• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjalanan Obat Dalam Tubuh pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perjalanan Obat Dalam Tubuh pada"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tujuanya didalam tubuh,yaitu

tempat kerjanya atau targetsite,obat harus mengalami banyak proses. Dalam garis

besarnya,proses-proses ini dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu fase farmasetik,fase

farmokinetika dan fase farmokodinamika.

Efek obat tidak tergantung dari factor farmakologi saja,tetapi juga dari bentuk

pemberian dan terutama dari formulasinya. Dimana fator formulasi yang dapat mengubah

efek obat dalam tubuh yaitu benuk fisis zat aktif,keadaan kimiawi,zat pembantu,dan proses

teknik yang digunakan untuk membuat sediaan.

Mengingat proses perjalanan obat didalam tubuh ini merupakan proses penting yang

menentukan berhail atau tidaknya obat itu memberikan suatu efek bagi tubuh maka didalam

makalah ini kami akan membahas tentang perjalanan obat didalam tubuh secara lebih

dalam lagi.

(2)

keberhasilan obat mencapai target akan menimbulkan efek yang diharapkan. Selain itu juga

maksud dengan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memahami proses obat yang bisa

memberikan efek yang tak diinginkan dan bagaimana obat bisa bersifat racun didalam

tubuh.

(3)

2.1 Perjalanan Obat Dalam Tubuh (ADME)

Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum tiba pada

tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi

menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau farmasi, fase

farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Untuk menghasilkan efek farmakologi

atau efek terapi, obat harus mencapai tempat aksinya dalam kosentrasi yang cukup

untuk menimbulkan respon. Tercapainya kosentrasi obat tergantung dari jumlah obat

yang diberikan, tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorbsi dari tempat

pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian lain dari badan. Efek

karakteristik dari obat akan hilang, apabila obat telah Bergerak ke luar dari badan

dan konsekuens i dari letak aksinya baik dalam bentuk yang tidak berubah atau

setelah mengalami metabolisme obat dan terjadi metabolit yang dikeluarkan melalui

proses ekskresi. Oleh karena itu sangat penting diketahui bagaimana cara badan telah

menangani obat dengan proses absorbs, distribusi, metabolism dan ekskresi, bila kita

(4)

Faktor-faktor formulasi yang dapat merubah efek obat dalam tubuh adalah:

 Bentuk fisik zat aktif (amorf atau kristal, kehalusannya)  Keadaan kimiawi (ester, garam, garam kompleks dsbnya)

 Zat-zat pembantu (zat pengisi, pelekat, pelicin, pelindung dan sebagainya)  Proses teknik yang digunakan untuk membuat sediaan

2.2 fase-fase perjalanan obat dalam tubuh

Skema:

(5)

2.2.1

Fasa Biofarmasi atau Farmasetika

adalah fase yang meliputi waktu mulai penggunaan obat melalui mulut

sampai pelepasan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Fase ini berhubungan

dengan ketersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorbsi.

Dalam biofarmasi ini kita akan mengenal beberapa istilah yang berhubungan

dengan aspek-aspek yang kita pelajari :

A. Ketersediaan farmasi (Farmaceutical Availability)

Adalah ukuran waktu yang diperlukan oleh obat untuk melepaskan diri

dari bentuk sediaannya dan siap untuk proses resorpsi. Kecepatan melarut

obat tergantung dari berbagai bentuk sediaan dengan urutan sebagai berikut:

(6)

B. Ketersediaan hayati (Biological Availability)

Adalah prosentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu dosis yang

diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutiknya.

C. Kesetaraan terapeutik (Therapeutical Equivalent)

Adalah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat paten yang meliputi

kecepatan melarut dan jumlah kadar zat berkhasiat yang harus dicapai di

dalam darah. Kesetaraan terapeutik dapat terjadi pada pabrik yang berbeda

atau pada batch yang berbeda dari produksi suatu pabrik.

