Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 87
PENGARUH PEMIKIRAN MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD DI SUMATERA
Andi Putra Ishak &Mustaffa Abdullah
Ph.D Candidate, Departement of al-Qur’an and al-Hadits Academy of Islamic Studies, University of Malaya. Kuala Lumpur
Email: andiputraishak@yahoo.com
Abstract:Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad is the second caliph of Jemaat Ahmadiyah Qadian, he has tried to develop the community to the whole world including the island of Sumatra. Basyiruddin’s thought charged controversy like believing that Jesus had died, opening the door of prophethood and believes that Mirza Ghulam Ahmad as a prophet. This article aims to examine the influence of these ideas in Sumatra. Regions that were the focus of the study was Aceh, West Sumatra and North Sumatra. This study used the library and interviews. The results of this study found that Basyiruddin’s thought opposed by public, prominent scholars and government of Sumatera, because it was on the contrary to fundamentals of Islamic religion. Therefore, this thoughts did not have a significant effect on Sumatra.
Keywords:Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah Qadian, Sumatera
Abstrak:Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad merupakan khalifah kedua Jemaat Ahmadiyah Qadiani, beliau telah berupaya mengembangkan komunitas tersebut ke seluruh pelosok dunia termasuk di antaranya pulau Sumatera. Pemikiran Basyiruddin bermuatan kontroversi seperti meyakini bahwa Nabi Isa a.s telah wafat, terbukanya pintu kenabian dan berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemikiran tersebut di Sumatera. Daerah yang menjadi fokus penelitian ialah Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode perpustakaan dan wawancara. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pemikiran Basyiruddin mendapat penentangan keras dari masyarakat, tokoh ulama dan pemerintah Sumatera, karena ianya bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok dalam agama Islam. Oleh karena itu, pemikiran ini tidak memiliki pengaruh yang berarti di Sumatera.
Kata Kunci: Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah Qadian, Sumatera
Pendahuluan
Jemaat Ahmadiyah Qadiani merupakan salah satu sekte dari aliran
Ahmadiyah (Ahmadiyya Movement) yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (selanjutnya disebut Ghulam Ahmad). Sekte ini dipimpin oleh Mirza Basyiruddin
Mahmud Ahmad (selanjutnya disebut Basyiruddin),1 sementara sekte Lahore
dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali.2Kedua-dua sekte ini dikategorikan
sebagai aliran sesat, karena meyakini dan mengkultuskan Ghulam Ahmad sebagai
nabi setelah nabi Muhammad saw.3
1
Aris Mustafa, Ahmadiyah Keyakinan Yang Digugat, t.tp: Tempo, 2005), 71.
2
Martin Van Bruinessen (ed), Contemporary Developments In Indonesia, Singapore: Institute Of Southeast Asian Studies, 2013, 84.
3
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 88
Pada awal zaman kemerdekaan, Basyiruddin telah menargetkan Indonesia
sebagai sasaran untuk mengembangkan pemikirannya. Langkah persuasif ini
mencuat ketika posisinya sebagai imam besar Ahmadiyah, beliau memerintahkan
pengikutnya untuk menyebarkan perjuangan bangsa Indonesia dalam artikel dan
berita-berita harian. Pernyataan sikap ini pernah diterbitkan dalam koran
Kedaulatan rakyat, selasa 10 Desember 1946.4 Langkah-langkah persuasip Ahmadiyah menjadi daya tarikbagi presiden Soekarno ketika itu. Terutama ketika
Khawaja Kamaluddin datang ke Indonesia pada tahun 19205 untuk
menyampaikan kuliah umum di Surabaya tentang kebesaran dan ketinggian
Islam.6Respon Soekarno ketika itu ialah sebagai berikut:
“Saya wajib berterima kasih atas faedah-faedah dan keterangan-keterangan yang telah saya peroleh dari mereka (tokoh Ahmadiyah). Mereka memiliki tulisan-tulisan rasional, moderen, broadminded dan sesuai dengan logika”.7
Realitas di atas menunjukkan bahwa Basyiruddin mempunyai cita-cita
besar mengembangkan pemikirannya ke Indonsia, tetapi luput dari pandangan
para peneliti bahwa Sumatera merupakan pintu masuk Jemaat Ahmadiyah untuk
mengembangkan pemikiran Basyiruddin. Sedangkan penelitian tentang ini belum
dilakukan. Kajian tentang Basyiruddin pernah ditulis oleh Ihrom8 pada tahun
2010 untuk mendapatkan gelar magister studi islam di UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta. Tesis ini berjudul Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Tokoh Ahmadiyah. pemikiran tokoh yang diteliti ialah pemikiran Muhammad Ali dengan pemikiran Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad. Ini Murni penelitian perpustakaan
tidak menyentuh pengaruh pemikiran Basyiruddin.
4
Elza Peldi Taher dan Anick HT, Merayakan Kebebasan Beragama (Jakarta: ICRP, 2009), 659.
5
Nanang RI Iskandar, Sudut Pandang: Dialog dan Sebuah Pemikiran Islam (Jakarta Pusat: CV. Darul Kutub Islamiyah 2014), 138.
6
Khawaja Kamaluddin, The Secret Of Exsistence or The Gospel of Action, terj. H.M. Bachrum (Jakarta Pusat: CV. Darul Kutub Islamiyah, 2016), v.
7
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi (Panitya Penerbit: Jakarta, 1946), 346.
8Ihrom. “Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Tokoh Ahmadiyah.” Tesis Magister, UIN
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 89
Adapun pada tahun 2005, Muhammad Ya’qub9
meneliti tentang sejarah
dan penyebaran Ahmadiyah di Medan. Tulisan ini cenderung subjektif, karena
ditulis oleh internal Jemaat Ahmadiyah untuk mendapatkan gelar sarjana muda di
Jamiah Ahmadiyah Bogor. Maka artikel ini mencoba untuk menggabungkan data
perpustakaan dan pandangan tokoh di lapangan. Tulisan ini setidaknya dapat
memberikan gambaran tentang pergolakan dan respon masyarakat terhadap
pemikiran Basyiruddin di Sumatera.
