• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlogo Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlogo Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran IPA

Kata IPA merupakan singkatan kata Ilmu Pengetahuan Alam. Kata-kata Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris”

Natural Science” secara singkat sering disebut “Science“. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harafiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi dialam. Untuk selanjutnya kita akan menggunakan kata IPA sebagai suatu istilah. (Iskandar, 2001: 2)

Sains merupakan ilmu empirik yang membahas tentang fakta dan gejala alam maka dalam pembelajarannya harus faktual, artinya tidak hanya secara verbal sebagaimana terjadi pada pembelajaran secara tradisional (Asyari, Muslichah 2006: 22).

Iskandar (2001:12) menarik kesimpulan bahwa IPA berupa fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA penting bagi kemajuan hidup manusia, cara kerja memperoleh itu disebut proses IPA, dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.

(2)

kesimpulan. Menurut Patta Bundu (2006:11), kedua aspek tersebut harus didukung oleh sikap sains (sikap ilmiah) berupa keyakinan akan nilai yang harus dipertahankan ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sains atau ilmu pengetahuan alam bukan hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dapat dihafal, tetapi juga terdiri atas proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat diterangkan. Beberapa pendapat diatasjuga menggambarkan bahwa hasil belajar IPA merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan terhadap mata pelajaran IPA yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukan dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat dari nilai rapor.

1) Pembelajaran IPA

Suyitno (2004:2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Pengajaran IPA dikembangkan berdasarkan persoalan atau tema untuk dapat dikaji dari aspek kemampuan siswa yang mencakup aspek mengkomunikasikan konsep secara ilmiah, aspek pengembangan konsep dasar, dan pengembangan kesadaran dalam konteks ekonomi dan sosial.

Menurut Iskandar (2001:2-3) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari: a) Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Produk

IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori IPA. Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA.

(3)

b) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses

Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuan diantaranya adalah :

a) Mengamati b) Mengukur

c) Menarik kesimpulan d) Mengendalikan Variabel

e) Membuat Grafik dan Tabel Data f) Membuat Definisi Operasional g) Melakukan Eksperimen

c) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap

IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang ilmuwan sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu:

a) Obyektif terhadap fakta

b) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan c) Berhati terbuka

d) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat e) Bersifat hati-hati

f) Ingin menyelidiki

Pembelajaran IPA dapat didefinisikan yaitu sebagai ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang nyata yang setiap harinya berkaitan dengan kehidupan manusia dan lingkungan. 2) Tujuan Pembelajaran IPA

Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

(4)

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisa dan tertulis.

2) Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya.

3) Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup.

4) Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya.

5) Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya. 6) Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan

permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.

(5)

Ilmu pengetahuan alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan.Mereka perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan dan dapat berpikir serta bertindak secara ilmiah. Usman Samatowa (2006:9) berpendapat bahwa siswa sekolah dasar berusia 7 sampai 11 atau 12 tahun termasuk dalam tahapanoperasional kongkret, dimana pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, tetapi masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkret, dan mampu melakukan konservasi.

Nur dan Wikandari (Trianto, 2010:143) berpendapat bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiahnya yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses dan produk pendidikan. Perlu dikembangkan suatu model embelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya.

Usman Samatowa (2006:12) mengatakan bahwabelajar melalui pengalaman langsung (learning by doing) merupakan model belajar yang cocok untuk anak Indonesia karena model belajar ini memperkuat daya ingat anakdanbiayanya sangat murah karena menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan anak sendiri. Dikutip oleh Tisno Hadisubroto dalam bukunya Pembelajaran IPA Sekolah Dasar, Piaget mengatakan pengalaman langsung memegang perananpenting sebagai pendorong lajuperkembangan kognitif anak. Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam buku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/ MI adalah sebagai berikut.

(6)

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 4 SD Semester I

2.1 Menjelaskan hubungan antara struktur akar tumbuhan dengan fungsinya 2.2 Menjelaskan hubungan antara struktur

batang tumbuhan dengan fungsinya 2.3 Menjelaskan hubungan antara struktur

daun tumbuhan dengan fungsinya 2.4 Menjelaskan hubungan antara bunga

dengan fungsinya 4. Memahami daur hidup beragam

jenis makhluk hidup

4.1 Mendeskripsikan daur hidup beberapa hewan di lingkungan sekitar, misalnya

6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu 6.2 Mendeskripsikan terjadinya perubahan

wujud cair  padat cair; cair gas cair; padat gas

(7)

Sumber: Permendiknas no 22 th 2005 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

2.1.2. Model Pembelajaran CTL

CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran yang akan di pelajarinya. Mulyasa (2009: 217) menyatakan bahwa pembelajaran CTL mengusung konsep pembelajaran yang dikaitkan dengan dunia nyata yang tidak asing dengan kehidupan peserta didik sehingga peserta didik mampu memahami materi dan mampu menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menerapkan pembelajaran CTL dengan mengaitkan materi dengan benda-benda disekitar peserta didik, sehingga pembelajaran tidak berfokus pada buku maupun ceramah dari guru, melainkan siswa dapat belajar dari apa yang mereka lihat.

Sejalan dengan pengertian tersebut Sanjaya (2009: 255) menjelaskan bahwa: “CTL adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Pembelajaran Contextual Teaching andLearning (CTL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur, 2007: 137).Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.

(8)

Untuk mencapai tujuan ini, sistem ini mencakup 8 komponen, yaitu: membuat hubungan yang bermakna, melahirkan kegiatan yang signifikan, belajar sendiri secara teratur, kolaborasi, berpikir kritis dan kreatif, mencapai standar tinggi, dan menggunakan penilain otentik (Johnson, 2003)

CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofis bahwa siswa mampu menangkap pelajaran apabila mereka mampu menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson, Eleine B, 2006:14). Pembelajaran kontekstual adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi teori tersebut adalah siswa diusahakan harus dapat menemukan serta mentransformasikan suatu informasi yang kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) yaitu Proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam belajar sehingga siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan serta keterampilan belajar mereka yang diperoleh dengan berpengalaman secara langsung sehingga proses belajar akan lebih efektif dan bermakna, karena belajar di sini bukan hanya menghafal tetapi memahami.

a. Prinsip-prinsip CTL

(9)

b. Karakteristik Model Pembelajaran CTL

Menurut Muslich (2009: 42) berdasarkan pengertian model pembelajaran kontekstual di atas, Pembelajaran dengan model kontekstual ini mempunyai karakteristik yakni sebagai berikut:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together). 7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as

anenjoy activity).

(10)

Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran produktif yaitu: konstruktivisme (Constructivism), membentuk group belajar yang saling membantu (interdependent learning groups), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Daryanto, 2012:155). Adapun penjelasan ketujuh komponen itu adalah sebagai berikut:

1) Konstruktivisme

Belajar berdasarkan konstruktivisme adalah "mengonstruksi" pengetahuan. Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi (pengintegrasian pengetahuan baru terhadap struktur kognitif yang sudah ada dan penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru).

belajar dalam konteks konstruktivistik berangkat dari kenyataan bahwa pengetahuan itu terstruktur.

2) Inquiry

Inquiry artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir sistematis. Kata kunci pembelajaran kontekstual salah satunya adalah "penemuan". Belajar penemuan menunjuk pada proses dan hasil belajar. Belajar penemuan melibatkan peserta didik dalam keseluruhan proses metode keilmuan sebagai langkah-langkah sistemik menemukan pengetahuan baru atau memverifikasi pengetahuan lama. Belajar penemuan mengintegrasikan aktivitas belajar peserta didik ke dalam metode penelitian sebagai landasan operasional melakukan investigasi. Dalam investigasi peserta didik tidak hanya belajar memperoleh informasi, namun juga pemprosesan informasi. Pemrosesan ini tidak hanya melibatkan kepiawaian peserta didik berdialektika berpikir fakta ke konsep, konsep ke fakta, namun juga penerapan teori.

3) Bertanya

(11)

untuk menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya sangat penting untuk melakukan elaborasi yaitu penambahan rincian, sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna.

4) Masyarakat Belajar

Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pembelajaran sebagai proses sosial. Melalui interaksi dalam komunitas belajar proses dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. Hasil belajar diperoleh dari berkolaborasi dan berkooperasi. Dalam prakteknya "masyarakat belajar" terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli di kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.

5) Pemodelan

Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pendemonstrasian terhadap hal yang dipelajari peserta didik. Pemodelan memusatkan pada arti penting pengetahuan prosedural. Melalui pemodelan peserta didik dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan.

6) Refleksi

Refleksi adalah bagian penting dalam pembelajaran kontekstual. Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. 7) Penilaian autentik

Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bias memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat melakukan pembelajaran.

d. Teori yang Mendasari CTL

Pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning)

(12)

Menurut Piaget (dalam Slavin, 1994:31), kecakapan intelektual diperoleh siswa berasal dari menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya serta mengikuti tahapan perkembangan kognitif sesuai usianya. Oleh karena itu, dalam mengajar guru sebaiknya merancang pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa.

2) Teori Free Contextual Teaching and Learning dari Bruner

Bruner (dalam Arends, 2008: 48), proses belajar akan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan siswa menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpainya.

Contextual Teaching and Learning menekankan pengalaman belajar aktif, berpusat pada anak, di mana anak menumukan ide-idenya dan mengambil maknanya sendiri.

3) Teori Meaningful Learning dari Ausubel

Menurut Ausubel (dalam Komalasari, 2010: 21), belajar merupakan asimilasi bermakna karena materi yang dipelajari dipadukan, dihubungkan dengan pengetahuan sebelumnya. Belajar lebih bermakna bagi siswa jika materi pelajaran diurutkan dari umum ke khusus. Jadi, siswa belajar dengan mengosntruksi pengetahuannya, yaitu menghubungkan pengetahuan lama yang telah dimiliki dengan pengetahuan baru yang didapatkannya.

4) Teori Belajar Vygotsky

(13)

Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa CTLmerupakan model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan keempat teori penting dalam dunia pendidikan meliputi teori perkembangan kognitif Piaget, free Contextual Teaching and Learning dari Bruner, meaningful learning dari Ausubel, dan belajar dari Vygotsky. Inti dari keempat teori ini yaitu pembelajaran akan bermakna jika dalam pelaksanaannya berlandasan konstruktivisme, menemukan sendiri, serta bekerjasama dalam kelompok.

e. Langkah-langkah Pembelajaran CTL

Menurut Daryanto (2012; 156) langkah penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam kelas secara garis besar adalah sebagai berikut:

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri, pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya.

4) Ciptakan "masyarakat belajar" (belajar dalam kelompok-kelompok). 5) Hadirkan "model" sebagai contoh pembelajaran.

6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Johnson (2000) mendeskripsikan langkah-langkah CTL sebagai berikut. 1) Modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi – tujuan, pengarahan – petunjuk, rambu-rambu, contoh); 2) Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi);

3) Learning community (seluruh siswa berpartisipati dalam belajar kelompok dan individual, otok berpikir dan tangan bekerja, mengerjakan berbagai kegiatan dan percobaan);

(14)

5) Constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis);

6) Reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut);

7) Authentic assessment (penilaian selama proses dan seusai pembelajaran harus dilakukan secara objektif dan dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan hasil yang benar-benar mewakili kompetensi siswa).

Suparto (2004:6) bahwa secara garis besar penerapan pendekatan kontekstual dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1) Mengembangkan metode beajar mandiri,

2) Melaksanakan penemuan (inquiry), 3) Menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, 4) Menciptakan masyarakat belajar, 5) Hadirkan "model" dalam pembelajaran, 6) Lakukan refleksi di setiap akhir pertemuan, 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya

Berlandaskan langkah-langkah CTL (Contextual Teaching and Learning)

yang telah dijelaskan oleh 3 ahli di atas, maka penerapan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada pembelajaran IPA dalam penelitian ini, akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menyiapkan media terkait untuk mengembangkan pemikiran siswa agar

dapat membangun pengetahuan sendiri (konstruktivis)

2) Membimbing siswa melakukan kegiatan pengamatan (inkuiri)

3) Melakukan kegiatan tanya jawab untuk mengembangkan sifat ingin tahu siswa (bertanya)

4) Mengelompokkan siswa secara heterogen dan membimbing siswa dalam diskusi (masyarakat belajar)

5) Membimbing siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya (pemodelan)

(15)

7) Memberikan penilaian proses dan hasil pembelajaran (penilaian autentik).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti akan menerapkan langkah-langkah CTL (Contextual Teaching and Learning) sebagai upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas kelas IV SD Negeri Tlogo semester I tahun pelajaran 2016/2017.

2.1.3. Hasil Belajar

Joko Susilo (2007: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Menurut Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam Purwanto 2008: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang.Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang.

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu:

1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.

2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. 3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.

(16)

tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif misalnya anak yang belum bisa naik bersepeda, setelah belajar anak tersebut dapat bersepeda. Inilah yang dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif. Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (1989:3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Menurut Dimyati (2006) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan dan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan. Hasil belajar digunakan untuk bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar, meningkatkan hasil belajar siswa, evaluasi diri terhadap kenerja siswa. Belajar merupakan proses yang menimbulkan terjadinya perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan. Jadi berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

a)

Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b)

(17)

c)

Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan

Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. tingkatan yaitu, (1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2) Merespon (aktif berpartisipasi), (3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), (4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan (5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).

(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, Santi Dwi Puspita (2012) dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa Kelas V SDN Weding 1 Demak” menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Selain itu keterampilan guru dalam pembelajaran matematika melalui CTL juga meningkat meningkat. Aktivitas siswa pada pembelajaran matematika melalui CTL juga meningkat, yakni pada siklus I rata-rata persentase 70,5% (baik). Pada siklus II persentase aktivitas siswa menjadi 85,5% (baik sekali). (3) Hasil belajar siswa pada siklus I dan II mengalami peningkatan. Pada siklus I ketuntasan belajar klasikal 63% (cukup) dan meningkat pada siklus II menjadi 82% (baik). Hal ini menunjukkan bahwa persentase ketuntasan belajar klasikal pada siklus II > 75% sehingga dinyatakan berhasil. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan CTL dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di SDN Weding 1 Demak.

Prisminar Yulia Maryani (2013) melakukan penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar IPS dengan model contextual teaching and learning pada siswa kelas V SD Timbulharjo Sewon Bantul. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) kolaborasi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VA SD Timbulharjo yang berjumlah 30 siswa. Model penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Metode yang digunakan dalam pengumpulkan data adalah : 1) tes, 2) observasi, 3) catatan lapangan, dan 4) dokumentasi. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah statistik deskriptif yaitu dengan mencari rerata. Pembelajaran IPS dengan menggunakan contextual teaching and learning dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Timbulharjo Sewon Bantul. Peningkatan prestasi belajar IPS pada siklus I rata-rata sebesar 6,20, kondisi awal 69 meningkat menjadi 75,20 dan peningkatan siklus II sebesar 11,53 kondisi awal 69 meningkat menjadi 80,53.

(19)

pelajaran yang diterapkan. Meskipun bahwa penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu yaitu menggunakan model pembelajaran CTL sebagai metode belajar, namun terdapat perbedaan dalam mata pelajaran yang akan diteliti yaitu pada penelitian ini akan berfokus pada mata pelajaran IPA. Kemudian perbedaan lainnya pada subyek penelitian, waktu dan tempat penelitian yakni pada penelitian ini akan fokus pada siswa kelas kelas 4 SD sebagai subyek penelitiannya dan waktu dan tempat penelitiannya adalah di SD Negeri Tlogo Salatiga semester I tahun pelajaran 2016/2017.

2.3. Kerangka Pikir

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.CTL (Contextual Teaching and Learning)

(20)

Langkah-langkah CTL tersebut diterapkan sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Pengertian hasil belajar dalam penelitian ini adalah total skor dari hasil pengukuran tes, sikap dan keterampilan.

(21)

Gambar 2. 1 Skema Kerangka Pikir

Berdasarkan gambar 2.1 tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi awal pembelajaran menggunakan metode konvensional pada pelajaran IPA, nilai rata-rata siswa masih rendah. Kemudian setelah dilaksanakan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)

pada mata pelajaran IPA, hasil belajar IPA siswa dapat ditingkatkan, kegiatan-kegiatan pembelajaran lebih bermakna.

2.4. Hipotesis Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

7 Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi, komposisi, cara memilih dan cara menyimpan daging dan unggas serta hasil olahnya.. Daging dan

Guru hendaklah memastikan kesemua elemen merentas kurikulum diterapkan secara efektif dalam proses pengajaran dan pembelajaran demi melahirkan insan yang dihasratkan oleh

Berdasarkan hasil uji laboratorium untuk sifat fisik tanah secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa, dengan adanya kegiatan penanaman tanaman jabon secara

individu berdasarkan indikator kinerja utama (KPI) dan kompetensi yang telah didesain dalam penelitian ini. Pendekatan ini merupakan salah satu altnatif untuk

Praktikum kali ini adalah Penentuan Titik Beku larutan yang mempunyai tujuan untuk menghitung tetapan penurunan titik beku molal pelarut serta menghitung

Selain melakukan berbagai strategi pemasaran produk seperti diatas, kami juga mempromosikan usaha kami ini dengan cara menambah pasar baru untuk memperluas jangkauan yang

Untuk meraih gelar sarjana S1, Dianing menulis skripsi dengan judul Gaya Hidup Posmodern Tokoh- Tokoh Dalam Novel Mata Matahari Karya Ana Maryam Sebuah Tinjauan

dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian yang berjudul **SINTES1S KOMPOSIT FezOj-SERBUK BIJI KAPUK SEBAGAI ABSORBEN PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT"