• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

46 BAB V

PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH

Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mengembangkan segenap potensi ekonomi yang ada di daerah yang pada gilirannya diharapkan akan dapat memacu peningkatan aktivitas perekonomian di daerah-daerah sehingga pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional. Otonomi daerah

memiliki banyak pengertian baik secara konstitusional maupun menurut pendapat para ahli. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi daerah memiliki pengertian hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah menghasilkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang menpunyai batasan- batasan wilayah yang berwenang mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Uraian dalam Bab V ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni;

pertama, Peran pemerintah di masa sebelum otonomi daerah. Kedua, peran pemerintah dalam pengendalian penduduk di era otonomi daerah.

5.1. Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk Sebelum Masa Otonomi Daerah

Pada masa orde baru muncul pemikiran pemerintah tentang pentingnya

▸ Baca selengkapnya: penduduk di daerah pesisir memiliki karakter makanan khas daerah

(2)

47

merupakan syarat penting dari pembangunan. Sebagai pemimpin orde baru Soeharto memberikan prioritas khusus terhadap program keluarga berencana (KB) untuk menekan jumlah penduduk dan di ikuti dengan program transmigrasi. Pemerintah pada masa ini sangat serius untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk di mulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia.

Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF), PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga yang sejahtera melalui tiga macam usaha pelayanan yaitu: (1) mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, (2) mengobati kemandulan, (3) memberi nasihat perkawinan. Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Kelahiran Orde Baru pada waktu itu menyebabkan perkembangan pesat usaha penerangan dan pelayanan KB di seluruh wilayah tanah air.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya sebagai berikut: (1) Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana,(2) Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No.35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan

(3)

48

Pada masa periode pelita I sampai periode ke VI tahun 1969-1998 mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat periode 1969-1984, kemudian pada tahun 1983-1998 di gantikan dengan Prof. Dr. Haryono Suyono. Status BKKBN pada masa itu adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana lembaga ini berkedudukan langsung dibawah Presiden.

Kemudian periode pasca reformasi pada UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dengan mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN. Kemudian pada tahun 2008 dengan Perda No. 05 tahun 2004 BKKBN Kab.Sumba Barat di ubah menjadi Badan Kependudukan Dan Pencatatan Sipil dengan tujuan untuk menekan populasi dan pengendalian penduduk di Kab. Sumba Barat.

Untuk mewujudnya misi di atas maka harus di lakukan beberapa program unggulan yang mampu mewujudkan misi tersebut, berikut di bawah ini akan di jelaskan program Pemerintah Kab. Sumba Barat yang dilakukan pada masa orde

(4)

49

5.1.1 Program-Program yang telah dilakukan

Perubahan yang terjadi pada saat ini juga tidak terlepas dari bagaimana hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kota. Menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, peran dari pusat maupun provinsi dan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemerataan,

keistimewaan, keadilan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Yermias Ndapa Doda, S.Sos) dan Sekretaris Badan Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (Fredrika A. Supusepa, SE), penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan di Kab. Sumba Barat dengan penetapan strategi di bawah ini:

1. Peningkatan pelayanan

Pelayanan bidang pemerintahan, kemasyarakatan, dan pembangunan yang suatu bersifat esensial guna mendorong atau menunjang dinamika interaksi kehidupan khususnya masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat baik sebagai sarana untuk memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban sebagai masyarakat yang baik. Bentuk-bentuk pelayanan tersebut, antara lain meliputi rekomendasi, perizinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan dan kependudukan.

2. Pemberdayaan dan peran serta masyarakat

konsep pembangunan dalam rangka otonomi daerah ini, bahwa peran serta masyarakat lebih menonjol yang dituntut kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusaha jasa, pengembang, dalam menyusun konsep strategi pembangunan daerah, di mana peran pemerintah hanya terbatas pada

(5)

50

3. Peningkatan daya saing daerah (Budaya dan Wisata)

Peningkatan daya saing daerah ini, guna tercapainya keunggulan lokal baik itu wisata dan kebudayaan yang sudah ada di Kab. Sumba Barat dengan melakukan beberapa pembangunan-pembangunan di bidang pariwisata agar mampu bersaing secara nasional.

Di samping itu, penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Unsur perangkat daerah ini adalah unsur birokratis yang ada

di daerah Kab. Sumba Barat meliputi tugas-tugas para kepala dinas, kepala badan, unit-unit kerja di lingkungan pemerintah daerah yang sehari-harinya dikendalikan oleh Sekretariat Daerah (SETDA).

Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. pembagian urusan pemerintahan pada masa ini, dibagi dalam tiga kategori, yakni urusan pemerintahan yang dikelola pemerintah pusat, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah (provinsi); urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, meliputi : (a). Politik luar negeri, (b). Pertahanan, (c). Keamanan, (d). Yustisi, (e). Moneter dan fiskal nasional,(f). Agama

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah, pemerintah menyelenggarakan sendiri, atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintah kepada perangkt pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintah daerah atau pemerintah desa

Di samping itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di luar urusan pemerintahan seperti diatas, pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau

(6)

51

pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan. penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi dalam kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan, sebagai suatu sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah,

terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. urusan wajib, artinya penyelenggaran pemerintahan yang berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. adapun untuk urusan pemerintahan yang bersifat pilihan,baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kapubaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota, meliputi : Perencanaan dan pengendalian pembangunan, Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, Penyediaan sarana dan prasarana umum, Penanganan bidang kesehatan, Penyelenggaraan pendidikan, Penanggulangan masalah sosial, Pelayanan bidang ketenagakerjaan, Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah, Pengendalian lingkungan hidup, Pelayanan kependudukan dan catatan sipil, Pelayanan administrasi umum pemerintahan, Pelayanan administrasi penanaman modal, Penyelenggaraan pelayanan dasar.

Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang keuangan, meliputi pemberian sumber-sumber keuangan, pengalokasian dana

(7)

52

pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama, serta pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah yang tergabung dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan pinjaman dan/atau hibah antar pemerintah daerah.

Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang pelayanan umum, meliputi kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharan, pengendalian dampak, budi daya, pelestariaan, bagi hasil atas

pemanfaatan sumber daya alam dans umber daya lainnya, serta penyerasian lingkungan, tata ruang dan rehabilitasi lahan. hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya antar pemerintahan daerah, meliputi pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

Kontrol pusat atas daerah dilakukan dengan mekanisme pengawasan yang kelihatannya menunjukkan formulasi cukup ketat dengan mekanisme pengawasan preventif, represif, dan pengawasan umum. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah, meliputi:

a. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan

b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan

c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan serta memberikan pendidikan dan pelatihan.

d. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

(8)

53

mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, pengawasan, pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi yang dimaksud dilaksanakan secara berkala, baik secara menyeluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan dimaksud dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa.

Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi dimaksud dilaksanakan secara berkala dengan memerhatikan susunan pemerintahan dan dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga penelitian. pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang di dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah.hasil pembinaan dan pengawasan tersebut digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh pemerintahdan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) provinsi dan dilanjutkan di tingkat pusat serta memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah (Bupati) atau wakil kepala daerah (SEKDA), PNS daerah, kepala Dinas, Kepala Desa dan anggota badan permusyawaratan desa dan masyarakat.

Dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah, pemerintah dapat memeberikan sanksi yang diberikan kepasa pemerintah daerah. pemerintah dapat memberikan sanksi yang diberikan kepada pemerintah daerah, kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk

(9)

54

untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. untuk tingkat kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur, sedangkan untuk tingkat pemerintahan desa dikoordinasikan oleh bupati/walikota, dan dapat dilimpahkan kepada camat untuk pembinaan dan pengawasan.

5.1.2. Model/sistem pengambilan kebijakan

Sistem pengambilan kebijakan di Kab. Sumba Barat pada masa ini dimana semua daerah di beri kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur-prosedur yang ditetapkan pemerintahan pada saat itu. Berikut dibawah ini adalah penjelasan kebijakan yang telah di lakukan berdasarkan wawancara Sekretaris Badan Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana Fredrika A. Supusepa, SE , sebagai berikut :

A. Kebijakan Penyuluhan KB

(10)

55

Selain itu, perkawinan di usia dini juga menjadi kendala Pemerintah Kabupaten pada saat itu. Pada tahun 1975-1980 pelaksanaan program KB lebih diarahkan pada upaya pembinaan menuju tahapan perlembagaan dan strategi ini hamper semua diterima oleh masyarakat di sumba barat dan di praktekan oleh setiap keluarga dan pada tahap ini juga mulai dilakukan model aspirasi masyarakat melalui penyiapan kelembagaan serta peran dar masyarakat dalam program KB nasional di tingkat Desa sampai dengan tingkat RT/RW dalam bentu Pos KB Desa, Sub Pos KB Desa dan kelompok Aspektor, dan pada masa ini juga

dikelan mekanisme operasional yaitu Pola kerja petugas Lapangan KB (PLKB).

Konteks kebijakan Keluarga Berencana secara keseluruhan berbeda secara signifikan pada masa orde baru dengan masa setelah orde baru. Program KB pada masa ini (orde baru) mengalami masa kejayaan, dimana jika seorang pejabat ingin sukses dalam berkarir, ingin cepat naik jabatan dan ingin diakui sebagai kader pembangunan, maka pijakannya mensukseskan program KB di daerahnya. Pada masa orde baru, program Keluarga Berencana (KB) dijadikan sebagai alat ukur kesukssesan kepala daerah dalam membangun daerahnya, dengan menekan tingkat rasio kependudukan.

Di Kab. Sumba Barat penyuluhan KB pada masa ini sangat berhasil, karena pada dasarnya presiden Soeharto di sebut presiden KB Indonesia dan menjadi program pemerintah. Hampir semua program berhasil termasuk KB ini memiliki semboyan yaitu “ Dua Anak Lebih Baik” dan penanggung jawab umum dalam pelaksanaan KB di daerah adalah Kepala Daerah yang bersangkutan, hal ini karena selaku pemegang dan pelaksana Undang- undang No. 5 tahun 1974. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pelaksanaan KB Nasional khususnya pada masa orde bari dilakukan koordinasi fungsional yang dilaksanakan secara vertical dan horizontal antara satu instansi dan instansi yang lain, juga antara pemerintah dan organisasi swasta dan masyarakat.

