• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Analisis Novel اَحْلَامُ النِّسَاءِ الْحَرِيمِ Ahlamu AnNisa΄I AlHarīmi ‘Impian PerempuanPerempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian Sosiologi Sastra)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Analisis Novel اَحْلَامُ النِّسَاءِ الْحَرِيمِ Ahlamu AnNisa΄I AlHarīmi ‘Impian PerempuanPerempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian Sosiologi Sastra)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahalu

Setelah dilakukan pengamatan di perpustakaan Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU), terdapat beberapa skripsi yang menggunakan kajian Sosiologi. Adapun tinjauan pustaka yang menggunakan kajian sosiologi tersebut yaitu :

1. Nurul Fitriani (010704006), mahasiswa Sastra Arab Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Sosiologi Novel Suquth

El Imam Karya Nawal El-Sadawi” melalui Pendekatan Sosiologi Sastra

yang membahas tentang unsur sosiologi sastra yang tersirat pada novel karya Nawal El-Saadawi dengan menggunakan teori Wellek dan Warren digabungkan dengan teori Ian Watt dengan teori Burhan Nurgiyantoro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai sosiologi sastra yang tersirat dalam novel tersebut adalah tiga pesan moral, dua pesan religious, dan dua pesan kritik social. Setiap pesan tersebut memiliki tujuan masing-masing.

2. Desi Damayanthi (070704016), dengan judul Analisis Sosiologis Norma

Sosial dan Nilai Sosial pada Buku

ﻰﻟﺍ ﻪﻬﺟﻭ ﷲ ﻡﺮﻛ ﻰﻠﻋ ﻡﺎﻣﻻﺍ ﻦﻣ ﺢﺌﺼﻧ

ءﺍﺮﻣﻻﺍ

/ Naṣā iḥu min al -imāmi a’li karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi /

(2)

menunjukkan Norma Sosial dengan kategori folkways, mores, dan hukum berjumlah 10. Folkways ada 2 yaitu folkways yang menunjukkan norma kesusilaan yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat dan folkways yang menunjukkan norma kesusilaan yang berfungsi sebagai wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat. Kemudian yang menunjukkan mores ada 3 yaitu mores yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai suatu standar atau sala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat, hukum yang menunjukkan norma agama yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat, hukum yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat, hukum yang menunjukkan norma kesusilaan yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat, dan hukum yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai suati standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat.

3. Karlina (050407039), dengan judul Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah

Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah Kahfi ayat 60-82 dalam

Al-qur’an. Penelitian tersebut membahas tentang Pesan moral dan konflik

(3)

sosial terdapat pada QS: 18, 71, 74, 79, dan 82. Bentuk penyampaian pesan moral secara langsung pada QS: 18, 60, 63, 64, 66, 67, 68, 70, 73, 76, 78, 79, 80, 81, dan 82. Bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung terdapat pada QS: 18, 61, 65, 69, 71, 72, 74, 75, dan 77 dan bentuk konflik terdapat pada QS: 18. 60 termasuk dalam konflik internal, sedangkan yang termasuk dalam konflik eksternal adalah adalah QS: 18, 62, 70, 71, 73, 74, 77, dan 79.

Sedangkan pada penelitian ini berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Dalam

Novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian

Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi yang berbeda objek dengan peneliti sebelumnya dan menganalis tentang unsur sosiologi sastra yang tersirat dan apa yang menjadi tujuan yang disampaikan dengan menggunakan teori Wallek dan Warren didukung dengan teori Burhan Nurgiyantoro.

Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannyan dengan perubahan sturktur sosial yang terjadi disekitarnya (Ratna, 2003: 25).

(4)

dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya (Endraswara, 2013: 78).

Novel telah banyak menarik perhatian dari banyak kalangan. Novel adalah bentuk prosa yang di dalamnya mengandung tokoh, perilaku dan cerminan kehidupan masyarakat. Menurut Aziez dan Abdul, novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan atau nyata (Aziez dan Abdul 2010:2).

2.2 Landasan Teori

Peneliti menggunakan teori yaitu teori Wellek dan Warren (2014:100) untuk melihat pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial. Teori Pendekatan Sosiologi Sastra Menurut Wellek dan Warren (2014:100) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra. Wellek dan Warren menggambarkan tiga permasalah yang harus dikaji dalam sosiologi sastra antara lain :

(5)

2. Isi karya sastra, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.

3. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra.

