• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR BAHASA INDONESIA 14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS AKHIR BAHASA INDONESIA 14"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN SECARA UMUM ANTAR ASURANSI SYARIAH DAN ASURANSI KONVENSIONAL

Dosen pengampu : ZEIN MUTTAQIEN

Disusun Oleh

Muhammad Afdhal Tirta Rumadaul 14423160

Marhaban 14423155

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kami dari zaman gelap gulita menuju ke zaman yang terang benerang.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang bertemakan Perbedaan Secara Umum Antara Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional . Dimana dalam makalah ini diharapkan lebih membuka wawasan berpikir dibidang terkait.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

(4)

BAB I PEMBAHASAN A. Latar Belakang

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui salah satu perangkatnya yang bernama Dewan Syariah Nasional (DSN), sejak berdirinya pada 1999 adalah tiada hentinya bekerja keras untuk mengarahkan dan mendakwahkan tumbuh dan berkembangnya ekonomi islam di Indonesia. DSN telah mengeluarkan puluhan fatwa sebagai pedoman pelaksanaan para pelaku ekonomi islam,demikian pula dengan rekomendasi maupun tanggapan yang rensponsif atas berbagai masalah ekonomi bangsa dan pendirian lembaga-lembaga keuangan dan bisnis syariah. Industri asuransi adalah salahsatunya.

Perkembangan industri asuransi di Indonesia memang belum sepesat Negara-Negara berkembang lainnya,walaupun pertumbuhan premi bruto cukup baik. Pada tahun 2002 mencapai Rp.30,2 triliun, meningkat 29% dari angka tahun sebelumnya 23.3 triliun. Sementara itu,kontribusi sektor asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana dicerminkan oleh rasio antara premi bruto terhadap PDB ,juga mengalami kenaikan dari 1,57% pada tahun 2001 menjadi 1,87% pada tahun 2002. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata premi bruto di industri asuransi adalah 25%.

Sementara itu, perkembangan market share asuransi syariah di Indonesia walaupun telah memasuki tahun ke -10, pada tahun 2002 baru sekitar 1% dan diperkirakan pada tahun 2004 dapat meningkat mencapai 1,5% sam 2%. Sosialisasi konsep asuransi syariah khususnya dikalangan pelaku industri asuransi, yang akhir-akhir ini banyak melirik konsep syariah sebagai salah satu alternatif khususnya bagi asuransi jiwa yang sedang menghadapi negative spread.

Dalam upaya mendorong perkembangan asuransi syariah,pemerintah telah mengeluarkan KMK No:426/KMK.06/2003 yang di dalamnya antara lain mengatur ketentuan-ketentuan tentang asuransi syariah, baik menyangkut persyaratan untuk maupun konversi ke syariah,membuka cabang syariah,ketentuan tentang ahli asuransi syariah,pengaturan tentang investasi yang dibenarkan secara syariah, dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana cara kita untuk memahami dan bisa membedakan antara Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional dari berbagai aspek

C. Tujuan

(5)

BAB 2 PEMBAHASAN

A. DEFINISI ASURANSI a. Asuransi Syariah

Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’amin, penanggung disebutmu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari kata aman yang berarti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, sebagaimana firman ALLAH, “ Dialah Allah yang mengamankan mereka yang ketakutan.’’ (Quraisy:4)

Husain Hamid Hasan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia (p.2). Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (Derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan demikian, asuransi syariah adalah ta’awun yang terpuji, yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka. (Hisan)

b. Asuransi kovensional

kata asuransi berasal dari bahasa belanda , assurantie, yang dalam buku Belanda disebut Verzekering yang artinya pertangggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assurandeur bagi penanggung, dan geassureerde bagi tertanggung (KH Ali Yafie)

Menurut Robert I. Mehr (1985) asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proposional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.

Mark R. Greene (1984) mendefinisikan asuransi sebagai institusi ekonomi yang mengurangi resiko dengan menggabungkan dibawah satu manajemen dan kelompok objek dalam suatu kondisi sehingga kerugian besar yang terjadi yang diderita oleh suatu kelompok yang tadi dapat diprediksi dalam lingkup yang lebih kecil.

