1. Kerangka Pemikiran
Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan sumberdaya dan cara pengelolaannya di tiap-tiap negara Suatu
negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa dan faktor produksi untuk
ditukarkan dengan impor barang, jasa serta faktor produksi lain yang hanya dapat
diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak dapat diproduksi sarna
sekali. Dengan semakin berkembangnya hubungan saling ketergantungan tersebut,
peranan dari perdagangan internasional dari setiap negara akan menjadi semakin
penting.
Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan
negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat
diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor
komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Teori Smith
mengenai keunggulan absolut tersebut disempurnakan oleh David Ricardo (1823) yang menyatakan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau
ketidakunggulan absolut dalam memproduksi kedua komoditi Jika dibandingkan
dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat
berlangsung. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi
komoditi ekspor pada komoditi yang mempunyai kerugian absolut lebih keciL
Dari komoditi ini negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif Di pihak
kerugian absolut lebih besar. Dan komoditi inilah negara tersebut mengalami
kerugian komparatif
Konsep keunggulan komparatif tersebut dikembangkan oleh
Heckscher-Ohlin (1933) yang melibatkan lebih dari satu faktor produksi dalam menentukan
keunggulan komparatif Dalarn teori Heckscher-Ohlin disebutkan bahwa suatu
negara sebaiknya mengekspor komoditi yang relatif intensif pada penggunaan
faktor produksi yang berlimpah karena biayanya akan cenderung murah. Konsep
yang dikembangkan oleh Ricardo dan Heckscher-Ohlin ini merupakan suatu dasar yang sering dipakai dalarn menjelaskan alokasi sumberdaya diantara industri dalarn
suatu negara (Salvatore, 1992).
Asumsi yang dipakai dalarn konsep keunggulan komparatif adalah kondisi
pasar persaingan sempurna baik untuk pasar input maupun untuk pasar output dan
barn akan menjadi ukuran daya saing yang potensial apabila sistem perekonomian
yang ada tidak mengalarni distorsi sarna sekali. Asumsi perekonomian yang tidak mengalarni distorsi sarna sekali sulit ditemukan pada dunia nyata, khususnya di
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Hal tersebut menyebabkan
keunggulan komparatif tidak dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu
kegiatan ekonomi pada kondisi perekonomian yang aktual. Konsep yang lebih
cocok adalah konsep keunggulan kompetitif (Simatupang, 1991 dikutip oleh
Suryana, 1995).
Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan suatu
aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai
kompetitif bukan merupakan suatu konsep yang bersifat menggantikan konsep
keunggulan komparatif, tetapi merupakan suatu konsep yang bersJfat saling
melengkapi. Dalam hal ini keunggulan komparatif merupakan suatu ukuran daya
saing yang rei evan bagi suatu negara sedangkan keunggulan kompetitif untuk
suatu perusahaan individu.
Dalam perencanaan atau pengembangan produksi suatu komoditi tertentu,
sebaiknya dipakai kedua konsep tersebut yaitu konsep keunggulan komparatif untuk menganalisis secara ekonomi dan konsep keunggulan kompetitif untuk
menganalisis secara finansial.
Analisis ekonomi atau sosial menilai suatu proyek (aktivitas ekonomi) atas
manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, yang kadang-kadang tanpa
memperhatikan sJapa yang menyumbangkan dan menerima manfaat terse but.
Sedangkan anal isis finansial melihat manfaat suatu aktivitas dari sudut lembaga
atau individu yang melibatkan diri ke dalam aktivitas ekonomi tersebut ( Grey,
1985 dikutip oleh Haryono, 1991).
Perbedaan dari kedua analisis tersebut secara garis besarnya adalah :
I. Pembayaran transfer
a. Paiak
Dalam analisis ekonomi, pembayaran pajak tidak dikurangkan dalam
perhitungan keuntungan suatu aktivitas ekonomi. Pajak adalah bagian dari hasil
bersih suatu aktivitas ekonomi yang diserahkan kepada pemerintah untuk
kepentingan masyarakat umum. Oleh karen a itu pajak tidak dianggap sebagai
kelompok lainnya. Sedangkan dalam anal isis finansial, pajak merupakan unsur
biaya.
b. Subsidi
Seperti halnya pada pajak, subsidi merupakan transfer penerimaan dari
masyarakat. Dalam analisis finansial, subsidi mengurangi biaya produksl sehmgga
akan menambah keuntungan suatu proyek. Sedangkan dalam analisis ekonomi,
harga pasar harus disesuaikan untuk menghilangkan efek subsidi. Jika subsidi ini
menurunkan harga barang-barang input, maka besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga pasar barang-barang input tersebut.
c. Bunga Modal
Dalam analisis ekonomi bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan
dari hasil bruto, kecuali berJaku syarat-syarat bila biaya imbangan sosial dari
investasi tersebut dianggap terdiri dari arus pelunasan hutang beserta bunganya
selama masa konstruksi sehingga arus pelunasan tersebut diperhitungkan sebagai
biaya ekonomis.
