commit to user
i
DETERMINAN SIMPANAN MASYARAKAT DI PERBANKAN
WILAYAH PROPINSI JAWA TENGAH
(Suatu Pendekatan Ekonomi Makro Tahun 2002-2010)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
KHOIRUN NIKMAH
F0108081
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini Saya persembahkan kepada:
Keluarga yang paling Saya sayangi, Simbahku, Ibuk, Bapak,
Mbah Ti’ah, Kakak-kakakku; Mbak Ruroh, Mbak Mika, Mas Juned,
Ponakanku; Salman, Umar, Niza, my Brother in law; Mas Roni, Mas
Joko.
Keluarga keduaku disini; Putri & keluarga yang selalu baik dan ga
pernah nolak klo dimintain tolong, Nurul teman ngobrol dikost dan
penggembiraku :D, mbak Lina yang yaa cukup membawa hoki,hhe,
mbak Ega yang imutt, mbak Estik yang cerewet, Arif, Hestik, Pipik,
Paull, Asa, Devi, Dini, Memel, Furi, Gilang, Juma,Aci, Fadil, Isna,
Amel, Rhena, dan semua teman EP08 kalian pernah mewarnai riwayat
kehidupanku.
Special one: Nur Yusep Paramika yang selalu memberi dukungan
dan semangat, kebersamaan kita sangat berarti untukku. You make my
world so colorful, I've never had it so good, My love, I thank you for
all the love you gave to me.
Almamaterku , Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
v
MOTTO
Be Positive, baik dalam perilaku, sikap maupun pikiran.
Karna menjadi positif sangat menyenangkan dan tidak
melelahkan, (Khoirun Nikmah)
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulllah, segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmatnya
skripsi dengan judul “Determinan Simpanan Masyarakat di Perbankan
Wilayah Propinsi Jawa Tengah (Suatu Pendekatan Ekonomi Makro Tahun
2002-2010)” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Skripsi ini diajukan guna
memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana ekonomi di Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi simpanan
masyarakat di perbankan. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Dr. Wisnu Untoro M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Dr.Supriyono, SE, M.Si, Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Dr. Julianus Johnny Sarungu, M.S, selaku pembimbing yang selalu
memberikan saran dan bimbingan selama penulisan skripsi ini hingga selesai.
4. Terima kasih kepada kedua orang tua saya Bapak Tasmin dan Ibu Ngatmi
yang tiada hentinya mendukung dan memberikan semangat serta doa bagi
penulis untuk menyelesaikan studi.
5. Kakak-kakakku, mbak Ruroh, Mbak Mika, Mas Juned, yang selalu
menyemangati dan senantiasa mendukung penulis menyelesaikan studi.
6. Mas Mika yang selalu memberi dukungan serta menemani hari-hari yang
commit to user
vii
7. Teman-teman Ekonomi Pembanguan ’08, banyak kenangan yang kita lalui
bersama.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang
membutuhkan dan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Penulis menunggu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Surakarta, Juni 2012
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
commit to user
ix
4. Tingkat Inflasi ... 24
B. Penelitian Terdahulu ... 30
C. Kerangka teoritis ... 32
D. Hipotesis penelitian ... 33
BAB III. METODE PENELITIAN ... 35
A. Desain dan Lingkup Penelitian ... 35
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36
C. Model Penelitian ... 37
D. Teknik Analisis Data ... 39
1. Metode Data Panel ... 39
2. Estimasi Model Data Panel ... 40
3. Pemlilihan Metode Estimasi Data Panel ... 45
4. Pemilihan Model Data Panel ... 48
5. Uji Statistik ... 50
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 53
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 53
1. Aspek Geografis ... 54
2. Aspek Kependudukan ... 55
3. Aspek Pendidikan ... 58
4. Aspek Perekonomian ... 60
B. Deskripsi Variabel Penelitian ... 64
1. Simpanan Masyarakat di Perbankan ... . 64
2. Pendapatan Per Kapita ... 71
commit to user
x
4. Tingkat Inflasi ... 76
C. Analisis Data dan Pembahasan ... 79
1. Hasil Estimasi Data Panel ... 79
2. Hasil Pemilihan Model ... 85
3. Hasil Regresi Pendekatan Fixed Effect ... 88
4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 90
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 95
C. Keterbatasan ... 96
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
4.1 Penduduk Jawa Tengah Menurut Kabupaten/Kota,
Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur
Tahun 2010 ...……… 56
4.2 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Kabupaten/Kota
dan Pendidikan Tertinggi di Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2010 ... 59
4.3 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama
di Jawa Tengah Tahun 2010 ... 62
4.4 Simpanan Masyarakat pada Bank Umum
di Wilayah Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2001-2010 ... 66
4.5 Proporsi Simpanan Masyarakat pada Bank Umum
di Wilayah Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2001-2010 ... 69
4.6 Pertumbuhan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2000 di Wilayah Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2001-2010 ... 72
4.7 Tingkat Suku Bunga Tabungan Bank Persero
commit to user
xii
4.8 Tingkat Inflasi Berdasarkan Perubahan Deflator PDRB
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di wilayah Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2001-2010... 77
4.9. Hasil Estimasi Data Panel Pendekatan OLS (Common) ……... 79
4.10. Hasil Estimasi Data Panel Pendekatan Fixed Effect …………... 80
4.11. Hasil Estimasi Data Panel Pendekatan Random Effect ... 83
4.12. Hasil Uji t ... 89
4.13 Perbandingan Antara Hipotesis dan Temuan Empirik …...…. 91
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fungsi Tabungan Klasik ... 13
Gambar 2.2 Fungsi Tabungan Keynes ... 15
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perkembangan Simpanan Masyarakat Rupiah dan Valuta Asing pada Bank
Umum di Wilayah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2010.
2. PDRB per Kapita atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Wilayah
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2010.
3. PDRB per Kapita atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota di
Wilayah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2010.
4. Tingkat Suku Bunga Nominal Tabungan Berasarkan Jenis Bank.
5. Deflator PDRB Menurut Kabupaten/Kota di Wilayah Propinsi Jawa
Tengah.
6. Inflasi Berdasarkan Perubahan Deflator PDRB Menurut Kabupaten/Kota
di Wilayah Propinsi Jawa Tengah.
7. Hasil Estimasi Regresi dengan Pendekatan Common Effect.
8. Hasil Estimasi Regresi dengan Pendekatan Fixed Effect.
9. Hasil Estimasi Regresi dengan Pendekatan Random Effect.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam melaksanakan pembangunan, Indonesia sebagai emerging country
menghadapi berbagai tantangan. Tantangan yang selalu ada dari waktu ke waktu
adalah bagaimana strategi dan cara untuk membiayai pembangunan nasional
dimana modal yang dibutuhkan cenderung meningkat seiring dengan
perkembangan perekonomian. Kekurangan modal dalam rangka untuk membiayai
pembangunan telah menjadi karakteristik umum dari negara berkembang.
Modal pembangunan tersebut dapat berasal dari luar negeri maupun dari
dalam negeri. Modal yang berasal dari luar negeri dapat berupa pinjaman, hibah,
dan utang pemerintah, sedangkan yang berasal dari dalam negeri salah satunya
adalah sumber dana dari masyarakat yang dihimpun oleh perbankan. Lembaga
perbankan merupakan salah satu lembaga yang berpotensi dalam menghimpun
dana masyarakat.