(6)

B. KONSEP

a. Asuransi Syariah

Menurut Muhammad Syakir Sula(2003) Konsep asuransi syariah adalah suatu konsep dimana terjadi saling memikul resiko diantara sesama peserta. Sehingga, antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pikul resiko ini atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan (derma) yang ditujukan untuk menanggung resiko (p.8). Asuransi Syariah dalam pengertian ini sesuai dengan Al-Qur’an surah Al-Maa’idahayat 2, “Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Muhammad Syakir Sula, 1996)

b. Asuransi Konvensional

Muhammad Syakir Sula(2004) Konsep Asuransi Konvensional, Usaha Asuransi adalah usaha jasa keuangan yang mneghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhap kemungkinan terjadinya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang (Sula, 2002)

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perjanjian asuransi menyangkut sesuatu hal yang tidak pasti terjadi. Dan, bila nyata terjadi, tidak serta merta menimbulkan kewajiban bagi penanggung untuk memberikan ganti rugi bila syarat-syarat yang diperjanjikan tidak dipeuhi oleh tertanggung. Hubungan debitur dan kreditur dalam perjanjian asuransi baru terwujud ketika terjadi kesepakatan tentang besarnya ganti rugi (untuk asuransi kerugian). Dengan demikian, pengakuan bahwa sebab-sebab yang menimbulkan kerugian terseut dijamin oleh kondisi polis (Rahardjo, 2001)

C. ASSAL USUL a. Asuransi Syariah

Ad-diyah ‘ala Al-aqilah merupakan istilah yang cukup masyhur dalam kitab kitab fiqih, yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai cikal-bakal konsep asauransi syariah.Al-aqilah berasal dari kebiasaan suku arab jauh sebelum islam datang (571 M) (Murtadah Mutahhari, 1995, p.312). Al-aqilah bahkan tertuang dalam konstitusi pertama di Dunia, yaitu diuat langsung oleh Rasulullah Saw yang dikenal dengan konstitusi Madinah (622 M). Al-aqilah sudah menjadi kebiasaan suku arab sejak zaman dulu. Yaitu, jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (ad-diyah) sebagai kompensasi sebagai saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebut disebut Aqilah (Billah, 2001)

Ibnu Hajar al-asqalani dalam kitabnya Fathul Bari (1979) mengatakan bahwa pada perkembangan selanjutnya, dengan datangnya islam, sistem aqilah disahkan oleh Rasulullah menjadi bagian dalam hukum islam. Argumentasi ini kata al-Asqalani, dapat dilihat dalam hadist Nabi saw. Ketika terjadi pertengkaran antara dua wanita dari suku Husail (al-Aqsani, 1979)

b. Asuransi Konvensional

(7)

Raja Babilonia dalam 282 ketentuan (Code Of Hummarabi) pada tahun 2250 SM (G, 1971)

Kemudian berkembang menjadi praktik perjanjian Bottomory (Bottomory Contract) sekitar 1600-1000 SM yang dipraktekan di Masyarakat Yunani Praktik perjanjian ini selanjutnya berkembang ke Roma, India, Italia, Eropa dan Amerika. Sejalan dengan perkembangan perdagangan dan industri di Inggris pada tahun 1668 M di Coffe House London berdirilah Lloyd of London yang menjadi cikal bakal asuransi konvensioal yang tersebar ke berbagai penjuru dunia hingga saat ini (Vardit, 1985)

D. SUMBER HUKUM a. Asuransi Syariah

Sumber hukum dari asuransi syariah adalah syariat islam, sedangkan sumber hukum dari syariat islam adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Fatwa DSN MUI, Qiyas, Istihsan, ‘Urf (baca kitab muhammad Abu Zahro, Ushul Al-Fiqih). Al-Qur’an dan sunnah atau kebiasaan Rasulullah merupakan sumber utama dari hukum islam. Oleh karena itu, dalam menetapkan prinsip-prinsip maupun praktik dan operasional dari asuransi syariah, parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam. Firman Allah sebagai berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (NYA), dan ilil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisaa’:59)