2. Harga
Dalam analisis ekonomi selalu digunakan harga bayangan yang menggambarkan nilai ekonomi atau nilai sosial sesungguhnya daripada un
sur-unsur biaya maupun hasil, sedangkan dalam analisis finansial selalu dipakai harga
pasar.
Suatu komoditi dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif
sekaligus yang berarti komoditi tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau
komoditi yang diproduksi d, suatu negara hanya mempunY31 keunggulan
komparatif narnun tidak memiliki keunggulan kompetitif maka di negara tersebut
dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat harnbatan-harnbatan yang
mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan konsumen seperti prosedur
administrasi, perpajakan, dan lain-lain. Untuk itu pemerintah perlu melakukan
deregulasi yang dapat menghilangkan hambatan (distorsi pasar) tersebut.
Hal yang sebaliknya juga dapat terjadi dimana suatu komoditi tidak
memiliki keunggulan komparatifnamun memiliki keunggulan kompetitif Kondisi
ini akan terjadi apabila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditi
tersebut seperti misalnya melalui jarninan harga, kemudahan perijinan dan
kemudahan fasilitas lainnya (Sudaryanto, Pasandaran dan Djauhari, 1993 dikutip
oleh Novianti, 1995).
a. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM)
Ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana tidak ada earn pur
tangan pemerintah. Peru bah an dalarn surplus atau kelangkaan akan terefleksi pada
perubahan harga dan jumlah. Hal ini merupakan isyarat bagi pengarnbil keputusan
(pembeli dan penjual) mengenai keadaan ekonomi saat itu. Sehingga pada sistem
pasar pembeli dan penjual mempunyai kekuatan yang sarna dalarn menentukan
harga dan jumlah yang akan dibeli atau dijual (Lipsey, 1985 dikutip oleh
Oetaviany, 1991).
Sistem harga yang efisien dalarn ekonomi pasar akan menguntungkan masyarakat karen a terjadi efisiensi alokasi sumberdaya dan efisiensi produksi.
Pada kenyataannya sistem harga tidak pasti memberikan keuntungan karena sistem
harga secara otomatis mengkoordinasikan jawaban terhadap isyarat tetapi tidak berarti berfungsi sempurna. Kegagalan pasar untuk bekerja secara efisien
menyebabkan timbulnya campur tangan pemerintah. Cam pur tangan pemerintah
masuk dengan berbagai intensitas sehingga sampai saat ini tidak ada satu negara
pun yang bekerja pada ekonomi pasar tanpa intervensi pemerintah.
Dengan adanya campur tangan pemerintah tersebut, menyebabkan
perbedaan antara harga input dan output yang diterima produsen dan harga yang
seharusnya diterimajika dilakukan perdagangan bebas. Kebijaksanaan pemenntah
biasanya terdapat pada harga output dan harga input (pupuk, pestisida, dan
lain-lain)(Octaviany, 1991).
Harga Output
Pengaruh intervensi pemerintah pada harga output dapat dibagi ke dalam delapan tipe kebijaksanaan subsidi dan dua tipe kebijaksanaan perdagangan.
Kebijaksanaan subsidi dan kebijaksanaan perdagangan berbeda pada tiga aspek yaitu :
1. Implikasinya pada anggaran pemerintah dimana kebijaksanaan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah sedangkan subsidi positif mengurangi anggaran dan subsidi negatif(pajak) menambah anggaran.
2. Terdapat delapan tipe subsidi untuk produsen dan konsumen pada barang-barang ekspor dan impor yaitu : (a) subsidi positif kepada produsen untuk barang ekspor, (b) untuk barang-barang impor, (c) subsidi negatif kepada produsen untuk barang-barang ekspor, (d) untuk barang-barang impor, (e) subsidi positif kepada konsumen untuk barang ekspor, (f) untuk barang-barang impor, (g) subsidi negatif kepada konsumen untuk barang-barang-barang-barang ekspor
dan (h) untuk barang-barang ImpoL Sedangkan pada kebijaksanaan perdagangan hanya terdapat dua tipe, yaitu hambatan perdagangan pada barang impor dan ekspor yang berupa pajak atau kuota.