KERANGKA TEORI
Dalam penelitian ini pengkaji menggunakan teori asimilasi dan akulturasi.
Teori asimiliasi ialah suatu proses mengembangkan sikap-sikap yang sama, yang
walaupun kadang-kadang bersifat emosional.10 Proses ini bertujuan untuk
mencapai suatu integerasi di antara dua kelompok untuk menghilangkan
perbedaan di antara mereka. Ketika berlaku interaksi di antara dua kebudayaan,
maka asimilasi akan terealisasi ketika wujud perbedaan di antara dua kebudayaan,
terjadinya interaksi dalam masa yang lama dan kebudayaan itu saling berubah dan
menyesuaikan diri. Tingkatan asimilasi yang terjadi dalam kajian ini
ialahAsimilasi penerimaan sikap (attitude receptional assimilation) dan Asimilasi penerimaan perilaku (behavior receptional assimilation)11
Adapun teori akulturasi, menurut lauer seperti yang dikutip oleh Aprinus
Salam akulturasi ialah pengaruh satu kebudayaan terhadap kebudayaan lain atau
saling mempengaruhi antara kebudayaan yang mengakibatkan terjadinya
perubahan kebudayaan.12Dalam realitasnya hal ini terjadi ketika kebudayaan asing
diadopsi sehingga diterima menjadi budaya lokal tanpa menghilangkan unsur
kebudayaan yang ada.
Berdasarkan teori di atas pengkaji meneliti proses transformasi pemikiran
Basyiruddin di Sumatera, tahap penerimaan masyarakat dan sejauh mana proses
9
Muhammad Ya’qub Suriadi. “Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya, skripsi.” Skripsi, Jamiah Ahmadiyah Indonesia, Bogor 2005.
10
Janu Murdiyatmoko, Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat (Grafindo Media Pratama: Bandung, 2007), 79.
11
Milton M. Gordon. 1968. Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National Origins. New York: Free Press), 10.
12
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 90
asimilasi dan akulturasi paham Ahmadiyyah yang dikembangkan oleh
Basyiruddin dapat mengakar di Sumatera.
Biografi Basyiruddin dan Peta Pemikirannya
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, dilahirkan di Qadian, India pada 12
Januari 1889 M.13 Beliau merupakan anak pertama Ghulam Ahmad, pendiri
Jemaat Ahmadiyah. Ibunya bernama Jahan Bagum,14kalangan
Ahmadiyahmenyebutnya Ummul Mukminin Sayyidah Nusrat Jahan
Begum.15Dalam teologi Ahmadiyah, kelahiranBasyiruddin merupakan menifestasi keberkatan bagi dunia Islam.16 Informasi tentang kelahirannya diklaim telah
diwahyukan sebelumnya kepada Ghulam Ahmad. Oleh karena itu, kalangan
Ahmadiyah menyebutnya dengan gelar Al-Mushlih al-Mau’ud(the promised reformer).17
Dalam dunia pendidikan, Basyiruddin gagal menyelesaikan pendidikan
formalnya. Sejak kecil beliau menderita penyakit serius yang memaksanya untuk
belajar secara otodidak.18 Di samping itu, beliau menempuh pendidikan informal
dari founding father Jemaat Ahmadiyah seperti Ghulam Ahmad dan Hakim Nuruddin. Basyiruddin juga mengklaim telah mendapatkan ilmu laduni dan
ilham.19Menurut pengakuannya, beliau telah menerima ilmu secara langsung dari
malaikat Jibril. Pada level ini, beliau telah diajar tentang tafsir surat al-Fatihah.20
Beberapa realitas di atas menyebabkan beliau mendapat posisi istimewa dalam
Jemaat Ahmadiyah. Bahkan beliau diyakini sebagai tokoh penyambung lidah
Ghulam Ahmad untuk mempertahankan ajaran Islam dari perspektif Ahmadiyah.
13
Hasanat Ahmad Syed, The Second Coming Of Jesus Christ, (New York Bloomington: Iuniverse, Inc, 2009), 117.
14
Asep Burhanuddin, Ghulam Ahmad: Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: LkiS, 2005).33.
15
Nuruddin Muneer, Ahmadi Muslim, 89.
16
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad. Rememberance Of Allah (United Kingdom: Islam International Publications Ltd, 2003), vi.
17
Nurudin Muneer, Ahmadi Muslim, (Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1988), 195.
18
R. Ahmad Anwar, Profil, dalam brosur Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Bogor: JAI, t.t, 1.
19
Ibid,
20
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 91
Basyiruddin meyakini bahwa ayahnya, Ghulam Ahmad merupakan utusan
Tuhan yang berposisi sebagai Zulkarnain.21 Seperti halnya Zulkarnain yang
diabadikan di dalam al-Qur’an dapat menguasai Timur dan Barat. Demikian juga
Ghulam Ahmad akan mentransformasi ajaran Ahmadiyahke seluruh dunia,
termasuk kepulauan nusantara, Indonesia. Pemikiran Basyiruddin merupakan
reinkarnasi dari pemikiran pendiri Ahmadiyah. Tiga hal utama yang menjadi basis
pemikirannya ialah membuktikan kematian nabi Isa a.s,22 berlangsungnya
wahyu23 dan kemunculan nabi baru dalam wujud Ghulam Ahmad.24 Sistematika
pemikiran tersebut hanya untuk memudahkan klaim kenabian Ghulam
Ahmad.25Untuk menyebarkan pemikiran ini Basyiruddin telah menulis banyak
karangan yang berkaitan tentang tafsir, sejarah dan pemikiran.
Transformasi Pemikiran Basyiruddin Ke Nusantara
Eksistensipemikiran Basyiruddin di nusantara tidak terlepas dari peran
mahasiswa Indonesia yang sedang melakukan studi di Qadian, India. Mereka
mengundang Basyiruddin untuk melakukan transformasi pemikirannya di
Indonesia, setelah berhasil membawanya ke Eropa.26Para mahasiswa tersebut
merupakan alumni sekolah Sumatera Thawalib, Padang Panjang27 yaitu Abu
Bakar Ayyub, Ahmad Nuruddin dan Zaini Dahlan.28Undangan itu sesuai dengan
misi Basyiruddin ketika dilantik menjadi khalifah Jemaat Ahmadiyah, beliau
bercita-cita untuk menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui organisasi
internal Ahmadiyah yang dinamakan denganTahrik Jadid.29
21
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, The Holy Qur’an English Translation &
Commentary, (Bandung: Neratja Press, 2014), 1004.
