• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH masyarakat madani dan kesejahter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH masyarakat madani dan kesejahter"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT MADANI DAN

KESEJAHTERAAN UMAT

Tugas Matakuliah Pendidikan Agama Islam

Drs. Muhtarom Ilyas

Oleh:

(2)

Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2015

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah Swt., yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Bapak Dosen Drs. M.Muhatarom Ilyas mata kuliah Pendidikan Agama islam yang telah membimbing kami menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal ini maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Oleh sebab itu, Kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 11

(3)

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebagian pejabat pemerintah, politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang masyarakat madani. Masyarakat madani diprediksi sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami

perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan

kehidupan masayakat pada era orde baru.

Masyarakat madani merupakan konsep yang mengalami proses yang sangat panjang. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan adanya proses modernisasi, terutama pada saat transformasi menuju masyarakat modern. Dalam mendefinisikan masyarakat madani ini sangat bergantung pada kondisi sosio-kultural suatu bangsa. Dalam islam masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang taat pada aturan Allah SWT, hidup dengan damai dan tentram, dan yang tercukupi kebutuhan hidupnya.

(4)

seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu : 1. Apakah pengertian konsep masyarakat madani?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan masyarakat madani? 3. Bagaimana karakteristik masyarakat madani?

4. Bagaimana peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?

5. Bagaimana sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:

1. Untuk memahami pengertian konsep masyarakat madani.

2. Untuk memahami sejarah dan perkembangan masyarakat madani. 3. Untuk memahami karakteristik masyarakat madani.

4. Untuk memahami peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani.

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

1. KONSEP MASYARAKAT MADANI

Masyarakat madani memiliki banyak pengertian yang telah dikemukakan oleh beberapa pakar diberbagai negara yang mengaji dan mempelajari tentang fenomena masyarakat madani, antaranya:

Pertama, definisi yang dikemukakan oleh Nurcholis Majid merupakan salah satu seorang muslim yang telah mempopulerkan istilah masyrakat madani dengan mengaitkan hijrahnya Nabi Muhammda SAW dai Mekah ke Madinah yang sebelumnya bernama Yatsrib. Perkataan Madinah, menurut Nurcholis Majid, dalam bahasa Arab dapat dipahami dari dua sudut pengertian, yaitu :

a. Secara konvensioalkata madinah dapat bermakna sebagai kota.

b.Secara kebahasaandapat diartikasn sebagai peradaban. Dalam bentuk lain, kata

madaniyah yaang dapat berarti peradaban juga berpadanan dengan kata

tamaddun dan hadlarah, artinya berperadaban dan modern.

(6)

Tindakan Nabi Muhammad SAW mengganti nama kota tersebut menunjukan beliau telah merintis dan memberi teladan kepada umat manusia dalam membangun masyarakat yang berperadaban (ber-madaniyah), karena tunduk dan patuh kepada ajaran kepatuhan (din), yang dinyatakan dengan mewujudkan supremasi hukum dan peraturan bertingkah laku secara komprehensif.

Kedua, yang digambarkan oleh Han Sung-joo yang belatar belakang kasus Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari Negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasi isu-isu politik, gerakan warga Negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.

Masyarakat madani diistilahkan pertama kali oleh mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim.

Menurut Ibrahim masyarakat madani merupakan system sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbanganan taraf kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan

(7)

Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".

2. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI

Masyarakatat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani. Beberapa unsur pokok yang harus dimiliki oleh masyarakat madani adalah wilayah publik yang bebas (free publik sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pliralism), dan keadilan sosial (social justice).

1. Wilayah Pubilik yang Bebas

Free public sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan di luar civil society. Mengacu pada Arendt dan Habermas, ruang publik dapat diartikan sebagai wilayah bebas di mana semua warga negara memiliki akses penuh dalam kegiatan yang bersifat publik. Sebagai prasyarat mutlak lahirnya civil society yang sesungguhnya, ketiadaan wilayah publik bebas ini pada suatu negara dapat menjadi suasana tidak bebas di mana negara mengontrol warga negara dalam menyalurkan pandangan sosial politiknya.

2. Demokrasi

(8)

demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara.

3. Toleransi

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Lebih dari sikap menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi, mengacu pandangan Nurcholis Madjid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yanng benar. Dalam perspektif ini, toleransi bukan sekedar tuntutan sosial masyarakat majemuk belaka, tetapi sudah menjadi bagian penting dari pelaksanaan ajaran moral agama.

Senada dengan Majdid. Azra menyatakan bahwa dalam kerangka menciptakan kehidupan yang berkualitas dan berkeadaban (tamaddun/ civility), masyarakat madani menghajatkan sikap-sikap toleransi, yakni kesedihan individu-individu untuk menerima beragam perbedaan pandangan politik dikalangan warga bangsa.

4. Pliralisme

Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasyarat lain bagi civil society. Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.

(9)

umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance).

Kemajemukan dalam pandangan Madjid erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk. Secara teologis, tegas Madjid, kemajemukan sosial merupakan dekrit Allah untuk umat manusia.

5. Keadilan

Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan, dan kesempatan. Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh

kelompok atau golongan tertentu.1

3. PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI

Islam dan Masyarakat Madani

Apa yang disebut sebagai modern dalam kehidupan sebuah negara yang mengembangkan realitas masyarakat madani, tidak selalu berkaitan dengan masa atau waktu. Artinya, ketika kita berbicara mengenai negara-negara modern, kemodernan itu tidak ditentukan oleh waktu atau masa. Dalam sejarah, kemodernan dalam kerangka waktu merujuk pada suatu episode revolusi komersial; renaisans; revolusi industry; munculnya protestantisme; dan sebagainya. Dalam kehidupan politik dunia ketiga, kemodernan selalu dikaitkan dengan masa-masa munculnya kebangkitan nasional, yang kemudian bermuara dengan diperolehnya kemerdekaan.

(10)

Sifat kemodernan dalam kaitannya dengan masyarakat madani muncul dengan mengatasi dimensi waktu. Sebagai gantinya, kemodernan sebuah politik yang sitandai oleh, antara lain, adanya struktur masyarakat madani lebih merujuk pada sifat-sifat yang dikembangkan oleh bangunan politik tersebut. Hal ini tidak aneh, karena dari sudut konsepsi, bangunan masyarakat madani ini memang awalnya dikembangkan oleh para pemikir dan filosuf lama: Plato, Aristotheles, Hobbes, Locke, Rosseau, Bentham, Hume, dan sebagainya.

Antara lain dari sudut ini pulalah, kita dapat mengaitkan antara islam dengan masyarakat madani. Apa yang ingin dikatakan di sini adalah bahwa, seperti para pemikir dan filosof politik klasik tersebut, islam, baik yang ideal (al qur’an dan sunah) maupun menyejarah atau yang nampak dalam kehidupan sehari-hari (sejarah dan praktik islam), juga mengembangkan dimensi masyarakat madani. Pernyataan ini berkesan apologis atau memuji diri sendiri, seandainya yang mengungkapkan adalah para pemeluk islam sendiri. Apalagi, hal itu diungkapkan ditengah suasana yang sering sekali islam dipandang sebagai sesuatau yang berlawanan dengan kehidupan masyarakat madani. Paling tidak, menurut beberapa orang, sulit untuk menemukan negara muslim dalam praktik yang mengembangkan masyarakat madani.

(11)

misalnya mengatakan, bahwa sesungguhnya bangunan politik yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw. Ketika berada di Madinah, adalah bersifat sangat modern. Memang bukan organisasi atau lembaga di luar negara yang berkembang pada waktu itu, tetapi dimensi-dimensi lain yang ada dalam bangunan konsep masyarakat madani. Hal itu tercermin dengan jelas dalam mitsaq Al-madinah (perjanjian madinah), yang oleh para ilmuwan politik, dianggap sebagai konstitusi pertama sebagai negara. Dalam hal ini, sejumlah persyaratan pokok tumbuhnya kehidupan masyarakat madani yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad adalah prinsip kesamaan, egaliter, keadilan, dan partisipasi. Dalam konstitusi itu disebutkan, bahwa pluralitas suku yang diikatkan dalam suatu kesepakatan, bersama, dan dianggap sebagai umat. Tentu, umat disini bukan dalam arti agama tetapi warga negara. Karenanya, dengan enak bani aus yahudi itu juga disebut dengan umat madinah. Adanya aturan-aturan yang tegas ini, yang dituangkan secara tertulis dalam perjanjian madinah, yang mengakui diterapkannya prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan musyawarah merupakan ciri-ciri awal terbentuknya kehidupan politik modern, yang antara lain ditandai dengan munculnya semangat masyarakat madani. Disitu, yang ingin dikembangankan adalah nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang sebanding dengan kehidupan politik demokratis meskipun masih dalam bentuk dan strukturnya yang sederhana.

(12)

tahap awal transformasi atau perubahan masayarakat secara besar-besaran terjadi disana, baik dilihat dari sudut pandang keagamaan (lebih rasional) maupun kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan politik (lebih berperadaban). Dalam bahasa agama proses perubahan dari situasi jahiliyah ke berperadaban ditegaskan oleh al-Qur’an, bahwa salah satu fungsi islam adalah membawa atau mengeluarkan masayarakat dari alam kegelapan menuju alam terang. Dalam kehadiran islam adalah mengeluarkan umat manusia dari kegelapan ke terang benderang. Sebanding dengan itu, yang lebih popular adalah

kehadiran islam adalah rahmat bagi alam semesta.2

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 :

مدتلندكل

menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

(13)

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil. ‟

Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

4. KESEJAHTERAAN UMAT

Pengertian

Sejahtera menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah aman, senosa dan makmur; selamat (terlepas) dari segala macam gangguan dan kesukaran. Dengan demikian kesejahteraan sosial, merupakan keadaan masyarakat yang selamat dan sentosa.

(14)

Surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu diwujudkannya di bumi,serta kelak dihuninya secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang bayang surga itu adalah masyarakat yang sejahtera.

Beberapa Negara barat, istilah kesejahteraan umat/sosial menunjuk pada pelayanan Negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di Amerika Serikat bahkan hal ini lebih spesifik lagi pada uang yang dibayarkan pemerintah kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan finansial, yakni yang pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Islam mendefinisikan kesejahteraan umat sebagai kondisi saat seseorang dapat mewujudkan semua tujuan (maqashid) syari’ah, yakni:

1. Terlindung kesucian agamanya

2. Terlindung keselamatan dirinya

3. Terlindung akalnya

4. Terlindung kehormatannya

5. Terlindung hak milik/hak ekonominya.3[1]

Dengan demikian, kesejahteraan tidak cuma merupakan buah suatu sistem ekonomi. Kesejahteraan adalah juga buah sistem hukum, sistem politik, sistem budaya dan sistem pergaulan sosial. Karena itulah, ideologi yang mendasari sistem-sistem ini sangat menentukan dalam memberikan warna sejahtera seperti apa yang akan diwujudkan, dan apakah sejahtera seperti itu akan bertahan lama atau berlaku secara universal.

A. Membangun Kesejahteraan Melalui Sistem Hukum

Surat an-Nisa’ menyebutkan bahwa sumber hukum dalam Islam yang wajib dijadikan referensi di dalam segala tindakan dan hukum mereka, yaitu:

Pertama, Al-Qur’anul Karim, mengamalkannya merupakan ketaatan kepada Allah.

Kedua, Sunnah Rasul, baik qauliyah (perkataan) maupun fi’liyah (perbuatan) .

mengamalkannya adalah ketaatan kepada Rasul.

(15)

Ketiga, Pendapat Ahlul Halli wal ‘Aqdi di dalam umat. Mereka terdiri atas ulama’ dan orang-orang yang bertanggung jawab tentang kemaslahatan umum, seperti tentara, para petani, industriawan dan pendidik yang semuanya menangani bidangnya masing-masing. Mengamalkan pendapat mereka adalah ketaatan kepada Ulil Amri.

Sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah Ta’ala dalam surat an-Nisa’ ayat 59:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”4[2]

(16)

benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir,” ini adalah syarat yang menghapus jawabnya untuk menunjukkan lafazh yang terdahu;lu. Jawabnya yang terbuang; maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul-Nya. Ini bertujuan memotivasi agar umat islam senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur’an (Allah) dan hadits (rasul-Nya). Seperti perkataan,”jika kamu anakku maka kamu jangan menentang aku”. “Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” ialah kembali kepada Allah dan rasul-Nya melalui Al-Qur’an dan hadits merupakan hal yang lebih utama bagi umat dan lebih baik akibat/dampaknya bagi umat.5[3]

Setiap hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan hadits, bila umat muslim tidak bersandar kepadanya, tidak pula kembali kepada pendapat Ahlul Halli wal

‘Aqdi (Ijma’ Ulama’) maka hukumnya bathil, yang mengikuti hawa nafsu semata

dan tidak menjamin kemaslahatan hajat hidup orang banyak serta ridha Allah SWT.6[4]

Hukum Islam ialah bentuk produk hukum yang sangat menjunjung tinggi kemaslahatan umat, sebenar-benar hukum yang mengedepankan hak asasi manusia, adil tanpa memandang pelaku kejahatan apakah kaya atau miskin, dan bukan produk hukum yang bisa ditawar-tawar serta tidak pula tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

B. Membangun Kesejahteraan Melalui Sistem Ekonomi

Isu ekonomi islam secara internasional telah lama bergulir. Guliran ini menemukan momentumnya pada awal 1970-an, ketika terjadi perang Arab-Israel yang membangunkan solidaritas dan kesadaran umat islam dari tidur panjangnya. Demikian pula halnya di Indonesia , meskipun rembesan-rembesan gairah ekonomi islam internasional telah masuk ke negeri ini sejak decade 1980-an, tetapi gerakan ekonomi islam menemukan momentumnya pada saat krisis ekonomi melanda negeri ini di ujung decade 90-an. Hal itu ditandai dengan

5

(17)

maraknya berdiri lembaga-lembaga syari’ah dan sejenisnya seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan bank-bank syari’ah di sektor praktis.7[5]

Perlu dipahami bahwa ekonomi islam merupakan suatu cara atau maksud untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak dengan berdasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan. Perbincangan tentang prinsip moral tersebut dikemukakan Yusuf Qardhawi, yang mencakup:

Pertama, harus berpegang teguh kepada semua yang dihalalkan Allah dan tidak

melampaui batas. Intinya ekonomi islam, ekonomi yang dicapai secara halal, baik, adil, saling menguntungkan dan penuh dengan keridhaan Allah SWT.

Kedua, melindungi dan menjaga sumber daya alam karena alam merupakan nikmat dari Allah kepada hamba-Nya.8[6] Dengan demikian orientasi ekonomi

islam adalah mewujudkan kemaslahatan umat yang berdimensi ibadah dan didasari dengan tujuan mencapai ridho Allah SWT.

Persoalan ekonomi merupakan bagian esensial dari kelangsungan hidup manusia, sehingga tidak heran jika manusia sangat ekstra keras dalam melakukan apa saja, agar pemberdayaan ekonominya dapat terjamin. Pemberdayaan ekonomi secara baik, menjadi kata kunci memelihara dan meningkatkan pertumbuhan hidup secara baik. Soal bagaimana pemberdayaannya, Rasulullah menyerahkan persoalan pemberdayaannya kepada manusia karena mereka yang lebih tahu urusan dunianya. Penyerahan Rasulullah tersebut mengisyaratkan bahwa seseorang memiliki kebebasan untuk melakukan pemberdayaan terhadap urusan hidup. Dengan catatan tidak melanggar batas-batas norma hukum yang telah digariskan Allah SWT.