3, Subsidi dapat diterapkan kepada semua jenis komoditi sedangkan kebijaksanaan perdagangan hanya pada barang-barang yang diperdagangkan,
Kebijaksanaan subsidi pad a harga output menyebabkan harga barang, jumlah' barang, surplus produsen dan surplus konsumen berubah, Selain itu terdapat kebijaksanaan selain subsidi pada output yaitu kebijaksanaan retriksi (hambatan perdagangan pada barang-barang impor),
Tabel3. Pembagian Kebijaksanaan Harga Output
Instrumen Dampak kepada Prod us en Dampak kepada Konsumen Kebijaksanaan subsidi Subsidi kepada Produsen Subsidi kepada konsumen a, Tidak merubah Pada barang-barang impor Pada barang-barang impor
harga pasar d,n, (S+ PI, S- PI) (S+ CE, S- CE)
b. Merubah harga Pada barang-barang ekspor Pada barang-barang ekspor pasar d.n. (S+ PE, S- PE) (S+ CI, S- CI)
Kebijaksanaan perdagangan Hambatan pada barang impor Hambatan (merubah harga pasar (TPI) ekspor (TCE) dalam negeri)
Sumber Keterangan
Harga Input
Monke dan Pearson, 1989 S+ = Subsidi
S- = Pajak
PE = Kepada produsen untuk barang ekspor PI = Kepada produsen untuk barang impor CE Kepada konsumcn untuk barang ekspor CI = Kcpada konsumen untuk barang impor
TPI = Hambatan kepada produscn untuk barang impor TCE = Hambatan kepada konsumcn untuk barang impor
pada barang
Intervensi pemerintah selain pada output juga terjadi pada input, baik input yang diperdagangkan (tradable input) maupun yang tidak diperdagangkan (non
fradable mpuf). Pada input yang dapat dlperdagangkan, intervensl pemenntah berupa halangan perdagangan tidak tampak karena input tersebut hanya diproduksi
dan dikonsumsi di dalam negeri Intervensi pemerintah berupa
kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam perdagangan input juga akan merubah variabel-variabel
seperti halnya pada output.
Untuk menghitung ukuran keunggulan komparatif, keunggulan kompetltif
dan menganalisis pengaruh intervensi pemerintah serta dampaknya pad a sistem komoditi dalam aktivitas usahatani, pengolahan dan pemasarannya dapat
digunakan Metode Matriks Analisis Kebijaksanaan (Policy Analysis MafriA,
PAM).
Metode analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditi dengan berbagai
wilayah, tipe usahatani dan teknologi. Tabel matriks terdiri dari tiga baris dimana
baris pertama adalah perhitungan dengan harga privat atau harga pasar yaitu bunga
yang diterima oleh petani. Baris kedua merupakan perhitungan dengan harga
sosial atau harga bayangan yaitu harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai
ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. Dari kedua perhitungan tersebut dapat dihitung keuntungan masing-masing yang merupakan
perbedaan antara penerimaan dan biaya.
Penggunaan harga pasar dan harga bayangan dalam model PAM untuk
mengetahui berbagai hal dalam sistem komoditi menunjukkan bahwa metode
analisis ini layak untuk anal isis finansial maupun analisis ekonomi serta perbedaan
Tabel 4. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM)
Penerimaaan Biaya Keuntungan
Input Faktor tradable Domcstik Harga Privat A B C D Harga Sosial E F G H Dampak kebijaksanaan I ] K L
dan distorsi pasar
Sumbcr : Monke dan Pcarson, 1989
Berdasarkan tabel tersebut dapat dihitung dan dianalisis berbagai besaran dan rasio untuk analisis finansial, ekonomi serta darnpak kebijaksanaan pemerintah
terhadap input yang diperdagangkan, input domestik dan output.
Besaran dan rasio untuk anal isis finansial (mencakup keunggulan kompetitif) antara lain adalah :
I. Keuntungan Privat (PP)
PP = D = A - B - C = Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat
-Biaya Input Domestik Privat.
Keuntungan privat adalah perbedaan antara penerimaan dan biaya yang
sesungguhnya diterima dan dibayarkan oleh petani, pedagang atau pengolah hasil
dalam sistem pertanian. Harga yang terjadi adalah harga sesungguhnya yang telah
dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah dan kegagalan pasar. Jika keuntungan
privat yang didapat negatif maka usahatani tersebut rugi dan tidak menguntungkan
untuk diteruskan. Sebaliknya usahatani masih dapat diteruskan j ika keuntungan privat yang diperoleh positif ( > 0) atau sekurang-kurangnya sarna dengan nol
2. Rasio Biaya Privat (Privat Cost Ratio, PCR)
PCR = C Biaya Faktor Domestik Privat
(A - B) Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat Koefisien PCR menunjukkan keunggulan kompetitif dari suatu komoditi.
Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum, maka nilai PCR harus diminimumkan dengan meminimumkan biaya faktor domestik atau
memaksimumkan nilai tambahnya.
Besaran dan rasio untuk analisis ekonomi (mencakup keunggulan
komparatif) antara lain adalah :
I. Keuntungan Sosial (SP)
SP = H = E - F - G = Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Sosial - Biaya Input Domestik Sosial
Keuntungan sosial adalah perbedaan antara penerimaan dan biaya dengan menggunakan harga sosial. Keuntungan sosial ini merupakan indikator efisiensi
dari suatu sistem komoditi atau keunggulan komparatif Efisiensi didapat jika
sumberdaya ekonomi telah digunakan pada aktivitas yang telah menghasilkan
output dan pendapatan petani. Keuntungan sosial juga menunjukkan efisiensi
ekonomi karena output dan input dinilai dalam harga yang menunjukkan nilai
kelangkaannya (Social Opportunity Cost).
Untuk input dan output yang diperdagangkan secara intemasional, harga
sosial diukur berdasarkan harga perdagangan intemasional. Komoditi Impor
menggunakan harga c.i.f dan komoditi ekspor menggunakan harga fo.b. Input
tanah tidak dihitung berdasarkan harga dunla melainkan dengan nilai yang
dikorbankan karena memilih alternatif penggunaan yang terbaik.