22
Ibid, 248.
23
Ibid, 11.
24
Ibid, 23-24.
25
Muchlis M. Hanafi, Menggugat Ahmadiyah, (Ciputat: Lentera Hati, 2011), 51.
26
Nuruddin Muneer,Ahmadi Muslim, 98.
27
Hamka, Ayahku, (Malaysia: PTS Publishing House, 2016), 201.
28
Tiga serangkai
29
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 92
Undangan tersebut disambut baik oleh Basyiruddin dengan mengutus duta
Ahmadiyah, M. Rahmat Ali H.A.O.T (selanjutnya disebut Rahmat Ali).30 Dia
merupakan mantan guru agama di Qadian.31 Sebelum berangkat ke nusantara dia
telah mendapat training khusus dari khalifah, Basyiruddin. Training tersebut
berhubungan dengan implementasi dan strategi dakwah,32 di samping itu Rahmat
Ali juga mempelajari kemahiranberbahasa Indonesia. Kemahiran ini dipelajarinya
dari mahasiswa-mahasiswa yang sedang studidi Qadian dengan menggunakan
buku Tiga Serangkai.33Setelah menjalani training Rahmat Ali diberangkatkan
secara formal dari pelabuhan Qadianpada 17 Agustus 1925 M.34 Rute perjalannya
ialah India, Pulau Pinang Malaysia, Medan sebelum tiba di Aceh sebagai tujuan
utamanya untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin.35 Dalam menyebarkan
pemikiran tersebut Rahmat Ali dibantu oleh mubaligh-mubaligh lokal yang
simpati terhadap ajaran Jemaat Ahmadiyah.
Respon dan Reaksi Masyarakat Aceh.
Kalangan Ahmadiyah meyakini bahwa menyebarkan pemikiran
Basyiruddin tentang nabi Isa a.s, keberlangsungan wahyu dan kemunculan nabi
baru merupakan bagian dari dakwah yang diperintahkan Tuhan. Realitas ini
dibuktikan dengan motto yang ditulis dalam buku cara tabligh yang efektif.36
Motto mereka ialah surat al-Fusshilat 41:33
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?".
Aceh populer dengan sebutan Serambi Mekah, karena mayoritas
penduduknya beragama Islam. sehingga segala aktivitas yang dilakukan
30
Munawar Ahmad dkk, Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000), (Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2000), 13.
31
Ibid, 19.
32
Sumayya, Riwayat Hidup Tiga Serangkai, (Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2000), 75.
33
Munawar Ahmad dkk, Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000),19.
34
Sumayya, Riwayat Hidup Tiga Serangkai,..77.
35Muhammad Ya’qub Suriadi, Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya, skripsi, (Bogor: Jamiah Ahmadiyah Indonesia, 2005) 23.
36
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 93
berorientasi kepada unsur-unsur syariat Islam.37 Pemikiran Basyiruddin dapat
masuk ke bumi Aceh disebabkan propaganda yang dilakukan oleh penganut
Ahmadiyah asal Aceh yang belajar di Qadian, India. Hal ini didalangi oleh
Muhammad Samin, beliau membangkitkan isu imam Mahdi telah muncul di
India. Sebagian masyarakat mempercayai informasi ini, sehingga memudahkan
jalan bagi Muhammad Samin untuk meyakinkan bahwa dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama akan datang utusan imam Mahdi ke bumi Aceh.38 Di
sinilah peluang mubaligh Ahmadiyah Qadian untuk menyebarkan pemikiran
Basyiruddin di Aceh.
Setelah disebarkan informasi tentang kebangkitan imam Mahdi di India,
beberapa kalangan masyarakat Aceh menunggu-nunggu kedatangan utusan imam
Mahdi tersebut. Menurut catatan Jemaat Ahmadiyah Qadian mereka berjumlah
ratusan orang.39Adapun mubaligh yang diutus untuk menyebarkan pemikiran
Basyiruddin di Aceh adalah Rahmat Ali, beliau melakukan tabligh di Tapaktuan,
Aceh Selatan. Usaha ini membuahkan hasil, karena terdapat beberapa masyarakat
Aceh yang bersedia menerima ide-ide tersebut. Di antara yang menerima
pemikiran ini ialah Abdul Rahman, Muhammad Syam, Mahdi Sutan Singasoro,
Mamak Gamuk, Munir, Ali Sutan Marojo, Sulaeman, Datuk Dagang Muhammad
Hasan, Abdul Wahid, Muhammad Yakin Munir, Nyak Raja, Abas dan Teuku
Nasruddin.40
Selain bertabligh Rahmat Ali juga menempuh cara berdebat, pada akhir
Desember tahun 1925 M pernah diadakan debat terbuka di rumah Mamak Gamuk.
Isu yang menjadi bahan perdebatan ialah pemikiran Basyiruddin tentang
kewafatan nabi Isa a.s, kenabian tanpa syariat, kenabian pendiri Jemaat
Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad dan al-Masih al-Mau’ud.41 Setelah dicermati ternyata pemikiran ini bertentangan dengan keyakinan umat Islam mayoritas. Ia
hanya berputar di antara dua hal, yaitu menetapkan bahwa nabi Isa a.s telah wafat
37
Muhammad Ibrahim dkk. Sejarah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991), 235.
38
Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), 21.
39
Ibid,
40
Ibid, 21-22.
41
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 94
dan mengklaim nabi Isa yang akan muncul di akhir zaman ialah Ghulam
Ahmad.42 Pemikiran ini telah menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat
Aceh, banyak ulama yang berusaha untuk mengcounter pemikiran baru tersebut,
karena dianggap berbahaya bagi akidah umat Islam Aceh.