As-Suyuti menyatakan bahwa Terdapat 500 ayat dalam Al-Qur’an yang membahas tentang hukum, terdapat sejumlah ayat Allah dalam Al-Qur’an yang menentukan Validitas kontrak Asuransi. Kontrak asuransi terdiri dari elemen saling kerjasama. Hal tersebut merupakan janji yang mengikat yang meletakan kedua penanggung dan yang ditanggung berdasarkan prinsip umum perjanjian. (As-Suyuti, 1984)

b. Asuransi Konvensional

Asuransi konvensional sumber hukum didasarkan pada pikiran manusia dan kebudayaan. Modus operasi pada asuransi syariah harus sejalan dengan prinsip syariah, sementara modus operasi pada asuransi konvensional didasarkan atas hukum positif, hukum alami dan contoh sebelumnya (Sula, 2002)

Kontrak pada asuransi konvensional didasarkan atas prinsip umum perjanjian, tetapi ada beberapa aspek dari asuransi yang membedakan kontrak asuransi dengan lainnya. Kebanyakan kontrak bisnis komersial adalah bilateral dalam sifat hukum. Pihak-pihak yang terlibat secara adil terbebani untuk melaksanakan kontrak.

Sebaliknya, polis asuransi adalah perjanjian secara sepihak. Karena itu, kontrak asuransi mengikat hanya pada pengasuransi untuk memenuhi klaim yang ditanggung, sedngkan yang diasuransi tidak bisa diminta secara sah untuk melanjutkan pembayaran premi setelah premi pertama dibayar. Tetapi, untuk tujuan klaim terhaadap kerugian, yang ditanggung harus melanjutkan pembayaran premi. (George, 1987)

(8)

Asuransi syariah baik yang life insurance (jiwa) maupun general insurance (kerugian) telah terbebas daroi hal-hal yang diharamkan oleh para ulama yaitu bersih dari adanya “maghrib”. Hal ini dapat dilihat dalam sistem operasional yang dilakukan. Dimana didalam mekanisme pengelolaan dananya dapat memisahkan antara rekening dana peserta dengan rekening tabarru’. Tujuan dari pemisah ini untuk menghindarkan adanya pencampuran dana. Sehingga, asuransi syariah (life insurance) dapat terhindar dari maisir dan gharar. Adapun masalah Riba’ baik dalam praktik kerugian maupun jiwa dapat dielimilir dengan menggunakan instrumen syariah sebagai pengganti sistem riba’ misalnya mudharabah, wadiah, wakalah, dan sebagainya (Sula, 2002)

Dalam keterangan diatas, dapat dipahami bahwa pada prinsipnya sistem dan operasional asuransi syariah yang ada saat ini dapat menghindari hal-hal yang oleh para ulama diharamkan dalam asuransi konvensional.

b. Asuransi Konvensional

Dewan Hisbah PERSIS dalam sidang yang ke-12 tanggal 26 juni 1996, memberikan kesimpulan hukum tentang asuransi konvensional sebagai berikut

1. Semua asuransi konvensional yang ada saat ini mengandung unsur Maisir, Riba’ dan Gharar

2. Sedangkan maisir, gharar dan riba hukumnya haram

3. Adapun Takaful, dapat dijadikan sebagai alternatif prngganti (asuransi syariah), dengan catatan Takaful masih harus terus berusaha menyempurnakan apa yang telah ada.

Sementara itu, para ulama Majelis Tarjih Muhammadiyah membagi asuransi kedalam dua kategori. Pertama, Asuransi yang lebih kuat dimensi spekulatifnya dan dianalogikan pada perjudian, hukumnya haram. Oleh sebab itu, asuransi kecelakaan menurut Tarjih Muhammadiyah hukumnya Haram. Kedua, asuransi yang lebih kuat pada dimensi tolong-menolongnya, hukumnya ibahah. Karena itu, asuransi dana pensiun pegawai negri atau asuransi beasiswa, hukumnya ibahah. (Fathurrahman Djamil, p.138)