2. Rasio Biaya Sumberdaya Oomestik (Domestic Resource Cost, ORC)
ORC = G
=
Biaya Faktor Oomestik Sosial(E-F) Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Sosial Koefisien ORC menunjukkan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik
Suatu aktivitas ekonomi akan efisien secara ekonomi dalam memanfaatkan
sumberdaya domestik dan memiliki keunggulan komparatif bila nilai ORC yang
diperoleh lebih kecil dari satu sehingga pemenuhan permintaan domestik lebih
menguntungkan dengan meningkatkan produksi domestik. Sebaliknya jika nilai
ORC lebih besar dari satu maka aktivitas ekonomi tidak efisien dan pemenuhan
permintaan domestik lebih menguntungkan bila dilakukan dengan impor.
Besaran dan rasio untuk mengukur besar dampak kebijaksanaan pemerintah pada input yang diperdagangkan, input domestik dan output antara lain adalah :
I. Transfer Output (OT)
OT
=
I=
A - E=
Penerimaan Privat - Penerimaan Sosial2. Transfer Input (IT)
IT
=
J=
B - F=
Biaya Input Tradable Privat - Biaya Input Tradable Sosial3. Transfer Faktor (FT)
FT
=
K=
C - G=
Biaya Faktor Oomestik Privat - Biaya Faktor Oomestik Sosial4. Transfer Bersih (NT)
Besaran-besaran diatas adalah sellsih antara baris pertama dengan baris kedua pada matriks PAM, dimana besaran-besaran tersebut menunjukkan besarnya
kegagalan pasar dan dampak insentif kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan
harga input yang diperdagangkan, input domestik dan output yang ditenma
produsen berbeda dengan harga di pasar internasional. Jika kegagalan pasar
dianggap tidak begitu berpengaruh maka besaran tersebut dapat mengukur
besarnya dampak insentif kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan distorsi pada harga input yang diperdagangkan, input domestik dan output.
5. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
NPCO= A
E
Penerimaan Privat
Penerimaan Sosial
Nilai NPCO menunjukkan dampak dari insentif kebijaksanaan pemerintah
yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga
privat dan harga sosial. Bila nilai NPCO yang diperoleh lebih keeil dari satu
menunjukkan adanya kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan harga privat
lebih keeil dari harga di pasaran dunia. Dengan demikian kebijaksanaan pemerintah menghambat ekspor output. Kebijaksanaan ini dapat berupa subsidi
negatif atau berupa restriksi (hambatan) terhadap ekspor.
6. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
NPCI = B
F
= Biaya Input Tradable Privat
Biaya Input Tradable Sosial
Nilai NPCI menunjukkan ada tidaknya proteksi pada input yang
proteksi terhadap produsen Input, sedangkan sektor yang menggunakan Input
tersebut dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Sebaliknya jika nilal NPCI
lebih kecil dari satu menunjukkan adanya harnbatan ekspor input atau subsldl Input
sehingga proses produksi dilakukan dengan menggunakan input dalarn negeri.
7. Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
EPC = A -B = Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat
E-F Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Soslal
Bila nilai EPC lebih besar dari satu berarti terdapat insentif dari kebijaksanaan pemerintah bagi produsen untuk berproduksi, sedangkan bila nilai EPC lebih kecil dari satu maka kebijaksanaan pemerintah telah mengharnbat produsen untuk berproduksi. Nilai EPC sarna dengan satu menunjukkan kebijaksanaan pemerintah tidak menimbulkan insentifuntuk berproduksi.
8. Koefisien Profitabilitas (PC) PC= A-B-C E-F-G = D = H Keuntungan Pnvat Keuntungan Sosial
Rasio PC menunjukkan pengaruh kebijaksanaan yang menunjukkan perbedaan tingkat keuntungan privat dan keuntungan sosiaL Nilai PC lebih kecil
dari satu menunjukkan bahwa produsen belum menerima keuntungan yang
sesungguhnya dapat diperoleh dan kebijaksanaan pemerintah selarna ini kurang
merangsang produsen untuk meningkatkan produksinya.
9. Rasio Subsidi Kepada Produsen (SRP)
SRP = D - H = L = Transfer Bersih
Rasio SRP menunjukkan subsidilinsentif bersih atas penerimaan produsen karena terdapat kebijaksanaan pemerintah. Bila nilai dan SRP negatifmenunjukan
bahwa dengan adanya kebijaksanaan pemerintah produsen membayar biaya
produksi lebih besar dari opportunity cost berproduksi.
Pada penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah Matriks Analisis
Kebijaksanaan (PAM) karena dengan menggunakan metode analisis tersebut, perhitungan dapat dilakukan secara keseluruhan dan sistematis. Output yang
keluar adalah keuntungan privat dan ekonomi, efisiensi finansial dan ekonoml
serta besarnya insentif intervensi pemerintah pada produsen, konsumen dan
pedagang perantara.
b. Studi Pustaka
Studi mengenai keunggulan komparatif dengan menggunakan analisis
matriks kebijaksanaan (PAM) khusus untuk komoditi kakao telah ada yang
melakukan yaitu Asep Noorsapto (1994) yang menganalisis tingkat pengembalian
ekonomi serta biaya produksi dan tataniaga dari sudut keunggulan komparatif pada
sistem komoditi kakao perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan
swasta di Propinsi Sumatera Utara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sistem komoditi kakao
perkebunan rakyat, pembiayaan terbesar berturut-turut adalah biaya tenaga kerja,
biaya input antara dan biaya pada tingkat pedagang perantara. Pada perkebunan
pada perkebunan swasta adalah biaya tenaga kerJa, biaya Input antara dan bIaya
tetap.
Hasil analisis PAM pada tahun dasar 1990, menunjukkan bahwa semua sistem komoditi kakao adalah menguntungkan baik secara finansial maupun secara
ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari
satu. Nilai yang lebih kecil dari satu ini juga menunjukkan bahwa pengusahaan
komoditi kakao di lokasi penelitian secara finansial memiliki keunggulan kompetitif dan secara ekonomi memiliki keunggulan komparatif walaupun tanpa
adanya kebijaksanaan pemerintah.
Kebijaksanaan pemerintah terhadap sistem komoditi kakao pada harga
output menyebabkan penerimaan petani atau produsen lebih rendah daripada jika
tanpa adanya kebijaksanaan atau dengan kata lain kebijaksanaan pemerintah yang
ada memberi dampak mengurangi surplus produsen dan pedagang perantara.
Kebijaksanaan pemerintah pada input yang tradable menghasilkan subsidi kepada produsen kakao. Pada input domestik, kebijaksanaan pemerintah menyebabkan
harga finansial menjadi lebih besar daripada harga ekonoml serta adanya
pengenaan pajak. Secara umum dapat diketahui bahwa kebijaksanaan pemerintah
yang ada memberikan perlindungan yang efektif terhadap sistem komoditi kakao
perkebunan negara dan perkebunan swasta tetapi tidak melindungi secara efektif
pada perkebunan rakyat.
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas karen a analisis
efisiensi dengan menggunakan metoda PAM bersifat sangat statis. Hasilnya
dan perkebunan swasta memiliki tingkat stabilitas yang tinggi terhadap bIaya input
tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Tetapi komoditi kakao perkebunan negara
sangat peka terhadap penurunan harga output.
Secara sederhana metoda PAM digunakan pada analisis sistem komoditi
tunggal (single commodity), yaitu tanaman yang diusahakan pada tiap tahun atau
musim tanam dengan menggunakan teknologi produksi yang kurang lebih sama,
sehingga pengumpulan data dipusatkan hanya pad a input dan hasil komoditi
tunggal tersebut. Tetapi PAM juga dapat digunakan untuk analisis pada sistem
komoditi yang komplek, seperti komoditi tanaman tahunan. Untuk komoditi
tersebut dibutuhkan data dan perhitungan yang lebih lengkap dan terperinci yaitu data biaya-biaya dan penerirnaan dalam satu siklus produksi dari tanaman tersebut
sehingga hasil analisisnya dapat dibuktikan kebenarannya.
Pada penelitian Noorsapto ini, analisis hanya dilakukan pada satu tahun saja
yaitu tahun 1990. Analisis yang dilakukan pada satu tahun tertentu tersebut belurn
dapat rnewakili perkernbangan biaya dan penerimaan selama satu siklus hidup tanaman kakao yang berkisar antara 20-30 tahun. Sehingga hasil penelitian juga
bel urn dapat mencerrninkan sejauhrnana keunggulan komparatif, keunggulan
kompetitif dan dampak kebijaksanaan pemerintah terhadap sistem komoditl kakao
di lokasi penelitian. Untuk rnenghindari hal tersebut sebaiknya penelitian
rnengenai keunggulan komparatif khusus untuk komoditi tanaman tahunan seperti
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perkebunan Rajamandala, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat yang merupakan salah satu perkebunan kakao dalam ruang lingkup PT Perkebunan XII. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan
bahwa dalam jangka pendek upaya peningkatan komoditi kakao baru dapat
dilakukan oleh Perkebunan Besar Negara dan PTP XII yang berlokasi di Propinsi
Jawa Barat merupakan salah satu dari tiga besar lokasi PBN di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 1996, yang meliputi survei penjajagan ke lokasi penelitian, penyusunan rencana kerja dan
pengumpulan data di lapangan.
3. Data dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan
pihak-pihak yang terlibat langsung dalam usaha pengembangan perkebunan kakao
maupun stafkantor Perkebunan Rajamandala.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari Laporan Manajemen Bulanan
Perkebunan Rajamandala serta pustaka yang relevan dengan penelitian Inl yang
berasal dari instansl lain seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal
Perkebunan, Asosiasi Kakao Indonesia, Departemen Pertanian, dan hasil-hasil
penelitian terdahulu.
4. Tahapan Analisis
1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani atau produsen dan
didalarnnya terdapat kebijaksanaan pemerintah.
2. Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili
biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditi yang tradable, harga
bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.