Ini menunjukkan bahwa islam memiliki nilai-nilai prinsipil terhadap aktivitas kehidupan, begitu juga halnya dengan prinsip pemberdayaan ekonomi islam. Prinsip pemberdayaan itu sejalan dengan tujuannya antara lain:

1. Mewujudkan kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma moral islam

2. Mewujudkan persaudaraan dan keadilan universal

3. Terwujudnya pendapatan dan kekayaan yang merata

7

(18)

4. Terwujudnya kebebasan individual dalam konteks kemaslahatan dan

kesejahteraan umat.9[7]

Dengan demikian prinsip pemberdayaan ekonomi harus diawali dari beberapa keyakinan normatif. Keyakinan normatif yang dimaksudkan antara lain:

1. Manusia merupakan Khalifah dan pemakmur bumi

2. Setiap harta yang dimiliki terdapat bagian orang lain

3. Dilarang memakan harta (memperoleh harta) secara bathil

4. Penghapusan praktik riba dan berbagai hal yang meracuni kebaikan dan kehalalan

harta.10[8]

Penolakan terhadap monopoli dan hegemoni yang mengakibatkan hak dan ruang berkarya orang menjadi sulit. Kekayaan merupakan amanah Allah dan tidak dimiliki secara mutlak. Islam memberikan ruang gerak yang sangat luas kepada manusia untuk bermuamalah selama tidak melanggar ketentuan syari’ah, etika dan bisnis islam.

C. Membangun Kesejahteraan Melalui Sistem Politik

Manusia adalah human social atau makhluk sosial yang tak bisa berlepas diri dari hidup orang lain, saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia tak akan bisa bertahan hidup tanpa keberadaan makhluk lain atau orang lain.

Manusia juga oleh Aristoteles disebutkan “zoon politicon” yaitu dalam artian manusia memerlukan tatanan-tatanan peraturan, norma-norma dan sistem dalam mengatur urusan hidup dan kehidupan serta mengatur kepentingan dan urusan wilayah/Negara berdasarkan tujuan bersama. Oleh karena itu ada dua poin penting kontribusi yang dapat ditarik dari penafsiran Quraish Shihab terhadap Al-Qur’an tentang kekuasaan, yaitu:

1. Penegakkan Etika dalam Kehidupan Politik

Kekuasaan politik adalah untuk mengatur masalah-masalah umat, maka apapun proses politik harus dilandasi oleh nilai-nilai moral dan etika yang bersumber pada ajaran agama. Ini sesuai dengan pesan utama Rasulullah SAW, bahwa ia tidak diutus kedunia melainkan untuk menyempurnakan etika (makhluk) manusia.

9

(19)

Quraish Shihab menolak pandangan yang mengahalalkan segala cara untuk mencapai tujuan . Pandangan-pandangan yang mengatakan bahwa politik itu kotor, dalam politik tidak ada kawan atau lawan yang abadi kecuali kepentingan jangan bawa-bawa moralitas dalam arena politik, dan jargon-jargon lain yang berusaha menjustifikasi segala cara untuk mencapai tujuan politik, adalah cara pandangan yang sesat lagi menyesatkan. Orang boleh saja berupaya untuk menggapai kekuasaan politik, bahkan yang tertinggi sekalipun, namun ia tidak boleh melupakan nilai-nilai moral dan etika.11[9]

Bagi Quraish, agama harus mampu berperan mengarahkan kehidupan sosial menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera di bawah naungan

maghfirah Allah, yang dalam bahasa Al-Qur’an diungkapkan dengan baldatun

thoyyibatun wa Robbun Ghofur, menurutnya, ada tiga peran agama dalam menwujudkan hal demikian, yaitu:

