• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

MODEL PENELITIAN FILSAFAT 4.1 PENDAHULUAN

Bab IV ini menjelaskan tentang model-model penelitian filsafat. Mengapa penelitian filsafat memerlukan model?

Bab IV ini memerlukan wawasan mahasiswa tentang berbagai macam model penelitian filsafat yang dapat digunakan, sebagaimana dalam penelitian ilmu eksakta sudah lazim digunakan model dalam hal ini adalah untuk menyederhanakan kegiatan penelitian. Kuncoro (2001:4) dalam bukunya metode kuantitatif menyebutkan bahwa kita memerlukan model karena dunia nyata terdiri atas berbagai fakta yang membingungkan dan sering sulit membedakan mana sebab, mana akibat. Agar dapat menjelaskan realitas dunia yang kompleks, para ahli melakukan ekstraksi atas fenomena dunia nyata yang kompleks dan menyusun sebuah model. Artinya, mereka menyeleksi beberapa variabel yang dipandang berpengaruh penting dalam masalah yang diamati, dan memfokuskan perhatian pada hubungan antarvariabel tersebut. Model secara umum adalah abstraksi dari realitas dunia nyata. Dalam ilmu ekonomi, model ekonomi didefinisikan sebagai suatu konstruksi teoritis atau kerangka analisis ekonomi yang terdiri dari himpunan konsep, definisi, anggapan, persamaan, kesamaan (identitas) dan ketidaksamaan darimana kesimpulan akan diturunkan (Insukindro, 1992:3). Bagaimana dalam penelitian filsafat? Menurut Bakker dan Charris (1990) harus diakui, bahwa di dalam penelitian filsafat dibuat dengan pilihan tertentu, dengan mementingkan hampiran hermeneutics, dan dengan mengesampingkan gaya saintistis yang beracuan pada ilmu eksakta.

Tujuan Instruksional Khusus

1. Dapat menjelaskan beberapa model penelitian filsafat yaitu: 1) a. Penelitian histories-faktual mengenai tokoh, 1) b. Penelitian historis factual mengenai naskah atau buku, 1) c. Penelitian histories faktual mengenai teks naskah, 2). Penelitian mengenai suatu konsep sepanjang sejarah 3). Penelitian komparatif, 4) Penelitian pandangan filosofis di lapangan, 5). Penelitian sistematis-refleksif, 6) a. Penelitian mengenai masalah aktual, 6) b. Penelitian mengenai teori ilmiah.

2. Dapat menjelaskan dan menerapkan model penelitian tersebut serta menggunakan unsur-unsur metodis umum yang berlaku bagi penelitian filsafat yaitu 1) Interpretasi, 2) Induksi dan Deduksi, 3) Koherensi intern, 4) Holistika, 5)

(2)

Kesinambungan histories, 6) Idealisasi, 7) Komparasi, 8) Heuristika, 9) Bahasa inklusif atau analogal 10) Deskripsi.

4.2 PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL

4.2.1 Penelitian mengenai Tokoh Historis 4.2.1.1 Objek Material

Obyek penelitian ini ialah pikiran salah seorang filsuf, entah seluruh karyanya, entah hanya satu topik dalam karyanya.

4.2.1.2 Obyek Formal

Pikiran tokoh filsuf itu diselidiki sebagai filsafat. Jadi tidak dipandang menurut arti sosiologis atau budaya atau politis, tetapi sejauh memberikan visi mengenai manusia menurut hakikatnya.

4.2.2 Penelitian Naskah atau Buku

Objek penelitian ialah salah satu naskah atau buku filosofis entah klasik atau modern, dipandang menurut isinya. Buku filsuf itu diselidiki sebagai naskah filsafat. Jadi tidak dipadang menurut nilai sastra, atau menurut arti politis atau budaya, tetapi melulu sejauh memberikan visi mengenai hakikat manusia, dunia, atau Tuhan.

