• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUATAN PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGUATAN PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUATAN PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI WONOREJO RUNGKUT SURABAYA

Harsuko Riniwati* dan Chandra Nurfita Putri**

*Dosen dan Mahasiswa ** Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Universitas Brawijaya

Email : riniwatisepk@gmail.com dan riniwatisepk@ub.ac.id

Pengantar

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Pantai dan pesisir merupakan wilayah interaksi atau peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut. Kekayaan sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomi seperti pertambangan, kehutanan, pemukiman, industri, pariwisata, dan lain-lain. Wilayah pesisir mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Wilayah pesisir paling rentan terhadap perubahan alami dan fisik, sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan. Menurut Huda (2008) Wilayah pesisir merupakan wilayah pintu gerbang bagi berbagai aktifitas pembangunan oleh manusia dan sekaligus menjadi pintu gerbang dari berbagai dampak dari aktifitas tersebut. Dengan kata lain wilayah pesisir merupakan wilayah yang pertama kali dan paling banyak menerima tekanan dibandingkan dengan wilayah lain. Tekanan tersebut muncul dari aktivitas pembangunan seperti pembangunan permukiman dan aktivitas perdagangan.

(2)

Selain fungsi fisik dan biologi, hutan mangrove mempunyai fungsi social dan ekonomi yaitu sebagai tempat kegiatan wisata alam seperti rekreasi, pendidikan dan penelitian; penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah, penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastic, lem, pengawet net dan penyamakan kulit; penghasil bahan pangan seperti ikan/udang/kepiting dan gula nira nipah; obat-obatan seperti daun bruguirea sexangula untuk obat penghambat tumor, ceriops tagal dan xylocarpus mollucensis untuk obat gigi; tempat sumber mata pencaharian nelayan tangkap dan petambak; pengrajin atap dan gula nipah (BKPP4K Kabupaten Rembang, 2013).

Pentingnya peran hutan mangrove terhadap kelestarian lingkungan perlu mendapat dukungan secara terus menerus dari masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove adalah baik (Darwis, 2011). Tingkat persepsi masyarakat terhadap kelompok informal dalam pengelolaan hutan mangrove sangat tinggi. Pengaruh karakteristik responden terhadap tingkat persepsi masyarakat sangat bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa perlu penguatan persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove bagi karakeristik tertentu. Dengan demikian diperlukan penelitian terkait dengan penguatan persepsi dan sikap masyarakat dalam mendukung strategi pengelolaan hutan mangrove.

Persepsi adalah proses masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia untuk menafsirkan dan memahami dunia dan lingkungan sekitarnya dalam hal ini adalah lingkungan hutan mangrove. Persepsi menentukan sikap manusia. Sikap adalah pandangan atau perasaan manusia yang menggerakkan untuk bertindak secara positif atau negatif terhadap obyek tertentu. Manusia dan SDA, sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan,namun SDM yang terpenting. Jika sebuah negara memiliki suatu SDM yang terampil dan berkualitas maka akan mampu mengelola SDA yang jumlahnya terbatas. Dengan demikian penafsiran dan pemahaman masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove menentukan sikap masyarakat untuk bertindak secara positif atau negative terhadap hutan mangrove tersebut. Tujuan penelitian : (1) Menganalisis Persepsi Masyarakat terhadap pengelolaan hutan Mangrove; (2) Merumuskan penguatan persepsi dan sikap SDM dalam mendukung strategi pengelolaan hutan mangrove.

Bahan dan Metode

(3)

daerah pasang surut yang tidak terlalu tinggi ± ketinggian 1 sampai 2 meter. Dimana sebelah utara daerah wonorejo ini berbatasan dengan sungai wonokromo dan sebelah timur dengan selat Madura. Jadi daerah wonorejo memang tepat untuk pertumbuhan mangrove agar dapat mancegah terjadinya abrasi, menjaga biota laut, dan memfilter air laut kedarat. Lokasi ini banyak ditumbuhi aneka jenis tanaman mangrove. Kondisi lokasi yang banyak ditumbuhi tanaman mangrove mempunyai ciri-ciri sebagai berikut tanahnya berlumpur, lokasi di dekat pantai yang terkena pengaruh pasang surut, salinitas antara 7 – 15 ppt, air payau, banyak ditemukan ikan glodok, dekat dengan SDM dan bebas dari hewan ternak dan hama lain (Harahab, 2010 dan www.wetland.org). Menariknya penelitian di ekowisata wonorejo selain lokasi yang baik untuk pertumbuhan mangrove, masih terdapat lahan yang luas untuk ditanami mangrove dan konservasi mangrove. Namun, saat ini wilayah tersebut sudah banyak tekanan muncul dari aktivitas pembangunan seperti pembangunan permukiman dan aktivitas perdagangan. Populasi penelitian adalah masyarakat daerah Wonorejo Surabaya. Sampel dipilih dengan sengaja yaitu petambak dan kelompok tani mangrove. Pengambilan data dengan cara focus group discussion (FGD) baik dengan kuesioner maupun diskusi secara langsung. Persepsi masyarakat dilihat dari beberapa variabel yaitu pengetahuan, manfaat dan penyebab kerusakan.

Data dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Persepsi masyarakat terhadap hutan mangrove juga digali dengan alat pengukur atau pertanyaan yang menghasilkan data ordinal (semantic scale) dan nominal (model binary/ ya-tidak). Analisis data dengan menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif

Hasil dan Pembahasan

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Mangrove

(4)

Pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang fungsi dan manfaat hutan mangrove mendorong untuk melakukan penanaman mangrove bahkan masyarakat sudah dapat memanfaatkan mangrove untuk berbagai produk makanan seperti teh, tepung, kue, sirup dan lain-lain. Masyarakat wonorejo merasakan ada peningkatan kesejahteraan menjaga kelestarian hutan mangrove. Sumber pendapatan diperoeh dari produk olahan mangrove yang mereka hasilkan melalui kreatifitas. Bahkan masyarakat sudah memahami adanya manfaat lain yang diperoleh yang tidak kalah penting yaitu dapat mencegah terjadinya abrasi air laut dan dapat memfilter air laut kedarat.

Persepsi masyarakat terhadap konversi hutan mangrove menjadi area pertambakan sebagai berikut “jika di wonorejo terlalu banyak lahan yang digunakan untuk tambak, kelestarian wilayah pesisir itu rusak. Jika lahan mangrove yang berubah menjadi lahan tambak dapat saling dikombinasi, kelestarian wilayah pesisir akan menjadi baik. Salah satunya dengan sistem empang parit” (Sistem silvofishery) merupakan kombinasi antara vegetasi mangrove dan tambak. Namun demikian, masyarakat wonorejo kurang paham dengan sistem silvofishery atau tambak wanamina karena belum adanya penyuluhan tentang silvofishery didaerah wonorejo.

Ada juga masyarakat yang mengemukakan bahwa: “Di Wonorejo hanya sedikit masyarakat yang mengerjakan usaha tambak dengan menggunakan sistem empang parit. Hanya saya saja yang menggunakan sistem tersebut. Masyarakat banyak yang memiliki tambak tanpa ada tumbuhan mangrove, karena masyarakat tidak mengerti manfaat dari tambak empang parit”. Salah seorang responden menyampaikan bahwa dia mengetahui pematang tambak yang ditanami mangrove itu bagus secara ekologis, namun karena pemilik tambak tidak menyuruh menanam mangrove ya akhirnya tidak ada aksi menanam mangrove. Manfaat dari menerapkan sistem silvofishery atau wana mina pada tambak yaitu kualitas air dan oksigen yang ada ditambak dapat terjaga, banyaknya jasad renik dari pohon mangrove yang digunakan untuk makanan ikan, serta pohon mangrove dapat menyerap polutan garam. Walaupun manfaat silvofishery sangat bagus, namun penerapan silvofishery di Wonorejo belum ada gerakan dari pemerintah maupun instansi terkait.

(5)

oleh individu melalui alat indera kemudian diinterpretasikan oleh masing-masing individu. Individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut melalui proses menginterpretasikan stimulus ini.

Beragamnya persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan mangrove dapat dijelaskan dari aspek internal dan eksternal. Faktor internal, seperti fisiologis, perhatian, minat, kebutuhan yang searah, pengalaman, ingatan dan suasana hati mempengaruhi keragaman persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan mangrove. Informasi dan pesan terkait dengan hutan mangrove dari pemerintah dan lembaga terkait masuk melalui alat indera. Informasi dan pesan yang diperoleh akan mempengaruhi danmelengkapi usaha memberikan arti hutan mangrove terhadap lingkungan (ekonomi, ekologi, dan sosial) di sekitarnya. Karena kapasitas indera untuk mempersepsi pada setiap orang juga berbeda beda, maka interpretasi terhadap lingkungan akibat adanya hutan mangrove juga dapat berbeda. Factor perhatian, individu memerlukan sejumlah energy yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada obyek hutan mangrove. Energy setiap orang berbeda-beda, sehingga perhatian ndividu di Wonorejo terhadap obyek hutan mangrove juga berbeda-beda. Hal ini lah yang mempengaruhi mengapa persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan mangrove beragam.

(6)

Persepsi masyarakat terhadap konversi hutan mangrove menjadi pemukiman, industri, hotel dan lain-lain sangat tidak setuju jika pihak investor mengorbankan aspek lingkungan untuk keperluan ekonomi semata. Seperti ungkapan salah seorang peserta FGD sebagai berikut “Kalau di Wonorejo terlalu banyak dibangun pemukiman, hotel seperti ini, waduh mangrove ini lama-lama bisa hilang” Hal ini sudah menunjukkan keresahan di masyarakat akan dampak konversi hutan mangrove menjadi bangunan gedung-gedung, namun masyarakat tidak berdaya karena ijin pembangunan sudah diperoleh para investo tersebut. Perumahan Green Semanggi Mangrove, menutup akses jalan menuju tambak. Akhirnya masyarakat sendiri membuat jalan setapak menuju tambak.

Berdasarkan hasil FGD dengan bantuan kuesioner, menunjukkan bahwa semua masyarakat mengetahui akan hutan mangrove, 70 persen dari masyarakat merasakan manfaat hutan mangrove dari aspek ekonomi, ekologi dan sosal, sehingga mendorong untuk menanam mangrove sendiri. Semua masyarakat menyatakan di daerahnya terjadi konversi atau alih fungsi hutan mangrove menjadi area pertambakan. Sebagian besar masyarakat Wonorejo belum mengetahui system silvofishery dan belum menerapkan system tersebut. Semua masyarakat menyatakan juga bahwa areal hutan mangrove lama-lama habis karena di konversi oleh para investor untuk alih fungsi sebagai pemukiman dan hotel.

Masyarakat yang memanfaatkan hutan mangrove terdiri dari berbagai unsur yaitu pemerintah, petambak, kelompok tani, investor, peneliti, dan lain-lain. Persepsi masyarakat terhadap hal yang dapat merusak mangrove masih kurang bagus. Masyarakat tidak memahami jika mengkonversi lahan mangrove menjadi tambak dan mengambil akan merusak lingkungan pesisir, Tekanan terhadap lingkungan pesisir termasuk ekosistem hutan mangrove akibat dari sampah-sampah pemukiman sudah meresahkan masyarakat yang peduli terhadap mangrove. Masyarakat selalu tidak berdaya dengan tekanan terhadap lingkungan mangrove karena persepsi yang sangat berbeda dari masyarakat tentang keseimbangan ekonomi, ekologi dan sosial.

Tahap selanjutnya dilakukan wawancara dengan masyarakat Wonorejo terkait dengan persepsi nya terhadap hutan mangrove. Analisis persepsi masyarakat dengan menggunakan skala data ordinal melalui 3 variabel persepsi terhadap hutan mangrove yaitu pengetahuan tentang hutan mangrove, konversi lahan mangrove menjadi pertambakan dan alih fungsi lahan hutan mangrove menjadi pemukiman, hotel, industri, dan lain-lain.

Persepsi Masyarakat Tentang Kerusakan Hutan Mangrove

(7)

kelestariannya. Sedangakan pemanfaatan pohon mangrove untuk dibuat arang menurut masyarakat tidak menyebabkan kelestarian mangrove terancam. Padahal mengambil pohon mangrove untuk dibuat arang sama resikonya dalam mengancam kelestarian hutan mangrove. Menaman pohon mangrove sampai dapat diambil batangnya untuk menjadi arang sekitar 10 tahun. Sedangkan menebang tidak diperlukan waktu yang panjang. Dengan demikian menebang batang mangrove untuk dibuat arang sama bahayanya dengan untuk pemukiman, hotel, industri ataupun tambak. Keterangan masyarakat Wonorejo pada terkait denga fakta penebangan batang mangrove untuk arang dan kayu bakar sebagai berikut “mangrove sering ditebang masyarakat desa untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar dan arang. “ dahulu saya sering menebang mangrove untuk membuat arang, tetapi saya tidak mengerti kalo mangrove ditebangi itu bisa merusak wilayah pesisir”. Lain lagi pernyataan petambak : “ saya mempunyai tambak banyak di Wonorejo karena tambak itu dapat meningkatkan penghasilan saya. Tetapi di sekeliling tambak saya atau di pematang nya tidak saya tanami pohon mangrove. Ada yang mengatakan bahwa sikap saya ini akan merusak kelestarian mangrove dan lama-lama hasil tambak saya akan merosot karena fungsi mangrove beralih fungsi. Sikap masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove dipengaruhi oleh persepsi yang dimiliki. Oleh karena itu agar sikap masyarakat mendukung pengelolaan hutan mangrove yang benar maka diperlukan rumusan penguatan persepsi terhadap pengelolaan hutan mangrove.

Penguatan Persepsi dan Sikap Masyarakat Dalam Mendukung Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove

(8)

tumbuhan bakau,

Ekologi Merumuskan tata ruang wilayah pesisir

(9)

pelanggarannya

Jika masing-masing stakeholders terkait hutan mangrove memenuhi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing secara terus menerus, maka penguatan persepsi terhadap segala hal terkait hutan mangrove baik pengetahuan, ekonomi, ekologi, dan hukum akan meningkat dari waktu ke waktu. Dengan penguatan persepsi ini diharapkan sikap masyarakat atau staheholders saling mendukung dalam pengelolaan hutan mangrove.

Kesimpulan dan Saran

(10)

Untuk desa pesisir dilengkapi posisi-posisi lahan sesuai untuk ditanami mangrove, posisi hutan mangrove yang ada saat ini, posisi daerah dilarang bagi investor untuk membangun pemukiman, industri, hotel, lokasi yang memungkinkan untuk tambak silvofeshry, kemungkinan lokasi tambak di pesisir yang harus ditanami mangrove dan seterus. Semua informasi didapat di dalam peta desa tersebut. Dengan demikian diharapkan persepsi dan sikap positif masyarakat terhadap mangrove meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluh (BKP dan P4K Kabupaten Rembang). 2013. Manfaat Hutan Mangrove. Bkpp4k.rembangkab.go.id

Dahuri, R. J, Rais. S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia. Darwis. 2011. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Hutan Mangrove

Di Pantai Bunga Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara. Thesis. Sekoumatera Utara Medan 2011. Reposity.usu.ac.id

(11)

Elhaq dan Satria, 2011. Persepsi Pesanggem Mengenai Hutan Mangrove Dan Partisipasi Pesanggem Dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang Parit. 5 (01) ; 97-103

Harahab, 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Huda, 2008. Strategi kebijakan pengelolaan mangrove berkelanjutan di wilayah pesisir kabupaten tanjung jabung timur jambi. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/18579/1/Nurul_Huda.pdf Diakses pada tanggal 21/09/2012 pukul 10:50 WIB.

Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Bumi Aksara; Jakarta.

Kalpande dkk., 2010. A SWOT Analysis Of Small And Medium Scale Enterprise Implementing Total Quality Management. 1(1) : 59-64

Mardijono, 2008. Persepsi Dan Partisipasi Nelayan Terhadap Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Kota Batam. Tesis Universitas Diponegoro Semarang.

Marheningtyas, 2007. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelestarian Sumberdaya Air Di Kelurahan Temas Kecamatan Batu Kota Batu Malang Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang. (Tidak Diterbitkan)

Marzuki. 1977. Metodologi Riset. BPFE.Yogyakarta

Mulyadi,dkk. 2012. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata. Vol.1 Edisi Khusus. Mustafa, 2003. Metode Penelitian. Universitas Katolik Parahyangan. Bandung

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/MENHUT/V/2004 tentang Pembuatan Tanaman Rehabilitasi Hutan Mangrove Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Purnamawati dkk., 2007. Manfaat Hutan Mangrove Pada Ekosistem Pesisir (Studi

Kasus Di Kalimantan Barat). 2 (1)

Purnobasuki, 2005. Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove. Universitas Airlangga

Purnomo, 2007. Analisis Bauran Promosi (Promotion Mix) Yang Mempengaruhi Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Di Rumah Makan Sea Food “Kenari Djaya Resto” Kota Malang, Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang. (Tidak Diterbitkan)

(12)

Rangkuti, 2004. Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis. Gramedia; Jakarta Rianse, Usman dan Abdi, 2012. Metodologi Penelitian Sosial Dan Ekonomi. Alfabeta;

Bandung

Rusida, 2006. Analisa Profitailitas Usaha Silvofishery Di Desa Curah Sawo Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang. (Tidak Diterbitkan).

Saladin, 1995. Keberadaan Dan Hasil Tangkapan Alami Udang Penaeid Di Silvofishery. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institute Pertanian. Bogor.

Saptorini, 2003. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Konservasi Hutan Mangrove Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang

Saraswati, 2004. Konsep Pengelolaan Ekosistem Pesisir. 5(3) ; 205-211 Sarwono, 1992. Psikologi Lingkungan. Rasindo; Jakarta.

Sobar, 2004. Potensi Ekonomi Pengelolaan Hutan Mangrove Pada Perdagangan Karbon Melalui Mekanisme Pembangunan Bersih. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sobur, 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia; Bandung

Usman, Husaini dan Purnomo, Setiady. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara.Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

constituem contribuições à história da arte latino-americana. Devem estar organizados em: introdução, marco teórico, conteúdo, conclusões e referências. Devem ter uma

Kemampuan untuk menggunakan dan menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori dan informasi yang telah dipelajari ke dalam kondisi kerja atau konteks lain yang

Hasil selanjutnya adalah hasil data yang didapatkan dari hasil olah data peneltian pada variabel persepsi nilai pelanggan, dimana pada variabel membahas mengenai

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey eksplanatory dengan menggunakan angket atau kuesioner sebagai alat pengumpul data dan teknik analisis data adalah

Pada perkebunan kelapa sawit yang populasi kumbangnya tinggi, fruit set paling banyak dipengaruhi oleh kumbang, sebaliknya, perkebunan yang populasi kumbangnya rendah, maka peran

Tujuan penelitian yaitu (1) memperoleh informasi perubahan konsentrasi hara N pada daun umur 2-10 bulan di tiga lokasi sentra produksi manggis di Jawa Barat, (2) mendapatkan

Wawancara secara mendalam ini digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data, kesaksian-kesaksian dan informasi yang menyangkut penelitian yang meliputi pembelajaran

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pondasi menerus yang diletakkan pada tanah pasir dengan RC 70% dengan rasio kedalaman pondasi dan jarak lapis