Peneliti menganalisis karya Fatima Mernissi berjudul

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ dengan

pendekatan sosiologi sastra dan mengunakan teori Wellek dan Warren pada nomor dua yaitu sosiologi sastra yang diteliti adalah unsur sosiologi yang tersirat dalam sebuah karya dan apa yang menjadi tujuan yang tersirat dalam sebuah karya.

Di dukung dengan teori Burhan Nurgiyantoro yang menjelaskan unsur-unsur yang diteliti adalah unsur-unsur yang tersirat yang mempengaruhi sebuah karya sastra, dan hal-hal yang tersirat yang menggambarkan pola-pola masyarakat meliputi pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial (Nurgiyantoro 2013:429-461).

1. Pesan Moral

(6)

Moral adalah nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia dalam sebuah kebiasaan kemudian terwujud dalam pola perilaku dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagai sebuah kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan (Keraf, 2012: 14).

Kenny (1996) dalam (Nurgiyantoro, 2013: 430) mengemukakan bahwa moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat “praktis” sebab petunjuk nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.

Uraian di atas mendeskripsikan bahwa moral merupakan salah satu aktivitas perbuatan manusia dalam suatu komunitas masyarakat yang tentunya berbeda dengan masyarakat lain. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra yang merupakan representase kehidupan masyarakat tentunya membawa pesan-pesan moral sebagai salah satu amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca

(7)

a. Contoh pada novel lain berjudul “Laskar Pelangi”:

Pesan moral yang mengajarkan tentang budi pekerti kemuhammadiyahan yang menjelaskan tentang karakter yang dituntut Islam dari seorang amir. Amir dapat berarti pemimpin, seperti pada kutipan berikut:

“Barang siapa yang kami tunjuk sebagai amir dan telah kami tetapkan gajinya untuk itu,maka apapun yang ia terima selain gajinya itu adalah penipuan” (Hirata,2008:71)

Kutipan di atas menunjukkan ibu mus sedang geram dengan korupsi yang meraja lelah dan beliau juga mengingatkan pentingnnya memegang amanah sebagai pemimpin dan alqur’an mengingatkan bahwa kepemimpinan seseorang akan dipertanggung jawabkan di akhirat.

b. Contoh pada novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab3

halaman 38-39

Contoh pesan moral buruk yang ingin disampaikan secara tersirat dari sikap pasukan Prancis yang mengakibatkan kematian dengan menembaki orang-orang yang tengah berdoa ditangga mesjid sehingga mayat-mayat bergelimpangan. Hal ini tergambar jelas dalam penggalan novel berikut:

ﺎﻳ

)

ﺕﺍﻭﻼﺘﺑ ﻦﻴﻁﺎﺤﻤﻟﺍﻭ ،ﺔﻗﺯﻻﺍ ﻙﺮﺸﺑ ﻦﻳﺫﻮﺧﺎﻤﻟﺍ ﻭ ،ﻦﻴﺤﻠﺴﻤﻟﺍ ﻦﻴﻴﺴﻧﺮﻔﻟﺍ ﺩﻮﻨﺠﻟﺍ ّﻦﻜﻟ

(8)

yang bersenjata itu menjadi kalap dan tidak terkontrol. Mereka menembaki orang-orang yang sedang berdoa (ya latif) hingga tak terbatas. Orang-orang ketakutan dan kehilangan amarah, mereka menembaki kerumunan jama’ah. Dalam beberapa detik saja, mayat-mayat bergelimpangan saling bertindihan di dalam mesjid, sedangkan pembacaan tilawah terus menerus di dalam mesjid”.

Moral adalah ajaran baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, maka pesan moral tersirat yang ingin disampaikan adalah membunuh atau menembaki manusia yang tidak berdosa adalah perbuatan buruk yang mengakibatkan kematian. Tujuan pesan moral tersebut adalah agar pasukan Prancis dapat mengendalikan diri pada saat tidak terkontrol yang dapat menyebabkan hal-hal diluar kendali.

2. Pesan Religius

Religius melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi (Mangunwijaya, 1982) dalam (Nurgiyantoro, 2013:446). Agama dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan sosial pengarang.

(9)

tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersirat religious. Pada awal mula segala sastra adalah religious (Mangunwijaya, 1982:11). Istilah “Religius” membawa konotasi pada makna agama.

Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan pada novel “Kemarau” yang berkaitan dengan pesan religius sebagai berikut:

a. Contoh pada novel lain berjudul “Kemarau” (dalam Nurgiyantoro,2013:449) Pesan religius yang menggambarkan pernikahan yang tidak dibenarkan oleh hukum agama (Islam). Maka, apapun yang terjadi jika itu melanggar kebenaran mutlak, harus diluruskan. Seperti dalam novelnya berikut:

“Walau apa katamu terhadapku, walau kau hina kau caci maki aku, kau kutuki aku, aku terima. Tapi untuk membiarkan Masri dan Arni hidup sebagai suami istri, padahal Tuhan melarangnya, ooo, itu telah melanggar prinsip hidup setiap orang yang percaya pada-Nya”. (Kemarau,1977 dalam Nurgiyantoro,2013:449)

(10)

b. Contoh dalam novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 3

halaman 38:

Pesan religius yang diangkat Fatima Mernissi adalah orang-orang muslim yang menyuarakan doa pada saat bencana melanda. Seperti penggalan novel berikut:

ﻱﺬﻟﺍ

((

ﻉﺰﺠﻟﺍ

))

ءﺎﻋﺩ ﻥﻮﻠﺘﻳ ﺮﺸﺒﻟﺍ ﻑﻻﺁ ﻉﺮﺷﻭ ،ﺓﻼﺼﻟﺍ ﺔﻣﺎﻗﻹ ﺔﻜﻣ ﺏﻮﺻ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﻪﺠﺗﺎﻓ

ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ

)) :

ﺔﺛﺮﻜﻟﺍ ﻉﻮﻗﻮﻟ ًﺎﺒﺸﺤﺗ ،ﺕﺎﻋﺎﺳ ﻯﺪﻣ ﻰﻠﻋ ﺭّﺮﻜﺗ ،ﻂﻘﻓ ٍﺓﺪﺣﺍﻭ ﺔﻤﻠﻛ ﻦﻣ ﻥّﻮﻜﺘﻳ

..!

.((..!

ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ

..!

ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ

/Fātijahu al-nāsu ṣaubu makkatin li׳iqāmati al-ṣalati, wa syar’u al-āfi al-basyari yatlūna du’aˋin (aljuz’i) allażi yatakawwanu min kalimatin wāḥidatin faqaṭ, tukarriru ‘alā madā sā’āti, taḥassabān liwuqū’i alkarśati: (Yā latīf! Yā

latīf! Yā latīf!)/ “Orang-orang berjalan menuju Mekkah untuk mendirikan

shalat. Ribuan orang menyuarakan doa ratapan (kesedihan) dengan mengucapkan satu kata secara berulang-ulang selama berjam-jam saat bencana melanda: Ya Latif, Ya Latif, Ya Latif! (Wahai yang Maha Lembut)”.

Dari penggalan novel diatas, pesan tersirat adalah bahwa setiap saat kita harus dekat kepadaNya, meminta, berkeluh kesah hanya padaNya. Ketika ditimpa bencana, sebaiknya hanya mengingat dan memujiNya karena hanya Dialah yang dapat melindungi hambaNya. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar manusia lebih banyak bersyukur dalam memaknai hidup yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.

3. Pesan Kritik Sosial

(11)

yang berarti menghakimi. Kata krinein merupakan pangkal dari kata benda kriterion yang berarti dasar penghakiman. Kemudian timbul kata kritikos yang diartikan sebagai hakim karya sastra. Kritik sastra merupakan bidang studi sastra untuk “menghakimi” karya sastra, untuk memberi penilaian atau keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra (Pradopo, 2002: 32)

Kritik sosial merupakan alat atau mediasi antar golongan dalam masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Ratna (2008: 243), bahwa karya seni, khususnya sastra merupakan alat atau media untuk menyatukan individu, kelompok, suku, dan bahkan antar bangsa. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik sosial dalam karya sastra merupakan upaya yang dilakukan seorang pengarang, dengan cara memberikan suatu tanggapan terhadap persoalan-persoalan yang ia lihat pada masyarakat. Kritik sosial meliputi beberapa aspek:

a. Kritik Sosial terhadap Pemerintah(Raja/Ratu)

Pemerintah dalam hal ini memegang peranan penting karena dalam suatu negara pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik. Triwamwoto (2004: 4) mengemukakan pemerintah adalah alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat, untuk mencapai tujuan suatu negara antara lain kesejahteraan, pertahanan, keamanan, tata tertib, keadilan, kesehatan.

(12)

sesuai dengan fungsinya maka kehidupan dalam negara ini akan berjalan kondusif. Oleh karena itu pemerintah harus memperbaiki sistem-sistem yang belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat.

Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan kritik sosial pada novel “Maut dan Cinta” yang berkaitan dengan kritik sosial pemerintah. Contoh dalam novel lainnya “Maut dan Cinta” (dalam Nurgiyantoro,2013:458). Kritik sosial dalam novel tersebut adalah terhadap penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pemimpin negara waktu itu yang terdapat dalam penggalan novel berikut:

“”Menyeleweng” tukas Sadeli agak terkejut, “Oh, mana mungkin. Bangsa kita pada revolusi ini amat berbahagia punya pemimpin-pemimpin yang amat mengabdi pada kemerdekaan, pada demokrasi, pada keadilan, pada kebenaran, pada Tuhan” (Maut dan Cinta,1977).

Kritik sosial terhadap penggalan novel tersebut adalah semua tentara pejuang bahu-membahu dengan rakyat mempertahankan kemerdekaan dengan penuh pengorbanan dan tanpa pamrih, tampaknya tidak demikian keadaannya. Ada sejumlah tentara pejuang---mudah-mudahan tidak banyak---yang justru berlagak sebagai raja kecil di hadapan rakyat yang bodoh dan lugu.

Contoh dalam novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 11

halaman 118:

ﺎﻤﻛ ﺍﻮﻠﺼﺗ ﻥﺃ ﺎﻣﺇ

)) :

ﻢﻬﻟ ﺖﻟﺎﻗ ﻭ ءﺍﺮﻜﻧ ﺔﻤﻳﺰﻫ ﻢﻬﺑ ﺖﻘﺤﻟﺍ ﺪﻘﻟ ،ﺔّﻴﻜﻴﻟﻮﺛﺎﻜﻟﺍ ﻞﻴﺑﺰﻳﺇ ﻰﻋﺪﺗﻭ

.((

ﺮﺤﺒﻟﺍ ﻲﻓ ﻢﻜﻴﻣﺮﻧ ﻭﺃ ﻲﻠﺼﻧ

/wa tad’ā īzābīl alkāśulīkiyyatu, laqad alḥaqtu bihim hazīmatun nukrā’i wa qālat laḥum: ((immā an taṣallū kamā naṣlī aw naramīkum fī al -baḥri))/ “Ratu Isabella

(13)

Pesan kritik sosial yang diangkat disini adalah seorang Ratu yang bertindak sesuka hatinya. Kepemimpinan yang dimiliknya disalah gunakan sesuai keiinginannya tanpa memikirkan rakyatnya. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar setiap Raja/Ratu memiliki rasa empati terhadap rakyatnya dan lebih memikirkan rakyatnya.

b. Kritik terhadap Kekuasaan

Soekarso (2015: 28) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain kearah pencapaian tujuan. Kekuasaan adalah otoritas atau kekuatan untuk mempengaruhi perilaku individu atau kelompok dan sumber daya untuk mencapai tujuan.

Ketika kekuasaan hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa memperdulikan kepentingan rakyat maka rakyat kecil akan semakin dikesampingkan. Hukum di Indonesia masih mengistimewakan seseorang yang mempunyai kekuasaan. Dalam hal ini kekuasaan bukan hanya dimiliki oleh para pejabat pemerintah. Namun, kekuasaan juga dimiliki oleh seseorang yang mempunyai taraf ekonomi tinggi. Banyak kasus hukum yang tidak tuntas dan tidak diketahui penyelesaiannya. Hal tersebut dikarenakan hukum yang masih ternilai dengan angka.

Contoh dalam novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 8

halaman 87:

ﻦﻣ ﺖِﻔﻄُﺘﺧﺍ ﻲﻬﻓ ؛ٍﺓﺮﻫﺎﻣ ٍﺔﺣﺎّﺒﺴﻛ ﺮﻬﻈﺗ ﻲﺘﻟﺍ ﺔﻛﻭﺮﺒﻣ ﻊﻗﻮﻤﺘﺗ ﺔﻠﺴﻠﺴﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﺔﻳﺎﻬﻧ ﻲﻓ ﻭ

ﺔﻣﻮﻜﺤﻟﺍ ﺏﺎﻴﻏ ﻭ ﺔﻴﻟﺎﻫﻷﺍ ﺏﺮﺤﻟﺍﻭ ﻰﺿﻮﻓ

) ((

ﺎﺒﻴﺴﻟﺍ

))

ﺓﺮﺘﻓ ﻝﻼﺧ ﺮﻳﺩﺎﻏﺃ ﺏﺮﻗ ٍﺔّﻴﻠﺣﺎﺳ ٍﺔﻳﺮﻗ

ﺔﺣﺎﺒﺴﻟﺎﺑ ﺎﻬﺘﻟﻮﻔﻁ ﺖﻀﻣﺃ ﺪﻘﻓ ﻚﻟﺬﻟ ﺍًﺮﻈﻧﻭ ؛ﻲﺴﻧﺮﻔﻟﺍ ﻝﻼﺘﺣﻻﺍ ﺪﻴﻌﺑ ﺩﻼﺒﻟﺍ ﺔّﻤﻋ ﻲﺘﻟﺍ

(

ﺔّﻳﺰﻛﺮﻤﻟﺍ

(14)

/wa fī nihāyati ḥażihi al-silsilatu tatamauqi’u mabrūkatu allatī taẓaru kasabbāḥatin

māhiratin; fahiya ukhtuṭafit min qaryatin sāḥiliyyatin qaribun aghādīr khilalu fitratin

((sībā)) (fauḍa wa al ḥarbu wa al-ahāliyah ghiyabu alḥukumati almarkaziyyatin) allati

‘ammatu albilaladu ba’īda al-ihtilalu alfaransī;wa nadhrān lizalika faqad umudhat

thufūlatuhā bil sibāḥati wal gaṭasī fī miyāhil maḥīthi bada’an min jurūfil as-sāḥili shakhuriyati/ “Akhirnya, Mabrouka, sang bintang renang, tampil di pentas. Mabrouka

diculik dari sebuah desa dekat kota Pantai Agadir((Al-Saba)) (kekacauan dan perang saudara, tidak adanya pemerintah pusat) setelah Prancis mengambil alih kekuasaan, dia menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan berenang dan menyelam di laut”.

Pesan kritik terhadap kekuasaan yang disampaikan Mernissi adalah bahwa kekuasaan itu tidak berhak merenggut dan mengatur jalan hidup setiap manusia dengan cara menculik seseorang. Manusia yang tidak memiliki kekuasaan sebenarnya juga memiliki berhak mengatur dimana ia akan tinggal. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar kekuasaan yang dimiliki tidak disalah gunakan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dengan merenggut jalan hidup manusia lainnya.

c. Kritik terhadap HAM (hak asasi manusia)

Simanjuntak (2006: 46) mengatakan bahwa HAM (hak asasi manusia) adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, yang melekat sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa. Jadi, hak asasi manusia tidak bersumber dari negara atau hukum, tetapi dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta, sehingga hak asasi manusia harus dipenuhi dan tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, hak asasi manusia harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh peyelenggara negara beserta warga negaranya tanpa terkecuali.

Contoh dalam novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 5 halaman

(15)

.

ﺓﻮﺴﻨﻟﺍ ﻦﺠﺴﻟ ٍﻝﺎﻔﻗﺃ ﻭ ٍﺏﺍﻮﺑﺄﺑ ﺓﺩّﻭﺰﻣ ﻝﺯﺎﻨﻣ

:

ﻝﺯﺎﻨﻤﻟﺍ ءﺎﻨﺑ ﺓﺮﻜﻓ ﺕءﺎﺟ ﺎﻨﻫ

/hunā jāˋat fikra tun binaˋi al-munazili: munāzilu muzawwadatun biabwābīn wa

aqfālin lisijni al-niswati/ “Dari sinilah kemudian muncul gagasan untuk

membangun rumah semacam harem. Rumah dengan gerbang terkunci untuk menampung perempuan”.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Timur, maka dipandang perlu untuk menetapkan

Berdasarkan hasil analisis tersebut ternyata tingkat kebugaran jasmani posttest tidak lebih baik dari pretest, hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan ada

adalah: waka kurikulum, guru fiqh, dan siswa. Dalam memilih informan, peneliti menggunakan teknik snow ball , yaitu informan yang dipilih peneliti merupakan hasil

accruals. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1) Apakah variabel financial stability yang mewakili perspektif tekanan memiliki pengaruh terhadap financial

Kinerja investasi bangunan yang membaik meskipun tidak tercermin dari pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha konstruksi yang justru melambat, namun berdasarkan

Tampaknya dugaan dapat dikembangkan dari adanya temuan papan perahu, dayung, dan kemudi yang menunjukkan penggunaan peralatan transportasi untuk beraktivitas di areal

Dengan melihat pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam perikop ini Paulus menyatakan kebenaran Allah dari dua sisi, yaitu (1) secara forensik sebagai status benar

f) Violation of any of the ILO Core Conventions as defined in the ILO Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work.. ANNEX C: Alternative FSC form for