Syeikh Yusuf-Qaradhawi mengatakan bahwa asuransi itu hukumnya haram mutlak. Ia berargumentasi bahwa asuransi itu sama dengan judi, karena tertanggung mengharapkan harta jaminanatau tanggungan melebihi jumlah oembayaran preminya. Oleh sebab itu, dalam asuransi tersebut juga ada unsur ribanya. Kemudian dalam asuransi itu ada unsur ketidakjelasan (gharar) perhitungan uang yang akan diberikan, karena sangat tergantung pada perkembangan saat tanggungan itu harus dibayarkan penanggung (Muslihudidin, 1969)

F. AKAD (PERJANJAJIAN) a. Asuaransi Syariah

Akad yang digunakan pada asuransi syariah adalah tijarah dan atau akad tabarru’. Akad tijarah yang dimaksud adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial misalnya Mudharabah, wadiah, wakalah dan sebagainya. Sedangkan akad tabarru’ adalah semua bentuk yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujan komersial (Syakir Sula,Muhammad, 2004, p.301)

Selain itu, ketinggian martabat orang yang membantu saudara-saudaranya digambarkan dalam hadist Nabi, berikut:

“Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi hajatnya.” (HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)

b. Asuransi Konvensional

(9)

memeri sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apapun dari pihak yang menerima, kecuali kebaikan dari Allah. Disebut akad mu’awadhah karena msing-massing dari kedua belah pihak yang berakad, penanggung dan tertanggung memperoleh pengganti dari apa yang telah diberikannya. Penanggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayaran. Sdangkan tertanggung memperoleh uang tertanggungan jadi, jika terjadi peristiwa atau bencana, sebagai pengganti dari premi-premi yang telah dibayarkannya. Ciri-ciri lain dari akad asuransi konvensional adalah akad idz’aan-penundukan (2). Dalam perjanjian ini terjadi ketidakadilan karena tidak seimbang, dimana pihak yang kuat adalah pihak perusahaan asuransi. Pihak penanggunglah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung. Jika ia (tertanggung) ingin asuransi, maka ia harus memenuhi syarat-syarat yang tidak dimiliknya. Syarat-syarat tersebut umumnya bersifat waktu, dan sebagiannya sering dicampuci oleh teks-teks undang-undang asuransi yang melindungi tertanggung dari penganiayaan ddan kesewenang-wenangan penanggung (perusahaan asuransi)

Selanjutna Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa akad asuransi konvensional adalah akad Gharar (3) dan ciri yang terakhir dari akad asuransi konvensional adalah Akad Mulzim (4) artinya perjanjian yang wajib dilaksanakan oleh kedua pihak, baik pihak penanggung maupun pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah kewajiban tertanggung membayar premi-premi asuransi, dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan. (Hisan)

G. PENGELOLAAN DANA a. Asuransi Syari’ah

Pada asuransi sayriah (life insurance), untuk produk-produk yang mengandung saving atau tabungan, dana yang dibayarkan peserta langsung dibagi dalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’ . kemudian total dana diinvestasikan, dan hasil investasi dibagi secara proposional antara peserta dengan perusahaan (pengelola) berdasarkan skim bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.

Akumulasi dana ditambah hasil investasi yang ada direkening dana peserta dibayarkan apabila :

1. Perjanjian berakhir 2. Peserta mengundurkan diri 3. Peserta meninggal dunia

Sedangkan, akumulasi dana di rekening tabarru’ yang telah diniatkan secara ikhlas sebagai dana tolong-menolong jika ada sesama peserta yang mengalami musibah, hanya dibayarkan jika peserta mengalami musibah meninggal. Dampak yang paling penting dari mekanisme pengelolaan dana asuransi syariah adalah dalam operasionalnya dapat menghilangkan faktor gharar,maisir dan riba’ (Muhammad Syakir Sula, 1996)

b. Asuransi Konvensional

Sementara itu, mekanisme pengelolaan dana pda asuransi konvensional atidak ada pemisahan antara dana peserta dan dana tabarru’. Semua bercampur menjadi satu dan dana tersebut tercatat sebagai dana perusahaan. Perusahaan bebas mengelola dan menginvestasikan kemana saja tanpa ada pembatasan halal ataupun haram.

