• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tanaman Bawang Merah

Bawang merah termasuk salah satu di antara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi di samping bawang putih dan bawang bombay. Sejak zaman dahulu bawang merah ini menjadi andalan manusia untuk pengobatan dan kesejahteraan sehingga selalu dilambangkan pada peninggalan sejarah. Sampai kini pun bawang merah masih banyak digunakan untuk pengobatan dan juga sebagai bumbu penyedap masakan (Wibowo, 2009). Varietas bawang merah yang ditanam oleh petani kita di Indonesia cukup banyak, antara lain sebagai berikut; a. Varietas Bawang Merah Australia; b. Varietas Bawang Merah Bali; c. Varietas Bawang Merah Bangkok; d. Varietas Bawang Merah Filipina; e. Varietas Bawang Merah Medan; f. Varietas Ampenan; g. Varietas Bima Brebes; h.Varietas Sumenep. Membedakan jenis bawang merah yang satu dengan jenis yang lainnya biasanya didasarkan pada adanya perbedaan sifat dan ciri-cirinya misalnya bentuk, ukuran, warna, kekenyalan, dan aroma umbi. Perbedaan lainnya adalah umur tanaman, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap hujan dan sebagainya (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura (2014), Benih yang siap tanam ialah yang telah di simpan selama 2-3 bulan, umbi mempunyai titik-titik tumbuh akar atau telah muncul tunas-tunasnya. Selain itu umbi juga harus berasal dari tanaman yang sehat dan dipanen pada usia tua, yang ditandai dengan

(2)

warna merah terang dan pada berisi (tidak kisut). Keperluan benih berkisar 0,8 – 1,2 ton/ha tergantung ukuran benih dan jarak tanam. Berat umbi dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu: umbi ukuran kecil 2,5 – 5 g, sedang 5 – 7,5 g dan besar > 7,5 g. Untuk benih sebaiknya yang tidak terlalu besar (ukuran sedang).

Menurut Tim Bina Karya Tani (2008), usahatani bawang merah hingga kini masih menjadi pilihan dalam usaha agribisnis dibidang holtikultura untuk usaha pembudidayaannya agar hasil usaha tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan tanaman bawang merah salah satunya adalah kebutuhan pupuk. Pemupukan dilakukan dalam dua tahap, yaitu sebelum penanaman sebagai pupuk dasar dan sesudah penanaman sebagai pupuk susulan. Untuk pupuk dasarnya biasanya digunakan pupuk kandang atau kompos, pupuk susulan dapat berupa pupuk tunggal atau pupuk majemuk yang merupakan pupuk anorganik. Untuk pupuk dasar dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 10-15 ton per hektar. Pupuk susulan misalnya pupuk Urea 50 kg/ha, pupuk SP-36 300 kg/ha dan pupuk KCl 100 kg/ha.

Umur panen tanaman bawang merah sangat bervariasi bergantung pada jenis atau varietas, tempat penanaman, tingkat kesuburan tanah, dan tujuan penanaman bawang itu sendiri. Ada jenis-jenis bawang merah yang umumnya lebih panjang dan ada juga yang umurnya pendek. Bawang merah yang ditanam pada dataran tinggi, umurnya lebih panjang daripada bawang merah yang ditanam pada daerah dataran rendah. Tanah pertanaman yang subur, umumnya mempunyai umur relatif lebih panjang.

(3)

Pada umumnya bawang merah yang digunakan untuk konsumsi sudah dipanen pada umur sekitar 60 - 70 hari, atau kira-kira 60% - 70% dari seluruh tanaman daun-daunnya sudah menguning atau mengering dan batang leher umbi terkulai. Untuk bawang bibit harus dipanen lebih lama, yaitu sekitar umur 80 - 90 hari, atau kira-kira 80% - 90% dari seluruh tanaman sudah menguning daunnya danbatang leher umbi terkulai. Bawang merah yang dipanen terlalu muda dapat mengakibatkan umbi kurang padat, jika disimpan banyak susutnya, mudah membusuk, dan cepat keropos. Umur bawang yang cukup tua menjadikan umbi kelihatan keras dan padat, dan jika disimpan dapat tahan lama.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Efisiensi

Farrell (1957) dalam Coelli et al (1998), mengemukakan bahwa efisiensi suatu perusahaan terdiri dari dua komponen: efisiensi teknis, yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan output yang maksimal dari himpunan input dan efisiensi harga, yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan input dalam proporsi yang optimal, mengingat harga masing-masing dan teknologi produksi. Kedua langkah tersebut kemudian dikombinasikan untuk memberikan ukuran total efisiensi ekonomi.

Farrell (1957) dalam Coelli et al (1998), mengukur efisiensi melalui dua pendekatan yaitu;

1. Sisi penggunaan input

Membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan ouput secara maksimal.

(4)

2. Sisi output yang dihasilkan

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan.

Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari isoquant frontier. Konsep efisiensi dari sisi input diilustrasikan oleh Farrell (1957) dalam Coelli et al (1998) pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 1. Efisiensi Teknisdan Alokatif Sumber Farrel (1957) dalam Coelli et al. (1998)

Pada Gambar 1 kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output Y0 = 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan x2/y yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk

(5)

memproduksi satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena

beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih menunjukkan efisiensi teknis (TE)

perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input per output (x1/y : x2/y) konstan, sedangkan output tetap. Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis isocost (AA’) digambarkan menyinggung isquant SS’ di titik Q’ dan memotong garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isquant sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien

karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi dari pada di titik Q’.Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien), sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio OR/OQ. Oleh Farrell (1957), efisiensi alokatif ini juga disebut sebagai efisiensi harga (price efficiency).

Dengan interpretasi kenaikan pendapatan (mirip dengan interpretasi penurunan biaya, inefisiensi alokatif dalam kasus orientasi input). Selanjutnya, kita mendefinisikan keseluruhan efisiensi pendapatan sebagai perkalian dari kedua ukuran ini.

(6)

EE = ET x EA

Keterangan :

EE : Efisiensi Ekonomi ET : Efisiensi Teknis EA : Efisiensi Alokatif

Menurut Bakhshoodeh dan Thomson (2001) dalam Tanjung (2003), petani yang efisien adalah petani yang menggunakan input lebih sedikit dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah output pada tingkat tertentu, atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Berdasarkan defenisi diatas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam analisis stochastic frontier.

McEachern (2001) dalam Anandra (2010), menyatakan efisiensi harga atau alokatif menunjukkan hubungan biaya input dan ouput. Efisiensi alokatif tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Bila petani mendapat keuntungan yang besar dari usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usaha taninya secara efisien.

(7)

Menurut Widyananto (2010), konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Produksi

(Frisvold dan Ingram (1994) dalam Zuandri (2011), menyatakan bahwa berbagai studi telah dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi produksi. Dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor konvensional dan faktor non konvensional. Faktor non konvensional menggambarkan dampak variabel makroekonomi seperti investasi umum dan variabel agroekologi. Faktor konvensional merupakan variabel pilihan tradisional dalam proses menentukan produksi suatu produsen. Input konvensional termasuk intensitas tenaga kerja, penggunaan pupuk dan penggunaan traktor. Di sisi lain, input non konvensional termasuk kualitas lahan, irigasi, penelitian pertanian, ekspor pertanian dan ketidakstabilan.

Terdapat faktor internal dan eksternal sehingga petani tidak dapat mencapai efisiensi tertinggi. Faktor internal yang merupakan kemampuan teknik dan manajerial petani dalam usaha tani meliputi luas dan penguasaan lahan, pendidikan, umur, pendapatan, pengalaman, penguasaan teknologi serta kemampuan petani mengolah informasi untuk meningkatkan produksinya. Faktor eksternal meliputi hal-hal di luar kendali petani seperti bencana alam, iklim, harga, penyakit dan hama tumbuhan dan lainnya (Sumaryanto, 2003).

(8)

Hernanto (1996) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu :

1) Lahan

Lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, lahan memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah : luasnya relatif atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli, menyewa, membuka lahan sendiri, wakaf, menyakap atau pemberian negara.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Dalam usahatani, tenaga kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia digolongkan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani didasari oleh tingkat kemampuannya. Kualitas kerja manusia sangat dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam kegiatan usahatani digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total.

Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja ternak sering digunakan untuk

(9)

pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik sering digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pengemdalian hama, serta pemanenan.

3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan produk pertanian. Penggunaan modal berfungsi untuk membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa.

4) Manajemen

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor yang dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi referensi dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (2003) dalam “Efisiensi Teknis dan Eknomis Petani Kentang Di Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat: Analisis Stochastic Frontier” Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis petani kentang di Kecamatan Lembah Gumanti dan Danau

(10)

Kemeber Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis data menggunakan dua alat analisis yaitu fungsi produksi stochastic frontier dan fungsi biaya dual.

Rata-rata petani kentang di daerah penelitian cukup efisien secara teknis. Kontribusi pengaruh efisiensi teknis terhadap produksi batas petani ditemukan bernilai 0,9789. Angka ini menunjukkan bahwa 97.89% dari variasi produksi diantara petani responden disebabkan oleh perbedaan dari efisiensi teknis dan sisanya sebesar 2,11% disebabkan oleh efek-efek stochastic seperti pengaruh cuaca, keberuntungan, serangan hama dan penyakit serta kesalahan pemodelan. Petani di daerah penelitian tidak efisien secara alokatif dan ekonomis. Nilai rata-rata efisiensi alokatif dan ekonomis petani kentang masing-masing adalah 0,602 dan 0,443. Sebaran nilai efisiensi alokatif dan ekonomis petani sampel lebih banyak berada pada kelompok nilai yang kecil daro 0,7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani diidentifikasi berjumlah sebanyak delapan variabel. Variabel-variabel yang ditemukan signifikan berpengaruh secara statistik terhadap efisiensi teknis petani baik positif maupun negatif pada pada α = 5% dan α = 10% adalah usia, pengalaman, keikutsertaan petani dalam kelompok tani dan jenis benih. Rasio luas lahan terhadap total luas lahan yang diusahakan dan bentuk kepemilikan lahan ditemukan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi teknis petani pada α = 15%.

Manurung (2014) mengenai “Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usahatani Kentang (Solanum tuberosum) Di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo” Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis pengaruh faktor produksi kentang (bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida dan

(11)

tenaga kerja) yang digunakan pada usahatani kentang serta menganilisis tingkat efisiensi teknis, harga dan ekonomi pada usahatani kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi dengan pendekatan frontier production function. Berdasarkan hasil estimasi OLS diperoleh hasil bahwa variabel bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida dan tenaga kerja secara bersama-sama (keseluruhan) berpengaruh secara nyata terhadap jumlah produksi kentang, sedangkan yang tidak berpengaruh secara parsial adalah pupuk kimia, insektisida dan fungisida.Tingkat efisiensi teknik didapatkan mean efisiensi (efisiensi rata-rata) sebesar 0,605 yang lebih kecil dari 1 menunujukkan bahwa penggunaan faktor produksi ushaatani kentang secara teknik tidak efisien. Dari segi efisiensi harga dan ekonomis secara berturut-turut tingkat efisiensi sebesar 1,3 lebih besar dari 1 dan 0,078 yang lebih kecil dari 1, menunujukkan bahwa penggunaan faktor produksi usahatani kentang di Desa Ajibuhara secara harga dan ekonomis tidak efisien.

Widyananto (2010) dalam “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Putih (Studi Kasus di Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo)” Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk, fungisida, insetisida, dan tenaga kerja terhadap jumlah produksi bawang putih di Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi dengan pendekatan frontier production function. Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa variabel lahan, bibit, pupuk

(12)

dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap jumlah produksi bawang putih sedangkan variabel fungisida dan insektisida ditemukan tidak signifikan berpengaruh terhadap jumlah produksi bawang putih. Rata–rata efisiensi teknik usahatani bawang putih baru mencapai 0,58 belum mendekati 1 yang berarti produksi bawang putih pada daerah penelitian belum efisien sehingga masih terdapat peluang sebesar 42 persen untuk meningkatkan produksi bawang putih di daerah tersebut. Efisiensi harga pada daerah penelitian lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,8335 yang artinya penggunaan input produksi belum efisien. Oleh karena usahatani bawang putih di Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo belum mencapai efisiensi baik teknik maupun harga maka usahatani bawang putih di Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo belum mencapai tingkat efisiensi ekonomi.

(13)

2.4 Kerangka Pemikiran

Usahatani bawang merah merupakan suatu kegiatan untuk mengusahakan tanaman bawang merah dengan maksud untuk memperoeh hasil atau keuntungan dari tanaman tersebut. Berbagai input produksi seperti luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk organik, pupuk kimia dan pestisida yang digunakan untuk mendukung berlangsungnya usahatani. Di bawah ini merupakan skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2, sebagai berikut :

Keterangan :

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Kombinasi input produksi:

- Bibit - Pupuk organik - Pupuk N - Insektisida - Fungisida - Tenaga Kerja

Harga per unit - Bibit - Pupuk organik - Pupuk mutiara - Fungisida - Insektisida Biaya Rata-Rata Efisiensi Harga Output Produksi Efisiensi Ekonomi Terjadi Bila: - Efisiensi Teknis - Efisiensi Harga

Usahatani Bawang Merah

Proses Produksi

(14)

Berdasarkan dari kerangka penelitian dapat diketahui bahwa produksi usahatani bawang merah dipengaruhi oleh kombinasi faktor produksi yaitu bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja akan mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh petani. Efisiensi dalam produksi usahatani bawang merah dilihat dari hasil penghitungan efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Penggunaan faktor produksi yang efisien turut mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh petani dalam suatu usahatani.

2.5 Hipotesis

Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran yang sudah dibuat maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Faktor produksi (bibit, pupuk organik, N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) bawang merah berpengaruh nyata terhadap produktivitas usahatani bawang merah di daerah penelitian.

2. Harga per unit (bibit, pupuk organik, pupuk mutiara, insektisida dan fungisida) berpengaruh nyata terhadap biaya rata-rata.

3. Usahatani bawang merah di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir belum efisien secara teknis, harga dan ekonomi.

Gambar

Gambar 1. Efisiensi Teknisdan Alokatif  Sumber Farrel (1957) dalam Coelli et al. (1998)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Kombinasi input produksi:

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Jumat tanggal dua puluh empat bulan Juni tahun dua ribu enam belas bertempat di Ruang Rapat Unit Layanan Pengadaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan

tanggal Dua puluh tujuh bulan Juni tahun dua .00 WIB melalui website LPSE Kementerian telah dilaksanakan acara penjelasan Dokumen. ksi Renovasi Rumah Negara Golongan

Berdasarkan hasil survey awal pada guru SMP di Surabaya, para guru dituntut untuk bisa mengoperasikan komputer, disisi lain penggunaan komputer tidak diikuti dengan pelatihan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tutupan lahan di Kabupaten Samosir pada tahun 2017, untuk mengetahui perubahan tutupan lahan di Kabupaten Samosir antara tahun 2005 dan

[r]

pada variabel aktivitas fisik diperoleh nilai p=0,623 yang berarti p>0,05 menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak artinya tidak

Seiring perkembangan jaman yang maju di tahun 1977-1978 terbentuk Radio Siaran Swasta Indonesia (RSSI), radio dipimpin oleh pusat dari situ radio berkembang pesat dengan metode

respon siswa dalam pembelajaran menulis teks laporan hasil observasi. menggunakan metode copy