• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG T"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG

TERHADAP SERANGAN Sitophilus oryzae

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

EUGENIUS LEBA BORO 125040200111219

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MINAT HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

2

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG

TERHADAP SERANGAN Sitophilus oryzae

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

EUGENIUS LEBA BORO 125040200111219

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MINAT HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2016

(3)

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN

NAMA : EUGENIUS LEBA BORO

NIM : 125040200111219

JUDUL : UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG

TERHADAP SERANGAN Sitophilus oryzae

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama, Pembimbing Kedua,

Dr.Ir. Bambang Tri Rahardjo, SU. Tita Widjayanti, SP., Msi NIP. 19550403 198303 1 003 NIP. 201304 870819 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan

(4)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan berkatNya, sehingga penulis dapat menyusun proposal penelitian dengan judul Uji Ketahanan Beberapa Varietas Jagung Terhadap Serangan Sitophilus oryzae”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, serta memberikan arahan dalam penyusunan proposal penelitian ini.

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

2. Ibu Dr. Ir. Ludji Pantja Astuti, MS selaku Ketua Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas PertanianUniversitas Brawijaya.

3. Bapak Dr. Ir. Bambang Tri Rahardjo, SU. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini.

4. Ibu Tita Widjayanti, SP., Msi selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini.

Penulis senantiasa menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi materi, sistematika, maupun susunan bahasanya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Malang, Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

(5)

LEMBAR PENGESAHAAN... i

2.4.5 Ketahanan Ekologi (Ecological Resistance)... 8

2.5 Hama Gudang Sitophilus oryzae... 8

2.6 Analisa Proksimat... 10

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 11

3.2 Alat dan Bahan... 11

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 PerkembanganSitophilusoryzae... 11

3.3.2 Varietas Jagung... 11

3.3.3 Rancangan Percobaan dan Perlakuan... 12

(6)

4

3.3.5 F1 Projeni... 12

3.3.6 Kerusakan dan Penurunan Berat Benih... 12

3.3.7 Median Development Time (MDE)... 13

3.3.8 Indeks Kerentanan... 13

3.3.9 Analisa Data... 14

3.3.10. Analisa Proksimat... 14

DAFTAR PUSTAKA... 15

(7)

DAFTAR GAMBAR

(8)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah ketahanan pangan menjadi isu penting oleh karena itu upaya menurunkan peranan beras dan menggantikannya dengan jenis pangan lain menjadi penting dilakukan dalam rangka menjaga ketahanan pangan dalam jangka panjang. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan dan mengintroduksi bahan pangan alternatif pengganti beras yang berharga murah dan memiliki kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan beras (Ariani, 2010). Salah satu alternatifnya yaitu melalui diversifikasi pangan untuk mendukung program ketahanan pangan. Dalam upaya memacu diversifikasi pangan, jagung merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih.

Tanaman jagung merupakan komoditas pangan terpenting kedua setelah padi. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan ternak. Jagung mengandung senyawa karbohidrat, lemak, protein, mineral, air, dan vitamin. Fungsi zat gizi yang terkandung di dalamnya dapat memberi energi, membentuk jaringan, pengatur fungsi, dan reaksi biokimia di dalam tubuh (Retno, 2008).Menurut Sugiyono et al., (2004), dilihat dari nilai gizinya, jagung mempunyai kadar protein lebih tinggi (9,5%) dibandingkan dengan beras (7,4%). Di Indonesia, produksi jagung sebagai bahan pokok pangan berada di urutan ketiga setelah padi dan ubi kayu. Produksi jagung nasional selama 5 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan peningkatan, yaitu sebesar 11.609.403 ton (2006), 13.287.572 ton (2007), 15.860.299 ton (2008), 17.041.215 ton (2009) serta 18.327.636 ton pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2012). Sebagai bahan pangan, komoditas jagung ini umumnya disimpan dalam bentuk biji pipilan, sedikit sekali yang disimpan dalam bentuk klobot (daun pembungkus). Kadar air basis kering biji jagung antara 11-13 % sehingga masih sangat rentan terhadap infestasi serangga hama gudang (Bedjo,1993).

