• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILSAFAT HUKUM DALAM PEMBENTUKAN PERUNDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FILSAFAT HUKUM DALAM PEMBENTUKAN PERUNDA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana tertuang didalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pasal 1 ayat 3. Dengan dinyatakannya dalam Undang-undang Dasar Indonesia 1945 bahwa negara Indonesia negara hukum, maka dengan ini dapat kita pahami bahwa segala tingkah laku manusia baik melakukan perbuatan hukum atau tidak melakukan perbuatan harus menuruti peraturan yang berlaku. Secara umum terlepas dari ideologi yang dianutnya, setiap negara menyelenggarakan beberapa fungsi minimum yang mutlak harus ada. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut :

 Melaksanakan penertiban (law and order) untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban. Dalam fungsi ini negara dapat dikatakan sebagai stabilisator.

 Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

 Memperkuat Pertahanan dan kemananan di wilayah negara Indonesia.

Fungsi ini sangadiperlukan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara dan mengantisipasi kemungkinan adanya serangan yang dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa (negara). Untuk itu negara dilengkapi dengan alat pertahanan.

 Menegakkan keadilan.

Fungsi ini dilaksanakan melalui lembaga peradilan. Untuk dapat melaksanakan fungsi penertiban oleh negara tersebut dibutuhkan suatu produk hukum yang harus dapat diterima oleh masyarakatnya, karena hukum tersebut merupakan suatu sarana bagi negara (pemerintah) untuk dapat menciptakan ketertiban serta memberikan rasa keadilan pada masyarakat.

(2)

proses pembuatan peraturan perundang – undangan membutuhkan suatu analisis yang sangat teliti dan hati - hati dengan mempertimbangan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis, sehingga dapat berlaku di masyarakat secara efektif. Salah satu kasus yang sedang diperbincangkan antara kalangan pejabat pemerintahan saat ini terkait dengan dikeluarkannya undang – undang adalah penerbitan Undang – Undang No 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gurbenur, Bupati dan Walikota, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Dalam Undang – Undang No 22 tahun 2014 diatur pemilihan secara tidak langsung terhadap gurbenur, bupati dan walikota, dan hal ini berarti masyarakat tidak dapat memberikan suara dan pendapatnya mengenai para pejabat yang cocok sesuai dengan jabatan di pemerintah tersebut. Keadaaan ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip negara Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi prinsip kedaulatan rakyat. Keadaan tersebut menimbulkan banya pro kontra dimasyarakat sehingga menciptakan adanya kebingungan publik. Untuk menyelesaikan situasi pro kontra yang terjadi dimasyarakat, maka presidenn Susilo Bambang Yudhiyono segera cepat bertindak, dan terbukti dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gurbenur, Bupati, Walikota untuk membatalkan beberapa pasal dalam Undang – Undang No 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gurbenur,Bupati dan Walikota yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi kedaulatan rakyat yang dianur oleh negara Indonesia.

Dalam pembentukan peraturan perundang – undangan guna menciptakan suatu hukum yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat, dibutuhkan pengertian yang baik dan menyeluruh tentang hukum. Disinilah filsafat hukum berperan penting dalam pembentukan hukum. Filsafat dan teori hukum lazimnya mengajukan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan abstrak mengenai hukum. Filsafat hukum kaitannya dengan pembentukan hukum di Indonesia, setidaknya kita sadar bahwa hukum dibentuk karena pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit). Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakikat. Oleh karena itu menjadi penting untuk dapat mengetahui tentang penerapan aliran filsafat hukum dalam rangka pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis berkeinginan untuk melakukan pembahasan tentang hubungan antara Filsafat hukum dengan penerapan demokrasi di Indonesia.

(3)

1. Bagaimana penerapan aliran filsafat hukum dikaitkan dengan pembentukan undang-undang di Indonesia?

2. Apa saja teori demokrasi yang berhubungan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut oleh negara Indonesia?