4.2.3 Penelitian Naskah Historis

Obyek penelitian ialah salah satu naskah atau buku filosof yang klasik, dipandang menurut teks yang harafiah. Buku itu diselidiki sebagai teks filosofis. Jadi tidak dipandang menurut nilai sastra, atau menurut arti politis atau budaya tetapi melulu sejauh membahasakan suatu visi mengenai hakikat manusia, dunia, Tuhan, atau semuanya sekaligus.

4.3 PENELITIAN SUATU KONSEP SEPANJANG SEJARAH 4.3.1 Obyek Material

Obyek penelitian ialah suatu ide atau konsep filosofis yang muncul kembali dalam filsafat segala jaman: misalnya hukum kodrat, keadilan, kebebasan, perang yang dapat dipertanggungjawabkan.

4.3.2 Obyek Formal

Ide itu diambil sebagai ide filosofis bukan sebagai ide Antropologis, Sosiologis, Psikologis, Politis, dan sebagainya, artinya konsep yang bersangkutan diambil sejauh dihubungkan dengan hakikat manusia dan

(3)

mempunyai tempat dalam suatu kerangka pikiran menyeluruh: Antropologis, Ontologis, Aksiologis, mungkin juga Epistemologis.

4.4 PENELITIAN KOMPARATIF 4.4.1 Obyek Material

Penelitian ini mau membandingkan pandangan dua atau lebih filsuf atau aliran. Mungkin kedua pandangan dekat, dalam satu aliran; atau lebih jauh, dalam satu tradisi; mungkin juga mereka ditemukan dalam dua tradisi yang berbeda, seperti Timur dan Barat.

Mungkin perbandingan dilakukan mengenai salah satu masalah, mungkin juga mengenai salah satu bidang, misalnya Etika.

Yang dibandingkan mungkin merupakan pertentangan atau kontrak; mungkin mereka sangat serupa; mungkin juga mereka dalam satu perspektif, dengan jalan yang pertama masih mencari jalan, dan yang kedua berpikiran lebih mantap dan lebih definitif.

4.4.2 Obyek Formal

Perbandingan ini terjadi mengenai pandangan-pandangan filosofis. Itu berarti: merupakan visi-visi mengenai hakikat manusia, dunia, dan Tuhan, dan mengenai norma-norma yang terletak di dalamnya. Diteliti pula argumen-argumen mereka yang khas. Namun khususnya penelitian ini menelaah kesamaan dan/atau perbedaan mereka dalam hakikat norma dan argumentasi tersebut.

4.5 PENELITIAN PANDANGAN FILOSOFIS DI LAPANGAN 4.5.1 Obyek Material

Di salah satu kelompok, atau daerah, suku, bangsa, negara, diselidiki pandangan hidup atau pandangan dunia yang mendasari seluruh kebudayaannya. Mungkin juga diselidiki pandangan dasar yang melatarbelakangi salah satu fenomena penting, seperti misalnya hidup keluarga, struktur sosial, sistem pendidikan, salah satu kebiasaan atau upacara, salah satu bentuk kesenian.

Pandangan dasar tersebut dapat hadir menurut tiga tingkatan:

1. Sebagai suatu Filsafat lebih kurang lengkap, yang telah dirumuskan secara eksplisit tertulis atau lisan, secara sistematis metodis, dan dipertanggungjawabkan secara kritis (lalu menjadi penelitian model pertama). 2. Sebagai suatu ideologi lebih kurang lengkap, yang telah dirumuskan secara

(4)

slogan-slogan, peribahasa-peribahasa, dari pada menjadi uraian sistematis metodis yang telah dipertanggungjawabkan secara kritis.

3. Sebagai pemahaman yang mungkin sudah diungkapkan secara fragmentaris, tetapi terutama masih bersifat implisit, yaitu tersembunyi dalam gejala-gejala hidup bersama.

4.5.2 Obyek Formal

Pandangan dasar dalam kelompok atau dalam salah satu fenomena itu tidak hanya dilihat sebagai data Sosiologi atau Antropologis (Budaya), melainkan secara formal sebagai keyakinan-keyakinan tentang struktur-struktur dan kaidah-kaidah yang mengatur seluruh hidup mereka dan yang menyangkut hakikat manusia, dunia, dan Tuhan.

4.6 PENELITIAN SISTEMATIS REFLEKTIF 4.6.1 Obyek Material

Penelitian Sistematis Refleksif mau membahas salah satu pokok dalam kehidupan manusia, yang merupakan fenomena cukup sentral, misalnya bahasa, kebebasan, komunikasi antarpribadi, keadilan, hubungan agama dan negara, validitas pengetahuan, cinta, simbol, cara bicara tentang Tuhan, dan sebagainya.

4.6.2 Obyek Formal

Penelitian tersebut tidak tinggal terbatas pada studi Antropologis, atau Sosiologis atau Historis, melainkan diteliti secara Filosofis, ialah sejauh berhubungan langsung dengan hakikat manusia menurut pemahaman dan keyakinan pribadi. Dengan demikian diteliti struktur-struktur dan norma-norma yang lebih dasariah daripada yang dapat dicapai dengan metode ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu sosial. Penelitian yang bersifat lebih empiris dapat diberi peranan rekan dialog dalam rangka studi antardisipliner.

4.7 PENELITIAN MASALAH ATAU TEORI 4.7.1 Penelitian Masalah Aktual

4.7.1.1 Obyek Material

Penelitian ini adalah refleksi filosofis tentang salah satu fenomena atau situasi aktual yang merupakan masalah kontroverial, entah structural (misalnya dampak komunikasi modern, peranan keluarga di masyarakat), atau normatif misalnya perang, eutanasi, perkawinan campur). Masalah tersebut direfleksi secara langsung, sebagai fenomena atau situasi masyarakat (multidimensional).

(5)

4.7.1.2 Obyek Formal

Fenomena atau masalah aktual itu tidak diteliti kembali menurut metode dan obyek formal salah satu ilmu atau bidang ilmiah tadi; hal itu di luar kompetensi ahli filsafat. Tetapi masalah itu disoroti secara filosofis, yaitu: ditinjau dari cahaya dasar-dasar kenyataan (manusia, dunia, Tuhan), atau pula dihubungkan dengan hakikat manusia.

4.7.2 Penelitian Teori Ilmiah 4.7.2.1 Obyek Material

Penelitian ini adalah refleksi filosofis yang bukan secara langsung mempelajari salah satu masalah aktual tetapi yang bersifat tidak langsung. Diadakan refleksi tentang suatu penelitian ilmiah bersama hasilnya, yang telah dilaksanakan tentang suatu masalah atau bahkan tentang suatu bidang hidup, oleh salah satu ilmu khusus (ilmu Kedokteran, Psikologi, Sosiologi, Ilmu Politik, Ilmu Agama, Ilmu Pendidikan).

4.7.2.2 Obyek Formal

Hasil penelitian atau teori ilmiah itu tidak diteliti kembali menurut metode dan obyek formal ilmu atau bidang ilmiah tadi; hal itu di luar kompetensi ahli filsafat. Tetapi hasil ditinjau dalam cahaya dasar-dasar kenyataan (manusia, dunia, Tuhan), atau pula dihubungkan dengan hakikat manusia.

4.8 PENELITIAN FILSAFAT

Menurut The Liang Gie (1979) filsafat dan penelitian bukanlah 2 hal yang perlu saling bertentangan, tetapi juga tidak mesti saling mempersyaratkan. Seorang filsuf besar dapat saja menghasilkan kearifan hidup, pandangan dunia, sistem pemikiran, keyakinan dasar atau kebenaran filsafati tanpa melakukan penelitian filsafat. Sebaliknya seseorang terpelajar dapa saja melakukan penelitian filsafat dan mengembangkan pengetahuan filsafati tanpa menjadi filsuf yang besar. Namun Richard T. De George menyatakan bahwa apabila seseorang berhasrat memberikan suatu sumbangan dalam bidang pengetahuan apapun, termasuk bidang filsafat, ia harus memiliki kesarjanaan (scholarship) sebagai landasan yang kuat, sedang kemampuan teknis dalam penelitian merupakan suatu prasyarat bagi kesarjanaan yang berhasil. Kemampuan teknis tersebut mulai dari pencarian masalah, pembacaan,

(6)

dan penulisan perlu dilakukan secara seksama sebagaimana juga bekerja dalam kegiatan ilmiah lainnya. Penelitian filsafat harus menggunakan kaedah-kaedah ilmiah atau metode ilmiah yang unsur-unsur umumnya yang antara lain pengumpulan fakta, pembacaan literatur, penentuan patokanduga pengarahan atau penjelasan, pembuatan generalisasi, dan pelaksanaan perbandingan. Metode-metode teknis yang dapat dipergunakan selanjutnya ialah aneka metode yang telah dikembangkan dan dipakai oleh pelbagai ilmu seperti misalnya metode histories, metode statistik, metode psikologis atau metode kasus. Pada tahap peneliti filsafat perlu mengetahui data dari hasil penelitian ilmu-ilmu lain, bukan menidakannya.

Selanjutnya menurut The Liang Gie (1979) suatu metode penelitian yang khusus bercorak filsafati tidak ada. Semua penelitian harus menerapkan metode ilmiah, juga penelitian dalam bidang seni, olahraga, agama, bahasa maupun bidang filsafat bilamana seseorang mempergunakan metode filsafat untuk menghasilkan kearifan apapun dalam arti yang luas, maka proses budi yang bersangkutan lalu merupakan filsafat dan bukan penelitian dalam bidang filsafat. Dan metode ilmiah dan metode filsafat tidak perlu merupakan 2 prosedur dari bekerjanya budi manusia yang saling berhubungan. Frederick Whitney bahkan menggambarkannya sebagai sebuah metode ilmu filsafat (science-philosophy method) yang merupakan kontinuitas dari proses pemikiran relektif yang bentuknya demikian (Gambar):

(7)
(8)

Menurut bagan di muka proses pemikiran reflektif itu mulai dengan dugaan sementara dan penyimpulan tentang adanya hubungan-hubungan tertentu di antara banyak sekali gejala a, b, c, dan seterusnya dari pengalaman manusia yang tampil dalam kesadarannya. Dari kesimpulan itu lahirlah patokan duga yang diperiksa lebih lanjut pada taraf generalisasi yang kedua. Pada taraf ini juga dihimpun hal-hal lainnya yang bertalian oleh budi manusia sesuai dengan pengalamannya yang lampau. Hubungan-hubungan di antara pelbagai hal pada taraf ini memperoleh bentuk generalisasi yang agak lain, yakni sebagai teori atau asas. Pemikiran reflektif pada taraf selanjutnya (ketiga) yang berupa pemilihan, penyatupaduan, dan deduksi menolak generalisasi yang tak dapat dipertahankan serta menetapkan generalisasi yang benar sebagai fakta. Dalam bagan di muka kebenaran termaksud misalnya ialah intrrekasi data-data 1, n dan u yang merupakan F1. Dari proses pemikiran yang sama dalam pelbagai bidang ilmu dapatlah ditetapkan F1, F2, F3 dan seterusnya yang merupakan keseluruhan bidang ilmiah. Menurut Whitney generalisasi-generalisasi yang terbaik dari pelbagai ilmu itu merupakan bahan mentah bagi pemikiran reflektif pada taraf selanjutnya yang sudah merupakan bidang filsafat. Tetapi tidaklah mungkin mengatakan pada titik mana dalam proses reflection itu pemikiran melebur ke dalam pemikiran filsafat. Pada taraf-taraf pemikiran yang lebih lanjut itu (N1, N2 dan seterusnya) bahan-bahan secara terus-menerus mencapai nilai umum yang lebih besar sehingga menjadi kebenaran-kebenaran (truth dengan huruf t kecil) dan mendekati Kebenaran Terakhir (ultimate Truth) yang merupakan generalisasi yang mungkin (the largest possible generalization). Whitney menegaskan bahwa kebenaran-kebenaran itu jarang dan bahkan mungkin takkan pernah mencapai Kebenaran Terakhir sehingga taraf-taraf generalisasi itu juga tidak diketahui sampai ke berapa (N)?

Whitney berpendapat bahwa di antara tipe-tipe penelitian yang dilaksanakan orang terdapat the philosophical type of research (tipe filsafati dari penelitian). Tipe penelitian ini didefinisikan sebagai reflective thinking on levels of extensive generalization, above the realm of fact finding science (pemikiran reflective pada taraf-taraf generalisasi yang luas di atas bidang ilmu yang menemukan fakta). Selanjutnya beliau menjelaskan sebagai berikut: ilmu bersangkut paut dengan gejala-gejala khusus dari pengalaman dan generalisasi yang pentingnya secara relatif terbatas, filsafat mengambil kesimpulan-kesimpulan dari ilmu dalam bidang-bidang yang bertalian dan menggunakan fakta-fakta ini sebagai bahan mentah untuk refleksi lebih lanjut, dengan menghasilkan sudut-sudut pandangan yang lebih besar dan lebih melingkup dalam

(9)

rangka nilai-nilai yang lebih dekat dan semakin dekat dengan kebenaran abadi. Bahwa terdapatlah suatu kesamaan dari prosedur dalam semua pemikiran refleksif yang sesungguhnya, perbedaan antara ilmu dan filsafat hanyalah dalam hal bahan pokok yang mereka kerjakan dan taraf nilai yang dicapainya.

Bakker dan Charris (1990) mengatakan yang membedakan filsafat dengan ilmu adalah obyek formalnya. Pertanyaan-pertanyaan filsafat membukakan jendela-jendela ilmu yang tertutup untuk mencapai taraf yang lebih tinggi, dan diskemakan oleh Max Horkheimer sebagai berikut:

The scheme of Philosophical Thinking Problems Standpoint Reflection Critical Evaluation New Problems New Perspectives

In fact, the uncovering of limitedness and onesideness in one’s own and other’s thought, constitutes an important aspect of the intellectual process………

Max Horkheimer, in Zum Problem der Warheit” Latihan

1. Tulislah ada berapa macam model penelitian filsafat.

2. Mengapa suatu penelitian baik ilmu-ilmu lain maupun filsafat memerlukan model. 3. Apa perbedaan model penelitian ilmu dengan metode penelitian filsafat.

4. Buatlah skema pemikiran kefilsafatan menurut Max Horkheimer. 4.9 Penutup

Rangkuman

Terdapat beberapa model penelitian filsafat yaitu penelitian historis faktual mengenai tokoh, naskah atau buku, teks naskah; penelitian suatu konsep sepanjang sejarah, penelitian komparatif, penelitian sistimatis-refleksifl; penelitian masalah aktual, penelitian teori ilmiah. Untuk semua penelitian tersebut dipergunakan unsur-unsur metodis umum yang berlaku bagi semua penelitian filsafat yaitu: interpretasi, induksi dan deduksi, koherensi intern, holistika, kesinambungan histories, idealisasi, komparasi, heuristika, bahasa inklusif atau analogal dan deskripsi.

(10)

Soal Test Formatif

1. Sebutkan ada berapa macam model penelitian filsafat?

2. Mengapa diperlukan berbagai macam model dalam penelitian filsafat? 3. Apakah ada perbedaan antara proses berfilsafat dengan penelitian filsafat?

4. Bagaimana tahap-tahap berpikir dari data empiris sampai kepada refleksif menurut Whitney?

Umpan Balik

Petunjuk: Untuk menilai jawaban atas tes formatif di atas sehingga dapat diketahui penguasaan materi Bab IV tentang model penelitian filsafat ini, ialah bila mahasiswa dapat menjelaskan berbagai macam model penelitian filsafat dan memberikan contoh operasionalisasi unsur metodis umum dalam penelitian tersebut. Juga bila mahasiswa dapat mengemukakan kelebihan dan kelemahan masing-masing model yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka mahasiswa tersebut dikualifikasi baik.

Kunci Jawaban Test Formatif

1. Model-model penelitian filsafat yaitu: Penelitian historis faktual mengenai tokoh, naskah atau buku, teks naskah; penelitian suatu konsep sepanjang sejarah, penelitian komparatif, penelitian pandangan fisofis di lapangan, penelitian sistimatis-reflektif, penelitian masalah aktual, penelitian teori ilmiah.

2. Penelitian filsafat membutuhkan model karena terdapat sumber-sumber sebagai obyek penelitian filsafat. Model secara umum adalah abstraksi dari realitas dunia nyata. Dan dunia nyata tersebut telah dipikirkan dan dituliskan oleh para fllsuf dari masa ke masa. Tulisan tersebut terdapat dalam teks, naskah, buku dan sebagainya, dipilih sebagai model penelitian filsafat melalui pendekatan hermeneutik.

3. Menurut The Liang Gie filsafat tidak dapat dipersamakan dengan penelitian filsafat, sedang metode filsafat juga tidak sama dengan metode ilmiah, walupun kedua hal yang terdahulu sama-sama merupakan proses dari budi manusia dan kedua hal yang kemudian sama-sama merupakan bekerjanya budi itu.

4. Menurut Whitney ilmu bersangkut pula dengan gejala-gejala khusus dari pengalaman dan generalisasi yang pentingnya secara relaitf terbatas, filsafat mengambil kesimpulan dari ilmu dalam bidang-bidang yang bertalian dan menggunakan fakta-fakta ini sebagai bahan mentah untuk merekfleksi lebih lanjut, dengan menghasilkan sudut-sudut pendangan yang lebih besar dan lebih

(11)

melingkup dalam rangka nilai-nilai yang lebih dekat dan semakin dekat dengan kebenaran abadi.

DAFTAR PUSTAKA

Bukker, Antondan Zubair, Achmad Charris 1990 ”Metodologi Penelitian Filsafat”, Kanisius. Yogyakarta.

Kuncoro, Mudarjad 2001 ”Metode Kuantitatif ”, UPP YKPN. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Fiksasi dengan plate adalah tindakan primer untuk fraktur yang tidak stabil dari volar. dan medial kolum dari

Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan PMRI.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan hasil

diabsorpsi, baik dari dosis tunggal atau setelah dosis ganda, konsentrasi obat sistemik meningkat ke tingkat kejenuhan enzim yang terlibat dalam eliminasi obat. Klirens tubuh obat

Postmodern adalah gerakan yang diciptakan atas ketidakpuasan terhadap arsitektur modern, terutama International Style.Gerakan postmodern ini ditandai dengan

1. Adanya Forum Masyarakat Desa. 2. Adanya sarana / fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukan. 3. Adanya UKBM yang

puskesmas.pemesanan obat untuk kebutuhan pelayanan dilakukan oleh petugas unit pelayanan terkait kepada petugas farmasi gudang obat puskesmas4.

dan Tata Laksana , Sub Bagian Umum dan Keuangan dan Sub Bagian Perencanaan TI dan Pelaporan dalam melaksanakan tugas.. Memberikan arahan

Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum kepada Instansi Pemerintah didaerahnya, apabial diminta (Pasal 52 Undang-undang Nomor