(9)

(Tribolium sp.), kumbang beras (Sitophilus oryzae), kumbang biji (Callocobruchus chinensis), kumbang jagung (Sitophilus zeamays), kumbang kopra (Necrobia rufipes) dan lain-lain (Nyoman I, 2005). Salah satu hama gudang penyimpanan jagung adalah kumbang beras (Sitophilus oryzae).

Sitophilus oryzae merupakan nama umum bagi sekelompokserangga kecil yang dikenal juga gemar menghuni biji-bijian yang disimpan(Wagianto, 2008).S. oryzae ialah hama pasca panen utama yang merusak biji-bijian yang disimpan dan merupakan hama primer pada beras. Namun selain beras,S. oryzae juga menyerang jenis pakan lain misalnya jagung, gandum, kedelai, kacang tanah, kacang kapri, dan kopra (Kalshoven, 1981).Hama ini bersifat kosmopolit atau tersebar luas di berbagai tempat di dunia. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini termasuk berat, bahkan sering dianggap sebagai hama paling merugikan produk biji-bijian.Akibat dari serangan hama ini, biji menjadi berlubang kecil-kecil, tetapi karena ada beberapa lubang pada satu butir, akan menjadikan biji yang terserang menjadi mudah pecah dan remuk seperti tepung. Kualitas biji akan rusak berat akibat serangan hama ini yang bercampur dengan air liur hama (Naynienay, 2008).

Penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian hama saat ini banyak menimbulkan dampak negatif. Masalah pencemaran lingkungan merupakan akibat yang jelas terlihat, selain itu penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis hama dan 72% agen pengendali hayati. Pestisida adalah racun yang dapat mempengaruhi kehidupan organisme bukan sasaran (non target organisms) sehingga penggunaannya harus didasarkan atas pertimbangan ekologis yang sangat bijaksana (Dewi, 2007). Untuk itulah, salah satu upaya pengendalian S.oryzae yang bebas pestisida dan ramah lingkungan adalah melalui Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

(10)

3

kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama dan memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan, yang dapat mengurangi kemungkinan hama untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai inang.

Dengan demikian diperlukan penelitian untuk menguji resistensi atau ketahanan varietas jagung terhadap serangan hama gudang S.oryzae. Diharapkan melalui penelitian uji ketahanan dapat diketahui tingkat ketahanan varietas jagung terhadap serangan hama gudang S.oryzae. Informasi tingkat ketahanan varietas jagung sangat berguna bagi petani dan pihak-pihak yang berperan dalam usaha budidaya tanaman jagung.

1.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat ketahanan beberapa varietas jagung produksi PT. BISI International, Tbk. terhadap serangan hama gudang Sitophilus oryzae.

1.3 Hipotesis

Tiap varietas tanaman jagung mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap serangan hama gudang Sitophilus oryzae.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui tingkat ketahanan tiap varietas jagung terhadap serangan hama gudang Sitophilus oryzae.

2. Mengetahui varietas tanaman jagung yang tahan terhadap serangan hama gudang Sitophilus oryzae.

3. Memberikan informasi kepada petani maupun pihak-pihak lain terkait varietas jagung yang tahan terhadap serangan hama gudang Sitophilus oryzae.

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Jagung

Jagung merupakan anggota famili Graminae. Siklus hidup tanaman jagung adalah tanaman semusim, berpenampilan tegak, termasuk tumbuhan semak dan menghasilkan biji pada tongkol. Tanaman jagung relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah kecuali tanah liat dan pasir. Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut (Suprapto, 1998) : Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Poales, Famili: Poaceae (Graminae), Genus: Zea, Spesies: Zea mays L.

Gambar 1. Tanaman Jagung. Sumber: Litbang Pertanian, 2016

Jagung adalah tanaman yang dapat beradaptasi dengan baik di daerah beriklim hangat, namun tidak sesuai dengan daerah tropis basah. Wilayah yang cocok untuk tanaman jagung adalah kawasan mulai dari 50oLU-40oLS dengan

(12)

5

pada ketinggian lebih rendah (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2010).