3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan ke dalarn tradable dan non tradable (faktor domestik).
4. Nilai eksternalitas sarna dengan DOl.
Langkah-Iangkah yang dilakukan untuk membangun model PAM adalah
sebagai berikut :
a. Menentukan Input dan Output Fisik dari Aktivitas
Dalarn aktivitas sistem komoditi kakao yang digolongkan ke dalarn \ komponen input adalah semua input yang digunakan dalarn proses produksi
sarnpai menghasilkan output yang siap jual. Input-input produksi tersebut adalah
tanah, tenaga kerja, peralatan, bangunan, bunga modal atau kapital, bibit, pupuk,
pestisida, bahan bakar dan bahan-bahan lain. Sedang output yang dihasilkan
adalah berupa biji kakao kering.
b. Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing
Dalarn mengalokasikan biaya ke dalarn komponen biaya domestik dan
asing, terdapat dua pendekatan, yaitu : Pendekatan Langsung (Direct Approach)
dan Pendekatan Total (Total Approach) (Monke & Pearson, 1989). Pendekatan
langsung mengasumsikan seluruh biaya input yang dapat diperdagangkan (input
biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permmtaan mput tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional.
Sementara pada pendekatan total, setiap biaya input tradable dibagi ke
dalam komponen biaya domestik dan asing serta dipergunakan apabila produsen lokal dilindungi sehingga tarnbahan penawaran input tradable didatangkan dari
produsen lokal.
Pada sistem komoditi kakao, input-input yang tergolong non tradable
adalah tanah, tenaga kerja, bibit kakao, bangunan, jalan, biaya lain-lain di kebun
dan di luar kebun. Sedangkan yang tergolong input tradable adalah pupuk (urea,
KCI, TSP, Roek Phospate, dan Dolomite), insektisida, herbisida dan peralatan mesin pengolahan.
Alokasi Biaya Produksi
Proses produksi merupakan kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu komoditi. Penggunaan input atau faktor
produksi dalam kegiatan produksi dapat dinilai dari segi biayanya. Sehingga biaya
produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan, baik yang dibayar secara tunai maupun yang diperhitungkan untuk menghasilkan suatu komoditi.
Pada sistem komoditi kakao, input-input yang tergolong non tradable
adalah bib it, lahan, bunga modal, tenaga kerja dan kayu bakar, sehingga
dialokasikan 100 persen sebagai komponen biaya domestik. Sedangkan input
tradable yang digunakan adalah pupuk kimia (urea, TSP, KCI, Rock Phospate dan
Dolomite), Herbisida (Paracol, Wall Up, dll), dan Insektisida (Supracide,
asing kecuali untuk pupuk urea karena mdustri pupuk Indonesia telah
memproduksi pupuk tersebut sejak tahun 1969.
Pengalokasian peralatan pertanian dan pengolahan mengacu pada cara yang
dikemukakan oleh Suryana (I995) yang mengalokasikan peralatan ke dalam komponen asing 50 persen dan komponen domestik 50 persen, karen a walaupun
peralatan tersebut pasamya lebih ditentukan oleh pasar domestik namun input yang
digunakan untuk menghasilkannya sebagian merupakan input asing
Dalam proses pengolahan menghasilkan biji kakao kering dibutuhkan input
lain seperti tenaga listrik, air, dan bangunan pabrik. Dengan berdasarkan Tabel
Input-Output Indonesia sektor 451, tenaga listrik dibagi atas 94,04 persen domestik dan 5,83 persen asing. Untuk air dibagi atas 90,46 persen domestik dan 4,35
persen asing. Sedangkan pemeliharaan bangunan dan mesin-mesin pengolahan
dialokasikan atas 68,71 persen domestik dan 28,28 persen asing. Alokasi biaya produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel5. A10kasi Biaya Produksi ke Da1am Komponen Biaya Domestik dan Asing
No. Jenis Biaya Asing (%) Domestik (%)
I. Pupuk kimia kecuali urea 100 0
2. Urea 0 100 3. Obat -obatan 100 0 4. Tenaga Kerja 0 100 5. Sewa Laban 0 100 6. BungaModal 0 100 7. Pera1atan Pertanian 19,53 76,41 8. Kayu Bakar 0 100
9. Peralatan pengo laban dan mesin-mesin 50 50
10. Pemeliharaan bangunan pabrik 28,28 68,71
11. Tenaga listrik 5,83 94,04
12. Air 4,35 90,46
Alokasi Biaya Tataniaga
Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau
kegunaan suatu barang, yakni kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Alokasi biaya tataniaga dalam penelitian ini didasarkan pada perhitungan yang dilakukan oleh
Octaviany (1991) yang membagi biaya tataniaga atas biaya penanganan dan biaya
pengangkutan.
Tabel6. Alokasi Biaya Tataniaga atas dasar Komponen Biaya Domestik dan Asing
Komponen Biaya Tataniaga (%)
Domestik Asing
Penanganan 82,05 17,19
Pengangkutan 44,32 54,47
c. Penentuan Harga Bayangan
Harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan persamgan sempurna dan dalam kondisi
keseimbangan (Gittinger, 1986). Dalam kenyataannya, sulit menjumpai pasar
dengan keadaan bersaing sempurna karena adanya berbagai gangguan akibat
kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah mmimum dan
sebagainya. Alasan digunakannya harga bayangan dalam anaiIsls ekonomi adalah,
Pertama, harga yang berlaku di pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya
diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut.
