In: Young A, Boyle TJB, Boshier D (eds) Forest Conservation Genetics: Principles and Practice. CABI Publishing, Wallingford, pp 185–196

Komar, T.E. 1988. Pemilahan Benih Shorea pinanga Scheff Berdasarkan Ukuran Benih. Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No. 40. Bogor

Martawijaya, A , I. Kartasujana, Y.I. Mandang, K. Kadir dan S. A. Prawira. 1986. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Yonezawa, K. 1985. A Definition of the Optimal Allocation of Effort in Conservation of Plant Genetic Resources with Application to Sample Size Determination for Field Collections. Euphytica 34:

(48)
(49)

Gambar

Gambar 1.  Pohon Shorea penghasil tengkawang
Gambar 2.  Pemisahan materi genetik berupa buah/biji
Gambar 3. Alat uji keragaman genetik DNA Sequencer.
Gambar 4. Buah tengkawang yang dikumpulkan dan diberi penanda  untuk sumber materi genetik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Training-training ini dapat dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah karena kewajiban sosialisasi suatu peraturan ada di tangan pemerintah; diadakannya pengaturan

7 Dalam penelitian lain ditemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi air dan sanitasi kurang baik lebih sering mengalami diare daripada anak yang berasal

Selanjutnya Kidder (dalam Soegikono, 2008), menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Dari sini dapat

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam sitrat dan asam fosfat yang ditambahkan pada proses degumming, serta konsentrasi bentonit

Variabel Kontrol Pengalaman Dari gambar di atas terlihat variabel Pengalaman dalam penggunaan komputer juga mempengaruhi pengaruh antara variabel bebas yang diujikan

Pada waktu dan tempat tersebut diatas, berawal saat terdakwa ZULHARRI BONARDO ARITONANG mengemudikan 1 (satu) unit Mobil Pick up merk Mitsubishi L300 No Pol BB 8271 LM

disebut juga sebagai aborsi medical. Abortus tanpa indikasi medis adalah kejahatan melawan hukum, disebut abortus kriminalis. Abortus kriminalis adalah pengguguran kandungan