D. Bioassay dan standardisasi

Bioassay adalah cara menentukan aktivitas obat dengan menggunakan

binatang percobaan seperti kelinci, tikus, kodok dan lain-lain.

Standarisasi ialah kekuatan obat yang dinyatakan dalam Satuan Internasional

atau IU (International Unit) yang bersamaan dengan standart-standart

internasional biologi dikeluarkan oleh WHO. Ukuran-ukuran standart ini

(7)

dikembangkan, bioassay mulai ditinggalkan, begitu pula dengan penggunaan

satuan biologi dan selanjutnya kadar dinyatakan dalam gram atau miligram.

Obat yang kini masih distandarisasi secara biologi adalah insulin

(menggunakan kelinci), ACTH (menggunakan tikus), antibiotik polimiksin

dan basitrasin, vitamin A dan D, faktor pembeku darah, preparat-preparat

antigen dan antibody, digitalis dan pirogen.

2.2.2

Fasa Farmakokinetika

adalah fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang

ditentukan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus di absorbsi

ke dalam darah, yang akan segera di distribusikan melalui tiap-tiap jaringan

dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat protein darah dan mengalami

metabolisme, terutama dalam melintasi hepar (hati). Meskipun obat akan

didistribusikan melalui badan, tetapi hanya sedikit yang tersedia untuk diikat

(8)

Skema farmakonetik

(9)

Absorbsi adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran

darah. Kecepatan dan efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Untuk

intravena, absorbs sempurna yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi

sistemik. Proses absorbsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada

umumnya obat yang tidak diabsobsi tidak menimbulkan efek, kecuali antasida dan

obat yang bekerja local. Proses absorbs terjadi diberbagai tempat pemberian obat,

seperti saluran cerna, otot, rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya. Transfer obat dari

saluran cerna tergantung pada sifat-sifat kimianya, obat-obat bisa diabsorbsi dari

saluran cernasecara difusi pasif atau transport aktif.

Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

1. Kelarutan obat

Agar dapat diabsorbsi, obat harus dalam larutan. Obat yang diberikan dalam

larutan akan lebih cepat diabsorbsi daripada yang harus larut dulu dalam

cairan tubuh sebelum diabsorbsi. Obat yang sukar sekali larut akan sukar

diabsorbsi pada saluran gastrointestinal.

(10)

Semakin mudah terjadi difusi dan makin cepat melintasi sel membrane, makin

cepat obat diaborbsi.

3. Kosentrasi obat

Semakin tinggi kosentrasi obat dalam larutan, makin cepat diabsorbsi.

4. Sirkulasi pada letak absorbsi

Jika tempat absorbsi mempunyai banyak pembuluh darah, maka absorbs obat

akan lebih cepat dan lebih banyak. Misalnya pada injekasi anestesi local

ditambah adrenalin yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, dimaksudkan

agar absorbs obat diperlambat dan efeknya lama.

5. Luas permukaan kontak obat

Obat lebih cepat diabsorbsi olehi bagian tubuh yang mempunyai luas

permukaan yang besar, misalnya endetarium paru-paru, mokusa usus, dan

usus halus.

6. Bentuk sediaan cair

Kecepatan absorbs obat tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari bahan

(11)

larutan dalam air – serbuk - kapsul - tablet bersalut gula - tablet bersalut

enteric.

Beberapa hal sebagai contoh dimana bentuk obat mempengaruhi absorbs :

- Absorbs obat dapat diperpanjang dengan penggunaan bentuk obat

long-acting.

- Kecepatan absorbs injeksi dapat diturunkan dengan menggunakan

suspense atau emulsi, untuk obat yang sukar larut.

- Absorbs obat dapat dipercepat dengan memperkecil ukuran partikel.