Kedua, harga pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan
seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang
Disamping itu, terdapat dua haJ penting daJam penggunaan harga bayangan, yaitu (1) Harga bayangan bukanJah harga-harga keselmbangan yang akan terJadi
daJam perekonomian yang tidak terdapat gangguan-gangguan. Penaksiran darl
harga bayangan ini akan memberikan informasi yang penting yang dapat
digunakan sebagai Jandasan untuk merancang kebijaksanaan yang dapat
menghiJangkan gangguan-gangguan. (2) Perlunya pendefinisian yang jeJas
terhadap tujuan-tujuan sosiaJ ekonomi dari kebijaksanaan pembangunan nasional
(Squire, 1982 dikutip oJeh Soekotjo, \993).
Dalam penentuan harga bayangan sehubungan dengan penelitian in! akan
digunakan metode penentuan harga bayangan sebagaimana yang dikemukakan
oleh Gittinger (1986) dengan berbagai penyesuaian.
Harga Bayangan Output
Harga bayangan output yang digunakan adaJah harga perbatasan (border price) yaitu tingkat harga intemasionaJ yang berJaku pada perbatasan negara yang
bersangkutan terhadap luar negeri. Untuk output yang diekspor atau mempunyai potensi untuk diekspor, harga bayangan yang dipakai adaJah harga fO.b. (free on
board). Harga fO.b. yang digunakan adaJah harga di peJabuhan bongkar muat di
peJabuhan Jaut. Harga tersebut kemudian dikonversikan dengan niJm tukar ruPIah
dan selanjutnya dikurangi biaya transpor dan biaya tataniaga
Sedangkan untuk output yang diimpor atau kemungkinan diimpor, harga
bayangannya adaJah harga c.i.f (cost insurance freight) yang kemudian ditambah
biaya transpor dan biaya tataniaga. Untuk output yang non tradable atau tidak
Kakao merupakan komoditi penghasil devisa negara dlmana sebagian besar
hasil produksinya ditujukan untuk ekspor, sehingga harga bayangan yang
digunakan dalarn penelitian ini adalah harga ekspor atau harga fo.b.
Harga Bayangan Sarana Prodllksi dan Peralatan
Dalarn menentllkan harga bayangan untuk input saran a produksi dan
peralatan tidak berbeda dengan cara penentuan harga bayangan output. Cara yang
digunakan terlebih dahulu input-input dikelompokkan ke dalarn barang yang tradable (dapat diperdagangkan) dan non-tradable (tidak diperdagangkan). Input
yang tradable dinilai berdasarkan harga perbatasannya yaitu fo.b. untuk komoditi
yang diekspor dan c.i.f untuk yang diimpor sedangkan yang non tradable
berdasarkan harga pasar dalarn negen. Dalarn hal ini yang termasuk tradable
adalah pupuk dan obat-obatan, sementara yang non tradable adalah bibit kakao
dan peralatan.
Bibit. Dalarn penelitian ini, kebutuhan bibit kakao dltentukan oleh pasar domestik dan termasuk input yang non tradable sehingga harga bayangannya
sarna dengan harga aktualnya.
PIlPIlk. Untllk tanarnan kakao, pupuk yang digunakan adalah pupuk klmia yaitu pupuk urea, TSP, KC1, Rock Phospate dan Dolomite. Harga bayangan pupuk
urea adalah harga fo. b. karena industri pupuk Indonesia seJak tahun 1969 telah
memproduksi pupuk urea dan pad a tahun 1977 telah melakukan ekspor ke
berbagai negara (Toni, 1991). Sedangkan untuk TSP dan Rock Phospate
Untuk pupuk KCI, harga bayangannya sarna dengan harga aktualnya karena
perdagangannya telah diserahkan pada pasar bebas.
Obat-obatan. Pada tanaman kakao, obat-obatan yang digunakan antara lain Paracol, Wall Up, Supracide, Lebaycide dan lain-lain. Harga bayangan
obat-obatan tersebut ditentukan berdasarkan harga aktualnya karena subsidi terhadap
obat-obatan atau bahan kimia untuk pemberantasan harna dan penyakit telah
dihapuskan.
Peralatan. Alat-alat pertanian yang digunakan pada tingkat usahatani antara lain alat penyemprot harna, cangkul, sabit, parang dan peralatan lainnya.
Sedangkan pada tingkat pengolahan di pabrik peralatan yang digunakan antara lain
alat pencuci biji kakao, conveyor biji kakao, sirkuler dryer dan alat pembantu
lainnya.
Harga bayangan peralatan dihitung berdasarkan nilai penyusutan per tahun
yang nilainya sarna dengan harga aktualnya. Harga bayangan sarna dengan harga
aktualnya dengan pertimbangan tidak ada kebijaksanaan pemerintah yang secara
langsung mengatur harga peralatan sehingga harga peralatan yang ada di pasar
domestik mendekati persaingan sempurna (Nuryartoro, 1992)
Selain peralatan-peralatan terse but, juga dibutuhkan tenaga listrik dan aIr
serta bangunan dalarn proses pengolahan biji kakao dimana harga bayangannya
dihitung berdasarkan nilai yang dikeluarkan per tahun dimana nilainya sarna
Harga Bayangan Tenaga Kerja
Dalarn menentukan harga bayangan tenaga kerja perlu dibedakan antara
tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik. Dalarn pasar persaingan sempurna, tingkat
upah pasar akan mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya, sehingga besarnya
upah pasar dapat dipakai sebagai harga bayangan tenaga kerja (Gittinger, 1 986}.
Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan keadaan pasar tenaga kerja di Indonesia
terutarna untuk tenaga kerja tidak terdidik. Tingkat upah yang diberikan seringkali
melebihi biaya imbangannya, sehingga tingkat upah pasar tidak dapat dipakai
sebagai harga bayangan.
Penilaian harga bayangan tenaga kerja bertujuan untuk mengukur biaya
imbangan tenaga kerja, yaitu output marjinal yang hilang karen a tenaga kerja
digunakan di tempat lain (Squire, 1976 dikutip oleh Soekotjo, 1993). Menghitung
besarnya harga bayangan tenaga kerja sangat sulit karena kurangnya mformasi dan
data yang diperlukan. Karenanya dalarn penelitian ini, harga bayangan tenaga
kerja akan ditetapkan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang dilakukan
di Pulau Jawa yaitu sebesar 70 persen dari harga aktualnya.
Harga Bayangan Lahan
Harga bayangan lahan dapat dilihat dari harga sewa, harga beli atau
perkiraan langsung. Dalarn penelitian ini, harga bayangan lahan dihitung
berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Gittinger (1986), yaitu memakai nilai
sewa lahan yang berlaku di daerah penelitian dimana diasumsikan harga bayangan
lahan sarna dengan harga aktualnya karena tidak ada kebijaksanaan pemerintah
Harga Bayangan Nilai Tukar Vang
Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang
adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang.
Keseimbangan akan terjadi apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsidi
terhadap ekspor dan impor dihilangkan (Bancha dan Taylor, 1971 dikutip oleh
Suryana, 1980).
Keseimbangan harga bayangan nilai tukar uang (Shadow Exchange Rate,
SER) merupakan hubungan antara nilai tukar uang resmi (Official Exchange Rate,
OER), premium valuta asing (Fx Premium) dan faktor konversi baku (StCF), yaitu
sebagai berikut :
SER = OER x (l
+
Fx Premium) I S t C F = - - - sehingga (I+
Fx Premium) OER SER=---StCFHarga Bayangan Bunga Modal
Harga bayangan bunga modal adalah tingkat bunga terteritu atau tingkat
pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah (Suryana, 1980). Tingkat bunga
modal ini diperlukan dalam menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses
produksi. Dalam perhitungan analisis finansial, besarnya bunga modal dihitung
berdasarkan tingkat suku bunga kredit rata-rata yang berlaku di bank nasiona!.
ini tidak diperhitungkan karena diasumsikan seluruh modal yang digunakan berasal
dari dalarn negeri
4. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk menguji hasil analisis keunggulan
komparatif yang diperoleh apabila harga bayangan input dan output serta
produktivitas yang diperoleh berubah. Analisis ini dikerjakan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur, kemudian menentukan pengaruh
dari perubahan tersebut pada hasil analisis.
Hasil analisis ini akan berguna sebagai kerangka atau pedoman baik dalarn
rangka efisiensi ekonomis maupun untuk penelitian dengan tujuan efisiensi teknis.
Dalarn penelitian ini, analisis sensitivitas yang akan dilakukan adalah :
1. Analisis sensitivitas pada saat harga output finansial menurun 15,00 persen dan
harga output ekonomi menurun 20,00 persen dengan asumsi faktor-faktor lain
dianggap tetap. Penentuan besamya penurunan tingkat harga output tersebut
berdasarkan kepada rata-rata pertumbuhan harga output biji kakao kering selama 15 tahun terakhir ini.
2. Analisis sensitivitas pad a saat upah tenaga kerja meningkat sebesar 15 persen
dari harga upah di daerah penelitian, dengan asumsi faktor lain tetap. Hal
tersebut didasari oleh rata-rata kenaikan Upah Minimum Regional di Propinsi
Jawa Barat termasuk Kabupaten Bandung.
3. Analisis sensitivitas pada saat harga pupuk urea, KCI dan Rock Phospate
meningkat dengan peningkatan masing-masing sebesar 13,11 %,17,93 %, dan
berdasarkan atas rata-rata pertumbuhan harga pupuk selama 15 tahun terakhir
In!.
4. Analisis sensitivitas gabungan yaitu apabila terjadi penurunan harga output sementara upah tenaga kerja dan harga pupuk mengalami peningkatan