Di antara ulama yang menentang penyebaran pemikiran Basyiruddin di
Aceh ialah Muhammad Isa dan Ahmad Syukur. Mereka berdua adalah murid dari
Dr. Abdul Karim Amrullah, ayah buya Hamka.43 Akibat dari dakwah Rahmat Ali
yang kontroversial itu, para ulama dan masyarakat Aceh melaporkannya
kekepolisian, akhirnya beliau diusir dan pergi meninggalkan Aceh menuju
Sumatera Barat. SepeninggalRahmat Ali, para pengikutnya yang fanatik masih
melakukan kegiatan diskusi di rumah Sulaeman dan Datuk Raja Ahmad. Bahkan
pada tahun 1926 M seorang tokoh Ahmadiyah, Zaini Dahlan berusaha merekrut
warga Aceh untuk dibawa belajar ke Qadian, India. Di antara yang berhasil
direkrut adalah Abdul Wahid, Muhammad Yakin Munir, Abdul Rahman dan
Abdul Rahim. Walau bagaimanapun kegiatan perekrutan ini diketahui oleh para
penguasa Aceh, akhirnya barisan raja-raja Aceh menghentikan segala kegiatan
Ahmadiyah yang beroperasi di Aceh.44 Hal ini menyebabkan pemikiran
Basyiruddin tidak dapat lagi diteruskan di Aceh.
Realitas di atas membuktikan bahwa pemikiran Basyiruddin tidak dapat
berkembang di Aceh, keteguhan para ulama dan masyarakatnya memegang
keyakinan yang benar menyebabkan pemikiran kontroversial tersebut ditolak.
Namun militan Ahmadiyah tetap mencari celah untuk membawa pemikiran
Basyiruddin ke Aceh. Pada tahun 2000-an telah dikirim dua mubaligh Ahmadiyah
untuk membawa misi dan melakukan perekrutan di Aceh. Mubaligh ini bergerak
secara underground, tidak memiliki sekretariat khusus dan mengajak mesyarakat berdiskusi tentang masalah-masalah yang menjadi titik utama pemikiran
Basyiruddin. Secara organisasi mereka masih bagian dari mubaligh Jemaat
42
Hamka, Ayahku, 234-235.
43
Ibid, 235.
44
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 95
Ahmadiyah cabang Medan.45 Menurut Habib Berlin, Mubaligh Jemaat
Ahmadiyah cabang Medan, mereka sering melakukan perjalanan ke Aceh untuk
menyampaikan Islam dalam perspektif pemikiran Basyiruddin. Perjalanan ini
dilakukan dengan sepeda motor dan berhenti di tempat-tempat yang dikira
strategis untuk berjumpa dengan masyarakat.46 Hal senada diungkapakan oleh
Dadan, mubaligh Jemaat Ahmadiyah cabang Tanjung Pura perjalanan ke Aceh
dilakukan dengan konvoi bersama keluarga untuk mengelilingi Aceh. Namun
sampai saat ini (2014) mereka belum berhasil mendirikan cabang di Aceh.47
Mahmudin, nazir mesjid al-Mubarak, mesjid Jemaat Ahmadiyah Medan
menjelaskan bahwa ketika terjadi peristiwa Tsunami tahun 2004 mereka berada di
Aceh selama satu bulan penuh. Pada saat itu mereka mendirikan dapur umum dan
memberikan sumbangan kepada para korban Tsunami. Keberadaan mereka di
Aceh bukan atas nama Jemaat Ahmadiyah, tetapi menggunakan nama Humanity First sebagai organisasi sosial Jemaat Ahmadiyah di peringkat Internasional.48
Respon dan Reaksi Masyarakat Sumatera Barat
Setelah gagal menyebarkan pemikiran Basyiruddin di Aceh, Rahmat Ali
mencari tempat baru yang dianggap bisa menerima ide-ide tersebut. Tempat yang
menjadi pilihan Rahmat Ali ialah Sumatera Barat. Di daerah ini beliau tinggal di
rumah keluarga Daud Bangsa Diradjo di kawasan Pasar Miskin.49 Langkah
pertama yang ditempuh ialah dengan cara bertabligh ke Padang Panjang, Batu
Sangkar dan Paya Kumbuh. Namun kegiatan ini mendapat tantangan hebat dari
ulama-ulama Sumatera Barat. Walaupun demikian ada juga kalangan yang mau
menerima pemikiran tersebut.50
45
Rakeeman RAM Juman (Dosen Filsafat dan Perbandingan Agama Jamiah Ahmadiyah Indonesia) dalam wawancara dengan penulis, 24 November 2014.
46
Habib Berlin (Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan) dalam wawancara dengan penulis, 4 Mai 2014.
47
Dadan (Mubalidh Jemaag Ahmadiyah Cabang Tanjung Pura) dalam wawancara dengan penulis, 4 Mai 2014.
48
Mahmudin (nazir mesjid al-Mubarak, Jemaat Ahmadiyah Medan) dalam wawancara dengan penulis, 4 Mai 2014.
49
Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal. 23-34.
50 “Sejarah Ahmadiyah di Sumatera Barat,” diupdate 2016, diakses 16 Oktober 2016,
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 96
Menurut Buya Hamka anggota Jemaat Ahmadiyah memiliki kegemaran
berdebat dalam mempertahankan pemikiran Basyiruddin. Sesi perdebatan itu
memakan waktu yang lama untuk menetapkan bahwa nabi Isa a.s telah wafat.
Ketika asumsi ini dapat diterima, mereka akan mencari alasan lain bahwa Nabi Isa
a.s akan dibangkitkan kedua kalinya. Sesi selanjutnya ialah mencari bukti empirik
bahwa Nabi Isa a.s yang akan turun ialah pendiri Ahmadiyah, Ghulam Ahmad.51
Ketika melakukan tabligh di Sumatera Barat Rahmat Ali didampingi oleh salah
seorang tokoh tiga serangkai yaitu Abu Bakar Ayyub. Hal ini dilakukannya
setelah menyelesaikan kuliah di Qadian pada tahun 1931M.52 Salah satu contoh
usaha tabligh kedua-dua tokoh Ahmadiyah tersebut ialah mereka berhasil
merekrut sepuluh penduduk Bandar Lahat untuk menerima pemikiran
Basyiruddin. Nama-nama mereka ialah H. Mansyur, Manifah Mansyur, Demang
Kenasin, Rekini, Hj. Matasir, Hafsah, Kodri, Busri, Aini dah Hj. Jamah.53
Selain itu H. Mahmud, penduduk lokal, alumni Jamiah Ahmadiyah Qadian
juga ikut serta mendampingi Rahmat Ali dalam menyebarkanpemikiran
Basyiruddin di Sumatera Barat. Sokongan Daud Bangsa Diradjo turut memberi
pengaruh besar sehingga pemikiran Basyiruddin dapat diterimaoleh para
pedagang dan beberapa murid dari Dr. Haji Abdullah Ahmad.54 Tetapi perjuangan
tabligh tersebut kembali mendapat penentangan yang kuat dari penduduk Bukit
Surungan dan Padang Panjang, bahkan masyarakat mengusir mereka dengan
menggunakan anjing pelecak.55 Bantahan dan penolakan terhadap pemikiran baru
tersebut semakin tinggi, sehingga penduduk yang sudah terpengaruh membentuk satu komite yang bernama “Komite Pencari Haq”. Komite ini bertujuan untuk
melakukan perdebatan dengan para ulama Sumatera Barat tentang pemikiran
Basyiruddin. Namun misi ini tidak ditanggapi secara serius oleh para ulama
tersebut, sehingga dengan perasaan kecewa mereka membubarkan komite
51
Hamka, Ayahku,hal. 236-237.
52
Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal. 25.
53
Sumayya, Riwayat Hidup Tiga Serangkai, hal. 7.
54 “Sejarah Ahmadiyah di Sumatera Barat,” diupdate 2016, diakses 16 Oktober 2016,
http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-di-sumatera-barat
55Ibid
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 97
tersebut. Lalu secara resmi mendirikan cabang Jemaat Ahmadiyah di Padang,
Sumatera Barat pada tahun 1930 M.56
Setelah pendirian cabang Jemaat Ahmadiyah di Sumatera Barat, pada
tahun 1931 M, pengikut ajaran ini menulis buku yang berjudul Iqbaloel Haq Kitaburrahmat. Buku ini ditulis untuk membantah bahwa Jemaat Ahmadiyah melakukan haji ke Qadian. Selain itu majalah bulananizharoel Haq dan majalah
Islamjuga didistribusiakanuntuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin di Sumatera Barat. Bantahan para ulama terhadap mereka semakin meluas, sehingga muncul
fatwa-fatwa yang mengatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah kafir, perkawinan
mereka tidak sah dan anak yang dilahirkan dianggapsebagai anak di luar nikah.
Akibat dari peristiwa ini terdapat beberapa orang yang telah terpengaruh dengan
pemikiran Basyiruddin, bersedia kembali kepada pangkuan agama Islam.57
Para ulama di Sumatera Barat saling bahu membahu untuk membantah
pemikiran Basyiruddin yang dibawa oleh mubaligh Jemaat Ahmadiyah. Syekh
Abdullah Ahmad mengeluarkan harian khusus untuk membongkar siapa dan apa
sebenarnya rencana Jemaat Ahmadiyah, beliau juga menulis buku untuk
membantah pemikiran tersebut. Selain itu Dr. Abdul Karim Amrullah, ayah buya
Hamka juga menulis buku yang berjudul al-Qaul al-Sahih. Buku ini merupakan bantahan terhadap keyakinan Jemaat Ahmadiyah yang dicetuskan oleh
Basyiruddin.58 Dr. Abdul Karim Amrullah sendiri dikenal dengan Haji Rasul
adalah ulama yang sangat anti dan berjuang kuat untuk membantah pemikiran
Basyiruddin.59
Bantahan dan penolakan terhadap pemikiran Basyiruddin dilakukan secara
sistematis, sehingga mubaligh Jemaat Ahmadiyah tidak dapat meluaskan
pengaruhnya di Sumatera Barat. Terutama setelahberkembangnya organisasi
Muhammadiyah, masyarakat disibukkan dengan beramal, mendirikan sekolah,
melakukan tabligh Islam secara semarak. Kegiatan ini dapat memalingkan
56
Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal. 23-34.
57 “Sejarah Ahmadiyah di Sumatera Barat,” diupdate 2016, diakses 16 Oktober 2016,
http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-di-sumatera-barat
58
Hamka, Ayahku, hal. 238.
59
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 98
perhatian masyarakat dariperdebatan dengan para mubaligh Ahmadiyah. Dengan
sendirinya pengaruh mubaligh Jemaat Ahmadiyah untuk menyebarkan pemikiran
Basyiruddin dapat dihentikan. Setelah itu jumlah anggota Jemaat Ahmadiyah
semakin berkurang, melihat realitas ini M. Rahmat Ali pergi dari Sumatera Barat
ke Jakarta.60 Beliau tiba di Jawa pada tahun 1931 M.61 Dari keterangan di atas
dapat disimpulkan bahwa pemikiran Basyiruddin tidak memberi pengaruh kepada
masyarakat di Sumatera Barat, kegagalan mubaligh Jemaat Ahmadiyah di
Tapaktuan, Aceh juga dirasakan di Sumatera Barat.
Respon dan Reaksi Masyarakat Sumatera Utara
Mubaligh Jemaat Ahmadiyah yang ditugaskan untuk menyebarkan
pemikiran Basyiruddin di Sumatera Utara ialah Mohammad Sadiq H.A. Beliau
tiba di Sumatera Utara pada tahun 1931 M.62 Orang yang pertama kali beliau
jumpai ialah Abdul Hakim yang bekerja sebagai pedagang roti canai dan martabak
India di Pulo Brayan, Medan. Rumah makan ini sering didatangi oleh pegawai
pabrik Deli Spoorweg Maatschappij (DSM).63 Di antara mereka ada yang suka berdiskusi tentang masalah agama. Dari sinilah terbuka pertama kali kesempatan
Mohammad Sadiq H.A untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin kepada
masyarakat Sumatera Utara.
Metode yang ditempuh oleh Muhammad Sadiq ialah dengan cara
bertabligh, beliau menyampaikan pemikiran Basyiruddin tentang kewafanan nabi
Isa a.s, kenabian tanpa syariat, kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan Masih
al-Maw’ud. Pemikiran ini berbeda dengan kayakinan yang telah mengakar di Sumatera Utara yang disebarkan dalam berbagai ceramah dan diskusi. Pada
awalnya pemahaman ini dianggap aneh, tetapi dengan berjalannya waktu terdapat
pegawai DSM yang menerima pemikiran Basyiruddin tersebut. Orang pertama
60
Hamka, Ayahku, hal. 239.
61
Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal. 28.
62Muhammad Ya’qub Suriadi, Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya, hal. 22.
63Deli Spoorweg Maatschappij
(DSM) adalah perusahaan transportasi kereta api yang dibangun di Deli, Medan, Sumatera Utara pada abad ke-19. Lihat, Tengku Luckman Sinar,
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 99
yang terpengaruh dengan pemikiran ini ialah Marmen.64 Setelah itu Marmen ikut
bahu membahu dengan Mohammad Sadiq untuk menyebarkan pemikiran
Basyiruddin di Sumatera Utara. Perjuangan ini membuahkan hasil ketika
sahabat-sahabatMarmen seperti Said, Saidi, Saiban, Hasyim Siregar dan Tukenang
bersedia untuk menerima pemikiran Basyiruddin dan melakukan baiat menjadi
anggota Jemaat Ahmadiyah.65
Setelah itu segala aktivitas dan program untuk menyebarkan pemikiran
Basyiruddin disusun oleh Muhammad Sadiq dan para pegawai DSM. Kegiatan
tersebut dilakukan secara diam-diam selama dua tahun dimulai dari 1931-1933 M,
namun kegiatan ini akhirnya dapat diketahui oleh masyarakat Sumatera Utara.
Pada tahun 1934 M masyarakat dapat melacak kehadiran dua orang mubaligh
Jemaat Ahmadiyah di Sumatera Utara iaitu Mohammad Sadiq dan Abu Bakar
Ayyub.66Maka terjadilah berbagai bantahan dan penolakan terhadap pemikiran
baru tersebut. Masyarakat menganggap bahwa anggota Jemaat Ahmadiyah bukan
bagian dariumat Islam, sehingga mereka tidak boleh dikuburkan di perkuburan
umum.67Akibat darimasalah ini pemerintah Sumatera Utara terpaksamembeli
tanah perkuburan yang dikhusukan untuk penganut Jemaat Ahmadiyah.
Masyarakat Sumatera Utara juga melakukan aksi protes terhadap
program-program yang dijalankan oleh penganut Jemaat Ahmadiyah. Seperti bantahan
terhadap pembangunan rumah ibadah Jemaat Ahmadiyah yang terpaksa
dihentiakan selama 15 tahun.68
Kritikan dan bantahan juga dilakukan oleh Haji Bustami Ibrahim, beliau
menyampaikan bantahan terhadap pemikiran Basyiruddin dalam khutbah Idul
Fitri yang dilaksanakan di Medan pada 7 Januari 1935 M. Tiga bulan setelah itu,
organisasi Muhammadiyah mengundang ulama Padang Panjang, Syekh
Muhammad Djamil Djambek untuk melakukan tabligh akbar dengan tujuan
64 “Sejarah Ahmadiyah Sumatera Utara,” diupdate 2016, diakses 18 Oktober 2016,
http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-sumatera-utara
65Muhammad Ya’qub Suriadi, Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya, hal. 24..
66
Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, hal. 72.
67
Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal. 58.
68
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 100
membantah pemikiran Basyiruddin tersebut. Aktivitas dakwah ini dilakukan di
ruang bioskop Hok Hoa, Jalan Cantoon, Medan.69Bantahan selanjutnya dilakukan oleh organisasi Jam’iyyah al-Wasliyyah dalam acara maulid nabi Muhammad SAW pada 13 Juni 1935 M. Hal yang sama juga dilakukan oleh ulama-ulama
Sumatera Utara seperti Abdurrahma Shehab, Tengku Fahruddin, Haji Ismail
Lubis, Haji Abdul Madjied dan gerakan perempuan Aisyiah.70
Kekacauan masyarakat akibat pemikiran Basyiruddin yang sampai ke
Sumatera Utara semakin bergejolak, sehingga empat bulan setelah itu
diadakandebat terbuka di gedung bioskop Hok Hoa pada 17 November 1935 M. Acara ini dihadiri oleh 100 orang peserta yang diketuai oleh Abdul Rahman
Shihab. Adapun sebagai pembicara ialah Tengku Fahruddin, Syeikh Mahmud
Khayyat, Haji Ismail Lubis dan H. Abdul Majied. Acara debat terbuka ini
menyimpulkan bahwa pemikiran Basyiruddin bertentangan dengan Islam.71 Para
ulama yang menyertai acara tersebut menamakan diri dengan “Persatuan
Pemberantas i’tikad Ahmadiyah Qadian”. Setelah acara debat terbuka selesai, lalu disebarkan pemberitahuan kepada masyarakat tentang rincian dan hasil
keputusan yang dicetak dalam bentuk brosur. Brosur ini disetujui oleh lima puluh
satu ulama dari seluruh daerah Sumatera Utara.72
Nama-nama ulama tersebut ialah sebagai berikut:73
1. Tengku Fchruddin dari Perbaungan, Serdang.
2. Voorzitter Madjlis Syar’i daripada Perbaungan, Serdang. 3. Kadli daripada Perbaungan, Serdang.
4. Syeikh H. Zainuddin ex. Mufti Kerajaan daripada Perbaungan, Serdang.
5. Syeikh H.M Ziadan ex. Guru Besar Maslurah Tanjung Pura. 6. Syeikh Abdullah Afifuddin guru madrasah Tanjung Pura. 7. Syeikh Abdurrahim Abdullah guru Tanjung Pura.