- Jumlah dan sifat bahn pengikat serta bahan penghacur, tekanan tablet

akan mempenggaruhi absorbs obat dalam bentuk tablet,

7. Rute cara pemberian obat

Rute cara pemakaian obat bermacam-macam antara lain :

- Melalui mulut (oral)

- Melalui sublingual (dibawah lidah) atau buccal (antara gusi dan pipi)

- Melalui rectal

(12)

- Melalui endotel paru-paru

- Melalui kulit (efek local), topical

- Melalui urogenital (efek local)

- Melalui vaginal (efek local)

B. Distribusi

Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan.

Dalam peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan

dengan cara yang relative lebih muda dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi

atau pengeluaran obat.

Distribusi adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan

aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan.

Pengiriman obat dari plasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah,

permeabilitas kapiler, derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau

jaringan dan hidrofobisitas dari obat tersebut.

Factor-faktor penting yang berhubungan dengan distribusi obat antara lain :

(13)

Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang

tinggi adalah pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah

yang perfusinya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot

dan kulit adalah sedang. Perubahan dalam aliran kecepatan darah (sakit

jantung) akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh

terhadap kecepatan eliminasi obat.

 Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makromolekul

Penetrasi obat tergantung pada luasnya kadar gradient, bentuk yang dapat

berdifusi bebas, factor seperti pH gradient dan ikatan pada konstituen

intraseluler akan mempengaruhi akumulasi dalam jaringan.

 Partisi ke dalam lemak

Obat yang larut dalam lipid dapat mencapai kosentrasi yang tinggi dalam

jaringan lemak. Obat akan disimpan oleh larutan fisis dalam lemak netral.

Jumlah lemak adalah 15% dari berat badan dan merupakan tempat

penyimpanan untuk obat. Lemak juga mempunyai peranan dalam membatasi

efek senyawa yang kelarutannya dalam lemak adalah tinggi dengan bekerja

sebagai akseptor obat selama fase redistribusi.

(14)

Pemasukan ke dalam jaringan dapat juga terjadi dengan proses transport aktif.

Metadon, propanolol dan amfetamin diangkut ke dalam jaringan paru-paru

oleh proses aktif. Hal ini merupakan mekanisme yang penting untuk

pemasukan obat tersebut yang besar dalam paru-paru.

 Sawar

Distribusi obat ke susunan syaraf pusat dan janin harus menembus sawar

khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Sawar darah otak, penetrasi obat

dari peredaran darah ke dalam ruang ekstraseluler susunan saraf sentral dan

cairan cerebrospinal dibatasi atau ditentukan oleh keadaan permukaan

absorbs.

 Ikatan obat dengan protein plasma

Factor yang penting dalam distribusi obat adalah ikatannya dengan protein

plasma yang merupakan makromolekul. Banyak obat terikat dengan protein di

dalam plasma darah dan jaringan lain. Umumnya ikatannya merupakan proses

reversible dan akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat.

Protein yang terdapat dalam plasma dan mengadakan ikatan dengan obat

adalah albumin. Bentuk persamaan obat dengan protein dapat dituliskan

(15)

Obat + protein plasma kompleks obat-protein plasama

Ikatan senyawa kompleks obat tersebut akan berdisosiasi, hingga bentuk obat

tersebut dapat diekskresikan.

C. Metabolisme

Metabolisme sering disebut biotransformasi dan merupakan suatu istilah yang

menggambarkan metabolism obat. Kebanyakan obat akan mengalami biotransformasi

terlebih dahulu agar dapat dikeluarkan dari badan. Pada dasarnya tiap obat

merupakan zat asing yang tidak diinginkan oleh badan dan badan berusaha merombak

zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskersikan

melalui ginjal, jadi reaksi biotransformasi yang merupakan peristiwa detoksifikasi.

Reaksi biotransformasi dapat berupa oksidasi, hidrolisa dan konjugasi.

Biotransformasi berlangsung terutama di hati, di saluran pencernaan, tetapi beberapa

obat mengalami biotransformasi di ginjal, plasma dan mukosa intestinal, meskipun

secara kuantitatif letak tersebut dipandang tidak penting,

Perubahan yang terjadi disebabkan oleh reaksi enzim dan digolongkan menjadi 2

fase, yaitu fase pertama merupakan reaksi perubahan yang asintetik dan fase kedua

(16)

Dalam metabolisme senyawa asli mengalami perubahan kimiawi dan

dianggap sebagai mekanisme eliminasi obat, meskipun masalah ekskresi metabolit

tetap ada. Kebanyakan metabolit mempunyai sifat partisi yang nyata berbeda

dibanding dengan senyawa aslinya terutama sifat lipofilnya menurun. Senyawa baru

tersebut mudah diekskresikan karena tidak segera diabsorbsi dari cairan tubuli ginjal.

Metabolism dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologi dari obat dengan

bermacam-macam cara. Kebanyakan aktivitas farmakologi dapat menurun atau hilang

setelah mengalami metabolism. Hal tersebut dapat digunakan untuk menentukan lama

maupun intensitas aksi obat. Pada beberapa obat yang disebut produk tidak aktif

secara biologi, tetapi metabolisme obat itu dapat mengaktifkan obatnya dalam hal ini

dimaksudkan agar tujuan terapi dapat tercapai.

D. Ekskresi

Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat

diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain yang

utama adalah eliminasi obat melalui system empedu masuk ke dalam usus kecil, obat

atau metabolitnya dapat mengalami reabsorbsi (siklus enterohepatik) dan eliminasi

(17)

air ludah dan air susu merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi

yang disusui. Zat yang menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.

Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi merupakan resultante dari 3

proses antara lain :

a. Filtrasi di glumerolus

Glumerolus merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat yang

lebih kecil dari albumin melalui cela antara sel endotelnya sehingga semua

obat yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi disana.

b. Sekresi aktif di tubuli proksimal

Banyak obat diangkut melaui tubuli proksimal secara aktif ke dalam urine

yang ada di tubuli dan disebut sekresi tubuli aktif. Sekresi obat dapat

ditunjukan bila kecepatan pembuangan urine melebihi kecepatan filtrasi

glomeruli.

c. Reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal

Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorbsi pasif untuk bentuk non ion.

Oleh karena itu untuk obat berupa elektrolit lemah, proses reabsorbsi ini

bergantung pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat ionisasi. Bila urine

lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorbsinya

(18)

asam, ekskresi asam lemah berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi

dalam ekskresi basa lemah.

Banyak metabolit obat yang berbentuk di hati di ekskresi ke dalam usus

melalui empedu, kemudian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering diserap

kembali di saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.

Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu dan rambut,

tetapi dalam jumlah yang relative kecil sekali sehingga tidak berarti dalam

pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk

menentukan kadar obat tertentu.

2.2.3

Fasa Farmakodinamika

adalah fase dimana obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor dan

siap memberikan efek.Fase farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah

efek obat dalam tubuh atau mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologis

tubuh. Kebanyakan obat pada tubuh bekerja melalui salah satu dari proses

interaksi obat dengan reseptor, interaksi obat dengan enzim, dan kerja obat

non spesifik.Interaksi obat dengan reseptor terjadi ketika obat berinteraksi

dengan bagian dari sel, ribosom, atau tempat lain yang sering disebut sebagai

reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa protein, asam nukleat, enzim,

(19)

bereaksi, maka efeknya akan meningkat. Interaksi obat dengan enzim dapat

terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi dengan enzim pada tubuh. Obat ini

bisa dengan cara mengikat (membatasi produksi) atau memperbanyak

produksi dari enzim itu sendiri. Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik

bekerja dengan cara mengikat enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri

bekerja dengan cara mendegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Jadi

ketika asetilkolin esterase dihambat, maka asetilkolin tidak akan dipecah

menjadi asetil dan kolin.Yang ketiga adalah kerja non spesifik. Maksud dari

kerja non spesifik adalah obat tersebut bekerja dengan cara tanpa mengikat

reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Na-bikarbonat yang merubah

cairan pH tubuh, alkohol yang mendenaturasi protein, dan norit yang

mengikat toksin, zat racun, atau bakteri.

Obat yang berikatan dengan reseptor disebut agonis. Kalau ada obat

yang tidak sepenuhnya mengikat reseptor dinamakan dengan agonis parsial,

karena yang diikat hanya sebagian (parsial). Selain menimbulkan efek

farmakologis, ketika reseptor diduduki suatu senyawa kimia juga bisa tidak

menimbulkan efek farmakologis. zat tersebut diberinama antagonis. Jika

nantinya obat antagonis dan agonis diberikan secara bersamaan dan obat

antagonis memiliki ikatan yang lebi kuat maka dapat menghalangi efek

(20)

Disebut antagonis kompetitif ketika obat itu berikatan di tempat yang sama

dengan obat agonis.

2.3 Cara -cara pemberian obat

Disamping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan

cepat-lambatnya dan lengkap atau tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek

yang diinginkan,yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh ) atau efek lokal ( setempat ),

keadaan pasien dan sifat-sifat fisika – kimia obat.

a) Efek Sistemis

(1) Oral

 Pemberiannya melalui mulut.

 Mudah dan aman pemakaiannya , lazim dan praktis

 Tidak dapat diterapkan untuk obat yang bersifat merangsang (emetin,

aminofillin) atau yang diuraikan oleh getah lambung (benzil penisilin,

(21)

 Dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum diedarkan ke tempat kerjanya  Digunakan untuk mencapai efek lokal dalam usus misalnya untuk obat cacing,

dan obat diagnostik untuk pemotretan lambung-usus.

 Pemberian antibiotik untuk sterilisasi lambung-usus pada infeksi atau sebelum

operasi.

(2) Oromukosal

Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam cara yaitu :

 Sub Lingual :

 Obat ditaruh dibawah lidah

 Terjadi resorpsi oleh selaput lendir ke vena-vena lidah yang sangat banyak.  Obat langsung masuk peredaran darah tanpa melalui hati (tidak

di-inaktifkan).

 Efek yang diinginkan tercapai lebih cepat.  Efektif untuk serangan jantung, asthma.

 Kurang praktis untuk digunakan terus menerus karena dapat merangsang

selaput lendir mulut.

 Bentuk tablet kecil contoh Isosorbid tablet.

 Bucal:

 Obat diletakkan diantara pipi dan gusi.

(3) Injeksi

Adalah pemberian obat secara parenteral, yaitu di bawah atau menembus

kulit/ selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk :

(22)

 Terutama untuk obat-obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung  Diberikan pada pasien yang tidak sadar, atau tidak mau bekerja sama.

 Keberatan pada pasien yang disuntik (sakit) dan mahal, sulit digunakan.  Ada bahaya infeksi, dapat merusak pembuluh atau saraf.

Macam-macam jenis suntikan:

1. Subkutan /hipodermal (s.c).

Penyuntikan di bawah kulit , hanya untuk obat yang tidak merangsang dan

larut baik dalam air atau minyak, efeknya agak lambat dibanding cara i.m atau

iv, mudah digunakan sendiri contohnya suntikan Insulin.

(23)

2. Intra muscular (i.m).

Penyuntikan dilakukan dalam otot , resorpsi obat berlangsung 10 -30 menit

untuk memperpanjang kerja obat sering dipakai larutan atau suspensi dalam

minyak. Tempat injeksi otot pantat atau lengan atas.

Intra muscular (i.m).

3. Intra vena (i.v).

Penyuntikan dilakukan didalam pembuluh darah, efeknya paling cepat (18

detik) karena benda asing langsung dimasukkan kedalam aliran darah,

sehingga mengakibatkan reaksi-reaksi hebat seperti turunnya tekanan darah

secara mendadak shock dan sebagainya. Infus intravena dengan obat sering

(24)

cepat metabolismenya dan ekskresinya guna mencapai kadar plasma tetap

tinggi. Bahaya trombosis terjadi bila infus dilakukan terlalu sering pada satu

tempat.

Intra vena (i.v).

4. Intra arteri (i.a).

Penyuntikan kedalam pembuluh nadi, dilakukan untuk membanjiri suatu

organ misalnya Pada penderita kanker hati.

5. Intra cutan (i.c)

Penyuntikan dilakukan didalam kulit , absorbsi sangat perlahan misalnya

(25)

Intra cutan (i.c)

6. Intra lumbal

Penyuntikan dilakukan kedalam ruas tulang belakang (sumsum tulang

belakang) misalnya anestetika umum.

7. Intra peritonial.

Penyuntikan kedalam ruang selaput ( rongga ) perut.

8. Intra cardial

Penyuntikan kedalam jantung.

9. Intra pleural

(26)

10. Intra articuler

Penyuntikan kedalam celah-celah sendi.

(4) Implantasi

Obat dalam bentuk Pellet steril dimasukkan dibawah kulit dengan alat khusus

(trocar). Terutama digunakan untuk efek sistemik lama , misalnya obat-obat hormon

kelamin (estradiol dan testosteron). Akibat resorpsi yang lambat satu pellet dapat

melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5 bulan.

(5) Rektal

Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini memiliki efek sistemik

lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali digunakan untuk

obat yang mudah dirusak oleh asam lambung

Contoh :

(27)

Salep yang dioleskan pada permukaan rektal hanya mempunyai efek lokal.

(6) Transdermal.

Cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap

secara perlahan dan kontinyu masuk kedalam sistim peredaran darah, langsung ke

jantung. Umumnya untuk gangguan jantung misalnya Angina pectoris, tiap dosis

dapat bertahan 24 jam contohnya Nitrodisk dan Nitroderm TTS (Therapeutik

Transdermal System), dan preparat hormon.

(28)

(1) Kulit (Percutan)

Obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit, bentuk obat

salep, cream dan lotio.

(2) Inhalasi.

Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan

dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan, dan pernafasan. Contoh: bentuk

sediaan gas, zat padat atau aerosol.

(3) Mukosa Mata Dan Telinga

Obat diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga, bentuknya obat

tetes atau salep, obat diresorpsi kedalam darah dan menimbulkan efek.

(4) Intra vaginal.

Obat diberikan melalui selaput lendir atau mukosa vagina , biasanya berupa

obat anti fungi dan pencegah kehamilan. Dapat berbentuk ovula, salep, cream dan

(29)

(5) Intranasal.

Obat diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput atau

(30)

Referensi

Dokumen terkait

kualitas audit dan penentuan discretionary accruals dimana kualitas audit ditentukan dengan cara menggabungkan profitabilitas dalam mendeteksi dan melaporkan kesalahan laporan

• Sekda, Kepala BPKAO, dan Kepala Biro Hukum agar mencarikan cara untuk meyerahkan 50% saham PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), PT Pembangunan Jaya Ancol, PT

10. Undang-undang menyedarkan pesalah supaya tidak mengulang kembali kesilapan. Himpunan peraturan, larangan dan adat istiadat dalam bentuk bertulis. Mengandungi 44

Saat ini ada jutaan orang Indonesia yang sudah memiliki perangkat seperti PDA, iPhone, Blackberry, serta jenis smart phone lainnya yang dapat digunakan untuk membaca ebook

Dengan hasil tersebut, menunjukkan bahwa sebagian besar faktor minat calon pengantin terhadap tata rias paes ageng modifikasi di kelurahan Sukorejo Semarang

pengertian Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), tentang pengertian bisnis dan hukum bisnis dan etika bisnis, dan pengertian penegakan hukum ; kedua, tentang pengaturan KKN dalam

Proses pengumpulan data awal yang diperoleh dari wawancara kepada responden baik dengan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur akan member ipewawancara gagasan

Roller sama besar: Setting ini dapat membuat mobil dengan mudah melaju pada track lurus, karena roller akan sejajar saat bersentuhan dengan dinding track.. Setting ini juga