3. Apa saja dampak negatif dari penerapan pemilihan umum secara tidak langsung?

1.3. Tujuan Rumusan Masalah.

1. Mengetahui penerapan aliran filsafat hukum dikaitkan dengan pembentukan undang-undang di Indonesia.

2. Mengetahui Apa saja teori demokrasi yang berhubungan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut oleh negara Indonesia

3. Mengetahui dampak negatif dari penerapan pemilihan umum secara tidak langsung.

BAB II PEMBAHASAN

(4)

(tujuan, subyek, pembuat), sifat-sifatnya. Beberapa aliran filsafat hukum dan penerapannya terhadap pembentukan peraturan perundang - undangan di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Aliran Positivisme Hukum

Didalam aliran ini dikenal adanya dua sub aliran yang terkenal, yaitu : 1) aliran hukum positif yang analitis, pendasarnya adalah John Austin, dan 2) aliran hukum positif murni, dipelopori oleh Hans Kelsen. Aliran Positifisme yang berlaku di Indonesia adalah Aliran hukum positif yang analitis mengartikan hukum sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembuat undang-undang atau penguasa, yaitu suatu perintah dari mereka yang memegang kedaulatan. Terdapat empat unsur penting menurut Austin untuk dinamakan sebagai hukum, yaitu : perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Ketentuan-ketentuan yang tidak mengandung keempat unsur tersebut bukanlah merupakan hukum positif. Ajaran Austin pada umumnya kurang atau tidak memberikan tempat bagi hukum yang hidup didalam masyarakat. Aliran hukum positif murni dari Hans Kelsen yaitu Stufenbau des Recht. Teori Stufenbau adalah teori mengenai sistem hukum yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar (grundnorm). Menurut Kelsen norma hukum yang paling dasar (grundnorm) bentuknya tidak kongkrit (abstrak). Aliran positivisme hukum memandang bahwa hukum dan keadilan hanya diperoleh dari konsistensi mempertahankan ajaran Stufenbau tersebut. Pemikiran Hans Kelsen dikatakan murni adalah dikarenakan hukum harus dibersihkan dari pengaruh-pengaruh non yuridis semisal etis, sosiologis, politis dan sejarah. Di Indonesia kekuasaan untuk membuat undang-undang berada pada badan legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat. Indonesia adalah negara penganut sistem pemerintahan presidensil mempunyai lembaga legislatif berupa Dewan Perwakilan Rakyat yang terdiri atas orang-orang yang dipilih atas suara yang diperoleh oleh partai politik yang mereka wakili, ditambah dengan utusan daerah setiap provinsi yang bukan anggota partai seperti yang ditetapkan oleh undang-undang dasar. Lembaga inilah yang kemudian menetapkan undang-undang yang digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

(5)

hukum negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila

.

2. Aliran Sejarah

Tokoh mazhab ini ialah Von Savigny dan Sir Henry Maine. Menurut Savigny hukum merupakan salah satu faktor dalam kehidupan bersama suatu bangsa, seperti bahasa, adat, moral, dan tata negara. Savigny menegaskan inti ajarannya bahwa das recht wird nicht gemacht, est ist und wird dem Volke – yang berarti hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Pengertian hukum disini tidak harus sama dengan undang-undang, dan kepastian hukum serta rasa keadilan hanya dapat diperoleh jika hukum sesuai dengan kesadaran hukum masyarakatnya.

Penerapan Mazhab sangat erat kaitannya pembuatan peraturan yang mempertimbangkan unsur adat istiadat dan ajaran agama yang dianut oleh suku-suku di Indonesia yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.

3. Sociological Yurisprudence

Tokoh dari aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound. Menurut Ehrlich pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam masyarakat sendiri. Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Ajaran pokok dari Eugen Ehrlich tersebut bertolak dari anggapan bahwa terdapat perbedaan antara hukum positif disuatu pihak dengan hukum yang hidup dimasyarakat (living law) dilain pihak. Sedangkan menurut Roscoe Pound, hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal. Pound juga menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang dibedakan dengan hukum yang tertulis (law in the books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan. Aliran ini menyatakan bahwa hukum harus mendekati tujuan sosialnya. Hukum positif yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup sebagai inne order dari masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup didalamnya.

