• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Tentang Kompetensi Mahasiswa dalam Merekonstruksi Pembelajaran Terpadu (Studi Inkuiri Naturalistik pada Mahasiswa Semester Enam Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Tentang Kompetensi Mahasiswa dalam Merekonstruksi Pembelajaran Terpadu (Studi Inkuiri Naturalistik pada Mahasiswa Semester Enam Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG KOMPETENSI MAHASISWA DALAM MEREKONSTRUKSI

PEMBELAJARAN TERPADU (Studi Inkuiri Naturalistik pada Mahasiswa Semester

Enam Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Islam Riau)

JURNAL PENELITIAN

Oleh:

AGUS BASKARA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FKIP

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

(2)

(Agus Baskara). Studi Tentang Kompetensi Mahasiswa dalam Merekonstruksi Pembelajaran Terpadu (Studi Inkuiri Naturalistik pada Mahasiswa Semester Enam Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau

The student competence in reconstructing integrated Social Studies learning is an essential competency for the student as prospective social studies teacher. The competency is required, especially to teach social studies in junior high school, since the social studies learning in the school is an integrated Social Studies learning. Based on the condition, it needs to examine comprehensively and deeply how competencies of students of Social Studies education will reconstruct the integrated Social Studies learning. The research was conducted at the Department of Social Studies Education, Islamic University of Riau (UIR). The subjects are sixth semester students. The study purpose is to determine how the competence of Education student in reconstructing the integrated Social Studies learning. In order to gain a comprehensive and in-depth result, the study used a naturalistic inquiry research methods. Based on the research findings, it resulted that Social Science has been taught partially; this condition impacted the students' understanding on the meanings of social learning applications; the students understand the Social Studies as a collection of social knowledge to be learned separately. The other results show that students only conceptually understand the stages when they reconstruct the integrated social studies learning. However, in implementation, the student has not been able to reconstruct the exact integrated Social Studies learning. The main problem faced by the students is the stage of determining the relevant topics, formulate indicators, and determine the subject matter. The effects of this problem is, when students develop learning tools of syllabus and lesson plans (RPP), they are not able to distinguish between integrated social studies syllabus and lesson plans with regular syllabus and lesson plans. It is recommended that Department of Education UIR IPS to revise the social studies curriculum and implemented the integrated learning material as a new course which applicable and relevant to the practical demands.

Keywords: Social studies, Integrated learning,Competencies.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Konsep – konsep ilmu sosial dalam IPS tidak dipelajari secara terpisah tetapi dipadukan. Wesley (1964:9) menyatakan “the social studies are those portions or aspects of the social sciences that have been selected and adapted for use in the school or in other instructional situations”. Berdasarkan pendapat Wesley, bisa disimpulkan bahwa IPS merupakan seleksi dan adaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang digunakan untuk pembelajaran di sekolah. Selain itu, definisi tersebut mengandung makna bahwa pembelajaran IPS adalah

(3)

relevan. Secara lebih tegas Numan Somantri (2001: 134) yang memberikan penjelasan IPS sebagai suatu synthetic discipline yang berusaha untuk mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Dengan demikian, pembelajaran IPS merupakan pembelajaran terpadu yang disajikan dengan secara ilmiah dan psikologis.

Masih menurut Sapriya (2009: 35) Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPS adalah pendekatan yang bersifat integrated. Hal ini diaplikasikan melalui pelaksanan pembelajaran terpadu. Artinya, pembelajaran IPS bukan mengajarkan ilmu – ilmu sosial secara utuh, melainkan membuat sintesis dari ilmu-ilmu tersebut ke dalam tema-tema tertentu sehingga siswa mampu mengkaji tema-tema tersebut dari berbagai sudut pandang ilmu sosial. Pembelajaran yang bersifat terpadu memiliki kedudukan yang sangat penting pada pendidikan IPS, karena pembelajaran yang bersifat terpadu dalam pendidikan IPS merupakan implementasi dari tujuan dan jati diri pendidikan IPS. Tanpa pembelajaran yang bersifat terpadu maka pembelajaran IPS hanya bersifat parsial, dengan hanya mengkaji suatu permasalahan berdasarkan satu disiplin ilmu saja.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa IPS tidak bisa lepas dari keterpaduan konsep ilmu-ilmu sosial. Maryani dan Syamsudin (2009:2) menyatakan Penamaaan IPS sebenarnya sudah melekat dengan keterpaduan (integrated) ilmu-ilmu sosial, tujuannya sudah jelas untuk meningkatkaan kepekaan dan keterampilan dalam memecahkan masalah-masalah

sosial sesuai dengan psikologi perkembangan peserta didik.

Materi Pendidikan IPS ditingkat sekolah merupakan kajian terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi (Puskur, 2001: 9). Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosial yang terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Misalnya materi tentang konsep pasar, maka harus ditampilkan kapan atau bagaimana proses berdirinya (Konsep Sejarah), di mana lokasi pasar tersebut (Konsep Geografi), bagaimana hubungan antara orang-orang yang berada di pasar (Konsep Sosiologi), bagaimana kebiasaan-kebiasaan orang menjual atau membeli di pasar (Konsep Antropologi) dan berapa atau jenis-jenis barang yang diperjualbelikan (Konsep Ekonomi).

Pada kenyataannya kurikulum IPS pada pendidikan dasar dan menengah masih terpisah pisah, Kurikulum baru (KTSP) di SMP memang sudah memadukan IPS, tetapi masih tetap masih tampak nyata generik ilmu sosialnya, Standar Kompetensi dan Kompetensi dasarnya masih terlihat parsial dan pendekatannya pun belum tematik, kecuali kelas 1, 2, dan 3 di SD pendekatan yang digunakan sudah tematik. Pada jenjang SMA, IPS sudah mengarah ke ilmu sosial, IPS hanya dipergunakan sebagai payung ilmu-ilmu sosial dan nama salah satu jurusan saja.

(4)

“integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang disajikan dalam lingkup ilmiah”. IPS Berbeda dengan ilmu sosial yang tidak berafiliasi dengan ilmu pendidikan, dimana setiap kajiannya disajikan secara mandiri dan berdiri sendiri tidak berafiliasi dengan bidang keilmuan lain. Misalnya di Fakultas Ekonomi, maka secara khusus kajian yang disajikan adalah bidang kajian ekonomi secara mandiri, tidak diintegrasikan dengan bidang kajian lain di luar ekonomi. Akan tetapi bagi Fakultas atau pun Jurusan Pendidikan IPS, walaupun di dalamnya terdapat program studi pendidikan ekonomi, pada program studi tersebut tidak hanya mengkaji pendidikan ekonomi, tetapi seharusnya mengintegrasikan kajian ekonomi dengan ilmu sosial lain melalui pendekatan interdisipliner dan atau transdisipliner. Integrasi tersebut terdeskripsikan dalam kurikulum yang dilaksanakan di LPTK. Masih menurut Somantri (2001: 102), bahwa fakultas/ jurusan IPS “harus memperhatikan tujuan pendidikan IPS pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”. Artinya, kurikulum IPS di LPTK harus memiliki konektivitas dan relevansi dengan pendidikan dasar dan menengah, sehingga ketika melakukan perumusan kurikulum harus dilakukan secara berdampingan dengan pendidikan IPS ditingkat pendidikan dasar dan menengah.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa harus terdapat relevansi antara Pendidikan IPS di LPTK dengan Pendidikan IPS ditingkat pendidikan dasar dan menengah. Sebagian besar relevansi ini terdapat pada pengembangan kurikulum pendidikan IPS di LPTK dan pengembangan kurikulum di tingkat sekolah, yang mana keduanya harus

memiliki keterkaitan. Faktor lain yang juga memiliki peranan penting adalah lulusan dari LPTK itu sendiri yang akan berkarir di lingkungan pendidikan dasar dan menengah. Kualitas lulusan LPTK akan menentukkan sejauh mana ketercapaian tujuan pendidikan IPS di sekolah, kemudian ketercapaian aplikasi konsep keterpaduan (integrated) dalam pembelajaran IPS dan

bagaimana mereka mampu

mengembangkan sendiri kurikulum IPS di sekolah tempat mereka bekerja. Berdasarkan tuntutan tersebut, seharusnya guru IPS dipersiapkan secara khusus di LPTK melalui program studi pendidikan IPS.

Fakta saat ini, hampir tidak ada program studi Strata 1 (S1) pada LPTK di Indonesia yang mengkhususkan diri mempersiapkan mahasiswanya untuk menjadi guru IPS. Pada saat ini baru ada dua program studi Pendidikan IPS S1 yaitu di Universitas Pendidikan Indonesia dan di Universitas Negeri Yogyakarta. Pada LPTK yang lain, pendidikan IPS baru ada pada level fakultas dan jurusan yang membawahi program studi yang berada dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial

(5)

tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, dan SK Dirjen Dikti nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Dalam peraturan-peraturan tersebut dijelaskan bahwa terdapat mata kuliah yang memuat konten kurikulum fakultas dan jurusan. Mahasiswa di program studi harus mendapat mata kuliah yang berbasis jurusan/fakultasnya.

Jika meninjau kebijakan tersebut maka pembelajaran terpadu pada jurusan IPS dapat dijadikan mata kuliah jurusan. Walaupun mahasiswa kuliah di program studi pendidikan ekonomi, mereka dapat belajar tentang pembelajaran terpadu secara khusus agar mampu untuk menyusun dan merencanakan pembelajaran yang bersifat terpadu. Mereka harus mampu memadukan konsep ekonomi dengan bidang keilmuan lainnya dalam ilmu sosial ketika menemukan suatu permasalahan sosial dan berusaha memecahkannya berdasarkan pola pikir yang majemuk, tidak hanya dilihat dari ilmu ekonomi saja.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau (FKIP-UIR) merupakan satu-satunya LPTK swasta di Propinsi Riau yang memiliki Jurusan Pendidikan IPS. Jurusan ini berdiri mulai tahun 2005 dan memiliki satu program studi, yaitu program studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Minat masyarakat terhadap jurusan ini cenderung tinggi. Minat tersebut dibuktikan dengan pelamar yang mendaftar setiap tahunnya selalu tinggi. Berdasarkan data borang akreditasi program studi, saat ini jurusan pendidikan IPS memiliki mahasiswa sebanyak 578 orang, dan telah menghasilkan lulusan sebanyak dua angkatan. Selain itu, terdapat dua angkatan

yang telah diterima di dunia kerja dan sebanyak lima puluh persen mengajar di satuan pendidikan menengah baik di SMP/ di MTs.

Mahasiswa di jurusan pendidikan IPS dibebankan 152 SKS mata kuliah wajib yang berisi mata kuliah yang bersifat umum, mata kuliah dasar kependidikan, mata kuliah dasar profesi dan mata kuliah bidang keahlian. Mata kuliah yang berhubungan dengan pendidikan IPS terdiri dari Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Telaah Kurikulum IPS dan Ekonomi, Telaah Buku Teks IPS dan Ekonomi, dan Strategi Belajar Mengajar Ekonomi Akuntansi. Walaupun konten kurikulum tersebut sudah ada, akan tetapi, pola pikir mahasiswa masih terbatasi bahwa mereka hanya akan menjadi guru ekonomi/akuntansi di SMA/SMK. Sehingga mahasiswa tidak mempersiapkan diri jika suatu saat mereka akan mengajar di SMP.

(6)

UIR dalam merekonstruksi pembelajaran yang bersifat terpadu.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Pendidikan IPS

Terdapat beberapa definisi pendidikan IPS yang dikemukakan pakar pendidikan IPS, seperti yang dikemukakan oleh Wesley (1964), Gross (1964), Frasser dan West (1993), Djahiri dan Makmun (1979), Somantri (2001) dan Sapriya (2009). Wesley (1964: 9) mengemukakan “the social studies are those portions or aspects of the social sciences that have been selected and adapted for use in the school or in other instructional situations”. Dari definisi tersebut Wesley berpendapat bahwa Pendidikan IPS merupakan bagian atau aspek ilmu-ilmu sosial yang telah diseleksi dan disesuaikan untuk digunakan di sekolah atau di dalam situasi pengajaran lainnya.

Definisi dari Wesley sejalan dengan pendapat Somantri (2001: 109) yang mendefinisikan Pendidikan IPS adalah “..suatu synthetic discipline yang berusaha untuk mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Pendapat ini diperkuat dengan definisi yang dikemukakan Sapriya (2009: 26) yang berpendapat bahwa Pendidikan IPS sebagai “seleksi dan integrasi dari disiplin ilmu sosial dan disiplin ilmu-ilmu lain yang relevan, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis, dan sosio-kultural untuk tujuan pendidikan.”

Kemudian Djahiri dan Ma’mun (1979: 2) berpendapat bahwa: “IPS atau studi sosial konsep-konsepnya merupakan konsep pilihan dari berbagai ilmu lalu dipadukan dan diolah secara didaktis-pedagogis sesuai dengan tingkat

perkembangan siswa”. Sebagaimana Djahiri dan Makmun, Frasser and West, (1981: 15) berpendapat “…the social studies, on the other hand, consist of materials selected from the social sciences and organized for instruction of children and youth”. Berbeda dengan pendapat Wesley, Frasser dan West membatasi pendidikan IPS sebagai pengajaran yang diberikan pada anak dan remaja.

(7)

antara berbagai disiplin ilmu khususnya ilmu-ilmu sosial, yang terdiri atas beberapa bagian disiplin ilmu terseleksi seperti geografi, sosiologi, ekonomi, dan sejarah. Dalam pelaksanaannya IPS tidak dipelajari secara terpisah melainkan menjadi satu kesatuan sebagai aplikasi dari konsep keterpaduan.

2. Pembelajaran Terpadu

a. Pengertian Pembelajaran Terpadu Menurut Fogarty (1991: 78) pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan beberapa konsep, baik dari satu bidang studi maupun beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Kecenderungan pembelajaran terpadu diyakini sebagai suatu pendekatan berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak didik.

Pembelajaran terpadu adalah mengintegrasikan beberapa unsur mata pelajaran. Sebagaimana dikemukakan oleh Nasution (1991: 35) bahwa usaha untuk mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai mata pelajaran akan menghasilkan suatu kurikulum yang terpadu. Artinya bahwa pembelajaran terpadu ini meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Dengan kebulatan bahan pembelajaran ini diharapkan dapat membentuk anak menjadi suatu kepribadian yang mempersatukan yakni manusia yang sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitarnya.

a. Landasan Filosofis Pembelajaran Terpadu

Setiap teori belajar maupun pembelajaran pada umumnya mempunyai

landasan filosofis, yang berfungsi melandasi semua aspek lainnya. Perumusan tujuan atau kompetensi, dan isi atau materi pembelajaran pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Secara filosofis, kemunculan pembelajaran terpadu sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat berikut : (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme (Aisyah, dkk.,2007:211). Ketiga aliran filosofis ini menjadikan anak sebagai pusat pendidikan.

1) Filsafat Progresivisme

(8)

ulang pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikinya. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran filsafat progresivisme memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan dan bakat melalui suasana kegiatan yang alamiah dengan tetap memperhatikan pengalaman anak.

2) Filsafat konstruktivisme

Aliran filsafat konstruktivisme melihat pengalaman langsung anak atau direct experiences sebagai kunci dalam pembelajaran (Aisyah,2007: 212). Bagi kontruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditrasformasikan langsung begitu saja oleh seorang pendidik kepada anak , tetapi harus dipahami sendiri oleh masing-masing anak. Anak harus membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses membangun pengetahuan tersebut keaktifan anak yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya memiliki peran yang amat

besar dalam perkembangan

pengetahuannya. Anak berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan cara melihat, mendengar, menjamah, mencium dan merasakan.

Menurut Suparno (1997:57) konstruktivisme merupakan salah satu filsafat yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi atau bentukan kita sendiri. Pengetahuan lanjut Suparno, bukan tiruan dari kenyataan melainkan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak akan membentuk pengetahuannya sendiri, pengetahuan yang telah dimiliki oleh seorang anak adalah

hasil aktivitas yang dilakukan oleh anak tersebut. Karena itu pengalaman langsung anak atau direct experiences sebagai kunci dalam pembelajaran.

3) Filsafat Humanisme

Humanisme melihat anak dari segi keunikan, potensi dan motivasi yang dimilikinya. Sejalan dengan hal tersebut Elias dan Merriam dalam Moenir (2006: 21-22) menyatakan humanisme berpandangan bahwa diri (self) merupakan pusat kepribadian manusia. Pengembangan self ini akan terjadi melalui aktualisasi dari potensi-potensi yang dimiliki seseorang. Self yang dimiliki oleh seseorang digambarkan sebagai sejumlah keseluruhan yang terdapat dalam individu, yang dapat membedakan dirinya dengan orang lain. Termasuk dalam diri adalah sikap, nilai, perasaan, intelek dan ciri-ciri fisiknya. Implikasi dari hal tersebut (Aisyah, dkk.,2007: 213), maka tugas pendidikan memberikan kesempatan berkembangnya aspek individual anak dengan mengembangkan setiap bakat dan keterampilan khusus yang dimilikinya. Dalam kegiatan pembelajaran dilakukan dengan memberikan: (1) layanan pembelajaran selain bersifat klasikal, juga bersifat individual, (2) pengakuan adanya anak yang lambat dan cepat, (3) penyikapan yang unik terhadap anak yang baik menyangkut faktor personal/individual maupun yang menyangkut faktor lingkungan sosial/kemasyarakatan.

(9)

banyak bertindak sebagai model, teman pendamping, motivator, penyedia bahan pembelajaran, dan aktor yang juga bertindak sebagai anak (pembelajar). Dilihat dari motivasi dan minat, anak memiliki ciri sendiri. Implikasi dari pandangan tersebut, yaitu : (1) isi pembelajaran harus memiliki manfaat bagi anak secara aktual, (2) dalam kegiatan belajarna anak harus menyadari penguasaan isi pembelajaran itu bagi kehidupannya, dan (3) isi pembelajaran perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan anak. Sejalan dengan itu Pujiati (2007) mengemukakan bahwa dalam pandangan humanisme, kurikulum hendaknya menekankan pada : (1) kebebasan untuk belajar, sehingga anak dapat mengaktualisasi diri, (2) menggunakan minat anak dan bidang pengembangan yang dipelajari bersifat komprehensif, (3) menggunakan metode penemuan dengan menekankan pada kreativitas untuk mengembangkan keingintahuan alami anak, dan (4) peran pendidik sebagai agen kerjasama untuk menciptakan suasana kondusif dalam belajar. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas diketahui bahwa aliran filsafat humanisme dalam pendidikan mengutamakan peranan anak, pendidik lebih berfungsi sebagai fasilitator yang memfasilitasi anak untuk belajar. Minat dan kebutuhan anak menjadi orientasi utama dalam mengembangakan pengalaman belajar. Strategi pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip penemuan dengan tujuan utama agar anak mampu mengaktualisasikan diri.

Berdasarkan uraian di atas, maka aliran filsafat progresivisme, konstruktivisme dan humanisme merupakan filsafat pendidikan yang menempatkan anak sebagai pusat aktifitas

pendidikan dan memandang perkembangan anak sebagai suatu proses holistik yang kontekstual. Pandangan ini melandasi mengapa diperlukan pengemasan pembelajaran terpadu pada siswa.

C. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dianggap relevan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan inkuiri naturalistik atau naturalistic inquiry. Lincoln dan Guba (1985:39) menggunakan istilah Naturalistic Inquiry oleh karena ciri yang menonjol dari penelitian ini adalah cara pengamatan dan pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/ setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti (sebagaimana adanya natur). Terkait dengan jenis penelitian tersebut, maka peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga dengan menggunakan pendekatan inil diharapkan bahwa kompetensi mahasiswa dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dapat dideskripsikan secara lebih teliti dan mendalam.

D. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

(10)

tahapan-tahapan yang harus mereka laksanakan ketika harus merekonstruksi pembelajaran IPS terpadu. Akan tetapi, dalam aplikasinya, mahasiswa belum mampu merekonstruksi secara tepat bagaimana melakukan rekonstruksi pembelajaran terpadu. Permasalahan utama yang mahasiswa hadapi adalah dalam tahap menentukan topik yang relevan dengan kompetensi dasar, merumuskan indikator, dan menentukan materi pokok. Efek dari permasalahan ini adalah ketika mahasiswa menyusun perangkat pembelajaran berupa silabus dan RPP, mereka tidak mampu membedakannya dengan silabus dan RPP biasa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, bisa diketahui bahwa secara konseptual mahasiswa memahami prinsip dan konsep pembelajaran IPS terpadu. Mereka mampu membedakan mana IPS terpadu mana pembelajaran secara parsial. Mahasiswapun mengetahui bagaiamana tahapan-tahapan yang harus mereka laksanakan untuk menyelenggarakan pembelajaran IPS terpadu. Permasalahannya pada tahap aplikasi mereka mengalami kesulitan, yaitu ketika mereka harus memadukan KD ke dalam topik, menetukan topik, merumuskan indikator, menentukan materi pokok, menyusun silabus dan menyusun RPP.

Mahasiswa belum mampu mengoperasionalkan pemahaman mereka tentang pembelajaran IPS terpadu menjadi produk perangkat pembelajaran. Permasalahan ini merupakan dampak dari muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya konsep Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Mahasiswa diajarkan pembelajaran IPS terpadu secara instan melalui workshop. Sedangkan lima semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari IPS secara operasional untuk

diajarkan di tingkat sekolah. Mata kuliah yang identik dengan IPS, seperti Pengantar Pendidikan Ilmu Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar tidak mencukupi untuk menjadi fondasi mereka dalam memahami pendidikan IPS.

Secara umum tugas guru mata pelajaran IPS adalah sama dengan tugas guru mata pelajaran lainnya. Namun demikian dengan melihat karakteristik mata pelajaran IPS berbeda dengan mata pelajaran lainnya, maka setidaknya ada beberapa hal yang menjadi pembedanya. Misalnya, pada kurikulum sekarang ini (KTSP) ditekankan bahwa substansi mata pelajaran IPS merupakan IPS terpadu, maka tuntutannya adalah bahwa guru IPS sekarang ini harus memahami dan menerapkan model-model pembelajaran terpadu sebagaimana tuntutan kurikulum. Karakteristik IPS lainnya adalah bahwa masalah-masalah sosial kemasyarakatan sebagai obyek kajian IPS selalu berkembang terus menerus, maka sebagai guru mata pelajaran IPS dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan itu agar apa yang diajarkannya selalu up to date (masalah-masalah terkini).

(11)

menengah, khususnya pada SMK/MAK, substansi mata pelajaran IPS juga disajikan sebagai ‘IPS terpadu’ (2006:17).

Konsekuensinya adalah, setiap LPTK yang memiliki jurusan Pendidikan IPS harus mempersiapkan mahasiswanya agar mampu melaksanakan pembelajaran yang bersifat terpadu/tematis. Mahasiswa calon guru harus memiliki kompetensi yang memadai untuk mengajar IPS melalui pembelajaran yang bersifat tematis/terpadu karena mereka akan turun ke dunia kerja. Berdasarkan pemikiran tersebut maka bisa disimpulkan bahwa semua mahasiswa yang berada di bawah jurusan pendidikan IPS harus memiliki kompetensi dalam

melaksanakan pembelajaran

tematis/terpadu, terlepas apakah mahasiswa tersebut berada di program studi pendidikan ekonomi, pendidikan sejarah, pendidikan geografi ataupun prodi lain yang menjadi rumpun dari IPS.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Numan Somantri (2001:103) bahwa Penyelenggaraan Pendidikan IPS di LPTK adalah seleksi dari dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah ( dan Psikologis ) untuk mewujudkan tujuan pendidikan IPS dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila. Berdasarkan pendapat tersebut maka seyogyanya kurikulum Pendidikan IPS di LPTK merupakan kurikulum yang bersifat integratif yang terdiri dari ilmu-ilmu sosial yang telah diseleksi. Model kurikulum inilah yang akan mampu menjadi fondasi bagi mahasiswa untuk melaksanakan pembelajaran yang bersifat terpadu/tematis di jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Materi mengenai pembelajaran IPS terpadu sebaiknya menjadi matakuliah

tersediri. Mata kuliah ini merupakan penjabaran yang konkret dari konsep integrated dalam IPS. Dalam mata kuliah ini mahasiswa akan mampu “mengoperasionalkan” prinsip monodisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Lebih jauhnya lagi, dengan adanya kompetensi yang memadai dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis, mahasiswa akan mampu menemukan hakikat dari tujuan IPS sebagai salah satu fasilitas untuk membentuk peserta didik Menjadi warga negara yang baik, mampu berfikir untuk memahami, menyikapi, beradaptasi, dan memecahkan masalah sosial (peka terhadap masalah sosial yang ada di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat) dan memahami, mewarisi serta mengembangkan kebudayaan bangsa Indonesia.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

(12)

oleh mahasiswa belum menunjukkan konsep integrated yang seharusnya menjadi karakteristik pembelajaran IPS.

Berdasarkan hasil analisis, permasalahan di atas merupakan dampak dari muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya model Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Mahasiswa diajarkan pembelajaran IPS terpadu secara instan melalui workshop. Sedangkan lima semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari IPS secara operasional untuk diajarkan di tingkat sekolah. Mata kuliah yang identik dengan IPS, seperti Pengantar Pendidikan Ilmu Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar tidak mencukupi untuk menjadi fondasi mereka dalam memahami pendidikan IPS.

Peneliti merekomendasikan kepada pemerintah dan LPTK agar adanya lembaga yang menjadi rujukan utama dalam penyelenggaraan pendidikan IPS. Lembaga ini menjadi tempat pertemuan antara para pakar IPS, dosen, pengelola LPTK, guru, pemerintah, dinas pendidikan dan masyarakat seperti halnya NCSS di Amerika.

Rekomnedasi kedua yaitu kepada Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR dimana permasalahan dalam rekonstruksi pembelajaran IPS terpadu di Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR terjadi karena muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya konsep Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Secara khusus, peneliti merekomendasikan kepada pihak Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR agar melakukan revisi kurikulum IPS dan menjadikan materi mengenai pembelajaran IPS terpadu menjadi mata kuliah baru yang bersifat bersifat aplikatif serta relevan dengan

tuntutan di lapangan.. Mata kuliah ini merupakan penjabaran yang konkret dari konsep integrated dalam IPS. Dalam mata kuliah ini mahasiswa akan mampu “mengoperasionalkan” prinsip monodisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Lebih jauhnya lagi, dengan adanya kompetensi yang memadai dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis, mahasiswa akan mampu menemukan hakikat dari tujuan IPS sebagai salah satu fasilitas untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik, mampu berfikir untuk memahami, menyikapi, beradaptasi, dan memecahkan masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S.(2007). Pembelajaran Terpadu.Jakarta: Universitas Terbuka.

Ali, et al. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.Bandung : Pedagogiana Press.

Djahiri, K dan Ma’Mun, F.(1979). Pengajaran Studi Sosial. Bandung: LPPP-IPS:FKIP-IKIP Bandung. Fogarty, R. (1991). How to Integrate the

Curricula. Palatine. Illinois: IRI/Skylight Publishing.Inc.

Frasser and West.(1993).Social Studies in Secondary School.The Ronald Press Gross, R.E.(1964). “Social Studies”. In Charles W. Harris (ed), Encyclopedia of Educational Research. New York: Macmillan. Harianti, Diah.(2007).Model Pembelajaran

(13)

Hidayati, Mujinem .(2008). Pengembangan Pendidikan IPS SD, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Lincoln, Guba.(1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hill: Sage Publication Maryani, E dan Syamsudin, H. (2009).

“Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk meningkatkan kompetensi Keterampilan sosial”.Jurnal Penelitian.9, (1), 1-15.

Moenir, M. (2006) Model Pembelajaran Persiapan Membaca dan Menulis. Desertasi pada Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.Tidak diterbitkan

Nasution.(2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito

NCSS.(1994).Curriculum Standard for Social Studies. Washington.: Expectation of Excellece

Pujiati, M., A. (2007). PAUD dan Calistung, diakses dari http://duniaparenting.com/paud-dan-calistung/ tanggal 6 Juni 2012 jam 16.13 Wib

Puskur Balitbang Depdiknas.(2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Ilmu Sosial Sekolah Dasar Jakarta: Depdiknas

Puskur Balitbang depdiknas.(2007).Model Pembelajaran terpadu IPS.Jakarta: Depdiknas

Sapriya.(2009).Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran, Bandung: Rosdakarya.

Somantri, M. Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosda

Sukmadinata, N., Sy. (2005). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT.Rosda Karya.

Suparno, P., (1997) Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta. Kanisius

Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung. Sinar Grafika. Wesley, E.B. & Wronski,

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini diberitahukan kepada sudara, apabila dikuasakan harus disertai dengan surat kuasa atau surat tugas dari direktur kepada penerima kuasa atau penerima tugas dan

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi nilai matematika SMA Kesatrian 1 Semarang pada semester I untuk

Dapat dikatakan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran remedial dengan menggunakan alat peraga “Kotak Geser” ditinjau dari hasil belajar

Explicitly, the aims of this paper are: (i) to modify neutrino mass matrix subject to 2-3 symmetry by imposing the requirement that the trace of modified neutrino mass matrix to

Tuntutan persamaan hak perempuan dalam berbagai bidang sudah merupakan agenda di erah sekarang, prestasi dan keterampilan perempuan yang di tunjukkan selama

Meskipun volume penjualan ikan pengguna ATL lebih rendah 13 kilogram dari pengguna ATI, namun harga ikan yang diterima pengguna ATL 10 ribu lebih tinggi dari pengguna ATI,

Retractable landing light dirancang semaksimal mungkin dalam menerangi landasan ketika melakukan pendaratan, agar pesawat tidak keluar landasan pada

Media pembelajaran ini dirancang agar dapat dimanfaatkan oleh siswa dalam mempelajari materi sistem koordinat; (2) rancang bangun media pembelajaran sistem