Pada zaman sekarang ini, rasa aman untuk menyimpan uang di bank oleh
masyarakat semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh keadaan ekonomi yang
tidak stabil di Indonesia. Kondisi ini mengarahkan masyarakat untuk lebih merasa
aman menyimpan uangnya di bank daripada menyimpan di brankas rumah
ataupun dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat berharga lainnya.
Perbankan dengan fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat
mulai belomba untuk meningkatkan sumber dana yang berasal dari masyarakat
commit to user
2 suatu bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank. Pentingnya sumber dana
dari masyarakat luas disebabkan sumber dana dari masyarakat merupakan sumber
dana yang paling utama bagi bank. Sumber dana yang yang disebut juga dengan
“Dana Pihak Ketiga” ini disamping mudah mencarinya juga tersedia banyak di
masyarakat. Untuk memperoleh sumber dana dari masyarakat luas, bank dapat
menawarkan berbagai jenis simpanan. Pembagian jenis simpanan kedalam
beberapa jenis dimaksudkan agar para nasabah mempunyai banyak pilihan sesuai
dengan tujuannya masing-masing. Simpanan dari masyarakat adalah dalam
bentuk tabungan, deposito, dan giro.
Simpanan masyarakat di perbankan akan disalurkan kembali kepada
masyarakat yang mengalami kekurangan modal untuk usaha dalam rangka
meningkatkan taraf hidup. Sesuai dengan kegiatan usaha bank yang tertuang
dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 10 tentang Perbankan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya simpanan masyarakat di
perbankan dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara. Untuk itu
guna memperoleh dana yang dibutuhkan untuk proses pembangunan perlu
dilakukan usaha-usaha mobilisasi tabungan melalui lembaga keuangan yang
berfungsi menyalurkan dana masyarakat kepada pihak yang memerlukan dana
untuk keperluan usaha maupun konsumsi.
Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat
mengejutkan para pelaku ekonomi Indonesia. Untuk mengatasi krisis tersebut
pemerintah meminta bantuan kepada International Monetary Fund (IMF) yang
menghasilkan ketetapan untuk melikuidasi 16 Bank Umum Swasta Nasional
commit to user
3 hingga Rp 1 triliun yang cukup menyulitkan perbankan. Sementara itu, terjadi
pula kenaikan suku bunga deposito berjangka pada semua bank. Bahkan kenaikan
tersebut cenderung mengarah pada perang suku bunga diantara bank-bank.
Adanya ekspektasi terhadap tingginya laju inflasi juga mendorong bank-bank
untuk menaikkan tingkat suku bunga agar suku bunga riil tetap positif, dengan
demikian memberikan daya tarik bagi masuknya aliran dana masyarakat ke sistem
perbankan (Astuti, 1999:36-46).
Hal tersebut berakibat pada keraguan masyarakat terhadap perbankan
nasional. Nasabah maupun mitra perbankan semakin menipis tingkat
kepercayaanya terhadap sejumlah BUSN tertentu yang dianggap masih memilik
masalah, terutama masalah likuiditas, makin berusaha memperkecil resiko
transaksi terhadap BUSN bersangkutan dengan cara mengurangi secara bertahap
dana yang disimpan di BUSN tersebut. Pada saat bank-bank ramai hendak
merger, justru direspon negatif oleh kalangan nasabah. Trauma likuidasi bank
begitu membekas dikalangan deposan, sehingga ‘berita baik’ tentang merger pun
diinterpretasikan sebagai sinyal hilangnya dana yang disimpan di bank yang
bersangkutan (Astuti, 1999:36-46).
Setelah masa krisis berlalu, sektor perbankan memasuki era baru dimana
pada tanggal 22 September 2004, presiden Republik Indonesia mengesahkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, terbentuk lah LPS, suatu
lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan
turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
commit to user
4 Rp 2 milyar per nasabah per bank sejak tanggal 13 Oktober 2008. Sejak saat itu
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan semakin pulih. Namun apakah
tingkat suku bunga dan tingkat inflasi tetap menjadi faktor yang mempengaruhi
simpanan masyarakat di perbankan masih perlu dikaji lebih lanjut.
Pemikiran yang berkembang tentang simpanan masyarakat di perbankan
menunjukkan bahwa simpanan masyarakat di perbankan dipengaruhi oleh tingkat
suku bunga dan pendapatan. Pemikiran ini berasal dari dua pemikiran tentang
faktor penentu tabungan yang kontradiktif, yakni pemikiran Klasik dan Keynes.
Aliran klasik menyatakan bahwa tingkat suku bunga akan menetukan
besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian.
Setiap perubahan dalam tingkat suku bunga akan menyebabkan pula perubahan
dalam tabungan rumahtangga dan investasi perusahaan. Perubahan-perubahan
dalam tingkat suku bunga akan terus-menerus berlangsung sebelum kesamaan di
antara jumlah tabungan dan jumlah investasi tercapai. Pengusaha akan
mengurangi permintaan terhadap tabungan rumahtangga apabila suku bunga
tinggi dan sebaliknya. Rumahtangga akan menawarkan lebih banyak tabungan
apabila tingkat suku bunga bertambah tinggi dan sebaliknya.
Berlawanan dengan aliran Klasik, aliran Keynesian menyatakan bahwa
besarnya tabungan yang dilakukan oleh rumahtangga tergantung kepada besar
kecilnya tingkat pendapatan rumahtangga tersebut. Semakin besar jumlah
pendapatan yang diterima oleh rumahtangga, semakin besar pula jumlah tabungan
yang akan dilakukan. Apabila jumlah pendapatan rumahtangga tidak mengalami
kenaikan atau penurunan, perubahan yang cukup besar dalam tingkat suku bunga
commit to user
5 akan dilakukan. Jumlah pendapatan yang diterima rumahtangga yang menjadi
penentu utama dari jumlah tabungan yang akan dilakukan oleh rumahtangga.
Dengan demikian, tingkat bunga tidak mempunyai pengaruh yang besar dalam
menentukan tabungan (Sukirno, 1999).
Di dalam teori diduga bahwa ketidakpastian ekonomi yang lebih besar
dapat meningkatkan tabungan karena konsumen menghindari resiko dengan
menyimpan modalnya sebagai tindakan pencegahan dalam menghadapi
kemungkinan perubahan yang kurang baik pada pendapatan dan faktor-faktor lain
(Skinner 1988 dan Zeldes 1989 dalam Loayza et. Al. 2000). Inflasi merupakan hal
yang mewakili ketidakpastian (ekonomi makro) di dalam literatur empiris
mengenai tabungan dan pertumbuhan. Walaupun demikian, hanya sedikit dari
banyak studi panel yang mengikutsertakan variabel inflasi kemudian menemukan
hubungan positif dan signifikan pada tingkat tabungan swasta. Edwards (1996)
dan Loayza et. al. (2000) melengkapi bukti yang membenarkan pandangan ini.
Oleh karena itu terdapat dugaan sementara bahwa simpanan masyarakat di
perbankan juga ditentukan oleh inflasi sebagai ketidakpastian dalam
perekonomian.
Teori standar makroekonomi menyatakan bahwa kebijakan moneter —
dalam penelitian ini berhubungan dengan tingkat suku bunga— sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan memiliki efek yang merata
secara nasional, namun hal ini dalam kehidupan nyata seringkali tidak terjadi.
Suatu negara pada umumnya memiliki daerah dengan karakteristik yang
berbeda-beda sehingga efek kebijakan moneter tidak selalu sama dan cenderung memiliki
commit to user
6 menunjukkan adanya perbedaan respon daerah terhadap kebijakan moneter yang
disebabkan perbedaan karakteristik perekonomian daerah, diantaranya dari: sektor
manufaktur dan industri minyak dan gas, trade balance, broad credit chanel, bank
lending chanel, dan perdagangan. Beragam kondisi di tiap daerah ini harus
menjadi perhatian utama masing-masing pemegang kebijakan dalam mengambil
kebijakan. Hal tersebut dirasa sangat perlu dilakukan, dikarenakan adanya
kekhawatiran terjadinya ketidakseimbangan kebijakan fiskal daerah dan kebijakan
moneter Bank Indonesia (Simorangkir dalam Natalisa, 2007).
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum di Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan penghimpunan DPK pada tahun
2010 secara akumulatif sampai dengan Mei 2010 meningkat sebesar 4,03% (ytd).
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) Perbankan Jawa Tengah yang
diselenggarakan oleh KBI Semarang, pertumbuhan DPK ini dinilai masih relatif
lambat, karena sebagian masyarakat ada yang mulai memilih altenatif instrumen
investasi lain yang memiliki imbal hasil lebih tinggi daripada produk simpanan
bank. Selain itu, relatif lambatnya penghimpun DPK diperkirakan disebabkan
datangnya tahun ajaran baru bagi anak sekolah dan momentum Pilkada di 12
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Hal ini diduga mempengaruhi perilaku
masyarakat dan pemerintah yang cenderung menarik dana simpanannya di
perbankan, sehingga turut menyumbang lambatnya pertumbuhan DPK.
Penghimpunan DPK terutama bersumber dari kenaikan tabungan. Pada
posisi triwulan II-2010 (posisi Mei 2010), tabungan tumbuh sebesar 15,95%
(yoy), sementara giro dan deposito juga mengalami pertumbuhan positif
commit to user
7 meningkatnya dana milik perusahaan swasta yang mengalami pertumbuhan cukup
tinggi yaitu 154,55% (yoy). Sementara itu, masih terjadi peningkatan DPK yang
berasal dari simpanan BUMN, BUMD, Perusahaan Jasa Keuangan, dll.
Struktur atau komposisi DPK di Jawa Tengah tidak berubah, tabungan
masih memiliki porsi yang tertinggi yaitu 45,24% dari keseluruhan DPK Bank
Umum. Simpanan dalam bentuk tabungan tercatat sebesar Rp42,92 Triliun, diikuti
deposito sebesar Rp36,40 Triliun (38,37%) dan giro sebesar Rp15,56% (16,40%).
Faktor yang mempengaruhi tingginya porsi tabungan antara lain adalah untuk
motif transaksi menggunakan layanan perbankan (ATM, transfer, kartu debet) dan
berjaga-jaga. Hal tersebut karena tabungan merupakan produk perbankan yang
fleksibel dan mudah untuk dilakukan penarikan dan penyetoran dana
dibandingkan dengan deposito dan giro. Hal ini ditunjukkan pula dari komposisi
DPK berdasarkan kepemilikannya, dimana sebesar 76,56% DPK bank umum di
Jawa Tengah dimiliki oleh nasabah perorangan. Sementara itu, porsi deposito di
bank umum Jawa Tengah juga cukup tinggi, hal ini menunjukkan bahwa sebagian
deposan masih menganggap bahwa menyimpan dana dalam bentuk deposito
masih menguntungkan dan cukup aman.
Dari FGD Perbankan Jawa Tengah, diketahui bahwa high cost deposits
seperti deposito diduga mempunyai andil dibalik lambatnya penurunan suku
bunga kredit. Biaya dana yang cukup tinggi dikeluarkan perbankan di Jawa
Tengah untuk menarik para deposan besar, yang biasanya adalah
perusahaan-perusahaan besar nasional maupun institusi besar lainnya. Deposan utama tersebut
biasanya meminta special rate diatas ketentuan Lembaga Penjaminan Simpanan
commit to user
8 perbankan. Faktor inilah yang diakui pihak perbankan menjadi salah satu
penyebab tingginya cost of fund, sehingga berdampak pula pada lambatnya
penurunan suku bunga kredit. Pada triwulan II-2010, dari Rp36,40 Triliun
deposito, sebanyak 8,73% (Rp3,17 Triliun) mendapatkan bunga diatas yang
ditetapkan oleh LPS untuk bank umum.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini
mengambil judul “DETERMINAN SIMPANAN MASYARAKAT DI
PERBANKAN WILAYAH PROPINSI JAWA TENGAH (SUATU
PENDEKATAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002-2010)”. Berikut ini
disajikan perumusan masalah, tujuan, dan manfaat dari penelitian yang dilakukan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dihasilkan perumusan masalah yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh pendapatan per kapita terhadap simpanan masyarakat
di perbankan wilayah Jawa Tengah?
2. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga terhadap simpanan masyarakat di
perbankan wilayah Jawa Tengah?
3. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap simpanan masyarakat di
perbankan wilayah Jawa Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh pendapatan per kapita terhadap simpanan
commit to user
9 2. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga terhadap simpanan masyarakat
di perbankan wilayah Jawa Tengah.
3. Menganalisis pengaruh tingkat inflasi terhadap simpanan masyarakat di
perbankan wilayah Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi simpanan masyarakat wilayah
Jawa Tengah.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat juga digunakan oleh pihak pengambil
kebijakan sebagai acuan untuk menetukan kebijakan yang efisien terkait
dengan simpanan masyarakat.
3. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini digunakan sebagai salah satu sarana
untuk menerapkan teori yang diperoleh dari berbagai literatur selama
mengikuti perkuliahan.
4. penelitian ini dapat memperkaya khasanah penelitian yang ada serta dapat
digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian serupa di masa yang akan
commit to user
adalah dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
a. Giro (demand deposits) adalah simpanan yang penarikan dananya
dapat dilakukan pada jam dan hari kerja dengan menggunakan cek,
bilyet, giro, dan sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan
pemindahbukuan.
b. Tabungan (saving deposits) adalah simpanan yang penarikannya
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
c. Deposito (time deposits) adalah jenis simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu berdasarkan
perjanjian nasabah penyimpan (deposan) dengan bank.
Faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal dihasilkan
oleh rumah tangga keluarga. Faktor-faktor produksi tersebut dapat dijual
kepada rumah tangga perusahaan dimana pemilik faktor produksi tersebut
commit to user
11 dari menjual faktor produksi tersebut digunakan untuk keperluan konsumsi
dan sisanya merupakan simpanan atau tabungan.
Prosesnya adalah perusahaan menghasilkan barang dan jasa
dengan menyewa faktor produksi dari sektor rumah tangga dan sektor
rumah tangga memperoleh pendapatan dari sektor perusahaan berupa upah
atau gaji, bunga, sewa. Pendapatan tersebut oleh sektor rumah tangga tidak
dibelanjakan seluruhnya untuk konsumsi, ada yang dialokasikan untuk
tabungan atau simpanan. Dengan adanya simpanan atau tabungan maka
tidak semua barang yang dihasilkan oleh perusahaan terjual. Namun,
perusahaan tidak hanya menghasilkan barang konsumsi saja tetapi juga
barang-barang keperluan perusahaan sendiri dan persediaan. Pengeluaan
perusahaan untuk tujuan ini disebut investasi. Untuk membiayai keperluan
ini dibutuhkan dana. Oleh sebab itu ada lembaga keuangan yang berfungsi
menghubungkan dana yang tersedia dari sektor rumah tangga untuk
disalurkan kepada sektor lain yang membutuhkan dana.