(10)

Salah satu ciri lain yang sangat prinsip dari sudut pandang syariat islam dalam asuransi sayriah adalah investasi dari dana-dana yang terkumpul dari peserta hanya dibenarkan melalui instrumen yaang menggunakan akad yang sesuai dengan syariat islam. Sebagaimana firman Allah:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baikdari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesunguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah:168)

Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memperoleh keuntungan dari sesamanya hanya dengan jalan perniagaan (baik perniagaan barang atau jasa) yang berlaku secara ridha sama ridha. Kemudian, dengan melakukan perniagaan, islam juga mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang bulu, termasuk kepada pihak yang tidak disukai. Karena oang yang adil akan lebih dekat dengan takwa (Pontjowinoto, 2003)

Oleh karena itu, asuransi sayriah dalam menginvestasikan dananya hanya kepada bank-bank syariah, BPRS, Obligasi Syariah, Pasar Modal Syariah, Leasing Syariah, Pegadaian Syariah serta instrumen bisnis syariah lainnya. Ketika Asuransi Syariah melakukan investasi secara direct ‘langsung’ sesuai persentase yang dibenarkan unang-undang atau peraturan pemerintah, maka itupun harus menggunakan sistem bagi hasil atau sistem lainnya yang ada dalahm perniagaan yang islami.

Dalam Keputusan Mentri Keuangan (KMK) yang baru telah diatur pembatasan atas kekayaan investasi untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang menggunakan prinsip-prinsip syariah sebagai berikut :

1. Investasi dalam bentuk deposito berjangkan dan bersertifikat deposito pada bank, tidak melebihi 20% dari jumlah investasi

2. Investasi dalam bentuk saham yang emitmennya adalah badan hukum indonesia, untuk setiap emitmen, masing-masing tidak melebihi 20% dari jumlah investasi. 3. Investasi dalam bentuk obligasi dan Medium Term Notes yang emitmennya

adalah badan hukum indonesia, untuk setiap emitmen, masing-masing tidak melebihi 20% dari jumlah investasi.

4. Investasi dalam bentuk unit penyertaan reksadana, untuk setiap penerbit tidak melebihi 20% dari jumlah investasi .

5. Investasi dalam bentuk pernyataan langsung, seluruhnya tidak melebihi 10% dari jumlah investasi

6. Investasi yang ditempatkan dalam bentuk bangunan dengan hak strata atau tanah dengan bangunan, seluruhnya tidak melebihi 20% dari jumlah investasi.

7. Investasi dalam bentuk pinajamn polis besarnya tidak melebihi 80% dari nilai tunai polis yang bersangkutan.

8. Investasi dalam bentuk pembiayaan keemilikan tanah dan bangunan, kendaraan bermotor, dan barang modal dengan skema mudharabah, seluruhnya tidak melebihi 30% dari jumlah investasi. Masing-masing unit untuk setiap tanah dan bangunan, kendaraan bermotor, dan barang modal lainnya tidak melebihi 1% dari jumlah investasi.

9. Investasi dalam bentuk pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah seluruhnya tidak melebihi 30% dari jumlah investasi dengan ketentuan besarnya setiap pinjaman tidak melebihi 75% dari niali jaminan terkecil diantara nilai yang telah ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

b. Asuransi Konvensioanl

(11)

harus memiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi, dalam bentuk : (a) investasi, (b) bukan investasi.

Semua aasuransi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan keputusan mentri keuangan, dilakukan berdasarkan sistem bunga. Sementara bunga (riba) termasuk transaski yang terlarang dalam syariat islam. Karena pada asuransi konvensional tidak ada Dewan Pengawan Syariah (DPS), maka perusahaan bebas melakukan investasi tanpa ada pembatasan halal atau haram.

I. SISTEM AKUNTANS a. Akuntansi Syariah

Perbedaan yang paling mendasar antara asauransi syariah dan konvensional dalam bidang akuntansi adalah pada penggunaan Cash Basis atau Accrual Basis. Pada akuntansi syariah lebih cenderung menggunakan cash basiss dari pada acrual basiss, dengan pertimbangan-pertimbangn syar’i . sistem accrual basiss dianggap bertentangan syariah karena telah mengetahui adanya pendapatan, harta, beban, atau utang yang akan terjadi dimasa yang akan mendatang. Padahal yang akan terjadi tersebut belum benar-benar terjadi, bisa terjadi dan bisa tidak terjadi.

Sebagai contoh, premi suransi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika uangnya sudah diterima secara tunai. Sedangkan pada asuransi konvensional (khususnya General insurance) premi asuransi diakui sebagai pendapatan meskipun premi asuransi belum dibayarkan. Demikian juga beban Retakaful diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi takaful dibayarkan. Beban retakaful diakui sebagai pendapatan jika premi dibayar lebih awal. Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional, dimana beban reasuransi selama masa perjanjian diakui sebagai asuransi awal yang dikover.

b. Asuransi Konvensional

Konsep akuntansi yang diterapkan pada asuransi konvensional adalah accrual basiss. Pada praktek Akunting asuransi konvensional, premi asuransi yang bertambah dianggap sebagai pendapatan pada tanggal berlakunya polis pertaanggungan, sekalipun premi belum dibayar. Keuntungan investasi dan pendapatan lain juga dianggap sebagai pendapatan. Hal ini berarti keuntungan yang dilaporkan atau dihitung adalah sebenarnya dokumen atau keuntungan yang belum terealisasikan, karena pada hakikatnya uangnya sebetulnya belum diterima secara aktual oleh kas.

Pada bagian lain Drajad Wibowo, ekonom INDEF mengungkapkan bahwa Accrual Basiss merupakan penyeba awal terjadinya kasus Worldcom, Enron dan lain sebagainya. Dan sistem Accrual ini kata Wibowo memang sangat berpotensi mengelabui publik.

J. KEUNTUNGAN (PROFIT) a. Asuransi Konvensional

Pada suransi konvensional sebagaimana lazimnya semua industri asuransi, keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi. Dalam satu tahun (untuk asuransi kerugian) adalah keuntungan perusahaan, dan menjadi milik perushaan yang kelak dalam RUPS akhir tahun dibagikan kepada pemegang saham atau dikembalikan lagi kepada perusahaan sebagai pernyetaan modal.

Sedangkan pada asuransi jiwa, keuntungan yang sebagian besar diperoleh dari hasil investasi, baik investasi melalui deposito bank, maupun instrumen investasi lainnya, termasuk direct invesment, semuanya menajdi keuntungan perusahaan, dan dibagikan kepada mepegang saham secara proporsinal pada akhir tahun atau dikembalikan lagi ke perusahaan dalam bentuk pernyetaan modal (Muhammad Syakir Sula, 1996)

b. Asuransi Syariah

(12)

milik perusahaan sebagaimana yang diterapkan oleh asuransi konvensional. Tetapi, dilakukan bagi hasil (al-mudharabah).

Sedangkan pada asuransi jiwa, yang karakteristik bisnisnya sangat tergantung pada hasil investasi, profit yang diperoleh daari hasil investasi, yang dilakukan melalui instrumen investasi yang dibenarkan secara syar’i, dilakukan juga bagi hasil (al-mudharabah) sebagaimana asuransi kerugian diatas , sesuai skim bagi hasil yang diperjanjikan.

Besarnya bagi hasil sangat tergantung kondisi perusahaan. Semakin sehat dan esar profit yang diperoleh perusahaan, semakin besar juga porsi bagi hasil yang diberikan kepada peserta. Skim bagi hassil ( 50:50, 60:40, 70:30, 80:20 atau 90:10 ) biasanya dievaluasi setiap periode tertentu misalnya 2 atau 3 tahun sekali manakala perusahaan mengalami perubahan yang cukup signifikan (untung atau rugi)

K. VISI DAN MISI

a. Asurasni konvensional

Secara garis besar dapat disederhanakan bahwa ada dua misi utama asuransi yaitu, (1) misi ekonomi dan (2) misi sosial.

1. Misi Ekonomi

Asuransi dapat memberikan manfaat ekonomi, misalnya rasa aman karena risiko kerugian (jiwa maupun barang/benda) ada yang menanggung, dan dapat melakukan efisiensi dikala harus mengeluarkan biaya besar. Juga dapat membuat perencanaan keuangan untuk hari depan disaat kita tidak produktif lagi. Pasalnya, sudah ada persiapan keuangan yang telah disiapkan jauh hari sebelumnya.

2. Misi Sosial

Asuransi juga tidak dapat dipungkiri, mengemban misi sosial. Misalnya, asuransi sosial jaminan tenaga kerja (JAMSOSTEK), asuransi pensiun (pegawai negeri), asuransi jasa raharja, dan sebagainya.

Jhon H.Magee dalam General Insurance mengatakan bahwa jaminan sosial merupakan “asuransi wajib”, karena itu setiap orang atau penduduk harus memilikinya. Jaminan ini bertujuan supaya setiap oang mempunyai jaminan untuk hari tua. Bentuk ini dilakukan dengan “paksa”, misalnya dengan memotong gaji pegawai sekian persen setiap bulan (misalnya 10%)

Asuransi yang mengemban misi sosial seperti ini, baik di Negara-negara maju maupun berkembang , biasanya perusahaan asuransi sosial tersebut milik pemerintah. Karena, institusinya didirikan bukan untuk kepentingan komersil atau mengejar profit, tapi lebih dominan fungsi sosialnya. Karena itu, asuransi seperti ini selalu mendapat subsidi dari pemerintah, dan pegawainya adalah pegawai pemerintah.

b. Asuransi Syariah

Faktor terakhir yang membedakan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional adalah dari segi Misi dan Visi. Misi dan Visi yang diemban dalam pengembangan ekonomi syariah umumnya dan asuransi syariah pada khususnya adalah (1) misi aqidah, (2) misi ibadah(ta’awun), (3) misi ightishodi ‘ekonomi’, (4) misi keumatan (sosial).

(13)

Asuransi(takaful) syariah membawa misi untuk membersihkan umatnya dari prektek-prektek muamalah yang bertentangan dengan syariatNYA. Oleh karena itu, ladsan iman dan komitmen syariah yang mendasari pemikiran akan perlunya lembaga perasuransian yang sesuai dengan ketentuan Allah. Asuransi dengan prinsip-prinsip syariah pada hakikatnya adalah manifestasi tahkim pada aturan menjamin kesucian dan ketakwaan (Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi Umat Di Indonesia, 1996)

2. Misi ibadah (Ta’awun)

Asuransi syariah adalah asuransi yang bertumpu pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (wata’awanu’alal birri wattaqwa), dan perlindunga (at-ta’amin) dan juga menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung (Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi Umat Di Indonesia, 1996)

3. Misi Ightishodi (Ekonomi)

Dalam konteks umat, usaha asuransi takaful adalah mencari keuntungan ekonomis bagi peningkatan kesejahteraan dan perjuangan umat, membangun jaringan ekonomi umat. Terutama memperkuat basis lapisan ekonomi menengah, selain dalam upaya menegakan syariat islam di bidang ightishodiyah ‘ekonomi’ dan menciptakan kultur ekonomi yang islami (Fadillah, 1995)

4. Misi Pemedayaan Umat

Sebagaimana misi yang diemban assuransi umumnya, pada suransi syariah misi mengemban beban sosial terasa lebih melekat pada dirinya, melalui produk-produk yang khususnya dirancang untuk lebih mengarah pada kepentingan sosial dan pemberdayaan umat dariapada kepentingan komersial.

Keberdayaan asuransi takaful (asuransi syariah) ditinjau dari sisi ekonomi jelas memperkuat jaringan ekonomi umat, terutama untuk memperkokoh baris ekonomi menengah umat. Sebagai suatu jaringan, bersama sama dengan bank muamalat dan bank umum syariah lainnya, BPRS, BMT, dan lembaga-lembaga syariah lainnya. Semuanya diharapkan mampu menciptakan iklim ekonomi yang kondusif bagi kebangkitan kaum kewirausahaan muslim (Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi Umat Di Indonesia, 1996)

(14)

BAB III KESIMPULAN

No. Prinsip Asurasi Konvensional Asuransi Konvensional 1. Konsep Perjanjian antara dua belah

pihak ataulebih, dengan

2. Asal Usul Dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal

3. Sumber Hukum Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Ijma’, Fatwa sahabat, Qiyas, Istihsan, ‘Urf ‘tradisi’, dan Mashalih Mursalah. 4. “Maghrib”

8. Pengelolaan dana Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat [ada terjadinya dana hangus (untuk produk saving-life).

Pada produk-produk saving(life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ derma’ dan dana peserta, sehingga tidak mengenal istilah dana hangus

sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabrru’.

(15)

haramnya obyek atau sistem investasi yang digunakan.

riba dan tempat-tempat inestasi yg terlarang.

14. Sistem akuntansi Menganut konsep akuntansi accru-al basis, yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan nonkas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan aset, expenses, liabilities, dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan datang.

Menganut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang benar- benar telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentanggan dengan syariah karena mengakui adanya pedapatan, harta, beban atau utang yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sementara apakah itu benar-benar dapat terjadi hanya allah yang tahu.

15. Keuntungan

(profit )

Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwritting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.

Profit yang diperoleh dari surplus underwritting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan tetapi dilakukan bagi hasil ( mudharabah) dengan peserta.

16. Misi & visi Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi sosial.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Andi Ihsan Arqam, Asuransi Takaful: pemberdayaan Ummat Dan Pencerahan Kultural, dalam Bunga Rampai Asuransi Takaful, Kopkar,2001, hal 164.

AS-Suyuti, Itqam Fi Ulumil Qur,an, Abdur Rahman, Shari’ah :The Islamic Law, A.S.Noodeen, Kuala Lumpur, 1984,hlm. 36. Saya kutip dari MM Billah, Ibid hlm. 47.

Mohd Ma’sum Billah, principles and practices of Takaful And Insurance Compared, IIUM,Malaysia,2001 hlm. 4.

M.Rizal Fadillah, Tujuh Spektrum Asuransi Takaful, Makalah Seminar Asuransi Takaful, ATK Cabang Bandung, 1995.

Clayton G, British Insurance. Elek Book, London, 1971, hlm. 13,21-23. Dalam MM Billah, Ibid hlm. 11.

Rejda, George, E, Principles of Insurance,Foresman and Company,London, 1987,hlm.72.

Husain Hamid Hisan, Hukmu asy-syarii’ah al-islamiyyah fii ‘uquudi at-ta’miin ,Darul I’tisham,Kairo, hlm.2.

Muhammad Syakir Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi Umat di Indonesia, Pondok Pesantren Fi Zhilal Al-Qur’an (makalah), Bandung, 1996, hlm 3.

Muhammad Muslihuddin, Insurance and Islamic Law, 1969, Islamic Publication, Lahore hlm 143.

Iwan P. Pontjowinoto, Prinsip Syariah di Pasar Modal, Pandangan Praktisi, 2003, Modal Publications, Jakarta hlm. 15-19.

Muhammad Syakir Sula, Prinsip-Prinsip dan Sistem Operasional Takaful Serta Perbedaanya Dengan Asuransi Konvensional, 2002, AAMAI, Jakarta, hlm. 7-8.

Muhammad Syakir Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi Umat di Indonesia, Pondok

Pesantren Fi Zhilal Al-Qur’an (makalah), Bandung, 1996, hlm 3.

Vardit, Rispler, Insurance in the World of Islam, Origins, Problems and Current Practice, UMI, USA, 1985, hlm. 15. Lihat juga MM Billah Ibid hlm. 12.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur alhamdulillahi robbil’alamin , penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan nikmat, rahmat, karunia, taufik, serta hidayah- Nya sehingga penulis

Hubungan tersebut bertanda positif yang menunjukan hubungan yang terjadi keduanya adalah searah, artinya semakin baik due professional care yang dimiliki auditor

Dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif memberikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya pemberlakuan otonomi daerah sejak 1 Januari 2000 di Jawa Tengah berpengaruh terhadap perekonomian maupun sektor

Suarat Keputusan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai (SKPFP BM-C) adalah surat keputusan pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai yang telah dibayar atas

51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4934)..

Perusahaan mempunyai berbagai macam usaha dalam menarik jumlah investor dan meningkatkan harga sahamnya, salah satunya yaitu dengan mengevaluasi faktor-faktor yang

merupakan negara pulau yang hanya memiliki luas wilayah 697 km² dengan jumlah penduduk 5.781.728 jiwa, yang kini menjadi negara percontohan dalam hal