Pelaksanaan mazhab ini dalam pembuatan aturan perundang-.undangan terlihat dalam ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 dijelaskan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung beberapa asas, diantaranya adalah asas kebangsaan, asas kenusantaraan dan asas bhineka tunggal ika. Ketika sebuah peraturan perundangan telah dibentuk berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, maka dalam hal pelaksanaannya tidak akan mengalami kesulitan. Hukum positif yang baik dan menjadi efektif karenanya adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup sebagai inner order dari masyarakat.

(6)

Pragmatic Legal Realism dipelopori John Chipman Gray, Oliver Wendell Holmes, Karl Llewellyn, Jerome Frank, William James, Roscoe Pound dan lain-lain. Sebagaimana yang disampaikan oleh Roscoe Pound, terdapat dua hal penting dari fungsi hukum yang dapat diterapkan didalam masyarakat yang sedang membangun, yaitu hukum berfungsi sebagai :

- Alat untuk pembaharuan masyarakat (social engineering)

- Alat untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat (social control).

Roscoe Pound mengemukakan konsep “a tool of social engineering” yang memberikan dasar bagi kemungkinan digunakannya hukum secara sadar untuk mengadakan perubahan masyarakat. Konsepsi “law as a toll of social engineering” yang merupakan inti pemikiran dari aliran Pragmatic Legal Realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di Indonesia melalui Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum adalah sebagai “sarana” pembaharuan masyarakat Indonesia lebih Was jangkauan dan ruang lingkupnya dari pada di Amerika Serikat tempat kelahirannya.

Pengertian “a tool of social engineering” atau “social engineering by law” dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, dalam arti bahwa hukum mungkin digunakan sebagai alat oleh agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan “social engineering” atau “planning”.

Produk-produk hukum yang lahir dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat pada masa reformasi ini merupakan jawaban terhadap perkembangan yang ada dimasyarakat, seperti ketika awal periode reformasi dimana kebebasan pers yang selama masa orde baru dikekang diberikan ruang yang bebas untuk dapat mengungkap fakta-fakta yang selama ini tabu. Sekarang ini media dapat melakukan kritik terhadap jalannya pemerintahan dan hal tersebut merupakan bentuk kontrol masyarakat terhadap pemerintah. Kebebasan pers tersebut telah dituangkan dalam sebuah peraturan perundangan. Hal tersebut menunjukan bahwa pembentukan hukum di Indonesia sudah merespon perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Namun demikian hukum masih tertinggal oleh perkembangan kehidupan masyarakat. Hukum hanya mengakomodir segala perubahan yang terjadi. Hukum dibentuk ketika suatu peristiwa telah terjadi, sehingga hukum belum dapat dijadikan sarana untuk pembaharuan masyarakat.

5. Model Hukum Pembangunan

(7)

angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”; (2) Hukum sebagai alat untuk merekayasa masyarakat. Pandangan ini diadopsi dari ungkapan pelopor Sociological Jurisprudence di Amerika, Rescoe Pound: law is tools of social engineering. Bedanya, Sociological Jurisprudence memiliki karakter yudisial yang mendayagunakan keputusan hakim sebagai hukum untuk mengafirmasi ras kulit hitam yang posisinya marjinal di Amerika. Sedangkan dalam pemikiran Mochtar yang menonjol adalah karakter legislasi dan administrasi yang dilakukan melalui instrumen peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan lembaga negara. Sisi rekayasa dan transformasi sosial dimotori oleh aparatur negara dan menempatkan hanya negara sebagai satu-satunya sumber hukum; (3) Pembinaan Hukum. Hukum perlu dibina. Pembinaan secara terminologi mengandaikan bahwa masyarakat selaku pihak yang perlu dibina memiliki keterbatasan akan hukum. Pembinaan dilakukan supaya masyarakat sadar akan adanya hukum, terutama hukum negara. Salah satu tujuan pembinaan hukum adalah untuk mewujudkan kesadaran hukum masyarakat. Pembinaan hukum oleh negara terhadap masyarakat mencerminkan hubungan patron-clien yang memposisikan negara selalu benar.

(8)

6. Critical Legal Studies (Model Hukum Progresifi)

Critical Legal Studies timbul sebagai kritik terhadap keadaan krisis hukum yang gagal berperan sebagai alat perubahan dan sebagai alat untuk mencapai keadilan yang sebenarnya. Dalam kerangka kritik terhadap krisis hukum tersebut, Prof. Satjipto memunculkan model hukum progresif. Model hukum progresif ini merupakan kritik terhadap konsep hukum sebagai a tool of social engineering dari Pound, dimana. hukum dapat berubah menjadi dark engineering ketika hukum disalahgunakan menjadi alat pemaksaan kehendak penguasa kepada rakyatnya. Da1am hukum progresif, hukum adalah untuk manusia bukan manusia untuk hukum. Hukum harus peka terhadap sesuatu yang terjadi di masyarakat. Hukum harus mempunyai nurani hukum dalam menciptakan keadilan masyarakat. Hukum progresif memandang hukum sebagai kajian sosial yang berhubungan dengan politik, ekonomi, budaya dan sosiologi. Hukum bukan sesuatu yang tertutup terhadap dunia luar (open logical system).Menurut pandangan Critical Legal Studies, doktrin hukum yang selama ini terbentuk, sebenarnya lebih berpihak kepada mereka yang mempunyai kekuatan, baik itu kekuatan ekonomi, politik atau pun militer: Oleh karena itulah, maka dalam memahami masalah hukum juga harus selalu dilihat dari konteks power-relations. Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara, tergantung pada keseimbangan politik, definisi kekuasaan, evolusi idiologi politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya. Ajaran Critical Legal Studies ini sangat cocok dengan negara Indonesia. Pembentukan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat menjadi bukti bahwa pengaruh-pengaruh terutama politik masih mempengaruhi proses pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Hukum tidak dapat dilepaskan dari pengaruh politik dari para penguasa. Meskipun Dewan Perwakilan Rakyat merupakan merupakan simbol perwakilan dari rakyat Indonesia, akan tetapi sebagai perwakilan dari partai-partai politik pemenang pemilu, Dewan Perwakilan Rakyat lebih kepada lembaga politik yang segala keputusan yang dikeluarkan tidak lepas dari kepentingan politik. Arah kepentingan tersebut akan berubah sejalan dengan perubahan kekuasaan partai yang menguasai lembaga tersebut.

(9)

Pemerintahan dari rakyat berarti pemerintahan negara itu mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan perintahan. Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Pemerintahan untuk rakyat berarti pemerintahan itu menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang di arahkan untuk kepentingan dan kejahteraan rakyat. Ada beberapa teori-teori demokrasi yang berhubungan dengan dengan prinsip kedaulatan rakyat yaitu :

1. Teori Demokrasi Klasik

Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangka membahas pelbagai permasalahan kenegaraan.

Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a tree partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino.

Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau lagi diatur sehingga mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki. Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum. Menurut Polybius, demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius mirip dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan Thomas Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri.

Prinsip dasar demokrasi klasik adalah penduduk harus menikmati persamaan politik agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpin secara bergiliran.

2. Teori Civic Virtue

Pericles adalah negarawan Athena yang berjasa mengembangkan demokrasi. Prinsip-prinsip pokok demokrasi yang dikembangkannya adalah:

a. Kesetaraan warga Negara Indonesia

b. Kemerdekaan danPenghormatan terhadap hukum dan keadilan c. Kebajikan bersama.

(10)

Hobbes, Locke dan Rousseau sama-sama berangkat dari, dan membahas tentang kontrak sosial dalam analisis-analisis politik mereka. Mereka sama-sama mendasarkan analisis-analisis mereka pada anggapan dasar bahwa manusialah sumber kewenangan. Akan tetapi tentang bagaimana, siapa mengambil kewenangan itu dari sumbernya, dan pengoperasian kewenangan selanjutnya, mereka berbeda satu dari yang lain. Perbedaan-perbedaan itu mendasar satu dengan yang lain, baik di dalam konsep maupun di dalam praksinya.

Dalam membangun teori kontrak sosial, hobbes, Locke dan Rousseau memulai dengan konsep kodrat manusia, kemudian konsep-konsep kondisi alamiah, hak alamiah dan hukum alamiah.

Hobbes menyatakan bahwa secara kodrati manusia itu sama satu dengan lainnya. Masing-masing mempunyai hasrat atau nafsu (appetite) dan keengganan (aversions), yang menggerakkan tindakan mereka. Appetites manusia adalah hasrat atau nafsu akan kekuasaan, akan kekayaan, akan pengetahuan, dan akan kehormatan. Sedangkan aversions manusia adalah keengganan untuk hidup sengsara dan mati. Hobbes menegaskan pula bahwa hasrat manusia itu tidaklah terbatas. Untuk memenuhi hasrat atau nafsu yang tidak terbatas itu, manusia mempunyai power. Oleh karena setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasrat dan keengganannya, dengan menggunakan power-nya masing-masing, maka yang terjadi adalah benturan power antarsesama manusia, yang meningkatkan keengganan untuk mati. Dengan demikian Hobbes menyatakan bahwa dalam kondisi alamiah, terdapat perjuangan untuk power dari manusia atas manusia yang lain. Dalam kondisi alamiah seperti itu manusia menjadi tidak aman dan ancaman kematian menjadi semakin mencekam. Karena kondisi alamiah tidak aman, maka dengan akalnya manusia berusaha menghindari kondisi perang satu dengan lainnya itu dengan menciptakan kondisi artifisial (buatan). Dengan penciptaan ini manusia tidak lagi dalam kondisi alamiah, tetapi sudah memasuki kondisi sipil.

(11)

menghadapi tantangan alam. Untuk itu mereka perlu saling menolong, maka terbentuklah organisasi sosial yang memungkinkan manusia bisa mengimbangi alam.

Walaupun pada prinsipnya manusia itu sama, tetapi alam, fisik dan moral menciptakan ketidaksamaan. Muncul hak-hak istimewa yang dimiliki oleh beberapa orang tertentu karena mereka ini lebih kaya, lebih dihormati, lebih berkuasa, dan sebagainya. Organisasi sosial dipakai oleh yang punya hak-hak istimewa tersebut untuk menambah power dan menekan yang lain. Pada gilirannya, kecenderungan itu menjurus ke kekuasaan tunggal. Untuk menghindar dari kondisi yang punya hak-hak istimewa menekan orang lain yang menyebabkan ketidaktoleranan (intolerable) dan tidak stabil, maka masyarakat mengadakan kontrak sosial, yang dibentuk oleh kehendak bebas dari semua (the free will of all), untuk memantapkan keadilan dan pemenuhan moralitas tertinggi. Akan tetapi kemudian Rousseau mengedepankan konsep tentang kehendak umum (volonte generale) untuk dibedakan dari hanya kehendak semua (omnes ut singuli). Kehendak bebas dari semua tidak harus tercipta oleh jumlah orang yang berkehendak (the quantity of the ‘subjects’), akan tetapi harus tercipta oleh kualitas kehendaknya (the quality of the ‘object’ sought).

4. Teori trias politica

Trias politica atau teori mengenai pemisahan kekuasaan, di latar belakangi pemikiran bahwa kekuasaan-kekuasaan pada sebuah pemerintahan yang berdaulat tidak dapat diserahkan kepada orang yang sama dan harus dipisahkan menjadi dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak asasi warga negara dapat lebih terjamin.

Dalam bukunya yang berjudul L’esprit des Louis Montesquieu membagi kekuatan negara menjadi tiga kekuasaan agar kekuasaan dalam negara tidak terpusat pada tangan seorang raja penguasa tunggal, yaitu sebagai berikut.

a. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. b. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang.

c. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang (mengadili).

(12)

Dalam sistem konstitusional Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat itu disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi (constitutional democracy).

(13)

Tertutupnya pencalonan independen dalam pemilihan kepala daerah secara tidak langsung menjadi problematika yang khas. Kekurangan yang tampak dalam penyelenggaraan pemilhan kepala daerah rezim ini tampak dalam pencalonan melalui partai politik atau gabungan partai politik (sistem satu pintu) dianggap tidak fair. Bagi calon gubernur, bupati dan walikota dari calon nonpartai atau independen menjadi tertutup. Mereka hanya dapat mencalonkan diri melalui partai atau gabungan partai politik. Dengan persyaratan 15% perolehan suara sah untuk dapat mencalonkan dalam pemilukada, maka hanya partai-partai besar yang mendominasi hampir semua calon gubernur, bupati dan walikota di seluruh daerah di Indonesia. Praktik pertanggungjawaban kepala daerah juga merupakan persoalan yang menarik perhatian. Berbagai permasalahan yang muncul dalam kaitannya dengan laporan pertanggungjawaban kepala daerah. Pada kenyataannya proses pertanggungjawaban telah diarahkan dan menjadi kesempatan “menyandera” kepala daerah. DPRD menjadi institusi yang Powerfull karena segala sesuatunya DPRD yang menentukan dan pada akhirnya bermuara kepada kompromi laporan pertanggungjawaban dapat diterima atau disetujui dengan tambahan beberapa catatan.

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan .

(14)

menekankan pada peran besar masyarakat terhadap pembentukan peraturan perundangan, karena hukum dibuat dari, oleh dan untuk masyarakat guna menjamin kepastian hukun, ketertiban dan kedamaian kehidupan bermasyarakat.

Dampak dari Sistem pemilihan kepala daerah dilakukan secara tidak langsung, akan rentan terjadi konflik interets antara pemangku kepentingan yang ada di pemerintahan. Para pejabat yang duduk dibangku pemerintah tidak selamanya satu visi dan misi sehingga apabila salah satu partai politik mempunyai perbedaan kepentingan, maka hal ini akan mempengaruhi keputusan yang akan diambil. Dengan tidak adanya peran dari masyarakat dalam menyuarakan pendapatnya dalam bentuk memilih pemimpin yang dianggap dapat memimpin jalannya pemerintahan, maka masyarakat akan selalu bersikap pesimis dan apatis dalam kemajuan pembangunan dan kesejahteraan sosial di negara Indonesia.

DAFTAR BACAAN

Lili Rasyidi & Ira Rasyidi, 2001. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Cet. ke VIII, Citra Aditya Bakti, Bandung.

(15)

Susilo, I Basis. 1988. Teori Kontrak Sosial dari Hobbes, Locke, dan Rosseau dalam Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik. Surabaya: FISIP Unair

Rousseau, Jean-Jacques. 1762. Du contrat social ou Principes du droit politique. Paris. Marc. Michel Rev, hal 193-194

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Stufenbau, diakses pada 21 Desember 2014.

http://ilhamendrawordpress.com/2010/11/09/teori-kedaulatan/, diakses pada 24 Desember 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam Gambar 2.17 dapat dilihat cara kerja dari rangkaian Multiple Input Buck Converter saat saklar MOSFET 1 dalam keadaan nonkonduksi dan MOSFET 2 masih dalam

Pelayanan IMB adalah pelayanan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang yang dalam hal ini didelegasikan kepada Dinas Cipta Karya dan Pertambangan Kabupaten Deli

puskesmas.pemesanan obat untuk kebutuhan pelayanan dilakukan oleh petugas unit pelayanan terkait kepada petugas farmasi gudang obat puskesmas4.

Menurut Wardoyo (2013), teknik menulis puisi deskriptif dapat melalui langkah-langkah berikut yaitu: (1) Siapkan kertas; (2) Ambillah suatu gambar atau kata

metode bermain peran, metode dialog, metode bantah membantah, dan metode bercerita (Sudrajat, 2009). Kemampuan guru dalam memilih dan memilah metode yang relevan

Dalam proses fertilisasi secara in vitro, sumber oosit dapat berasal dari induk betina yang mengalami ovulasi atau superovulasi atau dari folikel preantral dan antral setelah

Berbasis pada makna teks, kedua ayat di atas setelah penetepan nut}fah di dalam rahim maka terjadilah proses pembentukan janin di dalamnya yakni, fase ‘alaqoh, fase mudghah

Kedua adalah asas untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan adalah bahwa hak-hak asasi yang mendasar bagi anak wajib dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat,