• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "III. METODE PENELITIAN - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pemilihan Lokasi Penelitian

Daerah penelitian untuk budidaya padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik dipilih secara purposive, yaitu di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai dengan alasan bahwa desa ini memiliki luas lahan sawah yang lebih besar daripada desa-desa lainnya yang ada di wilayah Kecamatan Perbaungan seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Luas Areal Lahan Sawah di Setiap Desa yang ada di Kec. Perbaungan,

Kab. Serdang Bedagai Tahun 2010

(2)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa Desa Lubuk Bayas merupakan desa yang memiliki luas areal lahan sawah terbesar ketiga (7,28%) dari total luas areal lahan sawah yang ada di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Di mana mayoritas masyarakat di Desa Lubuk Bayas bergerak di bidang pertanian, terutama pertanian padi sawah, sehingga desa ini dikenal sebagai sumber beras di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Selain itu, berdasarkan informasi dari koordinator penyuluh di Kecamatan Perbaungan bahwa di Desa Lubuk Bayas terdapat 1 (satu) kelompok tani yang sudah menerapkan budidaya padi sawah semiorganik sejak tahun 2005, yaitu Kelompok Tani Mawar. Akan tetapi, hingga tahun 2012 jumlah anggota petani Kelompok Tani Mawar yang menerapkan budidaya padi sawah semiorganik terus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian baik dari Dinas Pertanian maupun pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai dalam hal pelatihan, pendampingan, dan bantuan sarana produksi yang diberikan kepada Kelompok Tani Mawar setelah habis masa berlakunya program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) serta belum adanya kepastian tentang harga jual GKP padi semiorganik yang masih disamakan dengan harga jual GKP padi nonorganik.

(3)

Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik di Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2011

No. Desa Kabupaten Kelompok

Tani

Luas Lahan (Ha)

Produksi (Ton) 1. Lubuk Bayas Serdang Bedagai Subur 27 135 2. Namu

Landor

Deli Serdang Mandiri 5 30

Jumlah 32 165

Sumber : Yayasan BITRA Indonesia, 2012

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa Kelompok Tani Subur memiliki luas lahan dan produksi padi organik sebesar 84,37% dan 81,82%, sedangkan Kelompok Tani Mandiri hanya memiliki luas lahan dan produksi padi organik sebesar 15,63% dan 18,18% dari total luas lahan yang dijadikan sebagai lokasi pembinaan budidaya padi organik oleh Yayasan BITRA Indonesia dan total produksi padi organik di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi petani padi sawah

berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik. Adapun populasi petani

padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik yang ada di Desa Lubuk Bayas, Kec.

Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok tani

sebanyak 476 orang. Selain itu, populasi petani padi sawah pada Kelompok Tani

Mawar yang menerapkan budidaya padi semiorganik sebanyak 144 orang.

Selanjutnya populasi petani padi sawah dengan budidaya organik yang ada di

Kelompok Tani Subur sebanyak 58 orang.

Menurut Bailey dalam Soepomo (2007), ukuran sampel paling minimum

adalah 30 sampel dari suatu populasi apabila menerapkan metode Stratified Random

(4)

sampel untuk setiap jenis budidaya padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik

masing-masing sebanyak 30 orang. Hal ini juga didukung oleh Hartono (2008b) yang

menyatakan bahwa ANOVA lebih akurat digunakan untuk jumlah sampel yang sama

pada setiap kelompoknya.

Adapun perhitungan jumlah sampel untuk setiap strata dengan menggunakan

persamaan :

Js = besar sampel (30 orang)

Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat ditentukan jumlah sampel untuk setiap strata luas lahan yang dimiliki para petani padi sawah yang menerapkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik pada daerah penelitian seperti yang tertera pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah Petani Sampel Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan di Daerah Penelitian pada Tahun 2012

Strata

Luas Lahan

(Ha)

Populasi Petani Sampel Petani

(5)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk menganalisis komparasi usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai meliputi data primer dan data sekunder.

a. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara, pengamatan, diskusi, dan melakukan verifikasi lapangan langsung terhadap para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

b. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui beberapa metoda, antara lain studi literatur, peraturan perundangan, dan laporan – laporan dari dinas maupun instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Pengujian identifikasi masalah mengenai komponen biaya produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan melihat dan melakukan pencatatan mengenai komponen-komponen biaya produksi yang ditanggung oleh para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang ada di daerah penelitian.

(6)

sampel dalam penelitian ini. Adapun tahapan analisis usahatani yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Analisis Pengeluaran dan Pendapatan Usahatani

Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan perhitungan atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana menurut Soekartawi (2002) dalam Rahim dan Retno (2008) biaya usahatani terdiri dari 2 (dua), yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Cara menghitung biaya tetap (fixed cost) adalah sebagai berikut :

FC =

=

n

i

Pxi Xi

1

.

Di mana :

X1 = banyaknya input ke-i

Pxi = harga dari variabel Xi (input)

Total biaya atau total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Rumusnya adalah sebagai berikut.

TC = FC + VC

Selanjutnya perlu dilakukan perhitungan jumlah penerimaaan para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut.

TR = Y × Py

Di mana :

TR = Total Penerimaan

(7)

Pada tahap akhir dilakukan perhitungan jumlah pendapatan para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut.

Pd = TR – TC

Keterangan :

Pd = Pendapatan usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya

2. Analisis Kelayakan Usahatani

Ada beberapa parameter yang dijadikan sebagai alat analisis kelayakan usahatani, antara lain :

a) R/C ratio yang dapat dirumuskan sebagai berikut. a = R/C

R = Py × Y C = FC + VC

a = (Py × Y) / (FC + VC)

Di mana : a = R/C ratio

R = penerimaan (revenue) C = biaya (cost)

Py = harga output Y = output FC = biaya tetap VC = biaya variabel Kriteria keputusan : R/C > 1, usahatani untung R/C < 1, usahatani rugi

(8)

b) BEP Produksi dan BEP Harga yang dapat dirumuskan sebagai berikut.

Apabila tahapan-tahapan analisis usahatani tersebut telah dilakukan, maka dapat dilakukan uji ANOVA. Adapun tahapan-tahapan yang perlu dilakukan pada uji ANOVA dengan menggunakan SPSS 16, antara lain :

1. Uji asumsi kesamaan variansi (uji Bartlett atau Uji Lavene Statistik atau Uji Homogeneity of Variances)

Analisis homogenitas varian ini gunanya adalah untuk mengetahui apakah asumsi dasar bahwa kelompok-kelompok sampel yang ada mempunyai varian yang sama (homogen) dapat diterima atau tidak. Oleh karena itu, sebelumnya perlu disiapkan hipotesis tentang hal tersebut. Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : Ketiga varian populasi adalah homogen H1 : Ketiga varian tidak identik (heterogen) Kriteria pengujian :

a) Apabila nilai Sig > α, maka H0 terima b) Apabila nilai Sig ≤ α, maka H1 terima (Hartono, 2008).

(9)

melakukan uji ANOVA. Adapun kriterian pengujian dalam ANOVA adalah sebagai berikut :

a) Nilai Sig. F > α, maka H0 terima b) Nilai Sig. F ≤ α, maka H1 terima

3. Tahapan selanjutnya setelah didapatkan hasil uji ANOVA dengan nilai Sig. F ≤ α ( H1 diterima), maka perlu dilakukan uji Post Hoc (Tukey) dengan tujuan untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dan mana yang tidak. Adapun kriteria pengujian dari uji Post Hoc (Tukey) adalah : a) Apabila nilai Sig > α, maka kedua kelompok dikatakan sama.

b) Apabila nilai Sig ≤ α, maka suatu kelompok dikatakan berbeda dengan kelompok lainnya.

(Hartono, 2008).

Apabila berdasarkan hasil analisis homogenitas varian menunjukkan bahwa terdapat populasi dengan nilai variansi berbeda, maka tes ANOVA tidak dapat dilakukan. Namun, tetap bisa diketahui apakah terjadi perbedaan nilai rata-rata atau tidak dengan menggunakan uji Post Hoc (LSD) pada SPSS 16. Di mana uji LSD melakukan semua perbandingan di antara pasangan rata-rata kelompok. Tidak ada penyesuaian yang dilakukan terhadap tingkat kesalahan untuk berbagai perbandingan. Adapun kriteria pengujian Post Hoc (LSD) adalah :

a) Nilai Sig > α, maka H0 terima (ketiga kelompok memiliki rata-rata nilai tes yang sama).

b) Nilai Sig α, maka H1 terima (ada kelompok memiliki rata-rata nilai tes yang berbeda).

(10)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

3.5.1 Definisi

Adapun definisi dan batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Usahatani padi nonorganik adalah budidaya padi dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik, seperti pupuk dan pestisida kimia.

2. Usahatani padi semiorganik adalah budidaya padi dengan cara mengkombinasikan penggunaan pupuk dan pestisida kimia dengan pupuk dan pestisida organik.

3. Usahatani padi organik adalah budidaya padi tanpa menggunakan bahan kimia sintetik, seperti pupuk dan pestisida kimia.

4. Pupuk nonorganik adalah pupuk yang mengandung zat-zat kimia, seperti pupuk NPK, TSP, KCl, dll.

5. Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pupuk kandang, kompos, pupuk hijauan, dan humus.

6. Pestisida nonorganik adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari zat-zat kimia.

7. Pestisida organik adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan maupun hewan.

8. Biaya produksi adalah seluruh pengorbanan yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik untuk sekali musim tanam.

(11)

10. Produktivitas adalah total produksi padi nonorganik, semiorganik, dan organik dalam bentuk GKP yang dihasilkan per ha (kg/ha).

11. Penerimaan adalah perkalian antara produksi padi nonorganik, semiorganik, dan organik dalam bentuk GKP yang dijual dengan harga jual per kg.

12. Pendapatan bersih usahatani adalah total penerimaan yang diperoleh petani dari hasil usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dikurangi totalbiaya produksi.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2013.

3. Jenis komoditi yang diteliti adalah padi nonorganik, semiorganik, dan organik.

(12)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah

Desa Lubuk Bayas terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 5-15 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 30ºC dengan curah hujan rata-rata berkisar 200 mm/tahun. Tanah di desa ini termasuk tanah jenis aluvial dengan tekstur umumnya lembung berpasir.

Desa Lubuk Bayas terletak di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas wilayah 869 Ha. Desa Lubuk Bayas terletak 14 km dari ibukota Kecamatan Perbaungan, ± 29 km dari Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai, dan ± 52 km dari Ibukota Propinsi Sumatera Utara.

Secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Naga Kisar, Pantai Cermin • Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Buluh

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Buluh, Sei Mengkudu • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanah Merah, Lubuk Rotan.

4.1.2 Tata Guna Lahan

(13)

Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal (Ha) Persentase (%) 1

2 3 4

Pertanian Sawah (Irigasi dan Tadah Hujan)

(Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan lebih banyak digunakan untuk pertanian sawah yaitu 403 Ha (86,48 %).

4.1.3Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Lubuk Bayas tahun 2011 terdiri dari 3179 jiwa yang terbagi dalam 4 (empat) dusun.

1) Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Adapun distribusi penduduk menurut jenis kelamin di Desa Lubuk Bayas dapat diuraikan seperti yang tertera pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

(14)

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Desa Lubuk Bayas terbanyak terdapat di Dusun II (35,58%). Selain itu, berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Lubuk Bayas didominasi oleh laki-laki (48,03%).

2) Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur

Adapun distribusi penduduk menurut kelompok umur di Desa Lubuk Bayas dapat diuraikan seperti yang tertera pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk Bayas

(Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di Desa Lubuk Bayas adalah yang berumur 15-44 yaitu sebanyak 1029 jiwa dengan persentase 32,38%.

3) Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

(15)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Mata Pencaharian Jumlah KK Persentase (%)

1

(Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk di Desa Lubuk Bayas. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk di Desa Lubuk Bayas yang bermatapencaharian sebagai petani sebanyak 487 kk (47,06 %.) dari 1035 kk yang ada di desa tersebut. Selanjutnya matapencaharian terbanyak kedua yaitu pedagang sebanyak 215 kk (20,78 %).

4.1.4 Sarana Dan Prasarana

(16)

Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Sarana Dan Prasarana Jumlah

1

• Kios pupuk dan pestisida • Kilang padi

• Puskesmas pembantu • Posyandu (Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)

4.2 Karakteristik Sampel

(17)

Karakteristik para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik dalam penelitian ini dapat dijelaskan secara rinci seperti yang tertera pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Karakteristik Petani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik di Desa Lubuk Bayas Tahun 2013

No. Karakteristik Sosial Ekonomi Rentang Rataan

1. Luas lahan (ha) 0,1-2 0,59

2. Umur (tahun) 25-70 44,9

3. Tingkat Pendidikan (tahun) 0-17 8,77

4. Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) 1-6 3,26

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 1))

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa luas lahan petani berkisar antara 0,1-2 ha dengan rata-rata 0,59 ha. Hal ini menunjukkan bahwa lahan yang diusahakan oleh para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai tergolong skala usahatani besar.

Selain itu, berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa petani memiliki rata – rata umur 44 tahun 9 bulan (45,9) dengan rentang umur antara 25 – 70 tahun. Hal ini berarti, umur para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas masih bersifat produktif. Hal ini dikarenakan umur produktif secara umum adalah 15 – 49 tahun.

(18)
(19)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Biaya Produksi Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

Biaya produksi usahatani padi adalah seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani padi dalam memproduksi gabah untuk setiap musim tanam yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya sewa lahan, biaya penyusutan peralatan, biaya pajak (PBB), dan biaya iuran P3A. Biaya produksi tetap merupakan hasil penjumlahan dari biaya sewa lahan, biaya penyusutan peralatan, biaya pajak (PBB), dan biaya iuran P3A. Biaya variabel terdiri dari biaya sarana/input produksi, biaya tenaga kerja, dan sewa peralatan/mesin. Biaya produksi variabel merupakan hasil penjumlahan dari biaya sarana/input produksi, biaya tenaga kerja, dan sewa peralatan/mesin.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai, maka diketahui bahwa besarnya iuran sewa lahan sawah antara Rp 150.000 sampai dengan Rp 200.000/rante/tahun, biaya pajak (PBB) sebesar Rp 10.000/rante/tahun, biaya iuran Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A) senilai harga jual 3 (tiga) kg gabah kering panen (GKP) dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik untuk setiap petani per musim tanam. Selain itu, para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik juga mengeluarkan biaya sewa handsprayer sebesar Rp 50.000/musim tanam.

(20)

Tabel 10. Rata-rata Total Biaya Produksi per Petani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

No. Jenis Biaya Produksi

Padi Nonorganik Padi Semiorganik Padi Organik Jumlah

Jumlah 232.255 180.387 147.090

2. Biaya Variabel

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 7))

(21)

rata-nonorganik untuk 1 (satu) musim tanam adalah Rp 752.730 (18,62%) dan Rp 397.727 (9,84%) dari total biaya rata-rata sebesar Rp 4.042.545. Dengan kata lain, jumlah biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para petani padi nonorganik untuk penyediaan pupuk dan obat-obatan kimia untuk 1 (satu) musim tanam sebesar Rp 1.145.457 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan.

Selanjutnya pada usahatani padi semiorganik para petani tetap menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia, akan tetapi dalam dosis yang lebih sedikit daripada padi nonorganik dan mengkombinasikannya dengan pupuk organik, seperti pupuk kandang atau kotoran sapi dan pupuk organik cair serta obat-obatan organik (Lampiran 3). Dimana biaya rata-rata pupuk dan obat-obatan kimia serta pupuk dan obat-obatan organik yang harus dikeluarkan oleh para petani semiorganik untuk 1 (satu) musim tanam adalah Rp 313.447 (8,8%) dan Rp 217.107 (6,05%) serta Rp 432.666 (12,26%) dan Rp 115.000 (3,26%) dari total biaya rata-rata sebesar Rp 3.529.074. Dengan kata lain, jumlah biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para petani padi semiorganik untuk penyediaan pupuk dan obat-obatan kimia, serta pupuk dan obat-obatan organik untuk 1 (satu) musim tanam sebesar Rp 1.078.220 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan.

(22)

obat-obatan organik yang digunakan oleh para petani padi semiorganik dibeli dari Kelompok Tani Subur seharga Rp 25.000/L.

Pupuk organik cair yang digunakan oleh para petani semiorganik bernama NaTaMa (Natural Tani Mandiri) yang diproduksi sendiri oleh Kelompok Tani Mawar sejak tahun 2011 dengan menggunakan bahan baku organik seperti kotoran dan air seni sapi, ampas sari tebu, serta jerami yang telah difermentasi. Pupuk organik cair NaTaMa tersebut selain dibeli oleh para petani anggota Kelompok Tani Mawar juga telah dijual secara komersil kepada Kelompok Tani Subur yang menerapkan budidaya padi organik di Desa Lubuk Bayas dan daerah-daerah lain yang sudah menerapkan pertanian secara organik. Dimana harga jual dari pupuk organik cair NaTaMa adalah Rp 25.000,-/L bagi para petani anggota Kelompok Tani Mawar dan Kelompok Tani Subur serta Rp 30.000/L bagi masyarakat umum lainnya.

(23)

obat-obatan organik untuk 1 (satu) musim tanam sebesar Rp 908.334 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Kelompok Tani Subur (padi organik) diketahui bahwa pupuk organik yang digunakan oleh para petani anggota terdiri dari pupuk kandang (kotoran sapi) sebanyak 2 ton/ha dan pupuk organik cair (NaTaMa) sebanyak 18-20L/ha yang dibeli dari Kelompok Tani Mawar (Lampiran 3). Selanjutnya, obat-obatan organik yang digunakan merupakan hasil produksi sendiri oleh Kelompok Tani Subur dengan bahan baku organik di antaranya urin sapi, daun sirih, pinang muda, serai wangi, jengkol, petai, dan kecubung yang difermentasi selama ± 3 minggu. Dimana dosis penggunaan obat-obatan organik tersebut sebanyak 18-20 L/ha dan dibeli seharga Rp 25.000/L oleh para petani padi organik dan semiorganik di Desa Lubuk Bayas (Lampiran 4).

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa total biaya rata-rata dari usahatani padi nonorganik (Rp 4.042.545) lebih tinggi daripada total biaya rata-rata dari usahatani padi semiorganik (Rp 3.529.074) dan padi organik (Rp 3.050.157) yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Adapun penyebab-penyebab terjadinya perbedaan total biaya rata-rata dari ketiga jenis budidaya padi dimulai dari tingginya biaya rata-rata untuk benih. Dimana pada usahatani padi nonorganik dan semiorganik biaya rata-rata untuk penyediaan benih adalah Rp 271.883 (6,72%) dan Rp 229.467 (6,5%) dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Sedangkan biaya rata-rata untuk benih pada usahatani padi organik adalah dan Rp 159.773 (5,24%) dari total biaya rata-rata secara keseluruhan.

(24)

perbedaan luas lahan dan jumlah benih yang digunakan untuk 1 (satu) musim tanam. Hal tersebut dapat dilihat pada data (Lampiran 2) yang menyatakan bahwa jumlah bibit rata-rata yang digunakan oleh para petani nonorganik dan semiorganik adalah 35,53 kg untuk luas lahan rata-rata 0,68 ha dan 30,9 kg untuk luas lahan rata-rata 0,6 ha. Sedangkan pada usahatani padi organik jumlah bibit rata-rata yang digunakan adalah 22,33 untuk luas lahan rata-rata 0,48 ha.

Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa para petani padi organik menerapkan teknik penanaman bibit maksimal 3 (tiga) bibit per lubang tanam. Dimana para petani organik beralasan bahwa apabila menanami satu lubang tanam dengan jumlah bibit yang sedikit, maka hasil panen yang didapat lebih banyak dibandingkan dengan menanami satu lubang dengan jumlah bibit lebih dari 3 (tiga), seperti yang masih diterapkan oleh para petani padi nonorganik dan semiorganik. Adapun varietas benih padi yang digunakan oleh para petani nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas ini rata-rata menggunakan benih padi varietas Ciherang label ungu dan label biru serta varietas Cintanur yang dapat dibeli dari kios-kios saprodi yang ada di desa maupun dari Balai Benih yang ada di wilayah Kab. Serdang Bedagai.

(25)

(TKLK) mendominasi proporsi pengeluaran biaya tenaga kerja secara keseluruhan baik untuk usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Pada usahatani padi nonorganik biaya rata-rata TKLK adalah 1.985.333 lebih tinggi daripada biaya rata-rata TKLK pada usahatani padi semiorganik (Rp 1.572.833) dan organik (Rp 1.273.333).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyebab dari tingginya biaya rata-rata TKLK yang dikeluarkan oleh para petani nonorganik dan semiorganik dikarenakan kurangnya ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) untuk 1 (satu) musim tanam. Adapun jumlah TKDK yang tersedia untuk usahatani padi nonorganik dan semiorganik adalah 8,23 HKP dan 9,77 HKP lebih sedikit daripada usahatani padi organik sebanyak 11,42 HKP (Lampiran 5). Dimana para petani organik meluangkan waktu lebih banyak dalam melakukan beberapa tahapan budidaya padi, seperti pembibitan/penyemaian, pemupukan, penyiangan, dan penyemprotan. Hal ini sesuai dengan teknik pengawasan internal yang diterapkan oleh BITRA dalam budidaya padi organik kepada para petani binaan di Kelompok Tani Subur.

(26)

kerja dan alat/mesin pertanian, seperti persiapan dan pengolahan lahan, penanaman, serta panen.

2. Analisis Pendapatan Petani pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

Indikator keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh oleh petani. Usahatani dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Dimana nilai rata-rata total biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani dianalisis per luas lahan petani dan per hektar. Analisis per luas lahan petani dimaksudkan untuk melihat atau mengetahui bagaimana kondisi saat ini yang tengah dihadapi oleh petani, sedangkan analisis per hektar dimaksudkan untuk membandingkan nilai pendapatan antar komoditi dan produktivitas lahan dengan daerah lain. Adapun rincian mengenai nilai rata-rata total biaya, penerimaan, dan pendapatan yang dianalisis per luas lahan petani dan per hektar pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Pendapatan pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar

4.042.545 16.225.300 12.182.755 6.489.630 22.675.358 16.185.728 2. Padi

Semiorganik

3.529.074 15.030.067 11.500.993 6.377.268 24.967.347 18.590.079 3. Padi Organik 3.050.157 15.017.280 11.967.123 6.502.815 29.221.022 22.718.208

Jumlah 10.621.776 46.272.647 35.650.871 19.369.713 76.863.727 57.494.015

Rata-rata 3.540.592 15.424.216 11.883.624 6.456.571 25.621.242 19.164.672

(27)

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui rata-rata pendapatan total usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan total usahatani padi nonorganik dan semiorganik. Dimana rata-rata pendapatan total usahatani padi organik adalah sebesar Rp 22,71 juta, sedangkan rata-rata pendapatan total untuk usahatani padi nonorganik adalah sebesar Rp 16,18 juta dan padi semiorganik adalah sebesar Rp 18,59 juta. Adapun beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapatan usahatani padi organik terhadap padi nonorganik dan semiorganik antara lain adanya perbedaan penerimaan dan biaya antar ketiga jenis budidaya padi tersebut.

Perbedaan penerimaan usahatani ini dikarenakan harga jual gabah kering panen (GKP) dari padi organik lebih tinggi daripada harga jual GKP padi nonorganik dan semiorganik (Lampiran 8), sehingga para petani padi organik menjual seluruh hasil produksi padi berupa gabah kering panen (GKP), sedangkan para petani padi nonorganik dan semiorganik masih menyisakan sebagian kecil dari GKP yang dihasilkan untuk kebutuhan beras sehari-hari. Adapun rata-rata penerimaan total usahatani padi organik adalah sebesar Rp 29,22 juta, sedangkan rata-rata penerimaan total usahatani padi nonorganik adalah sebesar Rp 22,67 juta dan padi semiorganik adalah sebesar Rp 24,96 juta. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan total dari usahatani padi organik lebih besar dibandingkan rata-rata penerimaan total usahatani padi nonorganik dan semiorganik.

(28)

nonorganik di antaranya nilai rata-rata biaya penyediaan input produksi, yaitu Rp 3,81 juta lebih tinggi daripada rata-rata biaya penyediaan input produksi pada usahatani padi semiorganik, yaitu Rp 3,34 juta dan padi organik, yaitu Rp 2,9 juta (Lampiran 7). Dimana pada usahatani padi nonorganik, para petani masih menggunakan input produksi berupa pupuk dan obat-obatan kimia dengan harga yang relatif lebih mahal, sedangkan petani padi semiorganik dan organik sudah menggunakan pupuk dan obat-obatan organik dengan harga yang relatif lebih murah. Selain itu, pada usahatani padi nonorganik rata-rata biaya tenaga kerja khususnya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), yaitu Rp 1,98 juta lebih tinggi

daripada rata-rata biaya TKLK pada usahatani padi smeiorganik, yaitu Rp 1,57 juta dan padi organik, yaitu Rp 1,27 juta.

3. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan

Organik

Usahatani dikatakan layak atau tidak layak untuk dikembangkan di daerah penelitian diukur dengan menggunakan beberapa parameter antara lain :

a. R/C ratio

(29)

Adapun rincian mengenai nilai rata-rata R/C ratio yang dianalisis per luas lahan petani dan per hektar di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Rata-rata R/C pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar

Nama

4.042.545 16.225.300 6.489.630 22.675.358 3,65

2. Padi

Semiorganik

3.529.074 15.030.067 6.377.268 24.967.347 4,01

3. Padi Organik 3.050.157 15.017.280 6.502.815 29.221.022 4,89

Jumlah 10.621.776 46.272.647 19.369.713 76.863.727 12,55 Rata-rata 3.540.592 15.424.216 6.456.571 25.621.242 4,18

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 7, 8, dan 9))

(30)

bahwa setiap Rp 1 dari biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi semiorganik akan memberikan penerimaan sebesar Rp 4,01.

Berdasarkan nilai R/C rasio dari ketiga jenis budidaya padi tersebut, maka usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik sudah layak dan memberikan keuntungan bagi para petani padi. Akan tetapi, penerimaan atas setiap Rp 1 yang dikeluarkan sebagai biaya produksi pada usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani nonorganik dan semiorganik, sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani padi organik lebih menguntungkan untuk dibudidayakan oleh petani.

b. BEP Produksi

(31)

Tabel 13. Rata-rata BEP Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar Nama

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 10))

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik akan mengalami break even atau tidak untung dan tidak rugi jika menghasilkan produksi sebesar 1.037 kg, 944 kg, dan 635 per musim tanam. Dimana padi organik memiliki rata-rata nilai BEP produksi terendah daripada nilai rata-rata BEP produksi padi nonorganik dan semiorganik. Hal ini disebabkan karena padi organik memiliki nilai rata-rata harga jual yang relatif lebih tinggi dan rata-rata total biaya produksi yang relatif lebih sedikit daripada padi nonorganik dan semiorganik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budidaya padi organik lebih layak dan menguntungkan untuk diusahakan dalam rangka usaha peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani padi yang ada di dalam maupun di luar daerah penelitian.

c. BEP Harga

(32)

harga jual produk yang harus diterima petani agar biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani dapat berada pada titik impas. Apabila nilai BEP harga telah diketahui, maka petani dapat menghitung berapa harga jual (Rp/kg) untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan sebesar Rp X atau X% dari total biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh petani. Adapun rincian mengenai nilai rata-rata BEP harga yang dianalisis per luas lahan petani dan per hektar pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.

Tabel 14. Rata-rata BEP Harga pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar

Nama Komoditi TC per Petani (Rp)

Produksi (kg)

BEP Harga (Rp/kg) 1. Padi Nonorganik 4.042.545 4.505 992

2. Padi Semiorganik 3.529.074 4.217 894 3. Padi Organik 3.050.157 3.129 1.069

Jumlah 10.621.776 11.851 2.955

Rata-rata 3.540.592 3.950 985

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 11))

(33)

nonorganik dan semiorganik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan rata-rata nilai harga jual yang lebih tinggi, budidaya padi organik dapat memberikan tingkat keuntungan kepada petani yang lebih tinggi daripada budidaya padi nonorganik dan semiorganik yang ada di dalam maupun di luar daerah penelitian.

4. Analisis Komparasi Total Biaya Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap total biaya produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Hasil Analisis Komparasi Total Biaya Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

No. Komponen Uji ANOVA Signifikansi

1. Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik 0,042

2. Uji F 0,933

3. Uji LSD :

a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik

0,738 0,972 0,711 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12a))

(34)

terpenuhi. Akan tetapi, menurut Hartono (2009) yang menyatakan bahwa “apabila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok, maka kesamaan variansinya dapat diabaikan”, sehingga uji ANOVA terhadap total biaya produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik masih dapat terus dilakukan karena ketiga kelompok tersebut memiliki jumlah sampel yang sama.

Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap total biaya produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,933 (> α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan rata-rata total biaya produksi antara ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Akan tetapi, menurut hasil perhitungan analisis usahatani diketahui ada perbedaan total biaya produksi antara ketiga jenis budidaya padi tersebut seperti pada Lampiran 7.

(35)

lahan garapan lebih luas belum tentu tenaga kerja dalam keluarga dapat mengerjakan semua. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor musim dan tanam serempak sehingga segala kegiatan usahatani harus dapat diselesaikan tepat waktu dengan tenaga kerja luar. Biaya usahatani menjadi lebih tinggi karena harus memanfaatkan tenaga kerja luar keluarga yang diupah”.

Sebaliknya pada usahatani padi organik penggunaan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) lebih sedikit daripada padi nonorganik dan semiorganik. Hal ini disebabkan adanya teknik pengawasan internal yang dilaksanakan sendiri oleh para petani padi organik selama musim tanam khususnya dalam hal pemupukan, penyemprotan, dan penyiangan sesuai dengan prinsip budidaya padi organik yang dianjurkan oleh BITRA. Selain itu, dari segi rata-rata lahan yang dimiliki oleh para petani padi organik juga tidak terlalu luas (0,48 ha) dan pelaksanaan metode penanaman tidak serempak, sehingga rata-rata penggunaan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) tidak sebanyak padi nonorganik dan semiorganik.

(36)

organik. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Gindo (2009) yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik di Sekolah Lapang Pertanian Berkelanjutan pada Pegayuban Petani Kerjasama (PAKER) Kec. Kepanjen, Kab. Malang yang menyimpulkan bahwa berdasarkan uji beda rata-rata biaya antara usahatani padi semiorganik dan anorganik adalah tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 (satu) ditolak.

5. Analisis Komparasi Pendapatan Petani pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap pendapatan pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Hasil Analisis Komparasi Pendapatan Petani pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

No. Komponen Uji ANOVA Signifikansi

1. Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik 0,041

2. Uji F 0,000

3. Uji LSD :

a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik

0,001 0,000 0,000 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12c))

(37)

menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama tidak terpenuhi. Akan tetapi, menurut Hartono (2009) yang menyatakan bahwa “apabila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok, maka kesamaan variansinya dapat diabaikan”, sehingga uji ANOVA terhadap pendapatan pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik masih dapat terus dilakukan karena ketiga kelompok tersebut memiliki jumlah sampel yang sama.

Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap pendapatan pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,000 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H 1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata pendapatan antara ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan rata-rata pendapatan yang nyata antara ketiga jenis budidaya tersebut dikarenakan pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi organik lebih tinggi daripada pendapatan usahatani padi nonorganik dan semiorganik. Dimana tingginya pendapatan yang diterima usahatani padi organik disebabkan rata-rata harga jual gabah kering panen (GKP) padi organik, yaitu sebesar Rp 4.800/kg lebih besar dibandingkan padi nonorganik (Rp 3.900/kg) dan semiorganik (Rp 3.727/kg).

(38)

Pertani dan kelompok tani Tunas Baru membuat kesepakatan terhadap harga jual GKP yang pada umumnya di atas rata-rata harga jual GKP padi nonorganik di daerah penelitian. Sedangkan para petani semiorganik masih mengalami kendala terutama dalam hal harga jual gabah kering panen (GKP) yang dihasilkan masih disamakan dengan harga jual GKP padi nonorganik. Selanjutnya, petani padi organik di daerah penelitian sudah memiliki bargaining position (posisi tawar) dalam hal penentuan harga jual GKP yang jauh di atas rata-rata harga GKP padi nonorganik dan semiorganik karena disesuaikan dengan harga jual beras organik di pasaran yang lebih mahal daripada beras nonorganik. Dimana posisi tawar tersebut terbentuk karena telah terjalin kerjasama antara BITRA, Kelompok Tani Subur, dan Jaringan Pemasaran Pertanian Selaras Alam (JaPPSA) dalam hal penjualan gabah dan beras organik yang dihasilkan setiap musim tanamnya yang telah dimulai sejak tahun 2008 hingga sekarang.

(39)

secara statistik terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan per hektar pada usahatani padi organik dan anorganik di Kel. Sindang Barang dan Situ Gende, Kec. Bogor Barat. Selain itu, penelitian Hermanto (2010) juga menyimpulkan bahwa usahatani padi organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani padi anorganik di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 (tiga) diterima.

6. Analisis Komparasi Kelayakan Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

a. R/C ratio

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap R/C ratio pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 17 berikut.

Tabel 17. Hasil Analisis Komparasi R/C ratio pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

No. Komponen Uji ANOVA Signifikansi

1. Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik 0,023

2. Uji F 0,000

3. Uji LSD :

a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik

0,217 0,000 0,004

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12d))

Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa nilai Signifikansi uji asumsi kesamaan variansi atau uji Lavene Statistik sebesar 0,023 (≤ α = 0,05), maka

(40)

Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama tidak terpenuhi. Akan tetapi, menurut Hartono (2009) yang menyatakan bahwa “apabila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok, maka kesamaan variansinya dapat diabaikan”, sehingga uji ANOVA terhadap R/C ratio pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik masih dapat terus dilakukan karena ketiga kelompok tersebut memiliki jumlah sampel yang sama.

Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap R/C ratio pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,000 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata R/C ratio antara ketiga jenis budidaya padi secara nonorganik, semiorganik, dan organik. Selanjutnya berdasarkan hasil uji LSD diperoleh nilai Signifikansi antara padi nonorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0,05) dan padi semiorganik dengan organik sebesar 0,004 (≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata R/C ratio yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik dan padi semiorganik dengan organik.

(41)

usahatani padi anorganik di Kelurahan Situgede. Oleh karena itu, berdasarkan nilai Signifikansi uji F dan uji LSD yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4a diterima.

b. BEP Produksi

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap BEP produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 18 berikut.

Tabel 18. Hasil Analisis Komparasi BEP Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

No. Komponen Uji ANOVA Signifikansi

1. Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik 0,479

2. Uji F 0,000

3. Uji Tukey :

a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik

0,837 0,002 0,000 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12e))

Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa nilai Signifikansi uji asumsi kesamaan

variansi atau uji Lavene Statistik sebesar 0,479 (> α = 0,05), maka

disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang sama dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi.

(42)

Signifikansi uji F, yaitu 0,000 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata BEP produksi antara ketiga jenis budidaya padi secara nonorganik, semiorganik, dan organik. Selanjutnya berdasarkan hasil uji Tukey diperoleh nilai Signifikansi antara padi nonorganik dengan organik sebesar 0,002 (≤ α = 0,05) dan padi semiorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata BEP produksi yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik dan padi semiorganik dengan organik.

c. BEP Harga

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA terhadap BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dapat diuraikan pada Tabel 19 berikut.

Tabel 19. Hasil Analisis Komparasi BEP Harga pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

No. Komponen Uji ANOVA Signifikansi

1. Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik 0,007

2. Uji F 0,012

3. Uji LSD :

a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik

0,092 0,188 0,003 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 12f))

(43)

disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang berbeda dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama tidak terpenuhi. Akan tetapi, menurut Hartono (2009) yang menyatakan bahwa “apabila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok, maka kesamaan variansinya dapat diabaikan”, sehingga uji ANOVA terhadap BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik masih dapat terus dilakukan karena ketiga kelompok tersebut memiliki jumlah sampel yang sama.

Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik, yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,012 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata BEP harga antara ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Selanjutnya berdasarkan hasil uji LSD diperoleh nilai Signifikansi antara padi semiorganik dengan organik (0,003 ≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H1 tidak dapat ditolak, artinya secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata BEP harga yang terjadi antara padi semiorganik dengan organik.

(44)

7. Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha)

a. Total Biaya Produksi, R/C ratio, dan BEP Harga

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) terhadap total biaya produksi, R/C ratio, dan BEP harga dapat diuraikan pada Tabel 20 berikut.

Tabel 20. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) terhadap TC, R/C ratio, dan BEP harga

No. Parameter Komponen Uji ANOVA

Uji Lavene Statistik (Signifikansi)

1. Total Biaya Produksi 0,018

2. R/C ratio 0,001

3. BEP harga 0,006

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 13a, 13b, 13d, dan 13f))

(45)

mengakibatkan tidak dapat diketahui ada atau tidak adanya perbedaan total biaya produksi, R/C ratio, dan BEP harga berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik.

b. Pendapatan Petani

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) terhadap pendapatan petani dapat diuraikan pada Tabel 21 berikut.

Tabel 21. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) terhadap Pendapatan Petani

No. Komponen Uji ANOVA Signifikansi

1. Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik 0,992

2. Uji F 0,000

3. Uji Tukey :

a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik

0,001 0,000 0,000 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 13c))

(46)

Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap pendapatan petani pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha), yaitu dengan melihat nilai Signifikansi uji F, yaitu 0,000 (≤ α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa ada perbedaan rata-rata pendapatan petani antara ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha). Selanjutnya berdasarkan hasil uji Tukey diperoleh nilai Signifikansi antara padi nonorganik dengan organik sebesar (0,000), nonorganik dengan semiorganik sebesar 0,001, dan padi semiorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata pendapatan petani berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik, nonorganik dengan semiorganik, dan padi semiorganik dengan organik.

c. BEP Produksi

(47)

Tabel 22. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) terhadap BEP Produksi

No. Komponen Uji ANOVA Signifikansi

1. Uji Asumsi Kesamaan Variansi/Uji Lavene Statistik 0,089

2. Uji F 0,000

3. Uji Tukey :

a. Nonorganik dan Semiorganik b. Nonorganik dan Organik c. Semiorganik dan Organik

0,824 0,002 0,000 (Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 13e))

Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa nilai Sig. uji Lavene Statistik dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik terhadap BEP produksi

sebesar 0,089 > α = 0,05, maka disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang sama dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi. Oleh karena itu, uji ANOVA dapat dilakukan.

(48)

semiorganik dengan organik sebesar 0,000 (≤ α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nilai rata-rata BEP produksi berdasarkan strata luas lahan petani kecil (≤ 0,5 ha) yang terjadi antara padi nonorganik dengan organik dan padi semiorganik dengan organik.

8. Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha)

a. Total Biaya Produksi dan R/C ratio

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha) terhadap total biaya produksi dan R/C ratio dapat diuraikan pada Tabel 23 berikut.

Tabel 23. Hasil Uji ANOVA pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) terhadap TC dan R/C ratio

No. Parameter

Komponen Uji ANOVA (Signifikansi) Uji Lavene Statistik Uji F

1. Total Biaya Produksi (TC) 0,257 0,122

2. R/C ratio 0,742 0,242

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 14a dan 14d))

Berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa nilai Sig. uji Lavene Statistik dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik terhadap total biaya

produksi dan R/C ratio sebesar 0,257 dan 0,742 (> α = 0,05), maka

(49)

kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi. Oleh karena itu, uji ANOVA dapat dilakukan.

Tahapan berikutnya pada uji ANOVA terhadap total biaya produksi dan R/C ratio pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha), yaitu dengan melihat nilai Sig. uji F untuk total biaya produksi sebesar 0,122 dan Sig. uji F untuk R/C ratio sebesar 0,242 (> α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik melalui uji ANOVA diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan rata-rata total biaya produksi dan R/C ratio antara ketiga teknik budidaya padi secara nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha).

b. Pendapatan Petani, BEP Produksi, dan BEP Harga

Adapun hasil analisis yang diperoleh dari Uji ANOVA padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani besar (> 0,5 ha) terhadap pendapatan petani, BEP produksi, dan BEP harga dapat diuraikan pada Tabel 24 berikut.

Tabel 24. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) terhadap Pendapatan Petani, BEP Produksi, dan BEP Harga

No. Parameter

Komponen Uji ANOVA (Signifikansi) Uji

(50)

Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa Sig. uji Lavene Statistik dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik terhadap pendapatan petani, BEP

produksi, dan BEP harga bernilai (> α = 0,05), maka disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak, artinya terdapat populasi dengan nilai variansi yang sama dari padi nonorganik, semiorganik, dan organik. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi dasar dalam uji ANOVA, yaitu setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama telah terpenuhi. Oleh karena itu, uji ANOVA dapat dilakukan.

(51)
(52)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Total biaya rata-rata pada ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai rata-rata yang signifikan. Dimana total biaya rata-rata padi organik per petani sebesar Rp 3.050.157 lebih sedikit daripada total biaya rata-rata padi nonorganik sebesar Rp 4.042.545 dan padi semiorganik sebesar Rp 3.529.074.

2. Pendapatan dari ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata yang

signifikan. Dimana pendapatan per ha dari petani padi organik sebesar Rp 22.718.208 lebih banyak daripada pendapatan per ha dari petani padi

nonorganik sebesar Rp 16.185.728 dan padi semiorganik sebesar Rp 18.590.079.

3. a. R/C ratio dari ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan khususnya antara budidaya padi nonorganik dengan organik dan semiorganik dengan organik. Dimana nilai R/C ratio padi organik sebesar 4,89 lebih tinggi daripada R/C ratio padi nonorganik sebesar 3,65 dan padi semiorganik sebesar 4,01.

(53)

BEP produksi pada usahatani padi organik sebesar 1.355 kg lebih sedikit daripada BEP produksi pada usahatani padi nonorganik sebesar 1.664 kg dan padi semiorganik sebesar 1.714 kg.

c. BEP harga dari ketiga jenis budidaya padi nonorganik, semiorganik, dan organik secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata yang signifikan khususnya antara budidaya padi semiorganik dan organik. Dimana nilai BEP harga pada usahatani padi organik sebesar Rp 1.069 lebih tinggi daripada BEP harga pada usahatani padi nonorganik sebesar Rp 992 dan padi semiorganik sebesar Rp 894.

4. Budidaya padi secara organik ditinjau dari hasil analisis total biaya produksi, harga pokok, pendapatan, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga lebih layak dan lebih menguntungkan untuk diterapkan oleh para petani padi nonorganik dan semiorganik khususnya dalam lahan berukuran luas (> 0,5 ha).

6.2 Saran

1. Kepada Petani Padi

(54)

2. Kepada Pemerintah

Agar pemerintah daerah maupun pusat lebih aktif dalam menetapkan program skala nasional maupun daerah dalam hal penerapan budidaya padi secara organik kepada para petani padi nonorganik dan semiorganik yang ada di daerah-daerah sentra produksi padi seperti di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai.

3. Kepada Dinas Pertanian

a. Agar instansi Dinas Pertanian lebih gencar lagi dalam mensosialisasikan dan mengadakan sekolah lapang mengenai teknik budidaya padi secara organik bagi para petani nonorganik dan semiorganik.

b. Agar instansi Dinas Pertanian dapat melakukan pemetaan terhadap pasar beras organik khususnya untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, sehingga para petani nonorganik, semiorganik, maupun organik dapat mengetahui peluang pasar yang dapat dimasuki untuk penjualan GKP yang dihasilkan.

c. Agar instansi Dinas Pertanian dapat memberikan bantuan alat-alat pertanian, seperti traktor dan alat tanam otomatis yang dapat mengurangi biaya tenaga kerja yang digunakan setiap musim tanamnya serta pemberian bantuan ternak khususnya bagi kelompok-kelompok tani yang sudah maupun memiliki ketertarikan dalam budidaya padi secara organik. 4. Kepada Peneliti Lainnya

(55)

Gambar

Tabel 1.  Luas Areal Lahan Sawah di Setiap Desa yang ada di Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai Tahun 2010
Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk  Bayas               Tahun 2011
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lubuk Bayas      Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan utama dari diciptakannya teknologi ini adalah untuk efisiensi ruang dan waktu, dimana kedua elemen inilah yang menjadi titik fokus para pengguna komputer untuk

[r]

Kebijakan yang digunakan pada program disesuaikan dengan kebutuhan, dan ini merupakan sebuah contoh sederhana terhadap implementasi keamanan yang dibutuhkan pada suatu jaringan

Dalam pembahasan masalah ini yang akan dibahas adalah cara pembuatan dari mulai menentukan struktur navigasi, membuat design antarmuka , pembentukan elemen, penggabungan

Dimana sistem pakar bila dikaitkan dengan kemampuan dokter dalam mendiagnosis secara dini kond isi kesehatan pasien, dapat diciptakan suatu sistem komputer yang bertugas

didapatkan bahwa rata-rata peningkatan kelompok eksperimen adalah 2,4000 sedangkan rata-rata beda kelompok kontrol adalah 0,8667, dengan taraf signifiansi 0,000,

The MACS Micro prototype system (especially the 16 megapixel version) shows top-rated results which (possibly) indicates a connection between pixel size (photon effective area)