(11)

56

instansi tidak akan mungkin meyelenggarakan tugasnya tanpa bantuan dan dukungan instansi lain dan juga dukungan dari masyarakat pada umumnya, maka dalam pelaksanaan Program KB di Kab. Sumba Barat sebagai berikut:

1. Dukungan Politik Penyuluhan Keluarga Berencana

Dukungan Politik Penyuluhan pada saat itu ditangani oleh suatu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan mengadakan distribusi alat kontrasepsi (Alkon) ketempet pelayanan umum serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat.

2. Dukungan Struktur ( Pemerintah )

Dukungan struktur selalu pimpinan Daerah ( Gubernur, Camat, Kepala Daerah/ Lurah) sebagai pelaksana teknis politis di wilayah masing-masing. Sedangkan PLBK dan PKB sebagai pelaksana fokus operasional di masing-masing wilayah secara fungsional bertanggung jawab pada kepala wilayah ( Camat, Kades/ Lurah).

Rumah Sakit Umum (RSU), Puskesmas selaku pelaksana teknis pelayanan kontrasepsi bertanggung jawab pada Dinas Kesehatan dan secara fungsional bertanggung jawab kepada pemerintah Daerah.

3. Pendekatan Sosial dan Budaya

Pendekatan Kultur (Tokoh) pada institusi masyarakat yang berada di tingkat Desa/Kelurahan baik tokoh Formal atau informal Ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan maupun dalam mendistribusikan alat kontrasepsi. Sehigga pada masa orde baru program KB benar-benar di rasakan keberadaannya oleh masyarakat Sumba Barat.

(12)

57

serta masyarakat dapat disalurkan melalui lembaga Swadaya dan organisasi masyarakat (LSDM). Pihak swasta dan perorangan serta institusi masyarakat lain secara sukarela dan mandiri sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Salah satu tujuan Program Keluarga Berencana adalah untuk mengendalikan jumlah penduduk dari kelahiran dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan kualitas keluarga dalam hal penyenggaraan program KB, pemerintah Kab. Sumba Barat telah menetapkan kebijakan,

diantaranya membantu para calon atau pasangan suami istri dalam mengambil keputusan untuk menentukan usia ideal perkawinan, usia ideal untuk melahirkan, jumlah anak ideal yang dimiliki dan jarak ideal kelahiran anak serta menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak.

Globalisasi dan reformasi menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan kerja yang sangat mendasar yang menyangkut demokratisisasi ( pemerintahan yang bersih, adanya keterbukaan penanggung jawaban kepada publik, otonomi daerah, dan kepastian hokum) hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Sebagai konsekuensi dari tuntutan tersebut Program KB Nasional harus mampu memosisikan diri sebagai bagian yang takterpisahkan dari pembangunan dan mampu memenuhi tuntutan masyarakat, terutama dalam menjamin kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang lebih baik, serta mampu mengahargai hak reproduksi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Disamping itu program KB nasional harus dapat menempatkan masyarakat sebagai pelaku utamanya.

Sejak KB dijadikan sebagai program nasional pada tahun 1970, peran petugas lapangan KB telah ikut memberikan kontribusi terhadap pelembagaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahterah serta terwujudnya keluarga berkualitas pada tahun 2015, oleh karena itu keberadaan Petugas di daerah dalam

(13)

58

penyelenggaraan dengan program KB nasional tetapi juga menyangkut program pembangunan yang di tugaskan oleh PEMDA.

Maka dari itu petugas penyuluhan KB mempunyai tugas yang sudah di tetapkan sebagai berikut:

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan gerakan KB nasional di tingkat kecamatan.

b. Pembantu teknis Camat dalam pelaksanaan dan pengendalian gerakan KB nasional. Yang dimaksud pembantu teknis camat adalah membantu

camat sebagai penanggung gerakan KB nasional di wilayah Kecamatan.

c. Penyebarluasan ide Gerakan KB Nasional di tingkat Kecamatan.

d. Penggerak masyarakat di tingkat Kecamatan dalam pelaksanaan Gerakan KB Nasional. Yang dimaksung dengan penggerak masyarakat adalah dengan menggerakan tokoh formal, informal institusi masyarakat dan keluarga-keluarga untuk berperan aktif dalam Gerakan KB Nasional

e. Penggalangan kemitra kerja di tingkat Kecamatan dengan mengidentifikasi, mengajak, membina, kerjasama dengan petugas dari instansi lain, pengusaha dan swasta, agar mereka memberikan dukungan dalam pelaksanaan gerakan KB Nasional di wilayah kerja.

5.2 Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk di masa Otonomi Daerah

(14)

59

ambil pemerintah tidak melibatkan masyarakat setempat sehingga implementasinya hanya terbatas di kantor. Pelaksanaan otonomi daerah di Kab. Sumba Barat menjadi titik fokus penting dalam memperbaiki kesejatraan rakyat, berikut akan di jelaskan progam-program yang telah dilakukan oleh pemerintah Kab. Sumba Barat.

Pada masa ini Pemerintah Kab. Sumba Barat merupakan aktor yang menentukan berhasil atau tidaknya implementasi berbagai kebijakan KB yang

ada. Oleh karena itu, dituntut pemimpin yang menguasai teknis, konsepsi dan kemampuan interpersonal agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara baik.