8. Syeikh H.M. Nur Abdul Karim Kadli Tanjung Pura.
69 “Sejarah Ahmadiyah Sumatera Utara,” diupdate 2016, diakses 18 Oktober 2016,
http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-sumatera-utara
70
Timbul Siregar, Sejarah Kota Medan, Medan: Yayasan Pembina Jiwa Pancasila Sumatera Utara, 1980, hal.66.
71
Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe,.72.
72
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, (Medan: MUI SUMUT, 2009) 9-10.
73
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 101
9. Syeikh H. Zainuddin ex. Kadli Tanjung Pura. 10.M. Nawi Guru agama Tanjung Pura.
11.H. Abdul Jabbar Kadli Pematang Siantar.
12.H. M. Djamil Dahlan Guru Kepala Pematang Siantar. 13.H. Muchtar Siddik Guru Dj. W. Inst Pematang Siantar. 14.Syaikh Muhammad Saleh Mufti Kota Pinang.
15.H.M. Junus Kadli Guru Dj. W. Inst Kota Pinang. 16.Syeikh H. Musa A. Aziz Kadli Suku Pesisir Batu Bara. 17.Syeikh H. Sulaiman Mufti Kualuh.
18.H. Ismail guru agama Tebing Tinggi
19.H. Ibrahim ex. Penghulu Pekan Tebing Tinggi. 20.K.H. A. Karim guru agama Binjai.
21.Ustaz H.A.H. Hasan guru besar Arabiyah Binjai. 22.A. Rahim Haitami guru Binjai.
23.Z. Arifin Abbas guru Binjai.
24.H.A. Wahab guru agama Bandar Senembah Binjai. 25.H.M. Nur Kadli Binjai.
26.Syeikh H.M Yunus guru besar Islamiyah Medan. 27.H. Ja’far ex. Guru besar Islamiyah Medan. 28.Majlis Fatwa Lil Jamiyat al-Wasliyah Medan 29.K.H. Madjid Abdullah guru agama Medan.
30.H. Mahmud Ismail Lubis Kadli Sei. Kerah Medan. 31.H. Ilyas Kadli Suka Piring Medan.
32.H. Zainal Abidin Kadli Petisah Medan.
33.H. M. Tahir guru kepala Dj. W. Petisah Medan. 34.H. Yusuf Ahmad Lubis guru Dj. W. Gelugur Medan. 35.Suhailidin guru Dj.W.Dj. Kulia Medan.
36.A. Murad guru Dj.W.Raja Medan. 37.A. Rahman guru Dj.W.Dj. Raja Medan. 38.A. Wahab guru Dj.W. Belawan Medan. 39.K.H Mansur guru agama Medan.
40.H. Zakaria guru agama Kampung Baru Medan. 41.H.A Jalil guru madrasah Islamiyah Medan. 42.Zakaria A. Wahab guru agama Pendau Medan. 43.Usman Suleiman guru agama P. Berajan Medan.
44.H. Mahmud Abu Bakar guru agama kampung Silalas Medan. 45.Ahmad Darwis Jambek guru agama Medan.
46.H. M. Ali guru agama Jalan Puri Medan. 47.H.M. Dahlan Kadli Arhemia Medan.
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 102
49.M. Saad guru agama Dj. Djeparis Medan.
50.H.M. Siddik guru agama Kampung Pendau Medan.
51.Tuan Shaikh H. Hasan Masum Imam Paduka Tuan Medan 52.Shaikh Mahmud Chayat .
Acara debat tersebut menghasilkan dua keputusan penting yang
menyatakan bahwa pemikiran Basyiruddin adalah bertentangan dengan ajaran
Islam. Pertama, klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad setelah nabi Muhammad
SAW menyebabkan dia menjadi murtad (kafir). Kedua, para pengikut Ghulam
Ahmad yang meyakini kenabiannya dihukumkan sama sebagai kafir.74 Dari
pernyataan di atas,maka dapat disimpulkan bahwa Basyiruddin dan sekalian para
mubaligh yang dikirim untuk menyebarkan pemikirannya dinyatakan telah keluar
dariIslam (murtad). Keputusanini juga berlaku untuk masyarakat yang telah
terpengaruh dengan pemikiran Basyiruddin seperti Marmen, Said, Saidi, Saiban,
Hasyim Siregar dan Tukenang.
Dalam brosur yang mulai disebarkan padaNovember 1935 M tersebut,
dijelaskan tentangpemberitahuan tersebutsecara terperinci tentangpemahaman
menyeleweng yang dipegang oleh mereka. Antara rincian-rincian yang disebutkan
ialah:75
1. Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya adalah kafir.
2. Persaksian syahadat mereka dengan lafaz Asyhadu Alla Ilaha Illallah menjadi batal, selama mereka berkeyakinan demikian.
3. Peraksian syahadat mereka dengan lafaz Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah
adalah tidak diterima (sia-sia), selama mereka berkeyakinan demikian. 4. Hubungan persaudaraan umat Islam dengan mereka menjadi putus.
5. Persaksian dua kalimah syahadat yang mereka ucapkan dan mereka tempelkan di rumah-rumah mereka hanya sebagai propaganda untuk menyesatkan umat Islam. Terutama umat Islam yang kurang pengetahuannya.
6. Dakwah dan klaim mereka sebagai umat Islam pengikut nabi Muhammad SAW dan pengikut kitabullah adalah tidak benar. Hal itu hanya satu cara untuk menyelewengkan umat Islam dan tipu muslihat untuk menarik simpati.
74
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara,. 9.
75Ibid
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 103
7. Segala ucapan, tulisan, penerbitan dan berita yang mengklaimbahwa mereka merupakan pejuang yang tunduk di bawah panji-panji Islam adalah dusta dan penipuan.
Bantahan terhadap pemikiran Basyiruddin yang disebarkan oleh para
mubaligh Jemaat Ahmadiyah juga memperkecil ruang interaksi di antara umat
Islam dengan mereka. Menyikapi hal ini persatuan ulama yang menamakan diri
dengan Persatuan Pemberantas i’tikad Ahmadiyah Qadian telah memberi anjuran
kepada masyarakat Sumatera Utara dengan hal-hal berikut.76
1. Apabila mereka mati, maka tidak boleh (haram) disolatkan dan tidak boleh
dikuburkan di tanah perkuburan (tanah wakaf) umat Islam.
2. Pernikahan dengan mereka adalah tidak sah dan tidak halal mereka menikah
dengan orang Islam.
3. Penyembelihan mereka tidak halal dimakan oleh orang Islam.
4. Mereka tidak dibolehkan beribadat di dalam masjid, mushalla dan mushalla
wakaf umat Islam.
5. Al-Qur’an dan sekalian kitab-kitab hadith serta kitab-kitab agama tidak boleh
diberikan kepada mereka.
6. Umat Islam tidak boleh memberi salam kepada mereka.
7. Tidak berlaku hukum pusaka di antara umat Islam dengan mereka.
Akibat fatwa persatuan ulama tersebut telah menghalangi perkembangan
pemikiran Basyiruddin yangmasuk ke Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan penganut Jemaat Ahmadiyah, Muhammad Ya’qub Suriadi. Menurutnya setelah keputusan fatwa kafir yang dihasilkan dari acara debat
terbuka di gedung bioskop Hok Hoa tahun 1935 M, masyarakat menjadi anti terhadap pemikiran Basyiruddin. Bahkan para pengikut Jemaat Ahmadiyah
merasa tertekan dengan pelarangan penguburan jenazah mereka di perkuburan
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 104
umat Islam. Tekanan tersebut bertambah kuat ketika mayat seorang anggota
Jemaat Ahmadiyah yang baru saja dikuburkan, dipaksa untuk dibongkar dan
dipindahkan ke tempat lain. Penganut Jemaat Ahmadiyah di Sumatera Utara
meyakini bahwa keputusan fatwa kafir tersebut merupakan faktor terbesar yang
menghalangi tersebarnya pemikiran Basyiruddin di Sumatera Utara.77 Walaupun
demikian, masih ada sisa-sisa penganut yang fanatik menyebarkan pemikiran itu
secara diam-diam.78
Kesimpulan
Basyiruddin memiliki misi untuk menyebarkan pemikiran
kontroversialnya ke seluruh dunia, termasuk di antaranya nusantara. Hal ini
terbukti dengan didirikannya organisasi internal Tahrik Jadid. Daerah pertama di nusantara yang menjadi priorotas Basyiruddin ialah pulau Sumatera, karena pada
awal abad ke 19 sudah ada mahasiswa Sumatera yang melakukan studi di pusat
Jemaat Ahmadiyah Qadian, India. Setelah terbuka peluang, Basyiruddin berupaya
melakukan transformasi pemikirannya tentang kewafatan nabi Isa a.s,
keberlangsungan nabi dan kenabian Ghulam Ahmad dengan mengirim duta
Ahmadiyah, Rahmat Ali ke Sumatera.
Rahmat Ali menyebarkan pemikiran ini dengan cara bertabligh, berdiskusi
dan berdebat. Walau bagaimanapun, transformasi pemikiran ini menghadapi
bantahan dan penolakan besar-besaran dari masyarakat Aceh, Sumatera Barat dan
Sumatera Utara. Bantahan tersebut ditempuh dengan pengusiran, memblokir
tempat ibadah dan mengeluarkan fatwa. Di samping tampil sebagian tokoh yang
membantah dengan tulisan. Adapun kalangan minoritas yang terpengaruh dengan
pemikiran Basyiruddin termarjinalkan dari pergaulan masyarakat. Dengan
demikian, pemikiran Basyiruddin tidak memiliki pengaruh yang berarti di
Sumatera.
Bibliography
Books
77Ibid,.
32.
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 105
Aris Mustafa, Ahmadiyah Keyakinan Yang Digugat, (t.tp: Tempo, 2005).
Asep Burhanuddin, Ghulam Ahmad: Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: LkiS, 2005).
Catur Wahyudi, Marginalisasi dan Keberadaban Masyarakat (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015),
Hartono Ahmad Jaiz, Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur, 2008).
Hasanat Ahmad Syed, The Second Coming Of Jesus Christ, (New York Bloomington: Iuniverse, Inc, 2009).
Hamka, Ayahku, (Malaysia: PTS Publishing House, 2016).
Martin Van Bruinessen (ed), Contemporary Developments In Indonesia, (Singapore: Institute Of Southeast Asian Studies, 2013).
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad,Rememberance Of Allah (United Kingdom: Islam International Publications Ltd, 2003).
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah itu?, (Jakarta: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1990).
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, The Holy Qur’an English Translation &
Commentary, (Bandung: Neratja Press, 2014).
Muchlis M. Hanafi, Menggugat Ahmadiyah, (Ciputat: Lentera Hati, 2011).
Munawar Ahmad dkk, Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000),(Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2000).
Muhammad Ya’qub Suriadi, Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya, skripsi, (Bogor: Jamiah Ahmadiyah Indonesia, 2005).
Muhammad Ibrahim dkk,Sejarah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991).
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Medan: MUI SUMUT, 2009, hal. 9-10.
Nurudin Muneer, Ahmadi Muslim,(Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1988).
Peringatan Penting Dari Komite Islam Medan (brosur), 24 Disember 1950. Pengurus JAM, Cara-cara tabligh yang efektif, ( t.tp: JAM Malaysia, 2004). Rakeeman RAM Juman (Dosen Filsafat dan Perbandingan Agama Jamiah
Ahmadiyah Indonesia) dalam wawancara dengan penulis, 24 November 2014.
R. Ahmad Anwar, Profil, dalam brosur Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Bogor: JAI, t.t).
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017 106
Websites
“Sejarah Ahmadiyah Sumatera Utara,” diupdate 2016, diakses 18 Oktober 2016, http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-sumatera-utara
“Sejarah Ahmadiyah di Sumatera Barat,” diupdate 2016, diakses 16 Oktober 2016, http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-di-sumatera-bara.