2.2 Morfologi Tanaman Jagung

Tanaman jagung berakar serabut terdiri dari akar seminal, akar adventif dan akar udara (Goldsworthy dan Fisher, 1980), mempunyai batang induk, berbentuk selindris terdiri dari sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang bervariasi 60-300 cm, tergantung pada varietas dan tempat Selama fase vegetatif bakal daun mulai terbentuk dari kuncup tunas. Setiap daun terdiri dari helaian daun, ligula dan pelepah daun yang erat melekat pada batang (Sudjana, Rifin dan Sudjadi, 1991).

Bunga jantan terletak dipucuk yang ditandai dengan adanya rambut atau tassel dan bunga betina terletak di ketiak daun dan akan mengeluarkan stil dan stigma (Idris, Zainal, Mohammad, Lassim, Norman dan Hashim, 1982). Bunga jagung tergolong bunga tidak lengkap karena struktur bunganya tidak mempunyai petal dan sepal dimana organ bunga jantan (staminate) dan organ bunga betina (pestilate) tidak terdapat dalam satu bunga disebut berumah satu (Sudjana, Rifin dan Sudjadi, 1991).

Faktor utama menyebabkan turunnya jumlah tongkol yang berbiji dan hasil biji setiap tanaman jagung adalah daun saling menutupi. Cahaya matahari adalah faktor penting dalam proses fotosintesis dan penentu laju pertumbuhan (LPT) sehingga intensitas, lama penyinaran dan kualitasnya sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis tersebut. Bila daun saling menutupi maka sinar matahari dapat diteruskan kepada gulma yang tumbuh dibawahnya dan akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan gulma. Kondisi ini dapat mempercepat laju pembentukan yang diaktualisasikan dalam peningkatan LPT dan ILD. Indeks luas daun (ILD) tanaman berkaitan erat dengan hasil biji maupun berat kering suatu tanaman. Tercapainya hasil biji maksimun karena ILD berada dalam keadaan optimum. Nilai ILD yang optimum menunjukkan bahwa kecepatan fotosintesis telah mencapai maksimun.

2.3 Tipe Ketahanan Varietas

(13)

2.3.1 Ketahanan Vertikal

Bila satu varietas lebih tahan terhadap beberapa ras penyakit daripada yang lainnya, maka ketahanan itu disebut vertikal atau tegak lurus (perpendicular). Ketahanan vertikal mengurangi inokulum awal yang efektif dari epidemik awal, sehingga akan menunda serangan penyakit. Namun demikian penampilan varietas akan memberikan kecepatan laju infeksi seperti pada varietas rentan bila sudah terjadi infeksi awal (Crill, 1977). Di bidang hama yang dinamakan varietas tahan vertikal yaitu bila ada satu deretan varietas berbeda akan menunjukkan reaksi yang berbeda bila diinfestasi oleh biotipe hama yang berbeda. Dengan perkataan lain bila sederetan varietas diinfestasi oleh biotipe yang sama, maka beberapa varietas akan bereaksi tahan dan yang lainnya bereaksi rentan. Ketahan vertikal umumnya berada pada tingkat ketahanan tinggi dan dikendalikan oleh gen mayor atau oligogen yang sedikit stabil.

2.3.2 Ketahanan Horizontal

Bila tanaman inang sama efektifnya terhadap semua ras penyakit maka disebut ketahanan horizoltal atau lateral. Daya kerja tanaman tahan horizontal akan menurunkan epidemik setelah terjadinya serangan. Dalam bidang hama yang dinamakan tahan horizontal digambarkan sebagai situasi dimana sederetan varietas berbeda tidak menunjukkan perbedaan interaksi bila diinfestasi oleh biotipe serangga yang berbeda. Varietas tahan horizontal dikendalikan oleh beberapa gen polygenik atau gen minor, masing-masing dengan sumbangan yang kecil terhadap ketahanan. Ketahanan horizontal adalah moderat, tidak menimbulkan tekanan yang tinggi terhadap serangga, sehingga penggunaan varietas tahan horizontal lebih stabil atau lestari (Panda dan Khush, 1995).

2.4 Mekanisme Ketahanan Varietas 2.4.1 Ketahanan Genetik

(14)

7

Mekanisme ketahanan disebabkan adanya non preferensi, antibiosis, dan tolerance (Painter, 1951). Kogan dan Ortman (1978) mengajukan usulan perbaikan bahwa istilah non preferensi diganti dengan antixenosis, karena adanya reaksi serangga dan bukan sifat dari tanaman.

2.4.2 Antixenosis

Antixenosis adalah bekerjanya mekanisme ketahanan oleh tanaman untuk menjerakan atau mereduksi kolonisasi oleh serangga. Umumnya serangga berorientasi sendiri terhadap tanaman untuk makanan, tempat meletakkan telur, dan atau tempat berlindung. Akan tetapi disebabkan sifat tertentu, tanaman tidak dapat digunakan karena ada sifat penjeraan bagi serangga. Dalam situasi tertentu, walaupun serangga datang dan mengadakan kontak dengan tanaman, sifat antixenosis tanaman tidak memberikan kesempatan kepada serangga untuk berkoloni. Tanaman yang memperlihatkan ketahanan dengan sifat antixenosis mampu mengurangi jumlah awal kolonisasi pada satu musim, demikian juga ukuran populasi dapat direduksi pada tiap-tiap generasi dibanding tanaman yang rentan.

2.4.3 Antibiosis

Antibiosis adalah mekanisme ketahanan yang bekerja setelah serangga berkolonisasi dan telah mulai menggukan tanaman untuk kehidupannya. Bila satu serangga makan pada tanaman yang mumpunyai antibiotik maka tanaman tersebut dapat mempengaruhi serangga dalam hal pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan kelangsungan hidup. Pengaruh antibiotik dapat menghasilkan pengurangan berat serangga, mengurangi proses metabolisme, meningkatkan kegelisahan (restlessness) , benyaknya larva atau serangga pradewasa yang mati. Secara tidak langsung, antibiosis dapat meningkatkan penyingkapan (exposure) serangga untuk lebih mudah ditemukan oleh musuh alami. Tanaman yang memperlihatkan antibiosis dapat mereduksi laju peningkatan populasi dengan mengurangi laju reproduksi dan kelangsungan hidup serangga (Panda dan Khush, 1995).

2.4.4 Toleran

(15)

Toleran adalah sifat genetik dari tanaman yang dapat melindungi diri dari serangan populasi serangga, sehingga tidak ada kehilangan hasil secara ekonomi atau hasil yang dicapai memberikan kualitas yang dapat diperdagangkan. Toleransi sering keliru dengan ketahanan rendah atau ketahan sedang (moderate). Mekanisme toleran berbeda dari antixenosis dan antibiosis. Varietas toleran tidak berpengaruh terhadap laju peningkatan populasi hama target, tetapi dapat meningkatkan ambang ekonomi yaitu bila ambang ekonomi suatu varietas tanaman ditentukan sebagai A ekor serangga per rumpun, maka ambang ekonomi pada varietas toleran adalah (A + x) ekor serangga per rumpun. Toleran adalah mekanisme adaptasi untuk kelangsungan hidup tanaman dan sedikit banyak bebas dari pengaruh serangga.

2.4.5 Ketahanan Ekologi ( Ecological Resistance)

Ketahanan ekologi telah dikatagorikan sebagai ketahanan semu (pseudoresistance) dan ketahanan induksi (induced resistance). Ketahanan semu bukan berasal dari sifat genetik yang dibawa pada tanaman, tetapi dari beberapa perubahan sementara (temporary shifts) dalam kondisi lingkungan yang cocok bagi varietas rentan. Varietas tanaman yang memperlihatkan ketahanan semu dipandang penting dalam sistem pengendalian hama terpadu. Adapun ketahanan induksi terjadi saat tanggap tanaman terhadap kerusakan oleh pathogen, herbivora, stres lingkungan, atau akibat perlakuan

2.5 Hama Gudang Sitophilus Oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

Sitophilus oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas. Betina sebelum meletakkan telur terlebih dahulu membuat lubang dalam butiran beras maupun biji-bijian kemudian lubang ditutup dengan cairan pekat (gelatinoum). Stadium telur berlangsung sekitar 7 hari, telur berwarna putih dan panjangnya kira-kira 0,5 mm.Panjangnya kira-kira 0,5 mm (Luh, 1980).

(16)

9

Gambar 2. Larva S. oryzae. Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk, 2016

Pupa dapat berubah warna tergantung pada umur pupa, dari coklat kemerah-merahan menjadi kehitaman dan bagian kepala berwarna hitam. Panjang pupa biasanya 2,5 mm dan masa pupa berlangsung 6 hari (Kalshoven, 1981). Setelah menjadi pupa kemudian kumbang muda keluar dari beras. Kumbang dewasa makan beras sebelah luar sehingga tampak berlubang-lubang. Imago dapat bertelur 300-400 butir telur selama hidupnya 4-5 bulan. Ukuran tubuh 3,3 mm, berwarna gelap kecoklatan dengan moncong panjang dari bagian kepala. Untuk mengadakan perkawinan imago betina bergerak di sekitar bahan makanan dengan membebaskan seks feromon untuk menarik perhatian imago jantan. Imago jantan memiliki moncong yang pendek, dengan gerakan lebih lambat daripada betina (Bennet, 2003).

Setelah menjadi pupa kemudian kumbang muda keluar dari beras. Kumbang dewasa makan beras sebelah luar sehingga tampak berlubang-lubang. Imago dapat bertelur 300-400 butir telur selama hidupnya 4-5 bulan. Ukuran tubuh 3,3 mm, berwarna gelap kecoklatan dengan moncong panjang dari bagian kepala. Untuk mengadakan perkawinan imago betina bergerak di sekitar bahan makanan dengan membebaskan seks feromon untuk menarik perhatian imago jantan. Imago jantan memiliki moncong yang pendek, dengan gerakan lebih lambat daripada betina (Bennet, 2003).

Dewasa mengebor ke dalam biji berkulit beras dengan moncongnya yang panjang untuk meletakkan telur-telur ke dalam biji tersebut. Waktu yang diperlukan dari telur sampai dewasa pada kondisi yang optimum adalah 30-40 hari (Borror dkk,1996; Bulog, 1996).

(17)

Gambar 3. Gejala Kerusakan Sitophilus oryzae. Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk, 2016

S. oryzae merupakan hama primer yaitu dapat menyerang suatu bahan tanpa ada pertolongan hama lain. Gejala serangan pada butir-butir komoditas menjadi berlubang-lubang (Bulog, 1996). Serangan S. oryzae pada beras utuh akan rusak dan hancur menjadi menir dan menir ini disukai oleh serangga T. castaneum (Charles, 2009).

Kerusakan yang diakibatkan oleh hama S. oryzae dapat tinggi pada keadaan tertentu sehingga kualitas beras menurun. Biji-bijian hancur dan berdebu, dalam waktu yang cukup singkat serangan hama dapat mengakibatkan perkembangan jamur, sehingga produk beras rusak total, bau apek yang tidak enak dan tidak dapat dikonsumsi (Kalshoven, 1981)

2.6 Analisia Proksimat

Analisa proksimat merupakan uji analisa suatu bahan pakan yang telah lama ada dan dapat digunakan untuk menduga nilai nutrien dan nilai energi dari bahan atau campuran pakan yang berasal dari bagian komponen bahan pakan tersebut. Analisa proksimat dibagi ke dalam enam fraksi zat makanan yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Amrullah, 2004).

(18)

11

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya pada bulan Februari sampai Mei 2016 meliputi perbanyakan (rearing) serangga Sitophilus oryzae dan uji coba ketahanan beberapa varietas benih jagung produksi PT. BISI International Tbk.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam perbanyakan (rearing) serangga Sitophilus oryzae dan penelitian uji ketahanan beberapa varietas jagung yaitu wadah (toples/ gelas kaca), kain putih sebagai penutup atas dan karet gelang.

Bahan yang digunakan dalam perbanyakan (rearing) serangga Sitophilus oryzaeyaitu pakan, serangga dalam perbanyakan (rearing) serangga S. oryzae jantan dan S. oryzae betina. Bahan yang digunakan dalam uji ketahanan beberapa varietas jagung yaitu beberapa varietas jagung produksi PT. BISI International Tbk., varietas lokal dan serangga uji S. oryzae

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Perkembangan Sitophilus oryzae

Sitophilus oryzae yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Lab. Entomologi. Kemudian imago S. oryzae yang ada di dalam simpanan diperbanyak dengan menggunakan pakan beras varietas lokal. Jagung ditempatkan dalam toples kaca yang ditutup dengan kain kasa. Perbanyakan dilakukan di Lab. Entomologi dan dilakukan sampai imago baru muncul sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dalam penelitian.

3.3.2 Varietas Jagung

Penelitian ini menggunakan 7 varietas jagung yang diproduksi oleh BISI dan 1 varietas lokal. Varietas jagung BISI yang digunakan yaitu varietas A,B,C,D,E,F dan G serta varietas lokal (kontrol). Varietas-varietas tersebut diperoleh dari PT. BISI International, Tbk.

3.3.3 Rancangan Percobaan dan Perlakuan

(19)

Benih varietas jagung ditimbang 100 gram dan dimasukkan ke dalam wadah yang tutupnya diberi kain putih, kemudian diinfestasikan S. oryzae masing-masing 20 ekor jantan dan 20 ekor betina, imago S. oryzae diambil dari hasil perbanyakan sebelumnya yang berumur seragam. Kemudian benih diletakkan di laboratorium dengan suhu 24-25oC, 65-70% RH dan penyinaran 12:12 (terang :

gelap). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan.

3.3.4 Mortalitas

Mortalitas dihitung 7 hari setelah infestasi hama gudang. Semua imago yang mati dan yang hidup dipindahkan lalu dihitung.

3.3.5 F1 projeni

Setelah imago S. oryzae yang mati dan hidup dipindahkan,benih disimpan di bawah kondisi yang sama untuk menilai munculnya F1 projeni. Oleh karena itu benih diperiksa setiap hari. Pengamatan dilakukan dengan mengeluarkan dan menghitung setiap keturunan yang muncul setiap harinya. Pengamatan ini berlanjut selama 56 hari sampai semua F1 projeni diperkirakan telah muncul (Nwana dan Akibo-Betts,1982).

3.3.6 Kerusakan dan Penurunan Berat Benih

Setelah 63 hari infestasi S.oryzae, ambil contoh 100 biji secara acak dari setiap gelas kaca. Kemudian hitung jumlah benih yang rusak karena serangan S. oryzae. Kerusakan benih dinyatakan sebagai proporsi dari total seluruh benih contoh yang diambil. Penurunan berat benih dihitung menggunakan metode perhitungan berat Gwinner et al (1996).

(Wu x Nd) – (Wd x Nu)

Penurunan Berat (%) = X 100 % Wu x (Nd + Nu)

(20)

13

Wu (Weight of undamaged seed) : Berat Biji Awal (Sebelum Rusak) Nu (Number of undamagaed seed) : Jumlah Biji Awal (Sebelum Rusak) Wd (Weight of damaged seed) : Berat Biji yang Rusak

Nd (Number of damaged seed) : Jumlah Biji yang Rusak

3.3.7 Median Development Time (MDE) / Waktu Rata-Rata Perkembangan

Median Development Time (MDE) pheriod atau Periode waktu rata-rata perkembangan F1 projeni dihitung mulai dari periode oviposisi F1 projeni sampai munculnya 50% keturunan F1 projeni.

3.3.8 Indeks Kerentanan

Indeks kerentanan dihitung dengan menggunakan metode Dobie (1974). Perhitungan indeks kerentanan melibatkan jumlah total keturunan F1 danlamanya waktu rata-rata perkembangan keturunan F1 yaitu, dengan persamaan:

Ln F x 100 SI =

MDE

Keterangan :

SI : Indeks kerentanan Ln : Logaritma biasa

F : Jumlah total keturunan F1

MDE : Waktu perkembangan F1 (Gudrups et al. 2001).

Menurut Dobie, (1974) indeks kerentanan varietas jagung diklasifikasikan mulai dari 0 - 11, dimana:

a. 0-3 = tahan c. 8 - 10 = rentan

b. 4-7 = cukup tahan d. 11 = sangat rentan.

3.3.9 Analisis Data

(21)

Jumlah imago S. oryzae yang muncul, populasi dan penurunan berat jagung dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Apabila terdapat perbedaan diantara perlakuan dicoba dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT).

3.3.10 Analisis Proksimat

(22)

15

DAFTAR PUSTAKA

Achmady, L.A. 2002. Pengendalian Pestisida melalui Penerapan dan Pengembangan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada Kelompok Tani di Wilayah Jayapura. Tesis. Manajemen Lingkungan. ITS. Surabaya

Amrullah. 2004. Analisa Bahan Pakan. Universitas Hasanudin. Makassar

Anggara, A.W. 2007. Hama Gudang Penyimpanan Padi. Pusat Penelitian dan Pengembang

Ariani, Mewa. 2010. Diversifikasi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Beras, Banten.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Balai Pustaka. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi Indonesia. http://www.bps.go.id. Diakses 20 Januari 2016.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi, Jagung, dan Kedela. http://bps.go.id. Diakses 20 Januari 2016

Bedjo. 1993. Pengaruh pengapasan kayu Albizzia terhadap infestasi hama gudang Sitophilus sp. pada penyimpanan jagung. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balittan Malang.

Bennett, Stuart M. 2003. Life Cycle Sitophilus spp. and Life Cycle Tribolium spp. U.S. Department of Agriculture, Cooperative Extension Service, University of Florida, IFAS, Florida.

Bergvinson D. 2002. Post Harvest Training Manual. Major Insect Pest Maize in Stored. CIMMYT, Mexico.

Borror, D.J., Triplehorn, C.A and N.F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaranserangga. Edisi VI. UGM Press, Yogyakarta. h. 586.

Bulog. 1996. Buku Panduan Perawatan Kualitas Komoditas Milik Bulog. Badan Urusan Logistik, Jakarta. h. 4-5; 31-32 .

Charles, J.G. 2009. Rice and Grain Weevils Life Cycle. The Horticulture andFood Research. Institute of New Zealand, New Zealand.

Dobbie, P. 1974. The laboratory assesment of the inherent susceptibility of maize varieties to post harvest infection by Sitophilus zeamais Motsch (Coleoptera : Curculionidae). Journal Stored Product Research. Vol.10:183-197. Pergamon Press.

(23)

Dobbie, P. 1977. The Contribution of The Tropical Stored Products Center to the Study Insect Resistance in Stored Maize. Trop. Stored Prod. Info. 34: 7-22. Goldsworthy dan Fisher. 1980. Principles and practices of seed storage. Castle

House Bubl. Ltd. 289 p.

Gudrups I, Sien F, Jennifer GK, Nilsa ABP, Orchard JE. 2001. A comparison of two metods of assessment of maize variental resistance to maize weevil Sitophilus zeamais Motschulsky and the influence of kernel hardness and zise on suscebtibility. Journal of Stored Prod. Res. 37:187-202. PERGAMON.

Gwinner J, Hamisch R, Muck O. 1996. Manual on The Prevention of Post Harvest Seed Losses, Post Harvest Project, GTZ, D-2000, Hamburg, FRG. p. 294 Hsu, H.W., dan Luh, B.S. (1980). Rice Hull. Dalam Rice Produck AndUtilization.

Editor: Bor Shiun Luh. New York: Avi PublishingCompany Inc. Hal. 736-740.

Idris, M., Zainal, A., Mohammad., M, Lassim., Norman., B, Hashim, 1982. Tanaman Biji.Dewan Bahasa Pustaka, Kualalumpur. Hal. 49.

Jones, J.R., Crill, P and Volin, R.B. 1979. Effect of light duration on Verticillium wilt of cotton. Phytophatology, 61: 198-203

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Direvisi dan ditranslate oleh P. A. Vand der Lann. Ikhtiar Baru, Van Haeve Jakarta.

Kogan, M. and E. F. Ortman. 1978. Antibiosis: A new Term Proposed to Define Painter’s “Non preference” Modality of Resistance. Entomol. Soc. Am. Bull. 24:175-176

Muhuria La. 2003. Strategi Perakitan Gen-Gen Ketahanan Terhadap Hama, Pengantar Falsafah Sains. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Naynienay, 2008. Kerusakan Bahan Pangan Pasca Panen. Diakses dari: http://naynienay.wordpress.com/category/. Diakses pada tanggal 20 Januari 2016

Nwana IE, Akibo-Betts DT. 1982. The Resistance of Some Rice Varieties to Damage by Sitophilus Zeamais Motch., During Storage. Trop. Storage Prod. Info. 43: 10-15.

Nyoman I, 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Painter, H. 1951. Insect Resistance in Crop Plants, The Macmillan Company, New York

(24)

17

Retno. 2008. Manfaat Tanaman Jagung. http://muthie-muthie.blogspot. com/2012/05/manfaat-tanaman-jagung.html. Diakses 20 januari 2016 Sudjana, A., A. Rifin., A.M, Sudjadi, 1991. Jagung. Badan Penelitian dan

PengembanganPertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, Buletin Teknik Pertanian (3). Hal:2-19.

Sugiyono; Soewarno, T.S; Purwiyatno, H; Agus, S. 2004. Kajian Optimasi Pengolahan Beras Jagung Instan dalam Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Volume XV, No. 2. PATPI bekerjasama dengan Departemen Teknologi Pangan dan Gizi FTP IPB.

Suprapto. H . 1998. Bertanam jagung. Penebar Swadaya . Jakarta

Wagianto. 2008. Hama dan Penyakit. Surabaya. Semangun. Universitas Negri Yogyakarta

Gambar

Gambar 1. Tanaman Jagung. Sumber: Litbang Pertanian, 2016
Gambar 2. Larva S. oryzae. Sumber: http://www.the-piedpiper.co.uk, 2016
Gambar 3. Gejala Kerusakan Sitophilus oryzae. Sumber: http://www.the-

Referensi

Dokumen terkait

(2009) menyatakan bahwa pemeliharaan ayam broiler dalam kandang dengan kepadatan yang tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik dapat menyebabkan ayam

Maksud dan tujuan diterbitkannya Standar Operasional dan Prosedur Manajemen Pengaman Manajemen Pengaman Sistem Informasi dan Telekomunikasi pada Pemerintah

Nilai Output adalah nilai produksi yang dihasilkan dari proses kegiatan industri yang berupa barang yang dijual jasa industri, keuntungan jual beli, pertambahan stok

Pertempuran Laut Karang atau Laut Koral merupakan pertempuran laut besar di medan Perang Pasifik yang berlangsung pada 4 Mei sampai 8 Mei 1942 antara Angkatan Laut

Hasil pengolahan dan analisa data menunjukkan kendala yang dihadapi oleh para kepala sekolah pada SMA Negeri di Kota Banda Aceh dalam mengembangkan komptensi

5BOHHVOH KBXBC CFSBSUJ NFOHFSUJ QFSCVBUBOOZB %JB CFSIBEBQBO EFOHBO QFSCVBUBOOZB TFCFMVN CFSCVBU TFMBNB CFSCVBU EBO TFTVEBI CFSCVBU 5BOHHVOH KBXBC JBMBI LFXBKJCBO NFOBOHHVOH

Sedangkan pengujian dua rata-rata pada data gain diperlukan untuk menjawab hipotesis penelitian apakah peningkatan hasil belajar matematik mahasiswa setelah