1. Agama hendaknya menjadi kekuatan pendorong bagi peningkatan kualitas

sumber daya manusia

2. Agama hendaknya memberikan kepada individu dan masyarakat sesuatu kekuatan

pendorong untuk meningkatkan partisipasi dalam karya dan kreasi masyarakat

3. Agama dengan nilai-nilainya harus mampu berperan sebagai isolator yang

menghambat seseorang dari segala penyimpangan.12[10]

Menurut Quraish juga, dalam pandangan agama, Tuhan memberi kemampuan kepada pemerintah untuk meluruskan yang keliru dan mendorong kepada kebenaran melebihi kemampuan tuntutan-tuntutan-Nya yang termaktub dalam kitab suci. Dalam konteks ini hadits Nabi menyatakan yang artinya “Sesungguhnya Allah mencegah melalui penguasa apa yang tidak tercegah melalui Al-Qur'an”.13[11]

Dengan kekuasaan yang dimiliki pemerintah, sekian banyak hal dapat dicapai dan sekian banyak keburukan dapat tercegah. Dengan demikian,

11

12

(20)

kekuasaan politik yang dilandasi etika yang kuat tentu akan melahirkan masyarakat yang beretika pula.

2. Pemihakan Terhadap Kepentingan Masyarakat

Seseorang memperoleh kekuasaan politik adalah berdasarkan kontrak sosial. Masyarakat yang dipimpinnya telah menyerahkan sebagian haknya untuk diatur urusan-urusannya dan menyatakan kepatuhan kepadanya. Bentuk konkretnya pada masa lalu diwujudkan ketika rakyat membai’at pemimpin. Dalam masa modern sekarang hal ini direalisasikan dalam bentuk pemilu. Memang di dalam pemilu tidak semua orang secara aklamasi memilih seorang penguasa atau dengan kata lain tidak ada penguasa yang memperoleh suara secara mutlak. Namun dengan mayoritas suara yang diperolehnya dari masyarakat ia berhak menduduki kursi kepemimpinan. Meskipun sebagian rakyat tidak memilihnya, ketika ia terpilih secara sah, maka semua rakyat wajib mematuhinya.

Oleh sebab itu, sebagai imbalannya pemimpin yang terpilih wajib menjalankan tugas-tugasnya dengan baik dan mengayomi semua masyarakatnya, mengutamakan kepentingan mereka dan tidak berlaku sewenang-wenang terhadap mereka. Karena kekuasaan merupakan perjanjian segitiga antara penguasa, rakyat serta penguasa dan Allah, maka apapun bentuk pelaksanaan kekuasaan akan dipertanggungjawabkannya di depan Mahkamah Allah kelak. Tidak ada satupun yang lepas dari pertanggungjawaban.14[12]

Dari berbagai keterangan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa masalah kesejahteraan sosial (umat) sebenarnya adalah menjadi tanggung jawab ita semua. 1. Individu Muslim.

Dalam menjaga keseimbangan kesejahteraan duniawi dan ukhrawi, Nabi Muhammad SAW, pernah menegur sahabat Abu Darda’ yang hanya sibuk

(21)

puasa dan shalat saja, tanpa mengabaikan kesehatan diri sendiri dan kebutuhan keluarganya.

2. Masyarakat Muslim

Di dalam hidup bermasyarakat kita harus dapat mempunyai solidaritas terhadap sesama dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Setiap Muslim dianjurkan agar saling tolong menolong dalam urusan kebijakan dan takwa, dan dilarang tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. (Q.S Al Maidah : 2)

3. Pemerintah

Kisah Khalifah Umar bin al- Khattab dalam menanggulangi kesulitan makanan rakyatnya, secara pribadi beliau mengadakan pemantauan langsung kepada rakyatnya dan kemudian beliau mengantarkan sendiri makanan untuk rakyatnya yang miskin. Kasus ini mengandung makna tanggung jawab pemerintah terhadap masalah kesejahteraan sosial, yang seharusnya dapat diteladani oleh semua pemimpin.

Penutup

Membangun kesejahteraan umat memang tidaklah mudah, tidak semudah membalik telapak tangan. Kesejahteraan diindikasikan dengan sejahtera umat secara sistem hukum, sistem ekonomi, dan sejahtera secara sistem politiknya.

 Sejahtera secara hukum diukur dengan kesadaran umat dalam mematuhi

tatanan-tatanan hukum syar’i yang telah ditetapkan oleh Tuhannya melalui agama islam, bertindak semata beribadah dan mengharap ampunan serta keridhaan-Nya.

 Sejahtera secara ekonomi diukur dengan adanya khalifah pemakmur bumi, setiap

harta yang dimiliki ada bagian orang lain, dilarangnya setiap individu memakan/merampas harta orang lain.

 Sejahtera secara politik diukur dengan penegakkan etika dalam kehidupan

(22)

BAB III KESIMPULAN

1. Masyarakat madani merupakan systems sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbanganan taraf kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat

2. Masyarakatat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia

membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani.

3. Karakteristik dari masayarakat madani yaitu Wilayah Pubilik yang Bebas, Demokrasi, Toleransi, Pliralisme, Keadilan.

4. Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

(23)
(24)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas,M.Muhtarom dkk. 2012. Pendidikan Agama Islam Membangun Karakter Madani.Surabaya: Litera Jannata Perkasa.

Efendy, Bahtiar. 2001. Masyarakat Agama dan Pluralisme keagamaan.

Yogyakarta : Galang Pres.

Furqan, Arief. 2002. Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

Furqan, Arief. 2002. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

Kahf,Monzer. 1979. Ekonomi Islam (telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Lubis,Suhrawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta : Sinar Grafika.

Naskah Konferensi Rajab 1432 H, Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah, (Medan: Hizbut Tahrir Indonesia, 2011), h. 19

Kemenag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012), h. 87

Syaikh M. Ali Ash-shabuni, Shofwatut Tafasir, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2011), jilid I, h. 664

Mahmud Syaltut, Terjemahan Tafsir Al-Qur’anul Karim, (Bandung: CV. Diponegoro, 1990), h. 399

Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fil Islam au Wazhifah Hukumah al-Islamiyyah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 5

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 117-118

Ahmad Sabban Rajagukguk, Berdialog dengan Tuhan, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009), h. 194

(25)

Muhammad Iqbal, Etika Politik Qur’ani, (Medan: IAIN Press, 2010), h. 113

Referensi

Dokumen terkait

Keragaman dan kelimpahan ikan karang herbivora terlihat tidak berhubungan dengan persentase tutupan karang keras dan bentuk pengelolaan yang ada, yaitu antara daerah laut

Skripsi yang berjudul “Analisis Diksi Pada Rubrik Straight News Surat Kabar Harian „Surya‟ November-Desember 2010” ini telah disetujui oleh Dosen

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting dalam proses pembelajaran harus mampu memilih media,

Apa saja kebutuhan user dalam pembuatan rancangan konsep aplikasi mobile game yang persuasif untuk memotivasi mahasiswa untuk berolahraga. Bagaimana pembuatan

tersebut memungkinkan pula pada penggunanya untuk memberi tanda bintang (rating) pada artikel- artikel ilmiah yang paling

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bantuan Keuangan dan Tata Cara Bagi

Template Dokumen ini adalah milik Direktorat Pendidikan - ITB Dokumen ini adalah milik Program Studi [NamaProdi] ITB. Dilarang untuk me-reproduksi dokumen ini tanpa diketahui

Hal tersebut menandakan bahwa secara naluriah nelayan telah menggunakan wilayah terumbu karang yang menjadi habitat pemijahan sebagai fishing ground karena dari 10 famili ikan