Pendekatan terhadap teori simpanan dapat dilakukan dengan
beberapa cara yang bebeda. Cara yang pertama adalah pandangan klasik
atau neoklasik dimana menekankan tingkat suku bunga yang paling
berpengaruh terhadap simpanan. Cara yang kedua adalah pendekatan yang
dilakukan oleh Keynes dan ahli ekonomi modern lainnya yang
menekankan pendapatan sebagai faktor yang berpengaruh dalam minat
menabung. Namun disamping itu, ada pula yang melihat kedua faktor
tersebut dengan faktor-faktor lainnya baik ekonomi maupun non ekonomi
commit to user
12
1) Pandangan Klasik
Dalam Sukirno (1999: 76-79), aliran klasik menyatakan bahwa
tingkat suku bunga akan menentukan besarnya simanan maupu investasi
yang akan dilakukan dalam perekonomian. Setiap perubahan dalam
tingkat suku bunga akan menyebabkan pula perubahan dalam simpanan
rumahtangga dan investasi perusahaan. Perubahan-perubahan dalam
tingkat suku bunga akan terus-menerus berlangsung sebelum kesamaan
diantara jumlah simpanan dengan jumlah investasi tercapai. Pengusaha
akan mengurangi permintaan terhadap simpanan rumah tangga apabila
tingkat suku bunga tinggi da sebaliknya. Rumah tangga akan menawarkan
lebih banyak tabungan apabila tingkat suku bunga bertambah tinggi dan
sebaliknya.
Keadaan keseimbangan diantara tabungan dan investasi adalah
keadaan yang selalu terjadi dalam perekonomian. Oleh sebab jumlah
tabungan rumahtangga pada waktu perekonomian mencapai penggunaan
tenaga kerja penuh (full employment) akan selalu sama dengan jumlah
seluruh investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Maka dalam
perekonomian, pengeluaran agregat pada penggunaan tenaga kerja penuh
akan selalu sama dengan penawaran agregat pada penggunaan tenaga kerja
commit to user
13 Gambar 2.1 Fungsi Tabungan Klasik
Sumber: Pengantar Teori Makroekonomi, Sukirno
Jika keadaan yang terjadi adalah berbeda daripada keadaan
keseimbangan, penyesuaian-penyesuaian akan terus menerus berlangsung
dalam perekonomian sehingga tercapai keadaan keseimbangan. Selama
belum terjadi keseimbangan antara penawaran dan permintaan tabungan,
penurunan dalam tingkat suku bunga akan terus berlangsung sehingga
pada akhirnya jumlah yang ingin ditabung oleh rumah tangga adalah sama
dengan jumlah yang ingin dipinjam dan diinvestasikan oleh para
pengusaha. Dalam keadaan ini tingkat suku bunga tidak akan mengalami
perubahan lagi dan keadaan keseimbangan tercapai.
Hal demikian menunjukkan bahwa apabila terdapat ketidaksamaan
diantara penawaran dan permintaan tabungan oleh pengusaha, akan terjadi
perubahan-perubahan dalam tingkat bunga. Berdasarkan fleksibilitas
tersebut, para ahli ekonomi klasil yakin bahwa perubahan dalam tingkat
commit to user
14 yang tercapai pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh adalah sama
dengan investasi oleh perusahaan.
2) Pandangan Ahli Ekonomi Modern.
Berbeda dengan pandangan klasik, yang menyatakan bahwa
tingkat suku bunga merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap
tabungan, maka pandangan ekonomi modern lebih menekankan pada
faktor pendapatan yang berpengaruh terhadap tabungan. Namun dalam
pendekatan yang dilakukan terhadap tabungan yang dipengaruhi oleh
faktor pendapatan terdapat beberapa pula pendapat. Masing-masing
dengan asumsi dan keyakinan serta sudut pandang sendiri-sendiri.
a) Pandangan Keynes
Besarnya tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga
tergantung kepada besar kecilnya tingkat pendapatan rumah tangga
tersebut. Semakin besar jumlah pendapatan yang diterima oleh
rumahtangga, semakin besar pula jumlah tabungan yang akan
dilakukan. Apabila jumlah tabungan rumahtangga tidak mengalami
kenaikan atau penurunan, perubahan yang cukup besar dalam tingkat
bunga tidak akan menimbulkan pengaruh yang berarti terhadap jumlah
tabungan yang akan dilakukan. Menurut pendapat Keynes, jumlah
pendapatan yang diterima rumahtangga yang menjadi penentu utama
dari jumlah tabungan yang akan dilakukan oleh rumahtangga (Sukirno,
commit to user
15 Gambar 2.2 Fungsi Tabungan Keynes
Sumber: Pengantar Teori Makroekonomi, Sukirno
Keterangan:
1) Selama pendapatan nasional masih di bawah Y0 saat break even
point (BEP), maka tabungan masyarakat negatif. Keadaan ini
berarti masyarakat menggunakan tabungan di masa lalu untuk
membiayai hidupnya. Setelah pendapatan nasional melebihi Y0 saat
BEP, maka masyarakat mulai menabung sebagian dari
pendapatannya.
2) Semakin tinggi pendapatan nasional, semakin banyak tabungan
masyarakat. Apabila pendapatan nasional adalah Y1, maka
tabungan adalah S1. sedangkan apabila pendapatan nasional Yf ,
maka jumlah tabungan adalah Sf .
b) Pandangan Friedman
Pandangan Milton Friedman mirip dnegan pendekatan yang
dilakukan oleh Keynes. Perbedaan utama adalah, Friedman tidak
commit to user
16 namun melihat dari pendapatan yang permanen. Sehingga pandangan
Friedman lebih dikenal dengan “Permanent Income Theory”
(Dornbusch, Fischer, dan Startz. 1998: 302-314). Pendapatan yang
permanent didefinisikan sebagai pendapatan dalam jangka panjang
atau dalam kurun waktu yang lama. Karena menyangkut estimasi dari
pendapatan dalam jangka panjang maka sulit untuk menerapkan dalam
analisis empiris. Namun hal ini dapat dilakukan dengan mengambil
salah satu pendapatan dalam tahun tertentu sebagai pendapatan
permanen dalam jangka panjang.
Kelemahan dari model Friedman dalam menganalisis
tabungan terletak pada sulitnya data yang tersedia untuk dihitung
secara empiris. Konsekuensinya adalah model ini jarang sekali
digunakan dalam pendekatan empiris.
c) Pandangan Modigliani-Brumberg-Ando
Sama seperti Keynes dan Friedman,
Modigliani-Brumberg-Ando juga melakukan pendekatan terhadap tabungan dengan faktor
pendapatan. Namun disini mereka melihat dari sudut pandang fluktuasi
hidup atau “Life-Cycle Hypotesis” (Sturm, 1983: 147-196). Tujuan
dari pandangan ini adalah melihat pola tabungan dari sisi kelompok
umur, yaitu bila seseorang telah masuk dalam kelompok angkatan
kerja atau kelompok produktif apakah akan mempengaruhi pola
tabungan yang ada. Secara matematis dapat ditulis:
commit to user
Pendekatan Modigliani-Brumberg-Ando jarang digunakan
dalam penelitian mengenai tabungan karena terlalu sempitnya
asumsi-asumsi yang digunakan, antara lain: asumsi-asumsi bahwa seseorang tidak
akan menerima maupun memberikan warisan, yang pada kenyataannya
keadaan ini jarang dijumpai (Soebroto, 1988), serta kurangnya
penjelasan dari hasil empiris itu sendiri. Seperti analisa yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan tabungan
dengan pertumbuhan populasi dalam angkatan kerja.
d) Pandangan U Tun Wai
Pendekatan yang dilakukan oleh U Tun Wai agak berbeda
dengan pandangan-pandangan sebelumnya. Dia menyatakan bahwa
tabungan itu dipengaruhi oleh tingkat kemampuan, tingkat kemauan,
serta besarnya kesempatan yang ada (Wai, 1973: 86-87). Faktor-faktor
tersebut dapat diterangkan melalui variabel ekonomi maupun non
ekonomi. Secara matematis pandangan U Tun Wai mengenai tabungan
dapat ditulis sebagai berikut:
commit to user
Setiap variabel independen dari persamaan tersebut
merupakan fungsi dari variabel-variabel lain. Atau penjabaran secara
jelasnya:
A = f (Y, N, K)
dimana Y = tingkat pendapatan, N=struktur dari populasi, dan
K=kekayaan.
W = f (i, L, C)
dimana i=tingkat suku bunga, L=life=cycle, dan C=faktor-faktor
kultural.
O = f(F, Ir)
dimana F=banyaknya lembaga perbankan yang ada, dan
Ir=kemungkinan untuk menggunakan dana sendiri untuk investasi
(Marginal Efficiency of Capital).
Secara keseluruhan, maka pendekatan yang dilakukan oleh
U Tun Wai terhadap teori tabungan merupakan pendekatan yang
paling lengkap dari pendekatan- pendekatan sebelumnya. Terlihat
bahwa semua faktor yang dikatakan, baik oleh pandangan klasik
maupun pandangan ekonom modern lainnya mengenai tabungan
tercakup oleh pendekatan ini. Fungsi dari tabungan yang dibentuk
commit to user
19 mengaplikasikan fungsi tersebut ke dalam sebuah model maka hanya
faktor-faktor yang berpengaruh saja yang dimasukkan sesuai dengan
tujuan penelitian yang hendak dicapai. Untuk mengukur sampai
seberapa jauh faktor pendapatan, tingkat suku bunga, serta inflasi
terhadap tabungan juga disajikan suatu model oleh U Tun Wai (Ibid:
120) sebagai berikut:
(S/P)t = f { (Y/P)t, (i)t, (In)t }
Dimana, (S/P)t= tabungan riil periode t, (Y/P)t= pendapatan riil
periode t, i= tingkat bunga riil, In= inflasi.
Pendekatan yang dilakukan oleh U Tun Wai telah diuji
melalui suatu regresi dengan mengambil observasi negara-negara maju
maupun berkembang (Ibid: 121-124). Sehingga model tersebut
dirasakan cocok digunakan untuk penelitian yang menganalisa
mengenai tabungan.
2. Pendapatan per Kapita
Dalam penelitian ini, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
per kapita adalah definisi dari variabel pendapatn per kapita. Produk
domestik bruto dapat didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh unit usaha dalam suatu negara atau wilayah tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit usaha ekonomi di negara atau wilayah tersebut dalam satu tahun
tertentu. Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dapat digunakan untuk
menilai prestasi pertumbuhan ekonomi dan untuk menentukan tingkat
commit to user
20 pendapatan nasional riil yaitu Produk Domestik Bruto atau GDP (Gross
Domestic Product) yang dihitung menurut harga berlaku dalam tahun
dasar maupun dalam harga konstan (Sukirno, 1999).
Melalui pendekatan pengeluaran dalam perhitungan pendapatan
nasional dijelaskan jenis pengeluaran PDB yang dilakukan oleh
masyarakat untuk; konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi atau
pemebentukan modal tetap, dan ekspor neto. Semuanya merupakan
permintaan terhadap barang dan jasa, juga merupakan macam penggunaan
barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Dengan kata
lain produk domestik bruto (PDB) digunakan untuk keperluan konsumsi
rumahtangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik
(investasi) dan ekspor neto (Y=C+I+G+NX).
3. Hubungan Pendapatan Perkapita dengan Simpanan
Salah satu faktor ekonomi yang sangat mempengaruhi proses
pertumbuhan ekonomi adalah pembentukan modal, dimana sumber
pengarahan modal dalam negeri yang dapat digunakan untuk pembiayaan
pembangunan, salah satunya adalah melalui tabungan sukarela
masyarakat. Yang dimaksud dengan tabungan sukarela masyarakat adalah
bagian dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat yang secara
sukarela disisihkan dan tidak digunakan untuk konsumsi (Sukirno, 1999).
Untuk menjelaskan hubungan antara pendapatan dan simpanan
bisa menggunakan teori absolute income hypothesis. Teori ini merupakan
hasil pemikiran Keynes yang menjelaskan tentang hubungan antara
commit to user
21 merupakan bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsikan, maka
menurut Keynes simpanan merupakan fungsi dari pendapatan
(Arwansyah, 2003).
4. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa
juga sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu
(Boediono, 1985). Dapat juga dikatakan sebagai harga yang harus dibayar
apabila terjadi pertukaran antara 1 rupiah sekarang dengan 1 rupiah nanti
(misal 1 tahun lagi) dimana dengan jangka waktu tersebut bisa terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan (resiko), seperti keterlambatan membayar
kembali atau tidak membayar sama sekali, adanya pengaruh inflasi yang
menurunkan nilai mata uang serta adanya biaya transaksi.
a. Teori Keynes tentang tingkat suku bunga
Keynes menjelaskan bahwa tingkat suku bunga merupakan
imbalan jasa (harga) yang harus dibayarkan kepada penabung agar dia
bersedia untuk melepas bagian kekayaannya dalam bentuk tabungan
yang disimpan untuk selanjutnya digunakan untuk investasi. Dengan
kata lain bunga merupakan harga yang harus dibayar agar dana
likuiditas tidak disimpan melainkan dilepaskan untuk investasi
(Djojohadikusumo, 1990). Boediono (1985) mengatakan bahwa
tingkat suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang untuk
commit to user
22 Menurut pandangan Keynes, tingkat suku bunga merupakan
titik pencerminan dari supply tabungan di satu pihak dan permintaan
untuk investasi di pihak lain. Tingkat suku bunga merupakan faktor
lepas (independen) dari pasokan tabungan dan permintaan investasi.
Tingkat tabungan merupakan suatu fenomena moneter semata-mata
dan tergantung dari hasrat orang untuk menahan tabungannya dalam
bentuk likuiditas. Tingkat suku bunga tergantung dari hasrat likuiditas
atau liquidity preference. Disinilah diungkapkan istilah pengertian baru
dalam konsep Keynes, LP dalam kaitannya dengan tingkat suku bunga
(Djojohadikusumo, 1990). Artinya bahwa perubahan tingkat suku
bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan
investasi dan dengan demikian akan mempengaruhi GNP (Nopirin,
1992). Disamping itu menurut Keynes tingkat suku bunga sangat
sensitif terhadap penghimpunan dana masyarakat.
b. Teori Klasik tentang tingkat suku bunga
Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat
bunga. Semakin tinggi tingkat bunga semakin tinggi pula keinginan
masyarakat untuk menabung. Sedangkan investasi merupakan fungsi
dari tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, keinginan pengusaha
untuk berinvestasi juga semakin kecil, alasannya adalah seorang
pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila
keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat
suku bunga yang dibayar untuk dana investasi tersebut yang
commit to user
23 rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk
melakukan investasi, karena biaya penggunaan dana juga semakin
kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan akan tercapai
apabila keinginan untuk menabung masyarakat sama dengan keinginan
pengusaha untuk melakukan investasi. Kenaikan efisiensi produksi,
misalnya, akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik
sehingga pada tingkat upah yang sama pengusaha berusaha meminjam
sana lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk dana
investasi yang sama jumlahnya.
Menurut ekonom klasik adanya tabungan masyarakat tersebut
bukan berarti dana hilang dari peredaran, tetapi dipinjam atau dipakai
oleh pengusaha untuk membiayai investasinya dan penabung
mendapatkan bunga atas tabungannya sedangkan pengusaha bersedia
membayar bunga tersebut selama harapan keuntungan yang diperoleh
dari investasi lebih besar dari bunga tersebut. Adanya kesamaan antara
tabungan dengan investasi (misalnya jika tabungan meningkat maka
pengeluaran investasi juga meningkat) adalah sebagai akibat
bekerjanya mekanisme tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga akan
berfluktuasi sehingga keinginan mengadakan investasi oleh pengusaha
sama dengan keinginan menabung dari masyarakat, sehingga menurut
teori klasik diperoleh persamaan S=I dimana tabungan adalah fungsi
dari tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga maka
semakin tinggi keinginan masyarakat untuk menabung (Nopirin,
commit to user
24
5. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Simpanan
Bunga adalah “harga” dari loanable funds. Terjemahan langsung
dari istilah tersebut adalah “dana yang tersedia untuk dipinjamkan”.
Menurut teori ini bunga adalah harga yang terjadi di pasar dana investasi.
Hubungan tingkat suku bunga dan simpanan dapat dijelaskan dalam teori
loanable funds yaitu merupakan sisi suplí dari loanable funds yang
menerangkan hubungan antara tingkat suku bunga dan simpanan, dimana
hubungan kedua variabel tersebut bersifat positif. Semakin tinggi tingkat
bunga akan semakin meningkatkan kesediaan masyarakat untuk
menyimpan dananya pada lembaga perbankan, sehingga jumlah simpanan
masyarakat pada lembaga perbankan akan naik.
Rumah tangga akan menyimpan lebih banyak dananya di bank
apabila tingkat suku bunga tinggi. Pada tingkat suku bunga rendah,
masyarakat cenderung menyimpan dananya lebih sedikit karena mereka
merasa lebih baik mengkonsumsikan uangnya (Sukirno, 1999: 100-104).
Namur demikian hubungan positif juga dapat terjadi akibat adanya
substitution and income effect. Dornbusch, Fischer, dan Startz (1998)
menyimpulkan bahwa pengaruh tingkat suku bunga terhadap simpanan
adalah kecil dan sukar ditemukan karena ambigu atau bermakna ganda.
6. Tingkat Inflasi
a. Pengertian
Definisi dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk
naik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan dari satu atau dua barang
commit to user
25 kenaikan pada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan
harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga (Boediono, 1994).
Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur
inflasi antara lain:
1. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index), adalah suatu
indeks harga yang mengukur biaya sekelompok barang-barang dan
jasa-jasa di pasar, yang dibeli untuk menunjang kebutuhan
sehari-hari.
2. Indeks Harga Produsen (Producer Price Index), adalah suatu
indeks dari harga bahan-bahan baku (row materials), barang
setengah jadi (intermediate products) dan peralatan modal serta
mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau perusahaanGNP deflator.
b. Macam-macam Inflasi
Laju inflasi dapat berbeda dari negara satu dengan negara
lain atau dalam satu negara dengan waktu yang berbeda. Menurut
besarnya inflasi dapat dibagi dalam tiga kategori (Nopirin, 2000:27):
1) Inflasi Merayap (creeping inflation), ditandai dengan laju inflasi yang
rendah (kurang dari 10% per tahun), kenaikan harga berjalan lambat,
dengan presentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang sangat
lama.
2) Inflasi Menengah (galloping inflation), ditandai dengan keniakan
harga yang cukup besar dan terjadi dalam waktu yang relatif pendek
commit to user
26 3) Inflasi Tinggi (hyperinflation), merupakan inflasi yang paling parah
akibatnya (laju inflasi di atas 100%), ditandai dengan semakin
merosotnya nilai uang sehingga masyarakat tidak lagi berkeinginan
menyimpan uang. Perputaran uang semakin cepat dan harga naik
secara akselerasi.
Adapun jenis-jenis inflasi menurut sebabnya adalah (Nopirin,
2000:28):
1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demands-pull inflation), Inflasi ini
bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregat demand),
sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja
penuh. Dalam keadaan hampir kesempatan kerja penuh, kenaikan
permintaan total di samping menaikkan harga dapat juga
menaikkan hasil produksi (output).
2) Inflasi Dorongan Biaya (Cost-push Inflation), inflasi yang terjadi
akibat kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan penurunan
penawaran. Kenaikan biaya produksi ini ditimbulkan oleh beberapa
faktor diantaranya: (1) Persatuan serikat buruh dalam menuntut
kenaikan upah, (2) Industri yang bersifat monopolistis, sehingga
dapat menggunakan kekuasaanya di pasar untuk menentukan harga
yang lebih tinggi, (3) kenaikan harga bahan baku industri.
3) Inflasi Struktural (Structural Inflation), adalah inflasi yang terjadi
sebagai akibat dari adanya berbagai kekuatan struktural yang
menyebabkan penawaran dalam perekonomian menjadi kurang
commit to user
27 4) Inflasi Sebagai Akibat Kebijakan (Policy Induced Inflation), adalah
inflasi yang disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga
dapat merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara
pembiayaan.
5) Inflasi Dasar (Core Inflation), adalah inflasiyang cenderung untuk
berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang
mengakibatkan perubahan. Jika inflasi terus bertahan dan tingkat
inflasi ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah,
kenaikan inflasi akan terus berlanjut.
c. Teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori inflasi yang
masing-masing membicarakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi
antara lain (Boediono, 1994: 166):
1. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari
jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai
kenaikan harga-harga (expectation). Inti dari teori ini adalah inflasi
hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar
(berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang giral). Selain
itu laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang
beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan
commit to user
28 2. Teori Keynes
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat
ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya, sehingga
permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah
barang-barang yang tersedia. Penyebab terjadinya kenaikan permintaan
ini, menurut Keynes adalah akibat dari keniakan jumlah uang beredar,
peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah,
dan ekspor netto.
3. Teori Strukturalis
Teori ini memberi tekanan pada adanya ketegaran dari
struktur perekonomian negara-negara sednag berkembang.
Faktor-faktor struktural dari perekonomian itu hanya dapat berubah secara
gradual dan dalam jangka panjang. Menurut teori ini, ketegaran utama
dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa
menimbulkan inflasi adalah (Boediono, 1994: 167):
a) Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, artinya laju pertumbuhan
nilai ekspor lebih lamban dibanding dengan laju pertumbuhan
sektor-sektor lainnya. Kelambanan tersebut disebabkan oleh dua
faktor yaitu: Pertama, harga dari barang-barang ekspor di pasaran
dunia makin tidak menguntungkan. Kedua, supply atau produksi
barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan
harga.
b) Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di
commit to user
29 dalam negeri lebih lamban dibandingkan dengan laju pertumbuhan
jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, sehingga harga bahan
makanan dalam negeri cenderung meningkat melebihi kenaikan
harga barang-barang lain.
7. Hubungan Tingkat Inflasi dengan Simpanan
Dalam beberapa teori memprediksi bahwa semakin besar
ketidakpastian dapat meningkatkan simpanan. Di dalam literatur empiris
mengenai simpanan dan pertumbuhan, yang populer digunakan sebagai
proxy akan ketidakpastian makroekonomi adalah inflasi. Inflasi, sebagai
determinan lain simpanan yang potensial, merupakan parameter atas
instabilitas perekonomian (Loayza et. al., 2000). Ada beberapa alasan
mengapa inflasi dapat mempengaruhi simpanan: inflasi yang lebih tinggi
cenderung meningkatkan tingkat suku bunga nominal dan karenanya
meningkatkan pendapatan dan simpanan rumahtangga. Namun demikian,
semakin tinggi inflasi dapat menurunkan simpanan melalui ketidkapastian
tersebut (Masson et. al., 1998).
Hanya beberapa dari sekian banyak penelitian yang
mengikutsertakan inflasi sebagai variabel independen menemukan
pengaruh positif dan signifikan terhadap simpanan. Dalam penelitiannya,
Masson et. al. (1998) menemkan bahwa inflasi memiliki koefisien yang
kecil dan tidak signifikan. Oleh karenanya, pengaruh inflasi dalam
determinan simpanan masih merupakan hal yang diperdebatkan untuk
commit to user
30
B. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian Charles Yuji Horioka dan Junmin Wan (2007)
Penelitian ini menganalisis mengenai determinan simpanan
rumahtangga di China dengan menggunakan model life-cycle serta data
panel propinsi di China tahun 1995-2004 berdasarkan hasil survei
kependudukan China. Tingkat simpanan rumahtangga di China terbilang
tinggi dan semakin meningkat menjadi latar belakang penelitian ini
dengan determinan utamanya yakni: lag tingkat simpanan, tingkat
pertumbuhan pendapatan, dan (dalam beberapa kasus) tingkat suku bunga
riil, serta tingkat inflasi. Metode estimasi yang digunakan adalah
generalized-method-of-moments (GMM). Dengan metode tersebut, mereka
juga menemukan bahwa variabel-variabel yang berhubungan dengan
struktur umur dari populasi tidak mempunyai dampak yang signifikan
terhadap tingkat simpanan. Hasil dari penelitian ini membenarkan
life-cycle hypothesis sama baiknya dengan permanent income hypothesis—
dimana konsisten dengan adanya inertia atau persistence—dan secara
tidak langsung mengatakan bahwa tingkat simpanan rumahtangga di China
akan tetap tinggi untuk beberapa waktu kedepan.
2. Penelitian Werner Dirschmid dan Ernst Glatzer (2004)
Penelitian ini dilakukan guna menganalisis mengenai determinan
tingkat simpanan rumahtangga di Austria. Penurunan tingkat simpanan
rumahtangga beberapa dekade sebelumnya di Austria menjadi latar
belakang mengapa penelitian ini dilakukan. Alat analisis yang digunakan
commit to user
31 keputusan untuk menabung individu dipengaruhi oleh petumbuhan
pedapatan, tingkat suku bunga riil, inflasi, pengeluaran jaminan sosial, dan
keseimbangan anggaran belanja pemerintah. Temuan ini menjadi semakin
penting bagi kebijakan ekonomi, perhatian akan masyarakat lanjut, serta
kebutuhan akan reformasi pada sistem tunjangan pensiun. Pada masa yang
akan datang, rumahtangga diharapkan dapat meningkatkan konsumsi dan
meningkatkan kemauan untuk menabung. Berdasarkan hasil analisis, hal
ini dapat tercapai dengan peningkatan ukuran produksi dan menaikkan
tabungan individu.
3. Penelitian Prema-Chandra Athukorala (2004)
Penelitian ini menganalisis mengenai determinan simpanna sektor
swasta pada proses pembangunan ekonomi di India tahun 1954-1998.
Metodologi yang digunakan adalah dengan mengestimasi fungsi tingkat
simpanan yang diturunkan dari hipotesis daur hidup namun tetap
memperhatikan karakteristik struktural dari perekonomian yang sedang
berkembang. Dengan penggunaan LCM sebagai alat analisis, ditemukan
bahwa tingkat simpanan meningkat di kedua level. Tingkat pertumbuhan
disposible income dan besarnya dampak tahap awal lebih kecil
dibandingkan dengan tahap akhir. Tingkat suku bunga deposito riil
memiliki dampak positif dan signifikan terhadap tingkat simpanan, namun
besarnya sedang. Simpanan sektor publik terlihat mendesak simpanan
sektor swasta, namun tidak proporsional, yang dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik dapat mempengaruhi tingkat tabungan nasional. Diantara
commit to user
32 tingkat inflasi memeiliki damapk positif. Sedangkan perubahan-perubahan
dalam kontrak perdagangan dan biaya/pajak bagi masyarakat pendatang
berdampak negatif terhadap simpanan sektor swasta.
C. Kerangka teoritis
Simpanan masyarakat di perbankan merupakan salah satu sumber
modal negara yang beasal dari dalam negeri yang digunakan sebagai dana
dalam pembiayaan pembangunan selain sumber dana dari utang. Simpanan
masyarakat akan disalurkan kembali kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat sesuai dengan kegiatan usaha bank yang
tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.10 tentang perbankan.
Beberapa studi tentang faktor penentu tingkat tabungan telah
dilakukan yang diantaranya menjelaskan bahwa pendapatan perkapita, tingkat
bunga, tingkat inflasi, dan struktur usia penduduk menjadi faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat simpanan masyarakat di perbankan. Penelitian ini
membatasi variabel-variabel yang akan diteliti. Simpanan masyarakat menjadi
variabel dependen, dimana varian-variannya akan dijelaskan dengan tiga
variabel indpenden, yaitu: (1) pendapatan perkapita, (2) tingkat suku bunga,
(3) tingkat inflasi.
Besarnya tabungan yang dilakukan oleh rumahtangga tergantung
kepada besar kecilnya tingkat pendapatan rumahtangga tersebut. Semakin
besar jumlah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga, semakin besar pula
jumlah tabungan yang akan dilakukan. Tingkat suku bunga akan menentukan
commit to user
33 perubahan dalam tingkat suku bunga akan menyebabkan pula perubahan
dalam tabungan rumahtangga. Rumahtangga akan menawarkan lebih banyak
tabungan apabila tingkat suku bunga bertambah tinggi dan sebaliknya. Inflasi
-mewakili ketidakpastian dalam perekonomian-yang lebih besar dapat
meningkatkan tabungan karena konsumen menghindari resiko dengan
menyimpan modalnya sebagai tindakan pencegahan dalam menghadapi
kemungkinan perubahan yang kurang baik pada pendapatan dan faktor-faktor
lain.
Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini,
digambarkan suatu kerangka pemikiran yang sistematis, sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka pemikiran
D. Hipotesis penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan berbagai penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Diduga pendapatan per kapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap
commit to user
34 2. Diduga tingkat suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap
simpanan masyarakat di perbankan wilayah Jawa Tengah.
3. Diduga tingkat inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
commit to user
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain dan Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisis data
sekunder yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan serta
untuk menganalisis pengaruh pendapatan per kapita, tingkat suku bunga,
dan tingkat inflasi terhadap simpanan masyarakat di perbankan Jawa
Tengah. Penelitian ini dilakukan di wilayah Jawa Tengah dengan input
data dari 35 Kabupaten/Kota meliputi Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Blora, Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Demak, Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Jepara, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten
Kebumen, Kabupaten Kendal, Kabupaten Klaten, Kabupaten Kudus,
Kabupaten Magelang, Kabupaten Pati, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten
Pemalang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten
Rembang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Sragen, Kabupaten
Sukoharjo, Kabupaten Tegal, Kabupaten Temanggung, Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Wonosobo, Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kota
Salatiga, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Tegal. Periode data yaitu
commit to user
36
B. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini, dikelompokkan menjadi
dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Adapun
definisi operasional dari variabel adalah:
1. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi variabel
independennya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
simpanan masyarakat di perbankan Jawa Tengah. Variabel simpanan
ini terdiri dari giro, tabungan, dan deposito propinsi Jawa Tengah pada
periode 2002-2010. Satuan pengukuran variabel simpanan ini adalah
juta Rupiah. Data simpanan masyarakat diperoleh dari Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia berbagai edisi.
2. Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi
variabel dependen, antara lain:
a. Pendapatan Per Kapita
Variabel pendapatan per kapita yang digunakan adalah
PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 propinsi Jawa
Tengah periode tahun 2002-2010. Pendapatan perkapita dinotasikan
dengan PP. Satuan pengukuran variabel pendapatan per kapita ini
adalah Rupiah. Data pendapatan per kapita diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Jawa Tengah.
b. Tingkat Suku Bunga
Variabel tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat
suku bunga tabungan nominal bank persero di Ppropinsi Jawa Tengah
commit to user
37 SBN, dimana SBN adalah tingkat suku bunga nominal. Satuan
pengukuran variabel suku bunga ini adalah persen (%). Dalam
penelitian ini tingkat suku bunga diperlakukan sama untuk setiap
kabupaten/kota. Data diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia Bank Indonesia berbagai edisi.
c. Tingkat Inflasi
Variabel tingkat inflasi yang digunakan adalah tingkat
inflasi propinsi Jawa Tengah periode tahun 2002-2010. Definisi
tingkat inflasi dalam penelitian ini merupakan perubahan dari deflator
PDRB per tahun. Tingkat inflasi dinotasikan dengan INF. Satuan
pengukuran inflasi ini adalah persen (%). Data diperoleh dari Badan
Pusat Statistik Jawa Tengah.
C. Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah adopsi dari model
ayng digunakan oleh Horioka dan Wan (2007: 8-11). Model yang digunakan
oleh Horioka dan Wan adalah sebagai berikut:
SR=f [CHY,YOUNG,OLD,DEP,SR(-1),RINT,INFL,RURAL]... (3.1)
Yang mana SR adalah tingkat tabungan rumahtangga sebagai variabel.
Sedangkan variabel independennya adalah: (1) tingkat pertumbuhan
pendapatan, (2) rasio populasi usia 0-14 tahun terhadap usia 15-64 tahun, (3)
rasio populasi usia lebih dari 65 tahun terhadap usia 15-64, (4) total rasio
commit to user
38 tabungan, (6) tingkat suku bunga riil, (7) tingkat inflasi, dan variabel dummy
untuk rumahtangga perkotaan dan perdesaan.
Adapun keperlun penelitian ini, yang akan dipilih sebagai variabel
independennya adalah (a) pendapatan per kapita, (b) tingkat suku bunga
nominal, dan (c) tingkat inflasi. Sedangkan untuk keperluan penelitian ini,
model empiris yang akan dipergunakan adalah sebagai berikut :
SIMP = f (PP,SBN,INF)... (3.2)
Adapun spesifikasi model yang akan dipergunakan adalah sebagai
berikut:
SIMPit= α0 + α1PPit+ α21SBNit + α31INFit + eit... (3.3)
Yang mana:
SIMP : Simpanan masyarakat di perbankan Propinsi Jawa Tengah
PP : Pendapatan per kapita
SBN : Tingkat suku bunga nominal
INF : Tingkat inflasi
α0 : Koefisien intersep
α1,α2,α3 : Koefisien regresi
i : daerah penelitian ke i; i = 1,2,3,4...n
t : waktu/tahun ke t; i = 2002, 2003, 2004....2010
commit to user
39
D. Teknik Analisis Data
1. Metode Data Panel
Metode data panel adalah metode yang menggabungkan observasi
lintas sektor (cross-section) dan runtun waktu (time series) sehingga
mengakibatkan jumlah observasi meningkat. Peningkatan jumlah
observasi ini menolong salah satu kendala yang dihadapi dalam penelitian
yaitu jumlah observasi yang tidak mencukupi ketika diestimasi dengan
runtun waktu atau observasi yang terlalu sedikit ketika diestimasi dengan
data lintas sektor untuk menghasilkan estimasi yang efisien. Dalam
penelitian ini, terdapat 315 unit observasi yang merupakan penggabungan
dari 9 tahun observasi (Tahun 2002-2010) dan 35 observasi
kabupaten/kota.
Menurut Baltagi dalam Gujarati, 2003 keunggulan data panel
dibandingkan dengan data runtun waktu atau lintas sektor adalah:
a. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam
tiap unit.
b. Dengan data panel, data lebih informative, mengurangi kolinearitas
antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan dan lebih efisien.
c. Data panel lebih cocok digunakan untuk menggambarkan adanya
dinamika perubahan.
d. Data panel lebih mampumendeteksi dan mengukur dampak.
e. Data panel dapat digunakan untuk studi dengan model yang lebih
commit to user
40 f. Data panel dapat meminimumkan bias yang mungkin dihasilkan
dalam agregasi.
2. Estimasi Model Data Panel
a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square/Common
Effect)
Teknik yang paling sederhana untuk mengestimasi data
panel adalah dengan mengkombinasikan data time series dan cross
section dengan menggunakan metode OLS dikenal dengan estimasi
Common Effect. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan
dimensi waktu maupun individu. Diasumsikan bahwa perilaku data
antar variabel sama dalam berbagai kurun waktu.
Yit= α + β1X1it+ β2X2it + eit... (3.5)
untuk i = 1,2...N dan t = 1,2...T
dimana i adalah cross-section identifiers dan t adalah time-series
identifier.
b. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)
Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat
terkecil biasa adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan
regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar
waktu. Asumsi ini sangat ketat dan mungkin tidak beralasan. Satu
cara untuk memperhatikan “ke-khas-an” unit cross-section atau
time-series adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy
variabel) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter
commit to user
41 Pendekatan yang paling sering dilakukan adalah dengan
mengizinkan intercept bervariasi antar unit cross-section namun
tetap mengasumsikan bahwa slope koefisien adalah konstan antar
unit cross-section. Pendekatan ini dimana slope coefficient instant
but intercept varies across individuals, dalam literatur dikenal
dengan sebutan model efek tetap (fixed effect model/FEM). Kita
dapat menuliskan pendekatan tersebut dalam persamaan sebagai
berikut:
Yit= αi+ β1X1it+ β2X2it + eit... (3.6)
Perhatikan bahwa kini kita menambahkan subscript i pada intersep
yang menandakan bahwa intersep antar individu mungkin berbeda.
Istilah fixed effect datang dari kenyataan bahwa walaupun
intercept mungkin berbeda antar individu, namun intercept tersebut
tidak bervariasi sepanjang waktu; dengan kata lain time invariant.
Jika kita menulis intercept sebagai αit, berarti intercept tiap
individu adalah time variant. Disamping itu, model ini juga
mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar
individu dan antar waktu.
Untuk mengestimasi model Fixed Effect dapat dilakukan
dengan pemberat (cross section weight) atau General Least Square
(GLS) atau tanpa pemberat (no weighted) atau Least Square
Dummy Variabel (LSDV). Tujuan dilakukannya pemberatan
adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section