5.2.1 Program-program yang telah di lakukan

Pada masa sebelum otonomi daerah Kab.Sumba Barat eselon 4A dan Sub bagian pada bagian social pada Sekda Kabupaten Sumba Barat digabung menjadi satu dan pada tahun 2008 eselon 4A langsung menjadi 2B yaitu Badan Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (BPPKB) dan pada akhir tahun 2016 terpisah dan berdiri sendiri sampai dengan sekarang. Ada beberapa program yang sering dilaksanakan oleh BPPKB yaitu antara lain program ( KKBPK ) :

1. Kependudukan

2. Keluarga Berencana (KB) 3. Pembangunan Keluarga

Pelaksanakan program-program ( KKBPK ) di atas yang di laksanakan oleh BPPKB yaitu di lakukan oleh 4 bidang terkait :

1. Bidang Penyuluhan

2. Bidang Keluarga Berencana

3. Bidang K3 ( Ketahanan Kesejatraan Keluarga )

(15)

60

Untuk mendukung program-program dari BPPKB dibutuhkan data tentang penduduk Kab. Sumba Barat yaitu berupa hasil sensus yang telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rentang waktu 10 tahun sekali.

BPS mempunyai 3 Kegiatan yang sering di lakukan pada tahun-tahun berikut:

1. Sensus Penduduk

Sensus penduduk di laksanakan 10 tahun sekali dalam tahun yang berakhiran 0.

2. Sensus Pertanian

Sensus pertanian di laksanakan 10 sekali dalam tahun yang berakhiran 3.

3. Sensus Ekonomi

Sensus ekonomi di laksanakan 10 tahun sekali dalam tahun yang berakhiran 6.

Kegiatan Setiap Tahun yang telah dilakukan BPS antara Lain :

1. SUSENAS (Survei Ekonomi Nasional)

2. SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja Nasional) 3. SUPAS (Survei Antar Penduduk)

Selain kegiatan di atas ada kegiatan yang di sebut kegiatan komplikasi produk administrasi yaitu mengambil data penduduk dari semua instansi lain yang ada di Kab. Sumba Barat dan di sajikan dalam Publikasi Sumba Barat Dalam Angka.

Dari program-program diatas perlu data penduduk dari instansi Dinas Kependuduka dan Pencatatan Sipil. Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil dibentuk dengan Perda No 2 Tahun 2016 terbaru tentang Rukunisasi Perangkat daerah dengan Tugas sebagai Pelayan Administrasi Kependudukan Dan

Administrasi Pencatatan Sipil.

(16)

61 1. Kartu Keluarga

2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik 3. Mutasi Penduduk

Administrasi Pencatatan sipil ada 3 yaitu:

1. Akta Kelahiran 2. Akta Kematian 3. Akta Perkawinan

Ada Beberapa Program inti dari Dinas Kependudukan Dan Pencatatan

Sipil antara lain :

1. Program Penataan Administrasi Kependudukan

2. Program Peningkatan Dan Pengembangan system pelaporan kinerja.

Kegiatan dari program-program diatas antara lain:

1. Percepatan Pelayanan Kartu Keluarga 2. Percepatan Pelayanan Kartu Kelahiran 3. Percepatan Pelayanan Kartu Elektronik

Program-program yang di lakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Mengalami Perubahan dalam kepemilikan kependudukan contohnya; dalam hal kepemilikan akta kelahiran dimana dulu Anak usia 0 – 18 Tahun yang memiliki akta kelahiran sebanyak ( 20% ) dan sekarang 0 – 18 Tahun mencapai ( 56% ). Sementara itu juga dalam pola pelayanan sudah lebih transparan karna di setiap momen pelayanan melakukan sosialisasi baik itu Formal maupun Non formal sehingga masyarakat merasa penting tentang kepemilikan identitas.

Berikut akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di Kab. Sumba Barat sebagai berikut:

(17)

62

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pengetahuan. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dari pada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan yang bersifat positif. Ia juga lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial, secara langsung maupun tidak langsung dalam hal ini program Keluarga Berencana. Pengetahuan KB secara umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan, pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan alat kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut.

2. Sosial Budaya Masyarakat

Nilai budaya Masyarakat Sumba Barat seperti pandangan terhadap banyak anak adalah banyak rejeki, preferensi jenis kelamin anak, dan pandangan agama yang dianut secara inferensi tidak menunjukan pengaruh yang signifkan. Adat kebiasaan atau adat dari masyarakat Sumba Barat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusian, di antaranya adalah memberikan nilai anak laki-laki lebih baik dari anak perempuan atau sebaliknya, dan hal ini akan memungkinkan suatu keluarga mempunyai anak banyak, sementara keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan kemungkinan akan memengaruhi suami untuk menceraikan istrinya dan mencari pasangan lagi terpenuhi keinginannya memiliki anak laki-laki ataupun perempuan.

Di sinilah norma atau adat istiadat masyarakat Sumba Barat terkadang

(18)

63

sosok yang diagungkan atau menjadi panutan di desa/kampung, fakta yang ada bahwa banyak Rato dan penganut agama Marapu yang tidak menggunakan KB, sehingga masyarakat di desa/kampung khususnya pasangan suami istri pun banyak yang tidak melaksanakan Program KB sehingga pertumbuhan penduduk di desa/kampung yang berada di Kab. Sumba Barat tersebut cukup tinggi. Masih ada anggapan bahwa cara yang murah untuk mencegah kehamilan dengan menggunakan metode alami (kalender atau ramuan tradisional).

3. Komunikasi

Kurangnya komunikasi dari Petugas Penyuluhan Keluarga Berencana (PLKB), serta kader KB kepada target/sasaran program atau masyarakat. Jumlah PLKB di Kab. Sumba Barat adalah 26 orang PNS dan 25 orang adalah tenaga kontak Daerah, dengan jumlah klinik Keluarga Berencana (KB) 11 unit dan Pos Pelayanan Keluarga Berencana Desa (PPKBD) sebanyak 73 unit. Selama ini

penyuluhan hanya diberikan kepada masyarakat dengan frekuensi yang sangat minim sekali, di mana petugas KB hanya melakukan sosialisasi di daerah yang dekat saja dan dapat dikatakan jarangsekali untuk menjangkau daerah yang jauh dari pusat kota. Selain itu minimnya petugas menjadikan sosialisasi atau komunikasi antara petugas dengan masyarakat kurang efektif. Faktor lainya adalah kurangnya pengetahuan kader yang berasal dari masyarakat tentang alat kontrasepsi, mengakibatkan tidak dapat menentukan sikap dan memberikan pengetahuan yang benar kepada masyarakat, karena kader sendiri takut apabila terjadi sesuatusebagai akibat negatif melakukan KB.

4. Timbulnya Rasa Pesimis

(19)

64

5. Biaya Alat Kontrasepsi

Bagi beberapa masyarakat desa/kampung di Kab. Sumba Barat beranggapanbahwa cari makan saja susah apa lagi harus datang ke dokter untuk mengikuti program KB. Sebagian besar masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat bekerja sebagai petani dan kemajuan program Keluarga Berencana tidak lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Masyarakat dengan penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program KB dari pada masyarakat yang tidak mampu, karena bagi masyarakat yang kurang mampu, KB bukan merupakan kebutuhan pokok. Biaya akan pemakaian alat kontrasepsi seperti hanya alat kontasepsi hormonal yaitu penggunaan implan/susuk serta untuk kategori non-hormonal seperti IUD, Vasektor/Tumbektomi memerlukan biaya yang cukup mahal sehingga masyarakat pada umumnya enggan melakukan KB karena faktor tersebut.

6. Banyak Anak Banyak Rezeki

Fenomena yang terjadi saat ini adalah masyarakat Sumba Barat pada umumnya begitu meyakini bahwa mempunyai anak yang banyak akan berpengaruh pada perekonomian mereka. dengan kata lain banyak anak, banyak rezeki. Ketika pemerintah membawa program yang mengajak masyarakat untuk mengikuti Keluarga Berencana, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat dengancukup memiliki dua anak, masyarakatbersikap bahwa urusan anak adalah urusan pribadi mereka dan bukan menjadiurusan pemerintah. Banyak masyarakat

(20)

65

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program Keluarga Berencana diatas dapat dilihat bahwa pada umumnya masyarakat di Kab. Sumba Barat masih belum siap untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah di selenggarakan oleh Badan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (BPPKB). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingginya angka pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kab. Sumba Barat. Berikut akan di jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi angka pertumbuhan di Kab. Sumba Barat.

Tabel 4.9

Jumlah laju pertumbuhan (r) penduduk di rinci perkecamatan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015

No. Kecamatan

PENDUDUK

2011 2012 2013 2014 2015

r r r r r

1. Lamboya 1,26 1,36 0,00 1,79 2,61

2. Loli 2,36 3,06 1,51 1,80 1,21

3. Lamboya Barat 1,51 1,62 1,78 1,80 0,76

4. Tana Righu 1,40 2,86 0,88 1,79 1,78

5. Wanokaka 1,25 2,50 0,50 1,79 2,06

6. Waikabubak 2,72 3,21 1,22 1,79 1,55

7. Total Sumba Barat 3.02 3,02 1,00 1,79 1,66

(21)

66

Dilihat dari tabel 4.9 diatas bahwa angka pertumbuhan penduduk di Kab. Sumba Barat tidak stabil. Dilihat bahwa pada akhir tahun 2015 total jumlah pertumbuhan penduduk Kab. Sumba Barat 1.66 persen, pertumbuhan paling tinggi terjadi di Kecamatan Lamboya dengan jumlah 2,61 persen kemudian diikuti Kecamatan Wanokaka 2,06 persen, dan Pertumbuhan paling rendah ada pada Kecamatan Lamboya Barat 0,76 persen. Apabila dilihat dari tabel 4.9 diatas data Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa dari tahun 2011-2015 jumlah pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kab. Sumba Barat mengalami perubahan

yang sangat tinggi dan tidak signifikan, hal ini terlihat pada tahun 2011-2012 pertumbuhan penduduk 3.02 persen dan pada tahun 2013 mengalami penurunan yang sangat jauh, kemudian pada tahun 2014 naik menjadi 1.97 persen dan menjadi 1,66 persen pada tahun 2015. Hal ini terjadi oleh beberapa faktor-faktor yang akan dijelaskan di bawah ini sebagai berikut:

a. Faktor Kelahiran

Dalam hal pertumbuhan penduduk, kelahiran (fertilitas) mempunyai peran dalam penambahan jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi angka kelahiran yang terjadi di Kab. Sumba Barat.

1. Kawin pada usia muda, karena pada umumnya masyarakat Kab. Sumba Barat berprofesi sebagai petani maka kemungkinan kawin pada usia muda menjadi tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik yang di publikasikan dalam Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 jumlah bayi lahir 591 jiwa.

2. Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki dan di anggap sebagai sumber tenaga untuk membantu orang tua dan menjadi kebanggaan bagi orang tua.

3. Pada umumnya masyarakat Sumba Barat beranggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila dalam proses persalinan belum mendapatkan anak lakin-laki maka keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki terus muncul, hal inilah yang menyebabkan Program-program KB tidak berjalan

(22)

67

b. Migrasi

Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini:

1. Terjadinya Perang/Konflik merupakan faktor umum yang mendorong orang untuk berpindah tempat tinggal dari suatu tempat ke tempat yang lebih damai. Perlu diketahui bahwa mayasyarakat di Sumba Barat sering terjadi peperangan antara suku.

2. Pemekaran wilayah adalah faktor yang paling mendorong masyarakat untuk

berpindah ke tempat yang baru untuk memudahkan dalam hal pekerjaan, sumber daya alam dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa pemekaran wilayah Kab. Sumba Barat mekar menjadi Kab. Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang diresmikan pada tahun 2007. Hal ini menyebabkan banyaknya perpindahan penduduk yang begitu besar dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan perubahan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).

5.2.2 Sistem/Model Kebijakan

Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhungungan (termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak) yang bibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam bidang-bidang isu sejak pertahan, energy dan kesehatan sampai ke pendidikan kesejatraan dan kejahatan. Sistem/model pengambilan kebijakan di harapkan mampu meningkatkan kesejatraan masyarakat, mengentaskan masalah-masalah yang di hadapi oleh masyarakat Kab. Sumba Barat.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan Musrenbang telah dilakukan di Kab. Sumba Barat yang dilakukan setiap tahun sebelum memasuki tahun anggaran baru. Musrenbang Kabupaten Sumba Barat diawali dengan musrenbang pada tingkat desa dan selanjutnya tingkat kecamatan.

(23)

68

yang diusulkan dan diakomodir melalui program dan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing Desa yang bersangkutan. Usulan ini disusun dan disampaikan secara berjenjang/ bertingkat mulai dari level RT/RW, Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Data usulan dari semua Desa/Kelurahan yang telah terkumpul, akan digodok dan dimusyawarahkan, hasil musyawarah kecamatan ini dituangkan dalam satu dokumen berupa daftar usulan kegiatan Kecamatan yang akan diusulkan pada musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat Kab. Sumba Barat.

Pada tahap Musrenbang Kab. Sumba Barat, semua aspirasi yang masuk melalui musrenbang Kecamatan akan ditampung bersamaan dengan usulan kegiatan dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kab. Sumba Barat. Forum ini merupakan pembahasan usulan–usulan yang masuk, juga merupakan sarana dan fasilitas untuk melakukan koordinasi antara Kecamatan dengan SKPD yang bersangkutan khususnya untuk melakukan singkronisasi terhadap usulan-usulan kegiatan setiap kecamatan yang akan diakomodir dalam program dan usulan kegiatan SKPD terkait.

Usulan kecamatan akan dikelompokkan dan disesuaikan dengan jenis kegiatan SKPD yang berwenang untuk mengakomodir usulan tersebut. Pada tahap ini SKPD akan melakukan verifikasi terhadap usulan kecamatan sebelum dituangkan dalam daftar usulan kegiatan SKPD. Program /usulan kegiatan yang telah lolos pada tahap verifikasi akan dituangkan dalam Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat daerah (Renja-SKPD).

Rencana Kerja SKPD (Renja-SKDP) merupakan gabungan rencana kerja antara program kerja SKPD terkait, Usulan Kecamatan dan Usulan hasil reses DPRD. Renja yang telah masuk dari semua SKPD akan diverifikasi sebelum dituangkan dalam rancangan Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD). Verifikasi yang dilakukan antara lain :

1. Kesesuaian usulan kegiatan SKPD dengan Rencana Pembangunan

(24)

69

2. Kesesuaian jenis dan pengkodean kegiatan

3. Kesesuaian jenis dan pengkodeaan mata anggaran maupun plafond pagu indikatif yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah

Usulan yang telah lolos dalam verifikasi tahap ini akan dituangkan dalam rancangan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Rancangan-RKPD) untuk kemudian diusulkan dan dibahas oleh Eksekutif (Pemerintah Daerah) dengan Legislatif (DPRD). Hasil pembahasan yang telah disetujui akan disyahkan

menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dengan demikian rencana kerja ini akan memiliki kekuatan Hukum sesuai dengan peratuan perundang-undangan yang berlaku. RKPD ini oleh Pemerintah Daerah akan dijadikan sebagai salah satu dasar untuk penyusunan rencana Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA).

Sistem/model pengambilan kebijakan dalam hal ini Hal-hal yang mengenai kebijakan teknis sebagai berikut:

1. Upaya agar seluruh masyarakat yang ada di Sumba Barat ini memperoleh hak-hak sipil karena masih banyak masyarakat di Sumba Barat yang belum memahami pentingnya kepemilikan dokumen kependudukan, dalam hal ini masyarakat yang ada di Sumba ada yang masuk kategori beragama dan tidak beragama,contohnya : agama local Sumba (MARAPU). Dalam Kasus ini pemerintah Kab. Sumba Barat sedang memperjuangkan Hak-hak masyarakat yang masih menganut agama marapu supaya di akui secara Nasional maupun Internasional.

(25)

70

3. Sistem yang digunakan oleh Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil dalam hal ini Instansi yang berhubungan atau yang menyelenggarakan kegiatan terkait dengan kepemilikan hak sipil yaitu menggunakan sistem yang sering di sebut sistem jemput bola (Mendatangi Masyarakat) yaitu dengan cara mendatangi setiap rumah tangga agar masyarakat mengetahui pentingnya memiliki dokumen kependudukan.

Selain itu juga ada Pola Percepatan yaitu di mana masyarakat yang

memiliki tempat tinggal yang jauh, dalam hal ada kecamatan di Kab. Sumba Barat yang memiliki lokasi paling jauh dengan Kantor Dinas kependudukan Dan Pencatatan Sipil dengan jarak 60 km yaitu di Kecamatan Lamboya Barat dengan kondisi jalan dan transportasi yang kurang memadai . dengan melihat kondisi masyarkat yang lokasinya jauh, Dinas Kependudukan dan Pancatatan sipil mengambil kebijakan dengan cara mengumpulkan seluruh berkas-berkas dalam hal administrasi Ke kepala desa selanjutnya Di Verifikasii kemudian di Input dan di tandatangan selanjutnya dibagikan kembali ke masyarakat.

5.2.3 Partisipasi Masyarakat

Proses pembentukan kebijakan publik dilakukan melalui suatu proses yang sering disebut perumusan kebijakan publik. proses ini dimulai adanya input(masukan) berupa tuntutan dan dukungan dari masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Input tersebut dikelompokkan atau diidentifikasi satu per satu sehingga menjadi usulan. usulan atau input yang telah terekomendasi dibahas bersama oleh pembuat kebijakan pulik seperti pemerintah, DPR/DPRD, tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun akademisi yang ada di Kab. Sumba Barat. Pembahasan tersebut menghasilkan keputusan bersama yang disebut kebijakan atau output(keluaran). Output atau keluaran tersebut kemudian diterapkan dan dievaluasi.

Hasil evaluasi itu dijadikan masukan untuk memperbaiki kebijakan tersebut. pembentukan kebijakan publik tersebut berawal dari pembuatan agenda,

(26)

71

serta koreksi, dan pembuatan kebijakan baru .pembuatan agenda adalah langkah pertama yang sangat penting dalam pembuatan suatu kebijakan.

Tahap formulasi dan legitimasi merupakan tahap teknis untuk merumuskan masalah yang telah diagendakan, dicari pemecahannya, dan disahkan menjadi kebijakan publik. untuk memperoleh hasil yang tepat, formulasi kebijakan harus dilakukan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam dan memadai. Tahap implementasi adalah tahap penerapan atau pelaksanaan

sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. pada tahap ini kebijakan publik diuji apakah kebijakan itu dapat memecahkan permasalahan atau tidak. Tahap evaluasi kebijakan publik dapat dibagi menjadi evaluasi proses, evaluasi dampak, dan evaluasi analisis strategi.

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik di Kab. Sumba Barat merupakan hasil kerja sama baik pemerintah, masyarakat, para ahli, maupun lembaga-lembaga sosial lainnya. Peran Masyarakat sangat di perlukan dalam Pengambilan Keputusan tersebut karena system yang digunakan di Kab. Sumba Barat ini adalah system Top Down yaitu dimana semua masalah-masalah yang ada di Desa kemudian di lanjutkan di Kecamatan dan Kabupaten. Contoh khasus dalam hal ini misalnya pembentukan Kelompok agama local Sumba (Marapu) di mana ada forum-forum yang di buka oleh pemerintah desa maupun kabuputen dan saling bertukar pendapat terkait dengan pembentukan Marapu sehingga masyarakat merasa memiliki.

Perlu diketahui bahwa dalam system/model pengambilan kebijakan di era orde baru dan reformasi sangat berbeda dengan otonomi daerah , berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pak Yermias Ndapa Doda mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan jelas berbeda karena pada masa pemerintahan orde baru/reformasi pemerintah sebagai

(27)

72

terbatas di kantor yaitu di mana pada masa ini prosesnya sampai di titik pemukiman masyarakat. Tuntutan dalam system/model pengambilan keputusan pasca otonomi daerah juga bagamaimana pengambilan keputusan selalu melihat public/masyarakat dan melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat itu sendiri sehingga partisipasi masyarakat sangat penting dalam pengambilan keputusan.

5.2.4 Peran pemerintah daerah ( PEMDA) Kab Sumba Barat

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peran Pemerintah Kab. Sumba Barat juga tidak terlepas dari peran perangkat daerah dan hubungan antara dinas-dinas yang terkait yang mempunyai tugas pokoknya masing-masing. Pada masa sebelum otonomi di sebut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sering berjalannya otonomi daerah SKPD di ubah menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Berdasarkan hasil wawancara

dari salah satu dinas yang tergabung dalam OPD yaitu Sekretaris Badan Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (BPPKB) Fredrika A.

Supusepa, SE menyampaikan bahwa sebelum otonomi daerah BPPKB yang sering dulu adalah Badan Kepandudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang sekarang manjadi BPPKB.

(28)

73

ukuran keluarga sejaterah dilihat dari kualitas/kecerdasan seorang anak bukan lagi dari kuantitas.

Contoh lain bentuk kerja sama dengan Perusahaan Umum (PU) dalam hal pengadaan MCK, bagaimana PU sebagai penyedia MCK dan DPPKB menjalankan tugasnya yaitu untuk menghimbau dan mengajak masyarakat dalam hal ini mayarakat yang masih belum terlalu merasa bahwa kesehatan itu sangat penting. oleh sebab itu peranan dari Organisasi Perangkat Daerah ( OPD ) sangat

di butuhkan karena saling keterkaitan dan mempunyai fungsi yang saling membutuhkan. Program-proram OPD yang telah dirancang bersama juga tidak terlepas dari peran media yang digunakan.

Media yang digunakan oleh OPD dalam mensosialisasikan Program-program yang telah dirangcang bersama dan yang telah disepakati sebagai berikut ;

1. Mensosialisasikan secara langsung ( mendatangi masyarakat)

2.Membagikan brosur kepada masyarakat.

3. Pemutaran film ( sesuai dengan kepentingan program)

4. Pelayanan-pelayanan yang lain terkait dengan rancangan program yang sudah disepakati bersama.

5.3 Refleksi Penelitian

(29)

74

mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Sedangkan secara khusus, kampung KB ini dibentuk selain untuk meningkatkan peran serta pemerintah, lembaga non pemerintah dan swasta dalam memfasilitasi, mendampingi dan membina masyarakat untuk menyelenggarakan program KKBPK dan pembangunan sektor terkait, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pembangunan berwawasan kependudukan.

Pada dasarnya ada tiga hal pokok yang dapat dijadikan bahan

pertimbangan sebagai syarat dibentuknya kampung KB dalam suatu wilayah, yaitu: Pertama, tersedianya data kependudukan yang akurat, kedua, dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah dan yang ketiga, partisipasi aktif masyarakat. kampung baliloku dan kampung Tanarara di pilih karena sudah memenuhi kriteria bahwa layak untuk dijadikan kampung KB.

Kriteria umum dalam terbentuknya kampung KB adalah sebagai berikut; kriteria wilayah: kumuh, pesisir, Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan miskin (termasuk Miskin Perkotaan), Terpencil, Perbatasan, Kawasan, kawasan wisata, padat penduduk. Berdasarkan hasil rapat perdana pencanangan kampung KB yang diselenggarakan oleh BPKKB pada tanggal 10 agustus 2017 pada saat itu penulis mengahadiri langsung jalannya rapat tersebut, di mana pada rapat terdapat beberapa undangan yang hadir yaitu Camat Loli Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, LSM.

Berikut beberapa hasil rapat perdana dari pencanangan kampung KB di Kecamatan Loli kampung Tanarara dan di Kecamatan Wanokaka kampung Baliloku dan beberapa ususalan program yang sudah direncanakan oleh OPD yang hadir pada saat itu.

1. Usulan Camat Loli

Program yang di susun oleh hadir pada saat itu Camat Kecamatan Loli Samuel Lango Manupele S.sos menyampaikan dalam hal pembangunan dan

(30)

75

Kecamatan Loli dimana masyarakat menghibahkan tanah kepemerintah untuk di jadikan tempat untuk pendidikan dalam hal ini yang sudah disepakati akan di bangun sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

2. Dinas Kesehatan

Program yang ingin di jalankan oleh dinas kesehatan yaitu pemnfaatan kotoran ternak (biogas) bagaimana kotoran hewan ternak misalnya kerbau,sapi untuk diolah menjadi pupuk yang berkualitas dan dapat digunakan untuk pupuk tanaman yang berkualitas.

Program tersebut disusun melihat dari kebiasaan masyarakat sumba yang pada umunnya memelihara hewan ternak. Selain itu juga ada program Hijauan Makanan Ternak (HMT) hijauan atau rumpu-rumputan yang memiliki angka kecukupan gizi yang tepat untuk ternak non ruminansia, tidak semua rumput dapat dikategorikan hijauan makanan ternak. untuk itu peternak perlu menanam sendiri rumput-rumput unggul yang dikategorikan sebagai HMT tersebut.

3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Terkait dengan pengadaan pembangunan sekolah PAUD pihak LSM berencana membuat untuk meningkatkan mutu belajar dari kampung KB yaitu membuat perpustakaan keliling dan kampong gemar membaca, hal ini di karenakan tingkat membaca masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat khususnya keduakampong masih sangat kurang. Sejauh ini pihak dari LSM telah menjalin kerja sama dengan salah satu warga Australia dalam hal pengadaan buku, tinggal mempersiapkan pengolah dan bagamaimana cara meyakinkan masyarakat bahwa membaca sangat penting.

Kelemahan dari pencangan kampung KB di kedua Kecamatan adalah dalam hal rancangan program, seluruh OPD yang hadir pada saart itu hanya beberapa saja dari undangan yang sudah disebarkan oleh BKKBP kepada OPD

(31)

76

Referensi

Dokumen terkait

Inspektur mempunyai tugas pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di pemerintah Provinsi serta pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah

2 Secara normatif desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah otomom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

Mengacu pada definisi-definisi yang dijelaskan oleh beberapa ahli diatas, maka secara umum istilah “kebijakan atau policy” digunakan untuk menunjukan perilaku seorang

Dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 2 pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

Sesuai pasal 1 ayat 2 UU no 32 tahun 1999, yang dimaksud Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Dengan demikian, bahwa yang dimaksud sebagai Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan

Peraturan ini membahas standar pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah oleh Asosiasi Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan